Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Membaca merupakan suatu kegiatan untuk dapat memperoleh informasi,membuka
dan memperluas wawasan serta pengetahuan seseorang. Membaca juga merupakan salah
satu bagian literasi yang sangat penting dalam kehidupan.
Penguasaan literasi di abad modernisasi kini semakin dibutuhkan. Menurut
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Muhadjir Effendy ( Koran
Jakarta : 28/10/2017) bahwa literasi menjadi tolak ukur kemajuan bangsa dan
mendapatkan perhatian dunia internasional. Tinggi rendahnya literasi suatu
bangsa sangat berpengaruh pada kemajuan bangsa.
Penguasaan literasi yang tinggi akan menjadikan suatu bangsa lebih maju
dibanding bangsa yang penguasaan literasinya rendah. Contohnya, pada negara
Finlandia sebagai negara paling literat nomor 1 di seluruh dunia (menurut riset
yang dilakukan oleh Jhon W. Miller, Presiden Central Connecticut State
University, New Britain, dan yang secara resmi dirilis oleh The World’s Most
Literate Nations (WMLN) pada tahun 2016). Negara ini memiliki kegiatan literasi
yang sudah dipupuk sejak dini, seperti mewajibkan anak membaca 1 buku per
minggu. Selain itu, ketersediaan perpustakaan yang ada dimana-mana menjadikan
masyarakatnya tidak punya alasan untuk tidak membaca. Selain Finlandia, negara
Jepang juga memiliki penguasaan literasi yang sangat baik. Negara tersebut
memiliki budaya membaca buku selama sepuluh menit bagi siswa sebelum masuk
ke kelas. Tradisi ini sudah berlangsung sejak lama. Selain itu masyarakat Jepang
juga mempunyai kebiasaan membaca dimanapun dan kapanpun, seperti saat
sedang berada di transportasi umum, dan tempat-tempat vital lainnya.
Hal ini berbanding terbalik dengan kondisi yang ada di Indonesia. Dilansir
dari Kompasiana.com dalam Pranowo (2018, h.2) bahwa hasil penelitian Human
Development Index (HDI) yang dirilis UNDP pada tahun 2002 menyebutkan
bahwa data melek huruf orang Indonesia berada pada posisi 110 dari 173 negara.
Posisi tersebut turun satu tingkat menjadi 111 di tahun 2009. Hal ini menunjukkan
kualitas sumber daya manusia Indonesia berada di tingkat cukup kritis. Dalam
data tersebut, juga disebutkan bahwa angka melek huruf orang dewasa di
Indonesia hanya 65,5 persen. Sedangkan Malaysia sudah mencapai 86,4 persen,
dan negara-negara maju seperti Australia, Jepang, Inggris, Jerman, dan AS
umumnya sudah mencapai 99,0 persen.
Data lain tentang indeks minat baca masyarakat Indonesia juga masih
memprihatinkan. Menurut UNESCO, indeks minat baca masyarakat Indonesia
pada tahun 2012 berada pada indeks 0,001. Artinya, setiap 1000 orang Indonesia
hanya ada 1 orang yang memiliki minat baca yang baik (kompasiana.com dalam
Pranowo, 2018, h.2).
Survei juga dilakukan oleh Perpusnas di tahun 2015 dengan publikasi
survei berjudul “Hasil Kajian Budaya Baca Masyarakat Indonesia”. Dalam survei
ini disimpulkan bahwa sebagian besar responden (65%) mengisi waktu luang
untuk melakukan aktivitas selain membaca, sementara aktivitas membaca hanya
dilakukan oleh 35% responden lainnya. Aktivitas selain membaca yang dominan
dilakukan ialah menonton TV (sebanyak 21% responden) dan aktivitas bermain
gim atau media sosial melalui telepon pintar, tablet, dan komputer (sebanyak 21%
responden). Responden yang disurvei secara umum melakukan kegiatan membaca
rata-rata dalam seminggu hanya sebanyak 2 sampai 4 kali dengan waktu baca
kurang dari 2 jam per hari (termasuk dalam kategori rendah). Rendahnya aktivitas
membaca juga dapat dilihat dari rata-rata dalam seminggu hanya menyelesaikan
bacaan 0 – 100 halaman. Minat dan kemampuan membeli buku juga rendah,
terlihat dari rata-rata responden yang secara umum mengalokasikan dana untuk
membeli buku dalam setahun sebesar Rp. 0 s/d Rp.100 ribu dan Rp.101 ribu s/d
Rp.200 ribu, termasuk dalam kategori rendah. Koleksi buku juga terbilang kecil,
yaitu mayoritas responden hanya memiliki koleksi buku antara 0 s/d 20 buku
(Panduan GLN 2017, Kemdikbud).
Jika angka melek huruf dan indeks minat baca masih rendah seperti itu,
bagaimana dengan tingkat kemampuan membaca? Survei Progamme for
International Student Assessment (PISA) pada 2015, memosisikan Indonesia
berada di urutan ke-64 dari 72 negara. Selama kurun waktu 2012 – 2015, skor
PISA untuk membaca hanya naik 1 poin dari 396 menjadi 397. Hasil tes tersebut
menunjukkan bahwa kemampuan memahami dan keterampilan menggunakan
bahan-bahan bacaan, khususnya teks dokumen, pada anak-anak Indonesia usia 9 –
14 tahun berada di peringkat sepuluh terbawah (Panduan GLN 2017,
Kemdikbud). Survei terbaru yang dilaksanakan Central Connectitut State
University (2016) tentang perilaku literat menunjukkan hasil yang tidak jauh
berbeda. Dalam tolok ukur fasilitas literasi ; ketersediaan perpustakaan, penerbitan
surat kabar dan media cetak, Indonesia menempati posisi kedua dari bawah
(diantara 61 negara yang berpartisipasi).
Dengan data demikian, dapat diperkirakan daya saing bangsa Indonesia
terhadap bangsa-bangsa lain di dunia masih terbilang kurang. Padahal, di dalam
pendidikan, keterampilan membaca sangatlah berperan penting. Tanpa membaca,
khasanah pengetahuan peserta didik kosong. Jika peserta didik tidak mempunyai
amunisi pengetahuan yang cukup, bukan hal mustahil jika kelak generasi kita
tidak akan bisa bersaing dalam bidang keilmuan. Apabila tidak segera diambil
langkah konkret untuk mengatasi permasalahan ini, sulit bagi bangsa Indonesia
untuk dapat keluar dari kebodohan dan kemiskinan. Bangsa Indonesia harus
mampu membangun budaya membaca di segala sisi karena tantangan yang
dihadapi semakin hari semakin berat dan kompleks. Opsi yang mungkin bisa
dipilih adalah menyelesaikan persoalan secara bertahap.
Melihat fenomena itu, pemerintah melalui Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan menggagas sebuah gerakan literat di sekolah yang disebut Gerakan
Literasi Sekolah (GLS). GLS adalah upaya menyeluruh yang melibatkan semua
warga sekolah (guru, peserta didik, orang tua/wali murid) dan masyarakat, sebagai
bagian dari ekosistem pendidikan. Gerakan ini merupakan implementasi dari
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015 tentang
penumbuhan budi pekerti. Pemerintah menyadari bahwa setiap sekolah
seharusnya menjadi tempat yang nyaman bagi siswa, guru, dan masyarakat.
Sekolah menjadi tempat nyaman jika peserta didik, guru, dan tenaga
kependidikan membiasakan sikap dan perilaku positif. Salah satu kegiatan di
dalam gerakan tersebut adalah “kegiatan 15 menit membaca buku nonpelajaran
sebelum waktu belajar dimulai”. Kegiatan ini dilaksanakan untuk menumbuhkan
minat baca peserta didik serta meningkatkan keterampilan membaca agar
pengetahuan dapat dikuasai secara lebih baik. Hal ini dirasa perlu karena jika
minat baca dan keterampilan membaca rendah, bisa jadi berdampak pada prestasi
yang juga rendah. Semakin tinggi minat baca dan keterampilan membaca
seseorang, maka akan semakin cepat informasi dan pengetahuan yang dimiliki.
Sebaliknya, jika orang tidak mempunyai minat untuk membaca otomatis dia tidak
akan memiliki keterampilan membaca, sehingga akan semakin sempit
pengetahuannya.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimana pengaruh GLS terhadap minat baca siswa di SDSK AERAMO?
1.2.2 Bagaimana pengaruh GLS terhadap keterampilan membaca siswa SDSK AERAMO?

1.3 Tujuan

1.3.1 Mengetahui pengaruh gerakan literasi sekolah terhadap minat membaca siswa SDSK
AERAMO
1.3.2 Mengetahui pengaruh gerakan literasi sekolah terhadap keterampilan membaca siswa
SDSK AERAMO.

1.4 Manfaat

1.4.1 Manfaat teoritis


Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis,
sekurang-kurangnya dapat berguna sebagai sumbangan pemikiran bagi
dunia pendidikan.
1.4.2 Manfaat praktis
a. Sebagai bahan referensi dalam ilmu pendidikan sehingga dapat memperkaya dan
menambah wawasan.
b. Dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan kebijakan yang akan
dikembangkan sejenis.
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 KAJIAN TEORI

Menurut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2016) pada


buku panduan Gerakan Literasi Sekolah Di Sekolah Dasar menyatakan
bahwa Literasi adalah kemampuan mengakses, memahami, dan menggunakan
sesuatu secara cerdas melalui berbagai aktivitas, antara lain membaca, melihat,
menyimak, menulis, dan berbicara.
Literasi informasi pertama kali dikemukakan oleh Paul G. Zurkowski pada
tahun 1974 di Amerika Serikat. Zurwowski dalam Tri Septiyantono (2017)
berpendapat, bahwa orang yang terlatih dalam menggunakan sumber-sumber
informasi untuk menyelesaikantugas mereka yang disebut melek informasi.
Mereka telah mempelajariteknik dan keterampilan untuk menggunakan
bermacam-macam perangkat
Menurut jurnal Sri Melani “Literasi informasi dalam praktek
sosial” Jurnal Iqra’ Volume 10 No.02 Oktober 2016, literasi informasi
menurut CILIP (Chartered Institute of Library and Information
Professionals), literasi informasi adalah mengetahui kapan dan mengapa kita
membutuhkan informasi dan bagaimana mengevaluasi, menggunakan serta
mengkomunikasikan dengan cara yang etis
Pada buku Panduan Gerakan Literasi Nasional (Kemendikbud
2017) menyatakan bahwa ada 6 (enam) dimensi literasi, yaitu

a. Literasi baca dan tulis


Yaitu pengetahuan dan kecakapan untuk membaca, menulis, mencari,
menelusuri, mengolah, dan memahami informasi untuk menganalisis,
menanggapi, dan menggunakan teks tertulis untuk mencapai tujuan,
mengembangkan pemahaman dan potensi, serta untuk berpartisipasi di
lingkungan sosial.
b. Literasi Numerasi
Yaitu pengetahuan dan kecakapan untuk bisa memperoleh,
menginterpretasikan, menggunakan dan mengomunikasikan berbagai
macam angka dan simbol matematika untuk memecahkan masalah praktis dalam
berbagai macam konteks kehidupan sehari-hari, bisa menganalisis informasi yang
ditampilkan dalam berbagai bentuk (grafik, tabel, bagan,dsb.) untuk mengambil
keputusan.

c. Literasi Sains
Yaitu pengetahuan dan kecakapan ilmiah untuk mampu
mengidentifikasi pertanyaan, memperoleh pengetahuan baru, menjelaskan
fenomena ilmiah, serta mengambil simpulan berdasarkan fakta, memahami
karakteristik sains, membangun kesadaran bagaimana sains dan teknologi
membentuk lingkungan alam, intelektual dan budaya, serta meningkatkan
kemauan untuk terlibat dan peduli dalam isu-isu yang terkait sains.
d. Literasi Digital
Yaitu pengetahuan dan kecakapan untuk menggunakan media digital,
alat-alat komunikasi, atau jaringan dalam menemukan, mengevaluasi,
menggunakan, membuat informasi, dan memanfaatkannya secara sehat,
bijak, cerdas, cermat, tepat, dan patuh hukum dalam rangka membina
komunikasi dan interaksi dalam kehidupan sehari-hari.
e. Literasi Finansial
Yaitu pengetahuan dan kecakapan untuk mengaplikasikan (a)
pemahaman tentang konsep dan risiko, (b) keterampilan, dan (c) motivasi
dan pemahaman agar dapat membuat keputusan yang efektif dalam konteks
finansial untuk meningkatkan kesejahteraan finansial, baik individu maupun
sosial, dan dapat berpartisipasi dalam lingkungan masyarakat.
f. Literasi Budaya dan Kewargaan
Yaitu pengetahuan dan kecakapan dalam memahami dan bersikap
terhadap kebudayaan Indonesia sebagai identitas bangsa. Sementara itu, literasi
kewargaan adalah pengetahuan dan kecakapan dalam memahami hak dan
kewajiban sebagai warga masyarakat.
Berdasarkan pendapat di atas dapat dikatakan bahwa literasi informasi merupakan
kemampuan dalam menemukan, memahami informasi dan dapat
menggunakannya dengan cara yang etis.

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Jenis Penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif. Metode penelitian
kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat
positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, teknik
pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random, pengumpulan data
menggunakan instrument penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik dengan
tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.

B. Tempat dan waktu penelitian

1. Tempat penelitian
Penelitian ini dilakukan di SDSK AERAMO

2. Waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan pada:
Hari/tanggal : 3 November 2022
Tahun pelajaran : 2022/2023
C. Populasi dan Sampel

1. Populasi Penelitian
“Populasi adalah wilayah generalisis yang terdiri atas objek/subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”(Sugiyono,
2008: 116). Populasi dalam penelitian ini adalah Siswa SDSK AERAMO.
2. Sampel penelitian
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi
tersebut (Sugiyono, 2008: 116). Sampel adalah sebagian dari jumlah populasi yang
dipilih untuk sumber data. Apabila populasi berjumlah dibawah seratus, sebaiknya
semua objek digunakan untuk penelitian. Adapun dalam penelitian ini teknik
pengambilan sampel menggunakan teknik simple random sampling. Teknik simple
random sampling yaitu cara pengambilan sampel secara acak terhadap populasi/kelas
tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi/kelas itu. Dalam penelitian ini
terdapat 20 orang siswa yang akan di ambil semuanya sebagai sample penelitian.

D. Identifikasi Variabel
1. Variabel Bebas (X)
Variabel bebas adalah variabel adalah variabel yang mempengaruhi
atau yang menjadi sebab terjadinya perubahan atau timbulnya variabel terikat (Sugiyono,
2013:39). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pembelajaran daring.
2. Variabel Terikat (Y)
Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang
menjadi akibat karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2013: 39).
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah Kualitas Pendidikan.
E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan cara mengumpulkan data yang dibutuhkan untuk
menjawab rumusan masalah penelitian. Dari teori di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
teknik pengumpulan data merupakan cara yang dilakukan peneliti untuk mengumpulkan
data-data yang dibutuhkan dalam peneliti. Adapun metode yang digunakan dalam
pengumpulan data:
1) Angket/kuisioner
Angket merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan
memberikan daftar pertanyaan atau peryataan tertulis kepada responden
untuk dijawab (Sugiyono, 2008: 199). Tujuan penyebaran angket adalah
mencari informasi yang lengkap berkaitan hal-hal yang akan dibahas dalam penelitian.
2) Dokumentasi
Dokumentasi berasal dari kata dokumen yang berarti barang tertulis.
Metode dokumentasi dalam penelitian ini digunakan untuk
mengumpulkan data atau keterangan-keterangan tertulis yang berhubungan dengan
objek penelitian yaitu pengambilan gambar saat sedang melakukan penelitian.

F. Instrumen penelitian

Instrumen Penelitian merupakan alat atau fasilitas yang digunakan oleh


peneliti dalam pengumpulan data penelitian (Suharsimi Arikuto, 2010: 203).
Angket yang digunakan adalah angket dengan skala likert. Berikut cara pemberian skor
pada alternatif jawaban adalah sebagai berikut:
Skor pada pertanyaan positif Skor pada pertanyaan negatif
4 = Sangat Setuju 4= Sangat tidak setuju
3= Setuju 3= Tidak setuju
2= Tidak setuju 2= Setuju
1= Sangat tidak setuju 1= Sangat setuju

G. Uji Validitas dan Reliabilitas


1. Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat-tingkat kevalidan atau kesasihan
suatu instrumen (Suharsimi Arikunto, 2010: 211). Suatu instrumen dikatakan valid
apabila mampu mengukur apa yang diinginkan. Peneliti menggunakan taraf signifikat
(alpha) 0,05 atau 5% setiap item didalam uji validitas, dikatakan valid jika nilai r yang
diperoleh diikuti harga p < 0,05. Uji validitas dalam penelitian ini dilakukan terhadap
satu kelas yang berjumlah 20 orang.

a Pembelajaran Daring (X)


Data uji validitas uantuk variabel pembelajaran daring diperoleh dari angket
pembelajaran daring yang selanjutnya dianalisis menggunakan SPSS versi 17.

b. Kualitas Pendidikan (Y)


Data uji validitas untuk variabel kualitas pendidikan diperoleh dari angket kualitas
pendidikan yang selanjutnya dianalisis menggunakan SPSS versi 17.
2. Reliabilitas
Reliabilitas merunjuk pada pengertian bahwa suatu instrumen
sudah dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen
tersebut sudah baik (Suharsimi Arikunto, 2010: 221). Instrumen yang dapat dipercaya,
yang realibel akan menghasikan data yang dapat dipercaya juga.
Kriteria untuk menilai reliabilitas instrumen penelitian yang merunjuk pada pendapatan
Nunnally bahwa suatu variabel dikatakan reliabel jika nilai Alpha Cronbach > 0,70
(Imam Ghozali, 2007: 42).
a. Pembelajaran Daring (X)
Item-item yang valid kemudian dianalisis reabilitasnya menggunakan SPSS Versi 17.
Setelah dianalisis dapat dilihat nilai Alpha Cronbach > 0,70 maka instrumen reliabel
demikian sebaliknya jika nilai Alpha Cronbach < 0,70 maka instrumen tidak reliabel.
b. Kualitas Pendidikan ( Y)
Item-item yang valid kemudian dianalisis reabilitasnya menggunakan SPSS Versi 17.
Setelah dianalisis dapat dilihat nilai Alpha Cronbach > 0,70 maka instrumen reliabel
demikian sebaliknya jika nilai Alpha Cronbach<0,70 maka instrumen tidak reliabel.
H. Teknik Analisis Data

Analisis yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini bertujuan untuk menjawab
pernyataan yang tercantum dalam identifikasi masalah. Analisis data merupakan kegiatan
yang dilakukan setelah data terkumpul dan meliputi mengelompokan data berdasarkan
variabel dan jenis responden, metabulasi data berdasarkan variabel dari seluruh
responden, menyajikan data dari setiap variabel yang diteliti, berdasarkan perhitungan
untuk menjawab rumusan masalah dan melakukan perhitungan untuk menguji hipotesis
yang diajukan (Sugiyono, 2014: 206).

1. Uji persyaratan analisis


Pada penelitian kali ini peneliti menggunakan uji persyaratan analisis dengan
menggunakan Uji normalitas dan uji Linearitas. Uji ini biasanya digunakan sebagai
persyaratan dalam analisis korelasi atau regresi linear. Pengujian pada SPSS versi 17.
a. Uji Normalitas
Pengujian Normalitas data dimaksudkan untuk mengetahui
apakah distribusi data dari masing-masing variabel penelitian
berdistribusi normal atau tidak. Data memenuhi syarat distribusi
normal atau tidak dengan membandingkan nilai probabilitas dengan nilai kritisnya. Data
memenuhi syarat distribusi normal jika nilai signifikasi > 0,05.
b. Uji Linearitas
Uji Linearitas bertujuan untuk mengetahui apakah masing-masing
variabel indenpenden mempunyai hubungan yang linear atau tidak
secara signifikan dengan variabel dependen. Dua variabel
dikatakan mempunyai hubungan yang linear bila signifikasi
Deviation from Linearity > 0,05.

Anda mungkin juga menyukai