2. Karakteristik Kependudukan
Indonesia
Berdasarkan Sensus Penduduk 2020 jumlah penduduk Indonesia 270,20 juta jiwa. Penduduk
sebanyak itu Indonesia terdiri atas berbagai suku bangsa dan etnik. Setiap suku bangsa memiliki
budaya khas seperti bahasa daerah, pakaian adat, upacara adat, dan tradisi. Budaya khas tersebut
menambah khazanah budaya bangsa Indonesia.
Dalamberinteraksi,pendudukIndonesia meng-
gunakan bahasa Indonesia. Selain bahasa
nasional, tiap-tiap suku di Indonesia memiliki
bahasa daerah. Sebagian besar penduduk
Indonesia menganut agama Islam dan sisanya
menganut agama Katolik, Kristen, Hindu,
Buddha, dan Konghucu.
Indonesia merupakan negara yang berada
di jalur strategis perdagangan dunia. Posisi
tersebut menyebabkan Indonesia aktif dalam
perdagangan internasional. Keaktifan Indonesia
di bidang perdagangan internasional terlihat Tari Legong sebagai salah satu bentuk kebudayaan
dalam kegiatan ekspor dan impor. Komoditas Indonesia
ekspor Indonesia meliputi gas alam, hasil hutan, Sumber: http://web.archive.org/web/20210408072711/https://cdnaz.cekaja.
com/media/2020/06/Tari-Legong-7-Kesenian-Tradisional-Khas-Bali-
tekstil, serta hasil pertanian dan peternakan. yang-Belum-Banyak-Orang-Tahu.jpg, diunduh 15 Februari 2021
Adapun komoditas impor Indonesia meliputi
minyak, perlengkapan industri, farmasi dan
kimia, serta barang elektronik dan otomotif.
Karakteristik Alam dan Kependudukan
di Brunei Darussalam
Dunia terbagi menjadi banyak negara dan kawasan. Negara-negara di dunia dibatasi sifat
administrasi dan politis. Batas tersebut berkaitan dengan sejarah dan kepentingan di wilayah
administrasi. Meskipun demikian, alam tidak mengenal batas administrasi. Pengelolaan alam terkait
kondisi lingkungan hendaknya dilakukan secara terintegrasi.
Kondisi lingkungan di suatu negara dapat berpengaruh terhadap negara lain, terutama negara
tetangga, misalnya dampak bencana kabut asap di Indonesia berdampak hingga negara lain seperti
Singapura dan Malaysia. Penanganan masalah pencemaran udara tersebut membutuhkan kerja sama
antarnegara. ASEAN mempunyai badan-badan sektoral di bidang lingkungan, seperti ASEAN Senior
Officials on the Environment/ASOEN (bidang lingkungan hidup), ASEAN Senior Officials on
Forestry/ASOF (bidang Kehutanan), dan ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution/AATHP
(isu penanganan asap dan polusi lintas negara).
Permasalahan lingkungan lain seperti isu sampah laut menjadi perhatian bagi negara-negara
ASEAN. Sebagian besar negara ASEAN mempunyai wilayah perairan laut yang saling berbatasan.
Kebersihan perairan laut menjadi tanggung jawab bersama. Pada Mei 2018 Indonesia menjadi tuan
rumah pertemuan ke-16 ASEAN Working Group on Environmentally Sustainable Cities (AWGESC) di
Kota Balikpapan, Kalimantan Timur. Pertemuan ini mendukung kesepakatan antarnegara ASEAN
untuk membangun kota secara berkelanjutan. Salah satu masalah utama yang diusung pada
pertemuan ini adalah sampah plastik laut.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menjadi tuan rumah pertemuan ASEAN
Working Group on Nature Conservation and Biodiversity (AWGNCB) ke-30 secara virtual pada 21–22
Oktober 2020. Kelompok Kerja ASEAN ini dibentuk untuk mengintensifkan kerja sama dalam bidang
konservasi keanekaragaman hayati, pemanfaatan berkelanjutan, serta promosi lingkungan yang
bersih dan hijau di kawasan ASEAN.
Pertemuan ini mencatat kontribusi dan kerja sama dengan mitra wicara sejumlah US$43 juta
atau Rp630 triliun, dalam bentuk berbagai jenis proyek. Sebagian dari proyek tersebut dilaksanakan
di Indonesia dengan nilai setidaknya US$2,5 juta yang dikelola secara langsung melalui tiga proyek,
yaitu Small Grant Programme (SGP), Biodiversity Conservation and Management of Protected Areas
(BCAMP), dan ASEAN Flyway Network. Indonesia juga memperoleh manfaat tidak langsung dari
berbagai program yang dilakukan di tingkat regional tersebut, seperti peningkatan kapasitas,
pelatihan, magang kerja, dan pembukaan lapangan kerja baru.
Kawasan Asia Tenggara dan Dampak Pemanasan Global
Sebagian besar wilayah Asia Tenggara beriklim tropis. Kondisi ini memengaruhi aktivitas ekonomi
penduduk Asia Tenggara. Saat ini iklim mengalami gangguan. Anomali cuaca terjadi hampir di sebagian
besar negara di dunia. Anomali atau ketidaknormalan cuaca karena perubahan pola penggunaan lahan dan
perilaku yang menyebabkan pemanasan global (global warming). Pemanasan global terjadi karena gas
buang kendaraan, pencemaran udara, dan efek rumah kaca. Perubahan iklim dan anomali cuaca
menyebabkan bencana alam, misalnya banjir, badai, kekeringan, dan kebakaran hutan.
Perhatikan peta wilayah terdampak global warming pada gambar di bawah! Negara-negara di Asia
Tenggara seperti Vietnam, Laos, dan Kamboja berisiko tinggi terdampak global warming. Risiko ini
berkaitan dengan karakteristik wilayahnya yang dimanfaatkan untuk pertanian.
Melalui peta tersebut dapat diketahui Indonesia memiliki tingkat risiko sedang. Kondisi ini menunjukkan
wilayah Indonesia tidak aman dari dampak pemanasan global. Upaya antisipasi dan pencegahan fenomena
dampak pemanasan global harus senantiasa dilakukan. Dengan demikian, kerusakan akibat pemanasan
global dapat diminimalisasi.
Faktor-Faktor Pendorong dan Penghambat Mobilitas Sosial
Dalam kehidupan masyarakat, proses mobilitas sosial antarindividu/kelompok tidak berjalan
bersamaan. Terdapat kelompok masyarakat yang mengalami proses mobilitas sosial cepat dan ada
yang mengalaminya secara lambat. Cepat atau lambatnya proses mobilitas sosial dipengaruhi oleh
beberapa faktor pendorong dan penghambat.
1. Faktor Pendorong Mobilitas Sosial
Faktor pendorong mobilitas sosial merupakan faktor pendukung keberhasilan mobilitas sosial
yang dilakukan individu atau kelompok. Adapun faktor-faktor pendorong mobilitas sosial sebagai
berikut.
a. Individu
Mengapa kemampuan individu dapat mendorong mobilitas sosial? Adanya dorongan dalam
diri untuk mewujudkan cita-cita yang kuat, kemauan belajar, dan meningkatkan kemampuan (soft
skills) dapat dijadikan modal untuk melakukan mobilitas sosial. Kembangkan kemampuan dan
kualitas diri agar dapat melakukan mobilitas sosial vertikal naik. Dengan kemampuan yang baik,
individu menjadi lebih kompeten di bidang tertentu.
b. Struktural
Faktor struktural merupakan kondisi adanya kesempatan mengisi atau menempati
kedudukan yang lebih tinggi dalam masyarakat. Sebagai contoh, proses pemilihan kepala desa.
Kepala desa memiliki masa tugas selama enam tahun. Setelah enam tahun, akan diadakan
pemilihan kembali secara demokratis. Masyarakat diberi kesempatan mendaftarkan diri menjadi
calon kepala desa yang baru. Kesempatan mendaftarkan diri menjadi kepala desa inilah yang
menunjukkan faktor struktural. Intinya, mobilitas sosial akibat faktor struktural dipengaruhi
adanya kesempatan mengisi kedudukan yang lebih tinggi dalam struktur sosial (pemerintahan dan
perusahaan). Kondisi tersebut mendorong individu saling berkompetisi memperoleh kedudukan.
c. Ekonomi
Faktor ekonomi dapat mendorong individu/kelompok melakukan mobilitas sosial. Kondisi
ekonomi yang baik memudahkan individu/kelompok melakukan mobilitas sosial. Dengan kondisi
ekonomi baik, individu/kelompok memiliki modal melakukan berbagai aktivitas yang menunjang
mobilitas sosial, misalnya kegiatan usaha atau membiayai biaya pendidikan. Bagaimana jika
individu/ kelompok mengalami kondisi ekonomi sebaliknya? Motivasi kuat untuk mengubah
kondisi ekonomi menjadi pendorong bagi individu/kelompok melakukan mobilitas sosial. Kondisi
ekonomi yang sulit dapat menumbuhkan motivasi dalam diri untuk berusaha keras memperbaiki
kondisi ekonominya.
d. Politik
Situasi politik di suatu wilayah dapat memengaruhi mobilitas sosial masyarakat. Kondisi
politik yang berjalan lancar, aman, dan terkendali mendorong aktivitas masyarakat menjadi lancar.
Masyarakat akan merasa aman dan damai ketika situasi politik kondusif. Masyarakat dapat
melakukan berbagai upaya untuk melakukan mobilitas sosial. Sebagai contoh, kamu, orang tuamu,
dan tetanggamu dapat berangkat sekolah serta berangkat kerja dengan aman karena tidak ada
kekacauan akibat ketidakstabilan politik.
e. Pertumbuhan Penduduk
Jumlah penduduk suatu daerah yang bertambah memiliki dampak terhadap proses mobilitas
sosial. Pertambahan jumlah penduduk menyebabkan peningkatan berbagai kebutuhan seperti
kebutuhan makanan, pakaian, dan tempat tinggal (rumah). Padahal, jumlah makanan, pakaian, dan
tempat tinggal bersifat terbatas. Kondisi demikian mendorong masyarakat melakukan mobilitas
untuk memperoleh atau menciptakan pekerjaan. Selain itu, kondisi tersebut mendorong terjadinya
mobilitas sosial lateral seperti melakukan perpindahan ke daerah atau negara lain atau mencari
penghidupan yang lebih baik.
f. Keinginan Mengunjungi Daerah Lain
Saat ini banyak pengguna media sosial memposting lokasi-lokasi wisata di berbagai daerah di media
sosial. Informasi tersebut mendorong masyarakat mengunjungi tempat-tempat tersebut. Selain
pariwisata, individu atau kelompok yang mengunjungi daerah lain didasarkan atas tuntutan pekerjaan
atau mengadu nasib sebagai upaya peningkatan kesejahteraan. Perpindahan inilah yang mendorong
terjadinya mobilitas sosial lateral.
g. Pekerjaan yang Beragam
Jika suatu daerah terdapat beragam jenis pekerjaan, mobilitas sosial masyarakat akan lebih tinggi.
Sebagai contoh, masyarakat di perkotaan memiliki jenis pekerjaan beragam. Keragaman ini memberikan
kesempatan luas bagi masyarakat untuk memilih pekerjaan yang diinginkan sehingga membantunya
melakukan mobilitas. Berbeda dengan di perdesaan yang cenderung memiliki jenis pekerjaan homogen.
Akibatnya, masyarakat desa cenderung memiliki jenis pekerjaan sama atau homogen. Kondisi tersebut
menyebabkan mobilitas penduduk desa rendah.
h. Kemudahan dalam Akses Pendidikan
Kamu perlu bersyukur apabila kamu masih dapat mengenyam pendidikan di sekolah. Banyak
temanmu yang tidak dapat merasakan pendidikan sepertimu karena keterbatasan akses. Kemudahan
dalam mengakses pendidikan dapat mendorong mobilitas sosial karena seseorang mudah menimba ilmu
dan menaikkan jenjang pendidikannya. Sekolah merupakan social elevator bagi seseorang karena menjadi
salah satu upaya untuk melakukan mobilitas sosial vertikal naik. Melalui sekolah, kamu mendapat ilmu,
pengetahuan, dan keterampilan untuk mengembangkan diri. Seseorang mudah melakukan mobilitas
sosial dengan berbekal pengetahuannya.
2. Faktor Penghambat Mobilitas Sosial
Mobilitas sosial yang dilakukan seseorang kadang tidak terlaksana sesuai harapan. Kondisi ini disebabkan
adanya hambatan dalam mobilitas sosial. Adapun faktor penghambat mobilitas sosial sebagai berikut.
a. Kemiskinan
Kemiskinan merupakan suatu ketidakmampuan masyarakat dari sisi ekonomi untuk memenuhi
kebutuhan dasar dalam kehidupan yang diukur dari sisi pengeluaran. Tidak dapat dimungkiri masyarakat
miskin cenderung lebih sulit melakukan mobilitas sosial dibandingkan masyarakat kaya. Kondisi ini
terjadi karena masyarakat miskin tidak memiliki modal untuk melakukan mobilitas sosial. Kondisi ini
akan lebih sulit lagi jika masyarakat miskin tidak memiliki dorongan kuat untuk keluar dari kemiskinan.
Agar dapat melakukan mobilitas sosial, orang tersebut membutuhkan motivasi kuat untuk lepas dari
kemiskinan. Bagaimana upaya tepat mengatasi kemiskinan? Pemerintah berusaha mengurangi angka
kemiskinan melalui berbagai program seperti subsidi langsung ataupun tidak langsung, program
pemberdayaan, dan peningkatan lapangan pekerjaan.
b. Situasi Politik yang Tidak Kondusif
Situasi politik suatu daerah atau negara dapat memengaruhi proses mobilitas sosial. Situasi politik
yang tidak kondusif dapat berupa perebutan kekuasaan, kekacauan pemerintahan, demonstrasi yang
tidak kondusif, dan konflik sosial berlatar belakang politik. Kondisi demikian menunjukkan keadaan tidak
aman dan membahayakan masyarakat. Situasi politik yang tidak kondusif menghambat individu
melakukan proses mobilitas sosial.
c. Faktor Diskriminasi
Diskriminasi diartikan sebagai pembedaan perlakuan seseorang/kelompok terhadap seseorang/
kelompok lain. Diskriminasi dapat berdasarkan warna kulit, suku bangsa/etnik, agama, ataupun
perbedaan kondisi ekonomi. Sebagai contoh, diskriminasi terhadap penyandang disabilitas seperti
minimnya lowongan kerja bagi penyandang disabilitas dan ketiadaan teknologi yang ramah dan mudah
digunakan oleh kaum disabilitas. Individu atau kelompok yang mengalami diskriminasi akan kesulitan
melakukan mobilitas sosial. Kondisi tersebut terjadi karena pembatasan pemenuhan hak sebagai sesama
manusia.
d. Faktor Kebudayaan
Dilihat dari sisi budaya, kita patut menghormati adanya perbedaan kebudayaan masyarakat di suatu
daerah. Jika dilihat berdasarkan sudut pandang mobilitas sosial, terdapat beberapa kebudayaan dalam
masyarakat yang menghambat proses mobilitas sosial. Sebagai contoh, masyarakat suku Baduy Dalam
tertutup terhadap pengaruh luar yang sebenarnya baik untuk kemajuan. Berbeda dengan masyarakat suku
Baduy Luar
yang terbuka dengan berbagai perubahan. Masyarakat Baduy Dalam cenderung tertutup terhadap
pengaruh budaya luar karena memegang teguh adat istiadat dan tradisinya. Oleh karena itu, masyarakat
sulit mengalami perubahan sosial (Narwoko, 2013: 208–209). Contoh tersebut menunjukkan faktor
kebudayaan dalam masyarakat juga dapat menjadi penghambat anggota masyarakat melakukan
mobilitas sosial. Kebudayaan dapat menghambat mobilitas sosial apabila masyarakat menganggap
perubahan sebagai ancaman terhadap keberlangsungan adat istiadat. Jenis kebudayaan yang menghambat
mobilitas sosial adalah kebudayaan yang cenderung tertutup terhadap pengaruh kebudayaan lain.
Suku Baduy Dalam sulit melakukan mobilitas sosial karena cenderung tertutup dari
masyarakat luar
Sumber: http://web.archive.org/w eb/20200808062653/https://www.cnnindonesia.com/gaya-
hidup/20200708113303-269-522207/mengenal-suku-baduy-dan-wasiat-leluhurnya-untuk-
menjaga-alam, diunduh 12 Maret 2021
sukses.
Aktivitas pekerja pabrik
Fotografer: Muhammad Sidik Rizqi
6. Lembaga Keluarga
Lembaga keluarga dapat menjadi saluran mobilitas sosial. Bagaimana caranya? Cara yang biasanya
ditempuh masyarakat melalui lembaga keluarga dengan pernikahan. Seseorang dapat menaikkan kedudukan
atau status sosial setelah menikah dengan orang yang memiliki kelas sosial tinggi. Selain pernikahan, cara
yang dilakukan dengan mengasuh anak angkat. Anak angkat yang diasuh keluarga dengan kelas sosial tinggi
secara otomatis memiliki status mengikuti orang tua angkat. Dengan demikian, status sosial anak angkat akan
mengalami kenaikan atau penurunan sesuai status atau kedudukan yang dimiliki orang tua angkat.
7. Lembaga Militer
Lembaga militer dan kepolisian merupakan alat negara di bidang pertahanan. TNI bertugas menjaga
keamanan negara. Adapun Polri memelihara keamanan, menegakkan hukum, dan memberikan perlindungan
bagi masyarakat. Lembaga ini dapat dijadikan saluran mobilitas sosial vertikal naik. Seseorang yang berhasil
menjadi bagian dari lembaga militer dan kepolisian akan mengalami peningkatan kedudukan sosial, yaitu
dari masyarakat biasa menjadi abdi negara. Untuk menjadi bagian dari lembaga militer dan kepolisian
seseorang perlu mengikuti tes seleksi. Mereka yang berhasil lolos seleksi akan menempuh pendidikan
akademi. Setelah selesai masa pendidikan, mereka siap menerima status dan peran sebagai tentara atau polisi.
Macam-Macam Keragaman Masyarakat Indonesia
Apa sajakah macam-macam keragaman masyarakat Indonesia? Umumnya keragaman masyarakat
Indonesia meliputi keragaman budaya, agama, suku bangsa, dan pekerjaan.
1. Keragaman Etnik dan Budaya
Berapa jumlah etnik atau suku bangsa di Indonesia? Berdasarkan sensus yang dilakukan Badan
Pusat Statistik pada 2010, suku di Indonesia berjumlah 1.340 etnik. Luar biasa banyak, bukan? Jumlah
populasi setiap suku di Indonesia tidak sama. Beberapa suku memiliki populasi banyak dan ada
beberapa yang sedikit. Berikut beberapa suku yang memiliki populasi banyak di Indonesia.
No. Kelompok Etnik/Suku Bangsa Jumlah Populasi (Jiwa) Dalam Persentase (%)
1. Suku Jawa 95.217.022 40,22
2. Suku Sunda 35.701.670 15,2
Suku Jawa merupakan kelompok suku terbesar di Indonesia dengan jumlah yang mencapai 41%
dari total populasi. Meskipun demikian, bukan berarti suku mayoritas adalah yang terbaik
dibandingkan suku minoritas, atau sebaliknya. Perbedaan etnik tergolong sebagai diferensiasi sosial,
yaitu pembedaan masyarakat dalam kelompok-kelompok tertentu yang tidak menunjukkan tingkatan.
Artinya, setiap etnik berada pada posisi sama dan sederajat. Tidak ada yang berkedudukan lebih tinggi
atau rendah dari etnik lain. Mari saling menghormati dan menghargai perbedaan antaretnik agar
tercipta keadaan yang damai dan harmonis.
Keberadaan etnik yang beragam berbanding lurus dengan beragamnya kebudayaan. Setiap
kelompok etnik memiliki kebudayaan masing-masing. Menurut J.J. Hoenigman, terdapat tiga wujud
kebudayaan, yaitu gagasan, aktivitas, dan artefak. Berikut penjelasan wujud kebudayaan menurut J.J.
Hoenigman selengkapnya.
a. Gagasan (Ide)
Wujud kebudayaan yang pertama adalah gagasan yang bersifat abstrak. Bersifat abstrak
karena tidak dapat diraba, direkam, atau dilihat. Gagasan tersebut hanya ada dalam pikiran individu
penganut kebudayaan tersebut. Contoh wujud kebudayaan gagasan, yaitu norma, adat istiadat,
agama/ kepercayaan, atau hukum yang berlaku di suatu daerah.
b. Aktivitas (Tindakan)
Ada aktivitas atau tindakan juga termasuk wujud budaya. Bersifat konkret, dapat dilihat, dan
direkam. Aktivitas atau tindakan merupakan kegiatan sosial yang berpola dari individu dalam
suatu masyarakat, saling berinteraksi, dan berhubungan secara berkelanjutan dengan sesamanya.
Contoh wujud kebudayaan aktivitas, misalnya acara perkawinan, upacara adat, ritual keagamaan,
dan proses pemilihan pemimpin.
c. Artefak (Karya)
Wujud kebudayaan yang terakhir menurut J.J. Hoenigman adalah artefak atau karya. Artefak adalah
wujud kebudayaan fisik berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan karya masyarakat berupa benda-
benda yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Wujud budaya ini paling konkret di antara
ketiga wujud kebudayaan lainnya. Contoh wujud kebudayaan artefak, yaitu wayang golek, kain songket,
senjata tradisional, pakaian adat, dan sebagainya.
Dalam realitas kehidupan masyarakat, suatu kebudayaan kadang memiliki lebih dari satu wujud
kebudayaan. Sebagai contoh, tari daerah. Tari daerah merupakan budaya yang berwujud aktivitas. Tari
daerah juga mengandung gagasan/nilai dari setiap gerakan, biasanya berupa kisah atau simbolisasi yang
memuat nilai-nilai kearifan lokal.
Rumah adat dan pakaian adat yang beragam termasuk unsur-unsur budaya
Sumber: http://web.archive.org/web/20210315014509/https://www.kompasiana.com/reginasptr/5a81cf0
3bde57508130f9c12/suku-asmat-kejadian-luar-biasa-dan-benturan-budaya?page=all, diunduh
12 Maret 2021
Menurut Koentjaraningrat, budaya dalam masyarakat terdiri atas beragam unsur. Adapun unsur-unsur
budaya antara lain:
1) bahasa (lisan dan tertulis);
2) sistem pengetahuan;
3) sistem kemasyarakatan (sistem kekerabatan, organisasi politik, sistem hukum, dan sistem pernikahan);
4) sistem peralatan hidup dan teknologi (pakaian, rumah, alat-alat rumah tangga, senjata, alat-alat
produksi, dan alat transportasi);
5) sistem mata pencarian (pertanian, sistem produksi, dan sistem distribusi);
6) sistem religi (sistem kepercayaan); serta
7) kesenian (seni rupa, seni suara, dan seni gerak).
Dari sisi budaya, kita akan menemui beragam perbedaan. Bersyukurlah kepada Tuhan Yang Maha
Esa apabila lingkunganmu saat ini damai dan tenteram. Tunjukkan rasa syukurmu dengan ikut menjaga
ketertiban dan saling menghormati di tengah perbedaan.
2. Keragaman Agama
Perbedaan agama juga termasuk keragaman masyarakat. Negara Indonesia mengakui enam agama besar
yang dianut rakyatnya. Berikut ulasan ringkas keenam agama tersebut.
a. Agama Hindu
c. Agama Katolik
Bangsa Portugis merupakan bangsa pertama yang menyebarkan agama Katolik di Indonesia. Proses
penyebaran agama Katolik pertama kali dilakukan pada 1534 di Kepulauan Maluku. Pada 1546–1547
misionaris bernama Fransiscus Xaverius mengunjungi Pulau Hitu. Ia kemudian membaptis ribuan
penduduk setempat. Agama Katolik menyebar ke berbagai wilayah Indonesia. Hari raya umat Katolik
adalah hari raya Natal yang diperingati setiap 25 Desember. Umat Katolik juga memiliki hari penting,
yaitu Kenaikan Isa Almasih, Paskah, Jumat Agung, Kamis Putih, Adven, dan Pentakosta.
d. Agama Islam
Agama Islam merupakan agama yang dianut mayoritas penduduk Indonesia. Agama Islam
diperkirakan masuk di Indonesia pada abad VII Masehi. Agama Islam masuk di Indonesia dibawa para
pedagang dari Arab, Persia, India, dan Tiongkok. Masuknya agama Islam diikuti dengan perkembangan
kerajaan-kerajaan bercorak Islam di Indonesia. Sebelum masuknya Islam, di Indonesia berkembang
agama Hindu dan Buddha
sejak abad IV Masehi. Umat Islam memiliki hari besar yang dirayakan setiap tahun, yaitu hari raya Idul
Fitri dan Idul Adha. Umat Islam juga memiliki hari penting lainnya yaitu tahun baru Hijriah, Maulid Nabi
Muhammad saw., dan Isra’ Mi’raj.
e. Agama Konghucu
Masuknya agama Konghucu di Indonesia telah berlangsung berabad-abad lamanya. Agama Konghucu
baru dinyatakan sebagai agama resmi di Indonesia pada tahun 2000 ketika pemerintahan Presiden
Abdurrahman Wahid. Agama Konghucu resmi menjadi agama keenam di Indonesia melalui Keputusan
Presiden Nomor 6 Tahun 2000 tentang Pencabutan Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967 tentang
Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat Cina. Umat Konghucu memiliki beberapa hari penting. Hari raya
umat Konghucu yang terkenal di Indonesia, yaitu Imlek dan Cap Go Meh.
f. Agama Kristen
Agama Kristen atau Kristen Protestan berkembang di Indonesia pada abad XVI atau masa kolonial
Belanda. Pada abad XX agama Kristen Protestan berkembang pesat di Indonesia. Misionaris dari Eropa
berdatangan ke beberapa wilayah di Indonesia. Penyebaran agama Kristen Protestan terjadi di Maluku,
kemudian meluas ke seluruh wilayah Indonesia, seperti wilayah barat Papua, Sumatra Utara, Sulawesi
Utara, dan Jawa. Hari besar agama Kristen Protestan adalah hari raya Natal yang diperingati setiap 25
Desember. Selain itu, umat Kristen Protestan memiliki hari penting, yaitu Kenaikan Isa Almasih dan
Paskah.
2. Berdasarkan Subjeknya
Berdasarkan subjeknya, konflik dapat terjadi, baik dalam diri sendiri, melibatkan orang lain,
maupun melibatkan suatu kelompok. Konflik berdasarkan subjeknya dibedakan menjadi konflik
intrapersonal, antarpersonal, individu dengan kelompok, dan antarkelompok.
a. Konflik Intrapersonal
Konflik intrapersonal terjadi pada seseorang dengan dirinya sendiri. Konflik ini sering disebut
konflik batin. Terdapat dua faktor penyebab konflik intrapersonal. Pertama, kelebihan beban
pikiran atau ketidaksesuaian seseorang dalam melaksanakan peranan. Kedua, seseorang tidak
memiliki kesesuaian yang cukup untuk melaksanakan peranan.
Konflik intrapersonal terjadi dalam diri seorang individu karena harus memilih dari sejumlah
alternatif pilihan yang ada atau karena memiliki kepribadian ganda. Menurut Wirawan (2013: 55),
konflik intrapersonal dapat dibedakan menjadi tiga jenis sebagai berikut.
1) Konflik pendekatan-pendekatan (approach to approach conflict). Konflik ini terjadi karena
harus memilih dua alternatif yang berbeda, tetapi sama-sama menarik dan berkualitas.
2) Konflik penghindaran-penghindaran (avoidance to avoidance conflict). Konflik ini terjadi
karena harus memilih alternatif yang sama-sama harus dihindari.
3) Konflik pendekatan-penghindaran (approach to avoidance conflict). Konflik ini terjadi ketika
seseorang dihadapkan pada dua pilihan yang memiliki nilai positif dan negatif sekaligus.
b. Konflik Interpersonal
Konflik interpersonal terjadi antara individu dengan individu lain karena perbedaan kepentingan
dan tujuan. Contoh konflik interpersonal adalah konflik antarteman dalam hubungan persahabatan.
Konflik interpersonal berada pada taraf emosi yang muncul dari perasaan individu. Proses penyelesaian
konflik interpersonal dapat dilakukan oleh siapa pun dan kapan pun.
c. Konflik Individu dan Kelompok
Konflik individu dan kelompok terjadi antara seseorang dan kelompok karena perbedaan
kepentingan dan tujuan. Konflik ini merupakan perkembangan dari konflik interpersonal. Kondisi ini
terjadi karena salah satu individu yang bertikai memiliki pengaruh besar dalam kelompok sosial atau
masyarakat. Konflik ini juga dapat berkembang menjadi konflik antarkelompok.
d. Konflik Antarkelompok
Konflik antarkelompok terjadi antara suatu kelompok dengan kelompok lain. Salah satu ciri konflik
antarkelompok, yaitu melibatkan massa. Konflik ini merupakan perkembangan dari konflik antarindividu
atau konflik individu dengan kelompok yang belum terselesaikan. Massa yang terlibat konflik cenderung
memiliki rasa solidaritas tinggi terhadap anggota kelompok. Contoh konflik antarkelompok, yaitu konflik
antarsuporter sepak bola dan tawuran antarkelompok pemuda.
3. Berdasarkan Cakupan Wilayahnya
Konflik berdasarkan cakupan wilayahnya konflik dibedakan menjadi konflik lokal, nasional, dan
internasional.
Penjelasan konflik berdasarkan cakupan wilayahnya sebagai berikut.
a. Konflik Lokal
Apakah kamu pernah mendengar kabar tentang konflik yang terjadi di lingkungan sekitarmu? Jika
konflik tersebut hanya terjadi di daerahmu, konflik tersebut dikategorikan sebagai konflik lokal. Konflik
lokal merupakan konflik antarindividu atau antarkelompok dalam lingkup dan skala wilayah relatif
sempit. Konflik lokal umumnya terjadi dalam satu daerah atau melibatkan beberapa daerah yang saling
berdekatan, misalnya satu desa, satu kelurahan, satu kecamatan, dan satu kabupaten atau provinsi.
Meskipun bersifat lokal, faktor penyebab konflik dapat beragam. Latar belakang konflik lokal antara lain
masalah keluarga, pekerjaan, politik, sosial, ataupun ekonomi.
b. Konflik Nasional
Konflik nasional terjadi antarkelompok masyarakat yang berada dalam satu negara. Konflik nasional
melibatkan suku bangsa/etnik, agama, ras yang berbeda, pemerintah, dan rakyat. Konflik nasional
biasanya melibatkan massa dengan jangkauan lebih luas daripada konflik lokal. Sifat konflik ini
cenderung kolektif.
c. Konflik Internasional
Konflik internasional melibatkan dua negara atau lebih. Konflik internasional dipicu oleh ekspansi
negara- negara kuat (adidaya) terhadap negara-negara lemah (Setiadi dan Kolip, 2015: 357). Konflik
internasional dapat disebabkan oleh pelanggaran kedaulatan dan intervensi seperti perebutan wilayah,
kekayaan laut, dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Contoh konflik internasional antara lain
Perang Dunia I dan II, konflik Thailand dan Bangladesh, konflik Rusia dan Ukraina, serta perang antara
Pakistan dan India.
Dampak dan Upaya Penyelesaian Konflik Sosial
1. Dampak Konflik Sosial
Konflik sosial dalam masyarakat memiliki berbagai dampak, baik dampak positif maupun negatif.
Dampak-dampak tersebut sebagai berikut.
a. Meningkatkan Solidaritas Kelompok
Bagaimana konflik dapat meningkatkan solidaritas kelompok? Konflik yang melibatkan dua
kelompok besar menyebabkan anggotanya ikut serta terlibat konflik. Kondisi tersebut mendorong
makin kuatnya rasa solidaritas antaranggota kelompok.
b. Menimbulkan Perubahan Kepribadian pada Individu
Kedua belah pihak yang terlibat konflik dapat mengalami perubahan kepribadian. Kedua
belah pihak dapat saling menyesuaikan atau saling mempertahankan kebenaran yang diyakini.
Perubahan kepribadian dapat dilihat ketika konflik telah berakhir.
c. Menimbulkan Keretakan Hubungan Antarindividu atau Kelompok
Konflik yang terjadi dalam masyarakat mendorong terjadinya keretakan hubungan
antarindividu atau kelompok. Kondisi ini terjadi karena tiap-tiap pihak yang berkonflik tidak
memiliki keinginan menyelesaikan konflik. Keretakan hubungan ini dapat bersifat sementara atau
permanen.
d. Menyebabkan Kerusakan Harta Benda dan Menimbulkan Korban Jiwa
Konflik yang berkembang menjadi kekerasan akan menimbulkan dampak fisik. Dampak
fisik tersebut tidak hanya luka fisik, tetapi juga kerusakan harta benda, bahkan hilangnya nyawa.
Sebagai contoh, peperangan.
e. Munculnya Dominasi Kelompok Pemenang
Konflik dapat menyebabkan pihak yang memenangi konflik merasa dirinya lebih unggul
daripada pihak yang kalah. Kondisi tersebut mendorong pihak yang menang mendominasi
kehidupan pihak yang kalah.
f. Menghidupkan Kembali Norma Lama dan Menciptakan Norma Baru
Konflik dapat terjadi ketika sebagian masyarakat mempertahankan norma lama dan sebagian
masyarakat lain ingin menciptakan norma baru. Sebagai contoh, konflik dalam masyarakat adat.
Salah satu kewajiban masyarakat adat adalah melaksanakan tradisi dan adat istiadat. Kemajuan
zaman menyebabkan sebagian besar masyarakat adat meninggalkan tradisi serta adat istiadat.
Kondisi ini dapat memicu konflik antarkelompok dalam masyarakat adat, yaitu antara kelompok
yang ingin mempertahankan tradisi dan kelompok yang ingin meninggalkan tradisi.
2. Upaya Penyelesaian Konflik Sosial
Secara umum konflik sosial menimbulkan dampak negatif. Masyarakat selalu mengupayakan agar
konflik dapat diselesaikan secara damai. Oleh karena itu, diperlukan upaya penyelesaian konflik yang
tepat. Beberapa upaya penyelesaian konflik sebagai berikut.
a. Kompromi
Individu atau kelompok kadang berkeinginan mengakhiri konflik karena menyadari konflik
tidak memiliki manfaat. Tiap-tiap pihak yang terlibat konflik melakukan kompromi guna membuat
kesepakatan. Kompromi merupakan kesepakatan pihak-pihak berkonflik untuk mengurangi
tuntutan guna menyelesaikan pertikaian.
b. Negosiasi
Negosiasi merupakan kesepakatan antarpihak yang bertikai untuk bertemu dan bertatap
muka, kemudian berunding mencari solusi penyelesaian konflik yang dapat diterima semua pihak.
Negosiasi tidak membutuhkan pihak ketiga sebagai penengah. Agar negosiasi berhasil, setiap pihak
memiliki niat mencapai kesepakatan. Jika salah satu pihak berniat tidak mencapai kesepakatan,
proses negosiasi tidak akan berhasil.
c. Mediasi
Mediasi merupakan proses penyelesaian konflik dengan mengikutsertakan pihak ketiga sebagai
penasihat netral bagi kedua belah pihak yang berkonflik. Pihak ketiga dalam mediasi disebut mediator.
Mediasi dilakukan ketika setiap pihak yang berkonflik tidak bersedia mengalah atau tidak mampu
menyelesaikan permasalahan sendiri.
d. Arbitrase
Arbitrase merupakan upaya penyelesaian konflik yang
bersifat formal. Metode penyelesaian konflik ini
melibatkan pihak ketiga, yaitu lembaga arbitrase. Pihak
ketiga dalam metode arbitrase memiliki wewenang penuh
memutuskan penyelesaian konflik. Pihak berkonflik juga
wajib menaati keputusan lembaga arbitrase. Salah satu
lembaga arbitrase di Indonesia adalah Badan Arbitrase
Nasional Indonesia (BANI).
e. Rekonsiliasi
Rekonsiliasi merupakan usaha menyelesaikan konflik
pada masa lalu melalui perdamaian. Penyelesaian konflik
tersebut sekaligus memperbarui hubungan ke arah
perdamaian guna menjalin hubungan yang lebih harmonis.
Meskipun perdamaian telah diupayakan, hubungan
sosial antarpihak yang terlibat konflik masih renggang.
Logo BANI
Kerenggangan inilah yang diperbaiki melalui rekonsiliasi.
Sumber: http://web.archive.org/web/20201128051233/http://
www.baniarbitraseindonesia.org/id_bani.php, https://
bit.ly/3tgV5Na, diunduh 15 Februari 2021
Integrasi Sosial
Masyarakat Indonesia terdiri atas berbagai ras, suku bangsa/etnik, dan budaya. Meskipun berbeda-
beda, masyarakat Indonesia hidup rukun dan terintegrasi dalam kesatuan NKRI. Integrasi sosial dapat
diartikan sebagai pembauran beberapa unsur yang berbeda menjadi satu kesatuan utuh. Integrasi sosial di
Indonesia tercipta karena adanya interaksi sosial yang bersifat positif di tengah keragaman sosial budaya.
Bagaimana proses terbentuknya integrasi sosial dalam kehidupan masyarakat?
1. Terbentuknya Integrasi Sosial
Terbentuknya integrasi sosial berarti tercipta kehidupan bersama yang harmonis, aman, tenteram,
dan damai. Bagaimana bentuk integrasi sosial dalam kehidupan masyarakat? Integrasi sosial dalam
masyarakat plural tercipta jika antarindividu atau kelompok saling toleransi dan menghormati.
Integrasi sosial menjadi harapan setiap anggota masyarakat.
Menurut William F. Ogburn dan Meyer Nimkoff, integrasi sosial dapat terwujud jika memenuhi
beberapa syarat, yaitu anggota masyarakat menyadari kebutuhan untuk saling mengisi, masyarakat
berhasil menciptakan konsensus, norma dan nilai sosial berlaku cukup lama, tidak berubah, serta
konsisten. Integrasi sosial dalam masyarakat dapat berjalan cepat atau lambat. Kondisi tersebut
bergantung faktor- faktor berikut.
a. Homogenitas masyarakat. Homogenitas adalah adanya kesamaan yang dimiliki anggota kelompok.
Kesamaan tersebut dapat berupa kesamaan ras, suku bangsa/etnik, dan budaya. Homogenitas
masyarakat memungkinkan tercapainya integrasi sosial dalam masyarakat.
b. Jumlah kelompok. Besar kecilnya kelompok dapat memengaruhi integrasi sosial. Makin sedikit
jumlah anggota kelompok, integrasi makin mudah diwujudkan. Makin besar jumlah anggota
kelompok integrasi makin sulit diwujudkan.
c. Komunikasi yang baik. Jika komunikasi yang dilakukan anggota masyarakat berlangsung efektif,
integrasi sosial cepat terwujud.
2. Bentuk dan Sifat Integrasi Sosial
Integrasi sosial dapat terbentuk karena adanya asimilasi dan akulturasi. Asimilasi adalah
pembauran dua kebudayaan atau lebih yang saling memengaruhi sehingga menciptakan kebudayaan
baru dengan meninggalkan budaya asli. Akulturasi adalah proses sosial ketika kelompok sosial dengan
kebudayaan tertentu dihadapkan pada unsur kebudayaan baru. Selanjutnya, kebudayaan baru
diserap/diterima serta diolah dalam kebudayaan sendiri tanpa meninggalkan budaya asli.
Menurut Paulus Wirutomo, integrasi sosial dalam masyarakat dibedakan menjadi tiga, yaitu integrasi
normatif, integrasi fungsional, dan integrasi koersif (paksaan). Ketiga integrasi tersebut dijelaskan sebagai
berikut.
a. Integrasi normatif, yaitu integrasi yang terjadi karena adanya kesepakatan nilai, norma, dan cita-cita
bersama. Integrasi normatif menyangkut unsur-unsur budaya sehingga disebut integrasi budaya,
misalnya gotong royong dalam masyarakat.
b. Integrasi fungsional, yaitu integrasi yang terbentuk karena adanya ketergantungan di antara unsur-unsur
dalam masyarakat. Unsur-unsur tersebut meliputi berbagai budaya, suku bangsa/etnik, ras, dan mata
pencarian masyarakat. Masyarakat menyadari kebutuhannya dapat terpenuhi melalui interaksi di antara
unsur-unsur tersebut.
c. Integrasi koersif, yaitu integrasi yang terbentuk karena adanya paksaan. Paksaan biasanya berasal dari
pihak yang memiliki kekuasaan lebih besar. Sebagai contoh, pihak kepolisian mengamankan mahasiswa
yang melakukan demo secara anarkis.
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, masyarakat Indonesia memiliki keragaman yang berpotensi
menimbulkan konflik. Konflik hendaknya dikelola dengan bijak sehingga tidak menimbulkan dampak negatif
bagi masyarakat. Keragaman perlu dikelola agar terjalin integrasi sosial yang menguntungkan bagi
masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia.