Anda di halaman 1dari 3

Literasi dan Pendidikan Indonesia

Oleh: Nimas Amalia Ulfa (F1011161036)

Pendidikan di setiap negara memiliki cara yang berbeda dalam sistem

mendidik. Hal ini terlihat dari cara menyusun kurikulum dan lain sebagainya.

Perbedaan ini disebabkan karena setiap negara memiliki kondisi sosial maupun

biografis yang berbeda, sehingga cara mendidik tidak dapat disamaratakan. Untuk

mendapatkan cara terbaik dalam mendidik, sebuah negara harus melakukan

penelitian dan percobaan terus menerus sehingga dapat menemukan cara

mendidik yang paling terbaik untuk diterapkan pada kondisi di negaranya masing-

masing.

Hal ini yang sekarang sedang terjadi di Indonesia. Menurut Debora (2017)

“Setelah merdeka, tercatat sudah sepuluh kali pemerintah Indonesia

mengubah kurikulum pendidikan dengan tujuan menyempurnakan kurikulum

yang sebelumnya. Mulai dari kurikulum Rentjana Pelajaran Terurai 1957 hingga

Kurikulum 2013. Kurikulum boleh berganti, tapi masih banyak masalah mendasar

dalam dunia pendidikan.” Pemerintah Indonesia sampai sekarang masih berusaha

untuk mencari sistem pendidikan yang paling cocok dengan kondisi Negara

Indonesia yang selalu berubah ini.

Satu diantara bagian dari trobosan kurikulum yang sering menjadi

pembicaraan adalah kualitas literasi para peserta didik di Indonesia. Menurut

Cooper dalam Gipayana (2016:1) “Literasi adalah kemampuan membaca dan

menulis. Dalam pengertian luas, literasi meliputi juga kemampuan berbicara,


menyimak, dan berpikir sebagai elemen di dalamnya.” literasi menjadi tolok ukur

potensi keberhasilan pendidikan di suatu negara, karena literasi dapat membantu

seseorang untuk memiliki pengetahuan dan kemampuan yang baik. Fungsi literasi

secara efektif dapat diperoleh melalui membaca dan menulis. Karena, setelah dua

hal ini dapat dikuasai, peserta didik akan lebih mudah dalam menguasai

kemampuan dasar lainnya seperti mengungkapkan pendapat dengan berbicara dan

memahami isi pembicaraan dengan menyimak.

Namun sayang nya masalah ini belum juga dapat di pecahkan, oleh sistem

pendidikan di Indonesia. Hal ini jelas terlihat pada kualitas literasi yang dimiliki

penduduk Indonesia. Dilansir dari republika.co.id Indonesia sedang berada dalam

krisis membaca. Sebab, dari 1.000 orang Indonesia, hanya satu orang yang rutin

membaca buku. Berdasarkan data Programme for International Student

Assessment (PISA), Indonesia berada di peringkat 64 dari 72 negara yang rutin

membaca. Bahkan, menurut The World Most Literate Nation Study, Indonesia

berada di peringkat 60 dari 61 negara. Hal ini juga senada dengan tingkat

keberhasilan pendidikan Indonesia yang tergolong tidak memuaskan. Data dari

CNNIndonesia menunjukan tingkat pendidikan berdasarkan Indeks Pembangunan

Manusia (IPM) di Indonesia masih tergolong rendah, yaitu 14,6%. Persentase ini

jauh lebih rendah dibandingkam Malaysia yang mencapai angka 28% dan

Singapura yang mencapai angka 33%.

Maka dari itu, berbagai lembaga pendidikan mulai dari jenjang pendidikan

dasar sampai dengan pendidikan tinggi berlomba-lomba membangun program

literasi. Tentu hal ini juga tidak lepas dari peran pemerintah yang mendorong
perancangan pendidikan dengan program literasi yang dimuat dari kurikulum

maupun di luar kurikulum.

Pada tahun 2013 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui

Peraturan Menteri nomor 23 tahun 2013 mencanangkan sebuah gerakan literasi

sekolah untuk membantu siswa dalam menumbuhkan budaya membaca dan

menulis dilingkungan sekolah. Gerakan literasi sekolah (GLS) adalah kemampuan

mengakses, memahami, dan menggunakan sesuatu secara cerdas melalui berbagai

aktivitas, antara lain membaca, melihat, menyimak, menulis dan/ atau berbicara

(Faizah, 2016:2). Gerakan Literasi Sekolah ini di terapkan sebagai bentuk upaya

dalam menumbuhkan budi pekerti siswa yang bertujuan agar siswa memiliki

budaya membaca dan menulis sehingga tercipta pembelajaran sepanjang hayat

dengan mengedepankan keterampilan membaca. Materi baca berisi nilai-nilai budi

pekerti, berupa kearifan lokal, nasional, dan global yang disampaikan sesuai tahap

perkembangan peserta didik. Gerakan Literasi Sekolah ini melibatkan semua

warga sekolah baik guru, peserta didik, orang tua, dan masyarakat sebagai bagian

dari pendukung pendidikan. Upaya yang ditempuh untuk mewujudkannya berupa

pembiasaan membaca yang dilakukan oleh siswa dengan kegiatan 15 menit

membaca bacaan yang disukai dan berahir dengan mengisi jurnal literasi.

Anda mungkin juga menyukai