Anda di halaman 1dari 4

BUKU JAWABAN TUGAS MATA KULIAH

TUGAS 2

Nama Mahasiswa : Ilham Kasim

Nomor Induk Mahasiswa/ NIM : 041942507

Kode/Nama Mata Kuliah : HKUM4103/Filsafat Hukum Dan Etika Profesi

Kode/Nama UPBJJ : 85/UPBJJ-UT Gorontalo

Masa Ujian : 2022/23.2 (2023.1)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS TERBUKA
NASKAH TUGAS MATA KULIAH
UNIVERSITAS TERBUKA
SEMESTER: 2022/23.2 (2023.1)

Fakultas : FHISIP/Fakultas Hukum, Ilmu Sosial dan Ilmu Politik


Kode/Nama MK : HKUM4103/Filsafat Hukum Dan Etika Profesi
Tugas :2

No. Jawaban
1 Berdasarkan kerangka cita hukum (recht idee) Pancasila, maka tujuan hukum bagi
. bangsa Indonesia adalah untuk memberikan pengayoman kepada manusia, yakni
melindungi manusia secara pasif (negatif) dengan mencegah tindakan sewenang
wenang, dan secara aktif (positif) dengan menciptakan kondisi masyarakat yang
manusiawi yang memungkinkan proses kemasyarakatan berlangsung secara wajar
sehingga secara adil tiap manusia memperoleh kesempatan yang luas dan sama
untuk mengembangka seluruh potensi kemanusiaannya secara utuh. Termasuk
juga untuk memelihara dan mengembangkan budi pekerti kemanusiaan serta cita
cita moral rakyat yang luhur berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Adapun
pelaksanaan pengayoman tersebut dilakukan dengan usaha mewujudkan
Ketertiban dan keteraturan yang memunculkan prediktibilitas, kedamaian yang
berketentraman, keadilan, kesejahteraan dan keadilan sosial, serta pembinaan
akhlak luhur berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, cita hukum
(Recht Idee) hendaknya diwujudkan sebagai suatu realitas. Maknanya bahwa
filsafat hukum menjadi dasar serta acuan bagi pembangunan hukum dalam
bidang-bidang lainnya. Hukum berfungsi sebagai perlindungan kepentingan
manusia. Agar kepentingan manusia terlindungi, hukum harus dilaksanakan secara
profesional.

Dalam kasus diatas, atas tuduhan dan perlakuan yang dilakukan oleh polisi
sangat-sangat tidak dibenarkan. Tak hanya kasus Krisbayudi, banyak kasus
serupa dimana seseorang dipaksa untuk mengakui kejahatan yang tidak
dilakukannya untuk mengakui kejahatan tersebut berdasarkan skenario versi
polisi. Seharusnya penyelidikan yang dilakukan berdasarkan informasi atau
laporan yang diterima maupun diketahui langsung oleh penyelidik/penyidik,
Laporan polisi, Berita Acara pemeriksaan di TKP, Berita Acara pemeriksaan
tersangka dan atau saksi. Tiddak hanya serta merta menangkap seseorang lalu
dipaksa untuk mengakui kejahatan yang tidak dilakukannya.
Menurut saya kasus diatas sangat bertentangan dengan citra hukum sebab telah
melenceng dari tujuan hukum yang sebenarnya. Salah satunya melindungi
manusia secara pasif (negatif) dengan mencegah tindakan sewenang wenang, dan
secara aktif (positif) dengan menciptakan kondisi masyarakat yang manusiawi
yang memungkinkan proses kemasyarakatan berlangsung secara wajar sehingga
secara adil.
2 Dalam kasus diatas dalam konsep pemaknaan pemenuhan hak asasi manusia jika
. berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan
bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum (rechts staat) artinya negara yang
berdasarkan hukum dan bukan berdasarkan kekuasaan belaka (machtstaat).
Menurut International Commition of Jurice ada tiga ciri penting suatu negara dapat
dikatakan sebagai negara hukum, yaitu: Supremasi hukum, Persamaan di depan
hukum dan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM). HAM adalah sebagai hak yang
mendasar dan fundamental sehingga harus dilindungi dan terbebas dari segala
bentuk ancaman maupun penyiksaan. HAM yang dijunjung tinggi oleh setiap
negara termasuk Indonesia, harus memiliki landasan yang kuat baik dalam
ideologi maupun konstitusi. Hal ini karena permasalahan tentang hak asasi
manusia sangat rentan terjadi, seperti kasus salah tangkap yang disertai dengan
penyiksaan dan paksaan yang jelas melanggar HAM mengenai hak manusia untuk
mendapat perlakuan yang sama di depan hukum dan bebas dari ancaman maupun
penyiksaan. Ancaman dan penyiksaan sendiri sering dijumpai dalam beberapa
kasus salah tangkap di Indonesia, di mana pelakunya adalah aparatur negara yang
dalam hal ini adalah anggota kepolisian. Dalam hal terjadinya suatu tindak pidana,
kepolisian merupakan lembaga pertama yang langsung berhadapan dengan
masyarakat, baik sebagai korban kejahatan, saksi, maupun tersangka. Negara
Indonesia seharusnya lebih responsif dalam memberikan bantuan kepada korban
salah tangkap, karena anggota kepolisian sendiri merupakan salah satu organ
negara dan sudah seharusnya Negara yang berinisiatif membayar ganti rugi atau
rehabilitasi tanpa harus menunggu korban mengajukan gugatan. Hal ini di dukung
oleh kultur budaya di Indonesia, khususnya masyarakat ekonomi ke bawah sangat
takut untuk berurusan dengan hukum, sebagian dari mereka enggan untuk
menuntut balik dan meminta ganti rugi. Bagi mereka terbebas dari penjara saja
sudah sangat bersyukur dan cenderung trauma untuk kembali berurusan dengan
hukum dan para aparaturnya, karena dikhawatirkan prosesnya akan menjadi
semakin panjang dan berlarut-larut yang mengakibatkan pada timbulnya
penderitaan dan rasa malu yang berkepanjangan. Tanggung jawab negara
terhadap korban salah tangkap di wujudkan dalam bentuk pemberian ganti rugi
dan rehabilitasi, akan tetapi dalam pelaksanaannya masih menimbulkan
ketidakadilan bagi korban. Hal ini disebabkan karena dalam pengaturan pasal 95
dan 97 KUHAP menyatakan bahwa korban “berhak” menuntut ganti rugi maupun
rehabilitasi karena salah tangkap atau salah dakwaan, di mana jika kita memaknai
kata “berhak” maka pengertiannya menjadi jika tidak menuntut ganti rugi maka
diperbolehkan. Padahal jelas-jelas bahwa korban salah tangkap telah mengalami
pelanggaran HAM dengan dirampas kemerdekaannya secara sewenang-wenang
oleh oknum kepolisian yang notabene sebagai aparat negara yang mempunyai
tugas sebagai pengayom dan pelindung masyarakat.

3 Hukum juga mempunyai arti penting bagi kekuasaan karena hukum dapat
berperan sebagai sarana legalisasi bagi kekuasaan formal lembaga- lembaga
negara, unit-unit pemerintahan, pejabat negara dan pemerintahan. Legalisasi
kekuasaan itu dilakukan melalui penetapan landasan hukum bagi kekuasaan
melalui aturan-aturan hukum.
Pola hubungan hukum dan kekuasaan ada dua macam. Pertama, hukum adalah
kekuasaan itu sendiri. Menurut Lassalle dalam pidatonya yang termashur Uber
Verfassungswessen, “konstitusi sesuatu negara bukanlah undang-undang dasar
tertulis yang hanya merupakan “secarik kertas”, melainkan hubungan-hubungan
kekuasaan yang nyata dalam suatu negara”13 Pendapat Lassalle ini memandang
konstitusi dari sudut kekuasaan. Dari sudut kekuasaan, aturan-aturan hukum
yang tertuang dalam konstitusi suatu negara merupakan deskripsi struktur
kekuasaan yang terdapat dalam negara tersebut dan hubungan-hubungan
kekuasaan di antara lembaga-lembaga negara. Dengan demikian, aturan-aturan
hukum yang termuat dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 merupakan
deskripsi struktur kekuasaan ketatanegaraan Indonesia dan hubunganhubungan
kekuasaan antara lembaga-lembaga negara. Struktur kekuasaan menurut UUD
1945 menempatkan MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) dalam hierarki
kekuasaan tertinggi. Hierarki kekuasaan di bawah MPR adalah kekuasaan
lembaga-lembaga tinggi negara, yaitu presiden, DPR (Dewan Perwakilan Rakyat),
DPA (Dewan Pertimbangan Agung), MA (Mahkamah Agung) dan BPK (Badan
Pemeriksa Keuangan). UUD 1945 juga mendeskripsikan struktur kekuasan pusat
dan daerah. Di samping itu, juga dideskripsikan hubungan antara kekuasaan
lembaga tertinggi negara dengan kekuasaan lembaga-lembaga tinggi negara,
hubungan kekuasaan di antara lembaga-lembaga tinggi negara, dan hubungan
kekuasaan antara pusat dan daerah.
dialektika hukum dan kekuasaan melahirkan dua pola hubungan, yaitu hukum
identik dengan kekuasaan dan hukum tidak sama dengan kekuasaan. Pola
hubungan hukum identik dengan kekuasaan merefleksikan diri dalam bentuk
kedaulatan, otoritas, wewenang, dan hak. Sedangkan pola hubungan hukum tidak
sama dengan kekuasaan memunculkan tiga pola hubungan: supremasi kekuasaan
terhadap hukum, supremasi hukum terhadap kekuasaan, dan hubungan simbiotik
hukum dan kekusaan. Hubungan simbiotik hukum dan kekuasaan melahirkan
hubungan fungsional di antara keduanya, dimana kekuasaan mempunyai fungsi
tertentu terhadap hukum, dan hukum juga mempunyai fungsi tertentu terhadap
kekuasaan. Kekuasaan mempunyai fungsi sebagai alat untuk membentuk hukum,
menegakkan hukum, dan melaksanakan hukum. Sedangkan fungsi hukum
terhadap kekuasaan meliputi alat untuk melegalisasi atau menjustifikasi
kekuasaan, alat untuk mengatur dan mengontrol kekuasaan, dan alat untuk
mengawasi dan mewadahi pertanggungjawaban kekuasaan.
Jika dikaitkan dengan kasus diatas, hubungan hukum dan kekuasaan di Indonesia
sendiri sudah jelas bertentangan dengan tujuan hubungan hukum dan kekuasaan.
Yang terjadi sekarang di negeri wakanda ini, jika anda memiliki kekuasaa, maka
hukumpun bisa dengan mudah dibeli.

Anda mungkin juga menyukai