Secara Geografis letak pulau Sumbawa berada pada kordinat 80 47’ LS dan 118o
5’ BT.
2.1.2. Iklim
Pulau Sumbawa merupakan wilayah beriklim kering. Dari data curah hujan di 17
stasiun yang tersebar di seluruh Pulau Sumbawa menunjukkan bahwa kondisi
iklim berfluktuasi sangat drastis sepanjang tahun. Di saat musim penghujan
curah hujan sangat tinggi > 200mm, namun di saat musim kering curah hujan
sangat kecil < 10mm. Terlebih di wilayah pantai utara dan timur mempunyai
pola yang lebih kering dengan fluktuasi yang lebih tajam dibandingkan pantai
barat dan selatan pulau. Curah hujan rata-rata tahunan di Pulau Sumbawa
sangat bervariasi, terendah 619 mm/ tahun di Donggo (Bima) dan tertinggi 2.563
mm/ tahun di Tepas (Sumbawa) dengan fluktuasi bulanan sangat besar. Curah
hujan tinggi/ musim penghujan antara Nopember - April, rendah/ musim
kemarau antara Juni - September
dengan pergeseran permulaan dan akhir musim penghujan pada beberapa
wilayah berbeda satu atau dua bulan baik pada saat mulai maupun pada saat
berakhir. Wilayah bagian utara dan timur Pulau Sumbawa cenderung lebih
kering dibandingkan pantai barat dan selatan, curah hujan lebih rendah dengan
bulan kering lebih panjang (8-9 bulan), sedangkan di pantai barat dan selatan
hanya 5 hingga 6 bulan.
Menurut Oldeman et al., (1980), yang mendasarkan pada jumlah bulan basah
(BB>200 mm/bulan) dan bulan kering (BK<100 mm/bulan) berturut-turut, Pulau
Sumbawa dapat dibedakan atas zona agroklimat C3, D3, D4, E3, dan E4. Zona C3
BB 5-6 bulan dan BK 4-6 bulan tersebar di bagian barat dan pantai selatan
meliputi stasiun Taliwang, Tepas, Semongkat, dan Rasanae. Zona D3 BB 3-4
bulan dan BK 4-6 bulan, di Pungkit Atas. Zone D4 BB 3-4 bulan dan BK >6 bulan
di pantai utara sekitar Gapit, Donggo, Tente, dan Sape. Zona E3 BB <3 bulan dan
BK 4-6 bulan di Rea Atas. Sedangkan zona terkering E4 BB<3 bulan dan BK >6
bulan di selatan pantai Tambora di stasiun Kadindi dan Paradoane, pantai utara
di Utan Rhee dan pantai timur di Sumi dan Maria. Gambaran umum pola curah
hujan di Pulau Sumbawa disajikan pada Gambar berikut
600
LEGENDA
500 TEPAS
CURAH HUJAN(mm/bln)
TALIWANG
400 PUNGKIT
ATAS
DONGGO
UTAN RHEE
200 MARIA
SAPE
100
0
JAN PEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES
BULAN
2.1.3. Topografi
Dilihat dari segi topografi, kemiringan tanah (lereng) Pulau Sumbawa terluas
antara (15 - 40) %, seluas 681.044 Ha atau sebesar 30,83 % dari luas NTB dan
kemiringan tanah (0 - 2) %, seluas 217.129 Ha atau sebesar sebesar 9,83 % dari
luas Nusa Tenggara Barat.
Tabel 2.2. Tabel Luas Daratan Berdasarkan Kemiringan Tanah Wilayah Kabupaten
/ Kota di Pulau Sumbawa 2013
KLASIFIKASI KEMIRINGAN TANAH (HA)
2.1.4. Morfologi
Morfologi pulau sumbawa berdasarkan beda tinggi dan sudut lereng dapat
dibagi menjadi satuan morfologi punggungan bergelombang curam sampai
sangat curam, satuan morfologi punggungan bergelombang sedang, satuan
morfologi daerah karst dan satuan morfologi dataran yang terdiri dari dataran
undak pantai dan dataran alluvial.
Satuan morfologi punggungan bergelombang curam sampai sangat curam,
tersebar memanjang dari barat ke arah timur pada bagian tengah pulau
sumbawa, memiliki sudut lereng antara 30o sampai 60o dan beda tinggi antara
50 m sampai 300. Morfologi ini dikontrol oleh satuan breksi tuff dan adanya
beberapa intrusi batuan beku andesit, sedangkan satuan morfologi
punggungan bergelombang sedang menempati daerah peralihan antara satuan
morfologi punggungan bergelombang curam dan satuan morfologi dataran.
Satuan morfologi dataran hasil produk dari proses undak pantai tersebar
memanjang dengan arah relatif barat timur, memiliki sudut lereng antara 0o
dan 5o dan beda tinggi antara 0 m sampai 10 m. Satuan morfologi dataran
undak pantai seringkali dipisahkan oleh lembah sungai yang relatif dalam dan
curam. Satuan ini dikontrol oleh batuan breksi tufaan dan terumbu koral yang
terangkat, sering menunjukkan adanya tanah merah atau terarosa pada bagian
atasnya. Morfologi ini merupakan areal transmigrasi. Sedangkan satuan
morfologi dataran yang dikontrol oleh endapan alluvial dan pantai memiliki
penyebaran yang cukup luas di daerah Plampang dan sekitarnya, membentuk
dataran dengan beda tinggi antara 5 m sampai 5 m dan sudut lereng antara 0o
sampai 5o.
Morfologi dataran dikontrol oleh endapan alluvial sungai dan alluvial pantai.
Stadi geomorfik secara umum dapat diklasifikasikan ke dalam stadia muda yang
berkembang ke arah dewasa, hal ini ditunjukkan oleh perkembangan bentuk
lembah sungai yang berkembang dari bentuk huruf V ke arah huruf U, adanya
gosong-gosong sungai dan adanya meandering sungai. (Sumber Dokumen
Penyusunan AMDAL KTM Labangka di Kabupaten Sumbawa Barat).
2.1.5. Geologi
Di tinjau dari tatanan Tektonik terbentuknya Pulau Sumbawa erat kaitannya
dengan penunjaman Lempengan Hindia yang berarah utara-timur laut di bawah
daratan Sunda yang menerus memulai dari Pulau Sumatra – Jawa terus ke arah
timur membentuk Buaur Kepulauan Banda yang terbentuk pada masa
kenozoikum, yang di landasi oleh batuan gunung api kalk alkain dari busur
Banda yang masi aktif hingga sekarang oleh batuan sedimen pinggiran benua
yang beralaskan batuan mineral.
Geologi daerah Pulau Sumbawa di susun oleh terbentuknya batuan gunung api
Tersier (Miosen Awal) breksi – tuf (Tmv) bersifat andesit dengan sisipan tuf
pasiran, tuf batu apung dab batu pasir tufan. Satuan breksi tuf ini menjemari
dengan batuan sedimen yaitu satuan batu pasir tufan (Tms) dan juga satuan
batu gamping (Tml). Kemudian diterobos oleh batuan terobosan (Tmi) yang
terdiri dari andesit, basal, dasit, dan batuan yang tak teruraikan, diperkirakan
berumur Miosen Tengah.
Struktur geologi yang berkembang di daerah Pulau Sumbawa berupa struktur
kekar dan sesar. Struktur kekar berembang pada batuan intrusi sedangkan
struktur sesar di daerah sekitar pulau Sumbawa di ketahui berdasarkan indikasi
adanya gawir sesar yang terdapat di daerah Pulau Sumbawa di antaranya lerang
terjal di daerah Bukit Olat Maja dari pola aliran sungai dan kelurusan topografi
serta adanya mata air yang mengandung sulfir dan besi yang tinggi. Pulau
Sumbawa didominasi oleh batuan gunungapi tua dan muda (77,5%), sisanya
berupa aluvium sungai dan marin, sedimen, dan terobosan (Sudradjat, et
al,1998).
2.1.6. Hidrologi
Sungai besar maupun kecil di Pulau Sumbawa umumnya pendek dan langsung
bermuara ke laut. Dengan tebing yang curam, aliran pendek, dan perbedaan
gradien yang nyata memungkinkan terjadinya aliran sangat besar di saat musim
penghujan, terjadi secara mendadak dalam kapasitas tinggi dengan membawa
bahan tererosi.
Rendahnya curah hujan di Pulau Sumbawa menyebabkan sebagian besar
kondisi sungai kering di musim kemarau dan hanya berair di musim penghujan.
Kekeringan yang panjang tanpa tersedianya sumber air mempengaruhi
pertumbuhan vegetasi yang bisa berfungsi sebagai konservasi disaat kemarau
mati. Sehingga saat hujan tiba lahan tanpa pelindung konservasi vegetasi,
cenderung terjadi runoff yang lebih besar, yang mengikis lapisan atas tanah
membentuk alur-alur erosi yang intensif.
Penggunaan lahan yang riskan kekeringan dan mempunyai peran yang besar
dalam konservasi.
(a). Sawah irigasi, merupakan lahan yang paling aman terjadi degradasi, terluas
di Kab. Sumbawa, (b). Sawah tadah hujan, umumnya berupa lahan deposit dari
sisa erosi setempat-setempat di sepanjang pantai membentuk kipas aluvial
koluvial, (c). Perkebunan, di Pulau Sumbawa ini tidak luas, (d). Tambak dan
kolam, hanya di beberapa tempat di sepanjang pantai utara, dan (e). Lain-lain,
berupa pemukiman dan badan air.
Lahan kering dan hutan mempunyai fungsi konservasi yang besar dan di Pulau
Sumbawa kondisinya sangat fluktuatif sangat tergantung iklim.
Landform Tanah
Endoaquepts, Haplustepts, Haplustolls, Endoaquents,
Aluvial Eutrudepts, Ustorthents, Ustipsamments.
2.2.3. Topografi
Menurut karakteristik topografinya, permukaan tanah Kabupaten Sumbawa
cenderung berbukit-bukit dengan ketinggian antara 0-1.730 meter diatas
permukaan laut (mdpal). Ketinggian 0-100 mdpalmencapai luas 26,51%; 100-
500 m dpal 42,31%; 500-1.000 m dpal 27,69% dan > 1.000 m dpal 3,49%.
Adapun berdasarkan klasifikasi kemiringan lahan, kemiringan 0-2% seluas
33,79%; kemiringan 2-15% seluas 27,96%; kemiringan 15-40% seluas 49,49%
dan kemiringan >40% seluas 54,03% (Data Pokok NTB, 2008).
Dalam konteks pembangunan daerah, kondisi topografi berpengaruh
penyediaan infrastruktur dan fasilitas publik. Wilayah yang didominasi
kemiringan lahan >40% seperti Kecamatan Batulanteh, Ropang,
Lenangguar, dan Orong Telu anggaran untuk penyediaan infrastruktur
dan fasilitas publik lebih mahal dibandingkan dengan wilayah kecamatan
lain, sehingga pada umumnya aksesibilitas masyarakat di wilayah tersebut amat
rendah. Disamping itu, topografi berkaitan erat pula dengan kerentanan erosi.
Menurut Data Pokok NTB, sekitar 64%, lahan di Kabupaten Sumbawa tergolong
peka hingga sangat peka terhadap erosi, sehingga upaya rehabilitasi lahan amat
penting dan mendesak dilakukan.
2.2.4. Geologi
Kabupaten Sumbawa sebagaimana sebagian wilayah Indonesia terletak dalam
sabuk gunung api (ring of fire). Dalam Peta Tatanan Geologi dan Gunung Berapi
Indonesia, Kabupaten Sumbawa tempat pertemuan 2 lempeng aktif dunia
yaitu Lempeng Indo-Australia (bagian selatan) dan Lempeng Eurasia (bagian
utara) (Katili, 1994). Kondisi geologis tersebut menyebabkan Kabupaten
Sumbawa kaya akan deposit sumberdaya mineral sekaligus rawan terhadap
bencana alam. Prakiraan potensi sumberdaya mineral potensial yang dimiliki,
berupa emas (180 ribu m3), tembaga (1,575 juta m3), lempung/tanah liat (5,9
juta m3), batu gamping (274,29 juta m3) dan marmer (43,06 juta m3), pasir
besi(304,5 m3), sirtu (793 ribu m3) dan batu bangunan (269,22 juta m3).
Potensi lain seperti energi panas bumi juga terdapat di Kecamatan Maronge
dengan potensi 6 Mwe untuk pemanfaatan langsung. Potensi angin juga cukup
memadai untuk pembangkit listrik skala kecil terutama pada 6 kecamatan yakni
Alas Barat (376,177 watt), Labuhan Badas (612,541 watt), Labangka (525,177
watt), Empang (376,177 watt), Plampang (313,621 watt) dan Lape
(258,415 watt). Demikian pula potensi sumberdaya air, disamping digunakan
sebagai air irigasi juga dapat digunakan untuk pembakit Listrik Mikro Hidro yang
terdapat di 16 lokasi potensial dengan potensi energi 3.082 Kwatt.
2.2.5. Hidrologi
Kabupaten Sumbawa memiliki 7 Daerah Aliran Sungai (DAS) dengan 153
titik mata air. Tingginya sedimentasi, berkurangnya jumlah dan debit mata air,
serta semakin meluasnya wilayah bukaan di bagian hulu DAS menunjukkan
kondisi DAS sebagian besar mengalami degradasi sehingga upaya
rehabilitasi mendesak dilakukan. Dalam mendukung pengembangan
pertanian, terdapat 35 Daerah Irigasi (DI) teknis yang terdiri dari 2 DI
kewenangan Pusat, 8 DI Kewenangan Provinsi dan 25 DI kewenangan
kabupaten. Disamping itu terdapat pula 534 DI yang dikelola oleh desa.
Dalam mendukung supply air irigasi terdapat 12 unit bendung teknis, 28 unit
embung dan 4 unit bendungan. Permasalahan sedimentasi, biaya operasional
dan pemeliharaan DI menjadi aspek utama dalam pengelolaan DI di Kabupaten
Sumbawa. DAS di Kabupaten Sumbawa disajikan pada tabel berikut.
Tabel 2.4. Potensi Sumber Daya Air Di Kabupaten Sumbawa
NO KECAMATAN SUB SATUAN WILAYAH LUAS KETERSEDIAAN AIR
2
SUNGAI (SSWS) (KM ) (JUTA M3)
2.2.6. Klimatologi
Kabupaten Sumbawa beriklim tropis yang dipengaruhi oleh dua musim yakni
musim hujan dan kemarau. Dalam kurun waktu 2005-2009, jumlah hari hujan
setahun rata-rata 106 hari dengan hari hujan tertinggi 117 hari (2006) dan
terendah 94 hari (2009). Curah hujan tahunan rerata 1.238 mm per tahun
dengan tertinggi 1.601,66 mm (2006) dan terendah 970 mm (2009). Curah
hujan tertinggi sebulan berkisar 387,6 mm (antara Januari-Maret), tertinggi
630,4 mm (Februari 2006) dan terendah 271,1 mm (Februari 2005). Adapun
bulan kering setahun rata-rata 2,6 bulan dengan bulan kering tertinggi 5 bulan
(2006) dan terendah 1 bulan (2008).
Suhu udara dalam kurun waktu 2005-2009, suhu rata-rata tahunan sekitar 27,2
0C, sedangkan suhu maksimum rata-rata 34,80C (tertinggi 34,40C tahun
2009) dan suhu minimum 20,90C (terendah 18,3 tahun 2009). Adapun
tekanan udara rata-rata 1.008 mb dengan kelembaban udara
76,2% dan penyinaran 79,2%. Kondisi klimatologis demikian amat cocok
dalam pengembangan berbagai komoditi pertanian, peternakan, perikanan dan
beberapa jenis komoditi perkebunan.
Dalam 5 tahun terakhir ini di Kabupaten Sumbawa belum menunjukkan
terjadinya kondisi ekstrim pada musim hujan dan musim kemarau. Namun
fenomena terjadi La Nina dan El Nino dalam 3 tahun terakhir yang disertai
dengan curah hujan yang lebih tinggi dan musim kemarau yang lebih pajang
perlu diwaspadai.