MANUSIA DI INDONESIA
Proposal ini diajukan untuk memenuhi salah-satu tugas Individual Mata Kuliah
Metodologi Riset pada Fakultas Syariah dan Hukum Islam Parodi Hukum Tata
Negara Semester 2
Oleh:
Fatwa
742352021022
Dosen pengampuh
A. Latar belakang
Hak Asasi manusia merupakan hak dasar manusia yang sifatnya sangat
fundamental sehingga perlu dilakukan penegakkan, hal ini sejalan dengan definisi
hak asasi manusia yang tercantum dalam pasal 1 ayat 1 undang-undang nomor 39
tahun 1999 tentang hak asasi manusia, yakni HAM adalah seperangkat hak yang
melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan yang
Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi,
dilindungi oleh negara, hukum pemerintahan, dan setiap orang demi kehormatan
serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Perjuangan dalam penenggakan HAM sejatinya bukan hal yang baru terjadi, ini
bahkan sudah ada seiring dengan perjalanan perkembangan peradaban manusia
sebagai sesuatu yang kodrati, manifestasinya adalah dengan cara hidup
berkelompok atau membentuk sebuah negara. 1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian Latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka
rumusan masalah dari penelitian ini adalah:
1. Apa itu HAM ?
2. Bagaiamana hubungan antara negara hukum dengan HAM?
3. Bagaimana bentuk perlindungan terhadap korban HAM?
4. Apa itu lembaga Komnas HAM?
5. Bagaimana bentuk peradilan terhadap pelaku HAM?
C. Tujuan penelitian
1. Manfaat teoretis
2. Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi lembaga
yang bersangkutan utamanya pemerintah dalam menjalankan
tugasnya sebagai pihak paling vital dalam usaha penegakkan HAM
diindonesia ini.
E. Pernyataan keaslian
Tulisan penulis dengan judul “Peranan pemerintah dalam penegakkan hak asasi
manusia di Indonesia” ini merupakan hasil pemikiran sendiri dan bukan
merupakan hasil plagiat. Berdasarkan tinjauan yang telah dilakukan penulis
ditemukan penelitian dengan judul yang hampir sama yaitu:
Pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok
orang termasuk aparat Negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau
kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan
atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin
oleh undang-undang ini, dan tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan
memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme
hukum yang berlaku. 3
Negara hukum dengan HAM adalah dua hal yang tidak terpisahkan, dan hal itu
dapat ditinjau dari sisi ciri negara itu sendiri, yakni memberikan perlindungan
HAM kepada warganya. Apabila ada satu negara yang tidak memberikan
perlindungan HAM, maka negara tersebut tidak pantas disebut sebagai negara
hukum melainkan negara diktator dengan pemerintahan yang sangat otoriter.
HAM sendiri memiliki pengertian, seperangkat hak yang melekat pada hakikat
dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa dan merupakan
anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dilindungi oleh negara,
hukum pemerintahan, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan
harkat dan martabat manusia. Setiap manusia diciptakan kedudukannya sederajat
dengan Hak-hak yang sama, prinsip persamaan dan kusederajatkan merupakan hal
utama dalam interaksi sosial, akan tetapi kenyataan menunjukkan bahwa hal ini
tidak mungkin terlaksana secara individual melainkan harus dijalankan dengan
berkelompok atau berorganisasi, untuk itu dibutuhkan kekuasaan untuk
menjalankan organisasi sosial tersebut dan diberi kekuasaan secara demokratis. 5
Asas perlindungan dalam negara hukum, tampak antara lain dalam declaration of
independence, deklarasi tersebut mengandung asas bahwa orang yang diciptakan
oleh Tuhan telah dianggap merdeka, dengan dikaruniai dengan beberapa hal yang
tidak dapat dirampas atau dicabut oleh pihak menampun, hak tersebut
mendapatkan perlindungan secara tegas dalam Negara hukum.6
4
Ibid.
5
DR. Bahder Johan Nasution, negara hukum dan HAM, Cv. Mandar maju, jil.2, Bandung, Mandar
maju, 2012, 10.
6
Ibid. Hlm. 11.
Mengenai asas perlindungan dalam setiap konstitusi dimuat ketentuan yang
menjamin Hak-hak asasi manusia, ketentuan itu adalah:
Setiap orang berhak untuk mengajukan tuntutan maupun gugatan kepada negara,
jika dirasa negara telah berbuat sesuatu yang melanggar hukum
(onrectmatigaadaad), bahwa seseorang bisa mengajukan gugatan kepada negara
apabila dianggap bahwasanya pihak yang berwenang telah melakukan tindakan
yang melanggar keadilan. Ada begitu banyak asas-asas yang memperbolehkan
warga masyarakat untuk melaporkan pihak penguasa, akibat hak-hak dasar dan
kebebasannya telah dilanggar.
Dari sudut pandang demokrasi, hubungan erat antara negara dengan HAM dapat
ditinjau dengan lebih dalam, sebab HAM dan demokrasi merupakan hal dasar
dalam konsepsi kemanusiaan dan relasi sosial yang dilahirkan. HAM dan
demokrasi juga dapat dimaknai sebagai bentuk perjuangan manusia untuk
mencapai kesejahteraan hidupnya, keduanya dapat ditilik secara teologis berupa
relativitas manusia dan kemutlakan Tuhan. Konsekuensinya, tidak ada manusia
yang dianggap menempati posisi lebih tinggi, karena hanya satu yang mutlak
yaitu Tuhan yang maha Esa. 7
7
Ibid. Hlm. 14-15.
Dari uraian diatas, dapat dikatakan bahwa hubungan antara negara hukum dengan
HAM, sangatlah kuat bukan hanya semata-mata dalam bentuk formal, bahwa
HAM merupakan hal dasar dalam pembentukan negara hukum, tapi juga dalam
bentuk materil, dimana setiap kegiatan penetapan hukum haruslah sejalan atau
searah dengan aturan asas legalisir.
8
DR. Bahder Johan Nasution, negara hukum dan HAM, Cv. Mandar maju, jil.2, Bandung, Mandar
maju, 2012, hlm. 258.
Penegakkan hukum dapat ditinjau dari dua arti yakni dalam arti luas, dimana
penegakkan hukum ini mencakup mengenai keadilan terhadap warga masyarakat
yang terkandung di dalam peraturan yang berbunyi dan formal. Sementara dalam
arti sempit yakni, penegakkan hukum itu hanya terbatas pada hukum formal dan
tertulis. Intinya penegakkan hukum itu adalah upaya yang dilakukan untuk
menjadikan hukum, baik dari sisi sempit formil maupun dari sisi luas materil,
sebagai pedoman untuk berperilaku dalam setiap perbuatan hukum baik oleh para
subjek hukum yang bersangkutan maupun oleh penegak hukum yang resmi
diberikan wewenang oleh UU untuk menjamin berfungsinya norma hukum yang
berlaku dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.9
9
Hadjon, philipus. M, perlindungan hukum bagi rakyat di Indonesia, bina ilmu, Surabaya, 1987.
menegaskan bahwa seluruh aparatur tinggi negara dan seluruh aparatur
pemerintah untuk menghormati, menegakkan, dan menyebarluaskan pemahaman
mengenai HAM kepada seluruh masyarakat, serta segera meratifikasi berbagai
instrumen Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang HAM, sepanjang tidak
bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.10
Atas perintah konstitusi dan amanah dari MPR, akhirnya pada tanggal 23
September 1999 diberlakukanlah UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM. UU ini
berdeklarasi terhadap HAM PBB, konferensi PBB tentang penghapusan segala
bentuk diskriminasi terhadap wanita, anak, dan segala instrumen lainnya yang
sama-sama mengatur mengenai HAM yang sesuai dengan Pancasila dan UUD
1945.
Komnas HAM berdiri pertama kali pada bulan Juni 1993 melalui keputusan
presiden (keppres) No. 50 presiden Soeharto, sebagai perwujudan dari usaha
untuk meredam berbagai kritik yang ditujukan oleh pemerintah terutama yang
berasal dari masyarakat internasional. Berdasarkan UU No. 39 tahun 1999 pasal
75 komnas HAM bertujuan:
Berdasarkan pada UU No. 39 tahun 1999 dapat disimpulkan bahwa komnas HAM
memiliki kedudukan adalah sebagai lembaga yang bersifat independen yang
kemudian berfungsi untuk membantu pemerintahan dalam menjalankan tugas
untuk menegakkan HAM. Dalam aspek peradilan komnas diberikan kekuasaan
10
Ni'matul Huda, hukum tata negara Indonesia, Raja Grafindo persada,, Ed. 1-2, jakarta,
2005,225.
untuk memberikan pendapat berdasarkan persetujuan dari ketua pengadilan
dengan kata lain komnas HAM berada pada pengawasan Mahkamah Agung.11
Secara historis UU pengadilan HAM lahir karena amanat bab 9 pasal 104 ayat (1)
UU no. 39 tahun 1999,dengan lahirnya UU no. 26 tahun 2000 tentang peradilan
HAM tersebut, maka penyelesaian kasus HAM berat dilakukan dilingkup
peradilan umum. Ini merupakan bentuk kepedulian negara terhadap penegakkan
HAM utamanya di Indonesia ini.
a) Setiap korban pelanggaran hak asasi manusia yang berat dan atau ahli
warisnya dapat memperoleh kompensasi, restitusi dan rehabilitasi.
b) Kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi sebagaimana dimaksud dalam
Ayat (1) dicantumkan dalam amar putusan pengadilan HAM
c) Peraturan mengenai kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Kelemahan daripada peraturan ini; hak korban atas reparasi sangat bergantung
pada pemeriksaan perkara pidana, jika dalam pemeriksaan perkara padanya
terdakwa terbukti tidak bersalah, kecil kemungkinan terdakwa mendapatkan
reparasi. Namun segi positifnya, meski terdakwa terbukti tidak bersalah hakim
masih tetap dapat memberikan kompensasi kepada korban karena UU
membedakan ganti kerugian menjadi kompensasi yang diberikan oleh negara dan
restitusi oleh pelaku. Hal ini sangatlah tergantung pada keberanian hakim untuk
menginterupsi ketentuan UU karena telah dinyatakan dalam pasal 35,
“kompensasi adalah ganti kerugian yang diberikan oleh negara karena pelaku
tidak memberikan ganti kerugian sepenuhnya yang menjadi tanggung jawabnya.12
11
Lihat UU No. 39 tahun 1999 pasal 89 ayat (3) huruf h.
12
Sugeng Bahagijo dan Asmara Nababan, hak asasi manusia; tanggung jawab negara peran
institusi nasional dan masyarakat, KOMNAS HAM, Jakarta, 1999. Hlm. 8
Dalam pasal 35 ayat (2) UU No. 26 tahun 2000 kompensasi itu dicantumkan
dalam putusan pengadilan HAM, peraturan ini diharapkan dapat memberikan
jaminan akan hak pribadi seseorang. Namun pada kenyataannya masih terdapat
kelemahan dari UU ini yakni tidak dijelaskan secara jelas mengenai tata
cara/proses sampai masalah tersebut dicantumkan dalam putusan. Apakah
misalnya melalui permohonan dari keluarga korban, atau atas permintaan
penuntut umum atau justru atas inisiatif dari hakim itu sendiri? Ini belum
dijelaskan secara rinci dan masih dianggap buram dan harus menunggu peraturan
pelaksanaannya yang lebih jelas dan benar-benar memberikan jaminan
perlindungan terhadap korban.
Secara konsep, kewajiban reparasi oleh negara terhadap korban serta upaya
hukumnya belum memperlihatkan penanganan secara benar. Undang undang
nomor 26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM mendelegasikan pengaturan lebih
lanjut tentang reparasi, terutama prosedurnya, melalui peraturan pemerintah.
Untuk itu pemerintah kembali menerbitkan aturan pemerintah Nomor 3 tahun
2002 sebagai bentuk pelaksanaan pasal 35 undang undang nomor. 26 tahun 2000.
UU No. 3 tahun 2002 ini berisi tentang “Setiap warga negara berhak dan wajib
ikut serta dalam upaya bela negara yang diselenggarakan melalui pendidikan
kewarganegaraan, pelatihan dasar kemiliteran secara wajib, pengabdian sebagai
prajurit Tentara Nasional Indonesia, dan pengabdian sesuai dengan
profesi.”13Namun rancangan peraturan pemerintah yang awalnya mencantumkan
mengenai tata cara peradilannya, malah dihapus pada saat peraturan pemerintah
ini resmi terbentuknya. Akibatnya, timbul kesulitan dalam pelaksanaan oleh jaksa
dan hakim.14
G. Batasan konsep
Peranan pemerintah dalam penegakkan Hak asasi manusia di Indonesia.
1) Peranan Pemerintah
13
Lihat peraturan UU no. 3 tahun 2002, 17 Juli.
14
Muhammad Jailani, tanggung jawab negara dalam memberikan perlindungan terhadap hak-
hak korban pelanggaran HAM berat di Indonesia, ol. 13, no. 1,hlm. 91.
Peranan pemerintah atau dapat juga diartikan sebagai tanggung jawab pemerintah
dalam usaha penegakkan hak asasi manusia di Indonesia, merupakan bagian
daripada kewenangan, mengenai bagaimana upaya-upaya yang harus dilakukan
demi tercapainya tujuan bersama dalam hal ini hak asasi manusia.
2) Pemerintah
Hak asasi manusia adalah sebuah konsep hukum dan normatif yang menyatakan
bahwa manusia memiliki hak yang melekat pada dirinya karena ia adalah seorang
manusia. Hak asasi manusia berlaku kapan saja, di mana saja, dan kepada siapa
saja, sehingga sifatnya universal. HAM pada prinsipnya tidak dapat dicabut.
4) Indonesia
Indonesia merupakan negara berbentuk kesatuan yang dalam hal ini, menjadi
ruang lingkup kajian pembahasan mengenai perlindungan terhadap hak asasi
manusia.
H. Metode penelitian
1. Jenis penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian
normatif, yang berfokus pada hukum-hukum positif yang
membahas mengenai perlindungan dan penegakkan hak asasi
manusia yang merupakan hak dasar manusia sebagai makhluk
Tuhan yang maha Esa.
2. Bahan penelitian
Bahan hukum yang digunakan dari penelitian ini merupakan bahan
hukum sekunder yang terdiri:
a. Undang-undang nomor 39 tahun 1999, tentang hak asasi
manusia. Hak asasi manusia merupakan seperangkat hak
yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai
makhluk Tuhan yang Maha Esa dan merupakan anugerah-
Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dilindungi oleh
negara, hukum pemerintahan, dan setiap orang demi
kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat
manusia.
b. Undang-undang nomor 36 tahun 2000, tentang peradilan
hak asasi manusia. Peraturan ini merupakan pengembangan
daripada undang-undang nomor 39 tahun 1999, yang
membahas masalah hukum tata cara peradilan terhadap
pelaku pelanggaran hak asasi manusia.
3. Metode pengumpulan data
a. Studi kepustakaan yaitu dengan mempelajari sumber-
sumber hukum seperti undang undang no. 39 tahun 1999
tentang hak asasi manusia yang merupakan hak dasar
yang manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang maha
Esa, dan semua memiliki kedudukan yang sama
dihadapan hukum. Undang undang no. 36 tahun 2000
tentang peradilan hak asasi manusia. Peraturan ini
merupakan pengembangan daripada undang-undang
nomor 39 tahun 1999, yang membahas masalah hukum
tata cara peradilan terhadap pelaku pelanggaran hak asasi
manusia. Serta Undang undang no. 3 tahun 2002berisi
tentang “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta
dalam upaya bela negara yang diselenggarakan melalui
pendidikan kewarganegaraan, pelatihan dasar kemiliteran
secara wajib, pengabdian sebagai prajurit Tentara
Nasional Indonesia, dan pengabdian sesuai dengan
profesi.” Rancangan peraturan yang menjelaskan
mengenai tata cara pelaksanaan peradilan terhadap
pelanggaran HAM.
4. Proses berfikir
Adapun proses berfikir yang dipakai yaitu proses berfikir deduktif, dimana
penelitian dimulai dari hal-hal yang sifatnya umum, seperti pembahasan mengenai
hak asasi manusia dalam undang-undang no. 39 tahun 1999, kemudian di kerucut
kan pada pembahasan undang-undang no. 3 tahun 2002 mengenai tata cara
peradilan terhadap pelaku tindakan pelanggaran Hak Asasi Manusia. Juga,
bagaimana upaya-upaya pemerintah dalam menenggakkan HAM ini, dengan cara
membentuk lembaga khusus yang diberikan kewenangan seperi Komnas HAM.
I. Daftar Pustaka
Buku
Adji, Indriyanto Seni., catatan tentang pengadilan HAM dan masalahnya, Artikel
dalam Majalah Hukum Pro Justitian Tahun XIX No. 1, Januari 2001, Fak.
Hukum universitas Parahiyangan, Bandung, 2001.
Bahder Johan Nasution, negara hukum dan Hak Asasi Manusia, Cv. Mandar
maju, jil.2, Bandung, Mandar maju, 2012, 10.
Effendi, Masyhur, Hak Asasi Manusia dalam hukum nasional dan internasional,
Ghalia Indonesia, Jakarta, 1994.
Gani, Abdoel, hubungan antara politik, hak asasi manusia dan pembangunan
hukum Indonesia, Surabaya 3 November 1994.
Hardjowirojo, Mar bangun, Hak-hak Manusia Isu yang Tiada Habisnya, Yayasan
Idayu, Jakarta. 1981.
Naning, Ramalan, Cita dan Citra Hak-hak Asasi Manusia di Indonesia, lembaga
kriminologi Universitas Indonesia (UI), Jakarta, 1983.
Ni’matul Huda, hukum tata negara Indonesia, Raja Grafindo persada,, Ed. 1-2,
Jakarta, 2005.
Jurnal
Rahayu, perlindungan hukum bagi pembela HAM, MMH jilid 39 No. 2 Juni 2010.
Internet