Anda di halaman 1dari 3

PIKIRAN RAKYAT – 

Peristiwa terbunuhnya sepasang kekasih, Handi Saputra dan Salsabila, dalam


kecelakaan lalu lintas di Nagreg, Kabupaten Bandung, 8 Desember 2021, menggegerkan publik.
Alasannya, belakangan jenazahnya dibuang di Kali Serayu, Jawa Tengah.

Pelakunya, Kolonel (Inf) Priyanto. Sontak masyarakat menuntut agar pelaku dihukum seberat-beratnya.

Apa yang dilakukan Priyanto melukai rasa kemanusiaan. Tuntutan masyarakat seperti itu kemudian
sejalan dengan keputusan majelis hakim Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta yang memutus perkara
tersebut. Priyanto dihukum penjara seumur hidup dan dipecat dari dinas militer.

Kasus itu jadi menarik karena masalah keadilan di Indonesia masih merupakan persoalan pelik. Sering
terjadi, vonis terhadap terdakwa lebih rendah dari harapan publik.

Dalam kasus pencurian uang rakyat, hal seperti itu sudah beberapa kali terjadi. Pelanggaran berat
diringankan dengan berbagai alasan.

Belakangan yang sedang ramai dibicarakan adalah kasus yang menimpa Ajun Komisaris Besar Raden
Brotoseno.

Dia terbukti menerima suap dalam kasus penyidikan cetak sawah di Kalimantan Barat dan dihukum 5
tahun penjara. Setelah keluar penjara, yang bersangkutan ternyata aktif kembali di lingkungan Polri.
Alasannya, karena majelis etik tidak memecat yang bersangkutan dari Polri.

Pada umumnya, undang-undang atau peraturan memang multitafsir. Pasal-pasal yang tertera di
dalamnya bisa ditafsirkan menurut berbagai kepentingan.

Mestinya nilai keadilan menjadi pegangan utama, tidak boleh dicederai. Namanya juga keadilan, mesti
diberlakukan secara adil tanpa pandang bulu.

Di negeri ini, harapan ke arah sana tampaknya masih jauh. Meski demikian, mesti diperjuangkan terus
tanpa henti, terutama oleh mereka yang memiliki kewenangan.

Penyalahgunaan wewenang juga masih menjadi kontroversi. Sanksi terhadap pelakunya masih sering
mengejutkan publik, karena dipandang tidak sejalan dengan kejahatan yang dilakukannya.Mencoba
membandingkan putusan yang dijatuhkan terhadap Kol. (Inf) Priyanto dan Ajun Komisaris Besar Raden
Brotoseno, meski kasusnya tidak sejenis, masyarakat melihat, upaya menegakkan keadilan jangan
sampai dihambat pasal-pasal undang-undang serta peraturan yang tidak sejalan dengan nilai-nilai
keadilan.

Keadilan mungkin saja bisa dipandang sebagai pertimbangan subjektif. Hakim memiliki hak untuk
berbeda pendapat dengan sesama hakim lainnya. Demikian juga dengan kecenderungan opini publik.

Mestinya nilai keadilan menjadi pegangan utama, tidak boleh dicederai. Namanya juga keadilan,

mesti diberlakukan secara adil tanpa pandang bulu.


Di negeri ini, harapan ke arah sana tampaknya masih jauh. Meski demikian, mesti diperjuangkan terus
tanpa henti, terutama oleh mereka yang memiliki kewenangan.

Baca Juga: Pilpres 2024: Benarkah Indonesia Butuh Figur Kaum Muda seperti Raffi Ahmad?

Penyalahgunaan wewenang juga masih menjadi kontroversi. Sanksi terhadap pelakunya masih sering
mengejutkan publik, karena dipandang tidak sejalan dengan kejahatan yang dilakukannya.

Mencoba membandingkan putusan yang dijatuhkan terhadap Kol. (Inf) Priyanto dan Ajun Komisaris
Besar Raden Brotoseno, meski kasusnya tidak sejenis, masyarakat melihat, upaya menegakkan keadilan
jangan sampai dihambat pasal-pasal undang-undang serta peraturan yang tidak sejalan dengan nilai-nilai
keadilan.

Keadilan mungkin saja bisa dipandang sebagai pertimbangan subjektif. Hakim memiliki hak untuk
berbeda pendapat dengan sesama hakim lainnya. Demikian juga dengan kecenderungan opini publik.

Pasal-pasal hukum menyediakan ruang terjadinya perbedaan tersebut. Sebenarnya, munculnya ragam
pendapat terhadap suatu kasus merupakan hal yang sangat memperkaya. Persepsi siapa pun beroleh
bandingan yang lebih luas cakupan maknanya.

Hal yang kita akui sebagai yurisprudensi berpangkal dari sana. Namun, ada yang sebenarnya lebih patut
dijunjung tinggi, yakni hati nurani. Sejatinya, keadilan berpangkal sari sana.

Cerita klasik bagaimana Nabi Sulaeman berupaya menegakkan keadilan selalu menjadi rujukan yang
masih aktual.

Dua orang ibu menghadap kepadanya memperebutkan seorang anak. Karena keduanya mengajukan
alasan masing-masing, akhirnya Nabi Sulaeman mengambil keputusan anak itu akan dibagi dua.

Ibu yang satu sambil menangis meminta agar hal itu jangan sampai dilakukan. Kepada ibu yang satu
inilah akhirnya Nabi Sulaeman memberikan bayinya.

Pertimbangannya adalah hati nurani. Seorang ibu kandung tidak akan tega membiarkan anaknya
diperlakukan seperti itu.

Dalam ungkapan yang sangat populer, hakim merupakan wakil Tuhan di Bumi dalam upaya menegakkan
keadilan. Tentu keadilan yang seadil-adilnya, bukan keadilan berdasarkan pertimbangan nalar atau
semata membaca pasal-pasal hukum belaka.

Kepatuhan kepada keadilan merupakan satu keharusan. Nilai-nilai keadilan tidak bisa dibeli apalagi
dimanipulasi.

Mungkin para pengadil mesti memiliki indra keenam. Selain membaca, mendengar, dan
mempertimbangkan, ada faktor lain yang juga memegang peranan penting, yakni kearifan.

Para pengadil mesti menyadari betul, dia menempati posisi mulia dalam pandangan masyarakat. Jika
umumnya hakim itu adalah mereka yang telah berusia sepuh, tidak lain karena ada pesan penting yang
harus mereka jadikan pedoman, yakni memutus perkara dengan memanfaatkan kearifannya.Berbekal
kearifan, keputusannya akan disertai pertimbangan yang sangat matang. Kepadanya dibebankan
mandat lain yakni memanfaatkan pengalamannya yang panjang karena keadilan selalu penuh onak duri

Analisis sturktur teks editorial

Struktur Terdapat pada paragraf

Tesis

Argumentasi

Penegasan

Analisis kaidah kebahasaan teks editorial

Kaidah kebahasaan Contoh kutipan kalimat

Kata petunjuk waktu,tempat,peristiwa

Kalimat retoris

Kata populer

Konjungsi kausalitas

Anda mungkin juga menyukai