Panduan Linen & Laundry
Panduan Linen & Laundry
DEFINISI
Linen adalah semua jenis hasil tenun yang digunakan untuk pelayanan pasien di rumah
sakit. Linen dibedakan menjadi 2 (dua) golongan
1. Linen Infeksius.
Linen Infeksius adalah linen yang telah terkontaminasi oleh cairan tubuh pasien
atau linen yang telah digunakan oleh pasien dengan penyakit yang menular
melalui kontak dengan barang – barang yang telah dipakai.
2. Linen Non Infeksius.
Linen Non Infeksius adalah linen yang kotor biasa, dilakukan penggantian secara
rutin, dan tidak terkontaminasi dengan cairan tubuh pasien.
Antiseptic adalah desinfektan yang digunakan pada permukaan kulit dan membrane
mukosa untuk menurunkan jumlah mikroorganisme. Dekontaminasi adalah suatu proses
untuk mengurangi jumlah pencemaran mikroorganisme atau substansi lain yang
berbahaya sehingga aman untuk penanganan lebih lanjut.
Jenis - jenis linen yang digunakan di rumah sakit untuk pelayanan meliputi :
1. Sprey ( laken ).
2. Taplak.
3. Steek laken.
4. Celemek.
5. Topi kain.
6. Perlak / Zeil.
7. Baju pasien.
8. Sarung bantal.
9. Baju operasi.
10. Sarung guling - kain penutup.
11. Selimut.
12. Doek.
13. Sarung oksigen/ kain penutup oksigen.
14. Boven laken.
15. Baju dan popok bayi.
16. Kain bedong.
17. Perlak bayi.
18. Selimut bayi.
19. Alas kasur.
20. Gurita.
21. Bed cover.
22. Handuk tangan.
23. Tirai/ gorden.
24. Waslap.
25. Keset kamar mandi.
26. Jas operasi.
27. Laken operasi.
28. Masker.
29. Vitrase - Kelambu.
30. Kain penyekat/ seherm.
Tujuan pengelolaan linen adalah untuk meningkatkan mutu pelayanan linen dan menekan
kejadian penyebaran infeksi melalui linen.
Pengelolaan linen merupakan rangkaian kegiatan yang meliputi :
1. Pengumpulan linen yang telah dipakai.
2. Pemisahan jenis linen (linen infeksius dan non infeksius).
3. Pengiriman linen kotor dari unit ke laundry.
4. Pengelolaan ( treatment ) linen kotor.
5. Pengiriman linen bersih dari laundry ke unit pengguna.
6. Penyimpanan linen di unit pengguna.
BAB II
RUANG LINGKUP
1. Panduan ini dibuat sebagai acuan untuk semua petugas laundry dan petugas di
unit dalam melakukan pengelolaan linen di RSUD NUNUKAN.
2. Panduan ini diterapkan di seluruh area RSUD NUNUKAN untuk mencegah
terjadinya penularan infeksi melalui linen.
3. Panduan ini dapat menerapkan tehnik sosialisasi, monitoring dan evaluasi.
Karakteristik linen kotor sesuai dengan asalnya, sehingga penanganannya juga dibedakan
menjadi :
1. Linen yang berasal dari perkantoran.
Berasal dari kantor direksi/ staf, pendidikan dan pelatihan perpustakaan, ruang
administrasi di seluruh unit, dapur, kamar jenazah, farmasi dan lain-lain.
Contohnya, tirai jendela, lap tangan, taplak, dan lain-lain yang berkaitan dengan
administrasi. Termasuk linen non infeksius karena tidak terkontaminasi oleh
darah dan cairan tubuh.
3. Penatalaksanaan.
Penanganan linen dimulai dari penggantian linen di kamar pasien. Linen yang
terkena darah, pus dan cairan tubuh lainnya saat masih dikamar pasien, langsung
dipisahkan dan dimasukkan kedalam kantong kuning dan tertutup. Selanjutnya
dimasukkan dalam troly/ ember yang tertutup rapat dan ditempatkan diruang
spoelhoek yang agak jauh dari konter perawat, kamar pasien serta area
pengunjung. Petugas laundry mengambil linen infeksius tersebut tanpa membuka
kantong dan tanpa menghitung linen tersebut. Linen dalam kantong kuning
diangkut dengan menggunakan troly tertutup menuju laundry.
3. Penatalaksanaan.
Penanganan linen dimulai dari penggantian linen di kamar pasien. Linen yang
tidak Infeksius langsung dimasukkan dalam kantong hitam, dan dimasukkan
dalam troly/ ember yang tertutup. Penempatan linen infeksius dan non infeksius.
a. Sistem Pengelolaan Linen.
1) Sistem Sentralisasi yaitu suatu sistem pengelolaan linen yang meliputi
perencanaan, pengusulan, pengadaan, distribusi, pencucian, pemeliharaan
sampai inventorinya dikelola oleh satuan kerja yaitu Laundry.
2) Sistem Desentralisasi yaitu suatu sistem pengelolaan linen dimana
perencanaan, pengusulan pengadaan serta inventorinya dilakukan oleh
masing-masing satuan kerja, sedangkan laundry hanya melaksanakan
pencucian dan pemeliharaan linen saja.
c. Penyortiran.
Penyortiran linen dengan tiga kategori umum:
1) Tingkat Kotoran ( Jenis).
2) Jenis Kain (Serat dan warna).
3) Proses (Sesuai alat yang digunakan).
d. Pencucian.
Tahap pencucian kerja di loundry :
1) Flush (Pembasahan).
Satu atau lebih pembasahan diperlukan untuk menghilangkan kotoran yang
larut pada air dan membantu penyerapan bahan kimia secara cepat keserat
benang pada saat proses penyabunan berlangsung. Pembasahan umumnya
memakai level air tinggi dengan kisaran waktu 2-3 menit.
Fungsi lain dari pembasahan adalah menyesuaikan suhu sebelum proses
penyabunan yang umumnya memakai suhu tinggi.
2) Washing (Penyabunan).
Tahap ini adalah tahap pencucian yang sebenarnya, tahap ini umumnya
memakai deterjen powder (bubuk)/ liquid (cair) dengan suhu tinggi dan
berkisar 8-15 menit.
3) Carryover Suds (pembilasan awal).
Step ini biasanya digunakan untuk menurunkan suhu dan kadar detergent
sebelum memasuki proses penghilangan noda. Umumnya menggunakan
level air tinggi dan 2-5 menit.
4) Bleaching
Proses ini untuk menghilangkan noda, umumnya menggunakan bahan
kimia bersifat chlorine dengan suhu antara 60 – 65° C dengan waktu 8 – 10
menit.
5) Rinse (Pembilasan) – dua atau tiga kali menggunakan Sour.
Tahapan ini untuk mengurangi kadar bahan kimia dan menurunkan suhu,
2-3 menit dengan level air yang tinggi.
6) Soft (Final Rinse)
Langkah ini adalah untuk perawatan linen dengan cara mendapatkan kadar
pH yang sesuai dengan kulit manusia dan ditambahkan Softener untuk
penampilan dan rasa nyaman terhadap linen. Umumnya memakai air
hangat atau dingin dengan level air menegah dan 3-5 menit.
7) Extract (Pemerasan)
Tahap ini untuk mengurangi kadar air di linen sebelum ke proses
pengeringan. Umumnya membutuhkan waktu antara 2 – 12 menit
tergantung jenis dan ketebalan kain.
e. Drying (Pengeringan).
Setelah linen dicuci lalu menuju ketahap berikutnya adalah pengeringan.
Semua linen yang keluar dari proses pencucian harus dikeringkan sesuai
dengan masing masing jenis pengeringan: dry cleaning, tumbling, ironing,
finishing dan pressing.
1) Dry cleaning.
Untuk memeriksakan pakaian yang akan dicuci, menyortir pakaian dan
menghindari kerusakan bahan.
2) Tumbling.
Lebih untuk mengeringkan handuk. Alat ini beragam jenis dan
kapasitasnya. Sumber pemanasnyapun beragam dari uap panas (steam), gas
(api) atau listrik heater.
3) Ironing.
Untuk penyetrikaan cucian yang berbentuk lembaran.
4) Finishing.
Untuk menyelesaikan pengepresan dan penyetrikaan pakaian tamu setelah
selesai dikeringkan. Bila ada yang belum bersih maka dikembalikan ke
bagian pencucian.
5) Pressing.
Untuk penyetrikaan cucian yang menggunakan setrika (iron) maupun
setrika press (press machine).
g. Storing (penyimpanan).
Setelah linen semua terlipat, sebelum sebagian disimpan digudang dan
sebagian dipakai langsung. Evaluasi hasil cucian bisa dilakukan ditahapan ini,
tetapi perlu hati hati karena penataan sinar lampu diruangan penyimpanan
terkadang kurang bagus sehingga hasil cucian terlihat kurang bagus. Gudang
penyimpanan sebaiknya jangan tercampur dengan linen kotor karena bisa
cross kontaminasi, dengan membersihkan secara rutin digudang penyimpanan
dan memperhatikan sirkulasi udara sangatlah membantu untuk mendapatkan
hasil yang maksimal.
h. Suhu.
Suhu yang direkomendasikan untuk tekstil :
1) Katun 90° C.
2) Polykatun 80° C.
3) Polyster 75° C.
4) Wool dan Silk 30° C.
j. Prosedur.
Prosedur untuk linen kotor infeksius:
1) Biasakan mencuci tangan hygienes dengan sabun 10 – 15 detik sebelum
dan sesudah melakukan pekerjaan.
2) Gunakan APD : sarung tangan, masker dan apron.
3) Persiapkan alat dan bahan : sikat, ember dengan tulisan infeksius, kantung
dalam linen infeksius, kantung luar linen infeksius dan tali untuk pengikat.
4) Lipat bagian terinfeksi di bagian dalam.
5) Siapkan trolly linen kotor.
6) Kantung linen kotor yang sudah tertutup siap dimasukan dan dikumpulkan
ke trolly linen kotor untuk dibawa ke laundry.
infeksius
linen kotor yang dipakai
Dikirim ke laundry
pasien
Non infeksius
Dipisah -ditimbang -
Dikeringkan- disetrika dicuci
distribusi distribusi
Contoh mikroorganisme :
1) Mycobacterium tuberculosis.
Adalah mikroorganisme penyabab tuberculosis dan paling sering menyerang
paru-paru. Penularannya melalui percikan atau dahak penderita.
Pencegahannya:
1) Meningkatkan pengertian dan kepedulian petugas rumah sakit terhadap
penyakit TBC dan penularannya.
2) Mengupayakan ventilasi dan pencahayaan yang baik dalam ruangan
laundry.
3) Menggunakan alat pelindung diri sesuai SPO.
4) Melakukan tindakan dekontamoinasi, desinfeksi dan sterilisasi terhadap
bahan dan alat yang digunakan.
5) Secara tehnis setiap petugas harus melaksanaka tugas pekerjaannya sesuai
SPO.
2) Virus hepatitis B.
Selain manifestasi sebagai hepatitis B akut dengan segala komplikasinya,
lebih penting dan berbahaya lagi adalah manifestasi dalam bentuk sebagai
pengidap (carrier) kronik, yang dapat merupakan sumber penularan bagi
lingkungan. Penularan dapat melalui darah dan cairan tubuh lainnya.
Pencegahan:
1) Meningkatkan pengetahuan dan kepedulian petugas rumah sakit terhadap
penyakit hepatitis B dan penularannya.
2) Memberikan vaksinasi kepada petugas.
3) Menggunakan APD sesuai SPO.
4) Melakukan tindakan dekontaminasi, desinfeksi, dan sterilisasi terhadap
bahan dan peralatan yang dipergunakan terutama bila terkena bahan
infeksi.
5) Secara tehnis setiap petugas harus melaksanakan tugas sesuai SPO.
Pertolongan pertama :
a) Mata: cuci secepatnya dengan air sebanyak- banyaknya.
b) Kulit: cuci kulit secepatnya dengan air, ganti pakaian yang
terkontaminasi.
c) Terhirup: jauhkan dari jangkauan.
d) Tertelan : cuci mulut, minum air atau susu.
Tindakan pencegahan:
a) Kontrol teknis, gunakan ventilasi yang cukup.
b) Pemakaian APD.
c) Penyimpanan dan pengankatan: simpan ditempat aslinya, wadah
tertutup, dibawah kondisi kering, ventilasi baik, jauhkan dari asam dan
suhu yang ekstrim.
2) Detergen.
Fungsi: detergen atau sabun cuci.
Sifat: Bila terkena panas akan terkomposisi menjadi gas yang mungkin
beracun dan iritasi, tidak mudah terbakar.
Bahaya :
a) Iritasi mata dan kulit.
b) Bila terhirup menyebabkan edema paru.
c) Bila tertelan menyebabkan kerusakan selaput lendir.
Pertolongan pertama :
a) Mata: cuci secepatnya dengan air yang banyak.
b) Kulit: cuci dengan air dang anti pakaian yang terkontaminasi.
c) Terhirup: pindahkan dan jauhkan.
d) Tertelan: bersihkan bahan kimia dari mulut, minum 1-2 gelas air atau
susu.
Tindakan pencegahan:
a) Memakai APD.
b) Penyimpanan dan pengangkutan; simpan ditempat aslinya, wadah
tertutup dibawah kondisi kering, ventilasi yang baik, jauhkan dari asam
dan suhu yang ekstrim.
3) Emulsifier.
Fungsi: cairan pengemulsi lemak atau minyak dan prespotter.
Sifat: rusak oleh sinar matahari, stabil dan tidak mudah terbakar.
Bahaya:
a) Iritasi mata dan kulit.
b) Bila terhirup menyebabkan iritasi.
c) Bila tertelan menyebabkan iritasi.
Pertolongan pertama:
a) Mata: aliri dengan air selama 15 menit.
b) Kulit; cuci dengan air.
c) Terhirup: pindahkan dan jauhkan dari sumber.
d) Tertelan: cuci mulut, minum air atau susu 1-2 gelas dan jangan
berusaha untuk muntah.
Tindakan pencegahan:
a) Pemakaian APD.
b) Penyimpanan dan pengangkutan: simpan di tempat sejuk dan kering,
jauhkan dari sinar matahari langsung dan sumber panas.
Pertolongan pertama:
(1) Mata: cuci secepatnya dengan air.
(2) Kulit: cuci kulit secepatnya dengan air, ganti pakaian yang
terkontaminasi.
(3) Terhirup: pindahkan dari sumber.
(4) Tertelan: cuci mulut, minum 1-2 gelas air atau susu.
Tindakan pencegahan:
(1) Memakai APD.
(2) Penyimpanan dan pengangkutan: simpan ditempat sejuk dan kering,
jauhkan dari asam dan sumber panas.
b) Chlorine bleach.
Fungsi: pemutih berklorine.
Sifat: bereaksi dengan asam akan mengeluarkan gas klorine dengan
cepat , tidak mudah terbakar.
Bahaya:
(1) Iritasi berat pada mata dan rasa terbakar pada kulit.
(2) Bila terhirup menyebabkan iritasi saluran pernapasan, asma edema
paru dan kanker paru.
(3) Bila tertelan menyebabkan rasa terbakar.
Pertolongan pertama:
(1) Mata: cuci dengan air secepatnya.
(2) Kulit: cuci kulit secepatnya dengan air, ganti pakaian yang
terkontaminasi.
(3) Terhirup: pindahkan dari sumber.
(4) Tertelan: cuci mulut, minum 1-2 gelas air atau susu.
Tindakan pencegahan:
(1) Memakai APD.
(2) Penyimpanan dan pengangkutan: simpam ditempat sejuk dan kering,
jauhkan dari asam dan hindari sumber panas.
Pertolongan pertama :
(1) Mata: cuci secepatnya dengan air.
(2) Kulit: cuci kulit secepatnya dengan air, ganti pakaian yang
terkontaminasi.
(3) Terhirup: jauhkan dari sumber.
(4) Tertelan: cuci mulut, minum 1-2 gelas air atau susu.
Tindakan pencegahan:
(1) Memakai APD.
(2) Penyimpanan dan pengangkutan: simpan ditempat sejuk dan kering,
jauhkan dari asam dan hindari sumber panas.
d) Softener.
Fungsi: cairan pelunak dan pelembut kain.
Sifat: stabil, tidak mengandung bahan berbahaya, tidak mudah terbakar.
Bahaya :
(1) Iritasi berat pada mata dan kulit.
(2) Bila terhirup menyebabkan iritasi.
(3) Bila tertelan menyebabkan iritasi.
Pertolongan pertama :
(1) Mata: cuci secepatnya dengan air.
(2) Kulit: cuci secepatnya dengan air, ganti pakaian yang
terkontaminasi.
(3) Terhirup: jauhkan dari sumber.
(4) Tertelan: cuci mulut, minum 1-2 gelas air atau susu.
Tindakan pencegahan:
(1) Memakai APD.
(2) Penyimpanan dan pengangkutan: simpan ditempat sejuk dan kring,
hindari suhu yang ekstrim.
e) Starch.
Fungsi: Bahan pengkanji.
Sifat: stabil, tidak mengandung bahan berbahaya , tidak mudah
terbakar.
Bahaya:
(1) Iritasi pada mata, kemungkinan iritasi pada kulit.
(2) Bila terhirup dan tertelan kemungkinan menyebabkan iritasi.
Pertolongan pertama:
(1) Mata: cuci secepatnya dengan air.
(2) Kulit: cuci kulit secepatnya dengan air, ganti pakaian yang
terkontaminasi.
(3) Terhirup: pindahkan dari sumber.
(4) Tertelan: cuci mulut, minum 1-2 gelas air atau susu.
Tindakan pencegahan:
(1) Memakai APD.
(2) Penyimpanan dan pengangkutan: simpan di tempat sejuk dan kering,
hindari suhu yang ekstrim.
f) Formaldehyde.
Pemajanan dengan antiseptic dalam waktu lama dapat menyebabkan
dermatitis, ekseme, dan alergi. Formaldehyde merupakan komponen
dari banyak antiseptic dan desinfektan, zat ini menyebabkan dermatitis
kontak, gangguan saluran pernapasan dan bersifat karsiogenik.
Perlindungan :
(1) Dengan pemakaian APD sesuai SPO.
(2) Segera mencuci tangan sesudah kontak.
(3) Meningkatkan hygiene perorangan.
(4) Memperkuat daya tahan tubuh dengan gizi yang baik.
c. Bahaya Fisika.
1) Bising.
Bising dapat diartikan sebagai suara yang dapat menurunkan pendengaran
baik secara kuantitatif (peningkatan ambang pendengaran) maupun secara
kualitatif (penyempitan spectrum pendengaran), berkaitan dengan factor
intensitas, frekuensi, durasi dan pola waktu.
Di rumah sakit bising merupakan masalah yang salah satunya berasal dari
mesin cuci. Pajanan bising yang terjadi lama membuat efek kumulatif yang
bertingkat dan menyebabkan gangguan pendengaran berupa noise induce
hearing loss (NIHL).
Pengendalian:
a) Sumber.
Desain akustik, menggunakan mesin atau alat yang kurang bising.
b) Media.
(1) Menjauhkan sumber dari pekerja.
(2) Mengabsorbsi dan mengurangi pantulan bising secara akustik pada
dinding, langit-langit dan lantai.
(3) Menutup sumber bising dengan barrier.
c) Pekerja.
(1) Menggunakan APD ( ear plug atau ear muff).
(2) Ruang isolasi untuk istirahat.
(3) Rotasi pekerja untuk periode waktu tertentu antara lingkungan kerja
yang bising dengan yang tidak bising.
(4) Pengendalian secara administratif dengan menggunakan jadwal
kerja.
2) Cahaya.
Pencahayaan di laundry sangat penting karena berhubungan dengan
keselamatan pekerja, peningkatan pencermatan, kesehatan yang lebih baik,
suasana nyaman. Petugas yang terpajan gangguan pencahayaan akan
mengeluh kelelahan mata dan keluhan laian berupa iritasi (konjungtivitis),
ketajaman penglihatan terganggu, akomodasi dan konvergensi terganggu,
sakit kepala. Pencegahan yang dapat dilakukan antara lain dengan
mengadakan pencahayaan yang cukup sesuai dengan standart rumah sakit
(minimal 200 lux).
3) Listrik.
Kecelakaan tersengat listrik dapat terjadi pada petugas laundry oleh karena
dukungan pengetahuan listrik yang belum memadai. Pada umumnya yang
terjadi di rumah sakit adalah kejutan listrik microshock dimana listrik
mengalir ke badan petugas melalui system peralatan yang tidak baik.
Efek kesehatan:
a) Luka bakar di tempat tersengat listrik.
b) Kaku pada otot ditempat yang tersengat listrik.
Pengendalian:
a) Pengukuran jaringan atau instalasi listrik.
b) Pemasangan pengaman atau alat pengamanan sesuai ketentuan.
c) Pemasangan tanda-tanda bahaya dan indicator.
d) Penempatan pekerja sesuai ketrampilan.
e) Waktu kerja petugas digilir.
f) Memakai sepatu atau sandal isolasi.
4) Panas.
Panas dirasakan bila suhu udara di atas suhu nyaman ( 26-28 derajat
celcius) dengan kelembaban antara 60-70%. Pada instalasi laundry panas
yang terjadi adalah panas lembab.
Pengendalian :
a) Isolasi peralatan yang menimbulkan panas.
b) Menyempurnakan ventilasi yang ditempatkan diatas sumber panas yang
bertujuan menarik udara panas keluar ruangan dapat digunakan kipas
angin ruangan.
c) Menyediakan persediaan air minum yang cukup dan memenuhi syarat
dekat tempat kerja dan kalau perlu disediakan extra salt.
d) Hindarkan petugas yang harus bekerja dilingkungan panas apabila
berbadan gemuk dan berpenyakit kardiovaskuler. Pengaturan waktu
kerja dan istirahat.
5) Getaran.
Getaran atau vibrasi adalah faktor fisik yang ditimbulkan oleh subyek
dengan getaran isolasi.
Vibrasi yang terjadi dapat local atau seluruh tubuh.
Mesin cuci yang bergetar dapat memajani petugas melalui transmisi atau
penjalaran, baik getaran yang mengenai seluruh tubuh ataupun setempat
yang merambat melalui tangan atau lengan operator.
Efek kesehatan :
a) Pada sistem peredaran darah dapat terjadi kesemutan,dan parese.
b) Terhadap sistem tulang, sendi dan otot dapat terjadi gangguan
osteoarticular yaitu gangguan pada sendi jari tangan.
c) Terhadap system syaraf dapat terjadi parastesi, menurunnya sensitifitas,
gangguan kemampuan membedakan dan atrofi.
Pengendalian :
a) Terhadap sumber diusahakan menurunkan getaran dengan bantalan anti
vibrasi atau isolator den pemeliharaan mesin yang baik.
b) Terhadap pekerja tidak ada pelindung khusus hanya dianjurkan
menggunakan sarung tangan untuk menghangatkan tangan dan
perlindungan gangguan vaskuler.
6) Ergonomic.
Adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam kaitannya dengan
pekerjaan mereka. Posisi tubuh yang salah atau tidak alamiah apalagi
dalam sikap paksa dapat menimbulkan kesulitan dalam melaksanakan
kerja, mengurangi ketelitian, mudah lelah sehingga kerja menjadi kurang
efisien. Hal ini jika terjadi dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan
gangguan fisik dan psikologi. Gejala penyakit sehubungan dengan alat
gerak yaitu persendian, jaringan otot,saraf atau pembuluh darah ( low back
pain ).
Pengendalian:
a) Mengangkat beban berat.
Tubuh kita mampu mengangkat beban seberat badan kita sendiri, kira-
kira 50 kg untuk laki-laki dan 40 kg untuk perempuan. Bila barat beban
yang akan diangkat lebih dari setengah dari berat badan si pengangkat,
maka beban harus dibagi menjadi dua. Apabila beban tidak dapat dibagi
maka hendaknya beban diangkat secara beramai-ramai.
b) Posisi duduk.
Tinggi alas duduk sebaiknya antara 38 sampai 48 cm. Kursi harus stabil
dan tidak goyang atau bergerak. Kursi harus memungkinkan cukup
kebebasan bagi gerakan petugas.
c) Posisi berdiri.
Berdiri lebih baik tidak lebih dari 6 jam.
d) Bahaya psikososial.