Anda di halaman 1dari 16

Pedro Álvares Cabral[A] 

(pelafalan dalam bahasa Portugis: [ˈpeðɾu ˈaɫvɐɾɨʃ kɐˈβɾaɫ] atau bahasa Portugis


Brasil: [ˈpedɾu ˈawvaɾis kaˈbɾaw]; ca. 1467 atau 1468 – ca. 1520) adalah
seorang penjelajah, navigator, komandan militer, dan bangsawan Portugis yang dipandang sebagai
penemu Brasil. Cabral melakukan eksplorasi besar yang pertama di pesisir timur laut Amerika
Selatan dan mengklaimnya untuk Portugal. Meskipun detail dari kehidupan awal Cabral tidak jelas,
ia diketahui berasal dari suatu keluarga bangsawan rendah dan menerima pendidikan yang baik. Ia
ditunjuk sebagai pimpinan suatu ekspedisi ke India pada tahun 1500, setelah dibukanya rute
baru oleh Vasco da Gama di sekitar Afrika. Tujuannya adalah agar dapat kembali dengan rempah-
rempah berharga dan membangun hubungan perdagangan di India—untuk memotong jalur
monopoli perdagangan rempah-rempah yang dikuasai para pedagang Arab, Turki, dan Italia.
Meskipun ekspedisi sebelumnya yang dilakukan Vasco da Gama ke India, sesuai rute lautnya,
mencatat tanda-tanda adanya daratan di bagian barat Samudra Atlantik selatan (pada tahun 1497),
Cabral dipandang sebagai kapten pertama yang pernah menjamah empat benua, memimpin
ekspedisi pertama yang mempertemukan Eropa, Afrika, Amerika, dan Asia.[2]
Armada lautnya yang terdiri dari 13 kapal berlayar jauh ke Samudra Atlantik barat, mungkin
disengaja, menuju tempat ia melakukan pendaratan pada apa yang awalnya ia anggap sebagai
sebuah pulau besar. Karena daratan baru tersebut berada dalam ruang lingkup Portugis
berdasarkan Perjanjian Tordesillas, Cabral mengklaimnya untuk Kerajaan Portugis. Ia menjelajahi
pesisirnya, menyadari bahwa daratan luas itu kemungkinan sebuah benua, dan mengirim satu kapal
untuk memberitahukan penemuan wilayah baru itu kepada Raja Manuel I. Benua tersebut adalah
Amerika Selatan, dan daratan yang telah ia klaim untuk Portugal kelak dikenal sebagai Brasil.
Armada lautnya mengangkut perbekalan dan kemudian berbalik ke arah timur untuk melanjutkan
perjalanan menuju India.
Badai di Atlantik selatan menyebabkan ia kehilangan sejumlah kapal, dan enam kapal yang tersisa
pada akhirnya bertemu di Selat Mozambik sebelum melanjutkan perjalanan menuju Kalikut di India.
Cabral mulanya berhasil menegosiasikan hak-hak perdagangan, namun para pedagang Arab
melihat ekspedisi Portugal sebagai ancaman bagi monopoli mereka serta mencetuskan suatu
serangan gabungan oleh kaum Arab dan India pada entrepôt Portugis. Banyak korban jatuh di pihak
Portugis dan fasilitas-fasilitas mereka hancur. Cabral membalasnya dengan menjarah dan
membakar armada kapal Arab, lalu membombardir kota tersebut sebagai pembalasan karena
penguasanya tidak memberikan penjelasan mengenai serangan tak terduga itu. Dari Kalikut
ekspedisi Portugis berlayar menuju Kerajaan Cochin, negara kota India lainnya; Cabral menjalin
persahabatan dengan penguasa kerajaan itu dan memuati kapal-kapalnya dengan rempah-rempah
yang dicari sebelum kembali ke Eropa. Meskipun kehilangan cukup banyak kapal dan nyawa
manusia, pelayaran Cabral dianggap sebagai suatu kesuksesan sekembalinya ia ke Portugal.
Keuntungan luar biasa yang dihasilkan dari penjualan rempah-rempah memperkuat keuangan
Kerajaan Portugis dan membantu meletakkan dasar dari suatu Imperium Portugal yang kelak
membentang dari Benua Amerika hingga Timur Jauh.[B]
Di kemudian hari Cabral dilangkahi, mungkin sebagai akibat dari percekcokan dengan Manuel I,
ketika suatu armada baru dihimpun untuk membangun keberadaan yang lebih kuat di India. Karena
kehilangan dukungan sang raja, ia mengundurkan diri untuk menjalani suatu kehidupan pribadi,
yang tentangnya hanya terdapat sedikit catatan yang masih terlestarikan. Pencapaian-
pencapaiannya kebanyakan menghilang dalam ketidakjelasan selama lebih dari 300 tahun.
Beberapa dasawarsa setelah kemerdekaan Brasil dari Portugal pada abad ke-19, reputasi Cabral
mulai direhabilitasi oleh Kaisar Pedro II dari Brasil. Para sejarawan telah lama memperdebatkan
apakah Cabral adalah penemu Brasil, dan apakah penemuan itu terjadi secara kebetulan atau
terencana. Pertanyaan pertama telah terjawab melalui hasil pengamatan yang menunjukkan bahwa
kehadiran-kehadiran singkat para penjelajah sebelum Cabral di sana jelas disadari pada saat itu,
tetapi tidak memberikan kontribusi apapun pada perkembangan masa depan dan sejarah daratan
yang kelak menjadi Brasil, satu-satunya negara berbahasa Portugis di Benua Amerika. Mengenai
pertanyaan kedua, tidak ada konsensus definitif yang telah terbentuk, dan hipotesis penemuan
terencana tidak memiliki bukti kuat. Namun demikian, kendati ia dibayang-bayangi oleh para
penjelajah sezamannya, saat ini Cabral dipandang sebagai seorang tokoh utama Abad
Penjelajahan.

Kehidupan awal

Lambang keluarga Cabral.

Hanya sedikit hal yang dapat dipastikan mengenai kehidupan Pedro Álvares Cabral sebelum, atau
sesudah, pelayarannya yang menyebabkan ditemukannya Brasil. Ia lahir pada tahun 1467 atau
1468—tahun yang pertama disebutkan adalah yang paling mungkin[3][4]—di Belmonte, sekitar 30
kilometer (19 mi) dari Covilhã masa kini di Portugal tengah.[5] Ia adalah anak laki-laki dari Fernão
Álvares Cabral dan Isabel Gouveia—salah seorang dari lima putra dan enam putri dalam keluarga
mereka.[6] Cabral dibaptis dengan nama Pedro Álvares de Gouveia dan baru di kemudian hari,
diduga setelah kakak laki-lakinya wafat pada tahun 1503,[7] ia mulai menggunakan nama keluarga
ayahnya.[C][8][9] Lambang keluarganya bergambar dua kambing ungu dengan latar suatu bidang warna
perak. Ungu merepresentasikan kesetiaan, dan kambing-kambing berasal dari nama keluarganya
(cabral berkaitan dengan kambing-kambing dalam bahasa Indonesia).[3] Namun, hanya kakak laki-
lakinya yang berhak menggunakan lambang keluarga tersebut.[10]
Tradisi keluarga menyebutkan bahwa Cabrais merupakan keturunan dari Karanos (Caranus), yang
menurut legenda adalah raja pertama Makedonia. Karanos sendiri dianggap sebagai salah seorang
keturunan generasi ke-7 dari Herkules, manusia setengah dewa dalam mitologi klasik.[D] Terlepas
dari adanya mitos-mitos, sejarawan James McClymont meyakini bahwa legenda keluarga lainnya
kemungkinan menyimpan petunjuk tentang asal-usul sebenarnya keluarga Cabral. Menurut tradisi
tersebut, Cabrais berasal dari seorang klan Kastilia bernama Cabreiras (cabra merupakan kata
Spanyol untuk kambing) yang menggunakan lambang serupa.[E] Keluarga Cabral menjadi terkenal
selama abad ke-14. Álvaro Gil Cabral (ayah dari kakek buyut Cabral dan seorang komandan militer
di perbatasan) adalah salah seorang dari sedikit bangsawan Portugis yang tetap setia
kepada Dom João I, Raja Portugal selama peperangan melawan Raja Kastilia. Sebagai
penghargaan, João I menganugerahkan wilayah kekuasaan herediter Belmonte.[11]
Koin Portugis yang dibuat dalam rangka merayakan 500 tahun peringatan kelahiran Cabral.

Dibesarkan sebagai seorang anggota keluarga bangsawan rendah,[12][13] Cabral dikirim ke istana Raja
Dom Afonso V pada tahun 1479 saat usianya sekitar 12 tahun. Ia menerima pendidikan dalam
bidang humaniora serta belajar memanggul senjata dan bertarung.[14] Ia mungkin berusia sekitar 17
tahun pada tanggal 30 Juni 1484 ketika ia diberi gelar moço fidalgo (bangsawan muda; suatu gelar
minor yang biasanya diberikan kepada para bangsawan muda) oleh Raja Dom João II.[14] Catatan-
catatan seputar tindakan-tindakannya sebelum tahun 1500 sangat fragmentaris, tetapi Cabral
mungkin berkampanye di Afrika Utara, sebagaimana juga yang telah dilakukan para leluhurnya dan
seperti yang lazim dilakukan oleh para bangsawan muda pada zamannya.[15] Raja Dom Manuel I,
yang telah naik takhta dua tahun sebelumnya, memberikan kepadanya tunjangan tahunan senilai
30.000 reais sejak tanggal 12 April 1497.[16][17] Pada saat yang sama ia juga diberikan
gelar fidalgo (bangsawan) dalam Dewan Raja dan disebut sebagai seorang Ksatria Ordo Kristus.
[17]
 Tidak ada citra kontemporer ataupun deskripsi fisik terperinci mengenai Cabral. Diketahui bahwa
ia berpostur tegap[18] dan sama tinggi dengan ayahnya, yaitu 190 meter (623 ft 4,3 in).[19] Karakter
Cabral dideskripsikan sebagai sangat terpelajar, sopan,[20] arif,[21] dermawan, toleran dengan seteru,
[9]
 bersahaja,[18] tetapi juga terlalu percaya diri[20] dan terlalu khawatir dengan respek yang ia rasakan
sebagai tuntutan posisi dan kehormatannya.[22]

Ditemukannya Brasil
Artikel utama: Armada India Portugis ke-2 (Cabral, 1500)

Panglima armada kapal

Rute pelayaran Cabral dari Portugal menuju India pada tahun 1500 (warna merah), dan rute kembalinya
(warna biru).
Pada tanggal 15 Februari 1500, Cabral ditunjuk sebagai Capitão-mor (secara harfiah Kapten-Mayor,
atau panglima) dari suatu armada kapal yang berlayar ke India.[23] Kerajaan Portugis pada waktu itu
memiliki kebiasaan menunjuk para bangsawan untuk memegang komando militer dan angkatan
laut, terlepas dari pengalaman ataupun kompetensi profesional.[24] Kasus ini yang terjadi pada
kapten-kapten semua kapal di bawah komando Cabral—kebanyakan adalah bangsawan
sebagaimana dirinya.[25] Praktik tersebut memiliki potensi masalah yang nyata, karena otoritas dapat
dengan mudah diberikan pada orang yang sangat tidak kompeten dan tidak layak, kendati juga
dapat jatuh pada pemimpin-pemimpin berbakat seperti Afonso de Albuquerque atau Dom João de
Castro.[26]
Hanya terdapat sedikit detail yang masih terlestarikan hingga sekarang mengenai kriteria yang
digunakan pemerintah Portugis dalam memilih Cabral sebagai pimpinan ekspedisi India. Dalam
dekret kerajaan yang menyebutnya sebagai panglima, satu-satunya alasan yang diberikan adalah
"jasa-jasa dan pelayanan". Tidak ada hal lain yang diketahui mengenai kualifikasi-kualifikasi
tersebut.[27] Sejarawan William Greenlee berpendapat bahwa Raja Manuel I "tentu saja telah
mengenalnya dengan baik di istana". Bahwa, bersama dengan "kedudukan keluarga Cabral,
loyalitas mereka yang tidak diragukan lagi pada Kerajaan, penampilan personal Cabral, serta
kemampuan yang telah ia tunjukkan di istana dan dalam dewan merupakan faktor-faktor penting".
[28]
 Faktor lain yang menguntungkannya mungkin juga pengaruh dua saudaranya yang duduk dalam
Dewan Raja.[28] Mengingat adanya intrik politik di istana pada saat itu, Cabral mungkin termasuk
bagian dari suatu faksi yang menstimulasi pengangkatannya.[28] Sejarawan Malyn Newitt meyakini
adanya semacam manuver tersembunyi dan mengatakan bahwa dipilihnya Cabral "merupakan
upaya yang disengaja untuk menyeimbangkan kepentingan faksi-faksi tandingan dari para keluarga
bangsawan, karena ia tampaknya tidak memiliki kualitas lain yang merekomendasikannya dan tidak
ada pengalaman yang diketahui dalam mengomando ekspedisi-ekspedisi besar".[29]
Cabral menjadi kepala militer, sementara para navigator yang jauh lebih berpengalaman
diperbantukan dalam ekspedisi tersebut untuk menolongnya dalam hal-hal terkait angkatan laut.
[30]
 Yang terpenting di antara mereka yaitu Bartolomeu Dias, Diogo Dias, dan Nicolau Coelho.
[31]
 Bersama dengan kapten-kapten lainnya, mereka mengomandoi 13 kapal[32] dan 1.500 orang.
[33]
 Dalam kontingen tersebut terdapat 700 prajurit, kendati sebagian besar adalah rakyat biasa yang
tidak terlatih atau tidak memiliki pengalaman sebelumnya dalam pertempuran.[34]
Armadanya terbagi menjadi dua divisi. Divisi pertama terdiri dari 9 nau (kerakah) dan 2 karavel
bundar (karavel layar persegi), berlayar menuju Kalikut (saat ini lebih sering dikenal dengan
nama Kozhikode) di India dengan tujuan membangun hubungan perdagangan dan mendirikan
suatu feitoria. Divisi kedua terdiri dari 1 nau dan 1 karavel bundar, berlayar menuju
pelabuhan Sofala yang sekarang berada di Mozambik.[35] Sebagai imbalan memimpin armada,
Cabral berhak atas 10.000 cruzado (mata uang lama Portugis yang setara dengan sekitar 35 kg
emas) dan hak untuk membeli 30 ton (33 ton pendek; 30 ton panjang) lada dengan biaya sendiri
untuk dibawa kembali ke Eropa. Lada tersebut kemudian dapat dijual kembali, bebas pajak, kepada
Kerajaan Portugis.[36] Ia juga diizinkan untuk mengimpor 10 peti rempah-rempah jenis apapun yang
lain, bebas bea.[36] Walaupun perjalanannya sangat berbahaya, Cabral memiliki prospek untuk
menjadi orang yang sangat kaya apabila ia kembali dengan selamat ke Portugal bersama kargonya.
Pada masa tersebut rempah-rempah langka di Eropa dan sangat sering dicari.[36]
Sebelumnya suatu armada pernah sampai ke India dengan mengelilingi Afrika. Ekspedisi tersebut
dipimpin oleh Vasco da Gama dan kembali ke Portugal pada tahun 1499.[37] Selama beberapa
dekade, Portugal telah berupaya mencari suatu rute alternatif menuju Timur, dengan maksud
menghindari Laut Mediterania yang berada di bawah kendali Republik Maritim Italia dan Kekaisaran
Ottoman. Ekspansionisme Portugal pertama-tama mengarah pada suatu rute menuju India, dan
kelak pada kolonisasi di seluruh dunia. Suatu hasrat untuk menyebarkan Kekristenan Katolik di
tanah-tanah pagan merupakan faktor lainnya yang memotivasi eksplorasi. Terdapat juga suatu
tradisi panjang mendesak mundur kaum Muslim, yang bermula dari perjuangan Portugal demi
kebangsaan melawan orang Moor. Pertarungan itu pertama-tama meluas ke Afrika Utara dan
akhirnya ke subbenua India. Satu ambisi tambahan yang memotivasi para penjelajah yaitu
pencarian figur mitologis yang disebut Prester Yohanes—seorang raja Kristen yang berpengaruh
yang bersamanya dikatakan dapat dibentuk suatu aliansi melawan kaum Muslim. Lambat laun,
Kerajaan Portugis mencari suatu andil dalam perdagangan Afrika Barat yang menguntungkan atas
budak-budak dan emas, serta perdagangan rempah India.[38]

Keberangkatan dan kedatangan di daratan baru

Cabral (kiri-tengah, menunjuk) memandang daratan Brasil untuk pertama kalinya pada tanggal 22 April 1500.

Armada kapal di bawah komando Cabral yang berusia 32–33 tahun itu berangkat dari Lisboa pada
siang hari tanggal 8 Maret 1500. Pada hari sebelumnya telah diadakan acara pengutusan publik
yang mencakup Misa serta perayaan-perayaan yang dihadiri oleh Raja, kalangan istana, dan
keramaian massa.[39] Pada pagi hari tanggal 14 Maret, armada tersebut melintasi Gran Canaria,
di Kepulauan Canaria.[40][41] Lalu melanjutkan pelayaran menuju Tanjung Verde, suatu koloni Portugis
yang terletak di pesisir Afrika Barat, yang dicapai pada tanggal 22 Maret.[40][42] Hari berikutnya,
satu nau yang berisikan 150 orang dan dikomandoi oleh Vasco de Ataíde menghilang tanpa jejak.
[43]
 Armada Cabral melintasi Ekuator pada tanggal 9 April, dan berlayar ke arah barat sejauh mungkin
dari Benua Afrika dengan menggunakan teknik navigasi yang dikenal sebagai volta do mar (secara
harfiah "pemutaran laut").[44][45] Rumput laut terlihat pada tanggal 21 April, yang menyebabkan para
pelaut yakin bahwa mereka hampir mencapai pantai. Mereka terbukti benar pada siang hari
esoknya, hari Rabu tanggal 22 April 1500, ketika armada tersebut berlabuh di dekat gunung yang
dinamakan Cabral Monte Pascoal ("Gunung Paskah", kala itu adalah minggu Paskah). Monte
Pascoal berlokasi di pantai timur laut Brasil masa kini.[46]

Penggambaran romantis pendaratan pertama Cabral di Pulau Salib Sejati (sekarang Brasil). Ia dilukiskan
berada di pantai (tengah), berdiri di depan seorang prajurit bersenjata yang mengusung panji Ordo Kristus.

Bangsa Portugis mendapati adanya penduduk yang menghuni pesisir tersebut, dan semua kapten
kapal berkumpul di atas kapal pemimpin yang dinakhodai Cabral pada tanggal 23 April.[47] Cabral
memerintahkan Nicolau Coelho, seorang kapten yang memiliki pengalaman dari pelayaran Vasco
da Gama ke India, untuk turun ke darat dan mengadakan kontak. Coelho lalu menginjakkan kaki di
daratan tersebut dan bertukar cendera mata dengan penduduk asli.[48] Sekembalinya ia ke kapal,
Cabral memimpin armada ke arah utara; setelah menempuh perjalanan sejauh 65 kilometer (40 mi)
di sepanjang pantai, armadanya berlabuh pada tanggal 24 April di tempat yang diberi nama Porto
Seguro ("Pelabuhan Aman") oleh sang panglima.[49] Tempat itu merupakan pelabuhan alam, dan
Afonso Lopes (pandu atau pilot kapal pemimpin) membawa dua orang penduduk asli ke atas kapal
untuk berunding dengan Cabral.[50]
Sebagaimana yang terjadi saat kontak pertama, pertemuan tersebut berlangsung dalam suasana
bersahabat dan Cabral memberikan hadiah-hadiah kepada penduduk setempat itu.[51] Para
penduduk di sana merupakan para pemburu-pengumpul zaman batu, yang diberi label generik
"orang Indian" oleh bangsa Eropa. Kaum prianya mengumpulkan makanan dengan cara berburu,
mengail, dan menelusuri wilayah tertentu untuk mencari bahan pangan, sementara kaum wanitanya
mengelola pertanian skala kecil. Mereka terbagi dalam suku-suku yang saling bersaing dengan
ragam sangat banyak. Suku yang dijumpai Cabral adalah Tupiniquim.[52] Beberapa dari kelompok-
kelompok ini nomaden dan yang lainnya menetap—yang memiliki pengetahuan tentang api tetapi
logam tidak. Terdapat sedikit suku yang mempraktikkan kanibalisme.[53] Pada tanggal 26 April,
karena semakin banyak kaum pribumi yang menunjukkan sikap ramah dan penasaran
menampakkan diri, Cabral memerintahkan orang-orangnya untuk membangun sebuah altar di
daerah pedalaman agar dapat diselenggarakan Misa Kristen—yang pertama dirayakan di atas tanah
yang kelak menjadi Brasil. Ia sendiri turut berpartisipasi bersama dengan para awak kapal.[54]
Hari-hari selanjutnya dihabiskan dengan kegiatan menimbun air, makanan, kayu, dan perbekalan
lainnya. Bangsa Portugis juga membangun sebuah salib besar dari kayu—mungkin panjangnya 7
meter (23 ft). Cabral memastikan bahwa daratan baru ini terletak di sebelah timur garis demarkasi
antara Portugal dan Spanyol yang ditentukan dalam Perjanjian Tordesillas, dengan demikian berada
dalam cakupan yang dialokasikan bagi Portugal. Untuk meresmikan klaim Portugal atas daratan ini,
salib kayu tersebut didirikan dan ibadah religius kedua diselenggarakan pada tanggal 1 Mei.[49]
[55]
 Untuk menghormati salib tersebut, Cabral menamakan daratan yang baru ditemukan ini Ilha de
Vera Cruz (Pulau Salib Sejati).[56] Keesokan harinya sebuah kapal suplai di bawah komando Gaspar
de Lemos[57][58] atau André Gonçalves[59] (sumber-sumber yang dikutip berbeda dalam hal siapa yang
diutus)[60] kembali ke Portugal untuk memberi kabar kepada Raja tentang penemuan ini.

Pelayaran ke India
Tragedi di Afrika selatan
Penggambaran 12 kapal dari 13 kapal yang menjadi bagian dari armada Cabral. Banyak yang hilang
sebagaimana diperlihatkan dalam gambar ini, yang diambil dari Memória das Armadas, ca. 1568.

Armada Cabral melanjutkan pelayarannya pada tanggal 2[61] atau 3[59] Mei 1500 dengan menyusuri
pesisir timur Amerika Selatan. Cabral merasa yakin bahwa ia telah menemukan seluruh benua,
bukan sebuah pulau.[62] Sekitar tanggal 5 Mei, armadanya berbelok ke arah timur menuju Afrika.
[62]
 Pada tanggal 23[62] atau 24[58] Mei mereka dihadang badai di zona tekanan tinggi Atlantik Selatan,
yang mengakibatkan hilangnya empat kapal. Lokasi tepat bencana ini tidak diketahui—spekulasi
berkisar dari dekat Tanjung Harapan di ujung selatan Benua Afrika[62] sampai "dalam jarak pandang
pantai Amerika Selatan".[63] Tiga nau dan satu karavel yang dikomandoi oleh Bartolomeu Dias—
orang Eropa pertama yang sampai di Tanjung Harapan pada tahun 1488—karam, dan 380 orang
hilang.[64]
Kapal-kapal yang tersisa, karena terhalang oleh cuaca buruk dan temberang (tali-temali kapal) yang
rusak, saling terpencar. Satu kapal yang terpisahkan, yang dikomandoi oleh Diogo Dias, bergerak
maju sendirian,[65] sementara enam kapal lainnya berhasil berkumpul kembali. Mereka terkumpul
dalam dua formasi, dan kelompok Cabral berlayar ke timur, melintasi Tanjung Harapan. Setelah
memperbaiki posisi dan mengamati daratan, mereka berbelok ke utara dan mendarat pada suatu
lokasi di Kepulauan Primeiras dan Segundas, di Afrika Timur dan utara Sofala.[65][66] Armada utama
tetap berada di dekat Sofala selama sepuluh hari untuk melakukan perbaikan kapal.[65][67] Ekspedisi
kemudian berlanjut ke utara, dan pada tanggal 26 Mei sampai di Kilwa Kisiwani, tempat Cabral
mengalami kegagalan dalam menegosiasikan suatu perjanjian dengan rajanya.[68]
Dari Kilwa Kisiwani, armada Cabral bertolak menuju Malindi, yang dicapai pada tanggal 2 Agustus.
Cabral berjumpa dengan rajanya, yang dengannya Cabral menjalin hubungan baik dan bertukar
hadiah. Para pandu direkrut di Malindi demi putaran akhir menuju India dan setelah itu armada
melanjutkan pelayarannya. Mereka kemudian sampai di Anjadip, sebuah pulau yang sering
dikunjungi kapal-kapal untuk mendapatkan pasokan dalam perjalanan menuju Kalikut. Di sini kapal-
kapal mereka bersandar di pantai, didempul dan ditambal kembali, serta dicat. Pengaturan akhir
juga dipersiapkan untuk mengantisipasi perjumpaan dengan penguasa Kalikut.[69]

Pembunuhan massal di Kalikut


Setelah meninggalkan Anjadip, armada Cabral tiba di Kalikut pada tanggal 13 September.[70] Cabral
berhasil melakukan negosiasi dengan Zamorin (atau "Samutiri"; gelar penguasa Kalikut) dan
memperoleh izin untuk membangun sebuah faktori (pos perdagangan) dan sebuah gudang.
[71]
 Dengan harapan dapat meningkatkan hubungan lebih jauh, atas permintaan Zamorin, Cabral
mengirim orang-orangnya dalam sejumlah misi militer.[F] Namun, pada tanggal 16[72] atau
17[73] Desember, faktori tersebut mendapat serangan kejutan oleh sekitar 300[72] (menurut laporan
lainnya kemungkinan sebanyak beberapa ribu)[71] orang Muslim Arab dan Hindu India. Meski
dilakukan pertahanan yang tanpa harapan oleh para pemanah dengan busur silang, lebih dari 50
orang Portugis terbunuh.[G][72][74] Mereka yang berhasil bertahan segera mundur ke kapal-kapal,
sebagian di antaranya dengan berenang. Karena mengira bahwa serangan itu disebabkan hasutan
yang tidak benar oleh para pedagang Arab yang cemburu, Cabral menunggu 24 jam untuk
mendapatkan penjelasan dari sang penguasa Kalikut, namun permintaan maaf tidak kunjung
datang.[75]
Orang-orang Portugis yang marah karena serangan terhadap faktori mereka, dan tewasnya rekan-
rekan mereka, merebut 10 kapal dagang Arab yang sedang berlabuh di pelabuhan. Sekitar 600
awak mereka[74] terbunuh dan kargo-kargo yang disita dibakar.[73][76] Cabral juga memerintahkan kapal-
kapalnya untuk membombardir Kalikut selama satu hari sebagai pembalasan atas dilanggarnya
perjanjian.[73][76] Pembunuhan massal tersebut dipersalahkan antara lain karena rasa permusuhan
bangsa Portugis terhadap kaum Muslim, yang telah berkembang selama berabad-abad konflik
dengan bangsa Moor di semenanjung Iberia dan Afrika Utara.[77] Selain itu, bangsa Portugis
berketetapan untuk mendominasi perdagangan rempah-rempah dan tidak bermaksud membiarkan
persaingan berkembang. Bangsa Arab sendiri juga tidak berkeinginan membiarkan bangsa Portugis
mematahkan monopoli mereka atas akses menuju rempah-rempah. Bangsa Portugis telah
mengawali usahanya dengan mendesak untuk diberikan perlakuan istimewa dalam setiap aspek
perdagangan. Surat dari Raja Manuel I yang dibawa oleh Cabral kepada penguasa Kalikut, yang
diterjemahkan oleh para penerjemah Arab dari pihak sang penguasa, meminta pengecualian atas
para pedagang Arab. Para pedagang Muslim meyakini bahwa mereka akan kehilangan kesempatan
berdagang maupun mata pencaharian mereka,[78] dan berupaya untuk mempengaruhi penguasa
Hindu untuk melawan bangsa Portugis. Bangsa Arab dan Portugis saling menaruh rasa curiga yang
sangat besar atas setiap tindakan masing-masing pihak.[79]

Nau (kerakah) adalah satu jenis kapal yang lebih besar dari karavel tetapi lebih kecil dari galiung setelahnya.
Semua itu digunakan dalam pelayaran-pelayaran Christopher Columbus, Vasco da Gama, dan Cabral.[80]
Sejarawan William Greenlee mengatakan kalau bangsa Portugis menyadari bahwa "mereka sedikit
jumlahnya dan bahwa mereka yang datang ke India dengan armada-armadanya di kemudian hari
akan selalu berada dalam posisi kalah secara jumlah; sehingga pengkhianatan ini perlu dihukum
dengan cara yang sedemikian tegas agar bangsa Portugis ditakuti dan dihormati di kemudian hari.
Keunggulan artileri merekalah yang memungkinkan mereka untuk mencapai tujuan ini." Dengan
demikian, mereka menciptakan suatu preseden yang membentuk perilaku Eropa di Asia selama
abad-abad berikutnya.[81]

Kembali ke Eropa
Peringatan-peringatan dalam laporan perjalanan Vasco da Gama ke India telah mendorong Raja
Manuel I untuk memberikan pengarahan kepada Cabral mengenai pelabuhan lain di bagian selatan
Kalikut yang juga memungkinkannya berdagang. Kota itu adalah Kochi, dan armada Cabral berlayar
menuju ke sana, mencapainya pada tanggal 24 Desember.[82] Kochi secara nominal adalah
suatu vasal dari Kalikut, serta dipengaruhi oleh kota-kota India lainnya. Kochi sangat ingin
memperoleh kemerdekaan, dan bangsa Portugis tidak segan untuk mengeksploitasi keterpecahan
India—sebagaimana kelak dilakukan Britania tiga ratus tahun kemudian. Taktik itu nantinya
memastikan hegemoni Portugis atas wilayah tersebut.[82] Cabral menjalin aliansi dengan penguasa
Kochi, serta dengan para penguasa kota-kota India lainnya, dan berhasil mendirikan sebuah faktori.
Pada akhirnya, setelah sarat dengan rempah-rempah berharga, armadanya pergi
menuju Kannur untuk perdagangan lebih lanjut sebelum memulai perjalanannya kembali ke Portugal
pada tanggal 16 Januari 1501.[83]
Ekspedisi Cabral bertolak menuju pantai timur Afrika. Kemudian salah satu kapalnya terdampar di
suatu gosong pasir dan mulai tenggelam. Karena tidak ada ruang lagi di kapal-kapal yang lain,
muatannya jadi hilang dan Cabral memerintahkan agar kerakah tersebut dibakar.[84] Armada itu lalu
melanjutkan perjalanan ke Pulau Mozambik (sisi timur laut Sofala), dalam rangka memuat
perbekalan dan mempersiapkan kapal-kapal untuk melewati pelintasan sulit di sekitar Tanjung
Harapan.[85] Satu karavel diutus ke Sofala, untuk tujuan lainnya dari ekspedisi ini. Karavel kedua,
yang dianggap sebagai kapal tercepat dalam armada dan dikapteni oleh Nicolau Coelho, diutus
untuk maju di depan demi memberitahukan Raja atas kesuksesan pelayaran ini. Kapal ketiga, yang
dikomandoi oleh Pedro de Ataíde, menjadi terpisah dari armada setelah meninggalkan Mozambik.[85]
Pada tanggal 22 Mei, armada Cabral—sekarang telah berkurang hingga tinggal dua kapal—
mengitari Tanjung Harapan.[86] Mereka tiba di Beseguiche (sekarang Dakar, letaknya dekat Tanjung
Verde) pada tanggal 2 Juni. Di sana mereka tidak hanya berjumpa dengan karavel Nicolau Coelho
tetapi juga nau yang dikapteni oleh Diogo Dias—yang telah hilang lebih dari setahun setelah
bencana di Atlantik Selatan. Nau tersebut telah melewati sejumlah petualangannya sendiri,[H] serta
saat itu berada dalam kondisi buruk dengan hanya tersisa tujuh orang sakit dan kurang gizi di atas
kapal—salah seorang dari mereka sedemikian lemah sehingga ia meninggal karena bahagia ketika
melihat kembali rekan-rekannya.[87] Armada lain Portugis juga ditemukan sedang berlabuh di
Beseguiche. Setelah Manuel I diberitahu mengenai ditemukannya daratan yang sekarang disebut
Brasil, ia mengutus armada lain yang lebih kecil untuk mengeksplorasinya. Salah seorang navigator
armada tersebut yaitu Amerigo Vespucci (yang darinya Benua Amerika kelak dinamakan), yang
memberitahu Cabral tentang eksplorasinya, mengonfirmasikan bahwa ia memang telah melakukan
pendaratan di atas suatu benua sepenuhnya dan bukan sekadar suatu pulau.[88]
Karavel Nicolau Coelho adalah yang pertama berangkat dari Beseguiche dan tiba di Portugal pada
tanggal 23 Juni.[89] Cabral tinggal di belakang, menunggu kapal Pedro de Ataíde yang hilang dan
karavel yang diutus ke Sofala. Akhirnya kedua kapal yang dinanti menampakkan diri, dan Cabral
tiba di Portugal pada tanggal 21 Juli 1501 sementara kapal-kapal yang lain tiba pada hari-hari
berikutnya.[90] Dari semua kapal dalam ekspedisi Cabral, dua kapal kembali tanpa muatan, lima kapal
bermuatan penuh, dan enam kapal hilang. Meski demikian, kargo-kargo yang diangkut oleh
armadanya menghasilkan keuntungan hingga 800% bagi Kerajaan Portugis.[91] Setelah dilakukan
penjualan, hasil-hasilnya menutup pengeluaran yang dihabiskan dalam memperlengkapi armada,
menutup kerugian karena kapal-kapal yang hilang, dan menghasilkan keuntungan bersih yang
melebihi total biaya-biaya tersebut.[92] "Tanpa gentar oleh kerugian-kerugian yang belum pernah
terjadi sebelumnya yang telah ia alami," kata sejarawan James McClymont, ketika Cabral "mencapai
pantai Afrika Timur, mendesak maju demi pemenuhan tugas yang telah dibebankan kepadanya
serta mampu menginspirasi para perwira dan orang-orang yang bertahan hidup dengan keberanian
serupa."[86] "Hanya sedikit pelayaran menuju Brasil dan India yang dieksekusi dengan sedemikian
baik sebagaimana pelayaran Cabral," tegas sejarawan Bailey Diffie,[93] yang meletakkan jalan
menuju segera dimulainya "suatu imperium maritim Portugis dari Afrika hingga Timur jauh," dan
akhirnya suatu "imperium daratan di Brasil".[61]

Kehidupan selanjutnya dan wafatnya

Makam Cabral di Santarém, Portugal.

Sekembalinya Cabral ke Portugal, Raja Manuel I mulai merencanakan armada lain untuk melakukan
perjalanan ke India dan untuk membalas kerugian Portugis di Kalikut. Cabrel terpilih untuk
mengomandoi "Armada Pembalasan" ini, sebagaimana armada tersebut dijuluki. Selama delapan
bulan Cabral mempersiapkan segala sesuatunya,[94] namun karena alasan yang masih belum jelas,
ia dibebastugaskan dari komando.[95] Tampaknya terdapat usulan untuk memberikan navigator
lainnya, Vicente Sodré, komando independen atas salah satu bagian dari armada, dan Cabral
sangat menentang hal ini.[96] Entah ia diberhentikan[97] atau mengajukan diri untuk dibebastugaskan
dari komando,[98] kenyataannya ketika armada tersebut diberangkatkan pada bulan Maret 1502,
komandannya adalah Vasco da Gama—seorang keponakan Vicente Sodré dari ibunya—dan bukan
Cabral.[99] Diketahui bahwa permusuhan telah berkembang antara suatu faksi pendukung da Gama
dan faksi lainnya pendukung Cabral. Pada suatu ketika, Cabral meninggalkan istana untuk
selamanya.[94] Sang Raja sedemikian kesal dengan perseteruan itu sampai-sampai menyinggung hal
itu di hadapannya dapat berakibat pada pengasingan, sebagaimana dialami oleh salah seorang
pendukung da Gama.[100]
Meskipun telah kehilangan keberpihakan Manuel I,[95][101] Cabral mampu mengikatkan diri dalam suatu
perkawinan yang patut disyukuri pada tahun 1503[100][102] dengan Dona (Lady) Isabel de Castro,
seorang wanita bangsawan kaya dan keturunan dari Raja Dom Fernando I dari Portugal.[100] Ibunya
merupakan saudari dari Afonso de Albuquerque, salah seorang pemimpin militer terbesar Portugis
sepanjang Abad Penjelajahan.[103] Pasangan tersebut memiliki setidaknya empat anak: dua orang
putra (Fernão Álvares Cabral dan António Cabral) dan dua orang putri (Catarina de Castro dan
Guiomar de Castro).[104] Terdapat dua orang putri lainnya bernama Isabel dan Leonor berdasarkan
sumber-sumber lain, yang juga menyebutkan kalau Guiomar, Isabel, dan Leonor bergabung
dengan tarekat-tarekat religius.[105] Afonso de Albuquerque berupaya untuk menjadi penengah bagi
Cabral dan pada 2 Desember 1514 meminta Manual I agar memaafkannya serta mengizinkannya
kembali ke istana, tetapi tidak berhasil.[106]
Karena menderita demam kambuhan dan semacam tremor (kemungkinan malaria) sejak
pelayarannya,[107] Cabral menarik diri ke Santarém pada tahun 1509. Ia menghabiskan sisa hidupnya
di sana.[12][101] Hanya informasi samar yang tersedia mengenai aktivitasnya selama masa tersebut.
Menurut sepucuk surat kerajaan tertanggal 17 Desember 1509, Cabral terlibat dalam sengketa atas
suatu transaksi terkait properti yang adalah miliknya.[100][108] Surat lain dari tahun yang sama
melaporkan kalau ia menerima hak istimewa tertentu, yang tidak dideskripsikan di dalam surat
tersebut, berkenaan dengan suatu pelayanan militer.[16][100] Pada tahun 1518, atau mungkin
sebelumnya, ia dinaikkan dari fidalgo menjadi ksatria dalam Dewan Raja dan berhak mendapatkan
tunjangan bulanan 2.437 reais.[109] Tunjangan itu di luar tunjangan tahunan yang diberikan
kepadanya sejak tahun 1497, dan masih dibayarkan.[16] Cabral wafat karena sebab yang tidak jelas,
kemungkinan besar pada tahun 1520. Ia dimakamkan di kapela São João Evangelista
dalam Convento da Graça di Santarém.[110]

Peninggalan
Rehabilitasi anumerta

Planisfer Cantino, 1502, salah satu peta yang masih terlestarikan yang memperlihatkan eksplorasi Pedro
Álvares Cabral ke Brasil. Garis Tordesillas juga tergambarkan.

Pemukiman permanen Portugis yang pertama di daratan yang kelak menjadi Brasil adalah São
Vicente, yang didirikan oleh Martim Afonso de Sousa pada tahun 1532. Seiring berjalannya waktu,
bangsa Portugis perlahan-lahan memperluas perbatasan mereka ke arah barat, menaklukkan lebih
banyak daerah dari penduduk asli Amerika maupun bangsa Spanyol. Brasil telah mengamankan
sebagian besar perbatasannya yang sekarang pada tahun 1750 dan dipandang oleh Portugal
sebagai bagian paling penting dari Imperium maritimnya yang sangat luas. Pada tanggal 7
September 1822, pewaris takhta Raja Portugis Dom João VI memproklamirkan kemerdekaan
Brasil dari Portugal dan, sebagai Dom Pedro I, menjadi Kaisar pertamanya.[111][112]
Penemuan Cabral, dan bahkan kuburnya di tanah kelahirannya, nyaris terlupakan sama sekali
selama rentang waktu 300 tahun sejak ekspedisinya.[111][112] Hal ini mulai berubah sejak tahun 1840-an
sewaktu Kaisar Dom Pedro II, penerus dan putra dari Pedro I, mensponsori penelitian dan publikasi
terkait ekspedisi dan kehidupan Cabral melalui Institut Sejarah dan Geografi Brasil. Ini merupakan
bagian rencana besar yang ambisius dari Kaisar untuk memupuk dan memperkuat suatu rasa
nasionalisme di kalangan warga Brasil yang beraneka ragam—memberikan mereka suatu identitas
umum dan sejarah sebagai penduduk dari suatu imperium berbahasa Portugis yang unik, yang
dikelilingi oleh berbagai Republik Amerika-Hispanik.[113] Kebangkitan awal dalam minat akan Cabral
diakibatkan oleh penemuan kembali makamnya pada tahun 1839 oleh sejarawan Brasil Francisco
Adolfo de Varnhagen (kelak menjadi Visconde Porto Seguro).[107][114] Situasi yang benar-benar
terabaikan yang di dalamnya ditemukan makam Cabral nyaris menyebabkan krisis diplomatik antara
Brasil dan Portugal—yang terakhir disebutkan diperintah oleh saudari tertua Pedro II, yaitu Maria II.
[115]

Pada tahun 1871, Kaisar Brasil—dalam suatu perjalanan ke Eropa—mengunjungi kuburan Cabral
dan mengajukan permintaan untuk melakukan penggalian demi studi ilmiah, yang terlaksana pada
tahun 1882.[114] Saat penggalian kedua pada tahun 1896, sebuah guci berisi fragmen tulang dan
tanah diizinkan untuk dipindahkan. Meskipun jenazahnya masih terbaring di Portugal, guci tersebut
akhirnya dibawa ke Katedral Rio de Janeiro di Brasil pada tanggal 30 Desember 1903.[114] Sejak itu
Cabral menjadi seorang pahlawan nasional di Brasil.[116] Namun, di Portugal, ia banyak dibayang-
bayangi oleh Vasco da Gama rivalnya.[117][118] Sejarawan William Greenlee berpendapat bahwa
eksplorasi Cabral adalah penting "bukan hanya karena posisinya dalam sejarah geografi tetapi
karena pengaruhnya pada sejarah dan perekonomian periode tersebut." Walaupun ia mengakui
kalau beberapa pelayaran memiliki "arti penting yang lebih besar bagi generasi mendatang", ia juga
mengatakan kalau "beberapa kurang dihargai pada masa mereka".[119] Namun demikian, sejarawan
James McClymont menegaskan bahwa "posisi Cabral dalam sejarah penjelajahan dan penaklukan
Portugis tidak dapat dihapuskan terlepas dari supremasi orang-orang yang lebih besar atau lebih
beruntung."[120] Ia menyimpulkan bahwa Cabral "akan selalu dikenang dalam sejarah sebagai sang
pemimpin, jika bukan sang penemu pertama Brasil".[120]

Hipotesis penemuan terencana

Monumen bagi Cabral di Lisboa.


Monumen bagi Cabral di Brasil.

Terdapat suatu kontroversi di kalangan akademisi selama lebih dari satu abad berkenaan apakah
penemuan Cabral merupakan kebetulan atau intensional. Apabila yang terakhir, itu berarti bahwa
bangsa Portugis telah memiliki setidaknya sejumlah petunjuk mengenai keberadaan suatu daratan
di sisi barat negerinya. Isu ini pertama kali diangkat oleh Kaisar Pedro II pada tahun 1854 dalam
suatu sesi Institut Sejarah dan Geografi Brasil, ketika ia bertanya apakah penemuan itu mungkin
intensional.[121]
Sampai konferensi tahun 1854, presumsi yang tersebar luas adalah bahwa penemuan itu terjadi
karena kebetulan. Karya-karya awal tentang subjek tersebut mendukung pandangan ini,
misalnya História do Descobrimento e Conquista da Índia (Sejarah Penjelajahan dan Penaklukan
India, diterbitkan pada tahun 1541) karya Fernão Lopes de Castanheda, Décadas da Ásia (Dekade-
Dekade Asia, 1552) karya João de Barros, Crônicas do Felicíssimo Rei D. Manuel (Kronik dari D.
Manuel yang paling mujur, 1558) karya Damião de Góis, Lendas da Índia (Legenda India, 1561)
karya Gaspar Correia,[122] História do Brasil (Sejarah Brasil, 1627) karya frater Vicente do Salvador,
dan História da América Portuguesa (Sejarah Amerika Portugis, 1730) karya Sebastião da Rocha
Pita.[123]
Karya pertama yang membela gagasan intensionalitas diterbitkan pada tahun 1854 oleh Joaquim
Noberto de Sousa e Silva, setelah Pedro II membuka perdebatan.[124] Sejak saat itu, sejumlah
akademisi menganut pandangan tersebut, termasuk Francisco Adolfo de Varnhagen,[115] Capistrano
de Abreu,[115] Pedro Calmon,[125] Fábio Ramos,[126] dan Mário Barata.[127] Sejarawan Hélio Vianna
menegaskan bahwa "kendati terdapat tanda-tanda intensionalitas" dalam penemuan Cabral, yang
"utamanya didasarkan pada pengetahuan atau kecurigaan sebelumnya atas keberadaan daratan di
tepi Atlantik Selatan", tidak terdapat bukti yang tak terbantahkan untuk mendukungnya.[128] Opini ini
juga dipegang oleh Thomas Skidmore.[129] Perdebatan mengenai apakah ekspedisi Cabral
merupakan suatu pelayaran terencana yang berakhir pada penemuan atau bukan dipandang "tidak
relevan" oleh sejarawan Charles R. Boxer.[53] Sejarawan Anthony Smith menyimpulkan bahwa
argumentasi-argumentasi yang saling bertentangan itu mungkin tidak akan pernah terselesaikan.[130]

Para pendahulu
Peta Juan de la Cosa, bertarikh tahun 1500, menyebutkan tentang perjalanan Vicente Yáñez Pinzón menuju
Brasil utara.

Cabral bukan orang Eropa pertama yang "tersandung" di area Brasil masa kini, belum lagi bagian-
bagian lain dari Amerika Selatan. Koin-koin Romawi telah ditemukan di Venezuela masa kini, sisi
barat laut Brasil, diperkirakan berasal dari kapal-kapal yang hanyut karena badai pada zaman kuno.
[131]
 Orang Nordik pernah sampai di Amerika Utara dan bahkan mendirikan pemukiman-pemukiman,
kendati ini berakhir dengan kegagalan pada suatu waktu sebelum akhir abad ke-15.[131] Christopher
Columbus, dalam pelayarannya yang ketiga menuju Dunia Baru pada tahun 1498, menyusuri bagian
dari daerah yang kelak menjadi Venezuela.[127]
Dalam kasus Brasil, pernah terdapat anggapan bahwa kemungkinan navigator Portugis Duarte
Pacheco Pereira telah melakukan suatu pelayaran ke pesisir Brasil pada tahun 1498. Keyakinan ini
sekarang telah ditolak, dan saat ini dianggap bahwa ia sebenarnya berlayar ke Amerika Utara.
[132]
 Terdapat bukti yang lebih meyakinkan kalau dua orang Spanyol, Vicente Yáñez
Pinzón dan Diego de Lepe, menyusuri pesisir utara Brasil antara bulan Januari dan Maret 1500.
Pinzón bertolak dari daerah yang sekarang dikenal sebagai Fortaleza (ibu kota dari Ceará, salah
satu negara bagian Brasil) menuju muara Sungai Amazon. Di sana ia berjumpa dengan ekspedisi
Spanyol lainnya yang dipimpin oleh Lepe, yang mencapai hingga Sungai Oyapock pada bulan
Maret. Alasan mengapa Cabral diperhitungkan sebagai yang menemukan Brasil, bukan para
penjelajah Spanyol itu, adalah karena kunjungan-kunjungan Pinzón dan Lepe hanya sepintas lalu
dan tidak berdampak lama. Sejarawan Capistrano de Abreu,[133] Francisco Adolfo de Varnhagen,
[134]
 Mário Barata,[135] dan Hélio Vianna[136] sepakat bahwa ekspedisi-ekspedisi Spanyol tidak
mempengaruhi perkembangan dari wilayah yang kelak menjadi satu-satunya negara berbahasa
Portugis di Benua Amerika—dengan suatu masyarakat, budaya, dan sejarah khas yang
membedakannya dari masyarakat-masyarakat Amerika-Hispanik yang mendominasi wilayah
selebihnya benua tersebut.

Gelar dan kehormatan


Kebangsawanan
 Moço fidalgo pada tanggal 30 Juni 1484.
 Fidalgo dalam Dewan Raja pada tahun 1497.
 Ksatria dalam Dewan Raja sekitar tahun 1518.
Tanda kehormatan
 Ksatria Portugis Ordo Kristus dianugerahkan pada tahun 1497.

Lihat pula

Wikimedia Commons memiliki media mengenai Pedro Álvares Cabral.


 Kronologi eksplorasi Eropa di Asia
 Sejarah Brasil
 Sejarah Portugal
 India Portugis
 Garis waktu eksplorasi Eropa

Catatan akhir
1. ^ Selama masa hidupnya, namanya antara lain dieja "Pedro Álveres Cabral", "Pero Álvares
Cabral", "Pedr'Álváres Cabral", "Pedrálvares Cabral", "Pedraluarez Cabral". Artikel ini
menggunakan ejaan yang paling umum. Lihat McClymont 1914, hlm. 1, Tomlinson 1970,
hlm. 22, Calmon 1981, hlm. 44, Capistrano de Abreu 1976, hlm. 25, Greenlee 1995,
hlm. 190.
2. ^ Asal usul yang paling awal dari Imperium Portugis dapat ditelusuri kembali ke naik
takhtanya Raja João I pada tahun 1385 dan perang-perang berikutnya yang ia langsungkan
untuk menaklukkan Afrika Utara, serta pelayaran-pelayaran eksploratif yang dilakukan
Pangeran Henrique sang Navigator. Bagaimanapun, landasan Imperium Portugis diletakkan
secara kukuh dengan klaim yang lebih substansial atas wilayah yang kemudian menjadi
Brasil dan pembentukan suatu konsesi perdagangan di India. Lihat Diffie & Winius 1977,
hlm. 39, 46, 93, 113, 191.
3. ^ "Nama yang digunakan dalam pengangkatannya sebagai panglima armada kapal untuk
India adalah juga Pedralvares de Gouveia." —William Brooks Greenlee dalam Greenlee
1995, hlm. xl.
4. ^ "Menurut suatu tradisi keluarga, Cabraes adalah keturunan dari yang disebut Carano atau
Caranus, raja pertama kaum Makedonia dan keturunan ketujuh dari Herkules. Carano diberi
perintah oleh Orakel Delfi untuk menempatkan metropolis dari kerajaan barunya di tempat di
mana ia akan dipandu oleh kambing-kambing, dan saat ia menyerang Edissa pasukannya
akan mengikuti di belakang sekawanan kambing sebagaimana bangsa Bulgaria
menggunakan sapi di depan mereka ketika merebut Adrianopel. Karenanya sang raja
memilih dua kambing untuk lambangnya dan simbol dua kambing berlatar merah pada suatu
bidang berwarna perak kemudian menjadi lambang keluarga Cabraes. Herodotus tidak
mengetahui apa-apa tentang Carano dan kambing-kambing itu." —James McClymont
dalam McClymont 1914, hlm. 1.
5. ^ "Seseorang yang diyakini sebagai fidalgo yang adalah komandan sebuah benteng di
Belmonte bersama dengan garnisunnya mengalami kelaparan hingga tunduk pada pasukan
yang mengepung. Dua ekor kambing masih hidup di dalam benteng itu. Keduanya dibunuh
atas perintah sang komandan, dipotong menjadi empat dan dilemparkan ke arah musuh;
segera setelahnya dilakukan pengepungan karena sang komandan musuh menganggap
bahwa tidak ada gunanya berusaha untuk membuat kelaparan suatu garnisun yang justru
membuang perbekalannya. Dikisahkan juga bahwa putra sang kepala benteng ditawan serta
dibunuh, dan bahwa tanduk-tanduk serta janggut dari kambing-kambing simbolis tersebut
berwarna hitam sebagai tanda berkabung atas peristiwa itu." —James McClymont
dalam McClymont 1914, hlm. 1–2.
6. ^ "Zamorin memohon bantuan kepada Pedro Alvares Cabral. Yang pertama disebutkan
tertarik pada salah satu dari ketujuh gajah yang dibawa di sebuah kapal milik seorang
pedagang dari Cochin yang melintas di Kalikut. Sebagai tanda persahabatan, Alvares Cabral
diminta untuk merebut kapal itu dan mendapatkan gajah yang membuat mata Zamorin
terpaku. Walaupun Cabral tidak ingin mengambil risiko menyinggung Raja Cochin, ia perlu
maju ke depan untuk memperlihatkan sikap yang baik pada Zamorin. Ia menugaskan dua
bangsawan dan enam puluh tentara dari sebuah kapal (nau) serta memerintahkan mereka
untuk merebut gajah-gajah bersama dengan kapalnya dari pedagang Cochin. Pêro [Pedro]
de Ataíde mengomandoi kapal Portugis yang dimaksudkan untuk mengalahkan kapal
pedagang yang disebutkan di atas yang sangat baik dipersenjatai dengan 300 pejuang di
dalamnya. Pêro de Ataíde menghadapi kapal India itu di dekat Cannanore. Kapal India itu
melepaskan banyak anak panah dan tembakan-tembakan kanon dari persenjataannya ke
arah kapal Portugis tersebut. Kapal Portugis segera menanggapi dengan semua artilerinya.
Sesuai keinginan Zamorin, gajah-gajah yang didambakan dikirim kepadanya oleh Pêro de
Ataíde setelah merebut kapal itu. Peristiwa ini meningkatkan prestise militer Portugis. [...]
Selain itu, Pêro de Ataíde menghancurkan empat kapal kaum Muslim di Canannore dan
beberapa paraus. Di lain hari, lima kapal diusir oleh Pêro de Ataíde. Karena prestise
Angkatan Laut Portugis kian meningkat dari hari ke hari, Zamorin sendiri mulai takut kalau
Portugis akan menghancurkan kerajaan Kalikut. [...] Akibatnya Zamorin mengizinkan kaum
Muslim untuk menyerang faktori Portugis di Kalikut, yang menyebabkan tewasnya Aires
Correa dan seperlima orang Portugis di faktori tersebut." —K. K. N. Kurup dalam Kurup 1997,
hlm. 10.
7. ^ Sumber-sumber lain menyajikan angka bervariasi antara 20 dan 70 orang Portugis yang
terluka ataupun terbunuh. Lihat Greenlee 1995, hlm. xxiii.

8. ^ Setelah terpaksa menjalani suatu rute yang terlalu jauh ke arah timur, Dias menjadi orang
Eropa pertama yang melihat pulau Madagaskar. Ia menjalin persahabatan dengan para
penduduk aslinya dan berlayar kembali ke pantai Afrika. Upaya-upaya Dias selanjutnya untuk
menemukan armada utama berakhir dengan pelayaran yang keliru melintasi Tanjung
Guardafui dan masuk ke dalam Teluk Aden, perairan yang belum pernah dilayari oleh kapal-
kapal Portugis. Karena terperangkap oleh angin yang berlawanan, Dias menghabiskan
bulan-bulan yang menyiksa di daerah itu, didera oleh badai-badai, diserang oleh para bajak
laut, dan akhirnya kandas di pantai Eritrea, dalam upaya sia-sianya mencari air dan makanan
bagi para awaknya yang semakin banyak yang sekarat. Dias, dengan jumlah awaknya yang
terus berkurang, akhirnya berhasil melakukan pelayaran yang sulit ke arah selatan menyusuri
pesisir timur Afrika, mengelilingi Tanduknya dan kembali ke Afrika barat laut, tempat mereka
bertemu kembali dengan armada Cabral setelah terpisah lebih dari satu tahun.
Lihat Greenlee 1995, hlm. xxi, xxix, Bueno 1998, hlm. 118, 120, McClymont 1914, hlm. 23–
24.

Anda mungkin juga menyukai