Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

DIBUAT UNTUK MEMENUHI SALAH SATU TUGAS


MATA KULIAH PSIKOLOGI PENDIDIKAN
MATEMATIKA

Oleh:

SUNAN ARJUN MAULANA (210007301028)


ABBAS (210007301035)
NUR RACHMAT (210007301042)

PENDIDIKAN MATEMATIKA PROGRAM PASCASARJANA


UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2021
A. PENDAHULUAN
Pada pembahasan bab sebelumnya, kita terfokus pada bagaimana
konsep terbentuk. Pada dasarnya suatu konsep merupakan turunan dari konsep-
konsep lainnya, kecuali konsep dasar. Dengan kata lain, pada setiap level
klasifikasi memungkinkan suatu konsep alternatif satu ke struktur lain dan dengan
konsep yang lain. Dalam hal ini konsep tidak berdiri sendiri, adapun konsep-
konsep tersebut dapat terkoneksikan dengan menggunakan skema yang
didalamnya termuat relasi-relasi antar konsep. Skema sendiri dapat muncul
berdasarkan pengalaman yang dimiliki seseorang, baik itu pengalaman dalam
melihat, mengamati maupun mendengarkan.
Suparno (Amir & Risnawati: 2015) menggambarkan skema sebagai suatu
jaringan konsep atau kategori. Dengan menggunakan skemanya, seseorang dapat
memproses dan mengidentifikasi suatu rangsangan yang diterimanya sehingga ia
dapat menempatkannya pada kategori/konsep yang sesuai. Piaget (Amir &
Risnawati: 2015) mengatakan bahwa pemahaman dan penghayatan tentang dunia
sekitar oleh manusia akan mendorong pikiran mereka untuk membangun tampilan
tentang dunia tersebut dalam otaknya. Tampilan yang merupakan struktur mental
itulah yang disebut sebagai skema atau skemata (jamak). Skema tidak pernah
berhenti berkembang dan berubah, skemata seorang anak akan berkembang
menjadi skemata orang dewasa
Adapun pengertian skema menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa
Indonesia) adalah bagan, rangka ataupun kerangka. Sedangkan pengertian skema
menurut menurut Richard R. Skemp (2007: 39), skema adalah istilah psikis umum
untuk struktur mental. Istilah ini meliputi tidak hanya struktur konseptual
kompleks matematika saja, tetapi juga struktur yang relatif sederhana yang
mengkoordinasikan aktivitas sensori-motor. Sedangkan menurut Winfred F. Hill
(2010: 157), skema atau skemata (bentuk jamak) adalah cara mempersepsi,
memahami, dan berfikir tentang dunia atau biasa disebut sebagai kerangka atau
struktur pengorganisir aktivitas mental. Pendapat lain terkait skema dikemukan
oleh Robert J. Sternberg (2008: 269 ) yang memberi pengertian bahwa skema
adalah perangkat mental untuk pengorganisasian pengetahuan (mengatur dan
menyusun bagian sehingga seluruhnya menjadi suatu kesatuan pengetahuan yang
teratur).
Skema dapat menciptakan struktur bermakna bagi konsep-konsep yang
terkait. Seorang siswa dapat memiliki skemata yang relevan dengan bermacam-
macam jenis topik, dan jumlahnya semakin banyak ketika siswa mendekati masa
dewasa. Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa -
skema adalah perangkat mental untuk mengintegrasikan (menggabungkan atau
menyatukan) pengetahuan yang ada menggunakan relasi untuk memperoleh
pengetahuan baru.
Menurut Rumelhart & Ortony, Thorndyke (Robert J. Sternberg, 2008:
269), skema memiliki beberapa ciri yang memastikan fleksibilitas pada
penggunaannya:
1. Sebuah skema dapat memiliki skema lain di dalamnya.
Contoh : Sebuah skema yang ada terkait pengetahuan terhadap bangun
ruang dapat mencakup skema lainnya yang berkaitan dengan kubus,
tabung, prisma dan seterusnya.
2. Skema memandu fakta-fakta umum menonjol yang dapat cukup beragam
dari satu contoh khusus ke contoh lain.
Contoh : Skema bagi barisan bilangan mencakup fakta umum bahwa
sebuah barisan bilangan membentuk pola tertentu. Hal itu mencakup pula
pada barisan geometri yang memiliki rasio tetap dalam membentuk pola
tertentu, dan juga barisan aritmetika yang memiliki selisih tetap dalam
membentuk pola tertentu.
3. Skema-skema bisa beragam sesuai tingkat abstraksinya.
Contoh : Skema mengenai ‘peluang suatu kejadian’ jauh lebih abstrak
daripada skema sebuah buku.
Konsep-konsep awal skema berpusat pada bagaimana kita
merepresentasikan informasi dalam memori, sebagai contoh siswa telah
memperoleh informasi terkait dengan bilangan melalui proses pembelajaran
dengan menggunakan pengamatan, penglihatan dan pendengaran, pada masing-
masing bilangan kita dapat menghubungkannya kedalam suatu gagasan yang
bermakna. Perhatikan contoh berikut:
Contoh: (1,1), (4,2), (9,3), (16,4), ⋯
Contoh di atas merupakan pasangan-pasangan bilangan yang saling dihubungkan
sehingga muncul informasi baru yang disebut dengan relasi. Bisa juga menyebut
relasi tersebut dengan relasi 'kuadrat dari’.

Contoh lain: ( 12 , 24 ) ,( 13 , 24 ) ,( 14 , 28 ) , …
Relasi di atas bisa disebut '...senilai dengan...' Meskipun tidak identik, setiap
pasangan memiliki nilai yang sama. Dua contoh di atas merupakan sebuah contoh
relasi ‘senilai dengan’ dan relasi ‘kuadrat dari’ dan masih banyak klasifikasi relasi
yang lain yang merupakan hasil pengembangan dari pengetahuan awal. Relasi-
relasi inilah yang akan membantu kita untuk memahami suatu konsep baru.
Jika dikaitkan dengan skema, maka relasi-relasi konsep yang berawal dari
pengalaman sensori, aktivitas motorik, dari kehidupan sehari-hari, tetapi
kemudian dipisahkan dari konsep asalnya dan terjadi pengembangan sehingga
diperoleh interaksi satu dengan yang lain. Jadi sebuah skema memiliki dua fungsi
utama yaitu:
- menghubungkan pengetahuan yang ada
- sebagai alat mental dalam pembelajaran konsep berikutnya untuk
membentuk suatu pemahaman.
B. Skema sebagai Pembelajaran Lanjut
Pada bab sebelumnya sudah dibahas bahwa konsep yang di integrasikan
dengan konsep lain akan membentuk suatu skema dimana skema ini pun nantinya
dapat dikembangkan atau digunakan lagi untuk membentuk skema baru. Skema
yang sudah ada merupakan alat yang sangat diperlukan untukmemperoleh
pengetahuan lebih lanjut selain itu juga di gunakan untuk mengkostruksi skema /
pengetahuan baru sebagai sebuah pembelajaran.
Seorang pembelajar yang menggunakan sistem pembelajaran skematik
akan mendapatkan dampak positif dari sistem pembelajaran ini dikarenakan
skema yang dibentuk akan melekat lebih lama di dalam memori si pembelajar.
Prosesnya pun terjadi dikarenakan ketika si pembelajar mencoba untuk
membangun skema baru, si pembelajar menyusun skema-skema lama sedemikian
sehingga skema-skema baru dapat terbentuk. Proses penyusunan inilah yang lebih
dapat melekat di memori daripada hanya menghafalkan skema baru.
Secara umum, sebuah fitur baru menjadi penting dan tidak
terperhatikan ketika kita berkonsentrasi pada pembelajaran konsep khusus,
meskipun menggunakan konsep sebelumnya konsep baru tampak tertanam
baik. Sebagai sebuah pendahuluan, akan sangat berguna melihat suatu
eksperimen yang bertujuan untuk mengisolasi faktor-faktor yang ada
dalam sebuah skema dalam pembelajaran, tepatnya, untuk mengetahui
perbedaan antara adanya dan tidak adanya skema yang cocok yang dibuat
sebagai materi baru yang dapat dipelajari.
Pada pertemuan awal siswa diperkenalkan dengan simbol- simbol dasar
oeprsi hitung beserta tehnik operasinya. simbol meliputi:

Pada pertemuan selanjutnya, siswa mempelajari keterkaitan antara operasi


hitung yang satu dengan yang lain, sebagai contoh keterkaitan atara perkalian dan
penjumlahan yaitu perkalian adalah penjumlahan
bereulang sebanyak N sesuai dengan yang diketahui.
Pada pertemuan selanjutnya siswa mempelajari
gabungan operasi hitung beserta syarat opersi hitung,
contohoperasi perkalian dan pembagian terlebih dahulu
diseleaikan daripada penjumlahan dan pengurangan
Adapun keuntungan-keuntungan belajar skematik daripada belajar
menghafal adalah sebagai berikut:
1. Belajar lebih bermakna
2. Belajar lebih efisien
3. Belajar menyiapkan sebuah akal pikiran untuk menerapkan pendekatan yang
sama pada tugas belajar di kemudian hari.
Ada keuntungan, tentunya juga ada kerugian. Berikut ini adalah kerugian
ketika belajar skematik:
1. Pembelajaran skematik membutuhkan waktu yang lama, bahkan ketika
tugas tersebut terbatas. Oleh sebab itu, kecenderungan mengingat akan lebih
mudah dibandingkan dengan memahami dalam konteks waktu yang singkat
dan terbatas.
2. Skema mempunyai daya selektif yang kuat. Artinya bahwa otak akan
cenderung memilih skema yang baru dan lebih mudah diakses daripada
skema yang sudah ada dan panjang lebar. Ada dua cara agar skema baru
dapat dapat diserap oleh skema lama. Cara pertama adalah dengan proses
asimilasi, yaitu proses penyerapan skema baru yang skema baru tersebut
telah sesuai atau cocok dengan dengan skema lama. Cara kedua adalah
akomodasi, yaitu proses merubah skema lama yang dimiliki oleh individu
karena skema lama tidak sesuai dengan informasi yang baru.

C. Pemahaman
Memahami sesuatu berarti mengasimilasi pemahaman ke skema yang
tepat. Ini menjelaskan sifat subjektif pemahaman dan juga memperjelas bahwa
pemahaman bukan sekedar keadaan biasa. Melainkan pemahaman adalah sebuah
keadaan dimana kita bisa terlepas dari contoh-contoh konsep dalam
mendefinisikan suatu konsep. Kita mungkin memperoleh pendapat subjektif
tentang pemahaman terhadap proses asimilasi ke skema yang tidak sesuai.
Untuk melihat bagaimana pemahaman siswa, sebagai contohnya dapat
dilihat dengan cara melakukan operasi perhitungan untuk penjumlahan dan
pengurangan bilangan. Apabila pemahaman siswa keliru maka 280 + 20 = 480
kasus tersebut bias jadi terjadi jika siswa hanya mengetahui aturan atau syarat
tetapi tdk memahminya.
D. Implikasi Skema terhadap Pembelajaran Matematika
Skema memiliki fungsi utama dalam proses pemahaman pembelajar yang
mana dalam hal ini, skema menjadi sebuah alat pembelajaran yang kemudian
diasimilasi untuk pemikiran berikutnya yang bisa jadi lebih sulit untuk dipahami.
Skema yang tepat adalah skema yang mempertimbangkan tugas
pembelajaran jangka panjang dan bukan jangka pendek. Sebagai contoh
solusi persamaan biasanya berdasarkan ide sebuah timbangan. Jika kita
menambahkan atau mengurangi beban yang sama di kedua sisi, timbangan
tersebut tetap seimbang. Jadi kita bisa menemukan berat yang
menyeimbangkan berat yang tidak diketahui. Model ini juga
membenarkan memindahkan bilangan ke sisi
lain dan merubah tandanya‟, karena kita akan
mendapatkan hasil yang sama dalam penjumlahan,
misalnya memindahkan 3 kg ke sisi kiri
timbangan, atau mengambil 3 kg itu dari sebelah
kanan.

Pada tahap awal, skema sederhana patut disukai. Namun ia tetap


memiliki kelemahan dimana  x  adalah jumlah yang tidak diketahui dan
kita harus menemukannya. dan ide timbangan bukan merupakan konsep
dasar matematika. Konsep dasar matematika adalah variabel
Seorang guru harus melihat lebih jauh tugas yang sedang dikerjakan
siswa, dan jika mungkinkan sampaikan ide-ide baru sehingga skema-skema
jangka panjang yang sesuai dapat dibentuk.
Meskipun memiliki kelemahan, skema di atas masih jauh lebih baik
dari aturan-aturan tanpa alasan yang terkadang diajarkan hanya karena
masuk akal dan oleh karena itu berkontribusi sebagai kegiatan yang
berarti dalam matematika. Terkadang kita juga sulit memilih antara skema
jangka pendek tetapi mudah dan skema jangka panjang susah. Kita harus
merekonstruksi kembali skema, seperti yang telah kita ketahui, hal itu ada
kesulitannya. Jadi pilihannya tidak selalu mudah. Meski demikian, secara
umum biasanya ide-ide jangka panjang tidak sulit dipelajari tetapi hanya
sulit menemukan awalnya saja. Hal tersebut memindahkan kesulitan dari
siswa ke guru.
Oleh karena itu, tanggung jawab guru pada tahap-tahap awal
sangatlah besar. Mereka harus yakin bahwa pembelajaran skematis terjadi,
bukan hanya menghafal manipulasi simbol-simbol. Mereka harus
mengetahui tahap mana yang hanya membutuhkan asimilasi langsung
dan kapan rekonstruksi dibutuhkan, karena pada tahap berikutnya,
kecepatannya melambat dan perkembangan siswa diperiksa dengan lebih
teliti. Guru harus merencanakan dasar skema jangka panjang yang akan
lebih mampu beradaptasi ke kebutuhan masa depan maupun kebutuhan
sekarang.
Memenuhi kebutuhan mendatang secara penuh tidaklah mungkin.
Tingkat perubahan matematika pada saat ini dan penerapannya, membuat
tidak satu pun dapat mengetahui tantangan masa depan yang harus
pembelajar masa ini hadapi, dan tingkat perubahan semakin meningkat.
Jadi apa yang sebaiknya kita lakukan?
Bagian pertama dari jawaban hal tersebut adalah mencoba
meletakkan dasar yang terstruktur dengan baik dari ide matematika dasar
yang bisa siswa bangun untuk menghadapi permasalahan apapun di masa
depan; yaitu dengan cara menemukan sendiri dan membantu siswa lain
menemukan pola-pola dasar. Kedua, mengajarkan kepada mereka untuk
selalu mencari skema sendiri; dan ketiga, mengajarkan mereka untuk
selalu siap merekonstruksi skema mereka, untuk menghargai nilai skema
sebagai alat yang bisa berfungsi, tetapi mereka juga harus mau
menggantinya dengan yang baru. Langkah pertama adalah mengajarkan
matematika, sedangkan langkah kedua dan ketiga adalah mengajarkan
mereka untuk belajar matematika. Hanya dua langkah terakhir yang
mempersiapkan anak-anak menghadapi masa depan yang tidak menentu.
E. TEORI PEMROSESAN INFORMASI
1. Pengertian Teori Pemrosesan Informasi

Teori pemrosesan informasi merupakan teori belajar yang digagas oleh


Robert Gagne. Menurut Gagne, belajar adalah proses memperoleh informasi,
mengolah informasi, menyimpan informasi serta mengingat kembali informasi
yang dikontrol oleh otak. Teori ini menjelaskan bagaimana seseorang memperoleh
sejumlah informasi dan dapat diingat dalam waktu yang cukup lama. Oleh karena
itu, perlu menerapkan suatu strategi belajar tertentu yang dapat memudahkan
semua informasi diproses didalam otak melalui beberapa indera.
2. Tahap – Tahap Pemrosesan Informasi

Dalam suatu kegiatan belajar, seseorang menerima informasi dan


kemudian mengolah informasi tersebut di dalam memori. Pemrosesan informasi
dalam memori manusia diproses dan disimpan dalam 3 tahapan yaitu:
a. Sensory Memory (SM)

Informasi masuk ke dalam sistem pengolah informasi manusia melalui


berbagai saluran sesuai dengan inderanya. Sistem persepsi bekerja pada informasi
ini untuk menciptakan apa yang kita pahami sebagai persepsi. Karena
keterbatasan kemampuan dan banyaknya informasi yang masuk, tidak semua
informasi bisa diolah. Informasi yang baru saja diterima ini disimpan dalam suatu
ruang sementara (buffer) yang disebut sensory memory. Durasi suatu informasi
dapat tersimpan di dalam sensory memory ini sangat singkat, kurang dari ½ sekon
untuk informasi visual dan sekitar 3 sekon untuk informasi audio. Tahap
pemrosesan informasi tahap pertama ini sangat penting karena menjadi syarat
untuk melakukan pemrosesan informasi di tahap berikutnya, sehingga perhatian
pembelajar terhadap informasi jika informasi tersebut mampu memiliki fitur atau
ciri khas yang menarik dan jika informasi tersebut mampu mengaktifkan pola
pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya (prior knowledge).
b. Short-term Memory (STM)
Short-term Memory atau working memory berhubungan dengan apa yang
sedang dipikirkan seseorang pada suatu saat ketika menerima stimulus dari
lingkungan. Durasi suatu informasi tersimpan di dalam Short-term Memory
adalah 15 – 20 sekon. Durasi penyimpanan di dalam Short-term Memory ini akan
bertambah lama, bisa menjadi sampai 20 menit, jika terdapat pengulangan
informasi. Informasi yang masuk ke dalam Short-term Memory berangsur-angsur
menghilang ketika informasi tersebut tidak lagi diperlukan. Jika informasi dalam
Short-term Memory ini terus digunakan, maka lama kelamaan informasi tersebut
akan masuk ke dalam tahapan penyimpanan informasi berikutnya, yaitu long-term
memory.
c. Long-term Memory (LTM)

Long-term memory merupakan penyimpanan yang relative permanen,


yang dapat menyimpann informasi meskipun informasi tersebut mungkin tidak
diperlukan lagi. Informasi yang tersimpan di dalam long-term memory
diorganisir ke dalam bentuk struktur pengetahuan tertentu, atau yang disebut
dengan schema. Schema mengelompokkan elelmen-elemen informasi sesuai
dengan bagaimana natinya informasi tersebut akan digunakan sehingga schema
memfasilitasi akses informasi di waktu mendatang ketika akan digunakan (proses
memanggil kembali informasi). Dengan demikian, keahlian seseorang berasal dari
pengetahuan yang tersimpan dalam bentuk schema di dalam long-term memory,
bukan dari kemampuannya untuk melibatkan diri dengan elemen-elemen
informasi yang belum terorganisasi di dalam long-term memory. Penyimpanan
informasi dalam long-term memory dapat diumpamakan seperti peristiwa yang
terjadi pada penulisan data ke dalam disket atau hardisk komputer ataupun
perekaman suara ke dalam kaset. Kapasitas penyimpanan dalam long-term
memory ini dapat dikatakan tak terbatas besarnya dengan durasi penyimpanan
seumur hidup. Kapasitas penyimpanan tersebut tak terbatas dalam arti bahwa
tidak ada seseorang pun yang pernah kekurangan “ruang” untuk menyimpan
informasi baru, berapa pun umur orang tersebut. Durasi penyimpanan seumur
hidup diartikan sebagai informasi yang sudah masuk di dalam long-term memory
tidak akan pernah hilang, meskipun bisa saja terjadi informasi tersebut tidak
berhasil diambil kembali (retrieval) karena beberapa alasan.
Pemrosesan informasi merupakan proses psikologis yang abstrak dan
tersembunyi. Namun beberapa ahli mampu menganalisis pemrosesan informasi
yang terjadi dalam otak manusia melalui tahap-tahap yang muncul dari perilaku
manusia tersebut.
Menurut Robert Gagne, pemrosesan informasi terdiri dari empat fase
utama, yaitu:
a. Receiving the stimulus situation, yaitu fase menangkap artinya dan
memahami stimulus tersebut untuk ditafsirkan sendiri dengan berbagai
cara.
b. Stage of acquisition, yaitu fase dimana seseorang membentuk asosiasi
antara informasi baru dan lama.
c. Storage, yaitu fase retensi atau penyimpanan informasi baik ke dalam
memori jangka pendek maupun jangka Panjang.
d. Retrieval, yaitu fase mengingat kembali atau memanggil kembali
informasi yang ada dalam memori.
Sedangkan menurut Donald Broadbent, pemrosesan informasi terdiri dari
tiga tahap, yaitu:

a. Encoding, yaitu proses pentransformasian peristiwa-peristiwa ke dalam


bentuk yang bisa disimpan dan digunakan selama masa tertentu (biasa
disebut dengan pembelajaran). Encoding itu sendiri dapat berupa kata-
kata, gambar, grafik, fenomena dan lain-lain. Di dalam proses encoding
informasi ini dapat terjadi dengan du acara, yaitu tidak sengaja dan
sengaja. Tidak sengaja apabila hal-hal yang diterima oleh indranya
dimasukkan dengan tidak sengaja kedalam ingatannya. Contohnya dapat
kita lihat pada anak-anak yang umumnya menyimpan pengalaman yang
tidak disengaja, misalnya dia akan mendapat apa yang diinginkan bila ia
menangis keras-keras sambal berguling-guling, sedangkan sengaja terjadi
apabila individu dengan sengaja memasukkan pengalamanmdan
pengetahuan ke dalam ingatannya. Contohnya orang yang bersekolah
dimana ia memasukkan segala hal yang dipelajarinya di bangku sekolah
dengan sengaja.
b. Storage, atau disebut juga dengan retensi yaitu proses mengendapkan
informasi yang diterima dalam suatu tempat tertentu dan dalam jangka
waktu tertentu. Penyimpanan ini sudah sekaligus mencakup kategorisasi
informasi sehingga tempat informasi tersimpan sesuai dengan kategorinya.
Dalam proses ini, penyipanan dilakukan untuk peristiwa-peristiwa yang
sudah diencodekan.
c. Retrieval, yaitu sebuah proses penemubalikan informasi yang disimpan di
dalam memori untuk digunakan. Proses penemubalikan informasi yang
disimpan dalam memori dari sensory memory bersifat langsung dan
otomatis.

Ketiga tahapan yang disebutkan Donald Broadbent tersebut lebih dikenal


dengan sebutan Information Procesing Model (model pemrosesan informasi)
seperti pada gambar berikut ini:

Cara kerja sistem informasi menurut model ini adalah adanya rangsangan
dari lingkungan si pelajar mempengaruhi reseptornya dan memasuki sistem saraf
melalui suatu sensory register (register penginderaan). Struktur inilah yang
bertanggung jawab atas persepsi awal terhadap objek-objek dan peristiwa-
peristiwa sehingga si pelajar melihat, mendengar atau mengindera. Informasi itu
dikodekan dalam sensoru register, yakni informasi itu diubah bentuknya menjadi
bentuk terpola yang merupakan wakil rangsangan aslinya.

Memasuki memori jangka pendek, sekali lagi informasi itu di kodekan


dalam bentuk konseptual. Menetapnya informasi dalam memori jangka pendek
bisa relative lama atau hanya beberapa detik. Hal ini tergantung pada perhatian
awal. Proses mepertahankan informasi jangka pendek dengan cara mengulang-
ulang dan menghafal (rehearsal). Latihan juga sangat penting dalam hal ini,
karena lebih lama sebuah informasi berada dalam memori jangka pendek lebih
besar pula kemungkinan informasi tersebut akan di transfer ke dalam memori
jangka Panjang. Tanpa latihan dan pengulangan kemungkinan informasi tersebut
akan cepat hilang beberapa detik, karena memori jangka pendek mempunyai
kapasitas yang terbatas. Informasi juga dapat hilang oleh informasi lain yang baru
dan lebih kuat.

Memasuki memori jangka panjang maka manusia mampu menyimpan


informasi itu untuk sebuah periode yang cukup lama. Memori jangka panjang
diperkirakan memiliki kapasitas yang sangat besar dan sangat lama untuk
menyimpan informasi. Para ahli kognitivisme membagi memori jangka panjang
ini menjadi 3 bagian yaitu:

a. Episodic memory adalah memori pengalaman hidup manusia yang


memuat sebuah gambar secara mental tentang segala sesuatu yang
manusia lihat dan dengar.
b. Semantic memory adalah memori yang berisi ide-ide atau konsep-konsep
yang berkaitan dengan skema. Skema menurut Piaget adalah kerangka
kerjakognitif individu yang berguna untuk mengorganisasi persepsi dan
pengalaman-pengalaman,
c. Procedural memory adalah memori yang berkaitan dengan sesuatu yang
bersifat procedural sehingga mampu untuk menghadirkan kembali
bagaimana segala sesuatu itu dikerjakan.
Sementara itu, Lukman El Hakim membagi pemrosesan informasi menjadi
4 tahap, yaitu:
a. Menerima informasi, yaitu memperoleh informasi tertentu dari lingkungan
dengan alat indera untuk selanjutnya diolah.
b. Mengolah informasi, yaitu upaya menggabungkan dan mengaitkan
informasi atau pengetahuan yang dimiliki.
c. Menyimpan informasi, yaitu mempertahankan informasi atau ingatan
dalam memori.
d. Memanggil informasi kembali, yaitu mengingat kembali informasi atau
pengetahuan yang disimpan dalam ingatan atau memori untuk digunakan.
3. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pemrosesan Informasi
Menurut Craik Lockhart ada beberapa factor penghambat dalam pemrosesan
informasi sesorang individu yaitu:
a. Tidak semua individu mampu melatih memori secara maksimal
b. Proses internal memori tidak dapat diamati secara langsung
c. Tingkat kesulitan mengungkap kembali informasi yang telah disimpan
dalam ingatan
d. Kemampuan otak tiap individu tidak sama.
Sedangkan menurut Robert Gagne dalam suatu pemrosesan informasi
terjadi adanya interaksi antara kondisi internal dan kondisi eksternal individu.
Kondisi imternal yaitu keadaan dalam diri individu yang diperlukan untuk
mencapai hasil belajar dan proses kognitif. Sedangkan kondisi eksternal adalah
rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses
pembelajaran, seperti kondisi lingkungan, media belajar, dan guru.
4. Kelebihan dan Kelemahan Pemrosesan Informasi
a. Kelebihan Pemrosesan Informasi
Dengan menggunakan teori pemprosesan informasi akan membantu
meningkatkan keaktifan siswa untuk berfikir dalam kegiatan pembelajaran. Siswa
akan berusaha mengaitkan suatu kejadian atau proses pembelajaran yang menarik
dengan materi yang disampaikan, karena dalam teori pemrosesan informasi guru
atau pendidik di tuntut untuk kreatif dalam memberikan pengajaran terhadap
peserta didik.
b. Kelemahan Pemrosesan Informasi
Jika seorang guru tidak bisa menyampaikan materi pembelajaran dengan
metode dan alat bantu yang dapat menarik siswa, maka proses pembelajaran akan
terasa membosankan. Sehingga tidak akan menarik perhatian siswa yang
mengakibatkan tidak tercapainya tujuan pembelajaran. Selain itu apabila
menghadapi siswa atau peserta didik yang benar-benar tidak mampu diajak untuk
aktif berfikir maka akan terjadi ketidak singkronan antara pendidik dan peserta
didik sehingga tujuan pembelajaran tidak akan tercapai.
DAFTAR PUSTAKA

Hill, Winfred F. 2010. Theories of Learning (Konsepsi, Komparasi dan


Signifikansi). Bandung: Nusa Media.
Skemp, Richard R. 1971. The Psykology of Learning Mathematics. England:
Penguin Books.
Sternberg, Robert J. 2008. Psikologi Kognitif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Van De Walle, John A. 2007. Matematika: Pengembangan Pengajaran. Jakarta:
Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai