Anda di halaman 1dari 4

Runi Sikah Seisabila – 2106674443 (KRIMINOLOGI 2021A)

“Mengapa Politik Negara Sangat menentukan Filosofi dan Bentuk Penghukuman ?”


Oleh : Runi Sikah Seisabila, S.Sos

Di tinjau dari sudut politik negara, negara merupakan suatu organisasi kekuasaan yang
menjalin hubungan pembagian tugas dan kewajiban masing – maing. Dari negara tersebut,
membuat banyak peraturan hukum atau bentuk penghukuman yang mempengaruhi satu sama
lain. Begitu juga dengan politik negara yang mempengaruhi suatu penghukuman tersebut
karena dasar dari kekuasaan.
Emmanuel Kant berpendapat bahwa tujuan negara adalah membentuk dan
mempertahankan hukum negara menjamin kedudukan hukum individu atau masyarakat yang
mempunyai kedudukan yang sama (Ibid, 56). Begitu juga yang kita tahu bahwa dalam UUD
1945 ditentukan juga Bahwa setiap warga negara Indonesia mempunyai kedudukan yang sama
dimata hukum atau pemerintahan. Maka dari itu, ketika melihat beberapa bentuk penghukuman
negara, pasti harus juga dilihat politik negara tersebut atau peraturan hukum yang berlaku.

Contoh bentuk penghukuman di Indonesia misalnya, ada 16 bentuk yaitu hukuman


mati, hukuman penjara, hukuman kurungan, hukuman denda, hukuman tutupan, kewajiban
untuk memenuhi prestasi (Kewajiban, hilangnya suatu keadaan hukum yang diikuti dnegan
terciptanya hukum baru, pencabutan beberapa hak tertentu, perampasan barang yang tertentu
pengumuman keputusan hakim, denda (sanksi administrative), pembekuan hingga pencabutan
sertifikat dan / atau izin, penghentian sementara pelayanan administrasi hingga pengurangan
jatah produksi, tindakan administrative, hukuman cambuk, Gijzelling. Semua bentuk
penghukuman tersebut di negara Indonesia ini selalu dipengaruhi oleh sistem kekuasaan di
Indonesia, baik itu terpengaruh dalam faktor internal politik negara ataupun faktor eksternal
dalam politik negara.

Selain di negara Indonesia, ada juga di negara Jepang misalnya filosofi dan bentuk
penghukuman mereka dipengaruhi oleh sistem kerajaan yang dahulu pernah berjaya di Jepang
ataupun di luar negara Jepang.

Banyaknya negara Asia Tenggara yang memang memiliki bentuk penghukuman mati
misalnya, sampai pada akhirnya Filipina dan Brunei menghapus bentuk penghukuman mati.
Sebagian besar negara-negara Asia Tenggara memiliki kejahatan yang dapat dihukum dengan
modal yang sama seperti; penyelundupan narkoba, kepemilikan narkoba jika dianggap sebagai
kejahatan terorganisir atau melebihi batas kuantitas, terorisme, pembunuhan, pengkhianatan,
Runi Sikah Seisabila – 2106674443 (KRIMINOLOGI 2021A)

spionase, kejahatan perang, melawan kemanusiaan, dan juga genosida. Namun, setiap daerah
memiliki perbedaan dalam bentuk penghukuman tersebut atas kejahatan apa yang
dilakukannya.

Misalnya, Indonesia telah mengeksekusi banyak penjahat terutama dalam perdagangan


obat-obatan terlarang dan terorisme, baik penjahat dari Indonesia atau negara lain, ini membuat
kontroversi dengan negara lain yang sudah menghapus hukuman mati terutama Indonesia telah
meratifikasi ICCPR, namun pemerintah Indonesia tidak mentolerir kejahatan luar biasa ini. dan
eksekusi masih dieksekusi di Indonesia.

Contoh lain adalah Malaysia memiliki dua undang-undang yang dapat dipilih untuk
digunakan dalam persidangan, karena mereka juga mengakui hukum syariah selain dari
peraturan mereka sendiri, yang harus dilakukan di pengadilan Islam. Metode yang digunakan
Malaysia untuk eksekusi tergantung. Di Malaysia, seorang pelanggar yang melepaskan senjata
api dalam upaya untuk membunuh atau menyebabkan kerugian saat menentang penangkapan
atau melarikan diri dari tahanan yang sah dapat dihukum dengan hukuman mati.

Berbeda dengan negara lain, dalam kejahatan kepemilikan narkoba Singapura bukanlah
kematian yang dapat dihukum, karena asalkan di bawah 20 gram dan orang tersebut dapat
dibuktikan tidak bersalah dari perdagangan narkoba maka mereka tidak dapat dihukum mati.
Singapura memiliki peraturan yang menyatakan hukuman mati harus dilakukan dengan
menggunakan metode gantung, hal ini dinyatakan dalam Bagian 316 KUHAP; “Ketika
seseorang dijatuhi hukuman mati, hukumannya akan mengarahkan bahwa dia akan digantung
di leher sampai dia mati tetapi tidak akan menyatakan tempat di mana maupun waktu ketika
hukuman itu akan dilakukan.”

Kemudian, berbicara tentang KUHP Vietnam misalnya yang pada waktu itu memiliki
begitu banyak kejahatan yang dianggap dihukum mati, namun setelah amandemen pada tahun
2009 dikurangi menjadi hanya 22 kejahatan. Vietnam mengatur 29 kejahatan pada KUHP
mereka yang membuat hukuman mati dapat dipilih sebagai hukuman. Kemudian Vietnam
menggunakan metode regu tembak sebagai eksekusi, digantikan dengan suntikan mematikan
setelah UU Eksekusi Putusan Pidana, pasal 59 (1) disahkan oleh Majelis Nasional pada
November 2011. Pada November 2015, KUHP Vietnam sedang diberlakukan. diamandemen
yang membuat hukuman mati dihapuskan untuk tujuh kejahatan seperti; menyerah kepada
musuh, menentang ketertiban, penghancuran proyek-proyek penting keamanan nasional,
Runi Sikah Seisabila – 2106674443 (KRIMINOLOGI 2021A)

perampokan, kepemilikan obat-obatan terlarang, perampasan obat-obatan terlarang, dan


produksi dan perdagangan makanan palsu.

Baik Filipina dan Kamboja sudah menghapus hukuman mati dari hukum mereka.
Namun, Filipina memiliki beberapa kali amandemen hukum pidana mati dalam sejarah mereka,
sejak tahun 1946 hingga 1986 Filipina masih melakukan hukuman mati dengan kursi listrik,
ini untuk kejahatan pembunuhan, pemerkosaan, dan pengkhianatan. Di Filipina 1987
Konstitusi dilarang hukuman mati tetapi memungkinkan Kongres untuk mengembalikannya
“selanjutnya: untuk” kejahatan keji “, yang membuat hukuman mati masih dieksekusi selama
didefinisikan menjadi kejahatan keji. Hingga 2006, hukuman mati sedang ditangguhkan oleh
Undang-Undang Republik No. 9346 yang ditandatangani oleh Presiden Filipina saat itu, Gloria
Macapagal-Arroyo. Pada akhirnya, presiden memaafkan banyak tahanan selama masa
kepresidenannya dan membuat Filipina tidak lagi memiliki hukuman mati atas hukum mereka.

Beberapa negara yang penulis contohkan tersebut terlihat bahwa hukum dan politik
mempunyai hubungan timbal-balik. Hukum jika berada pada politik, maka hukum positif
mencangkup semua standar di mana antara lain, suatu kesepakatan dalam masyarakat yang
dicapai melalui proses yang konstitusional. Dalam mengartikan suatu hukum, penguasa
memisahkan dirinya dari perjuangan untuk meneruskan suatu kekuasaan dan tidak dikotori
oleh pengaruh dalam politik. Begitu juga sebaliknya jika melihat bentuk penghukuman, pelaku
politik sangat berpengaruh dalam menerima otonomi dari institusi hukum yang nantinya
peraturan yang dibentuk untuk menciptakan bentuk penghukuman di dasarkan atas kekusaan
yang mereka anut. Pendapat lain mengatakan, hukum sangat dipengaruhi oleh politik yang
berjalan di negara tersebut karena hukum itu sendiri adalah suatu keputusan – keputusan politik
yang menguasai kekuasaan di negara tersebut.
Dalam situasi demikian, maka pemerintahan di suatu negara, yang membentuk
penghukuman suatu negara mempunyai kekuasaan mutlak terhadap segala bidang kehidupan
di negara tersebut. Kekuasaan memiliki cakupan untuk membentuk pola sikap tindakan warga
masyarakat itu sendiri untuk mematuhi hukum yang dibentuknya. Contoh lain bisa di analisis
pada pemerintahan Nazi di Jerman selama kurang lebih 12 tahun yang merupakan bukti nyata
kekuasaan dan hukum. Derajat warga masyarakat pada titik ini diatur menurut selera
pemerintahan Nazi dengan mudahnya yang dijatuhkan penghukuman tanpa melalui proses
peradilan.
Runi Sikah Seisabila – 2106674443 (KRIMINOLOGI 2021A)

Hal tersebut juga dilihat dalam bentuk pemerintahan di negara yang memiliki bentuk
penghukuman masing – masing. Misalnya ada pemerintahan demokratis, otoriter, oligarki,
monarki, Teknokrasi, Tirani, Timokrasi, dan sebagainya yang membuat bentuk penghukuman
dilakukan oleh negara yang nyata dan berartikulasi.
Hubungan timbal balik antara politik dengan bentuk penghukuman dapat juga dilihat
ketika proses legislatif, menegangkan suatu kaidah hukum dan kaidah sosial yang dipengaruhi
oleh kepentingan sosial yang sedemikian kuatnya, menimbulkan keadaan di mana
terbentuknya hukum tertentu yang harus dipenuhi apalagi dalam menjalani proses bentuk
penghukuman di suatu negara tersebut.

Pada akhirnya, tidak hanya Lembaga legislative yang berperan dalam menentukan
bentuk penghukuman di negara. Namun politik dan bentuk penghukuman menentukan
hubungan sistem peradilan juga yang ada di negara tersebut. Pengaruhnya pada latar belakang
dalam kekuatan sosial dan politik hakim agung, kekuatan eskternal, ataupun internal yang
mempengaruhi seseorang hakim belajar untuk menetapkan peran hakin, kapasitas untuk
mengambil keputusan, tujuan pribadinya dan strategi yang di jalankan oleh hakim yang
nantinya akan menentukan bentuk penghukuman dalam suatu negara.

Anda mungkin juga menyukai