DISUSUN OLEH:
Aziz Rio Kausar ( A2A022018 )
UNIVERSITAS BENGKULU
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SATRA INDONESIA
PROGRAM STUDI MAGISTER (S-2) PENDIDIKAN BAHASA
INDONESIA
TAHUN AJARAN 2023-2024
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan pada era ini, khususnya dalam bidang literasi pada
pembelajaran bahasa Indonesia mengalami beberapa hambatan atau belum
berjalan sebagaimana yang diharapkan.Pembelajaran bahasa Indonesia ibarat
produk, lebih sering ditawarkan secara inferior,tidak dikemas bagus dan
monoton, sehingga siswa sebagai konsumen tidak tertarik untuk membeli.
Guru sebagai pemasar tidak mampu meyakinkan calon pembeli bahwa produk
yang dibawanya itu penting dan bermanfaat. Karena itulah, perlu suatu
terobosan baru bagaimana mengemas pembelajaran bahasa Indonesia agar
menarik sehingga menerbitkan rasa cinta dan semangat belajar.
UUD Pemerintah melalui Permendiknas No. 23 tahun 2015
mengungkapkan bahwa program literasi dalam pembelajaran bahasa Indonesia
di sekolah atau di madrasah-madrasah mesti diarahkan pada peningkatan
kemampuan peserta didik dalam berkomunikasi menggunakan bahasa
Indonesia yang baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis. Literasi dapat
menumbuhkan minat budaya baca dan tulis yang diikuti dengan penumbuhan
budi pekerti pada diri peserta didik. Literasi terkait dengan tiga substansi, yaitu
membaca, berpikir, dan menulis. Hubungan tiga komponen literasi ini bersifat
kompleks dan terpadu.Literasi substansinya adalah kemampuan berpikir kritis
dan kreatif tentang informasi yang disanggah oleh kebiasaan membaca dan
menulis yang baik sehingga bisa menilai dan mendapatkan informasi, hal ini
sangat tepat jika diarahkan pada upaya membangun budaya literasi.
Hal yang paling mendasar dalam praktik literasi adalah kegiatan
membaca. Keterampilan membaca merupakan fondasi untuk mempelajari
berbagai hal lainnya.Kemampuan ini penting bagi pertumbuhan intelektual
peserta didik.Melalui membaca peserta didik dapat menyerap ilmu
pengetahuan dan mengeksplorasi dunia yang bermanfaat bagi
kehidupannya.Membaca memberikan pengaruh budaya yangkuat terhadap
perkembangan literasi peserta didik.
Prestasi membaca peserta didik sampai saat ini di Indonesia masih
sangat rendah, berada dibawah rata-rata skor internasional. Data dari United
Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO)
menunjukkan minat baca anak Indonesia hanya 0,1%, Artinya dari 10.000
anak bangsa , hanya 1 orang yang gemar membaca dan juga menulis.
Kelemahan yang dialami peserta didik saat ini adalah ketergantungannya
terhadap budaya lisan dibanding budaya teks. Peserta didik lebih menyukai
aktivitas menonton kartun, menonton sinetron, membaca pesan WA
dibandingkanmeluangkan waktuuntuk membaca buku teks. Sehingga informasi
pengetahuan yang diperoleh sangatlah rendah.
Akan tetapi, sebagai program yang baru, tentu belum dapat sepenuhnya
dipahami olehsemua kalangan, inilah tugas pemerintah dan pendidik untuk
lebih mensosialisasikan program ini agar terciptanya tujuan pendidikan
nasional yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Program literasi juga dapat
dilakukan pada mata pelajaran, seperti mata pelajaran bahasa Indonesia yang
merupakan mata pelajaran wajib yang diberikan pada jenjang sekolah dasar
hingga perguruan tinggi. Sebagai mata pelajaran wajib, mata pelajaran bahasa
Indonesia perlu disajikan dengan sistem pengajaran yang memperhatikan
aspek-aspek tertentu untuk mampu membangkitkan minat baca dan tulis.
Rendahnya literasi menjadi indikasi yang berbahaya bagi kehidupan
setiap individu dan peradaban masyarakat. Mustahil tanpa literasi yang baik,
setiap individu mampumenjawab tuntutan perkembangan zaman. Kendala
utama dalam pembelajaran literasi terletak pada faktor pemahaman guru yang
masih kurang, serta faktor kebijakan sekolah yang belum membentuk tim
gerakan literasi sekolah (GLS). Untuk itu pemetaan pembelajaran literasi di
sekolah perlu dilakukan sehingga bisa diperolehgambaran awal tentang
pembelajaran literasi khususnya di SMA Negeri 1 Konawe Selatan.
Faktor penyebab rendahnya kemampuan literasi karena adanya tradisi
kelisanan (orality) yang masih mengakar dimasyarakat. Masyarakat ataupun
peserta didik zaman dulu lebih memanjakan tradisi lisan (omongdengar)
daripada tradisi literasi (baca-tulis). Selain itu, sistem sekolah yang masih
kurang dalam memberi peluang bagi tradisi literasi kepada peserta didik.
Model pengajaran dikelas pada umumnya guru masih terlalu banyak berbicara,
sedangkan siswa terlalu sukar menjadi pendengar. Guru jarang menjadikan
kegiatan membaca-menulis sebagai kerangka berpijak (frame of reference)
dalam pembelajarannya. Oleh karena itu, berbagai pendekatan pendidikan
dihadirkan guna menuntaskan permasalahan literasi tersebut.
Pembelajaran bahasa Indonesia sejak kurikulum 2013 diberlakukan
hingga direvisi menjadi kurikulum nasional mengutamakan pembelajaran yang
berbasis teks. Artinya siswa ditekankan untuk memahami berbagai jenis teks
sekaligus menuntut siswa untuk mahir menulis dan membaca berbagai macam
teks.Diterapkannya pembelajaran berbasis teks ini kiranya dapat meningkatkan
budaya literasi pada diri peserta didik. Kasus yang sering terjadi yaitu
anjloknya nilai UAN pada mata pelajaran bahasa Indonesia disetiap tahunnya,
hal ini tentu harus mendapat perhatian oleh seluruh pendidik di Indonesia,
mengapa hal demikian bisa terjadi. Menumbuhkan budaya literasi dikalangan
peserta didik setidaknya akan memberikan peningkatan mutu terhadap peserta
didik.
Wacana kelas berkaitan dengan interaksi guru dan siswa. Bukan hanya
bahasa guru dalam mengajar atau menjelaskan materi saja, bahasa guru dalam
memberi nasihat ataupun teguran kepada siswanya juga terdapat dalam wacana
kelas. Wacana kelas berisi tentang kegiatan yang secara langsung terjadi di
dalam kelas. Dari awal pembelajaran dimulai sampai akhir pembelajaran
selesai. Pada proses pembelajaran tentu banyak tindakan yang dilakukan oleh
guru dan siswa seperti, tindak menyatakan, memberitahu, menegaskan,
memperkirakan, menyimpulkan, meyakini, menyetujui, mengakui dan
menolak. Dalam tindakan tersebut pada wacana kelas disebut dengan
penalaran. Bukan hanya penalaran saja dalam wacana kelas terdapat juga aspek
rasa. Aspek rasa menurut Dewantara (1977) dalam (Suwingnyo, 66: 2012)
merupakan potensi jiwa yang bersifat biologis. Eksistensinya bersifat
permanen, kewajiban guru menebaltipiskan potensi rasa yang ada. Rasa negatif
ditipiskan dan rasa yang positif ditebalkan. Sikap kemauan (karsa) juga
terdapat dalam wacana kelas, sikap karsa tersebut di antaranya terdapat karsa
mau dan karsa mantap.
Pada wacana kelas terdapat empat pola dalam pembelajaran, yaitu pola
tindakan penyiapan situasi/ kondisi (teacher structuring) dilakukan pada awal
pembelajaran di mana siswa dapat berkonsentrasi pada topik atau materi yang
akan dibahas nantinya. Tindakan mengundang tanggapan siswa (teacher
soliciting), dilakukan pada saat proses pembelajaran guru dapat bertanya
kepada siswa, siswa dapat mengemukakan pendapatnya terhadap pembelajaran
yang dilakukan. Tindakan menanggapi oleh siswa (learner responding),
tindakan ini menyuruh siswa untuk merespons, misalnya merespons pertanyaan
yang diajukan oleh guru. Tindakan mereaksi atas hasil tanggapan siswa
(teacher reacting), dilakukan oleh guru untuk mereaksi kualitas respons siswa
berupa penguatan ataupun pengoreksian.
Struktur wacana kelas didasarkan pada pandangan bahwa suatu
peristiwa tutur berisi satu kegiatan atau aspek kegiatan yang secara langsung
diatur oleh norma penggunaan tutur Hymes, 1971 (dalam, Suwignyo, 2012:
27). Peristiwa tutur terjadi dalam satu situasi tutur yang terdiri atas satu tindak
tutur atau lebih. Jika suatu transaksi isi pembelajaran merupakan situasi tutur,
maka rangkaian tindakan pembelajaran merupakan peristiwa tutur dengan
muatan satu atau lebih tindak tutur pembelajaran. Oleh karena itu mendasar
tindakan structuring, soliciting, responding, dan reacting sebagai peristiwa
tutur berarti menjadikan keempat peristiwa tutur tersebut ke unit analisis tindak
tutur pembelajaran. Analisis wacana kelas menggunakan teori Bellack 1973
(dalam, Suwignyo, 2012: 27) menegaskan terdapat empat pola tindakan dalam
peristiwa pembelajaran, yakni pola tindakan penyiapan situasi atau kondisi
pembelajaran disebut peristiwa teacher structuring, tindakan mengundang
tanggapan siswa disebut peristiwa teacher soliciting, tindakan menanggapi
oleh siswa atau peristiwa learner responding, dan tindakan mereaksi atas hasil
tanggapan siswa disebut peristiwa teacher reacting.
Pola tindakan penyiapan situasi kondisi (Teacher Structuring) terdiri
atas: tindak menyatakan, rasa syukur, ungkapan pujian, ungkapan kepuasan,
tindak berusaha, tindak membatasi, tindak mendikte, penanaman kebiasaan
tertib. Tindakan mengundang tanggapan siswa (Teacher Soliciting) peristiwa
soliciting di antaranya: tindak memberitahukan, tindak memperkirakan, tindak
menegaskan, tindak menyimpulkan, tindak meyakini, rasa eling, ungkapan
pemberian maaf, tindak menjanjikan, tindak mengajak, tindak menawarkan,
tindak menjamin, tindak memerintah, tindak membatasi, tindak menuntun,
tindak mensyaratkan, tindak mengundang, tindak menasihati, tindak
mengingatkan, tindak membolehkan, tindak mengizinkan, tindak menoleransi,
penanaman kebiasaan bertanggung jawab, penanaman kebiasaan jujur,
penanaman kebiasaan sopan, penumbuhan keterlibatan menyusun jawaban,
menumbuhkan keterlibatan menyatakan pendapat, penumbuhan keterlibatan
menyatakan keinginan/kehendak, penumbuhan keterlibatan memberikan
komentar, bekerja sama secara berpasangan, bekerja sama secara klasikal, dan
rasa yakin.
B. Rumusan Masalah
1. Bagamakah literasi dalam pemebelajaran bahasa indonesia di SMP 13
SELUMA?
2. Bagaiamakah literasi wacana kelas dalam pembelajara bahasa indonesia
SMP 13 SELUMA?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengtahu literasi dalam pembelajar bahasa indonesi SMP 13
SELUMA
2. Untuk mengtahu literasi dalam analisis wacana kelas SMP 13 SELUMA.
3. Untuk mengtahui proses literasi dalam pembelajaran bahasa indonesia
SMP 13 SELUMA.
4. Untuk mengtahu analis wacana dalam pembelajaran bahasa indonesia
SMP 13 SELUMA
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Keterangan : G = Guru
S = Siswa Gambar 6. Pola Komunikasi Dua Arah
Komunikasi Banyak Arah atau Komunikasi sebagai Transaksi
Komunikasi ini tidak hanya melibatkan interaksi yang dinamis
antara guru dengan siswa tetapi juga melibatkan interaksi yang
dinamis antara siswa yang satu dengan yang lainnya.Proses belajar
mengajar dengan pola komunikasi ini mengarah kepada proses
pengajaran yang mengembangkan kegiatan siswa yang
optimal,sehingga menumbuhkan siswa belajar aktif.Diskusi dan
simulasi merupakan strategi yang dapat mengembangkan
komunikasi ini
Keterangan : G = Guru
S = Siswa
Gambar 7 Pola Komunikasi Banyak Arah
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini membicarakan enam hal , yaitu (1) jenis penelitian, (2) data
dan sumber data penelitian, (3) lokasi penilitian, (4) teknik cuplikan penelitian, (5)
metode penelitian, (6) teknik pengumpulan data penelitian, (7) teknik validitas
data penelitian, dan (8) teknik analisis data penelitian..
A. Jenis Penelitian
Penelitian tentang Analisis literas pembelajaran bahasa indonesia :
analisi wacana kelas ini dapat dikelompokkan ke dalam kategori penelitian
kualitatif. Penelitian kualitatif menurut Moleong (2010: 8-13) sebagai berikut:
melakukan penelitian pada latar alamiah atau pada konteks dari suatu keutuhan
(entity); peneliti sendiri atau dengan bantuan orang lain merupakan alat
pengumpul data utama; penelitian menggunakan metode kualitatif .
Penelitian ini kualitatif yang bersifat deskriptiff, karena data yang
dikumpulkan terutama berupa tuturan–tuturan lisan yang terjadi saat interaksi
belajar mengajar, bukan data yang berupa angka-angka. Peneliti menekankan
catatan dengan deskripsi kalimat yang rinci, lengkap, dan mendalam, yang
menggambarkan situasi sebenarnya guna mendukung penyajian data. Sifat
penelitian seperti itu senada pendapat dengan Lincoln dan Guba (1985) di
dalam Sutopo (2006: 40) Sifat semacam ini lebih peka dan dapat disesuaikan
dengan pengkajian bentuk pengaruh dan pola nilai-nilai yang mungkin
dihadapi peneliti.
Analisis Wacana Lisan antara Guru dan Siswa ini, sasaran penelitian
tetap pada berada pada kondisi aslinya secara alami. Penelitian ini meneliti
secara langsung peristiwa tutur dalam interaksi belajar mengajar di dalam
kelas, peneliti tidak terlibat dalam peristiwa tutur. Peneliti di lingkungan sekitar
kelas hanya sebagai pengamat, jadi dalam interaksi belajar mengajar di kelas,
terjadi percakapan antara guru (penutur) dengan siswa (petutur) atau
sebaliknya secara alamiah.
Penelitian ini juga merupakan analisis isi (content analysis) menurut
Barelson (1952) di dalam Stefan Titscher (et al) (2009: 97) menyatakan
analisis isi merupakan suatu teknik penelitian untuk menguaraikan isi
komunikasi yang jelas secara objektif, sistematis, dan kuantitatif. Harold D.
Lasswell di dalam Pakde Sofa ( 2008) yang memelopori teknik symbol
coding menyatakan analisis yaitu mencatat lambang atau pesan secara
sistematis, kemudian diberi interpretasi, dalam Interaksi antara guru dan siswa
di kelas, tidak lepas dari pesan secara sistematis. Guru masuk ke dalam kelas
untuk menyampaikan materi pelajaran, pada hakekatnya sudah ada tujuan yang
pasti yaitu untuk menyampaikan pesan sesuai dengan tujuan pembelajaran
(indikator).
B. Data dan Sumber Data Penelitian
Data merupakan bahan jadi penelitian yang ada karena proses pemilihan
dan pemilahan dari berbagai macam tuturan. Data tidak hanya sekedar
sebagai sesuatu yang telah disediakan oleh alam, namun sebenarnya data ada
karena adanya proses interaksi antara peneliti dengan sumber data penelitian
(Sudaryanto, 1990: 3) Data penelitian ini berbentuk semua tuturan lisan dalam
interaksi belajar mengajar di SMP 13 SELUMA yang diobservasi, dicatat,
direkam, dan dideskripsikan dalam bentuk teks. Semua data yang ditemukan
saat interaksi belajar mengajar di kelas semua dipakai dalam analisis. Data
yang dipakai adalah data tuturan lisan guru dan siswa di kelas tanpa direduksi.
Hal ini sesuai dengan tujuan penelitian yaitu mendeskripsikan dan menjelaskan
struktur wacana lisan guru dan siswa dalam kelas di SMP 13 SELUMA pada
waktu proses belajar mengajar ; mendeskripsikan dan menjelaskan fungsi
bahasa dalam tindak tutur interaksi guru dan siswa dalam kelas di SMP 13
SELUMA pada waktu proses belajar mengajar;. mendeskripsikan dan
menjelaskan partikel wacana dalam tindak tutur interaksi guru dan siswa
dalam kelas di SMA Negeri 3 Sragen pada waktu proses belajar mengajar;
mendeskripsikan dan menjelaskan alih kode dan campur kode wacana lisan
interaksi guru dan siswa dalam kelas di SMP 13 SELUMA.
Adapun yang menjadi sumber datanya adalah tiga orang guru yang
mengajar di kelas, masing-masing guru mata pelajaran Bahasa Indonesia, mata
pelajaran Biologi, mata pelajaran Sosiologi dan siswa yang mengalami proses
belajar mengajar di SMP 13 SELUMA bersama itu dilakukan observasi dan
perekaman data
C. Teknik Pengumpulan Data Penelitian
Data ini diperoleh dengan menggunakan dua macam metode ,yaitu metode
simak dan metode cakap. Metode simak merupakan metode pengumpulan data
yang dilakukan dengan menyimak tindak tutur dalam kelas. Metode simak ini
disamakan dengan metode observasi yang dikenal dalam disiplin ilmu sosial.
Dalam pelaksanaan metode simak ,digunakan teknik sadap sebagai teknik
dasar ,teknik rekam,dan teknik catat sebagai teknik lanjutan.
Teknik observasi atau teknik simak adalah mengadakan penyimakan
terhadap pemakaian bahasa lisan yang bersifat spontan dan mengadakan
pencatatan terbhadap data relevan yang sesuai dengan sasaran dan tujuan
penelitian (Edi Subroto, 2007: 47) . Teknik ini digunakan untuk menggali data
dari sumber data yang berupa peristiwa, tempat atau lokasi dan rekaman
peristiwa tutur atau interaksi guru dan siswa di kelas. Teknik yang digunakan
dalam observasi berperan pasif. Artinya, dalam mengobservasi kehadiran
peneliti sama sekali tidak mempengaruhi aktivitas interaksi guru dan siswa di
kelas. Hal yang dilakukan peneliti hanya mengamati dan mencatat ha-hal yang
berlangsung di dalam peristiwa tutur.
Teknik rekam adalah pemerolehan data dengan cara merekam pemakaian
bahasa lisan yang bersiffat spontan (Edi Subroto, 2007: 40). Teknik ini
digunakan untuk merekam pemakaian bahasa guru dan siswa pada saat
interaksi belajar mengajar di kelas. Agar hasil rekaman yang diperoleh dapat
menyajikan data yang alamiah,perekaman dilakukan secara tertutup tanpa
sepengetahuan siswa sehingga interaksi di kelas berjalan wajar. Selanjutnya
data rekaman itu ditranskripsikan untuk memudahkan analisis data.
Teknik pencatatan dilakukan untuk menangkap hal-hal khusus yang
menandai karakteristik wacana pemakaian bahasa yang dilakukan secra
spontan untuk melengkapi data-data yang telah diperoleh secara terencana
Teknik wawancara mendalam (indepth interviewing) ,hal ini dilakukan untuk
memperoleh informasi yang mendalam dari informan (Edi Subroto, 2007: 42).
Dan dengan teknik ini dalam upaya memperoleh validitas data.
D. Teknik Analisis Data Penelitian
Setelah data disediakan dengan baik dalam arti sudah
diklasifikasikan ,tahapan berikutnya menganalisis data. Analisis data pada
penelitian ini dengan metode kontekstual. Yang dimaksud analisis kontekstual
adalah cara analisis yang diterapkan pada data dengan
mendasarkan ,memperhitungkan ,dan mengaitkan konteks. Konteks itu sendiri
telah didefinisikan oleh Brown & Yule (1985) sebagai lingkungan
(environment:circumstances) dimana bahasa itu digunakan. Lingkungan disini
mencakup lingkungan fisik,nonfisik,dan sosial.
Pemahaman konteks yang demikian sejalan dengan pendapat Harimurti
Kridalaksana (1993) di dalam I Dewa Putu Wijana (1996: 11) bahwa konteks
adalah aspek-aspek lingkungan fisik atau lingkungan sosial yang berkaitan
dengan tuturan . Perlu dicatat bahwa lingkungan fisik tuturan dapat disebut
koteks (cotex) sedangkan lingkungan sosial tuturan disebut konteks (context).
Dalam pragmatik konteks adalah segala latar belakang pengetahuan yang
dipahami secara bersama oleh penutur dan mitra tutur.
Dalam penelitian ini latar belakang pengetahuan yang dimaksud adalah
guru datang ke kelas dengan tujuan menyampaikan pelajaran,dan siswa sebagai
mitra tutur datang ke kelas untuk memperoleh informasi sesuai dengan materi
pelajaran. Dengan demikian data yang dikumpulkan adalah data tentang
wacana lisan interaksi guru dan siswa di kelas.
Setiap data yang dianalisis akan disajikan dalam urutan dengan
menggunakan angka arab yang diapit dua kurung,mulai (1), (2), (3), dan
seterusnya. Selain itu, setiap data juga dilengkapi nomor data pada setiap akhir
penulisan data. Pencatuman nomor data dimaksudkan untuk mempermudah
pengecekan sumber data.