Anda di halaman 1dari 17

TUGAS UJIAN AKHIR SEMESTER

MATA KULIAH KAJIAN DAN APLIKASI ERGONOMI

KAJIAN DESAIN PRODUK DAN PROSEDUR DENGAN PENDEKATAN


ERGONOMI FISIK DAN ERGONOMI KOGNITIF

Disusun Oleh:
Caluella Valanta (2006522902)

PROGRAM STUDI SARJANA KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS INDONESIA
2022
Kajian Desain Biola dengan Pendekatan Ergonomi Fisik
I. Pendahuluan
Musik adalah salah satu seni yang telah menjadi bagian dari masyarakat. Musik
merupakan kombinasi dari vokal dan instrumen dengan suatu standar ritme, melodi, dan
harmoni. Suara yang dihasilkan dari musik dapat dengan mudah dibedakan dari
kebisingan dengan adanya getaran yang teratur sehingga menciptakan suara yang
nyaman untuk didengar. Musik diasosiasikan dengan lagu jika memiliki lirik, atau
dengan dance jika disertai dengan gerakan tubuh. Kegunaan musik telah saat ini meluas,
tidak hanya sebagai seni, tetapi juga digunakan untuk keperluan medis, psikoterapi, dan
juga untuk periklanan. Musik juga memiliki ciri khas budaya dari beberapa tempat dan
memiliki identitas masing-masing sehingga mudah dikenali perbedaannya, seperti
western music, Indian music, Korean music, Chinese music, France music, dan masih
banyak lagi (Epperson, 2022).
Salah satu bagian dari alat musik yang paling banyak digunakan di dunia adalah biola.
Biola telah ada sejak zaman Rennaissance yang diciptakan oleh Gasparo da Salò, Andrea
Amati, dan Giovanni Paolo Maggini di Italia. Biola telah mengalami banyak modifikasi
pada desainnya seiring dengan perkembangan fungsi biola dalam musik. Awalnya, biola
berbentuk melengkung di perut dan punggung. Semenjak inovasi yang dibuat oleh
Antonio Stradivari, biola menjadi lebih ramping dan mengeluarkan suara yang lebih
tajam. Kemudian setelah munculnya auditorium besar dan pertunjukan biola, biola
mengalami perubahan akhir, sehingga dapat menghasikan nada yang lebih kuat dan
cemerlang, berbeda dengan nada lembut dan intim pada model biola abad ke-18.
Dibalik keindahan penampilan seni biola, para pemainnya sering merasakan keluhan
pada dagu, pipi, bahu, punggung, dan tangan baik pada saraf maupun otot akibat gerakan
berulang, posisi janggal, dan juga stress setelah duduk dalam waktu yang lama (Chi et
al., 2020) Ditemukan sebanyak 64% dari musisi mengalami keluhan pada otot-rangka,
20% mengalami keluhan pada saraf tepi, 8% mengalami keluhan focal dystonia (bagaian
tubuh tertentu yang bergerak secara tidak sadar), sementara 8% sisanya mengalami
keluhan lain (Lederman, 2003). Keluhan biasanya ditandai dengan rasa sakit, sensasi
terbakar, kelelahan, atau rasa berat pada tangan. Pemain biola mengalami empat kali
insiden gangguan siku/lengan atas kanan, dan dua kali insiden sakit leher, bahu, dan siku
kiri dibandingkan pada pemain piano (Hagberg et al., 2005). Lengan kiri pemain biola
juga mengalami keluhan lebih sering dibandingkan dengan lengan kanan karena lebih
banyak postur janggal terjadi pada pergelangan tangan dan jari di lengan kiri (Kochem
and Silva, 2018). Durasi Latihan yang panjang juga menjadi salah satu faktor penyebab
terjadinya keluhan-keluhan tersebut.
Keluhan-keluhan yang dialami para pemain biola tidak lepas dari faktor-faktor
ergonomi. Ergonomi sendiri berasal dari Bahasa Yunani ‘ergon’ (kerja) dan ‘nomos’
(hukum). Tujuan dari ergonomi adalah untuk membuat desain peralatan, sistem teknis,
dan pekerjaan yang dapat meningkatkan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan
performa dari penggunanya (Dul and Weerdmeester, 2001). Ergonomi fisik merupakan
salah satu cabang ilmu ergonomi yang mendalami tentang beban fisik pada tubuh
manusia yang terjadi ketika mendapatkan paparan eksternal (tuntutan kerja, beban kerja,
lingkungan kerja) dan metode kerja. Paparan-paparan tersebut menghasilkan suatu postur
tubuh tertentu untuk dapat melakukan pekerjaan yang sesuai (van der Beek and Frings-
Dresen, 1998). Postur janggal yang dihasilkan dari pekerjaan-pekerjaan tersebut dapat
meningkatkan munculnya berbagai keluhan, mulai dari fisik hingga psikis dan yang
paling parah adalah terjadinya musculoskeletal disorders. Banyak aspek di dalam
permainan biola yang dapat dikaji untuk mengetahui faktor risiko ergonomi yang
menyebabkan munculnya keluhan-keluhan tersebut dapat terjadi.

II. Pembahasan
A. Biola
Biola (violin) atau biasa disebut juga fiddle adalah alat musik yang memiliki senar dan
mengeluarkan bunyi dengan cara digesek (Britannica, n.d.). Biola memiliki fretless
fingerboard (papan jari tanpa pembatas) dengan empat senar, dengan urutan G-D-A-E
dari senar paling bawah. Pada papan jari ini kita dapat menekan senar menggunakan jari
dari tangan kiri untuk menemukan kunci nada yang diinginkan. Pada bagian kepala,
terdapat kotak pasak (peg-box) yang memiliki empat pasak (pegs) untuk menyetem nada.
Senar biola ditarik dari bagian kepala hingga bagian tailpiece dan ditahan oleh nut dan
bridge agar tidak menyentuh papan jari. Bridge akan mentransmisikan getaran dari senar
menuju papan suara. Di bawah kaki bridge terdapat tiang suara berupa sebatang pinus
tipis yang mentransmisikan getaran senar ke bagian belakang biola. Bagian perut
dilengkapi dengan batang bass dari bawah, berupa kayu sempit memanjang dan
meruncing ke perut untuk resonansi instrumen. Di bagian badan biola juga terdapat
chinrest yang berfungsi untuk meletakkan dagu saat memainkan biola (Allen et al., 2002)
Biola menghasilkan suara dari gesekan antara senar dengan busur pada tongkat
(stick). Secara umum, tongkat terdiri dari badan tongkat yang terbuat dari kayu, busur
(bowhair) yang terbuat dari rambut kuda atau ada pula yang terbuat dari bahan sintetis,
serta frog sebagai tempat busur disatukan dan dikencangkan. Pada ujung bawah tongkat
terdapat screw atau sekrup yang digunakan untuk mengencangkan atau mengendurkan
ikatan busur, penyesuaian ini dapat dilakukan pada saat sebelum dan sesudah memainkan
biola. Selain itu juga terdapat grip yang terbuat dari kulit dan winding yang terbuat dari
logam, keduanya berfungsi untuk melindungi jari dari permukaan kayu saat memegang
tongkat. Pada ujung atas tongkat terdapat tip yang juga berfungsi untuk mengikat busur,
tip yang bagus adalah yang ringan sehingga kualitas suara yang dihasilkan menjadi lebih
baik (Allen et al., 2002)

Gambar 1. Bagian-Bagian Biola

Gambar 2. Bagian-Bagian Tongkat (stick) Biola


B. Postur Ketika Memainkan Biola
Pada saat memainkan biola, seluruh bagian ekstremitas atas, mulai dari bahu, lengan
atas, siku, lengan bawah, pergelangan tangan, dan jari tangan baik tangan kanan maupun
kiri digunakan meskipun dengan cara yang sedikit berbeda. Pada umumnya, lengan kiri
digunakan untuk memegang biola, sementara tangan kanan digunakan untuk memegang
tongkat. Bagi orang kidal, ada yang tetap memegang biola dengan cara tersebut, ada
yang memindahkan biola ke tangan kanan dengan beberapa penyesuaian pada biolanya
(Epperson, 2022). Biola diletakkan menumpu (tidak menekan) pada tulang selangka dan
juga ditopang oleh lengan kiri serta bahu, lalu tulang rahang bawah diletakkan pada chin
rest untuk menciptakan keseimbangan. Posisi bahu harus tetap netral (lurus antara kanan
dan kiri) dan leher tidak terlalu menekuk pada saat meletakkan tulang rahang bawah
pada chin rest. Pada telapak tangan, ibu jari diletakkan hanya menyentuh bagian samping
leher biola, kemudian bagian bawah diletakkan pada genggaman tangan dengan empat
jari lainnya berada di atas senar. Saat mulai memainkan biola, wajah digerakkan ke arah
samping kiri untuk melihat senar. Posisi ini menciptakan suatu kondisi statis pada bagian
kiri tubuh selama memainkan biola (Lulić, 2010).

Gambar 3. Cara Memegang Biola

Gambar 4. Penggunaan Shoulder Rest pada Biola

Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=88G0O5unNuQ
Biola sebaiknya tidak ditempatkan mengarah terlalu ke depan, agar pusat tekanan
tetap berada di tulang belakang. Apabila tangan menekuk ke depan, maka tumpuan akan
berpindah ke tulang belikat yang meningkatkan kemungkinan keluhan pada bahu (Lulić,
2010). Bagi beberapa orang, diperlukan tambahan shoulder rest di bawah biola supaya
leher tidak terlalu menekuk atau Pundak terlalu terangkat saat memegang biola
(Hildebrandt et al., 2021). Jika ruang antara permukaan atas biola dengan dagu terlalu
jauh, dapat membuat pemain biola mengangkat bahu yang akhirnya dapat membuat
kedua bahu menjadi tegang dan cepat lelah. Selain itu, jika leher terlalu menekuk ke
samping dapat memberikan tekanan berlebih pada tulang servikal yang dalam durasi
panjang akan menimbulkan keluhan pada leher (Kuo et al., 2020).
Tangan kiri kemudian digunakan untuk memegang tongkat biola. Tongkat biola
dipegang dengan cara meletakkan ibu jari di antara ujung atas frog dan grip di bagian sisi
dalam tongkat. Kemudian jari tengah dan jari manis diputar sampai ke sisi lain dari
tongkat, dengan jari manis memegang bagian tengah frog dan jari tengah berada di sisi
samping busur. Jari telunjuk juga diputar sampai ke sisi lain dan diletakkan di antara grip
dan winding. Hal tersebut berguna untuk mengatur sudut tongkat bersama dengan ibu
jari. Keempat jari tersebut kemudian dimiringkan sedikit ke arah kiri agar ujung jari
kelingking dapat menyentuh bagian atas tongkat tanpa memberikan tekanan tambahan.
Tangan kanan akan cenderung lebih dinamis jika dibandingkan dengan tangan kiri
karena tangan kanan banyak melakukan gerakan ketika menggesekkan busur ke senar
biola (Lulić, 2010)

Gambar 5. Cara Memegang Tongkat Biola

Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=88G0O5unNuQ

Pergerakan tubuh pada saat memainkan biola juga harus diperhatikan. Pastikan tubuh
tetap tegak dan berada pada posisi netral saat memainkan biola. Jika terdapat gerakan
memutar, maju, atau mundur pada tubuh bagian atas, pastikan untuk tetap kembali ke
posisi semula untuk menghindari tekanan pada tulang belakang (L5-T1) yang berkaitan
dengan keluhan musculoskeletal disorders (Kochem and Silva, 2018)

C. Antropometri Ketika Memainkan Biola


Biola memiliki beberapa jenis ukuran yang dipilih tergantung pada panjang lengan
(diukur dari leher hingga tengah pergelangan tangan) pemainnya. Perbedaan ukuran ini
disediakan agar pemain biola dari berbagai usia tetap dapat memainkan biola dengan
nyaman. Pemain biola dapat mengganti ukuran biola seiring bertambahnya panjang
lengan ketika beranjak dewasa. Berikut ini merupakan daftar ukuran biola tersebut:

Tabel 1. Jenis dan Ukuran Biola


Ukuran Panjang tangan maksimal (cm)
1/16 35,5
1/10 38
1/8 42
1/4 47
1/2 50,5
3/4 56
4/4 (full size) 58,5 ke atas

Data antropometri dari tahun 2010 – 2018 menunjukkan panjang bahu-genggaman


tangan ke depan milik orang Indonesia dari beberapa rentang usia, sebagai berikut:

Tabel 2. Data Antropometri Panjang Bahu-Genggaman Tangan ke Depan Orang Indonesia


Usia Panjang (cm)
5%ile 50%ile 95%ile SD
7 – 10 tahun 39,14 45,78 52,43 4,04
10 – 12 tahun 45,68 53,03 60,38 4,47
16 – 19 tahun 48,96 60,68 72,4 7,13
20 – 22 tahun 51,58 57,96 64,34 3,88
>23 tahun 50,59 60,02 69,44 5,73
Sumber: https://antropometriindonesia.org/index.php/detail/artikel/4/10/data_antropometri

Pengukuran panjang bahu-genggaman tangan ke depan digunakan untuk mengukur


jangkauan (reach) yang aman bagi individu. Pengukuran jangkauan (reach)
menggunakan data 5%ile sebagai acuan (Pheasant, 2003). Berdasarkan data di atas, maka
5%ile orang dewasa Indonesia (>20 tahun) dapat menggunakan biola ukuran 1/2.
Namun, bagi para individu yang berada pada kelompok 50%ile sampai 95%ile dapat
menggunakan ukuran 3/4 atau 4/4. Untuk dapat menggunakan ukuran 4/4 dengan
nyaman, juga diperlukan beberapa penyesuaian panjang biola.
Jika biola yang digunakan terlalu besar atau terlalu kecil, maka akibatnya akan terlihat
dari besarnya sudut pada siku. Kekuatan maksimum pada lengan akan berkurang ketika
sudut siku semakin lebar atau semakin sempit. Sudut yang tepat untuk mendapatkan
kekuatan optimal berada pada kisaran 90 derajat. Hal tersebut dapat disebabkan oleh
faktor anatomi (momen lengan otot), muskular (hubungan kekuatan-panjang otot), dan
saraf (respon dari sensor pada kapsul sendi atau unit tulang-tendon) yang saling berkaitan
(Doheny et al., 2008).

Gambar 6. Postur Tangan dan Pergelangan Tangan

Sumber: Bodyspace
Posisi tangan yang dialami oleh pemain biola pada saat memainkan biola adalah
radial deviation pada tangan kiri ketika memencet senar serta flexion pada tangan kanan
ketika memegang dan menggesekkan tongkat. Posisi flexion merupakan posisi paling
lemah dalam hal kekuatan menggenggam jika dibandingkan dengan posisi lain
(Pheasant, 2003). Sudut flexion pada pergelangan tangan juga dipengaruhi oleh kunci
nada yang akan digesek.

Gambar 7. Posisi Istirahat, Pegangan Kuat, dan Pegangan Presisi

Sumber: Bodyspace

Kekuatan genggaman pada saat memainkan biola termasuk ke dalam precision grip
pada tangan kanan sebagaimana tumpuan tangan ketika menggesek biola berada pada
jari telunjuk dan ibu jari. Posisi kedua lengan dan tangan ketika memainkan biola tidak
berada pada posisi normal. Hal ini dapat menyebabkan tekanan lebih pada otot. Ketika
beban ini terus bertambah, maka akan terjadi fenomena ‘wear and tear’ yang menjadi
awal dari munculnya tenosynovitis, carpal tunnel syndrome, dan gangguan
muskoloskeletal lainnya (Pheasant, 2003).

III. Kesimpulan
Biola sebagai alat musik yang telah berkembang dari abad ke-16 hingga saat ini
mampu memberikan dampak melalui musik-musik yang dapat dihasilkan dari alat
tersebut. Namun, dibalik hal tersebut, pemain biola banyak mengalami keluhan pada
anggota gerak tubuh mereka akibat postur janggal, gerakan repetitif, dan juga posisi
statis yang mereka alami baik ketika berlatih maupun sedang menampilkan permainan
biola secara langsung. Meskipun pada saat bermain biola tidak membutuhkan kekuatan
maksimum, posisi janggal yang dialami oleh pemain biola disertai durasi yang panjang
dapat meningkatkan risiko terjadinya gangguan muskoloskeletal (Pheasant, 2003).
Keluhan-keluhan tersebut dapat dikaji secara ergonomi fisik karena masih terkait satu
sama lain. Dengan adanya kajian tersebut, pemain biola dapat memperhatikan kembali
posisi tubuhnya saat memainkan biola, terutama dalam waktu panjang. Program
pelatihan otot juga dapat membantu pemain biola untuk memperbaiki posturnya kembali
(Kuo et al., 2020).
Kajian Program Perubahan Jalur KRL Jabodetabek dengan Pendekatan Ergonomi
Kognitif

I. Pendahuluan
Menurut Merriam-Webster, mobilitas (mobility) adalah kemampuan untuk berpindah
tempat, serta kemampuan untuk mengubah posisi sosial atau sosio-ekonomi di dalam
komunitas terutama untuk meningkatkannya. Beberapa pendapat mengatakan bahwa
mobilitas dapat terjadi apabila seseorang melewati suatu batas wilayah baik secara
permanen maupun sementara, sedangkan beberapa pendapat lain menyebutkan bahwa
migrasi harus bersifat permanen dan disertai dengan perubahan perilaku (Djoko et al.,
2017). Adanya perpindahan penduduk dipengaruhi oleh faktor pendorong di suatu
wilayah dan faktor penarik di wilayah lainnya. Daya dorong yang menyebabkan orang
berpindah ke tempat lain biasanya adalah tidak tersedianya sumber daya untuk
memberikan jaminan kehidupan bagi penduduknya. Sementara faktor penarik yang
dimiliki wilayah lain adalah anggapan bahwa daerah tersebut mampu menyediakan
fasilitas dan sumber-sumber kehidupan bagi penduduk.
Salah satu bentuk perpindahan penduduk yang banyak dilakukan di kota-kota besar
adalah dengan menggunakan kereta, terutama bagi penduduk wilayah Jakarta, Bogor,
Depok, Tangerang, dan Bekasi (Setyodhono, 2017). Perpindahan dilakukan untuk
bekerja, bersekolah, atau kegiatan lainnya. Moda transportasi tersebut banyak dipilih
karena pertimbangan kecepatan, kenyamanan, kepraktisan, dan keamanan. Dengan
menaiki kereta untuk berpindah dari satu kota ke kota lain dapat membantu menghindari
kemacetan jalan raya sekaligus menghemat biaya dengan jarak tempuh yang cukup jauh.
Pada tahun 2020, jumlah penumpang KRL mencapai 153.154.151 orang dengan rata-rata
penumpang harian sebesar 419.600 orang. Sementara pada tahun 2021 terjadi penurunan
dengan penumpang total sebesar 5.048.440 orang dengan rata-rata penumpang harian
sebanyak 162.853 orang (Dihni, 2022). Penurunan ini terjadi akibat lonjakan kasus
Covid-19 di Indonesia. Terlihat dari data bahwa penurunan jumlah penumpang tertinggi
berada pada pertengahan bulan Juli di mana terjadi peningkatan kasus 44,1% dan
dilakukan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 4 di Jawa-Bali
(BPS, 2021; Satgas Covid-19, 2021).
Sejak 25 Mei 2022, jalur KRL mengalami perubahan, terutama pada jalur Bogor dan
jalur Bekasi/Cikarang (Yanwardhana, 2022). Perubahan ini terjadi untuk meningkatkan
keselamatan dan keamanan pengguna saat pindah peron untuk transit dengan tidak perlu
menyeberang jalur rel yang membahayakan nyawa penumpang. Adanya perubahan
menyebabkan para penumpang harus melakukan penyesuaian kembali. Beberapa
keluhan yang dialami oleh penumpang semenjak pergantian jalur tersebut di antaranya
adalah kepadatan stasiun transit Manggarai serta keterlambatan kereta (KRL, 2022a).
Proses pembiasaan kembali dari kebiasaan lama menjadi kebiasaan baru tersebut
terkait dengan ergonomi kognitif. Ergonomi kognitif adalah cabang ergonomi yang
berkaitan dengan proses mental manusia, termasuk di dalamnya; persepsi, ingatan, dan
reaksi, sebagai akibat dari interaksi manusia terhadap pemakaian elemen sistem
(International Ergonomic Association, n.d.). Pekerjaan didesain untuk mengelola beban
kerja kognitif dan meningkatkan keandalan manusia. Ergonomi kognitif juga dapat
didefinisikan sebagai ilmu yang memanfaatkan informasi-informasi mengenai sifat,
kemampuan, dan keterbatasan manusia dari sisi kognitif untuk mendapatkan suatu sistem
kerja yang terbaik. Penelitian kognitif sendiri meliputi penelitian atau eksperimen
mengenai sikap manusia jika manusia dihadapkan pada satu jenis pekerjaan, yang
meliputi penerimaan, pembelajaran, penilaian, dan pengambilan keputusan maupun
mengingat sesuatu (Hutabarat, 2018).

II. Pembahasan
A. Kereta Commuter Indonesia
PT Kereta Commuter Indonesia merupakan anak perusahaan PT Kereta Api Indonesia
(Persero) yang mengelola KA Commuter Jabodetabek dan sekitarnya sejak Agustus
2008. Pengelolaan KA Commuter dipisahkan dari kereta api jarak jauh (KAJJ) agar lebih
fokus dalam memberikan pelayanan dan menjadi solusi dari masalah transportasi di
perkotaan. KCI melakukan modernisasi angkutan KRL pada 2011 dengan cara
menyederhanakan rute, menerapkan kereta khusus wanita, mengubah nama, menghapus
KRL ekspres, serta renovasi dan penataan ulang sarana dan prasarana. Mulai tahun 2013,
KCI menerapkan sistem tiket elektronik (E-Ticketing) dan sistem tarif progresif.
Kemudian sejak akhir Mei 2022 dilakukan pembaruan rute KRL menjadi 1 jalur di setiap
rute perjalanan. Hingga saat ini KCI memiliki 1.196 unit kereta yang telah beroperasi
melayani 80 stasiun wilayah Jabodetabek dengan jangkauan rute mencapai 418,5 km
(KRL, 2022b).
Untuk dapat menaiki KRL, diperlukan kartu multi trip (KMT) atau commuterpay, atau
yang elektronik lainnya. KMT dapat dibeli di stasiun KRL dengan harga Rp30.000
termasuk saldo Rp10.000 untuk KMT Reguler. Jika saldo KMT tidak cukup untuk
melakukan perjalanan, dapat diisi kembali melalui teller atau vending machine yang juga
tersedia di setiap stasiun KRL. Sebelum memasuki peron, KMT ditempelkan (tap-in)
pada gate yang berada pada sisi kiri. Setelah lampu pada gate berubah menjadi hijau,
calon penumpang dapat memutar gate untuk masuk menuju peron. Calon penumpang
dapat menunggu kedatangan kereta di peron yang sesuai dengan tujuan dan berdiri di
belakang garis kuning yang telah ditentukan. Sebelum menaiki kereta, sebaiknya
mendahulukan pengguna KRL yang akan turun terlebih dahulu (KAI Commuter, n.d.).
Gerbong pertama dan gerbong terakhir dari rangkaian kereta KRL merupakan
gerbong khusus wanita. Pada setiap gerbong juga disediakan kursi prioritas yang terletak
di empat sisi ujung gerbong di dekat pintu keluar-masuk. Kursi prioritas tersebut
diperuntukkan bagi penumpang lanjut usia, penyandang disabilitas, ibu membawa anak,
dan Wanita hamil (KAI Commuter, n.d.). Terdapat perbedaan warna untuk kursi biasa
dan kursi prioritas; kursi warna hijau untuk penumpang umum dan kursi merah untuk
penyandang disabilitas. Di dalam setiap gerbong kereta juga dilengkapi dengan peta rute
KRL yang ditempel di bagian atas kereta. Sementara di bagian luar kereta terdapat
tulisan berjalan untuk menunjukkan stasiun transit yang akan dituju. Sejak bulan
Februari 2022, pembatasan jumlah penumpang kereta dan aturan menjaga jarak pada
kursi kereta telah dicabut namun setiap penumpang tetap diwajibkan untuk memakai
masker, menjaga jarak, serta dilarang makan, minum, dan berbicara di dalam kereta.
Setelah menuruni kereta, penumpang melakukan tap-out di gate keluar KRL yang
berada pada sisi kanan (KAI Commuter, n.d.). Setelah lampu pada gate berubah menjadi
hijau, penumpang dapat mendorong gate untuk keluar dari stasiun. Pada setiap stasiun
juga terdapat papan penanda arah untuk menunjukkan lajur yang harus diambil agar
sampai ke stasiun tujuan. Dari pintu masuk dan pintu keluar dilengkapi penunjuk arah
untuk memudahkan penumpang mengambil jalan keluar menuju arah yang dinginkan. Di
dalam kereta juga diberi penunjuk suara ketika berhenti di setiap stasiun serta penunjuk
arah untuk perpindahan jalur yang diperlukan jika berada di stasiun transit.

Gambar 1. Pedoman Naik KRL

Sumber: krl.co.id

Gambar 2. Penunjuk Arah di Stasiun KRL

B. Jalur Lama KRL


Sebelum tanggal 28 Mei 2022, KRL enam jalur perjalanan yang dibedakan oleh enam
warna, yaitu kuning, merah, biru, merah muda, hijau, hijau muda, dan coklat. Bagi
penumpang dari Tangerang jika ingin menuju Bogor dapat menaiki kereta jalur coklat
menuju stasiun transit Duri kemudian melanjutkan perjalanan melalui jalur kuning
menuju Tanah Abang-Manggarai-Bogor tanpa transit. Penumpang dari arah
Cikarang/Bekasi dapat mengambil jalur biru hingga stasiun akhir Jakarta Kota tanpa
transit, mengambil jalur kuning di stasiun transit Jatinegara lalu mengambil jalur merah
muda di stasiun transit Kampung Bandan untuk tujuan akhir Tanjung Priok, mengambil
jalur merah di stasiun transit Manggarai untuk menuju arah Depok/Bogor/Nambo,
mengambil jalur kuning lalu transit di stasiun Duri untuk menuju Tangerang dan transit
di stasiun Tanah Abang untuk menuju Rangkasibitung-Merak. Stasiun Jakarta Kota
menjadi stasiun sentral yang menjadi pertemuan tiga jalur kereta Bogor-Jakarta Kota,
Bekasi-Jakarta Kota dan Kampung Bandan-Jakarta Kota. Sementara stasiun Manggarai
menjadi pertemuan tiga jalur kereta Bogor-Jakarta Kota, Bogor/Nambo-Jatinegara, dan
Bekasi-Jakarta Kota. Jalur kuning merupakan jalur paling panjang yang berjalan dari
Jatinegara hingga Bogor/Nambo dengan melewati lima stasiun transit.

Gambar 3. Jalur Lama KRL Jabodetabek

Sumber: krl.co.id

C. Jalur Baru KRL


Mulai tanggal 28 Mei 2022, dilakukan Switch Over 5 yang membuat jalur KRL
berkurang menjadi lima dengan adanya penghapusan jalur kuning untuk Bogor/Nambo-
Jatinegara. Bagi penumpang dari arah Bogor/Nambo yang ingin menuju
Jatinegara/Cikarang dapat mengambil jalur merah kemudian transit di Stasiun Manggarai
untuk mengambil jalur biru ke arah Stasiun Jatinegara. Penumpang dari arah Merak-
Rangkasibitung dan Tangerang yang ingin menuju Bogor dapat menggunakan rute transit
di Stasiun Tanah Abang dan Stasiun Duri dan mengambil jalur biru untuk transit di
Stasiun Manggarai, kemudian dari Stasiun Manggarai mengambil jalur merah menuju
arah Bogor/Nambo. Penumpang dari arah Cikarang tidak dapat langsung menuju Stasiun
Jakarta Kota pada rute baru, melainkan mengambil jalur biru menuju Stasiun Kampung
Bandan kemudian mengambil jalur merah muda menuju Stasiun Jakarta Kota.
Penumpang dari arah Cikarang yang ingin menuju Bogor dapat mengambil jalur biru ke
arah Stasiun Manggarai kemudian mengambil jalur merah menuju stasiun akhir
Bogor/Nambo. Pergantian jalur ini menjadikan Stasiun Manggarai sebagai stasiun sentral
untuk kereta rute Jatinegara-Kampung Bandan-Duri-Tanah Abang, rute Cikarang-
Jatinegara, dan rute Jakarta Kota-Bogor/Nambo.

Gambar 4. Jalur Baru KRL Jabodetabek

Sumber: krl.co.id

D. Stasiun Manggarai
Saat ini stasiun Manggarai menjadi stasiun sentral untuk pertemuan kereta Cikarang-
Jatinegara, Jatinegara-Kampung Bandan-Duri-Tanah Abang, dan Bogor/Nambo-Jakarta
Kota. Stasiun Manggarai memiliki 13 jalur untuk melayani penumpang kereta api.
Sebelum adanya SO 5, berikut ini merupakan skema pembagian jalur di Stasiun
Manggarai:
 Jalur 1: KA Jarak Jauh dan Bekasi/Cikarang Line
 Jalur 2: KA Jarak Jauh dan Bekasi/Cikarang Line
 Jalur 3: KA Jarak Jauh dan Bekasi/Cikarang Line
 Jalur 4: Non Aktif
 Jalur 5: Non Aktif
 Jalur 6: Loopline (Bogor) dan KA Barang
 Jalur 7: Loopline (Bogor) dan KA Barang
 Jalur 8: KA Bandara Soetta
 Jalur 9: KA Bandara Soetta
 Jalur 10 (elevated): Central Line (Bogor)
 Jalur 11 (elevated): Central Line (Bogor)
 Jalur 12 (elevated): Central Line (Bogor)
 Jalur 13 (elevated): Central Line (Bogor)
Kemudian setelah adanya SO 5, terjadi penyesuaian pembagian jalur kereta api di
Stasiun Manggarai, menjadi sebagai berikut:
 Jalur 1: KA Jarak Jauh
 Jalur 2: KA Jarak Jauh
 Jalur 3: Non Aktif
 Jalur 4: Non Aktif
 Jalur 5: Non Aktif
 Jalur 6: Bekasi/Cikarang Line dan KA Barang
 Jalur 7: Bekasi/Cikarang Line dan KA Barang
 Jalur 8: KA Bandara Soetta
 Jalur 9: KA Bandara Soetta
 Jalur 10 (elevated): Central Line (Bogor)
 Jalur 11 (elevated): Central Line (Bogor)
 Jalur 12 (elevated): Central Line (Bogor)
 Jalur 13 (elevated): Central Line (Bogor)

Permasalahan yang muncul pada saat tiga hari pertama dilakukannya perubahan jalur
ini adalah terjadinya penumpukan penumpang di Stasiun Manggarai serta keterlambatan
kereta yang cukup lama. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, KCI kemudian
menambah 12 perjalanan KRL Feeder untuk rute Manggarai-Angke/Kampung Bandan
PP pada pagi hari, serta 10 perjalanan KRL Feeder rute Manggarai-Angke/Kampung
Bandan PP dan Manggarai-Bekasi PP pada sore hari. Alternatif lain yang dapat dipilih
untuk menghindari kepadatan Stasiun Manggarai, bagi penumpang dari Stasiun Tanah
Abang/Duri tujuan Jakarta Kota dapat menggunakan KRL tujuan
Jatinegara/Bekasi/Cikarang pada jalur biru dengan transit di Stasiun Kampung Bandan
kemudian menuju Jakarta Kota menggunakan jalur merah muda. Penumpang dari arah
Tanah Abang/Duri menuju Bekasi/Cikarang dapat melewati Stasiun Manggarai tanpa
transit menggunakan jalur biru. Bagi penumpang Jakarta Kota-Bekasi/Cikarang dapat
menggunakan jalur merah muda untuk transit di Stasiun Kampung Bandan dan
mengambil jalur biru untuk menuju Jatinegara/Bekasi/Cikarang (KRL, 2022a).

E. Analisa Ergonomi Kognitif


Perubahan jalur KRL menjadikan hanya ada satu jalur kereta di semua stasiun berbeda
dari sebelumnya, ada beberapa stasiun yang dilewati oleh dua jalur kereta. Hal ini dapat
memudahkan penumpang pada saat akan menaiki kereta karena menurunkan
kemungkinan terjadinya kesalahan memilih kereta. Setiap jalur tersebut juga dibedakan
warnanya untuk memudahkan penumpang mengenali rute yang harus diambil. Hal ini
sesuai dengan penerapan ergonomi koginitif yaitu standardize. Standardize merupakan
ketentuan yang telah standar secara formal untuk mengurangi ketidakkonsistenan
(Hutabarat, 2018).
Penempelan rute kereta di bagian dalam tiap gerbong kereta juga dapat membantu
penumpang mengidentifikasi apakah rute yang diambil sudah benar atau belum serta
membantu memperhitungkan waktu kapan mereka akan turun. Hal ini sesuai dengan
prinsip penerapan ergonomi kognitif use patterns. Informasi yang diberikan dengan
menggunakan pola/pattern akan lebih mudah ditangkap oleh mata manusia dan lebih
cepat dipahami (Hutabarat, 2018). Hal ini juga dibantu dengan pengumuman secara
verbal yang dilakukan oleh petugas kereta setiap kali berhenti di stasiun, serta arahan
untuk pindah jalur jika harus pindah kereta di stasiun transit. Penggunaan tulisan berjalan
di bagian luar kereta dan juga penunjuk arah di stasiun dapat membantu penumpang
memastikan bahwa kereta yang diambil sudah benar. Hal ini sesuai dengan prinsip
penerapan ergonomi kognitif use redundancies. Prinsip tersebut menerapkan pemberian
informasi dengan lebih dari satu cara untuk memberikan bantuan bagi otak manusia agar
mengenali tanda yang diberikan.
Berdasarkan pendekatan skill-rule-knowledge, aktivitas yang sudah rutin dilakukan
dan membutuhkan perhatian yang sedikit akan memasuki tingkat skill-based. Hal inilah
yang menyebabkan Stasiun Manggarai mengalami penumpukan penumpang. Penumpang
akan cenderung mengambil rute yang biasa dilewati sehingga mengabaikan pilihan lain
untuk menghindari kepadatan di Stasiun Manggarai. Bagi penumpang yang awalnya
tidak perlu transit di Stasiun Manggarai juga dapat berisiko mengalami kebingungan.
Pada kondisi tersebut, manusia akan memasuki tingkat pemikiran sadar yang disebut
knowledge-based. Pada tingkat tersebut, manusia dituntut untuk menyelesaikan masalah
di situasi yang tidak familiar serta tidak terbiasa dilakukan. Kebingungan tersebut dapat
dikurangi dengan adanya bantuan dari petugas dan penunjuk arah yang disediakan di
setiap stasiun. Setelah para penumpang terbiasa dengan jalur baru KRL maka aktivitas
tersebut akan kembali memasuki tingkat skill-based (Embrey, n.d.).
Gate yang digunakan di stasiun untuk memasuki peron memiliki dua lampu penanda
dan satu kotak untuk memunculkan pernyataan sisa saldo KMT yang dimiliki. Lampu
merah dengan stiker ‘X’ di atasnya menandakan ‘dilarang lewat’. Setelah kartu KMT
ditempelkan dan teridentifikasi, maka lampu hijau dengan stiker ‘√’ akan menyala
disertai bunyi ‘klik’ dari pintu putar yang ada di gate. Jika saldo di dalam KMT kurang,
maka kotak di bawah lampu hijau dan merah akan menyala dengan warna kuning disertai
pertanyaan bahwa saldo yang dimiliki kurang. Jika saldo cukup, maka kotak tersebut
juga akan menyala dengan warna kuning untuk menunjukkan pernyataan ‘kartu berhasil
teridentifikasi’ dan menyebutkan saldo yang dimiliki. Begitu pula sebaliknya pada saat
akan keluar dari stasiun. Prosedur ini memudahkan penumpang dan calon penumpang
untuk mengidentifikasi kapan mereka dapat berjalan melewati gate. Hal ini sesuai
dengan penerapan prinsip ergonomi kognitif provide variable stimuli. Manusia terbiasa
dengan hal-hal umum terjadi, oleh karena itu diperlukan adanya stimulus yang lain dari
umum untuk menarik perhatian (Hutabarat, 2018). Namun, terkadang nyala lampu pada
gate tidak terlihat jelas ketika siang hari karena biasanya gate berada di sisi luar stasiun
yang menghadap langsung ke arah sinar matahari.

III. Kesimpulan
Perubahan jalur kerta KRL Jabodetabek pada dasarnya dilakukan untuk memudahkan
penumpang mengambil kereta yang sesuai dengan jalur menuju stasiun tujuan.
Kebingungan yang dialami oleh penumpang pada saat awal perubahan merupakan respon
wajar yang dialami oleh otak manusia. Seiring berjalannya waktu, perjalanan kereta KRL
Jabodetabek dapat beroperasi dengan lebih optimal. Dalam proses adaptasi tersebut, PT
Kereta Commuter Indonesia memiliki peran untuk menyediakan fasilitas serta sarana dan
prasarana yang membantu para penumpang dan calon penumpang kereta. Masih terdapat
beberapa hal yang perlu diperhatikan lagi agar perjalanan bersama PT Kereta Commuter
Indonesia dapat menjadi lebih nyaman dan aman bagi para penumpang.
REFERENSI
Allen, M., Gillespie, R., Hayes, P.T., 2002. Essential Elements for Strings. Hal Leonard.
BPS, 2021. PERILAKU MASYARAKAT PADA MASA PPKM DARURAT.
Britannica, T.E. of E., n.d. violin | Definition, Structure, History, & Facts [WWW Document].
URL https://www.britannica.com/art/violin (accessed 6.10.22).
Chi, J.-Y., Halaki, M., Ackermann, B.J., 2020. Ergonomics in violin and piano playing: A
systematic review. Applied Ergonomics 88, 103143.
https://doi.org/10.1016/j.apergo.2020.103143
Dihni, V.A., 2022. Penumpang KRL Jabodetabek Turun 19,6% pada 2021 [WWW Document].
URL https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/01/04/penumpang-krl-jabodetabek-
turun-196-pada-2021#:~:text=Sepanjang%202020%2C%20jumlah%20penumpang
%20KRL,di%20wilayah%20Jawa%20dan%20Bali. (accessed 6.13.22).
Djoko, S.M.A.S., Karyana, Y., Karim, N.A., Mirdad, A.J., Fatah, R.H.A., Kusdiana, D.,
Pamungkas, P., Badranaya, D., 2017. Mobilitas Penduduk Dan Bonus Demografi . UNPAD
PRESS.
Doheny, E.P., Lowery, M.M., FitzPatrick, D.P., O’Malley, M.J., 2008. Effect of elbow joint angle
on force-EMG relationships in human elbow flexor and extensor muscles. Journal of
Electromyography and Kinesiology 18, 760–770.
https://doi.org/10.1016/J.JELEKIN.2007.03.006
Dul, J., Weerdmeester, B., 2001. Ergonomics for Beginner, 2nd ed. Taylor and Francis, New
York.
Embrey, D., n.d. Human Error Understanding Human Behaviour and Error.
Epperson, G., 2022. music | Art Form, Styles, Rhythm, & History [WWW Document]. URL
https://www.britannica.com/art/music (accessed 6.10.22).
Hagberg, M., Thiringer, G., Brandström, L., 2005. Incidence of tinnitus, impaired hearing and
musculoskeletal disorders among students enroled in academic music education—a
retrospective cohort study. International Archives of Occupational and Environmental Health
2005 78:7 78, 575–583. https://doi.org/10.1007/S00420-005-0621-Y
Hildebrandt, H., Margulies, O., Kohler, B., Nemcova, M., Nubling, M., Verheul, W., Hildebrandt,
W., 2021. Muscle Activation and Subjectively Perceived Effort in Typical Violin Positions.
Med Probl Perform Art 36, 207–217. https://doi.org/10.21091/MPPA.2021.3023
Hutabarat, J., 2018. KOGNITIF ERGONOMI. Mitra Gajayana, Malang.
International Ergonomic Association, n.d. What Is Ergonomics? | The International Ergonomics
Association is a global federation of human factors/ergonomics societies, registered as a
nonprofit organization in Geneva, Switzerland. [WWW Document]. URL https://iea.cc/what-
is-ergonomics/ (accessed 6.13.22).
KAI Commuter, n.d. PANDUAN NAIK KRL COMMUTERLINE [WWW Document]. URL
https://www.krl.co.id/wp-content/uploads/2021/01/Pedoman-Naik-KRL-KAI-Commuter.pdf
(accessed 6.13.22).
Kochem, F.B., Silva, J.G., 2018. Prevalence of Playing-related Musculoskeletal Disorders in
String Players: A Systematic Review. Journal of Manipulative & Physiological Therapeutics
41, 540–549. https://doi.org/10.1016/J.JMPT.2018.05.001
KRL, 2022a. Hari ke-3 Pasca SO 5 Manggarai, Flow Pengguna Semakin Baik, Petugas Siap
Melayani Pengguna – KRL [WWW Document]. URL https://www.krl.co.id/hari-ke-3-pasca-
so-5-manggarai-flow-pengguna-semakin-baik-petugas-siap-melayani-pengguna/ (accessed
6.13.22).
KRL, 2022b. KRL – Commuterline Indonesia [WWW Document]. URL
https://www.krl.co.id/#_m_perjalanankrl (accessed 6.13.22).
Kuo, Y.-L., Lee, T.-H., Tsai, Y.-J., 2020. Evaluation of a Cervical Stabilization Exercise Program
for Pain, Disability, and Physical Impairments in University Violinists with Nonspecific
Neck Pain. International Journal of Environmental Research and Public Health 17, 5430.
https://doi.org/10.3390/ijerph17155430
Lederman, R.J., 2003. Neuromuscular and musculoskeletal problems in instrumental musicians.
Muscle & Nerve 27, 549–561. https://doi.org/10.1002/MUS.10380
Lulić, J., 2010. ERGONOMIC ASPECT OF VIOLIN PLAYING.
Pheasant, S., 2003. Bodyspace: Anthropometry, Ergonomics, and the Design of Work, second. ed.
Taylor and Francis.
Satgas Covid-19, 2021. ANALISIS DATA COVID-19 INDONESIA UPDATE PER 18 JULI
2021.
Setyodhono, S., 2017. Faktor yang Mempengaruhi Pekerja Komuter di Jabodetabek Menggunakan
Moda Transportasi Utama. Puslitbang Ketenagakerjaan.
van der Beek, A.J., Frings-Dresen, M.H.W., 1998. Assessment of mechanical exposure in
ergonomic epidemiology. Occupational and Environmental Medicine 55, 291.
https://doi.org/10.1136/OEM.55.5.291
Yanwardhana, E., 2022. Ada Perubahan, Ini Jalur Baru KRL Jabodetabek [WWW Document].
CNBC Indonesia. URL
https://www.cnbcindonesia.com/news/20220523114040-4-341020/ada-perubahan-ini-jalur-
baru-krl-jabodetabek (accessed 6.13.22).
 

Anda mungkin juga menyukai