Anda di halaman 1dari 19

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Pemahaman Konsep Matematika


a. Pengertian Matematika
Matematika berasal dari bahasa Yunani, yaitu manthemata yang
artinya sesuatu yang dipelajari atau ilmu pengetahuan. Matematika
dikenal sebagai suatu ilmu pengetahuan yang abstrak, yang dapat
dipandang sebagai struktur pola berpikir yang sistematis, kritis, logis,
cermat, dan konsisten.
Banyak pakar pendidikan yang mengartikan matematika.
Pendapat para pakar tersebut akan diuraikan pada pembahasan berikut
ini, James mengatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika
mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep yang
berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak
yang terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis, dan geometri.
Kemudian Klien mengatakan juga, bahwa matematika itu bukanlah
pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri,
tetapi adanya matematika itu terutama untuk membantu manusia dalam
memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi, dan alam.
Bourne memahami matematika sebagai konstruktivisme sosial
dengan penekanan pada knowing how, yaitu pelajar dipandang sebagai
makhluk yang aktif dalam mengkonstruksikan ilmu pengetahuan
dengan cara berinteraksi dengan lingkungannya. Sedangkan dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), matematika didefinisikan
sebagai ilmu tentang bilangan, hubungan antara bilangan dan prosedur
operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai
bilangan.
Ismail, dkk, dalam bukunya menyatakan, matematika adalah ilmu
yang membahas angka-angka perhitungannya, membahas masalah-
masalah numerik, mengenai kuantitas dan besaran, mempelajari
hubungan pola, bentuk dan struktur, sarana berpikir, kumpulan sistem,
struktur dan alat.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
matematika selalu berkaitan dengan bilangan, angka, simbol-simbol,
atau perhitungan. Dengan mempelajari matematika siswa memiliki
kemampuan berhitung, pengukuran, mengamati dan memecahkan
permasalahan yang dapat disajikan dari kehidupan nyata diubah ke
variabel-variabel dalam bentuk eksak, Oleh karena itu matematika
menjadi mata pelajaran yang harus dikuasai oleh siswa dari jenjang
Sekolah Dasar (SD) sampai Sekolah Menengah Atas (SMA) bahkan
jenjang Perguruan Tinggi.

b. Pengertian Pemahaman Konsep


Istilah pemahaman konsep dibentuk oleh dua kata yaitu
pemahaman dan konsep. Dimana masing-masing mempunyai arti
tersendiri. Pemahaman berasal dari kata paham yang berarti mengerti
benar. Sehingga seorang siswa dapat dikatakan paham terhadap suatu
hal, jika orang tersebut mengerti benar dan mampu menjelaskan suatu
hal yang dipahaminya. Sedangkan menurut Soderholm, pemahaman
adalah “Comprehension: defined as the ability to grasp the meaning
of material, representing to lowest level of understanding and
involving explaining, interpretting, or translating.” Pemahaman
menurut Soderholm yaitu kemampuan untuk mengerti makna dari
suatu materi, termasuk kemampuan menjelaskan, menafsirkan dan
menerjemahkan makna dari materi tersebut.

Ada beberapa jenis pemahaman menurut para ahli yaitu :


1) Tingkatan pemahaman menurut Polya, membedakan empat jenis
pemahaman:
a) Pemahaman mekanikal, yaitu dapat mengingat dan menerapkan
sesuatu secara rutin atau perhitunga sederhana.
b) Pemahaman induktif, yaitu dapat mencobakan sesuatu dalam
kasus sederhana dan tahu bahwa sesuatu itu beraku dalam kasus
serupa.
c) Pemahaman rasional, yakni dapat membuktikan kebenaran
rumus dan teorema
d) Pemahaman intuitif, yaitu dapat memperkirakan kebenarapan
sesuatu tanpa ragu-ragu, sebelum menganalisis secara analitik.
2) Tingkatan pemahaman konsep menurut Polattesk, yaitu:
a) Pemahaman komutasional, yaitu dapat menerapkan rumus
dalam perhitungan sederhana dan mengerjakan sesuatu secara
algoritmik
b) Pemahaman fungsional, yaitu dapat mengaitkan suatu
konsep/prinsip dengan konsep/prinsip lainnya, dan menyadari
proses yang dikerjakannya.
3) Skemp, menggolongkan pemahaman dalam dua jenis, yaitu:
a) Pemahaman instrumental, yakni hafal konsep/pinsip tanpa
kaitan dengan yang lainnya, dapat menerapkan rumus dalam
perhitungan sederhana, dan mengerjakan perhitungan secara
algoritmik. Kemampuan ini tergolong pada kemampuan tingkat
rendah.
b) Pemahaman relasional, yakni dapat mengaitkan satu konsep
dengan konsep lainnya. Kemampuan ini tergolong pada
kemampuan tingkat tinggi.
Berdasarkan uraian-uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa
pemahaman merupakan hasil belajar yang lebih tinggi daripada
pengetahuan, misalnya menjelaskan dengan susunan kalimatnya sendiri
dari sesuatu yang telah dibaca atau didengarnya, mengungkapkan
kembali yang telah diajarkan dengan menggunakan kalimat mereka
sendiri.
Sedangkan konsep adalah suatu abstraksi, yaitu dalam semua
obyek yang meliputi benda, kejadian dan orang yang hanya ditinjau
dari aspek-aspek tertentu saja. Hamalik juga menyatakan bahwa,
“Konsep adalah suatu kelas atau kategori stimuli yang memiliki ciri-ciri
umum”. Sedangkan Gagne membedakan dua jenis konsep, yaitu konsep
yang konkret (concrete concept) dan yang abstrak (defined concept).
Konsep konkret adalah pengertian yang merujuk pada objek-objek
dalam lingkungan fisik. Konsep konkret yang biasa kita pelajari melalui
pengamatan, mungkin ditunjukkan melalui definisi/batasan, karena
merupakan sesuatu yang abstrak. Sedangkan konsep abstrak adalah
konsep yang mewakili realitas hidup, tetapi tidak langsung menunjuk
pada realitas lingkungan fisik, karena realitas itu tidak berbadan bila
seorang telah mengenal suatu konsep, maka konsep yang telah
diperoleh tersebut dapat digunakan untuk mengorganisasikan konsep
yang satu dengan yang dilakukan melalui kemampuan kognitif. Untuk
memahami suatu konsep siswa perlu melihat berbagai contoh, sehingga
siswa akan memperoleh penghayatan yang lebih besar, serta bisa
menerapkan konsep ke dalam situasi yang lain.
Menurut Hamalik, untuk mengetahui apakah siswa telah
mengetahui dan memahami suatu konsep, paling tidak ada empat yang
diperbuatnya yaitu (1) siswa dapat menyebutkan nama contoh-contoh
konsep bila siswa melihatnya, (2) siswa dapat menyatakan ciri-ciri
konsep tersebut, (3) siswa dapat memilih, membedakan antara contoh-
contoh dari yang bukan contoh, (4) siswa mungkin lebih memecahkan
masalah yang berkenaan dengan konsep tersebut.
Pemahaman suatu konsep dapat berkembang baik jika terlebih
dahulu disajikan konsep yang paling umum perlu dilakukan sebelum
penjelasan yang lebih rumit mengenai konsep yang baru agar terdapat
keterkaitan antara informasi yang telah ada dengan informasi yang baru
diterima pada struktur kognitif siswa.
Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa pemahaman
konsep matematik adalah kemampuan siswa dalam menerjemahkan,
menafsirkan, dan menyimpulkan suatu konsep matematika berdasarkan
pembentukan pengetahuannya sendiri. Selain itu siswa dapat
menemukan dan menjelaskan kaitan suatu konsep dengan konsep lain
serta mampu mengimplementasikan konsep tersebut untuk
menyelesaikan persoalan atau permasalahan matematika.
c. Indikator Pemahaman Konsep
Indikator yang menunjukkan pemahaman konsep matematika
meliputi hal- hal berikut :
1. Menyatakan ulang sebuah konsep;
2. Mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu
(sesuai dengan konsepnya);
3. Memberi contoh dan non-contoh dari konsep;
4. Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi
matematis;
5. Mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup suatu konsep;
6. Menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau
operasi tertentu;
7. Mengaplikasikan konsep atau algoritma dalam pemecahan
masalah. Pengetahuan dan pemahaman siswa terhadap konsep
matematika menurut
NCTM dapat dilihat dari kemampuan siswa dalam : (1) Mendefinisikan
konsep secara verbal dan tulisan; (2) Mengidentifikasi dan membuat
contoh dan bukan contoh; (3) Menggunakan model, diagram dan
simbol-simbol untuk mempresentasikan suatu konsep; (4) mengubah
suatu bentuk representasi ke bentuk lainnya; (5) mengenal berbagai
makna dan interpretasi konsep; (6) mengidentifikasi sifat-sifat suatu
konsep dan mengenal syarat yang menentukan suatu konsep; (7)
membandingkan dan membedakan konsep-konsep.
Seorang dapat dikatakan paham yaitu apabila dia dapat
membangun hubungan atau mengkonstruksikan inti dari berbagai ranah
pengetahuannya atau menciptakan inti dari beberapa objek. Siswa
mengerti ketika mereka mampu menentukan antara pengetahuan yang
baru diperoleh dengan pengetahuan mereka yang lalu. Dalam
Taxonomi Bloom yang telah direvisi ada tujuh indikator yang dapat
dikembangkan dalam tingkatan proses kognitif pemahaman yaitu :
Interpretting
(menafsirkan), Exemplifying (memberikan contoh), Classifying
(mengklasifikasikan), Summarizing (meringkas), Inferring
(menginterpretasikan), Comparing (membandingkan), Explaining
(menjelaskan) dan :
1) Menafsirkan (interpreting)
Interpretting adalah kemampuan siswa untuk mengubah
informasi yang disajikan dari suatu bentuk yang lain. Penafsiran
dapat berupa mengubah kalimat ke kalimat, gambar ke kalimat,
angka ke kalimat, kalimat ke angka, dan lain sebagainya.
2) Memberikan contoh (Exemplifying)
Mencontohkan atau mengilustrasikan dapaat dilakukan
seorang dapat dikatakan paham saat dia dapat memberikan contoh
dari suatu konsep atau prinsip yang bersifat umum.
3) Mengklasifikasikan (classifying)
Classifying adalah ketika siswa mengetahui bahwa sesuatu
merupakan bagian dari suatu kategori. Mengklasifikasikan
melibatkan proses mendeteksi atau pola-pola yang sesuai dengan
contoh dan konsep atau prinsip tersebut.
Mengklasifikasikan akan muncul ketika seorang siswa
berusaha mengenali pengetahuan yang merupakan anggota dari
ketegori pengetahuan tertentu. Mengkalisifikaiskan berawal dari
suatu contoh atau informasi yang spesifik kemudian ditemukan
konsep dan prinsip umumnya. Misalnya siswa diberi sejumlah
contoh dan diharuskan menentukan manakah yang termasuk
dalam suatu kategori dan manakah yang tidak, atau harus
diharuskan menempatkan satu contoh ke dalam salah satu dari
banyak kategori.
4) Memprediksi (inferring)
Inferring berarti dapat mencari pola dari beberapa contoh
kasus. Siswa dikatakan memiliki kemampuan infering jika siswa
dapat membayangkan konsep atau prinsip yang merupakan
bagian dari contoh dengan cara mengkode karakteristik yang
sesuai dari masing-masing contoh dan lebih penting lagi dengan
tidak ada hubungan antara contoh-contoh tersebut. Dalam kata
lain siswa mampu menerapkan sebuah konsep atau menemukan
suatu pola dari sederetan fakta.
5) Meringkas (Summarizing)
Merupakan kegiatan membuat suatu pertanyaan yang mewakili
seluruh informasi atau membuat suatu abstrak dari sebuah
tulisan. Meringkas menuntut siswa untuk memilih inti dari suatu
informasi dan meringkasnya, yaitu dapat menspesifikasikan
suatu kondisi.
6) Membandingkan (Comparing)
Comparing adalah kemampuan menunjukkan persamaan dan
perbedaan antara dua atau lebih objek. Seorang siwa dapat
membandingkan saat dia dapat mendeteksi persamaan dan
perbedaan yang dimiliki oleh dua objek atau lebih. Melibatkan
proses mendeteksi persamaan dan perbedaan antara dua atau
lebih objek.
Membandingkan merujuk pada identifikasi persamaan dan
perbedaan dari dua atau lebih obyek, kejadian, ide,
permasalahan, atau situasi. Membandingkan berkaitan dengan
proses kognitif menemukan satu persatu ciri-ciri dari obyek
yang diperbandingkan.
7) Menjelaskan (Explaining)
Siswa dapat menjelaskan saat dapat memebrikan model dari
suatu teori atau dapat mengkonstruk dan menggunakan model
sebab-akibat dalam suatu sisem. Menjelaskan, membuat dan
menggunakan model sebab akibat dalam sebuah sistem. Format
asesmen menjelaskan adalah berupa tugas-tugas penalaran,
penyelesaian masalah, desain ulang, dan prediksi.
Benjamin Bloom membedakan ke dalam tiga kategori yaitu
penerjemahan (translation), penafsiran (interpretation), dan
ektrapolasi (extrapolation). Indikator pemahaman konsep yang
akan digunakan pada penlitian ini yaitu indikator menurut teori
Bloom.
1) Penerjemahan (Translation)
Translasi yaitu kemampuan untuk memahami suatu ide yang
dinyatakan dengan cara lain dari pernyataan asli yang dikenal
sebelumnya. Translasi menurut Jones merupakan sebuah aktivitas
yang melibatkan perubahan bentuk komunikasi.
Dalam kemampuan translasi, kata-kata maupun kalimat
dalam soal dapat dialihkan menjadi bentuk lain seperti simbol,
variabel, bagan maupun grafik dengan syarat pengalihan bentuk
ini tidak boleh mengubah makna sebenarnya. Proses translasi
memerlukan pengetahuan dari materi sebelumnya, sehingga siswa
dapat megintegrasikannya ke dalam konsep umum atau ide-ide
yang relevan. Hal ini membutuhkan usaha yang kompleks seperti
analisis atau aplikasi, maupun mangingat kembali pengetahuan
yang sederhana.
2) Penafsiran (interpretation)
Interpretasi proses penyusunan ulang suatu materi atau ide
yang disajikan dalam suatu konfigurasi yang baru.23Interpretasi
merupakan proses penataan kembali materi atau pengetahuan
yang ada disajikan ke dalam konsep baru dalam pikiran siswa.
Siswa harus memahami hubungan antara ide-ide yang
disajikan dan dapat mengindentifiksi ide-ide tersebut agar
dapat menyusunnya dalam suatu konsep yang baru.
3) Ekstrapolasi (extrapolation)
Ekstrapolasi merupakan kemampuan membuat prediksi atau
perkiraan dari suatu masalah guna mendapatkan kemungkinan
solusi. Dalam hal ini kemampuan ekstrapolasi merupakan
kemampuan siswa untuk menentukan kelanjutan dari suatu
temuan berdasarkan konsep yang ada dan
mnerapkannya dalam menyelesaikan soal.
Berdasarkan beberapa indikator yang telah dikemukakan di atas,
maka indikator pemahaman konsep yang digunakan dalam penelitian
ini yaitu:
1) Menafsirkan (interpreting) :
Interpretting yaitu adalah kemampuan siswa untuk
mengubah informasi yang disajikan dari suatu bentuk yang
lain. Penafsiran berupa mengubah kalimat ke kalimat dan
kalimat ke gambar.
2) Mengklasifikasikan (classifying)
Classifying adalah ketika siswa mengklasifikasikan objek-
objek menurut sifat-sifat tertentu sesuai dengan konsepnya.
3) Menduga (inferring)
Inferring berarti dapat mencari pola dari beberapa contoh
kasus. Siswa dikatakan memiliki kemampuan inferring jika
siswa dapat menerapkan konsep dalam perhitungan
matematis.
Pada penelitian ini indikator yang digunakan hanya tiga indikator dari
tujuh indikator Taxonomi Bloom Revisi dikarenakan menyesuaikan
pokok bahasan untuk membuat instrumen soal yang sesuai dengan
ketiga indikator tersebut.

2. Pendekatan Pembelajaran Concrete-Pictorial-Abstract (CPA)


a. Pengertian Pendekatan Pembelajaran
Menurut Sanjaya “pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau
sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran. Istilah pendekatan
merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya
masih sangat umum”. Roy Killen membagi dua pendekatan dalam
belajar, yaitu:

1) Pendekatan yang berpusat pada guru (teacher-centered


approaches). Pendekatan yang berpusat pada guru didasari strategi
pembelajaran langsung (direct instruction), pembelajaran deduktif
atau pembelajaran ekspositori.
2) Pendekatan yang berpusat pada siswa (student-centered
approach). Pendekatan yang berpusat pada siswa didasari strategi
pembelajaran discovery dan inkuiri serta strategi pembelajaran
induktif
Berdasarkan kajian terhadap pendapat ini, maka pendekatan
merupakan titik tolak atau sudut pandang terhadap pembelajaran
untuk pembentukan suatu ide dalam memandang suatu masalah atau
objek kajian. Pendekatan akan menentukan arah pelaksanaan ide
tersebut untuk menggambarkan perlakuan yang diterapkan terhadap
masalah atau objek kajian yang akan dipelajari.
Pendekatan pembelajaran berorietasi pada guru yaitu pembelajaran
yang menempatkan siswa sebagai objek dalam belajar dan kegiatan
belajar bersifat klasik atau konvensional. Pendekatan ini memiliki ciri
bahwa pengelolaan pembelajaran ditentukan sepenuhnya oleh guru.
Peran siswa dalam pendekatan ini hanya melakukan aktivitas sesuai
dengan petunjuk guru. Siswa hampir tidak memiliki kesempatan untuk
melakukan sesuai dengan minat dan keinginannya. Selanjutnya
pendekatan ini menurunkan strategi pembelajaran langsung (direct
instruction), pembelajaran deduktif pembelajaran ekspositori.
Sedangkan pendekatan pembelajaran berorientasi pada siswa adalah
pendekatan pembelajaran yang menempatkan siswa sebagai subjek
belajar. Pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada siwa,
manajemen, dan pengelolaanya ditetukan oleh siswa.28 Pada
pedekatan ini siswa memiliki kesempatan yang terbuka untuk
melakukan kreativitas dan mengembangkan potensi melalui aktivitas
secara langsung sesuai dengan minat dan keinginannya. Pendekatan
ini selanjutnya menurunkan strategi pembelajaran yang berpusat pada
siswa. Pada strategi ini peran guru hanya sebagai fasilitator,
pembimbing sehingga kegiatan belajar siswa menjadi lebih terarah.
b. Pengertian Pendekatan Concrete Pictorial Abstract
(CPA)
Pendekatan Concrete-Pictorial-Abstract (CPA) juga sering disebut
sebagai Concrete Representational Abstract (CRA) ini adalah
pendekatan pembelajaran yang didasarkan pada teori belajar dari
Jerome Bruner pada tahun 1960 yaitu Pendekatan CPA didasari oleh
teori Bruner, yaitu enaktif, ikonik, dan simbolik (enactive, iconic,
syimbolic). Pendekatan CPA juga terdiri yaitu konkret, piktorial, dan
abstrak (concrete, pictorial, abstract). Dari ketiga tahap ini siswa
belajar melalui fisik benda konkret, diikuti dengan belajar melalui
representasi bergambar dari manipulasi konkret, dan berakhir dengan
pemecahan masalah menggunakan notasi abstrak (Witzel,2005).
Berikut adalah ilustrasinya pada Gambar 2.1.

Konkrit Pictorial Abstract

Gambar 2.1

Dalam teorinya yang diberi judul Teori Perkembangan


Belajar, Jerome S Bruner menekankan proses belajar menggunakan
model mental, yaitu individu yang belajar mengalami sendiri apa yang
dipelajarinya agar proses tersebut melekat lebih lama dalam
pikirannya dengan caranya sendiri. Bruner membagi proses belajar
dalam tiga tahapan, yaitu :
a. Tahapan Kegiatan (enaktive)
Pada tahap ini anak belajar konsep melalui benda riil atau
mengalami peristiwa di sekitarnya. Anak dalam tahap belajar masih
menggunakan cara gerak refleks, coba-coba, dan belum harmonis.
Ia melakukan manipulasi benda- benda dengan cara menyusun,
mengurutkan, mengutak-atik atau melakukan gerak lain yang
bersifat coba-coba
b. Tahapan Gambar Layangan (iconic)
Pada tahap ini telah dapat mengubah, menandai, dan
menyimpan peristiwa atau benda riil dalam bentuk bayangan
mental dibenaknya.
c. Tahap Simbolik (syimbolic)
Pada tahap terakhir anak dapat menyatakan bayangan mentalnya
dalam bentuk simbol dan bahasa, sehingga mereka sudah
memahami simbol-simbol dan menjelaskan dengan bahasanya.
Dalam hal ini pendekatan CPA yang didasari oleh teori
Bruner merupakan suatu pendekatan instruksional untuk
membimbing dan mengembangkan pemahaman konsep
matematika siswa dari sesuatu yang konkret. Pendekatan ini
menggunakan suatu model atau alat peraga sebagai jembatan
pemahaman siswa. Dengan pendekatan ini, guru dapat memberikan
kesempatan kepada para siswa untuk mempraktikan dan
mendemontrasikan model atau alat peraga tersebut dalam mencapai
pemahaman pemahaman konsep dalam tahap konkret. Menurut
Bruner, belajar adalah yang bersifat aktif terkait dengan ide
discovery learning yaitu siswa berinteraksi dengan lingkungannya
melalui eksplorasi dan manipulasi objek, membuat pertanyaan dan
membuat eksperimen. Aktivitis tersebut dapat membantu
pemahaman materi ajar dan ingatan yang lama pada otak.
Pembelajaran dengan pendekatan CPA dapat berhasil
diterapkan karena, adanya interaksi antara benda konkret dengan
representasi gambar-gambar yang dapat meningkatkan
kemungkinan bagi siswa untuk mengingat dan memilih prosedur
yang tepat untuk memecahkan masalah matematika. Seperti yang
dikatakan oleh Nurul M.H. Morsidi dalam Investigating the use of
concrete manipulative in 3-Dimensional problem solving “The
CPA approach was used in this study to support the use of two
different representtations. It was utilized in this study with the
intention to foster a more profound understanding of
mathematics so that the student achieve greater conceptual
knowledge rather

than more procedural knowledge.”


Maksudnya adalah pendekatan CPA digunakan dalam
penelitian untuk mendukung penggunaan dua representasi berbeda.
Dimaksudkan untuk menumbuhkan lebih mendalam pemahaman
matematika sehingga siswa mencapai pengetahuan konseptual yang
lebih besar daripada pengetahuan prosedural belaka.
Tujuan dari pendekatan CPA ini sendiri adalah untuk
memperkuat pemahaman konsep matematika siswa yang mereka
pelajari karena siswa yang mempunyai masalah matematika
diizinkan untuk mengembangkan pemahaman matematika secara
konkret mereka akan lebih memahami konsep pada level abstrak.
Seperti yang diungkapkan oleh Jordan, Miller & Mercer,
disebutkan bahwa:
“This concrete to pictorial to abstract approach benefits all
students but has been shown to be particulary effective with
students who have mathematics diffi culties, mainly because it
moves gradually from actual object through pictures and then to
symbols.”
Maksudnya adalah pendekatan dari konkret ke piktorial ke
abstrak bermanfaat untuk semua siswa, namun begitu pendekatan
ini telah terbukti sangat efektif untuk siswa yang memiliki
kesulitan atau keterbatasan matematika, pendekatan ini bergerak
secara bertahap dari benda-benda yang sebenarnya melalui
gambar dan kemudian ke simbol.

c. Tahapan Pendekatan Concrete Pictorial Abstract (CPA)


Pendekatan CPA mengajarkan siswa melaui siswa tiga tahap
belajar, yaitu: (2) konkret, (2) pictorial, dan (3) abstrak. Berikut
akan dipaparkan lebih lanjut mengenai ketiga tahap tersebut.

1) Concrete
Concrete yaitu tahapan “melakukan” dengan menggunakan
objek konkret menjadi suatu model permasalahan. Pada tahap ini
setiap konsep matematika dimodelkan dengan bahan konkret
(misalkan chip berwarna, pola blok, kubus, balok dll).
Pembelajaran concrete memberikan banyak kesempatan kepada
siswa untuk berlatih dan menunjukkan penguasaan memanipulasi
benda-benda konkret atau melakukan aktivitas langsung yang
berkaitan dengan konsep matematika sehingga dapat
memecahkan masalah. Bagi siswa yang memiliki masalah dalam
belajar matematika, guru melakukan pemodelan eksplisit
menggunakan benda-benda konkret yang spesifik untuk
memecahkan masalah matematika tersebut.
2) Pictorial
Selanjutnya adalah tahapan pictorial atau “melihat” dengan
menggunakan representasi atau benda semikonkret menjadi suatu
model permasalahan. Pada tahap ini konsep matematika
dimodelkan pada tingkat pictorial (semikonkret) yang melibatkan
gambar yang mewakili objek konkret yang digunakan
sebelumnya.
Pada tingkat pemahaman representasi, siswa belajar untuk
memecahkan dengan menggambar. Gambar tersebut
merepresentasikan objek konkret yang menjadi sumber informasi
pengumpulan data oleh siswa pemecahan masalah pada tahap
concrete. Hal ini tepat bagi siswa untuk mulai menggambar solusi
dari masalah yang akan diselesaikan. Meskipun tidak semua perlu
untuk menggambarkan suatu solusi permasalahan sebelum
berpindah dari tingkat pemahaman konkret ke tingat pemahaman
abstrak. Pada khususnya siswa yang belajar mengenai suatu
masalah membutuhkan latihan memecahkan masalah melalui
gambar.
3) Abstract
Tahapan abstract merupakan tahapan “penyimbolan”
dengan menggunakan lambang matematika yang abstrak menjadi
suatu model permasalahan. Pada tahap ini, konsep matematika
tersebut akhirnya dimodelkan pada tingkat menggunakan angka
dan simbol matematika. Dengan data yang diperoleh pada tahap
concrete, siswa dapat menyimbolkan dengan istilah-istilah yang
biasa digunakan pada materi yang diajarkan.
Siswa yang memecahkan masalah pada tingkat abstrak,
melakukan pemecahan tanpa menggunakan benda konkret atau
tanpa menggambar. Pemahaman abstrak sering disebut sebagai
“mengerjakan matematika di kepala anda”. Mengerjakan soal dan
memecahkan masalah matematika secara tertulis merupakan
contoh umum pemecahan masalah pada tahap abstrak, disamping
mampu menjelaskan secara lisan bagaimana cara memecahkan
suatu masalah.
Menurut Witzell, pendekatan CPA terdiri dari tiga tahap di
mana siswa belajar melalui manipulasi fisik benda konkret,
diikuti dengan belajar melalui representasi bergambar dari
manipulasi konkret, dan berakhir dengan pemecahan masalah
menggunakan notasi abstrak.
Sejalan dengan pendapat Witzel, Cooper menjelaskan tiga
tahap urutan pembelajaran menggunakan pendekatan CPA, yaitu :
1. Concrete yaitu tahap awal melibatkan siswa secara fisik
berinteraksi dengan manipulasi benda konkret.
2. Pictorial yaitu tahap kedua melibatkan bekerja dengan
representasi konkret dari model, yang biasanya bergambar
seperti lingkaran, titik, menghitung, atau benda geometris.
3. Abstract adalah tahap simbolis yang dimodelkan
menggunakan konsep angka, variabel, dan simbol
matematika lainnya.
Tahapan pembelajaran dengan menggunakan CPA juga
dijelaskan oleh Flores yaitu :
1. Benda manipulatif yang digunakan untuk
memperkenalkan pemahaman konseptual

2. Tingkat konkret bahwa proses belajar siswa digambarkan


sebagai berikut : Instruktur menunjukan kemudian
membimbing siswa untuk berpartisipasi dalam
menggunakan manipulasi objek untuk menunjukan
keterampilan/ proses instruksional tingkat representasional
mengikuti langkah yang sama tetapi benda manipulasti
diganti dengan gambar atau lukisan.
3. Setelah fase representansional, sebagian besar intervensi
yang melibatkan urutan CPA memberikan strategi siswa
yang membantu mereka untuk mengingat langkah-langkah
dalam proses matematika. Tahap ketiga ini berfungsi
sebagai transisi dari penggunaan gambar atau lukisan
dengan menggunakan hanya angka-angka tersebut fase
abstrak. Selama fase akhir, para siswa menggunakan
dalam memecahakan tugas-tugas matematika dan instruksi
berfokus pada kelancaran.
Pendekatan CPA memberikan kerangka kerja yang secara
konseptual membantu siswa untuk membentuk hubungan yang
bermakna antara kemampuan dalam tingkat konkret, representasi
dan abstrak. Pemahaman siswa dimulai dari pengalaman visual,
dan kinestetik untuk membangun pemahaman, siswa memperluas
pemahaman mereka melalui representasi bergambar dari benda
konkret dan pindah ke tingkat pemahamaan secara abstrak. Dengan
pendekatan ini siswa dapat mempresentasikan ide matematis dalam
simbol- simbol matematika dengan benar sehingga dapat
menyelesaikan persoalan matematika dengan tepat.
Berdasarkan beberapa tahapan yang telah dikemukakan di
atas, maka tahapan yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu
seprti yang dikemukan oleh Susan P.Miller and Meghan Kemedy.
3. Pendekatan Konvensional
Pendekatan konvensional merupakan pendekatan
pembelajaran yang lazim digunakan oleh para guru di sekolah ia
mengajar. Beberapa metode yang digunakan dalam pendekatan
konvensional antara lain, metode ceramah, metode diskusi, metode
tanya jawab, metode ekspositori, metode drill atau latihan, metode
pemberian tugas, metode demonstrasi, metode permainan, dan
lain-lain.

Dalam penelitian ini, metode yang digunakan dalam pendekatan


konvensional adalah metode ekspositori. Metode ekspositori adalah
metode yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara
verbal dari seorang guru kepada sekelompok siswa dengan maksud
agar siswa dapat menguasai materi pelajaran secara optimal.
Terdapat beberapa karakteristik metode ekspositori, yaitu :
a. Metode ekspositori dilakukan dengan cara menyampaikan
materi pelajaran secara verbal, artinya bertutur secara lisan
merupakan alat utama dalam melakukan strategi ini.
b. Biasanya materi yang disampaikan adalah materi pelajaran yang
sudah jadi, seperti data atau fakta, konsep-konsep tertentu yang
harus dihafal sehingga tidak menuntut siswa untuk siswa untuk
berfikir ulang.
c. Tujuan utama pembelajaran adalah penguasaan itu sendiri.
Artinya, setelah proses pembelajaran berakhir siswa diharapkan
dapat memahaminya dengan benar dengan cara mengungkapkan
kembali matei yang telah diuraikan.
Metode materi ekspositori merupakan bentuk daari
pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada guru (teacher
centered approach). dikatakan demikian, karena dalam metode ini
guru memegang peran yang domain, namun tidak sedominan
dalam metode ceramah. Dengan metode ekspositori guru tidak
hanya berceramah melainkan juga meberikan laihan atau tugas,
serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya. Oleh
karena itu, metode ekspositori ini dapat dikatakan sebagai
gabungan dari metode ceramah, metode tanya jawab, dan metode
pemberian tugas.
Secara garis besar, prosedur pembelajaran dengan metode
ekspositori adalah sebagai baerikut :
a. Persiapan (preparation), yaitu guru menyiapkan bahan
selengkapnya secara sistematik dan rapi.

b. Pertautan (aperception) bahan terdahulu, yaitu guru bertanya


atau meberikan uraian singkat untuk mengarahkan perhatian
siswa kepada materi yang telah diajarkan
c. Penyajian (presentation) terhadap bahan yang baru, yaitu guru
menyajikan dengan cara atau menyuruh siswa membaca bahan
yang telah dipersiapkan diambil dari buku, teks tertentu atau di
tulis oleh guru.
d. Evaluasi (resitation), yaitu guru bertanya dan siswa menjawab
sesuai dengan bahan yang dipelajari, atau siswa yang disuruh
menyatakan kembali dengan kata-kata sendiri pokok-poko yang
telah dipelajari lisan atau tulisan.

Anda mungkin juga menyukai