I
PENDAHULUAN
2.1 Pengertian
Paradigma adalah suatu cara dalam mempersepsikan atau memandang sesuatu.
Paradigma menjelaskan sesuatu dalam memahami suatu tingkah laku. Paradigma
memberikan dasar dalam melihat, memandang, memberi makna, menyikapi dan memilih
tindakan terhadap berbagai fenomena yang ada dalam keperawatan. (Adam Smith, 1975, cit
Gaffar, 1997)
Keperawatan merupakan suatu bentuk pelayanan yang profesional, yang merupakan
bagian integral dari pelayanan kesehatan berdasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan,
dengan bentuk pelayanan mencakup biopsikososio-spiritual yang ditujukan kepada individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat baik sehat maupun sakit dalam siklus kehidupan
manusia. (Lokakarya Keperawatan Nasional (1983))
Paradigma keperawatan adalah suatu cara pandang yang mendasar atau cara kita
melihat, memikirkan, memberi makna, menyikapi dan memilih tindakan terhadap fenomena
yang ada dalam keperawatan, (La Ode Jumadi, 1999 : 38).
Manusia sebagai makhluk holistik memiliki makna bahwa manusia adalah makhluk yang
utuh atau menyeluruh yang terdiri atas unsur biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Teori
holistik menjelaskan bahwa semua organisme hidup saling berinteraksi. Adanya gangguan
pada salah satu bagian akan mempengaruhi bagian yang lain.
Saat mempelajari salah satu bagian manusia, perawat harus mempertimbangkan keterkaitan
bagian tersebut dengan bagian yang lain. Selain itu, perawat juga harus mempertimbangkan
interaksi individu dengan lingkungan eksternalnya.
manusia terdiri atas:
1. Unsur biologis
2. Unsur psikologis
Manusia perlu hidup bersama orang lain dan bekerja sama untuk memenuhi
kebutuhan dan tuntutan hidupnya
Dalam sistem sosial, pandangn individu, kelompok dan masyarakat dipengaruhi oleh
kebudayaan
Manusia dipengaruhi oleh lingkungan sosial dan beradaptasi dengan lingkungan
tersebut
Dalam sistem sosial, manusia dituntut untuk bertingka laku sesuai dengan harapan
dan norma yang berlaku di masyarakat
4. Unsur spiritual
Manusia mempunyai keyakinan atau mengakui adanya Tuhan Yang Maha Esa
Manusia memiliki pandangan hidup
Manusia mempunyai semangat hidup yang sejalan dengan keyakinan yang dianutnya
(sumber: buku ajar kebutuhan dasar manusia,teori & Aplikasi praktik)
Pada psikologi Humanistik, manusia menentukan cinta, kreativitas, dan pertumbuhan pribadi
yang ada dalam dirinya. Psikologi Humanistik mengambil banyak dari psikoanalisis Neo-
Freudian, tetapi lebih banyak mengambil dari fenomologi dan eksistensialisme.
Fenomenologi memandang manusia hidup dalam ”dunia kehidupan” yang dipresepsi dan
diinterpretasi secara subyektif. Setiap orang mengalami dunia dengan caranya sendiri.
Menusut Alferd Schutz, pengalaman subjektif ini dikomunikasikan oleh faktor sosial dalam
proses intersubjektivitas. Intersubjektivitas diungkapkan pada eksistensialisme dalam tema
dialog, pertemuan, hubungan diri-dengan-orang lain, atau apa yang disebut Martin Buber ”I-
thou Relationship”. Istilah ini menunjukan hubungan pribadi dengan pribadi, bukan pribadi
dengan benda; subjek dengan subjek, bukan subjek dengan objek.
Perhatian pada makna kehidupan adalah juga hal yang membedakan psikologi humanistik
dari mazhab yang lain. Manusia bukan saja pelakon dalam panggung masyarakat, bukan saja
pencari identitas, tetapi juga pencari makna.
1. Setiap manusia hidup dalam dua pengalaman yang bersifat pribad dimana dia – sang
Aku, Ku, atau diriku (the I, me, or myself) – menjadi pusat.
2. Manusia berperilaku untuk mempertahankan, meningkatkan dan mengaktualisasikan
diri.
3. Individu bereaksi pada situasi sesuai dengan persepsi tentang dirinya dan dunianya.
4. Adnggapan adanya ancapan terhadap diri akan diikuti oleh pertahanan diri.
5. Kecenderngan batiniah manusia ialah menuju kesehatan dan keutuhan diri.
Sebagai objek material, keperawatan memiliki bahasan yang disusun secara sistematis dan
menggunakan metode ilmiah dimana asuhan keperawatan pada manusia ditunjukan kepada
bagian yang tidak dapat berfungsi secara sempurna yang berkaitan dengan kondisi kesehatn
itu sendiri dan manusia sebagai mahluk yang utuh dan unik.
Keperawatan dikatakan sebagai ilmu karena keperawatan memilki landasan ilmu
pengetahuan yang ilmiah yaitu scientific nursing karena ilmu pengetahuan dan teknologi
keperawatan selalu berkembang.
Contoh:
Pada perkembangannya, ilmu keperwatan selalu mengikuti perkembangan ilmu lain.
Mengingat ilmlu keperawatan merupakan ilmu terapan yang selalau berubah menurut
tunutnan zaman. Sebagi ilmu yang mulai berkembang ilmu keperawatan, banyak
mendapakatkan tekanan diantaranya tekanan dari luar dan tekanan dari dalam, sebagi contoh,
tekanan dari luar yang berpengaruh pada perkembangan ilmu keperawatan adalah adanya
tuntunan kebutuhan masayrakat dan industri kesehatan dan tekanan dari dalam yaitu masalah
keperawatan yang secara terus menrus ada dan selalu memerluakan jawaban.
Prosesnya adalah dengan meraba dan menghayati berbagai perasaan yang berkembang
dalam diri seperti sedih, gembira, kecewa, bangga, terharu dan sebagainya. Mengenali
perasaan sendiri merupakan bagian dari tuntutan kecerdasan emosi. Orang yang mengenali
perasaan diri, biasanya mampu mengendalikan emosinya, sehingga ia tidak melakukan
tindakan gegabah saat mendapati kenyataan di luar dirinya yang berbeda dengan
keinginannya.
kedua, sediakan waktu menyendiri untuk berpikir apa yang telah terjadi.
Ini sebenarnya termasuk proses pengenalan dan pengendalian emosi. Karena biasanya orang
sulit mempunyai gambaran jernih terhadap suatu persoalan dalam kondisi emosi yang
bermacam-macam. Pasangan suami isteri umumnya merasa lebih empati satu sama lain
ketika mereka sendirian dan memikirkan pasangan mereka. Rasa bersalah biasanya muncul
saat mengemudikan mobil seorang diri ke tempat kerja, di masjid saat tafakkur, menjelang
tidur, saat shalat malam dan sebagainya. Dalam waktu-waktu tersebut, seseorang
mempunyai waktu untuk memikirkan kembali berbagai masalah yang ia alami. Selanjutnya,
memulai yang lebih baik dengan memperbaiki terlebih dulu dirinya, sebelum menuntut
orang lain berlaku baik kepadanya.
Empati adalah ketika kita dapat merasakan, apa yang orang lain rasakan dan juga dapat
melihat masalah dari sudut pandang mereka. Masukilah dunia mereka dan cobalah
memandang masalah dari sisi tersebut. Dengan demikian, pihak lain tidak saja hanya
merasa dimengerti tapi ia merasa lebih disukai. Dalam hal ini, Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah
Kita lebih mudah merasa empati, memahami perasaan orang lain dan menempatkan diri
dalam keadaan orang lain, kalau kita dapat mendengar apa yang dialami orang tersebut.
Tidak hanya kemampuan mendengarkan secara seksama, tapi juga membaca isyarat-isyarat
non verbal. Sebab, seringkali bahasa tubuh dan tekanan suara lebih efektif menggambarkan
perasaan ketimbang kata-kata. Orang tua misalnya, harus mampu meningkatkan
kemampuan "mendengarkan" suara hati anak-anaknya. Anak-anak pun harus belajar
"mendengarkan" lingkungannya, agar ia bisa terampil dalam kehidupan sosial. Anjuran
mendengarkan berarti mengajak kita membuka pintu komunikasi dengan berbagai obyek.
Informasi yang diterima dari banyaknya komunikasi itulah yang akan menjadikan kita bisa
memahami dan mengerti.
Misalnya, saat kita melihat seorang tunanetra di tengah keramaian, nyatakan dalam hati
betapa sulitnya orang itu memenuhi kebutuhannya. Langkah ini biasanya berlanjut dengan
kesanggupan menempatkan diri dalam keadaan orang lain. Ketika mendapati anak-anak
yang mengamen di jalanan hingga larut malam, misalnya. Katakanlah pada diri sendiri,
bagaimana jika mereka itu adalah anak-anak kita. Jika menyaksikan himpitan rumah gubuk
di pinggiran rel kereta, bayangkanlah bila keadaan itu dialami oleh keluarga kita. Dan
seterusnya. Setiap muslim harus memiliki sikap seperti ini. Rasulullah saw bersabda,
"Barangsiapa yang tidak peduli dengan nasib urusan kaum muslimin maka ia tidak termasuk
golongan kaum muslimin, " (HR Thabrani).
Di sekitar kita, banyak peristiwa yang bisa menyulut gejolak emosi. Di rumah, seorang
suami bisa saja menemui segala macam hal yang berantakan. Seorang istri mendapati
suaminya tak banyak memberi nafkah. Di jalanan seorang sopir bisa menemui banyak
peristiwa yang memanaskan. Dalam segala kondisi, berupaya mengendalikan emosi
merupakan perjuangan berat, tapi itu perlu.
Rasulullah adalah pribadi yang sangat lembut dan empati terhadap isterinya. Saat Aisyah ra
jatuh sakit akibat beredarnya kabar bohong (haditsul ifki) yang menuduhnya berselingkuh,
Rasulullah saw menyempatkan diri menjenguk Aisyah di rumah orang tuanya, Abu Bakar
ra. Di sana Rasul menenangkan Aisyah. Sementara itu, Utsman ra lebih dulu merawat
isterinya Ruqayyah yang jatuh sakit, meski saat itu ia sangat menggebu untuk terlibat di
medan jihad.
Komponen ini memandang bahwa keperawatan itu bahwa bentuk pelayanan yang diberikan
pada manusia dalam rentang sehat sakit.
1. Perkembangan
Status kesehatan dapat dipengaruhi oleh faktor perkembangan yang mempuyai arti bahwa
perubahan status kesehatan dapat ditentukan oleh faktor usia.
Hal ini dapat juga mempengaruhi proses perubahan bahan status kesehatan seseorang karena
akan mempengaruhi pemikiran atau keyakinan sehingga dapat menimbulkan perubahan
dalam perilaku kesehatan.
Hal ini dapat mempegaruhi perubahan status kesehatan,dapat diketahiu jika ada pengalaman
kesehatan yang tidak diinginkan atau pengalamam kesehatan yang buruk sehingga
berdampak besar dalam status kesehatan selanjutya.
Harapan merupakan salah satu bagian yang penting dalam meningkatkan perubahan status
kesehatan kearah yang optimal.
5. Keturunan
6. Lingkungan
7. Pelayanan
Pelayanan dapat berupa tempat pelayanan atau sistem pelayanan yang dapat mempengaruhi
status kesehatan
Rentang sakit
Rentang ini dimulai dari keadaan setengah sakit, sakit, sakit kronis dan kematian.
1. Tahap gejala
Merupakan tahap awal seseorang mengalami proses sakit dengan ditandai adanya perasaan
tidak nyaman terhadap dirinya karena timbulnya suatu gejala.
Pada tahap inin seseorang akan melakukan interpretasi terhadap sakit yang di alaminya dan
akan merasakan keraguan pada kelainan atau gangguan yang di rasakan pada tubuhnya.
Tahap ini seorang mengadakan hubungan dengan pelayanan kesehatan dengan meminta
nasehat dari profesi kesehatan.
4. Tahap penyembuhan
Tahap ini merupakan tahapan terakhir menuju proses kembalinya kemampuan untuk
beradaptasi,di mana srsrorang akan melakukan proses belajar untuk melepaskan perannya
selama sakit dan kembali berperan seperti sebelum sakit.
1. Faktor Internal
a.Tahap Perkembangan
Artinya status kesehatan dapat ditentukan oleh faktor usia dalam hal ini adalah pertumbuhan
dan perkembangan, dengan demikian setiap rentang usia (bayi-lansia) memiliki pemahaman
dan respon terhadap perubahan kesehatan yang berbeda-beda. Untuk itulah seorang tenaga
kesehatan (perawat) harus mempertimbangkan tingkat pertumbuhan dan perkembangan klien
pada saat melakukan perncanaan tindakan. Contohnya: secara umum seorang anak belum
mampu untuk mengenal keseriusan penyakit sehingga perlu dimotivasi untuk mendapatkan
penanganan atau mengembangkan perilaku pencegahan penyakit..
Keyakinan seseorang terhadap kesehatan terbentuk oleh variabel intelektual yang terdiri dari
pengetahuan tentang berbagai fungsi tubuh dan penyakit , latar belakang pendidikan, dan
pengalaman masa lalu. Kemampuan kognitif akan membentuk cara berfikir seseorang
termasuk kemampuan untuk memehami faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit dan
menggunakan pengetahuan tentang kesehatan untuk menjaga kesehatan sendirinya.
Cara seseorang merasakan fungsi fisiknya akan berakibat pada keyakinan terhadap kesehatan
dan cara melaksanakannya. Contoh, seseorang dengan kondisi jantung yang kronik merasa
bahwa tingkat kesehatan mereka berbeda dengan orang yang tidak pernah mempunyai
masalah kesehatan yang berarti. Akibatnya, keyakinan terhadap kesehatan dan cara
melaksanakan kesehatan pada masing-masing orang cenderung berbeda-beda. Selain itu,
individu yang sudah berhasil sembuh dari penyakit akut yang parah mungkin akan mengubah
keyakinan mereka terhadap kesehatan dan cara mereka melaksanakannya.
Untuk itulah perawat mengkaji tingkat kesehatan klien, baik data subjektif yiatu tentang cara
klien merasakan fungsi fisiknya (tingkat keletihan, sesak napas, atau nyeri), juga data
objektif yang aktual (seperti, tekanan darah, tinggi badan, dan bunyi paru). Informasi ini
memungkinkan perawat merencanakan dan mengimplementasikan perawatan klien secara
lebih berhasil.
e.Spiritual
Aspek spiritual dapat terlihat dari bagaimana seseorang menjalani kehidupannya, mencakup
nilai dan keyakinan yang dilaksanakan, hubungan dengan keluarga atau teman, dan
kemampuan mencari harapan dan arti dalam hidup. Spiritual bertindak sebagai suatu tema
yang terintegrasi dalam kehidupan seseorang. Spiritual seseorang akan mempengaruhi cara
pandangnya terhadap kesehatan dilihat dari perspektif yang luas. Fryback (1992) menemukan
hubungan kesehatan dengan keyakinan terhadap kekuatan yang lebih besar, yang telah
memberikan seseorang keyakinan dan kemampuan untuk mencintai. Kesehatan dipandang
oleh beberapa orang sebagai suatu kemampuan untuk menjalani kehidupan secara utuh.
Pelaksanaan perintah agama merupakan suatu cara seseorang berlatih secara spiritual.
Ada beberapa agama yang melarang penggunaan bentuk tindakan pengobatan tertentu,
sehingga perawat hams memahami dimensi spiritual klien sehingga mereka dapat dilibatkan
secara efektif dalam pelaksanaan asuhan keperawatan.
a.Praktik di Keluarga
Misalnya:
Jika seorang anak bersikap bahwa setiap virus dan penyakit dapat berpotensi mejadi
penyakit berat dan mereka segera mencari pengobatan, maka bisasnya anak tersebut
akan malakukan hal yang sama ketika mereka dewasa.
Klien juga kemungkinan besar akan melakukan tindakan pencegahan jika keluarganya
melakukan hal yang sama. Misal: anak yang selalu diajak orang tuanya untuk
melakukan pemeriksaan kesehatan rutin, maka ketika punya anak dia akan
melakukan hal yang sama.
b.Faktor Sosioekonomi
Faktor sosial dan psikososial dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit dan
mempengaruhi cara seseorang mendefinisikan dan bereaksi terhadap penyakitnya.
Variabel psikososial mencakup: stabilitas perkawinan, gaya hidup, dan lingkungan kerja.
Sesorang biasanya akan mencari dukungan dan persetujuan dari kelompok sosialnya, hal ini
akan mempengaruhi keyakinan kesehatan dan cara pelaksanaannya.
Untuk perawat belum menyadari pola budaya yang berhubungan dengan perilaku dan bahasa
yang digunakan.
Dampak sakit terhadap klien dan keluarga :
Dampak Hospitalisasi
Perawatan anak di rumah sakit tidak hanya menjadi masalah pada anak, tetapi juga
pada orang tua. Brewis (1995 dalam Supartini, 2002) menemukan rasa takut pada
orang tua selama perawatan anak di rumah sakit terutama pada kondisi sakit anak
yang terminal karena takut akan kehilangan anak yang dicintainya dan adanya
perasaan berduka. Stessor lain yang sangat menyebabkan orang tua stres adalah
mendapatkan informasi buruk tentang diagnosis medik anaknya, perawatan yang tidak
direncanakan dan pengalaman perawatan di rumah sakit sebelumnya yang dirasakan
menimbulkan trauma (Supartini (2000) dalam Supartini, 2002)
Menurut Asmadi (2008), hospitalisasi merupakan pengalaman yang mengancam bagi
setiap orang. Penyakit yang diderita akan menyebabkan perubahan perilaku normal
sehingga klien perlu menjalani perawatan (hospitalisasi). Secara umum, menurut
Asmadi (2008), hospitalisasi menimbulkan dampak pada beberapa aspek, yaitu:
1. Privasi
Privasi dapat diartikan sebagai refleksi perasaan nyaman pada diri seseorang dan
bersifat pribadi. Bisa dikatakan, privasi adalah suatu hal yang sifatnya pribadi.
Sewaktu dirawat di rumah sakit, klien kehilangan sebagai privasinya. Kondisi ini
disebabkan oleh beberpa hal :
- Selama dirawat di rumah sakit, klien berulang kali diperiksa oleh petugas
kesehatan (dalam hal ini perawat dan dokter). Bagian tubuh yang biasanya dijaga agar
tidak dilihat, tiba-tiba dilihat fdan disentuh oleh orang lain. Hal ini tentu akan
membuat klien merasa tidak nyaman.
3. Otonomi
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa individu yang sakit da dirawat di
rumah sakit berada dalam posisi ketergantungan. Artinya, ia akan pasrah terhadap
tindakan apapun yang dilakukan oleh petugas kesehatan demi mencapai keadaan
4. Peran
Peran dapat diartikan sebagai seperangkat perilaku yang diharapkan individu sesuai
dengan status sosialnya Jika ia seorang perawat, peran yang diharapkan adalah peran
sebagi perawat bukan sebagai dokter.Selain itu, peran yang dijalani seseorang adalah
sesuai dengan status kesehatannya. Peran yang dijalani sewaktu sehat tentu berbeda
dengan peran yang dijalani saat sakit.Tidak mengherankan jika klien yang dirawat di
rumah sakit mengalami perubahan peran. Perubahan yang terjadi tidak hanya pada
diri pasien, tetapi juga pada keluarga. Perubahan tersebut antara lain :
a. Perubahan peran. Jika salah seorang anggota keluarga sakit, akan terjadi
perubahan pera dalam keluarga. Sebagai contoh, jiak ayah sakit maka peran jepala
keluarga akan digantikan oleh ibu. Tentunya perubahan peran ini mengharuskan
dilaksanakannya tugas tertentu sesuai dengan peran tersebut.
b. Masalah keuangan. Keuangan keluarga akan terpengaruh oleh hospitalisasi.
Keuangan yang sedianya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga
akhirnya digunakan untukj keperluan klien yang dirawat. Akibatnya, keuangan ini
sangat riskan, terutama pada keluarga yang miskin. Dengan semakin mahalnya biaya
kesehatan, beban keuangan keluarga semakin bertambah.
c. Kesepian. Suasana rumah akan berubah jika ada seorang anggota keluarga ytang
dirawat. Keseharian keluarga yang biasanya dihiasi kegembiraan, keceriaan, dan
senda-gurau anggotaanya tiba-iba diliputi oleh kesedihan. Suasana keluarga pun
menjadi sepi karena perhatian keluarga terpusat pada penanganan anggota
keluarganya yang sedang dirawat.
d. Perubahan kebiasan sosial. Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat.
Karenanya, keluarga pun mempunyai kebiasaan dalam lingkungan sosialnya. Sewaktu
seha, keluarga mampu berperan serta dalam kegiata sosial. Akan tetapi, saat salah
seorang anggota keluarga sakit, keterlibatan keluarga dalam aktivitas sosial di
masyarakatpun mengalami perubahan.
Upaya preventif adalah sebuah usaha yang dilakukan individu dalam mencegah terjadinya
sesuatu yang tidak diinginkan. Prevensi secara etimologi berasal dari bahasa latin, pravenire
yang artinya datang sebelum atau antisipasi atau mencegah untuk tidak terjadi sesuatu. Dalam
pengertian yang sangat luas, prevensi diartikan sebagai upaya secara sengaja dilakukan untuk
mencegah terjadinya gangguan, kerusakan, atau kerugian bagi seseorang atau masyarakat
(Notosoedirjo dan Latipun, 2005 : 145 ).
3.1 Kesimpulan
Perawatan merupakan bagian dari sistem pelayanan kesehatan dan salah satu faktor
yang memenuhi tercapainya pembangunan nasional, oleh karena itu tenaga keperawatan
berada ditatanan pelayanan kesehatan terdepan dengan kontak pertama dan terlama dengan
klien, yaitu selama 24 jam perhari dan 7 hari perminggu, maka perawat perlu mengetahui dan
memahami tentang paradigma keperawatan, peran, fungsi dan tanggung jawab sebagai
perawat profesional agar dapat memberikan pelayanan keperawatan yang optimal dalam
memberikan asuhan keperawata pada klien. Perawat harus selalu memperhatikan keadaan
secara individual dari segi bio, psiko, sosial, spiritual dan cultural.
3.2 Saran
Perawat disarankan untuk selalu mengikuti perkembangan ilmu keperawatan,
mengingat ilmu keperawatan merupakan ilmu terapan yang selalu berubah mengikuti
perkembangan zaman dan perawat disarankan untuk bersikap profesional dalam memberikan
perawatan kepada pasien.