(2006481650)
HUKMAS PAR C
Ujian Akhir Semester Gasal
Hukum dan Masyarakat
Sumber:
Aditya Yuli Sulistyawan, “Feminist Legal Theory dalam Telaah Paradigma:
Suatu Pemetaan Filsafat Hukum,” Masalah-Masalah Hukum 47 (2018), hlm.
57.
Ramdan Mahatma Rahantan, “Perempuan dan Hukum: Legal Theory Feminist
sebagai Sarana dalam Menciptakan Sistem Hukum yang Bersukma Keadilan,”
https://law.uad.ac.id/perempuan-dan-hukum-legal-theory-feminist-sebagai-
sarana-dalam-menciptakan-sistem-hukum-yang-bersukma-keadilan/, diakses
14 Desember 2020.
(b) Menurut Saudara apakah WA adalah korban pemerkosaan, atau pelaku kejahatan?
Jawab: Apa yang dinilai jahat dapat bersifat amat relatif, suatu perbuatan tidak bisa
dilabeli sebagai sebuah kejahatan tanpa peninjauan yang menyeluruh atas berbagai
fakta berdasarkan rasionalitas. Dalam kasus ini, perbuatan yang diklasifikasikan
sebagai kejahatan adalah aborsi yang dilakukan terdakwa WA. Meskipun putusan
Pengadilan Negeri menyatakan bahwa WA adalag pelaku kejahatan, terdapat
beberapa hal yang membuktikan bahwa aborsi yang dilakukan WA bukanlah sebuah
kejahatan.
Yang pertama, perlu ditekankan fakta bahwa WA berusia di bawah umur (15
tahun) sehingga tanggung jawab dalam keputusannya untuk melakukan aborsi tidak
dapat sepenuhnya dilimpahkan terhadap WA. Kedua, terdapat unsur pemaksa yaitu
ancaman kekerasan fisik dari kakaknya serta ancaman diusir dari rumah oleh ibunya.
WA yang masih berusia 15 tahun tentu belum bisa bertahan hidup sendiri di luar
rumah, sehingga ia tidak memiliki pilihan lain selain melakukan aborsi.
Di sisi lain, sudah menjadi sebuah fakta bahwa WA merupakan seorang korban
pemerkosaan yang dilakukan oleh kakaknya sendiri secara berturut-turut. Seharusnya,
kasus pemerkosaan tersebut diadili dan diselesaikan terlebih dahulu agar WA
mendapatkan haknya yang berupa keadilan sebagai korban pemerkosaan. Dengan
begitu, pengadilan kasus aborsi tersebut dapat diadili dengan seadil-adilnya dengan
mempertimbangkan berbagai fakta hukum.
Sumber:
3
M. Syamsudin, “Keadilan Prosedural dan Substantif dalam Putusan Sengketa Tanah Magersari,” Kajian
Putusan Nomor 74/PDT.G/2009/PN.YK, Universitas Indonesia (2014), hlm. 18.
4
Ibid.
Syamsudin, “Keadilan Prosedural dan Substantif dalam Putusan Sengketa Tanah
Magersari,” Kajian Putusan Nomor 74/PDT.G/2009/PN.YK, Fakultas Hukum
Universitas Indonesia (2014), hlm. 18.
2. Menurut Saudara apakah pengertian soal “anak pelaku kejahatan” harus ditinjau ulang?
Jelaskan.
Jawab: Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Sistem Peradilan Pidana
Anak, terdapat pengertian ‘anak yang berkonflik dengan hukum’ yang dapat disamakan
dengan istilah anak pelaku kejahatan. Undang-undang tersebut menyebutkan bahwa
pengertian ‘anak yang berkonflik dengan hukum’ adalah anak yang berumur 12 (dua
belas) tahunm, tetapi belum berumur 18 (delapan belas tahun) yang diduga melakukan
tindak pidana.5 Pengertian tersebut membutuhkan peninjauan ulang karena bersifat sangat
sempit dan diskriminatif terhadap anak pelaku kejahatan. Dalam pengertian tersebut,
anak yang diduga melakukan kejahatan seakan bertanggung jawab penuh atas tindakan
kejahatan yang dilakukannya, sehingga melanggengkan stigma masyarakat terhadap anak
pelaku kejahatan.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindugan Anak (PPPA)
menjelaskan bahwa anak pelaku kejahatan sebenarnya adalah korban ketidakmampuan
orangtua dalam pengasuhan atau akibat kemiskinan. Selain pengasuhan orangtua, faktor
lain seperti lingkungan tempat tinggal berupa daerah tertinggal, terpencil, serta berada di
perbatasan juga dapat memengaruhi sang anak menjadi pelaku kejahatan. 6 Dapat
disimpulkan bahwa definisi ‘anak pelaku kejahatan’ dapat diperluas sesuai dengan
konteks kenyataan yang ada, bahwa anak pelaku kejahatan juga merupakan korban
berbagai faktor eksternal yang mempengaruhi perilakunya. Dengan begitu, tujuan
keadilan restoratif dan diversi untuk menghilangkan stigma masyarakat terhadap anak
pelaku kejahatan dapat tercapai.
Sumber:
Indonesia, Undang-Undang Ttentang Sistem Peradilan Pidana Anak, UU Nomor
11 Tahun 2012.
5
Indonesia, Undang-Undang Ttentang Sistem Peradilan Pidana Anak, UU Nomor 11 Tahun 2012.
6
Dyah Dwi Astuti, “Anak Pelaku Kejahatan Sebenarnya Korban,”
https://www.antaranews.com/berita/665146/anak-pelaku-kejahatan-sebenarnya-korban, diakses 14 Desember 2020.
Dyah Dwi Astuti, “Anak Pelaku Kejahatan Sebenarnya Korban,”
https://www.antaranews.com/berita/665146/anak-pelaku-kejahatan-sebenarnya-
korban, diakses 14 Desember 2020.
3. Berdasarkan ringkasan kasus di atas, apakah KPPU telah menjalankan fungsi kontrol
sosial yang dimilikinya? Berikanlah argumentasi Saudara dengan mengacu pada konsep-
konsep dasar sosiologi yang telah Saudara pelajari di kelas.
Jawab: Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) merupakan salah satu lembaga
sosial di bidang ekonomi. Pengertian lembaga sosial adalah pola perilaku teratur yang
ajeg atau terstandarisasi, sehingga dalam hal ini KPPU berperan sebagai sebuah institusi
yang mengawasi persaingan usaha dengan standar-standar yang telah ditentukan oleh
masyarakat. Salah satu fungsi lembaga sosial adalah menjalankan kontrol sosial, yakni
segala proses baik yang direncanakan atau tidak, yang bersifat mendidik, mengajak,
bahkan memaksa para warga masyarakat agar mematuhi kaedah atau nilai sosial yang
berlaku. Dalam hal ini, hukum berperan sebagai tool of social engineering, yakni
penggunaan hukum secara sadar untuk mencapai suatu keadaan masyarakat yang
diinginkan melalui perubahan-perubahan.
KPPU sebagai lembaga sosial telah melaksanakan fungsi kontrol sosialnya
dengan memberikan putusan berupa regulasi yang dinilai akan menyelesaikan masalah
kesenjangan persaingan usaha antara Indomaret dan toko pengecer kecil. Kontrol sosial
tersebut bersifat represif, yakni usaha yang bertujuan untuk mengembalikan
keseimbangan yang mengalami suatu gangguan. Gangguan dalam hal ini merupakan
keberadaan waralaba Indomaret yang dinilai membawa kerugian bagi pengecer kecil
karena tidak mampu bersaing dengan kualitas pelayanan dan harga murah yang
ditawarkan Indomaret.
Oleh karena itu, putusan KPPU mengandung sejumlah regulasi yang dinilai bisa
meningkatkan daya saing pengecer kecil. Misalnya, Indomaret tidak boleh mendirikan
toko berdekatan dengan pasar tradisional dan pengecer kecil, Indomaret harus melibatkan
masyarakat setempat dalam usahanya, serta dilakukannya pemberdayaan terhadap usaha-
usaha kecil dan menengah oleh pemerintah. Kontrol sosial bersifat memaksa, sehingga
diharapkan perubahan dapat terjadi dengan cepat dan efisien. Adapun tujuan yang ingin
dicapai dengan kontrol sosial tersebut adalah mengembalikan keseimbangan dalam
persaingan usaha yang sehat dengan mempertimbangkan kepentingan pelaku usaha dan
kepentingan umum.
4. Berdasarkan teori ilmu ekonomi yang telah dibahas di perkuliahan Hukum dan
Masyarakat, pilihlah sebuah teori yang menurut Saudara relevan dan pergunakan teori
tersebut untuk menganalisis putusan yang disampaikan di kasus ini.
Jawab: Teori ilmu ekonomi yang relevan digunakan dalam menganalisis putusan kasus
tersebut adalah Teori Pasar Monopolistik. Pasar Monopolistik merupakan pasar dengan
banyak produsen yang memproduksi atau menghasilkan barang serupa tetapi memiliki
perbedaan dalam beberapa aspek. Penjual di pasar monopolistik tidak terbatas, tapi setiap
produk yang dihasilkan pasti memiliki karakter tersendiri yang membedakannya dengan
produk-produk lainnya.7
Dalam kasus ini, Indomaret dan toko eceran kecil menjual barang-barang yang
hampir sama, namun yang membedakannya adalah bentuk toko yang menjualnya.
Indomaret identik dengan mereknya, toko yang nyaman, serta barang-barang yang
lengkap. Dalam hal ini maka selera konsumen juga mempengaruhi permintaan, karena
jelas terlihat bahwa kebanyakan konsumen lebih suka berbelanja di Indomaret dengan
kelebihan yang telah disebutkan tadi. Indomaret juga mampu memiliki diskon-diskon
yang menggiurkan sehingga harga yang murah juga tidak dapat disaingi oleh usaha kecil
dan menengah. Sementara itu, sebagian besar toko eceran kecil tidak memiliki modal
untuk memiliki kualitas toko atau kekuatan promosi yang sama. Hal tersebutlah yang
memberikan Indomaret banyak keunggulan dibanding toko eceran kecil sehingga mampu
mendominasi hampir seluruh pasar.
Oleh karena itu, putusan tersebut mencegah terjadinya pasar monopolistik dengan
cara meningkatkan daya saing usaha kecil dan menengah dengan pemberian subsidi.
Selain itu, juga dilakukan pembatasan atas usaha waralaba Indomaret, yakni usaha
tersebut tidak boleh didirikan di dekat pasar tradisional dan usaha kecil agar tidak
7
Yenni Samri Juliari Nasution, “Mekanisme Pasar dalam Perspektif Ekonomi Islam,” Media Sya’riah 14
(2012), hlm. 152.
mengganggu konsumen jenis usaha tersebut. Usaha eceran dan pasar tradisional akhirnya
dapat terlindungi dari dominasi waralaba sehingga dapat bersaing secara sehat.
Sumber:
Yenni Samri Juliari Nasution, “Mekanisme Pasar dalam Perspektif Ekonomi Islam,”
Media Sya’riah 14 (2012), hlm. 152.
Sumber:
8
Syua’at, “Demokrasi Ekonomi di Era Reformasi,” El-Jizya 2 (2014), hlm. 184.
Syua’at, “Demokrasi Ekonomi di Era Reformasi,” El-Jizya 2 (2014), hlm. 184.