Anda di halaman 1dari 17

Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 2, No.

2, Juli 2009

SEBARAN ENDAPAN PLASER TIMAH


DAERAH LAUT CUPAT DAN SEKITARNYA, PERAIRAN BANGKA UTARA,
KABUPATEN BANGKA BARAT, PROPINSI KEPULAUAN BANGKA
BELITUNG

Dina Tania
Mahasiswa Magister Teknik Geologi UPN “Veteran” Yogyakarta

SARI

Daerah penelitian berada di Perairan Utara Pulau Bangka, tepatnya di


Laut Cupat yakni di sebelah utara dan diantara Tanjung Penyusuk dengan
Tanjung Melala yang secara administratif termasuk Kecamatan Belinyu,
Kabupaten Bangka Barat, Propinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Akibat intrusi Granit Klabat saat Trias Akhir, terjadi mineralisasi pada
Kompleks Pemali melalui Fase Pneumatolitik yang dicirikan oleh kehadiran
mineral cassiterite yang tersebar dalam bentuk urat-urat kuarsa dan greisen
sebagai sumber timah primer. Akibat proses eksogen yang berupa pelapukan
dan erosi seiring dengan naik turunnya muka air laut, timah primer mengalami
pemisahan dari batuan sumbernya, kemudian tertransport dan terendapkan
sebagai timah plaser dengan geometri mengikuti konfigurasi batuan dasar yang
umumnya berupa Perbukitan Terkikis dan Peneplain dari Bentukan Lahan
Denudasional.
Hasil analisa terhadap data bor dan data seismik menunjukkan bahwa
penyebaran gravel (lapisan bertimah) daerah penelitian mengikuti pola
pengaliran Dendritik dengan arah relatif tenggara – barat laut dan dikontrol oleh
keberadaan batuan granit sebagai batuan sumber serta morfologi batuan dasar
yang bergelombang sehingga menghasilkan endapan tipe Kaksa yang berada
pada lembah-lembah batuan dasar Laut Cupat.

PENDAHULUAN

Pulau Bangka dikenal sebagai penghasil timah sejak abad ke-17.


Meskipun penambangannya telah dilakukan sejak kurang lebih 300 tahun yang
lalu, namun produksi timah plaser di pulau tersebut masih layak untuk
diperhitungkan. Mengetahui keberadaan potensi cadangan timah masih terdapat
di Pulau Bangka, maka dilakukan penelitian-penelitan yang berhubungan dengan
endapan timah plaser di wilayah tersebut, dalam hal ini melalui kajian-kajian
terhadap data bor dan data seismik.
Penelitian dilakukan terhadap endapan timah plaser di Daerah Perairan
Utara Pulau Bangka, khususnya di Laut Cupat dan sekitarnya, tepatnya di Utara
Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 2, No. 2, Juli 2009

Tanjung Melala dan diantara Tanjung Melala dengan Tanjung Penyusuk,


Kabupaten Bangka Barat, Propinsi Kepulauan Bangka Belitung dengan alasan
sebagai berikut :
a. Para peneliti terdahulu berpendapat bahwa Perairan Bangka Utara
berpotensi besar mengandung endapan timah plaser.
b. Orientasi penambangan timah dunia saat ini lebih mengacu pada eksplorasi
timah lepas pantai dengan didukung oleh teknologi dan tenaga ahli.

GEOLOGI UMUM

Secara fisiografis, Pulau Bangka merupakan bagian yang terangkat dari


2
Paparan Sunda. Pulau dengan luas 11.534,142 Km ini dikelilingi oleh Pulau
Sumatera dan Selat Bangka di sebelah barat daya, Pulau Belitung di sebelah
timur, Pulau Kalimantan di sebelah timur laut, Kepulauan Riau di sebelah barat
laut, Pulau Anambas dan Laut Cina Selatan di sebelah utara serta Laut Jawa di
sebelah tenggara.
Penyebaran timah di Pulau Bangka merupakan kelanjutan dari Tin
Mayor South East Asian Tin Belt bagian tengah, yang membentang mulai dari
Birma, Thailand dan Malaysia hingga di berakhir di Indonesia. Sabuk timah
tersebut diperkirakan berumur Trias dan didominasi oleh Granit tipe S.

U
MA
LA
YS
SIIA
A
SU

KALIMANTAN
M

KALIMANTAN
AT
ER
A

JAVA

Bagian Barat
Bagian Tengah
Bagian Timur

Gambar 1. Tin Mayor South East Asian Tin Belt (Geology of Tin Deposit, 1979,
p. 20)

Jalur timah Indonesia berupa deretan pulau-pulau yang bertebaran


dengan kecenderungan arah barat laut – tenggara, dimulai dari Pulau Karimun,
Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 2, No. 2, Juli 2009

Pulau Kundur, Pulau Singkep, Pulau Bangka, Pulau Belitung dan Pulau
Karimata. Pada jalur tersebut sekitar sepertiga bagiannya merupakan daratan
(pulau-pulau) yang diperkirakan merupakan bagian resisten yang tersisa selama
proses erosi Sunda Shelf, sedangkan sisanya tertutupi oleh lautan.

MALAYSIA

B ATA M
P. K AR IMU N P.B INTAN

P. TAM BELA N
KALIMANTAN
P. K UN D UR

P. LINGGA

D abo LA
UT
P. SIN GKE P
CI
NA
SE
LA
TA
N
P. B AN GK A

P. K AR IMATA
J am bi
Pk. Pinang
SU
MA

P. B ELITUN G
TE
RA

Tj. P anda n

Pa lem ba ng

Gambar 2. Jalur Timah Indonesia (Geology of Tin Deposit, 1979, p.287)

Stratigrafi regional Pulau Bangka menurut Osberger (1965) dari tua ke


muda tersusun oleh Kompleks Pemali (CpP), Formasi Tanjung Genting (Trt),
Granit Klabat (TrJkg), Formasi Ranggam (TQr) dan Alluvium (Qa) dengan
pemerian sebagai berikut :
a. Kelompok Pemali (CpP)
Terdiri dari skiss, phillit, batulempung, rijang, tuff, gneiss, sisipan kuarsit dan
lensa batugamping. Batuan tersebut berstruktur sedimen masif, dengan
kandungan fosil berupa Fusulinidae dan Radiolaria. Batuannya terlipat kuat,
terkekarkan dan terpatahkan. Kompleks yang berumur Perm ini secara
umum diterobos oleh Granit Klabat.
b. Formasi Tanjung Genting (Trt)
Berupa perselingan batupasir termetamorfkan dan batupasir lempungan
dengan lensa batugamping. Batuan berumur Trias tersebut berstruktur
sedimen silang siur dan mengandung fosil Montlivaltia moluccana,
Perodinella sp., Entrochus sp. dan Encrinus sp. Formasi ini terlipat kuat,
terkekarkan dan terpatahkan dan berada tidak selaras di atas Kelompok
Pemali serta diterobos pula oleh Granit Klabat.
c. Satuan Granit Klabat (TrJkg)
Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 2, No. 2, Juli 2009

Terdiri dari granit, granodiorit, diorite dan diorite kuarsa. Granit berumur Trias
Akhir – Yura Awal ini menerobos Kelompok Pemali dan Formasi Tanjung
Genting di atasnya. Terkadang dijumpai singkapan granit yang telah lapuk.
Terdapat pula granit segar yang tersingkap sebagai tonjolan blok-blok
(boulder) granit yang tersebar di pantai.
d. Formasi Ranggam (TQr)
Terdiri dari perselingan batupasir, batulempung, dengan sisipan lapisan tipis
batulanau dan organic matter. Batuan tersebut memiliki struktur sedimen
perlapisan dan silang siur serta mengandung fosil Molusca berupa
Turitellaterbra sp., Olivia triciment mzrt., Cypraea sonderavamart dan fosil
Foraminifera Bentos berupa Celathus creticulatus, Ammonia sp., Celcarina
sp. dan Triculina sp. serta geraham gigi gajah berumur Pleistosen, Formasi
berumur Miosen Akhir ini berada tidak selaras di atas Granit Klabat.
e. Alluvium (Qa)
Berupa endapan rawa dan endapan sungai yang terdiri dari material lepas
dan tersebar mengikuti aliran sungai di sepanjang lembah maupun pantai.
Satuan yang berumur Quarter ini berada tidak selaras di atas Formasi
Rangggam.

Gambar 3. Geologi Pulau Bangka

Tabel 1. Stratigrafi Regional Pulau Bangka


(Osberger, 1965 dalam Katili, 1980, Geotectonics of Indonesia, p.10).

Umur Stratigrafi (Osberger, 1965)

Endapan Pantai / Sungai


Holosen
Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 2, No. 2, Juli 2009

Pleistosen
Lapisan Ranggam
Pliosen
Miosen
Oligosen
Eosen
Ketidakselarasan
Paleosen
Kapur
Yura

Seri Batupasir Lempungan


Trias
Perm Filit, Kuarsit, Batulanau, Batugamping.
Karbon Ketidakselarasan
Pra Karbon Metamorf Dinamik

Aleva (1973) mengatakan dalam Geology of Tin Deposit, 1979, p.292


bahwa stratigrafi regional Sunda Land dibedakan ke dalam tiga fase lingkungan
dari satuan pengendapan termuda, yakni:
a) A Young Alluvium
 A Younger Sedimentary Cover, terdiri dari endapan neritik (lumpur dan
lempung) dan endapan pantai (pasir lepas dan kulit kerang) yang
berumur Holosen.
 Alluvial Complex, berada di channel, berupa endapan alluvial dan
endapan limpah banjir.
b) Older Sedimentary Cover, termasuk fasies proximal piedmont fan yang
berangsur berubah menjadi fasies distal (old alluvial). Tersusun oleh granit
wash dan berumur Pliosen – Plistosen Awal.
c) Sunda Land Regolith, tersusun atas batuan rombakan dari granit dan
sedimen serta dijumpai lateri dan latosol berwarna kuning kemerahan yang
berumur Miosen Akhir.
Di antara Young Alluvium dan Older Sedimentary Cover terdapat
Transitional Unit yang berumur Pleistosen Tengah dan terdiri dari:
 Marine Unit, endapan berbutir halus.
 Older Transitional, endapan berbutir kasar

Tabel 2. Stratigrafi Regional Kenozoikum Akhir Paparan Sunda


Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 2, No. 2, Juli 2009

ALLUVIAL
YOUNG
YOUNGER SEDIMENTARY COVER HOLOSEN

D
WURM
D ALLUVIAL COMPLEX D
OLDER MARINE UNIT Riss / Wurm
TU

TRANSITIONAL Middle
Pleistosen

Early
OLDER SEDIMENTARY

D
Pleistosen
COVER

ALLUVIAL PLAIN FASIES


(OLD ALLUVIAL)

PIEDMONT FAN FASIES


(BOULDER BEDS / GRANIT WASH)
Late
Pliocene
D Early
COLLUVIUM + FAN MATERIAL
SUNDALAND

Pliocene
REGOLITH

(HIGHLY WEATHERED)
U
Late
LATOSOL, LATERITES, AND BAUXITES FROM SOIL
Miocene
DEVELOPMENT IN BEDROCK GRANITES AND SEDIMENTARIES

Kelompok endapan yang dianggap mewakili sedimentasi Quarter Pulau


Bangka dari muda hingga tua antara lain :

a. Lapisan Marine Muda, berupa lapisan lempung liat.


b. Lapisan Aluvium Muda, yakni batupasir sedang – kasar, kerikil dan
cassiterite.
c. Lapisan Marine Tua, terdiri dari batupasir halus hingga lempung.
d. Lapisan Aluvium Tua, berupa batupasir sedang – kasar, kerikil, kerakal dan
cassiterite yang berada langsung di atas bidang ketidakselarasan dan
batuan Pra Tersier.

Pembentukan cekungan pengendapan dan arah urat mineralisasi di


Bangka Utara dipengaruhi oleh pola struktur yang berarah umum barat laut –
tenggara dan barat – timur dengan azimuth 120o – 155 dan azimuth 220o – 165o
atau hampir utara – selatan (Edy Sunardi, 2000, Studi Penilaian Geologi pada
Jalur Kontrak Granit Klabat, hal.12). Hal ini tercermin dari bentuk morfologi saat
ini maupun paleomorfologi.
Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 2, No. 2, Juli 2009

Pendapat tersebut diperkuat oleh Katili (1967) yang mengatakan bahwa


struktur sesar dan kekar ditemukan dengan arah bervariasi, namun cenderung
berarah utara – selatan.. U Ko Ko (1983) mengatakan bahwa di Pulau Bangka
terdapat beberapa sesar yang umumnya berarah timur laut – barat daya dan
o
utara – selatan. Sesar utama berarah N 30 E tersebut memotong granit Klabat
ke arah selatan sepanjang 3 km.

Aspek
Data Seismik Data Bor
Geomorfologi
Morfologi Dataran dan Lembah Bukit
Morfografi Menyebar di barat, barat Menyebar di di barat, barat daya

Gambar 4. Struktur Geologi Pulau Bangka (Katili, 1967 dan Ukoko, 1987)

Sukendar Asikin dan Surya Atmadja (1972) yang melakukan penelitian


terhadap kedudukan, rekahan dan urat di daerah Sambung Giri dan Pemali,
menyimpulkan bahwa gerak-gerak orogen sebelumnya (Yura Atas)
mengakibatkan terjadinya deformasi yang kemudian menyebabkan perlipatan
berarah timur laut – barat daya dan rekahan (tensional dan shear fracture) pada
batuan sedimen berumur Karbon – Trias.
GEOLOGI LAUT CUPAT

Daerah telitian terbagi menjadi dua bentukan lahan berdasarkan


morfologi, morfografi, morfometri dan morfodinamis serta morfostruktur pasif,
yakni Bentuk Lahan Denudasional dengan Satuan Morfologi Perbukitan Terkikis
(D1) dan Satuan Morfologi Peneplain (D2).

Tabel 3. Aspek Geomorfologi Satuan Perbukitan Terkikis (D1)


Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 2, No. 2, Juli 2009

daya selatan, dan tengah selatan, tenggara dan tengah


Luasan 65% Luasan 65%
Topografi Berombak (3o – 7o) Topografi Berombak (3o – 7o)
Morfometri Kelerengan Landai Kelerengan Landai
(15 - 35 m bawah muka laut) (15 – 35 m bawah muka laut)
Morfostruktur
Batuan Plutonik Batuan Beku Granit
Pasif
Morfodinamis Pelapukan, erosi & glasiasi Pelapukan, erosi & glasiasi

Tabel 4. Aspek Geomorfologi Satuan Peneplain (D2)

Morfologi Daerah Laut Cupat terdiri dari perbukitan, dataran


bergelombang dan lembah yang memungkinkan pola aliran Dendritik
berkembang. Hal ini dicerminkan oleh kehadiran dua tubuh sungai dengan arah
tenggara – barat laut berpola dendritik yang mengalir mengikuti arah kemiringan
lereng dan ditandai pula oleh kehadiran batuan homogen beresistensi tinggi.
Kedua tubuh sungai tersebut mengalir dari arah tenggara menuju barat laut
dengan mengikis batu granit dan batu skiss yang berada di bawahnya,

Aspek
Data Seismik Data Bor
Geomorfologi
Morfologi Dataran dan Lembah Dataran dan Lembah
Menyebar di barat laut, Menyebar di barat laut,
Morfografi utara dan timur laut utara dan timur laut
Luasan 35% Luasan 35%
o o
Topografi Datar (3 – 7 ) o o
Topografi Datar (3 – 7 )
Morfometri Kelerengan Datar ( 36 – 43
Kelerengan Datar (36 - 47 m)
m)
Batuan Sedimen
Morfostruktur (dalam Seismik, Batuan
Batuan Metamorf Skiss
Pasif Metamorf terekam sebagai
Batuan Sedimen)
Morfodinamis Pelapukan, erosi & glasiasi Pelapukan, erosi & glasiasi
sedangkan cabang sungainya cenderung berarah barat daya – timur laut. Stadia
sungai purba pada Laut Cupat telah mencapai stadia tua dengan ditandai oleh
gradien sungai yang landai, aliran sungai yang berbelok, lembah sungai relatif
berbentuk U dan lebar, serta terendapkannya material lepas pada lembah.
Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 2, No. 2, Juli 2009

Gambar 5. Geomorfologi Laut Cupat berdasarkan Data Bor

Gambar 6. Geomorfologi Laut Cupat berdasarkan Data Seismik


Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 2, No. 2, Juli 2009

Lokasi
Penelitian

Gambar 7. Lokasi Daerah Penelitian

Berdasarkan Data Seismik dan Data Bor, Sratigrafi Laut Cupat, Perairan
Bangka Utara dari tua ke muda tersusun oleh :
a. Kompleks Pemali, tersusun oleh Batuan Metamorf Skiss yang berumur Perm
(Paleozoikum), berada tidak selaras di bawah bidang ketidakselarasan
Paleozoikum – Mesozoikum dan diintrusi oleh Satuan Granit Klabat pada
Trias hingga Yura.
b. Granit Klabat (TrJkag), berumur Trias Akhir hingga Yura Awal yang sering
muncul di tengah laut dangkal dan tepi pantai sebagai boulder-boulder granit
berwarna abu-abu muda dengan ketinggian maksimal mencapai 3 meter di
atas permukaan laut. Batuan ini mengintrusi batuan metamorf dan batuan
sedimen dari Kompleks Pemali yang berada di atasnya. Granit ini
merupakan batuan sumber timah primer akibat proses mineralisasi selama
intrusi dan menjadi alas dari batuan sedimen Quarter di atasnya.
c. Formasi Ranggam (TQr), terletak tidak selaras di atas Granit Klabat yang
tersusun oleh kerikil, batupasir dan perselingan batupasir dengan
batulempung yang berumur Miosen Akhir hingga Plistosen. Pada formasi ini
terdapat endapan elluvium dan koluvium yang terbentuk akibat pelapukan
kimia batuan Granit Klabat oleh iklim tropis secara intensif yang kemudian
tertransport oleh sungai dan berakhir di daerah landai.
d. Alluvial (Qa), berupa material lepas yang terdiri dari lumpur, batulempung
dan batupasir yang tersebar di lembah-lembah, berumur Holosen dengan
kedudukan tidak selaras di atas Formasi Ranggam. Proses pengendapannya
merupakan kelanjutan dari proses pengendapan dari Formasi Ranggam,
sehingga endapannya relatif lebih halus serta lebih tebal dan sempit.
Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 2, No. 2, Juli 2009

Gambar 8. Geologi Laut Cupat berdasarkan Data Bor


Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 2, No. 2, Juli 2009

Gambar 9. Geologi Laut Cupat berdasarkan Data Seismik

Tabel 5. Stratigrafi Laut Cupat, Perairan Bangka Utara.

GEOKRONOLOGI LITHOSTRATIGRAFI

KURUN MASA ZAMAN KALA STRATIGRAFI SIMBOL PEMERIAN

Material lepas endapan alluvial


Holosen Alluvial Qa yakni Lumpur, Batulempung
dan Batupasir
Quarter Akhir
Plistosen Terdiri dari perselingan
Awal Batupasir dan Batulempung,
Kenozoikum

Formasi Kerikil dan Kerakal


Akhir Ranggam TQr Merupakan Lapisan
Pliosen MengandungTimah
Awal
Berada di bawah bidang
Neogen Ketidakselarasan Sejajar
Akhir
Miosen
Awal
Fa n e r o z o i k u m

Tersier
Oligosen
Paleogen Eosen

Paleosen Ketidakselarasan

Kapur
Mesozoikum

Akhir
Yura
Awal Satuan
Berupa Batuan Granit
Granit TrJkg Mengintrusi Kompleks Pemali
Trias Akhir Klabat

Paleo Kompleks Berupa Batuan Skiss


zoikum Perm CpP Berada di Bawah Bidang
Pemali
Ketidakselarasan

SEBARAN TIMAH PLASER

Di Laut Cupat dijumpai empat Satuan Endapan Quater yang berada


tidak selaras di atas batuan dasar. Tepat di atas bidang ketidakselarasan dan di
atas batuan dasar, terendapkan lapisan kaksa yang mengandung timah yakni
Endapan Old Alluvial yang merupakan lapisan terbawah dari Satuan Endapan
Quarter. Lapisan yang diasumsikan sebagai lapisan timah sekunder ini berada di
atas batuan dasar dengan ketebalan relatif tipis yang terendapkan di atas
lembah dengan butiran yang tidak terlalu besar dan agak membundar. Lapisan
ini disebut pula dengan gravel (lapisan bertimah).
Gravel Laut Cupat merupakan endapan sedimen lepas (unconsolidated
sediment) hasil dari lapukan batuan granit dan batuan skiss dengan lithologi
berupa kerikil, batupasir kasar, batupasir halus dan mengandung mineral
cassiterite. Gravel tersebut umumnya terendapkan pada lembah-lembah purba
dengan luasan sekitar 25% dari total luas daerah telitian yang tersebar mengikuti
pola aliran dendritik dengan arah relatif tenggara – barat laut dan barat daya –
timur laut juga mencakup wilayah utara dan barat laut serta sedikit di wilayah
Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 2, No. 2, Juli 2009

selatan dan timur laut Laut Cupat. Ketebalan gravel berdasarkan Penampang
Vertikal Seismik berkisar antara 1 hingga 20 meter dengan kedalaman berkisar
antara 11 hingga 51 meter di bawah muka laut.
Posisi gravel berdasarkan Stratigrafi Sunda Land dapat disebandingkan
dengan Endapan Old Alluvial yang berada berumur Pliosen hingga Plistosen
Awal (Quarter) dan berada di atas bidang ketidakselarasan dan batuan dasar
granit dan skisss, sedangkan berdasarkan Stratigrafi Laut Cupat, gravel ini dapat
disebandingkan dengan Formasi Ranggam yang berumur Miosen Akhir (Tersier)
hingga Plistosen (Quarter).

Gambar 10. Peta Sebaran Gravel berdasarkan Data Seismik


Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 2, No. 2, Juli 2009

Tabel 6. Tabel Korelasi Stratigrafi Laut Cupat


Hasil analisa terhadap Peta Penampang Vertikal dari data bor didapat dua
(2) Sikuen Pengendapan yang setiap sikuen berisikan (berurutan dari tua ke
muda) Endapan Sungai (fluvial), Endapan Transisi (swampy, beach, nearshore
sediment) dan Endapan Laut (marine sediment).
Endapan Sungai merupakan hasil dari aktivitas di darat oleh sungai-sungai
purba yang mengikis batuan dasar sehingga menghasilkan endapan yang
berupa kerikil, batupasir kasar, batupasir halus dan banyak mengandung mineral
cassiterite. Endapan sungai ini selaras dengan endapan Old Alluvial (Pliosen -
Plistosen Awal) yang berada di atas Sunda Land Regolith (Miosen Akhir) pada
Stratigrafi Paparan Sunda dan juga selaras dengan Formasi Ranggam (Miosen
Akhir – Plistosen) pada Stratigrafi Laut Cupat. Endapan Sungai ini terletak tidak
selaras di atas batuan dasar granit dan skiss memiliki bentuk yang mengikuti
morfologi batuan dasar Laut Cupat. Pada Sikuen 1, ketebalan endapan sungai
berkisar antara 0,5 hingga 8 meter dan kedalaman antara 24 – 38 meter di
bawah muka laut. Sedangkan pada Sikuen 2, ketebalan endapan sungai antara
1 – 18 meter dengan kedalaman berkisar 22 hingga 41 meter di bawah muka
laut.
Endapan Transisi tersusun oleh perselingan batupasir kasar, batupasir
halus, batulempung, kayu dan kulit kerang serta mengandung sedikit mineral
cassiterite. Endapan yang merupakan hasil dari aktivitas pantai ini selaras
dengan lapisan Transitional Unit (Plistosen Tengah) pada Stratigrafi Sunda Land
dan selaras pula dengan Formasi Ranggam (Miosen Akhir – Plistosen) pada
Stratigrafi Laut Cupat. Endapan transisi ini terletak selaras di atas endapan
sungai dengan bentuk yang mengikuti morfologi endapan sungai dan morfologi
batuan dasar.
Pada Sikuen 1, ketebalan endapan transisi ini berkisar antara 0,5 -5
meter dengan kedalaman mencapai 32 – 22 meter di bawah muka laut.
Sedangkan pada Sikuen 2, kedalamannya antara 14 – 46 meter di bawah
permukaan laut dengan ketebalan berkisar 1 – 18 meter.
Endapan Laut merupakan endapan yang terletak paling atas dan tepat di
atas Endapan Transisi. Endapan ini merupakan hasil dari aktivitas Laut Cupat
yang menghasilkan endapan berupa batulempung dan kulit kerang, tetapi miskin
akan mineral cassiterite. Endapan ini selaras dengan lapisan Younger
Sedimentary Cover pada Satuan Young Alluvium (Holosen) pada Stratigrafi
Sunda Land dan selaras pula dengan Alluvial (Holosen) pada Stratigrafi Laut
Cupat. Endapan laut ini terletak selaras di atas endapan transisi dengan bentuk
yang mengikuti morfologi endapan transisi dan endapan sungai. Pada Sikuen 1,
ketebalan endapan laut berkisar antara 2,5 hingga 11 meter dan kedalaman
antara 16 – 34 meter di bawah muka laut, sedangkan pada Sikuen 2, ketebalan
endapan laut antara 2 – 15 meter dengan kedalaman berkisar 8 hingga 39
meter di bawah muka laut.
Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 2, No. 2, Juli 2009

Selain terdapat 2 Sikuen Pengendapan, dari Peta Penampang Vertikal Bor


diketahui pula kehadiran intrusi granit yang berada di atas batuan skiss sehingga
apabila dihubungkan dengan Sikuen Pengendapan, maka dapat diinterpretasi
susunan batuan dari Laut Cupat.
Kajian terhadap Peta Penampang Seismik dapat diketahui pula bahwa
arah sedimentasi berawal dari Titik Lintasan A hingga ke Titik Lintasan G dengan
arah relatif tenggara – barat laut dan sejajar pula dengan arah sungai purba.

r 11. Peta Sebaran Lubang Bor & Lintasan Stratigrafi daerah Laut Cupat dan sekitarnya.
Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 2, No. 2, Juli 2009

Gambar 12. Penampang Stratigrafi Daerah Laut Cupat dan sekitarnya berdasarkan data bor.
Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 2, No. 2, Juli 2009

KESIMPULAN

1. Hasil kajian terhadap Peta Batuan Dasar daerah telitian menunjukkan bahwa
terdapat dua satuan batuan yang menjadi batuan dasar (bedrock) Laut
Cupat, yakni Satuan Skiss Pemali berumur Perm (Paleozoikum) yang
diterobos oleh Satuan Granit Klabat berusia Trias Akhir hingga Yura Awal
(Mesozoikum).
2. Hasil analisa terhadap Peta Penampang Vertikal Bor menyatakan bawah
terdapat dua (2) Sikuen Pengendapan yang setiap sikuen berisikan
(berurutan dari tua ke muda) Endapan Sungai (fluvial), Endapan Transisi
(swampy, beach, nearshore sediment) dan Endapan Laut (marine sediment).
3. Hasil analisa terhadap Data Bor dan Data Seismik menunjukkan bahwa
penyebaran gravel pada daerah telitian mengikuti Pola Pengaliran Dendritik
dengan arah relatif tenggara – barat laut dan barat daya – timur laut dengan
luasan sekitar 25% dari total luas daerah telitian. Gravel tersebut
terendapkan di atas lembah-lembah purba batuan granit dan skiss dengan
Tipe Endapan Kaksa yang memiliki ketebalan yang relatif mencapai 20
meter, berbutir sedang dan berada pada kedalaman 11 – 55 meter di bawah
muka laut. Gravel yang secara stratigrafi selaras dengan Endapan Sungai
(fluviatil) dan Old Alluvial berumur Pliosen – Plistosen Awal dan Formasi
Ranggam berumur Pliosen – Plistosen Tengah ini penyebarannya selain
dikontrol oleh perubahan iklim, juga dikontrol oleh pergerakan air laut
(glasiasi) yang dicirikan dengan terendapkannya Endapan Transisi dan
Endapan Laut (marine) di atas Endapan Sungai (fluviatil) juga dikontrol oleh
keberadaan batuan granit sebagai batuan sumber timah yang tersebar di
bagian hulu sungai (timur, selatan dan barat daerah telitian) dengan
morfologi berupa perbukitan menuju daerah yang rendah dan datar dengan
lithologi batuan skiss di bagian hilir.

DAFTAR PUSTAKA

B. Warsito Kusumoyudo, 1984, Mineralogi Dasar, hal. 89.


.......... , 1977, Quaternary Geology of Malay – Indonesian Coastal and Offshore
Areas,CCOP, p. 16, 20.
........... , 1986, Kajian Timah, Departemen Pertambangan dan Energi, hal. 3 – 4.
Hosking, 1979, Geology of Tin Deposits, Buletin Persatuan Geologi Malaysia, p.
20, 59, 289, 293.
Katili, 1980, Geotectonics of Indonesia, p. 10.
Osberger. R, 1965, Geology of Bangka, p. 36.
Osberger. R, Mining Geology Note, p. 1 – 3.
Sunardi Edy, 2000, Studi Penilaian Geologi untuk Pengembangan Cadangan
Timah Alluvial Dalam pada Jalaur Kontak Granit Klabat Bagian Selatan
Daerah Bangka Utara, hal. 12.
Sungkowo Andi, 2001, Buku Petunjuk Praktikum Geomorfologi, Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran”, hal. 41.
Suyitno Sutedjo, 1997, Perkembangan Teori Geologi Dasar Timah dan Strategi
Eksplorasi Timah di Indonesia (Suatu Tinjauan Sejarah), hal. 3.
Tjokrosapoetro Soebardjio, 1997, Hubungan Tektonik dengan Keberadaan
Mineral Logam, Pusat Pengembangan Tenaga Pertambangan, hal. 32.

Anda mungkin juga menyukai