Pulau Kalimantan berada dibagian tenggara dari lempeng Eurasia. Pada bagian utara
dibatasi oleh cekungan marginal Laut China Selatan, di bagian timur oleh selat Makassar dan
di bagian selatan oleh Laut Jawa. Pulau Kalimantan merupakan salah satu pulau di Indonesia
yang memiliki tatanan tektonik yang cenderung stabil. Seperti yang kita ketahui bahwa
Kalimantan termasuk ke dalam bagian Lempeng Mikro Sunda yang terletak di bagian
tenggara Benua Eurasia dan berbatasan dengan beberapa lempeng yang lain. Meski masih
menjadi bagian dari Lempeng Mikro Sunda, Pulau Kalimantan tidak memiliki banyak
gunung api seperti yang membentangdi sepanjang Sumatera dan Jawa. Hal ini berpengaruh
terhadap keberadaan cekungan-cekungan di Pulau Kalimantan.
80 - 60 MA INDIAN -AUSTRALIA
L.CRET. - PALEOC. PLATE PATERNOSFER -
KANGEAN BLOCK
FIRST EPISODES PLATE
SCS SPREADING
MA
BA 2 NW
FA
LUPAR WEDGE
AUSTRALIA PLATE
60 - 40 MA
PALEOC. - M. EOCENE
EAST DIPPING SUBDUCTION COLLISION MICCRO CONTINEN - MERATUS
MA = MAGMATIC ARC
BA = BACK ARC BASIN
FA = FORE ARC BASIN
SCS = SOUTH CHINA SEA
R
R
F
200 N
PA
SCS
LS
100 N
INDIA
MS
W. SUL.
?
00
TETHYS
I - AU
L
100 S
Plate motion
Gambar 4: Cross section reconstruction of North Kalimantan that show Lupar subduction in
Eocene (Hutchison, 1989, op cit., Bachtiar 2006))
Mulainya collision antara India dan Asia pada Eosen tengah (50 Ma) dan mempengaruhi
perkembangan dan penyesuaian lempeng Asia. Adanya subsidence pada Eosen dan
sedimentasi di Kalimantan dan wilayah sekitarnya merupakan fenomena regional dan
kemungkinan dihasilkan dari penyesuaian lempeng, sebagai akibat pembukaan bagian back-
arc Laut Celebes.
Tektonisme Oligosen
Tektonisme pada pertengahan Oligosen di sebagian Asia tenggara, termasuk Kalimantan
dan bagian utara lempeng benua Australia, diperkirakan sebagai readjusement dari lempeng
pada Oligosen. Di pulau New Guinea, pertengahan Oligosen ditandai oleh ketidakselarasan
(Piagram et al., 1990 op cit., Van de Weerd dan Armin, 1992) yang dihubungkan dengan
collision bagian utara lempeng Australia (New Guinea) dengan sejumlah komplek busur.
New Guinea di ubah dari batas konvergen pasif menjadi oblique. Sistem sesar strike-slip
berarah barat-timur yang menyebabkan perpindahan fragmen benua Australia (Banggai Sula)
ke bagian timur Indonesia berpegaruh pada kondisi lempeng pada pertengahan Oligosen.
L. OLIGOC. - E. MIOC. ( 32 - 16.2 )
90 E0 100 0 E 110 0 E 120 0 E 130 0 E
H
SCS
PHIL. PL
IND
NP
10 0 N RB
MS
KUTEI B
E. SUL
00
SU
NG
6 cm / yr DA
I - AU BAN
10 0 S
AU
Ketidakselarasan pada pertengahan Oligosen hadir di Laut China selatan (SCS) dan
wilayah sekitarnya (Adams dan Haak, 1961; Holloway, 1982; Hinz dan Schluter, 1985; Ru
dan Pigott, 1986; Letouzey dan Sage, 1988; op cit., Van de Weerd dan Armin, 1992). Ketidak
selarasan ini dihubungkan dengan pemekaran lantai samudera di SCS. Subduksi pada
baratlaut Kalimantan terhenti secara progresif dari baratdaya sampai timurlaut. Di bagian
baratdaya, berhenti pada pertengahan Oligosen; di bagian timurlaut, berhenti pada akhir
Miosen awal (Holloway, 1982, op cit., Van de Weerd dan Armin, 1992).
NW SE - DIPPING SUBDUCTION SE
INNER OUTER
SECOND EPISODE MA KUTEI B KUTEI B W. SULAWESI
SCS SPREADING
IAB BA MS BA
MERSING MA
FA
SUBDUCTION
KUCHING UPLIFT
32 - 16.2 Ma
OLIGOCENE - M. MIOCENE
- COLLISION BA - SU - W. SULA
- TERMINATION SUBDUCTION
PA - RB - TERMINATION SUBDUCTION
TRANSPRESSION / TRANSTENSION
16.2 - 0 Ma DEFORMATION
( M. MIOCENE - PRESENT )
PA - RB PALAWAN / MERATU'S
REED BANK BA - SU
UPLIFT BANGGAI /
COLLISION
W. SUL E. SUL SULA MICRO-
CONTINENT
BA - SU
M. MIOCENE - PRESENT ( 0 - 16 )
100 E
0 110 E
0
120 0 E 130 0 E
PHIL. PL
10 0 N
NP
KUTEI B
00
BA - SU
NG
10 0 S
I - AU
AU
Gambar 8: Elemen
Tektonik Pulau
Kalimantan pada
Miosen tengah. Nuay,
1985, op cit., Oh, 1987.)
PEGUNUNGAN SCHWANER
Borneo atau Kalimantan merupakan bagian dari Sundaland yang terbentuk dari
amalgamasi terrane-terrane. Bagian Barat Daya dari Borneo terpisah dari Cina Selatan-
Indochina pada Kapur-Tersier lalu bertumbukan dengan Mallaca yang merupakan bagian dari
Eurasia. Bagian Barat daya dari Borneo ini nantinya akan bertumbukan dengan Paternoster
dan menyebabkan terbentuknya terangkatnya tinggian Meratus.
Nama Pegunungan Schwaner merupakan penghargaan untuk seorang ahli geologi
Bernama Carl Anton Ludwig Maria Schwaner yang berhasil melakukan ekspedisi melintasi
Borneo yang menjadi orang Eropa pertama yang melintasi Borneo dari selatan kota
Banjarmasin, melalui tengah pulau, menuju ke bagian Pontianak di pantai baratnya.
Gambar Kalimantan pada Kapur Tengah. (dimodifikasi dari Parkinson dkk. (1998; Satyana,
2003).
Gambar Sundaland yang merupakan amalgamasi dari banyak terrane. Kalimantan sendiri
merupakan gabungan dari beberapa terrane yang bersatu.
Secara umum Pegunungan Schwaner tersusun atas batuan beku dan batuan metamorf.
Bagian Bawah Pegunungan Schwaner ini terdiri dari batolit tonalit dan granodiorite dengan
sedikit batuan beku mafik dan granit yang mengintrusi batuan metamorfik regional tingkat
rendah. Terdapat pula batuan vulkanik basa yang lebih tua dan lebih muda dari granitoid yang
telah disebutkan. Granitoid membentuk sabuk dengan lebar sekitar 200 km dan panjang 500
km. Analisa kimia dari batuan di Pegunungan Schwaner memiliki sifat mirip dengan I-type
kalk alkaline. Batuan mafik yang banyak teramati di Pegunungan Schwaner merupakan
Norite, sedangkan batuan asam yang paling sbanyak teramati merupakan syeno-granit dengan
kisaran SiO2 67-72% yang mengindikasikan setidaknya ada dua batollit yang hadir. Pada
bagian relatif barat daya dari pegunungan ini, terdapat batolit yang komposisinya dominan
granit dengan turunannya riebeckit-bearing alkaline granit dan syenit yang memiliki
perbedaan karakter geokimia dibandingkan dengan tonalit dan syenogranit.Granitoid ini
berhubungan dengan adanya subduksi Meso-Thetys.
Penentuan umur dari biotit dan hornblende dari granitoid Pegunungan Schwaner
dilaukan oleh Haile dkk. (1977) dengan menggunakan unsur K-Ar menghasilkan umur 157-
77 Juta tahun, Yura-Kapur Akhir. Penelitian lain menunjukan umur 129-87 Juta tahun. Kapur
Awal didapat dari tonalit dan granodiorit sedangkan Kapur Akhir didapat pada granit
disebelah barat daya. Umur 100-120 di tonalit dan syenogranit mengindikasikkan dua episode
magmatik pada waktu itu. Umur yang didapatkan dari batuan vulkanik basa-intermediet
mengindikasikan adanya vulkanisme pada Awal Tersier.Penentuan umur berdasar LA-ICP-
MS U-Pb zircon dari metatonalite Pegunungan Schwaner menghasilkan umur magmatik
Triasik Akhir yang lebih tua dari K-Ar granitoid, namun masih dalam kisaran waktu K-Ar
granitoid.
Pegunungan Schwaner menjadi sumber sediment bagi cekungan-cekungan
disekitarnya yang kebanyakan menjadi delta-delta besar.
Gambar Pegunungan Scwaner yang menjadi sumber sediment bagi cekungan-cekungan
sekitarnya (Morton dkk., 2012).
TINGGIAN MERATUS
Komplek Meratus diinterpretasi sebagai bukti fase kolisi dan akresi di sepanjang batas
selatan Sundaland pada Kapur Tengah dan sekarang membatasi Cekungan Barito dengan
Cekungan Asem-asem dan Dataran Paternoster ke sebelah timur. (Bou Dagher, et all, 2011).
Gerakan tektonik yang terakhir terjadi pada Kala Miosen yang menyebabkan batuan
yang tua terangkat membentuk Tinggian Meratus dan melipat kuat batuan Tersier dan Pra-
Tersier. Sejalan dengan itu terjadilah pensesaran naik dan geser yang diikuti sesar turun dan
pembentukan Formasi Dahor pada Kala Pliosen. (Sikumbang dan Heryanto, 2009).
STRATIGRAFI PULAU KALIMANTAN
Stratigrafi Pulau Kalimantan dibahas melalui dua cekungan, yaitu Cekungan Barito
dan Asam-Asam serta Cekungan Kutai disertai aspe tektonik yang menyertai pengendapan
sedimen.
Gambar 9: Elemen Struktur bagian timur Cekungan Kutai. (Beicip, 1992, op.cit.
Allen dan Chambers, 1998. )
Stratigrafi
Formasi Pamaluan
Pada Kala Oligosen (Tersier awal) Cekungan Kutai mulai turun dan terakumulasi
sediment-sediment laut dangkal khususnya mudstone, batupasir sedang dari Formasi serpih
Bogan dan Formasi Pamaluan. Pada awal Miosen, pengangkatan benua ( Dataran Tinggi
Kucing) ke arah barat dari tunjaman menghasilkan banyak sedimen yang mengisi Cekungan
Kutai pada formasi delta-delta sungai, salah satunya di kawasan Sangatta. Ciri khas sedimen-
sedimen delta terakumulasi pada Formasi Pulau Balang, khususnya sedimen dataran delta
bagian bawah dan sedimen batas laut, diikuti lapisan-lapisan dari Formasi Balikpapan yang
terdiri atas mudstone, bataulanau, dan batupasir dari lingkungan pengendapan sungai yang
banyak didominasi substansi gambut delta plain bagian atas yang kemudian membentuk
lapisan-lapisan batubara pada endapan di bagian barat kawasan Pinang. Subsidence yang
berlangsung terus pada waktu itu kemungkinan tidak seragam dan meyebabkan terbentuknya
sesar-sesar pada sedimen-sedimen. Pengendapan pada Formasi Balikpapan dilanjutkan
dengan akumulasi lapisan-lapisan Kampung Baru pada kala Pliosen. Selama Kala Pliosen,
serpih dari serpih Bogan dan Formasi Pamaluan yang sekarang terendapkan sampai
kedalaman 2000 meter, menjadi kelebihan tekanan dan tidak stabil, menghasilkan
pergerakan diapir dari serpih ini melewati sedimen-sedimen diatasnya menghasilkan struktur
antiklin-antiklin rapat yang dipisahkan oleh sinklin lebih datar melewati Cekugan Kutai dan
pada kawasan Pinang terbentuk struktur Kerucut Pinang dan Sinklin Lembak.
FORAM-ZONE
PLANKTONIK
Chrono-Stratigraphy Lithostratigraphy Global Relative Change of
Coastal Onlap
M.Yrs System Series W Barito E W Kutai EW Tarakan E
(Vail et al., 1977)
Landward Basinward
N 23 0.8
Quarternary Pleistocene Handil Dua Attaka Bunyu N 22
1.65 1.65
N 21 3.0
cene
Plio-
E L
3.50 N 20
Sepinggan Lst 4.2
N 19
Tarakan
TB 3
Kampung Baru N 18
5.20 5.5
Dahor N 17
Late
NEOGENE
Domaring N 16
Balikpapan
Tabul N 15
Group
N 12 12.5
Meliat Ss
Warukin N 11
TB 2
13.8
Latih N 10
N9
15.5
Pulau Balang N8
16.20 16.5
Naintupo N7
Bebulu N6
Tubalor
Early
Klinjau
20.00
N5 20.00 21.0
T E R T I A R Y
22.0
25.20
N4
TB 1 25.5
Late
P 22 26.5
Oligocene
Pamaluan
Berai Mesaloi 28.4
Marah
P 21
30.00 30.00 30.0
Early
P 20
P 19 33.0
TA 4
Seilor
Atan Beds
PALEOGENE
P 18
36.00 36.0
P 17
Late
37.0
P 16
38.0
Sulau P 15
39.40 39.40 39.4
P 14
? P 13
Eocene
Sembakung
Middle
TA 3
Tanjung
P 10
48.5
49.00 ? P9 49.00
Early
Keham Halo P8
P7
TA 2
54.00 P6
? P5
Paleo-
Late
cene
P4
P3
109.50 109.5
Gambar 11: Stratigrafi Cekungan Barito, Cekungan Kutai, dan Cekungan Tarakan.
(Courtney, et al., 1991, op cit., Bachtiar, 2006).
ASPEK EKONOMI PULAU KALIMANTAN
Hidrokarbon
Gambar Peta Cekungan Hidroarbon di Kalimantan ditunjukan dengan kotak berwarna biru
2. Potensi Batubara
Batubara yang menyusun suatu formasi/lapisan batubara pada awalnya berupa gambut
atau akumulasi bahan serupa yang kemudian mengalami pembusukan, melalui proses
kompaksi dan panas dalam waktu yang sangat panjang maka gambut akan berubah menjadi
batubara.
Batubara di Indonesia banyak digunakan untuk bahan bakar, industri semen, PLTU
dan dalam jumlah kecil dalam peleburan timah dan nikel.
Batubara di Kalimantan Tengah sudah mulai ditambang sejak awal abad 19 tambang
batubara didekat Muara Teweh sudah ditambang sejak tahun 1910 dan mampu menghasilkan
sekitar 7.000 ton pertahun saat itu.
Produksi berkurang sejak Perang Dunia ke II dan kemudian berhenti total sekitar
tahun 1960.
Survey penyelidikan batubara di Kalimantan Tengah telah dilakukan sejak tahun 1975 oleh
beberapa institusi baik pemerintah maupun perusahaan asing, salah satunya PT. BHP-Biliton
yang telah memprediksikan bahwa terdapat sekitar 400 juta ton batubara dengan nilai kalori
>7.000 berkualitas baik (> 8.000 kal/gr) juga ditemukan di Kabupaten Barito Utara dan
Murung Raya bagian utara.
Didaerah ini batubara banyak ditemukan di Muara Bakah, Bakanon, Sungai Montalat,
Sungai Lahei, Sungai Maruwai dan sekitarnya. Beberapa lapisan batubara mempunyai
ketebalan mencapai 1,5 – 7 meter dan mempunyai kualifikasi “Cooking Coal dengan
kandungan sebagai berikut :
- Kandungan air : 8,74 – 15,53 %
- Volatile Matter : 0,39 – 1,76 %
- Karbon : 38,44 – 48,66 %
- Sulfur : 0,35 – 0,46 %
- Nilai Kalori : 7.000 – 8.000 cal/gr.
- CSN : 5 - 7
Lokasi lain yang juga memiliki potensi kandungan batubara dengan nilai kalori <6.000 kal/gr
antara lain :
- Kab.Gunung Mas : Kec.Tewah, Rungan, Kurun, Manuhing.
- Kotawaringin Timur : Kec.Mentaya Hulu, Mentaya Hilir dan Cempaga.
- Kab.Katingan : Kec.Katingan Tengah, dan Tewang Sangalang garing.
- Kab.Kotawaringin Barat : Pangkalan Banteng dan Kotawaringin Lama.
3. Potensi Gambut
Gambut adalah endapan organik yang mengandung sisa-sisa tumbuhan yang telah mengalami
dekomposisi sebagian dan mengandung bahan lain seperti air dan bahan-bahan lain non
organic biasanya berupa lempung dan lanau.
Gambut di Indonesia diperkirakan memiliki area lebih 20 juta hektar dan kebanyakan dalam
bentuk dataran rendah dan rawa. Lebih dari 7 juta hektar berada sepanjang daerah barat,
tengah dan selatan pantai pulau Kalimantan.
Survey tanah gambut telah banyak dilakukan secara intensif terutama untuk keperluan
pertanian (agricultur). Penyelidikan yang dilakukan untuk tujuan pertanian biasanya hanya
gambut yang mempunyai kedalaman 100 cm atau kurang. Gambut yang mempunyai
kedalaman lebih dari 100 cm mempunyai potensi sebagai energi.
Sumber energi gambut biasanya digunakan untuk tenaga pembangkit tapi dapat juga
digunakan untuk bahan baker dan memasak yang biasanya dalam bentuk briket.
Penyelidikan gambut untuk bahan baker telah dilakukan oleh Direktorat batubara dari
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral sejak tahun 1984 didaerah Bereng Bengkel,
Palangka Raya dan Kanamit, Kuala Kapuas.
Daerah Bereng Bengkel – Kanamit mempunyai potensi yang cukup besar dengan rata-rata
kedalaman gambut sekitar 2 meter, dan di Bereng Bengkel sendiri sekitar 20 hektar telah
diselidiki secara detail dan telah dilakukan ujicoba produksi gambut bekerjasama dengan
Finlandia.
Kualitas gambut Kalimantan Tengah adalah sebagai berikut :
- Kandungan air : 6,11 – 18,70 %
- Abu : 0,66 – 6,72 %
- Karbon : 21,03 – 37,66 %
- Zat Terbang : 41,75 – 57,13 %
- Nilai Kalori : 3.982 – 5.426 cal/gr
Daerah lain yang mempunyai potensi gambut di Kalimantan Tengah adalah :
- Daerah antara Sampit dan Kota Besi.
- Daerah antara Sampit dan Pangkalan Bun
- Daerah antara Palangka Raya dan Pulang Pisau.
4. Potensi Intan
Intan telah banyak ditambang dibanyak tempat di Pulau Kalimantan oleh penduduk sejak
lama dan berkembang diberbagai tingkatan sampai sekarang. Intan dipotong dan
dipoles/digosok di Martapura Kalimantan Selatan.
Secara umum endapan utama intan berasosiasi dengan batuan ultrabasic khususnya batuan
periodit, contohnya batuan yang kita kenal sebagai Kimberlite-pipe di Afrika Selatan.
Saat ini penduduk local Kalimantan Tengah menambang endapan intan alluvial
mempergunakan peralatan dan metode yang masih sederhana. Intan yang terdapat dalam
endapan alluvial biasanya terdapat bersama sejumlah mineral seperti korundum, rutile,
brookite, quartz, emas, platinum dan pirit.
Pasir hitam yang terbentuk dari pencucian residu (disebut puya) terdiri dari : Titano
magnetite, kromit, garnet, spinel, hyacinth, topaz, dan ruby.
Penyelidikan terhadap endapan intan sudah dilakukan sejak dulu tetapi masih belum
mendapatkan hasil berupa penemuan endapan utamanya. Tetapi kesempatan bagi eksplorasi
endapan utama dan alluvial masih ada dan dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber:
Allen, G.P., dan Chambers,J.L.C.,1998, Sedimentation in the Modern and Miocen Mahakam
Delta. IPA, hal. 156-165.
Bachtiar, A., 2006, Slide Kuliah Geologi Indonesia, Prodi Teknik Geologi, FIKTM-ITB.
Oh,H.L., The Kutai Basin a Unique Structural History. Proceeding IPA 20th October 1987
Vol I p. 311-316.
Satyana, A.H., 2000, Kalimantan, An Outline of The Geology of Indonesia, Indonesian
Association of Geologists, p.69-89.
Van de Weerd, A.A., dan Armin, Richard A., 1992, Origin and Evolution of the Tertiary
Hydrocarbon-Bearing Basins in Kalimantan (Borneo), Indonesia, The American
Association of Petroleum Geologists Bulletin v. 76, No. 11, p. 1778-1803.
Clements, B., Sevastjanova, I., Hall, R., Belousova, E. A., Griffin, W. L., Pearson, N.Detrital
zircon U-Pb age and Hf-isotope perspective on sediment provenance and tectonic models in
SE Asia. Bulletin of the Graduate School of Social and Cultural Studies, Kyushu University
vol.19 (2013).
Nugroho Imam SETIAWAN, Yasuhito OSANAI, Nobuhiko NAKANO, Tatsuro ADACHI,
Kazuhiro YONEMURA, Aya YOSHIMOTO, Joko WAHYUDIONO, Kaharuddin MAMMA
Stratigraphy and Sediment Provenance, Barito Basin, Southeast Kalimantan, BouDagher, et
all. 2011. Proceedings IPA.