Anda di halaman 1dari 10

JPGSD.

Volume 06 Nomor 04 Tahun 2018, 608 - 617

PERSEPSI GURU TERHADAP PELAKSANAAN GERAKAN LITERASI DI SEKOLAH DASAR


NEGERI TERAKREDITASI A KOTA SURABAYA

Luluk Robiatul Adawiyah


PGSD FIP Universitas Negeri Surabaya (lulukadawiyah@mhs.unesa.ac.id)

Ganes Gunansyah
PGSD FIP Universitas Negeri Surabaya (ganesgunansyah@unesa.ac.id)

Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran pelaksanaan gerakan literasi di Sekolah
Dasar Negeri terakreditasi A Kota Surabaya. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif
dalam bentuk survey. Populasi penelitian ini adalah seluruh guru Sekolah Dasar Negeri terakreditasi A di
Kota Surabaya dengan total populasi 1.575 guru. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan
Teknik Two Stage Cluster Sampling sehingga dapat diketahui jumlah sampel penelitian sejumlah 65 guru.
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah angket. Sedangkan teknik analisis data yang digunakan
adalah statistik deskriptif dengan menghitung persentase faktor peneyebab persepsi yakni faktor fungsional
dan faktor struktural. Hasil penelitian secara keseluruhan dilakukan tabulasi dan persentase dengan hasil
persepsi guru terhadap pelaksanaan gerakan literasi di Sekolah Dasar yaitu pada kategori persepsi cukup
positif.
Kata Kunci: Persepsi guru, gerakan literasi sekolah.

Abstract
The goal of this study is describe literacy movement in accredited A public primary school in Surabaya.
This study was a descriptive quantitative research in the form of survey. The populations of this research was all
teachers of accredited A public primary school in Surabaya with the total populations 1.575 teachers. The
samples in this research using two stage cluster sampling technique that can be known the total research sample
65 teachers. The data collection technique used is questionnaire. While the data analysis technique used is
descriptive statistic by counting the factors causing the perception of functional factors that include internal
factors of teachers and structural factors that include the perceived object of the literacy movement. The results
of the overall research are tabulated and the percentage with teacher perception result on the implementation of
literacy movement in elementary school is in the category perception is quite positive.
Keywords: teachers perception, literacy movement.

memperoleh skor 408. Selain itu pada uji literasi


PENDAHULUAN membaca dalam Programme for International Student
Memasuki abad 21 masyarakat Indonesia dituntut Assessment (PISA) (2015), Indonesia mendapatkan skor
untuk melek teknologi dan media, melakukan komunikasi 350 (skor rata-rata OECD 496) (OECD, 2016). Indonesia
efektif, berpikir kritis, memecahkan masalah serta mengikuti tes PISA mulai tahun 2000 dengan hasil yang
berkolaborasi. Tingkat kemelekhurufan masyarakat terus menunjukkan penurunan. Memang pada PISA 2015
Indonesia berpengaruh terhadap posisi Indeks ada peningkatan nilai dibandingkan pada tahun 2012. Tapi
Pembangunan Manusia (IPM) yang diukur dari tingkat peringkat Indonesia tidak naik, tetap di nomor 64. Salah
kesehatan, pertumbuhan ekonomi dan kualitas pendidikan. satu yang membuat stagnan ada pada kompetensi
Berdasarkan data BPS (2014), nilai IPM mengalami membaca. Di Jawa Timur sendiri, rendahnya kemampuan
kenaikan tipis menjadi 68,90 dari 68,40 pada tahun 2013. membaca ini dibuktikan dengan banyaknya penduduk di
Hasil tersebut sesuai dengan data UNDP (United Nations atas usia 10 tahun yang tidak bisa membaca atau buta
Development Programme) (2014) yang menunjukkan huruf yaitu sebesar 12,20% (Hidayah, 2011:63). Ada
tingkat melek huruf masyarakat mencapai 92,8% untuk beberapa aspek yang diukur pada literasi membaca
kategori remaja dan 98,8% untuk kategori dewasa. tersebut meliputi aspek memahami, menggunakan, dan
Melihat hasil tersebut dapat disimpulkan tingkat buta merefleksikan hasil membaca ke dalam bentuk tulisan.
huruf di Indonesia sangat sedikit. Hasil survei tersebut mengindikasikan kurangnya
Sementara dalam Progress in International Reading minat baca siswa dengan tolak ukur beberapa penelitian
Literacy Study (PIRLS) (2015) International Results in yang mendapatkan hasil dibawah rata-rata. Hingga saat ini
Reading, Indonesia berada pada urutan ke-64 dari 72 literasi tidak hanya dipahami sebagai kemampuan
negara. Dari skor rata-rata 500, Indonesia hanya membaca dan menulis, namun juga dipahami sebagai

608
Persepsi Guru terhadap Pelaksanaan Gerakan Literasi

kemampuan memanfaatkan hasil bacaan tersebut untuk Tombak keberhasilan program pendidikan ada
kecakapan hidup. Literasi dalam konteks baca-tulis ditangan guru. Guru sebagai agent of change akan terus
menjadi salah satu kebutuhan yang harus dipenuhi dan berinovasi mengembangkan suatu program itu berhasil.
tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari. Seperti Tolak ukur tercapainya program GLS yaitu untuk
yang dikemukakan Wildova (2014:334) literasi menumbuhkan budaya literasi anak dalam pembelajaran
merupakan suatu dasar yang signifikan pada pembelajaran sepanjang hayat agar kualitas hidupnya meningkat. Ada
seumur hidup (longlife learning) dan sebagai tujuan tiga tahapan menerapkan GLS yaitu pembiasaan,
mendasar pendidikan wajib belajar. Hal tersebut sejalan pengembangan dan pembelajaran sesuai kurikulum 2013.
dengan konsep pendidikan di Indonesia yakni pendidikan Guru haruslah menjadi fasilitator yang berkualitas. Guru
sepanjang hayat (longlife education) pembelajaran yang merupakan figur teladan dalam literasi sekolah (Wiedarti
dilakukan sejak lahir hingga akhir hayat. Negara-negara dkk, 2016:11). Konsep guru sebagai teladan ditemukan
maju menggunakan pengukuran literasi sebagai batu dalam trilogi kepemimpinan Ki Hadjar Dewantara. Trilogi
pijakan bagi proses perbaikan di bidang pendidikan dan ini juga dapat dijadikan sebagai dasar memecahkan
pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) (Antoro, permasalahan atau hambatan yang ditemui dalam
2017:4). Oleh karena itu, minat baca dan literasi bangsa pelaksanaan literasi di sekolah. Guru maupun pegiat
Indonesia merupakan persoalan yang harus ditangani pendidikan harus dapat berperan sebagai teladan (ing
dengan serius. Literasi bangsa harus terus meningkat dan ngarsa sung tulada), sebagai motivator (ing madya
bahkan lebih tinggi daripada bangsa lain yang sudah maju mangun karsa), dan sebagai fasilitator dan kreator (tut
agar bangsa Indonesia ikut berperan dalam percaturan di wurihandayani).
era global. Kota Surabaya lebih dulu menerapkan budaya literasi
Studi yang dirilis oleh World’s Most Literate Nations yaitu sejak 2 Mei 2014 bertepatan dengan peringatan hari
in Central Connecticut State University (2016) pendidikan nasional. Surabaya mendeklarasikan menjadi
menempatkan Finlandia sebagai negara yang paling literat Kota Literasi sebagai perwujudan untuk meningkatkan
di dunia. Ada tiga hal yang difokuskan untuk IPM di Kota Surabaya. Pelaksanaan GLS di Sekolah
meningkatkan budaya literasi di Finlandia. Pertama, Dasar Kota Surabaya belum diketahui sejauh mana
menciptakan lingkungan yang mendukung literasi. Kedua, indikator yang telah tercapai. Apa sudah tercapai budaya
meningkatkan kualitas pembelajaran, dan ketiga literasi siswa atau hanya sekedar memberikan kewajiban
meningkatkan partisipasi, inklusi, dan kesetaraan (Garbe membaca sebelum pelajaran dimulai. Mengingat
dkk,. 2016:62). Kebiasaan berliterasi dimulai sejak anak pentingnya program GLS yang merupakan terobosan
masih bayi. Budaya literasi pada setiap level pendidikan terbaru Kemdikbud untuk melaksanakan tuntutan
merupakan faktor penentu keberhasilan akademik anak kemampuan membaca abad 21. Bertujuan membiasakan
karena pada hakikatnya semakin tinggi tingkat dan memotivasi siswa untuk mau membaca dan menulis
pemahaman literasi suatu bangsa maka kebijakan didalam agar bertumbuhnya budi pekerti, hingga dalam jangka
negara menjadi lebih rasional untuk membawa panjang diharapkan dapat menghasilkan anak-anak yang
kemakmuran. memiliki literat yang tinggi. Namun dalam praktiknya,
Pentingnya berliterasi di suatu negara ataupun tidak semua pemangku kebijakan memahami benar
rendahnya minat literasi di Indonesia itulah yang tentang budaya dan gerakan literasi sekolah.
mendorong Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Observasi awal yang dilakukan di Sekolah Dasar di
(Kemdikbud) menggagas Gerakan Literasi Nasional pada Surabaya yaitu SDN Babatan I/456, SDN Krembangan
tahun 2016. Gerakan Literasi Nasional (GLN) melalui Utara I/56 dan SDN Kertajaya IX/215 diketahui bahwa
program Gerakan Literasi Sekolah (GLS), Gerakan pelaksanaan GLS telah berjalan dengan baik, apalagi
Literasi Masyarakat (GLM) dan Gerakan Literasi kewajiban 15 menit membaca buku non pelajaran sebelum
Keluarga (GLK). Gerakan ini merupakan upaya untuk pelajaran dimulai. Namun kegiatan tersebut hanya
memperluas keterlibatan masyarakat dalam dilakukan siswa bukan seluruh warga sekolah. Penerapan
menumbuhkan, mengembangkan, dan membudayakan literasi dalam pembelajaran hanya sebatas literasi dasar
literasi di Indonesia. Program GLS mulai diresmikan oleh yaitu membaca-menulis. Berdasarkan hasil wawancara
Kemdikbud pada tahun 2015. GLS merupakan penerapan kepada petugas perpustakaan SDN Babatan I/456, Kepala
Permendikbud Nomor 21 Tahun 2015 tentang Sekolah SDN Krembangan Utara I/56 dan Kepala
penumbuhan budi pekerti. GLS menjadi kegiatan wajib Perpustakaan sekaligus guru di SDN Kertajaya IX/215
yang dilakukan oleh peserta didik untuk membaca buku dapat disimpulkan bahwa GLS telah berjalan namun
non-pelajaran setiap hari selama 15 menit sebelum belum maksimal, belum terbentuknya TLS (Tim Literasi
pembelajaran dimulai. Sekolah), Sosialisasi GLS hanya dilakukan Kepala
Sekolah di Dinas Pendidikan dan belum ada pelatihan

609
JPGSD. Volume 06 Nomor 04 Tahun 2018, 608 - 617

literasi secara rutin. Hal ini didukung dengan penelitian (Robbins, 2002:46). Selain itu, menurut Thoha (2015:142)
yang relevan oleh Hidayah (2017:57) menyimpulkan persepsi adalah proses kognitif individu dalam memahami
bahwa banyak dijumpai pengelola sekolah hanya pasrah informasi mealui penginderaan, poin pentingnya persepsi
dengan instruksi GLS dari pemerintah tanpa benar-benar terletak pada proses interpretasi/penafsiran. Sementara itu,
faham indikator keberhasilan GLS, pemahaman literasi Mulyana (2010:180) berpendapat bahwa persepsi terdiri
hanya sebatas membaca dan menulis saja. Selain itu, GLS dari penginderaan (sensasi), atensi dan interpretasi.
tidak diikuti dengan program literasi yang berkelanjutan. Persepsi juga disebut inti komunikasi, jika persepsi tidak
Penelitian sebelumnya mengenai studi kasus GLS di akurat maka komunikasi akan terhambat. Persepsilah yang
Sekolah Dasar Negeri Surabaya memperoleh data bahwa membuat individu memilih sebuah pesan dan pesan yang
aspek penyediaan bangunan fisik penunjang gerakan lain diabaikan.
literasi sekolah, perpustakaan keberadaannya masih Berdasarkan pernyataan dari para ahli tersebut, dapat
menjadi ruang kelas alternatif, masih didominasi buku disimpulkan bahwa persepsi lebih kompleks daripada
bacaan pelajaran di mana seharusnya untuk literasi, proses penginderaan, penginderaan merupakan langkah
bacaan non-pelajaran sekolah lebih banyak. awal dari proses presepsi. Jika seseorang memiliki sebuah
Oleh karena itu, merujuk kembali pada deklarasi persepsi tentang suatu objek melalui panca indera, maka
pemerintah untuk mewujudkan masyarakat yang orang tersebut mengetahui, memahami dan menyadari
berliterasi melalui satuan pendidikan, perlu menimbang objek tersebut. Saat seseorang tersebut melakukan
kembali pelaksanaan program literasi sekolah saat ini persepsi akan menyeleksi apakah stimulus tersebut
untuk terus dioptimalkan agar tujuan bisa tercapai. Maka berguna atau tidak pada dirinya dan menentukan apa yang
pengalaman guru dan presepsi guru terhadap pelaksanaan terbaik untuk dilakukkan. Sehingga persepsi adalah
GLS adalah bagian penting untuk proses evaluasi dimana tubuh menerima rangsangan melalui alat indera
penumbuhan budaya literasi siswa. Untuk mengetahui yang membuat seseorang memberikan respon untuk
presepsi guru pada program GLS khususnya di Kota bertindak.
Surabaya sebagai kota literasi. Perlu dilakukan penelitian Menurut Rakhmat (2003:55) bahwa dalam
lebih lanjut untuk dapat menjawab permasalahan tersebut, menentukan persepsi seseorang dipengaruhi oleh dua
maka dilakukan penelitian yang berjudul “Persepsi Guru faktor yaitu fungsional dan struktural. (1) Faktor
terhadap Pelaksanaan Gerakan Literasi di Sekolah Dasar fungsional merupakan faktor yang berasal dari kebutuhan
Negeri Terakreditasi A Kota Surabaya”.Rumusan masalah dan pengalaman masa lalu. Jadi yang menentukan
dari penelitian ini antara lain yaitu : Bagaimana persepsi persepsi bukan bentuk atau jenis stimulusnya saja,
guru terhadap pelaksanaan gerakan literasi di Sekolah melainkan karakterstik orang yang memberikan respon
Dasar Negeri Terakreditasi A Kota Surabaya. pada stimulus. Menurut Krech and Crutchfield (Rakhmat,
Dari rumusan masalah tersebut maka tujuan penelitian 2000:56) menyatakan faktor fungsional meliputi
ini adalah Menganalisis persepsi guru Sekolah Dasar kebutuhan, kesiapan mental suasana emosi dan latar
Negeri Terakreditasi A di Kota Surabaya tentang belakang budaya yang menentukan persepsi dari orang
pelaksanaan Gerakan Literasi Sekolah. yang memberikan timbal balik dari proses persepsi
Manfaat dari penelitian ini yakni diharapkan bagi tersebut. Faktor fungsional dapat diartikan sebagai orang
Guru mampu memberikan gambaran yang jelas mengenai yang mempersepsikan atau karakteristik pribadi individu
kondisi nyata di lapangan. Sehingga, guru senantiasa akan mempengaruhi penafsiran suatu objek yang diamati.
memahami pentingnya kontribusi mereka untuk Karateristik pribadi yang mempengaruhi persepsi meliputi
pengembangan program literasi sekolah. Bagi sekolah kebutuhan akan objek yang dipersepsikan, merupakan
sebagai bahan evaluasi bagi guru untuk mengembangkan sesuatu yang mendorong seseorang untuk melakukan
literasi siswa, dan bagi sekolah untuk mengembangkan tindakan seperti keinginan, rangsangan dan tuntutan
dan menyusun strategi-strategi untuk tercapainya budaya pribadi terhadap Gerakan Literasi Sekolah. Suasana
literasi siswa. Bagi instansi pemerintahan sebagai emosional adalah kondisi perasaan seseorang yang dapat
masukan dalam mengembangkan literasi siswa dan untuk mempengaruhi persepsi terhadap objek yang diamati, baik
melakukan perencanaan-perencanaan dan pembaruan itu perasaan senang maupun tidak senang terhadap objek
strategi budaya literasi siswa. Bagi peneliti lain dapat yang diamati dan yang berkaitan dengan objek. Kesiapan
dijadikan sebagai penelitian yang relevan dan sebagai mental adalah kesanggupan penyesuaian diri yang
acuan untuk mengembangkan program literasi di Sekolah berkaitan dengan kondisi psikologi terhadap hubungan
Dasar sehingga hasil yang didapatkan lebih mendalam. sosial yang meliputi usia dan sumber daya manusia. Latar
Persepsi merupakan sebuah proses individu menerima belakang adalah lingkungan sekitar yang mendukung atau
kesan-kesan sensoris untuk diatur dan diinterpretasikan tidak dalam mempersepsikan objek yang dapat
yang berguna untuk memaknai kejadian di lingkungan mempengaruhi penafsiran objek. (2) Faktor struktural

610
Persepsi Guru terhadap Pelaksanaan Gerakan Literasi

merupakan faktor yang berasal dari stimulus dan efek- II/480, SDN Kemayoran I/24, SDN Krembangan Utara
efek saraf yang ditimbulkan pada sistem saraf dan I/56, SDN Babatan I/456, dan SDN Ketintang I/409.
identitas individu yang menjadi objek persepsi. Sifat Uji Validitas menurut Arikunto (2013:211)
stimulus fisik dapat dilihat dari sifat menonjol dari suatu merupakan ukuran untuk menentukan kevalidan
stimulus sehingga seseorang terkadang hanya melihat instrumen, kevalidan bergantung pada ketepatan variabel
fisik stimulus dari sisi yang berbeda-beda. Faktor didalam instrumen. Uji validitas dalam penelitian ini yaitu
struktural dapat diartikan sebagai karakteristik objek yang uji validitas konstruk. Untuk menguji validitas konstruk
diamati dapat mempengaruhi persepsi meliputi gerakan dapat digunakan pendapat dari ahli atau judgment experts
objek, gerakan objek yang sering dilakukan, faktor yang (Sugiyono, 2010:177). Para ahli dimintai pendapat tentang
melatarbelakangi objek, dan dampak yang ditimbulkan instrumen yang telah disusun. Pendapat para ahli akan
objek yang diteliti. menentukan keputusan instrumen tersebut tanpa
Merujuk dari pendapat para ahli tersebut, faktor-faktor perbaikan, ada perbaikan ataupun mungkin perlu
yang mempengaruhi persepsi guru terhadap pelaksanaan dirombak semua. Hasil validitas konstruk yang diuji oleh
gerakan literasi di SD mengacu pada pendapat Rakhmat salah satu Dosen PGSD Unesa yang ahli pada bidang
pada faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi yaitu literasi menghasilkan Nilai Baik dan angket siap
faktor fungsional dan faktor struktural. Dengan demikian, digunakan sebagai instrumen penelitian.
persepsi guru adalah sebuah proses yang dilakukan guru Teknik analisis data yang digunakan untuk mengolah
untuk menginterpretasikan hingga memberikan instrumen penelitian yaitu dengan cara:
respon/tanggapan yang berupa pendapat, tindakan,
ataupun penolakan

METODE (Sudijono, 2009:43)


Penelitian ini menggunakan deskriptif kuantitatif yang Keterangan:
berfungsi untuk mendeskripsikan suatu kejadian dan P = Presentase (%)
penyelesaian dari masalah secara sistematis dan faktual. n = nilai yang diperoleh dalam angket
Metode yang digunakan yaitu metode survei yang N = jumlah responden
bertujuan untuk mengetahui persepsi guru terhadap Untuk membuat kategori pengelompokan, terlebih
pelaksanaan Gerakan Literasi di Sekolah Dasar Negeri se- dahulu harus menentukan skor minimum dan skor
Kota Surabaya. Menurut Kerlinger (Riduwan, 2009) maksimum dari hasil perolehan skor penelitian.
menyatakan bahwa penelitian survey merupakan Selanjutnya menentukan mean (rerata) dan standar deviasi
penelitian yang dilakukan dalam populasi yang besar skor yang diperoleh. Hasil perolehan mean dan standar
ataupun kecil, yang kemudian diambil datanya melalui deviasi tersebut, dikategorikan dalam skor standar
sampel dari populasi, hasil data dapat ditemukan kejadian- menurut Azwar (2007:163) dengan kecenderungan
kejadian relatif, distributif dan hubungan antar variabel variabel Persepsi guru terhadap pelaksanaan Gerakan
dan dapat digeneralisasikan terhadap keseluruhan Literasi Sekolah :
populasi. X > Mi + 1,5 SDi Sangat Positif
Lokasi penelitian ini yaitu seluruh Sekolah Dasar Mi + 0,5 SDi < X ≤ Mi + 1,5 SDi Positif
Negeri Terakkreditasi Adi Kota Surabaya dengan jumlah Mi – 0,5 SD < X ≤ Mi + 0,5 SDi Cukup Positif
Mi – 1,5 SD < X ≤ Mi - 0,5 SDi Kurang Positif
100 sekolah. Lokasi tidak dipilih secara keseluruhan,
X ≤ Mi – 1,5 SDi Sangat Kurang
tetapi dipilih secara cluster berdasarkan data dan Positif
informasi dari Data Pokok Pendidikan Dasar dan
Menengah serta Badan Akreditasi Nasional HASIL DAN PEMBAHASAN
Sekolah/Madrasah. Hasil
Subjek dari penelitian ini adalah guru Sekolah Dasar Langkah yang perlu dilakukan sebelum mengolah
Negeri Terakreditasi A Kota Surabaya denga populasi data, yakni dilakukan uji normalitas yang bertujuan untuk
sebesar 1.575 guru. Penarikan sampel menggunakan two mengetahui apakah subjek dalam variabel persepsi guru
stage cluster sampling didapatkan sampel sebanyak 65 pada penelitian ini berdistribusi normal untuk mewakili
guru yang tersebar di 10 sekolah. Lokasi Penelitian ini populasi atau tidak. Pengujian normalitas data pada
dilakukan di 10 Sekolah Dasar Negeri terakreditasi A penelitian ini menggunakan uji Kolmogorov Smirnov
Kota Surabaya yakni SDN Bubutan IV/72, SDN dengan bantuan SPSS versi 22.0 for windows. Suatu data
Simokerto I/134, SDN Gading I/177, SDN Kertajaya dikatakan berdistribusi normal apabila nilai
IX/215, SDN Lidah Wetan II/462, SDN Sambikerep signifikansinya lebih dari 0,05 (p>0,05), sedangkan data

611
JPGSD. Volume 06 Nomor 04 Tahun 2018, 608 - 617

dikatakan tidak berdistribusi normal apabila nilai dirilis oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
signifikansinya kurang dari 0,05 (p<0,05). Diketahui Salah satunya yakni program GLS, ketertarikan dan
bahwa nilai signifikansi aspek kedua aspek faktor persepsi kesanggupan guru sangat berpengaruh dalam hal ini.
sebesar 0,200 (p>0,05), hasil tersebut menunjukkan Disebabkan guru sebagai mediator untuk menyampaikan
bahwa data berdistribusi normal. tujuan hingga membiasakan pelaksanaan GLS berjalan
Adapun hasil dari penelitian pada persepsi guru sesuai yang ingin dicapai. Dari hasil analisis deskriptif
terhadap pelaksanaan gerakan literasi di Sekolah Dasar melalui SPSS for windows 22.0, mean (rerata) sebesar
Negeri Terakreditasi A Kota Surabaya disajikan 33,54, nilai minimal yakni 26 nilai maksimal 42 dan
berdasarkan faktor penyebab persepsi sebagai berikut: standar deviasi sebesar 3.270.
Tabel 2
Faktor Fungsional Pengkategorian Distribusi Frekuensi Kesanggupan
Faktor fungsional dapat diartikan sebagai orang yang Guru
mempersepsikan atau karakteristik pribadi individu, yang Kategori Frekuensi Persentase
akan mempengaruhi penafsiran suatu objek yang diamati. Sangat Positif 6 9,2%
Terdapat tiga indikator yang digunakan dalam mengukur Positif 10 15,4%
faktor fungsional persepsi guru yaitu kesanggupan guru, Cukup Positif 29 44,6%
perasaan guru dan latar belakang sosial guru. Faktor Kurang Positif 18 27,7%
fungsional dijabarkan ke dalam 20 item pernyataan Sangat Kurang Positif 2 3,1%
dengan 3 indikator yang tersebar. Hasil perhitungan Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa distribusi
deskriptif memperoleh nilai maksimum sebesar 73 dan frekuensi persepsi guru terhadap pelaksanaan GLS dari 65
nilai minimum 51. Rerata diperoleh sebesar 60,28, dan responden di Kota Surabaya, kategori cukup positif
standar deviasi 5,134. Untuk menentukan pengkategorian merupakan kategori terbanyak yakni 47,7%. Kedua pada
hasil dengan menggunakan perhitungan mean dan standar kategori kurang positif sebesar 26,2%.
deviasi seperti dalam tabel sebagai berikut: Kedua perasaan guru, Perasaan atau suasana hati guru
Tabel 1 saat menjalankan suatu program di sekolah harus
Pengkategorian Distribusi Frekuensi Faktor Fungsional diperhatikan agar program tersebut dapat berjalan
maksimal. Guru harus profesional dalam menjalankan
Kategori Frekuensi Persentase kewajiban-kewajiban di sekolah dan bertanggung jawab
Sangat Positif 7 10,8% atas tuntutan untuk memajukan pendidikan di Indonesia.
Positif 7 10,8% Dari hasil analisis deskriptif diketahui bahwa nilai terkecil
Cukup Positif 31 47,7% 7, nilai terbesar 12, rerata (mean) 9,29 dan standar deviasi
Kurang Positif 17 26,2% 1,234. Untuk mengetahui pengkategorian distribusi
Sangat Kurang Positif 3 4,5% frekuensi indikator perasaan guru telah disajikan ditabel
Pada tabel 1 jika dilihat dari aspek faktor fugsional sebagai berikut:
menunjukkan bahwa responden memiliki persepsi positif Tabel 3
pada pelaksanaan GLS sebesar 69,2%. Persentase terbesar Pengkategorian Distribusi Frekuensi Perasaan Guru
tepatnya di kategori cukup positif. Maka dari itu, Kategori Frekuensi Persentase
berdasarkan hasil ini dapat diketahui bahwa persepsi yang Sangat Positif 4 6,2%
berasal dari diri individu sudah cukup positif dengan Positif 19 29,2%
adanya program baru GLS. Cukup Positif 27 41,5%
Pada tabel 4.3 jika dilihat dari aspek faktor fugsional Kurang Positif 11 16,9%
menunjukkan bahwa responden memiliki persepsi positif Sangat Kurang Positif 4 6,2%
pada pelaksanaan GLS sebesar 69,2%. Persentase terbesar
tepatnya di kategori cukup positif. Maka dari itu, Berdasarkan tabel 3 diketahui bahwa distribusi
berdasarkan hasil ini dapat diketahui bahwa persepsi yang frekuensi persepsi guru terhadap pelaksanaan GLS dari 65
berasal dari diri individu sudah cukup positif dengan responden di Kota Surabaya, jawaban responden
adanya program baru GLS. terbanyak masuk dalam kategori cukup positif dengan
Terdapat tiga indikator faktor fungsional yang persentase 41,5%.
mempengaruhi persepsi guru Sekolah Dasar dapat Ketiga, latar belakang sosial guru dalam
dijelaskan sebagai berikut: melaksanakan Gerakan Literasi Sekolah dapat berupa
Pertama kesanggupan guru. Sanggup tidaknya guru partisispasi guru untuk mengikuti pelatihan-pelatihan
saat menjalankan suatu kewajiban mengajar merupakan yang diadakan Dinas Pendidikan Kota Surabaya maupun
hal yang harus diperhatikan. Apalagi guru harus yang diadakan pihak luar. Guru juga dapat mengikuti
mendukung dan menjalankan program-program baru yang

612
Persepsi Guru terhadap Pelaksanaan Gerakan Literasi

komunitas-komunitas yang berkaitan dengan literasi di Pada tabel 5 jika dilihat dari aspek faktor struktural
Kota Surabaya. menunjukkan bahwa guru Sekolah Dasar memiliki
Dari hasil perhitungan analisis deskriptif diketahui kategori cukup positif dengan persentase 33,8%. Maka
nilai terendah yakni 11, untuk nilai tertinggi 23, rerata dari itu, berdasarkan hasil ini dapat diketahui bahwa
sebesar 17,45 dan standar deviasi 2,129. Dari rerata dan persepsi yang berasal dari luar individu sudah cukup
standar deviasi dapat diketahui pengkategorian distribusi positif tentang pemahaman tentang GLS meliputi
frekuensi jawaban responden, lebih rinci terdapat pada karakteristik lingkungan yang sesuai, tahapan GLS dan
tabel berikut: manajamen koleksi sumber literasi. Untuk lebih rinci
Tabel 4 terdapat tiga pembahasan indikator faktor struktural
Pengkategorian Distribusi Frekuensi Latar Belakang sebagai berikut:
Sosial Guru Pertama karakteristik lingkungan. Agar literasi
Kategori Frekuensi Persentase mampu menjadi garis depan dalam pengembangan budaya
Sangat Positif 6 9,2% literasi, strategi yang dapat dilakukan dengan menciptakan
Positif 12 18,4% ekosistem sekolah yang literat meliputi lingkungan fisik,
Cukup Positif 25 38,5% lingkungan sosial afektif dan lingkungan akademik. Pada
Kurang Positif 17 26,2% perhitungan analisis deskriptif diketahui nilai terendah 19,
Sangat Kurang Positif 5 7,7% nilai tertinggi 30 dengan rata-rata 23,42 dan standar
deviasi sebesar 2,378.dari nilai rata-rata dan standar
Berdasarkan tabel 4 diketahui bahwa distribusi deviasi dapat ditentukan pengkategorian distribusi
frekuensi persepsi guru terhadap pelaksanaan GLS pada frekuensi karakteristik lingkungan.
indikator latar belakang sosial guru dari 65 responden di Tabel 6
Kota Surabaya, jawaban responden terbanyak masuk Pengkategorian Distribusi Frekuensi Karakteristik
dalam kategori cukup positif dengan persentase 38,5%. Lingkungan
Cukup positif yang berarti respoden atau guru Sekolah Kategori Frekuensi Persentase
Dasar cukup berkontribusi dalam pelaksanaan GLS Sangat Positif 4 6,2%
meliputi keikutsertaan dalam pelatihan literasi maupun Positif 17 26,2%
bergabung di komunitas literasi. Cukup Positif 18 27,7%
Kurang Positif 25 38,4%
Faktor Strktural Sangat Kurang Positif 1 1,5%
Faktor struktural dapat diartikan sebagai Berdasarkan tabel 6 pada indikator karakteristik
karakteristik objek yang diamati dapat mempengaruhi lingkugan termasuk kategori kurang positif sebesar
persepsi meliputi gerakan objek, gerakan objek yang 38,4%. Karakteristik lingkungan untuk menunjang GLS
sering dilakukan, faktor yang melatarbelakangi objek, dan terdapat 3 poin yakni lingkungan fisik, lingkungan sosial
dampak yang ditimbulkan objek yang diteliti. Faktor afektif dan lingkungan akademik. Kategori kurang positif
struktural merupakan faktor yang bukan berasal dari dapat disebabkan pada hasil jawaban responden yang
pemersepsi (faktor eksternal dari guru). tidak sesuai dengan buku desain induk GLS yang
Pada penelitian ini, faktor struktural terdiri dari 3 ditetapkan oleh Kemdikbud.
indikator yaitu karakteristik lingkungan yang mendukung Kedua tahapan GLS. Ada 3 tahapan GLS sesuai
GLS, tahapan GLS dan Manajemen koleksi sumber dengan buku desain induk GLS Kemdikbud. Tahap ke-1
literasi untuk mendukung GLS. Dalam penelitian ini pembiasaan kegiatan membaca yang menyenangkan di
faktor struktural dijabarkan ke dalam 20 item pernyataan. ekosistem sekolah. Tahap ke-2 pengembangan minat baca
Hasil penelitian memperoleh nilai maksimum sebesar 70 untuk meningkatkan kemampuan literasi dan tahap ke-3
dan nilai minimum 49. Rerata diperoleh sebesar 57. pelaksanaan pembelajaran berbasis literasi. Pada analisis
Tabel 5 deskriptif diketahui nilai terendah yakni 19 dan nilai
Pengkategorian Distribusi Frekuensi Faktor Struktural tertinggi 30, rata-rata yang diperoleh 23,56 dengan standar
Kategori Frekuensi Persentase deviasi 2,297.
Sangat Positif 5 7,7% Tabel 7
Positif 16 24,7% Pengkategorian Distribusi Frekuensi Tahapan GLS
Cukup Positif 22 33,8% Kategori Frekuensi Persentase
Kurang Positif 19 29,2% Sangat Positif 4 6,2%
Sangat Kurang Positif 3 4,6% Positif 19 29,2%
Cukup Positif 22 33,8%

613
JPGSD. Volume 06 Nomor 04 Tahun 2018, 608 - 617

Kurang Positif 15 23,1% pelaksanaan GLS di Sekolah Dasar Negeri Terakreditasi


Sangat Kurang Positif 5 7,7% A Kota Surabaya berdasarkan tanggapan subyek
Pada tabel 7 jika dilihat dari indikator GLS penelitian.
menunjukkan bahwa guru Sekolah Dasar memiliki Tabel 10
kategori cukup positif dengan persentase 33,8%. Hal ini Pengkategorian Distribusi Frekuensi Persepsi Guru
dapat diartikan bahwa tahapan GLS yang dijalankan di Kategori Frekuensi Persentase
Sekolah Dasar sudah cukup sesuai dengan tiga tahapan Sangat Positif 5 7,7%
GLS yakni pembiasaan, pengembangan dan Positif 12 18,5%
pembelajaran. Cukup Positif 26 40%
Ketiga manajamen koleksi. Manajamen koleksi Kurang Positif 18 27,6%
meliputi pengadaan dan pergantian sumber bacaan literasi Sangat Kurang Positif 4 6,2%
peserta didik. Pengadaan dan pergantian buku maupun Dari tabel tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa
non buku harus dilakukan secara berkala untuk persepsi guru Sekolah Dasar Negeri Terakreditasi A Kota
memastikan peserta didik mengikuti pengetahuan yang Surabaya memiliki kecenderungan persepsi cukup positif
terbaru. Hasil analisis deskriptif berdasarkan angket yang dengan persentase sebesar 40%.
telah dijawab responden diketahui nilai terendah 8 dan
nilai tertinggi 14 dengan rata-rata nilai 10,94 dan standar Pembahasan
deviasi sebesar 1,648 Berdasarkan hasil penelitian persepsi guru cenderung
Tabel 8 cukup positif terhadap pelaksanaan gerakan literasi di
Pengkategorian Distribusi Frekuensi Manajamen Koleksi Sekolah Dasar Negeri terakreditasi A Kota Surabaya.
Kategori Frekuensi Persentase Kecenderungan persepsi cukup positif terlihat bahwa guru
Sangat Positif 5 7,7% turut ikut serta berpartisipasi dengan kegiatan gerakan
Positif 21 32,3% literasi di sekolah dimulai dari rutin melakukan kewajiban
Cukup Positif 15 23,1%% 15 menit membaca sebelum pelajaran dimulai hingga
Kurang Positif 20 30,8% menambahkan kegiatan literasi di selah-selah kegiatan
Sangat Kurang Positif 4 6,2% rutin di sekolah.
Berdasarkan tabel 8 pada indikator manajamen Persepsi guru terhadap GLS dipengaruhi oleh dua
koleksi termasuk dalam ketegori positif sebesar 32,3% faktor yaitu faktor fungsional dan faktor struktural. Faktor
namun tidak jauh berbeda dengan hasil presentase 30,8% fungsional berkaitan dengan pribadi dan faktor struktural
pada kategori kurang positif. Antara dua kategori tersebut berkaitan dengan objek yang diamati. Sesuai dengan
memiliki selisih nilai yang sedikit. Hal ini dapat dilihat pendapat David Krech dan Richard S. Crutchfield dalam
lebih rinci pada gambar histogram 4.6 hasil rekapan Jalaludin Rakhmat (2003:51) menyebutkan dua faktor
angket yang telah disebar di guru Sekolah Dasar yang yang berkaitan dalam berpresepsi yakni faktor fungsional
meliputi dua sub indikator yakni pengadaan dan disebut juga faktor personal yaitu faktor-faktor yang
pergantian koleksi sumber literasi. berkaitan dengan pemahaman individu terhadap dampak
Hasil secara keseluruhan dari angket yang telah diisi dari stimulus yang dihasilkan, atau biasa disebut manfaat
oleh guru Sekolah Dasar Negeri Terakreditasi A kota yang diperoleh dari stimulus yang dihasilkan dan faktor
Surabaya menunjukkan hasil analisis deskriptif sebagai struktural berkaitan dengan obyek yang dipersepsi.
berikut: Jika ditelaah lebih rinci, pada faktor fungsional
Tabel 9 merupakan faktor yang mempengaruhi dalam diri guru
Analisis Deskriptif untuk mempersepsikan pelaksanaan Gerakan Literasi
Descriptive Statistics Sekolah yang telah dilaksanakan sejak 2015 khususnya di
N Minimum Maximum Mean Std. Kota Surabaya sebagai Kota Literasi. Persepsi guru cukup
Deviation positif dengan dibuktikan hasil penelitian bahwa guru
Persepsi 65 104 141 118,22 7,920 tertarik dengan program literasi, serta memahami
Guru pentingnya literasi untuk anak-anak, guru juga tidak
Valid N 65 keberatan saat melaksanakan program GLS dapat dilihat
(listwise) dari antusias guru untuk melakukan pelatihan literasi dari
Dinas Pendidikan Kota Surabaya. Namun, dalam
Berdasarkan perhitungan dan ketentuan pada tabel 9 mengembangkan dirinya dalam bidang literasi di luar
tentang analisis deskriptif maka gambaran hasil sekolah, guru memiiki persepsi kurang positif untuk
pengkategorian distribusi frekuensi persepsi guru terhadap

614
Persepsi Guru terhadap Pelaksanaan Gerakan Literasi

menemukan dan mengikuti komunitas literasi di sekitar Pendidikan Sekolah Dasar / Sekolah Dasar Luar Biasa,
surabaya dikarenakan kesibukan di sekolah. proporsi pengadaan buku pengayaan, buku referensi, dan
Pada faktor struktural dalam persepsi lebih ditekankan buku panduan pendidik disebutkan yaitu ±50% dari
pada obyek yang dipersepsi yakni Gerakan Literasi alokasi DAK. Angka ini lebih besar ketimbang proporsi
Sekolah. Dari hasil penelitian diketahui bahwa faktor untuk media pendidikan sebesar ±30% dan proporsi untuk
struktural persepsi guru Sekolah Dasar Negeri peralatan pendidikan sebesar ±20%. Penggunaan dana
terakreditasi A kota Surabaya memiliki persepsi cukup BOS juga dapat membeli buku nonteks pelajaran, yaitu
positif. Terdapat tiga indikator pada faktor struktural yaitu buku pengayaan dan referensi. Tak hanya itu, untuk
karakteristik lingkungan, tahapan GLS dan manajamen pengembangan perpustakaan, sekolah dapat berlangganan
koleksi sumber literasi. majalah/publikasi berkala yang terkait dengan pendidikan,
Pada karakteristik lingkungan fisik, sosial afektif dan baik luring (offline) maupun daring (online).
akademik. Guru memiliki persepsi positif dan sesuai Dalam buku desain induk Gerakan Literasi Sekolah di
dengan kondisi sekolah untuk menerapkan lingkungan SD teradapat 6 jenis literasi literasi dini, literasi dasar,
yang ideal dalam menumbuhkan budaya literasi. Menurut literasi perpustakaan, literasi digital, literasi media dan
Wardono (2017:68), Lingkungan fisik, sosial, dan afektif literasi visual. Untuk literasi media dan digital belum bisa
bisa dibangun jika lingkungan akademik berjalan dengan dilaksanakan secara maksimal karena keterbatasan koleksi
baik. Ini dapat dilihat dari perencanaan dan pelaksanaan di sekolah. Jenis literasi yang beragam sangat diperlukan
gerakan literasi. Dalam membudayakan gerakan literasi mengingat peserta didik SD tertarik dengan hal-hal yang
juga memperhatikan bagaimana kondisi yang ada di bersifat audio-visual. Sesuai dengan pendapat Wiedarti
lingkungan sekolah, tentunya diperlukan tim khusus untuk (2016:30), semua mata pelajaran sebaiknya menggunakan
mengelola kegiatan literasi di sekolah. Dengan adanya tim ragam teks (cetak/visual/digital) yang tersedia dalam
literasi sekolah dapat membantu menjalankan dengan buku-buku pengayaan atau informasi lain di luar buku
terstruktur bagaimana kegiatan Gerakan Literasi Sekolah pelajaran. Guru diharapkan bersikap kreatif dan proaktif
dilaksanakan. mencari referensi pembelajaran yang relevan.
Untuk tahapan GLS, pertama yaitu pembiasaan 15 Pada penelitian ini angket berisi catatan demografi
menit membaca sebelum pelajaran dimulai siswa telah individu meliputi asal sekolah, jenis kelamin, umur,
terbiasa karena dilakukan berulang-ulang setiap hari. Hal tingkat pendidikan dan lama mengajar. Namun, tingkat
ini sesuai dengan pendapat Janice L. Pilgreen (Antoro, persepsi jika ditinjau dari deografi individu tidak
2017:34) menilai persoalan pokok yang dihadapi guru berpengaruh terhadap tingkat persepsi guru. Penelitian ini
agar siswanya gemar membaca tidak terletak pada durasi dipengaruhi oleh kedua faktor yakni antara faktor pribadi
waktu membaca, melainkan frekuensi kegiatan membaca. dan faktor objek dalam mempersepsikan gerakan literasi.
Berapapun waktu yang dihabiskan siswa dalam satu Dimana hasil persepsi cukup positif karena memiliki
kegiatan membaca bukanlah permasalahan. Yang faktor pribadi yang baik dan faktor objek yang halus.
terpenting, siswa melakukan kegiatan membaca secara Namun faktor yang paling berpengaruh adalah faktor
berulang-ulang dan setiap hari. Kedua, Tahapan fungsional atau faktor pribadi, karena literasi sesuai
pengembangan yakni mengembangkan kemampuan dengan kepribadian guru untuk menumbuhkan dan
literasi siswa dalam memngembangkan berpikir kritis dan meningkatkan karakter bangsa.
kreatif. Pada tahapan ini masih belum diterapkan secara Mulyana (2007:179) berpendapat bahwa persepsi
maksimal karena untuk mengembangkan berpikir kritis merupakan proses internal yang memungkinkan kita
dan kreatif membutuhkan berbagai strategi dan model untuk memilih, mengorganisasi dan menafsirkan
pembelajaran yang sesuai. Ketiga, tahapan pembelajaran rangsangan dari lingkungan serta proses tersebut
yakni tahapan yang terakhir dalam pelaksanaan GLS. mempengaruhi perilaku kita. Pengaruh yang timbul dapat
Pada pelaksanaan pembelajaran membutuhkan lingkungan berupa pengaruh positif maupun negatif. Dengan persepsi
fisik, sosial afektif dan akademik dengan ditunjang oleh yang semakin positif, maka pelaksanaan program Gerakan
beragam buku bacaan yang kaya akan literasi. Literasi Sekolah akan mudah tercapai karena guru akan
Pada manajamen koleksi sumber literasi, persepsi guru semakin senang dalam berkontribusi. Secara tidak
cukup positif dengan memperkaya buku bacaan di perpus langsung literasi peserta didik Sekolah Dasar akan tumbuh
serta melakukan pengadaan dan pergantian buku secara meningkat sehingga dapat memberikan sumbangsih
berkala, namun terlihat beberapa guru persepsi tidak Indonesia pada penilaian literasi tingkat interansional atau
setuju adanya pergantian dan pengadaan, padahal hal ini biasa disebut PIRLS (Progress in International Reading
telah diatur pada Permendikbud Nomor 81 Tahun 2015 Literacy Study).
Tentang Petunjuk Teknis Dana Alokasi Khusus Bidang

615
JPGSD. Volume 06 Nomor 04 Tahun 2018, 608 - 617

Penelitian serupa pernah dilakukan oleh Wardono Seharusnya pada semua mata kuliah bukan hanya mata
(2017) dengan judul “Strategi Pembudayaan Gerakan kuliah bahasa. Bukan hanya sekedar membaca menulis
Literasi Sekolah di SDN IV Bubutan Surabaya” dan tetapi melalui kegiatan chafter report, bedah buku, analisis
Hidayah (2017) dengan judul “Implementasi Budaya buku/jurnal, melakukan riset dan yang lainnya yang dapat
Literasi di Sekolah Dasar melalui Optimalisasi membangkitkan minat literasi para mahasiswa. Menurut
Perpustakaan : Studi kasus di Sekolah Dasar Negeri di Gunansyah (2015:94) penerapan pembelajaran literasi
Surabaya”. Persamaan dengan penelitian ini yaitu sama- memerlukan cara dua arah yaitu horizontal dan vertikal.
sama membahas tentang pelaksanaan Gerakan Literasi Secara horizontal, literasi melibatkan partisipasi
Sekolah di Sekolah Dasar Kota Surabaya. Adapun mahasiswa dalam memproduksi pesan melalui media dan
perbedaannya yakni penelitian yang dilakukan oleh teknologi. Sementara cara vertikal dapat ditempuh melalui
Wardono (2017) fokus pada strategi pembudayaan pemberian bantuan kepada mahasiswa untuk memahami
gerakan literasi secara mendalam dikarenakan jenis secara mendalam lewat pemberian pertanyaan hubungan
penelitian yang digunakan deskriptif kualitatif. Subjek antara informasi tersebut dengan konteks sehari-hari.
penelitian hanya satu SD yakni SDN IV Bubutan Literasi menjadi suplemen utama bagi mahasiswa
Surabaya yang merupakan sekolah percontohan literasi untuk mengembangkan daya nalar, pola pikir dan berpikir
nasional di Surabaya. Sehingga penelitiannya hanya kritis. Literasi yang terus dibudayakan akan mampu
mendeskripsikan strategi GLS di satu sekolah saja. membuat produktivitas mahasiswa meningkat. Selain itu,
Terdapat perbedaan juga dengan penelitian yang budaya literasi yang telah mendarah daging dapat
dilakukan oleh Hidayah (2017), perbedaan metode dijadikan pijakan kuat untuk bekal kehidupan kedepan.
penelitian yang digunakan yakni kualitatif dengan Dengan diterapkannya budaya literasi di perguruan tinggi,
menganalisis data yang berasal dari warga sekolah dan diharapkan dapat mencetak jiwa-jiwa intelek berkualitas
masyarakat sekitar tentang implementasi gerakan literasi yang mempunyai pengetahuan kreatif, inovatif, dan kritis.
pada pengoptimalan di perpustakaan. Berbeda dengan Sehingga ketika terjun di dunia kerja, dimana mahasiswa
penelitian ini, dimana hanya terfokus pada persepsi guru sebagai agent of change diharapkan membawa perubahan
terhadap pelaksanaan Gerakan Literasi Sekolah dengan pada kemajuan pembangunan masyarakat.
subjek penelitian guru di Sekolah Dasar Negeri
Terakreditasi A. Metode yang digunakan adalah survei PENUTUP
sehingga wilayah populasi yang dijangkau secara luas
Simpulan
yakni se-Kota Surabaya. Hasil data yang diperoleh
Berdasarkan hasil penelitian persepsi guru Sekolah
terlebih dahulu dilakukan uji normalitas yang hasilnya
Dasar Negeri Terakreditasi A terhadap pelaksanaan
diketahui bersifat normal artinya sebaran data yang
Gerakan Literasi Sekolah dapat disimpulkan bahwa guru
dilakukan berdistribusi normal dan telah mewakili
memiliki kecenderungan persepsi cukup positif. Hasil
populasi se-Kota Surabaya.
tersebut berasal dari analisis faktor-faktor yang
Namun dalam penelitian masih memiliki keterbatasan menyebabkan persepsi guru yakni faktor fungsional dan
meskipun telah dilakukan sesuai prosedur ilmiah. faktor struktural. Pada faktor fungsional meliputi
Penelitian ini hanya menggambarkan persepsi guru kesanggupan guru, perasaaan guru dan latar belakang
terhadap pelaksanaan GLS secara deskriptif. Hal ini guru. Sedangkan faktor struktural meliputi karakteristik
belum mencerminkan lebih detail dan seberapa besar lingkungan, tahapan GLS dan manajamen koleksi. Pada
pengaruh dari setiap faktor yang ada. Disebabkn instrumen penelitian berisi catatan demografi individu
keterbatasan peneliti yang meliputi pengalaman, meliputi asal sekolah, jenis kelamin, umur, tingkat
pengetahuan, tenaga, biaya dan waktu. Selain itu, pendidikan dan lama mengajar. Namun, tingkat persepsi
instrumen penelitian bentuk angket memiliki kelemahan, jika ditinjau dari demografi individu tidak berpengaruh.
karena tidak mampu mengontrol satu persatu responden Penelitian ini dipengaruhi oleh kedua faktor yakni antara
dalam mengisi angket sesuai keadaan yang ada pada faktor pribadi dan faktor objek dalam mempersepsikan
dirinya. gerakan literasi. Dimana hasil persepsi cukup positif
Program GLS membutuhkan dukungan luas agar bisa karena memiliki faktor pribadi yang baik dan faktor objek
berjalan optimal. Dari perguruan tinggi, bentuk dukungan yang halus. Namun faktor yang paling berpengaruh adalah
yang diharapkan antara lain pendirian Pusat Studi Literasi, faktor fungsional atau faktor pribadi, karena literasi sesuai
penelitian skripsi/tesis/disertasi mengenai literasi, dan dengan kepribadian guru untuk menumbuhkan dan
Kuliah Kerja Nyata bertema literasi. Khususnya pada meningkatkan karakter bangsa.
program studi PGSD, pembelajaran bertemakan literasi
dapat diterapkan dalam kurikulum perkuliahan.

616
Persepsi Guru terhadap Pelaksanaan Gerakan Literasi

Saran Riduwan. 2009. Belajar Mudah Penelitian. Bandung:


Sehubungan dengan hasil dari penelitian bahwa Alfabeta
persepsi guru Sekolah Dasar Negeri Terakreditasi A Thoha, Miftah. 2003. Perilaku Organisasi, Konsep Dasar
terhadap pelaksanaan Gerakan Literasi Sekolah adalah dan Aplikasinya. Jakarta: Grafindo.
cukup positif, saran yang dapat disampaikan yaitu: Wiedarti, Pangesti., dkk. 2016. Panduan Gerakan
Kepada Pihak Sekolah disarankan agar membentuk Literasi Sekolah di Sekolah Dasar. Jakarta.
Tim Literasi Sekolah (TLS) sesuai dengan desain buku Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
induk GLS dari kemdikbud. Pembentukan TLS dapat
Garbe., dkk. 2016. Literacy in Finland. Country Report.
berasal dari tim pengelola perpustakaan serta guru-guru Children and adolescents. Elinet.
kelas. Bertujua untuk memudahkan perencanaan dan
Hidayah, Layli. 2017. Implementasi Budaya Literasi di
pengembangan kegiatan literasi di sekolah, menyediakan
Sekolah Dasar Melalui Optimalisasi Perpustakaan:
sumber literasi lebih variatif seperti literasi media dan Studi Kasus di Sekolah Dasar Negeri Di Surabaya.
digital selain memperkaya koleksi literasi, hal ini dapat Jurnal Universitas Islam Malang, Vol. 1 (2) : hal.
menambah minat peserta didik untuk mengikuti 45-58.
perkembangan literasi. Guru-guru dan karyawan sekolah Hidayah, Rifa. 2011. Profil Kemampuan Membaca Siswa
diharapkan mengikuti literasi juga bukan hanya peserta Kelas 5 Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah
didik. Ibtidaiyah (MI) Ditinjau dari Jenis Sekolah dan
Kepada Guru SD se-Kota Surabaya disarankan kepada Jenis Kelamin, (Online), (portalgaruda.org). Jurnal
guru kelas agar dapat mengikuti perkembangan literasi. Psikologi, Vol. 4 (1) : hal. 60-80.
Perkembangan literasi di SD dapat diperoleh dari Wardono, Setyo. 2017. Strategi Pembudayaan Gerakan
keaktifan guru membaca berita maupun jurnal-jurnal Literasi di SDN IV Bubutan Surabaya. S1 skripsi.
penelitian terbaru tentang literasi. Sehingga memudahkan Jurnal Universitas Negeri Surabaya.
guru memiliki banyak referensi untuk menambah Wildova, Radka. 2014. Initial Reading Literacy
pengetahuan peserta didik dan mengaitkannya dengan Development in Current Primary School Practice.
pembelajaran. Dengan demikian tahapan GLS dapat Procedia Social and Behavioral Science, Science
terpenuhi yakni pembiasaan, pengembangan dan Direct. Vol. 159 : hal. 334-339.
pembelajaran.
Kepada Peneliti Selanjutnya disarankan agar mengadakan
penelitian lanjut tentang persepsi guru terhadap
pelaksanaan gerakan literasi di Sekolah Dasar, serta
menghubungkannya dengan variabel lain yang tidak
terdapat dalam penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Antoro, Billy. 2017. Gerakan Literasi Sekolah dari


Pucuk Hingga Akar Sebuah Refleksi. Jakarta :
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Arikunto, Suharsimi. 2013. Metode Penelitian: Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Yogyakarta :
Bina Aksara.
Azwar, Saifuddin. 2007. Skala Psikologi. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar.
Gunansyah, Ganes. 2015. Pendidikan IPS. Surabaya :
Unesa University Press.
Martono, Nanang. 2015. Metode Penelitian Sosial. PT
Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Mulyana, Deddy. 2007. Ilmu Komunikasi Suatu
Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Rakhmat, Jalaluddin. 2003. Psikologi Komunikasi.
Bandung: Remaja Rosadakarya.

617

Anda mungkin juga menyukai