Edema paru adalah kondisi medis serius yang terjadi ketika kelebihan atau penumpukkan
cairan mulai mengisi kantong udara di paru-paru (alveolus). Ketika terisi dengan cairan,
alveolus tidak dapat secara memadai menambah oksigen, atau mengeluarkan karbon dioksida
dari darah. Itulah sebabnya edema paru dapat menyebabkan kesulitan bernapas yang
signifikan, dan berpotensi menjadi masalah yang mengancam jiwa.
1. Kardiogenik
Edema paru kardiogenik terjadi ketika masalah jantung yang mendasari menyebabkan
tekanan di sisi kiri jantung menjadi tinggi. Tekanan tinggi ini diteruskan ke belakang, melalui
vena pulmonalis, ke kapiler alveolus. Karena tekanan kapiler paru yang meningkat, cairan
bocor keluar dari kapiler ke dalam ruang udara alveolus, dan terjadilah edema paru.
Hampir semua jenis penyakit jantung pada akhirnya dapat menyebabkan peningkatan tekanan
jantung sisi kiri, dan memicu edema paru. Jenis penyakit jantung yang paling umum yang
menyebabkan edema paru adalah:
2. Non-Kardiogenik
Alveolus juga dapat terisi dengan cairan karena alasan yang tidak terkait dengan peningkatan
tekanan jantung. Hal ini dapat terjadi ketika kapiler di paru-paru menjadi rusak dan “bocor”,
sehingga memungkinkan cairan masuk ke alveolus.
Penyebab paling umum dari jenis edema paru non-kardiogenik adalah sindrom gangguan
pernapasan akut (ARDS), yang disebabkan oleh peradangan difus di dalam paru-paru.
Peradangan merusak dinding alveolus dan memungkinkan akumulasi cairan. ARDS biasanya
dialami oleh pasien yang sakit kritis dan dapat disebabkan oleh infeksi, syok, trauma, dan
beberapa kondisi lainnya.
Emboli paru.
Berada di ketinggian di atas 2.400 meter di atas permukaan laut.
Penggunaan narkoba (terutama heroin dan kokain).
Infeksi virus.
Racun (misalnya, menghirup klorin atau amonia).
Masalah neurologis (seperti trauma otak atau perdarahan subarachnoid).
Menghirup asap.
Hampir tenggelam.
Infeksi virus.
Acute respiratory distress syndrome.
Emboli paru.
Cedera pada paru-paru.
Mengalami kecelakaan seperti tenggelam.
Tengah berada di ketinggian (hingga lebih dari 2.400 meter di atas permukaan laut).
Mengalami cedera kepala, kejang, atau setelah operasi otak.
Menghirup asap saat terjadi kebakaran.Terpapar racun amonia dan klorin, yang
mungkin terjadi saat kecelakaan kereta.
Kecanduan obat-obatan terlarang golongan stimulan.
Seiring dengan kesulitan bernapas, tanda dan gejala lain dari edema paru akut dapat meliputi:
Jika edema paru bersifat kronis, gejalanya biasanya tidak terlalu parah hingga sistem tubuh
tidak dapat lagi mengompensasinya. Gejala khasnya meliputi:
Hal ini dapat mengakibatkan ruang jantung kanan gagal berfungsi dan terjadi penumpukan
cairan di rongga perut (asites), bengkak pada tungkai, dan pembengkakan organ hati.
Diagnosis
Diagnosis edema paru dapat dilakukan dengan wawancara medis, pemeriksaan fisik, serta
pemeriksaan penunjang. Pemasangan pulse oximetry harus segera dilakukan untuk mengukur
kadar oksigen di dalam darah pengidap secara cepat.
Sementara itu, pemeriksaan penunjang yang juga diperlukan untuk menegakkan diagnosis
adalah:
Pengobatan
Untuk mengatasi edema paru, beberapa langkah yang biasanya akan dilakukan oleh dokter
adalah:
Pemberian oksigen untuk mengatasi sesak napas dan harus dilakukan sesegera
mungkin.
Pemberian obat untuk memperkuat jantung jika edema paru disebabkan oleh
kegagalan jantung memompa darah.
Pemberian obat vasodilator, yang berguna untuk mengurangi cairan yang menumpuk
pada paru-paru.
Pemasangan alat bantu napas yang didukung oleh mesin ventilator untuk pengidap
dengan gagal napas.
Pencegahan
Jika kamu memiliki risiko tinggi mengalami edema paru, penting untuk mengikuti saran
dokter, guna menjaga kondisi tetap terkendali. Jika gagal jantung kongestif adalah
masalahnya, perubahan gaya hidup sehat dan menjaga berat badan ideal dapat membantu
mengurangi risiko.
Secara umum, beberapa tips pencegahan edema paru yang bisa dilakukan adalah:
Olahraga teratur.
Mengurangi asupan garam.
Menurunkan kadar kolesterol.
Berhenti merokok.
Edema paru akibat ketinggian dapat diminimalkan dengan melakukan pendakian bertahap,
minum obat sebelum bepergian, dan menghindari aktivitas berlebihan saat naik ke ketinggian
yang lebih tinggi.