2020
KATA PENGANTAR
Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa,
atas segala rakhmat dan karuniaNya sehingga kita dapat menyelesaikan Naskah Kajian
Manfaat Jaminan Kesehatan Berbasis Kebutuhan Dasar Kesehatan. Apresiasi saya
sampaikan kepada seluruh pihak yang telah berperan serta dalam menyusun naskah ini.
Kajian ini sangat penting bagi kita semua yang merupakan pemangku kepentingan dalam
penyelenggaraan JKN untuk menyatukan persepsi terkait kebutuhan dasar kesehatan.
Sebagaimana kita telah ketahui dalam UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional telah diatur bahwa JKN diselenggarakan untuk menjamin peserta
memperoleh manfaat pemeliharaan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar
kesehatan. Manfaat program JKN saat ini kita ketahui sangat komprehensif meliputi
pelayanan kesehatan yang bersifat perseorangan yang mencakup pelayanan promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif termasuk obat dan bahan medis.
Upaya pendefinisian paket manfaat pelayanan program JKN telah tertuang dalam
Peraturan Presiden No. 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, namun pada
implementasinya masih belum terdapat batas yang jelas tentang manfaat sesuai
kebutuhan dasar kesehatan sebagaimana amanat UU SJSN. Hal ini dikhawatirkan
menyebabkan beban yang berat pada pembiayaan di BPJS Kesehatan.
Peninjauan paket manfaat sesuai kebutuhan dasar kesehatan dan perumusan kelas
rawat inap standar merupakan amanat Presiden yang tertuang dalam Perpres 64 Tahun
2020 tentang Jaminan Kesehatan yang harus diselesaikan di akhir tahun 2020. Peninjauan
ini tidak dapat diselesaikan oleh satu pihak saja namun perlu dukungan dan kerja sama dari
lintas sektor agar nantinya dapat implementatif, diterima oleh masyarakat, serta menjadi
perbaikan tata kelola dari JKN.
Seyogianya paket manfaat sesuai kebutuhan dasar yang ditetapkan harus bertujuan
utama untuk meningkatkan derajat kesehatan, memastikan terjadinya perlindungan
finansial bagi masyarakat namun harus menjamin juga keberlangsungan program JKN dan
penerapan prinsip ekuitas pelayanan serta efektif dan efisien.
Page 1 of 102
Penyusunan manfaat JKN berbasis kebutuhan dasar kesehatan ini bukan berarti
mengurangi manfaat namun mengoptimalkan pelayanan kesehatan yang ada dalam
program JKN. Proses penyusunan paket manfaat berbasis kebutuhan dasar kesehatan
tentunya akan mengacu pada kriteria yang telah ditetapkan oleh para pakar dalam naskah
kajian sehingga menghasilkan sejumlah pelayanan yang menjadi daftar positif dan
sejumlah pelayanan yang menjadi daftar negatif.
Kami menyadari bahwa naskah kajian ini masih memerlukan penyempurnaan. Oleh
karena itu, kami sangat mengharapkan masukan dan saran yang membangun dari semua
pembaca guna menjadi acuan perbaikan di masa mendatang.
Page 2 of 102
ACKNOWLEDGEMENT
Dalam penyusunan naskah kajian akademik ini, BPJS Kesehatan berterima kasih kepada
seluruh pihak yang terlibat yaitu:
1. Tim Akademisi
a. Prof. Ascobat Gani, MPH, Dr.PH
b. Prof. Dr. dr. H. Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, MMB, FINASIM, FACP
c. Prof. Iwan Dwiprahasto, M.Med.Sc. PhD (Alm)
d. Euis Ratna Sari, SKM
e. dr. Alvian Putra Adhitama
2. Tim Dewan Jaminan Sosial Nasional
a. Mohamad Subuh
b. Asih Eka Putri
c. Muttaqien
d. Tono Ristiono
e. Haerul Anwar
f. Pratama Al Firdaus
g. Citra Yulianti
h. Nur Rachmad Widodo
i. Suranto Aji S.
3. Tim BPJS Kesehatan
a. Direktorat Perencanaan, Pengembangan dan Manajemen Resiko
Direktur: Mundiharno
b. Kedeputian Bidang Riset dan Inovasi:
- Benjamin Saut P.S.
- Citra Jaya
- Rasinta Ria Ginting
- Atmi Roseva
- Ayunda Oktavia
- Wan Aisyiah Baros
- Dedy Revelino P. Siregar
- Erzan Dhanalvin
c. Direktorat Jaminan Pelayanan Kesehatan
Direktur: Maya A. Rusady
d. Kedeputian Bidang Jaminan Pembiayaan Kesehatan Primer:
- Dwi Martiningsih
- Yessi Kumalasari
- Rahma Anindita
- Aditya Darmasurya
Page 3 of 102
- Rena Octara
- Fatma Kurniawati
- Handika Ramadhan
- Nony Indriani Yunita
- Ferdy Ramadhan
- Erwinsyah
- Tiffany Monica
- Intan Corina Indra
- Reza Prayogi
- Cinta ES Citranandita
- M. Ersad Fadila
f. Direktorat Utama
Kedeputian Bidang Aktuaria:
- Ocke Kurniadi
- Yessi Novita
- Muhammad Mizmara Alan
d. Hukor
- Endang Kumalasari
- Ery Yuni W.
e. Subdit Kesehatan Usia Reproduksi
- Yeni Yuliana
- Imroatul Aflah
Page 4 of 102
- Putu Krisna Saputra
k. Subdit Imunisasi
- Ratna
n. Subdit TB
- Endang Lukitosan
o. Subdit Malaria
- Sri Budi Fajariyani
q. Ditkes PMD
- Azora Ferolita
r. Subdit Imun
- Sekar Astrika F.
s. Dit. P2ML
- Ann Natalia
- Irmawati
- Tiara Pakasi
t. P2PTVZ
- Solihah W.
- Sorta Rosniulis
- Sedya D.
Page 5 of 102
b. Ayu PH
c. Dwi Dermawan S.A.
d. Bahtiar F.M.
6. BKKBN
a. Direktorat Kesehatan Reproduksi
- Popy Irawati
- Azona Ferolita
b. Direktorat Jalur Swasta
- Mataram Elda
7. NGO
a. ThinkWell: Prof. dr. Hasbullah Thabrany, MPH, Dr.PH
Page 6 of 102
DAFTAR ISI
Page 7 of 102
BAB IV .............................................................................................................................................. 57
4.1. Kriteria Penyusunan Paket Manfaat Dasar pada Jaminan Kesehatan .......................... 57
4.2. Aplikasi Kriteria Paket Manfaat pada Pelayanan Jaminan Kesehatan Saat Ini,
International Classification of Disease 10 (ICD 10), dan ICD 9 CM ............................................ 68
4.3 Aplikasi Delapan Kriteria dalam Utilisasi Pelayanan Tahun 2018.................................. 82
BAB V................................................................................................................................................ 84
5.1. Landasan Filosofis ............................................................................................................ 84
5.2. Landasan Sosiologis ......................................................................................................... 85
5.3. Landasan Yuridis .............................................................................................................. 86
BAB VI .............................................................................................................................................. 88
6.1. Jangkauan ........................................................................................................................ 88
6.2. Arah Pengaturan .............................................................................................................. 88
6.3. Ruang Lingkup Peraturan Presiden ................................................................................. 88
6.3.1. Ketentuan Umum .................................................................................................... 88
6.3.2. Materi yang Akan Diatur ......................................................................................... 90
BAB VII ............................................................................................................................................. 92
7.1. Kesimpulan ...................................................................................................................... 92
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................................ 95
LAMPIRAN........................................................................................................................................ 98
Page 8 of 102
DAFTAR TABEL
Page 9 of 102
DAFTAR GAMBAR
Page 10 of 102
DAFTAR SINGKATAN
Page 11 of 102
TB : Tuberkulosis
TT : Tetanus
UHC : Universal Health Coverage
UKM : Upaya Kesehatan Masyarakat
UKP : Upaya Kesehatan Perorangan
UU : Undang – undang
UUD : Undang – Undang Dasar
WB : World Bank
WHO : World Health Organization
Page 12 of 102
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Identifikasi Masalah
1.1.1. Perkembangan Skema Jaminan Kesehatan
Dalam rangka mewujudkan hak atas jaminan sosial yang diamanatkan dalam UUD 1945,
pemerintah Indonesia mengesahkan UU No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional. Sistem ini terdiri dari lima program jaminan sosial yang salah satunya adalah
jaminan kesehatan nasional (JKN). Lebih lanjut dalam UU No, 24 tahun 2011 disebutkan
bahwa jaminan sosial diselenggarakan oleh Badan Jaminan Sosial Nasional (BPJS) dengan
tujuan untuk mewujudkan terselenggaranya perlindungan sosial untuk menjamin seluruh
rakyat dapat terpenuhi kebutuhan hidup yang layak1. Jaminan kesehatan diselenggarakan
berdasarkan prinsip asuransi sosial dan ekuitas2 dengan manfaat program berupa
pelayanan perorangan yang terdiri dari promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif3.
Memasuki enam tahun implementasi program Jaminan Kesehatan Nasional, program ini
telah meningkatkan akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Sejak
tahun 2014 hingga Februari 2020, sebesar lebih dari 220 juta penduduk telah terdaftar
menjadi peserta program JKN dan meningkatkan angka pemanfaatan pelayanan kesehatan
di Indonesia. Namun terdapat beberapa tantangan terutama terkait dengan
kesinambungan program ini.
Kepesertaan program JKN ini terus meningkat setiap tahunnya. Per bulan April 2020,
jumlah peserta terdaftar pada BPJS Kesehatan adalah 222,632,613 orang yang tersebar di
seluruh Indonesia.
Kepesertaan JKN-KIS tahun 2015-2020
250,000,000
223,337,715 222,632,613
225,000,000 207,834,315
200,000,000 186,602,571
171,048,574
175,000,000
155,189,799
150,000,000
2015 2016 2017 2018 2019 Apr-20
1 Pasal 3 UU No. 24 tahun 2011, “BPJS bertujuan untuk mewujudkan terselenggaranya pemberian jaminan terpenuhinya kebutuhan
dasar hidup yang layak bagi setiap Peserta dan/atau anggota keluarganya.”
2 Pasal 19 UU No. 40 tahun 2004, “jaminan kesehatan diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip
ekuitas”.
3 Pasal 22 UU No. 40 tahun 2004, “Manfaat jaminan kesehatan bersifat pelayanan perseorangan berupa pelayanan kesehatan yang
mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif, termasuk obat dan bahan habis pakai yang diperlukan”. WHA
Page 13 of 102
Selain dari aspek kepsertaan, manfaat pelayanan kesehatan yang dijamin oleh BPJS
Kesehatan juga makin terstandar. Sebelum tahun 2014 terjadi variasi jaminan antara
peserta Askes, peserta Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Jamsostek, dan Jamkesmas.
Artinya, dengan adanya JKN asas keadilan sosial - yang merupakan salah satu prinsip dalam
program JKN - makin dapat diwujudkan. Untuk mendapatkan manfaat pelayanan, para
peserta harus mengakses fasilitas kesehatan secara berjenjang mulai dari fasilitas
kesehatan primer (FKTP) yang terdiri dari puskesmas, klinik pratama, dokter praktek
perorangan, dan RS tipe D pratama sampai ke rumah sakit tipe A. Pada 2014, terdapat
18.437 FKTP dan 1.481 fasilitas kesehatan tingkat lanjut (FKRTL) yang terdiri dari RS rujukan
dan klinik utama.
Ada 5 kata kunci dalam ketentuan tersebut yaitu (i) jaminan kesehatan nasional, (ii) prinsip
asuransi sosial, (iii) manfaat pemeliharaan kesehatan, (iv) perlindungan untuk memenuhi
kebutuhan dasar kesehatan dan (v) prinsip ekuitas.
Jaminan kesehatan adalah satu program dalam jaminan sosial, yaitu “… salah satu bentuk
perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan
dasar hidupnya yang layak” (UU No. 40 tahun 2014, Ketentuan Umum). Perlindungan sosial
– juga disebut “social security”- adalah sistem yang dikelola oleh pemerintah berupa
Page 14 of 102
pemberian bantuan finansial untuk penduduk yang tidak mempunyai pendapatan atau
mempunyai pendapatan yang tidak mencukupi. Jaminan sosial diselenggarakan oleh
pemerintah dalam rangka memenuhi hak-hak penduduk (right based), sejauh kemampuan
negara bersangkutan.
Asuransi sosial adalah “… suatu mekanisme pengumpulan dana yang bersifat wajib yang
berasal dari iuran guna memberikan perlindungaan atas resiko sosial ekonomi yang
menimpa peserta dan/atau anggota keluarganya” (UU No. 40 tahun 2004; Ketentuan
Umum). Dengan demikian penyelenggaraan JKN juga didasarkan pada perhitungan resiko
(risk based). Dengan perkataan lain penyelenggaraan JKN didasarkan pada perhitungan
risiko finansial (financial risk) yang dihadapi sekelompok orang berupa biaya medis yang
bersifat katastropik; kemudian risiko biaya pelayanan kesehatan tersebut dibagi kepada
seluruh peserta program (1). Maka dapat disimpulkan bahwa “Asuransi sosial” yang
disebutkan dalam pasal-19 ayat 1 tersebut diatas didasarkan pada dua prinsip , yaitu
prinsip “solidaritas sosial” dan prinsip “resiko finansial” sekaligus (based on the principles
of social solidarity dan financial risk protection).
Manfaat pemeliharaan kesehatan berarti yang dijamin dalam JKN adalah pelayanan
pelayanan kesehatan; bukan ganti rugi seperti dalam asuransi pertanggungan kerugian
barang/harta yang hilang atau kompensasi seperti dalam jaminan hari tua, jaminan
kematian dan kecelakaan kerja. Oleh karena itu ketersediaan pelayanan kesehatan
menjadi esensial dalam pelaksanaan JKN. Memperluas cakupan kepesertaan dan
memperluas akses pelayanan kesehatan adalah dua sisi mata uang yang tidak dapat
dipisahkan dalam penyelenggaraan JKN.
Prinsip ekuitas; seperti dijelaskan pada Penjelasan pasal 19 dalam UU No. 40 tahun 2004,
adalah “ekuitas kesamaan dalam memperoleh pelayanan sesuai dengan kebutuhaan
medisnya yang tidak terikat dengan besaran iuran yang telah dibayarkannya”.
Page 15 of 102
1.1.3. Urgensi penyempurnan paket pelayanan kesehatan JKN
Diskursus mengenai pelayanan kesehatan yang dijamin dalam program JKN ini semakin
intensif seiring dengan meningkatnya angka defisit yang dialami oleh BPJS Kesehatan. Oleh
karena itu, penetapan paket manfaat dasar jaminan kesehatan harus dilakukan karena
beberapa alasan berikut:
Pertama, sampai enam tahun program JKN berjalan, manfaat pelayanan kesehatan yang
dijamin belum diatur dengan jelas karena pada awal implementasi program JKN, paket
manfaat yang diberlakukan mengikuti manfaat jaminan dari Jaminan Kesehatan khusus
pekerja yang dikelola oleh PT Askes (untuk PNS), JPK Jamsostek (khusus pekerja
perusahaan), serta program Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat) untuk
masyarakat miskin. Dengan penyelenggaraan program JKN saat ini, kepesertaannya sudah
beragam yaitu kumpulan dari peserta PT Askes, JPK Jamsostek, Jamkesmas, dan
masyakat yang baru terdaftar sehingga paket manfaat yang harus peru dikaji ulangh agar
responsive terhadap peserta yang merupakan gabungan 3 skema jaminan sebelumnya.
Kedua, upaya pendefisinian paket manfaat pelayanan program JKN sudah dicoba dilakukan
melalui Peraturan Presiden No. 82 tahun 2018. Hanya saja, paket manfaat yang saat ini
dijamin cenderung pada pemenuhan hak–hak kesehatan penduduk dibandingkan
memperhitungkan probabilitas dan besar risiko. Padahal ada dua kata kunci dalam pasal
19 UU No. 40 tahun 2004 yaitu “jaminan kesehatan” dan “asuransi sosial”. Seperti telah
disampaikan dimuka, “Jaminan sosial” (social security) konotasinya adalah upaya untuk
untuk menjamin pemenuhan hak-hak sosial penduduk -- yang dalam hal Jaminan
Kesehatan arahnya adalah untuk memenuhi hak-hak kesehatan penduduk. International
Labor Organization (ILO) menjelaskan bahwa pelayanan kesehatan merupakan salah satu
instrumen jaminan sosial yang harus dijamin setidaknya dalam pelayanan minimal sesuai
siklus hidup setiap manusia (1). Sedangkan asuransi (to ensure) konotasinya adalah
memberikan perlindungan finansial (financial protection) manakala sesorang tidak mampu
membayar pelayanan kesehatan. Dengan perkataan lain, konsep jaminan didasarkan pada
upaya pemenuhan hak (right based) sedangkan asuransi didasarkan pada perlindungan
terhadap suatu resiko finansial (risk based). Dapat pula dikatakan bahwa konsep jaminan
lebih bersifat idealistis untuk mewujudkan sebuah cita-cita untuk memenuhi hak
penduduk; sedangkan konsep asuransi lebih bersifat “realistis” yang didasarkan pada
kalkulasi resiko (calculated risk) sehingga harus ditetapkan paket manfaat yang seimbang
(balance) yang telah mengakomodir kedua kata kunci pada UU SJSN.
Ketiga, merujuk pada Perpres 72 tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional pada poin
114 dan 115 dijelaskan bahwa pembiayaan pelayanan kesehatan di Indonesia dibagi
menjadi dua sumber tergantung dari jenis pelayanannya (2), yaitu:
Page 16 of 102
114. Pembiayaan pelayanan kesehatan masyarakat merupakan barang publik (public good)
yang menjadi tanggung jawab pemerintah, sedangkan untuk pelayanan kesehatan
perorangan pembiayaannya bersifat privat, kecuali pembiayaan untuk masyarakat miskin dan
tidak mampu menjadi tanggung jawab pemerintah.
Poin diatas secara jelas menyatakan bahwa program Jaminan kesehatan menanggung
pembiayaan pelayanan kesehatan perorangan saja.
Lebih jelasnya, dari sudut ekonomi, seperti disampaikan oleh Joseph Stiglitz - pelayanan
kesehatan dapat dibagi dua yaitu pelayanan yang bersifat “public goods” dan pelayanan
yang bersifat “private goods” (3). Pelayanan public goods adalah pelayanan (i) yang tidak
menimbulkan “marginal cost” untuk setiap tambahan unit pelayanan, (ii) orang tidak bisa
dicegah dan tidak perlu membayar untuk mendapatkannya (non-excludable); (iii) orang
tidak berebut mendapatkannya (misalnya karena takut kehabisan); dan (iv) pelayanan
tersebut memberi manfaat positif bagi orang banyak (externality). Promosi kesehatan,
fogging nyamuk DBD, immunisasi massal di Posyandu - adalah beberapa contoh pelayanan
yang bersifat “public goods” (4). Umumnya pelayanan seperti ini tidak bisa dibayai melalui
mekanisme tarif (oleh karenanya fihak swasta enggan memproduksinya) atau mekanisme
asuransi (karena sulit menghitung probalibitas resiko yang dihadapi). Maka dalam
kebijakan pembiayaan publik (public financing), pelayanan-pelayanan seperti ini harus
dibiayai melalui dana pajak (tidak melalui asuransi ataupun tarif) (4).
Sebaliknya pelayanan “private goods” adalah (i) pelayanan yang memerlukan “marginal
cost” untuk setiap tambahan satu unit yang diproduksi atau dikonsumsi, (ii) orang tidak
bisa secara gratis mendapatnya (excludable), (iii) ada kompetisi antara konsumen untuk
mendapatkannya dan (iv) manfaatnya bersifat individual (tidak ada atau sedikit
manfaatnya bagi orang banyak) (3). Artinya orang harus membayar untuk mendapat
pelayanan tersebut (sehingga pihak swasta tertarik untuk memproduksinya). Kalau biaya
pelayanan tersebut cukup tinggi, maka orang akan merasa perlu melindungi risiko finansial
yang dihadapinya melalui mekanisme asuransi (4). Operasi jantung, pengobatan stroke,
pengobatan gagal ginjal, adalah beberapa contoh pelayanan kesehatan yang bersifat
“private goods”.
Keempat, pada beberapa kasus pelayanan kesehatan terjadi tumpang tindih pembiayaan
pelayanan. Ada beberapa program yang bersifat private goods tadi secara parsial didanai
oleh sumber dana publik dan bantuan dari donor internasional contohnya penanggulangan
Page 17 of 102
tuberkulosis, malaria, HIV/AIDS. Obat untuk pengobatan tuberkulosis, malaria, HIV/AIDS,
kusta, filariasis masih didanai oleh pemerintah; begitu juga vaksin untuk imunisasi.
Pemilahan pelayanan kesehatan dalam kategori “public goods” dan “private goods” harus
dipertimbangkan dalam menetapkan pelayanan yang perlu menjadi domain asuransi sosial
atau JKN agar tidak terjadi double funding.
Kelima, diantara pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh BPJS Kesehatan selama
ini terdapat pelayanan yang tidak memberikan financial burden kepada masyarakat. Ini
berkaitan dengan kemampuan membayar masyarakat (Ability to Pay) (5). Jika kembali
merujuk pada prinsip asuransi, asuransi menjamin pelayanan yang sifatnya tidak
terjangkau oleh kemampuan keuangan seseorang atau unbearable. Jadi kalua beban biaya
suatu pelayanan memang dapat ditanggung oleh masyarakat, semestinya tidak perlu
ditanggung oleh asuransi. Kemudian, pelayanan yang ditanggung dalam jaminan asuransi
juga merupakan pelayanan yang sifatnya tidak pasti (uncertain) (5).
Kemudian ada beberapa praktek pelayanan klinis yang belum cost-effective. Contohnya
adalah penatalaksanaan diabetes di Indonesia masih lebih sering menggunakan synthetic
insulin dibandingkan human insulin padahal dari segi harga, human insulin jauh lebih
murah dibandingkan synthetic insulin; sedangkan efektivitas kedua pilihan tersebut tidak
berbeda.
Oleh karena itu, sangat penting untuk dilakukan kajian dan perumusan kembali paket
manfaat dasar program JKN dengan mengikuti peraturan perundangan, prinsip – prinsip
asuransi kesehatan sosial, menghindari adanya pembiayaan ganda pada suatu pelayanan
kesehatan, serta penerapan pelayanan klinis yang cost effective.
Page 18 of 102
b. Identifikasi inkonsistensi penerapan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
dengan peraturan perundangan yang berlaku serta cara-cara mengatasi masalah
inkonsistensi tersebut
c. Merumuskan pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis, yuridis yang sesuai
sebagai proses dalam penyusunan Peraturan mengenai Kebutuhan Dasar Paket
Manfaat Program JKN
d. Merumuskan sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup pengaturan, jangkauan,
dan arah pengaturan dalam Rancangan Peraturan mengenai Kebutuhan Dasar
Paket Manfaat Program JKN
Adapun kegunaan naskah akademik ini adalah sebagai rujukan dan acuan dalam
penyusunan rencana peraturan mengenai Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional
berdasarkan Kebutuhan Dasar Kesehatan.
Page 19 of 102
c. Analisis utilisasi pelayanan bertujuan untuk menggambarkan pola pemanfaatan
pelayanan medis pada program Jaminan Kesehatan Nasional.
d. Diskusi terfokus dengan berbagai pihak dilakukan dalam tiga tahap yaitu:
- Identifikasi definisi dan kriteria “kebutuhan dasar kesehatan”
- Penetapan kriteria untuk menentukan jenis pelayanan “kebutuhan dasar
kesehatan” yang dijamin program JKN meliputi paket manfaat pelayanan
kesehatan primer dan rujukan tingkat lanjut.
- Menentukan jenis pelayanan dengan menggunakan kriteria tersebut diatas
- Seminar hasil untuk mendapatkan masukan dari pemangku kepentingan
Diskusi terfokus ini melibatkan pihak pemerintah (Dewan Jaminan Sosial Nasional,
Kementrian Kesehatan, Kementrian Keuangan, Kementrian Koordinasi PMK,
BKKBN, Bappenas, Komite Nasional Formularium Nasional, KPTK), akademisi,
perhimpunan profesi, dewan pertimbangan medis (DPM), dan dewan
pertimbangan klinis (DPK).
Page 20 of 102
BAB II
KAJIAN TEORITIK DAN PRAKTIK EMPIRIK
2.1. Kajian Teoritik Hak Kesehatan sebagai Bagian dari Hak Hidup Layak
2.1.1. Hak Hidup Layak
Dalam konsep jaminan sosial (social security), salah satu program yang dijamin
adalah jaminan kesehatan. Orientasi dari konsep jaminan sosial adalah pemenuhan
hak–hak untuk hidup layak. Hak – hak asasi manusia sangatlah luas dan cenderung
tak berbatas; bahkan seringkali bersifat utopis seperti hak kebebasan berpendapat,
hak hidup, hak berdemokrasi, dan sebagainya termasuk hak akan kesehatan.
Dalam Deklarasi Hak Asasi Manusia oleh PBB pada tahun 1948 pasal 25 disebutkan
bahwa setiap orang dan keluarganya memiliki hak untuk dapat hidup layak untuk
sehat dan sejahtera termasuk mendapat makanan, pakaian, perumahan, dan
perawatan medis serta layanan sosial yang diperlukan. Selain itu, setiap orang dan
keluarganya juga berhak atas jaminan pada kondisi pengangguran, sakit, kecacatan
janda, lanjut usia, atau kondisi penghidupan lain yang di luar kendalinya4 (6). Dalam
deklarasi internasional ini secara tegas disebutkan pula bahwa kehidupan pada
masa ibu hamil dan anak-anak perlu mendapatkan perawatan dan bantuan khusus,
dan semua anak yang dilahirkan dari hubungan di dalam atau di luar nikah juga
harus mendapatkan perlindungan sosial yang sama5.
4 International Declaration of Human Right 1948 article 5 clause 1, “Everyone has the right to a standard of living adequate
for the health and well-being of himself and of his family, including food, clothing, housing and medical care and necessary
social services, and the right to security in the event of unemployment, sickness, disability, widowhood, old age or other
lack of livelihood in circumstances beyond his control.”
5 International Declaration of Human Right 1948 clause 2, “Motherhood and childhood are entitled to special care and
assistance. All children, whether born in or out of wedlock, shall enjoy the same social protection”
6 Constitution of the World Health Organization 1946, “Health is a state of complete physical, mental and social well-
Page 21 of 102
bahwa kesehatan merupakan dasar dalam mencapain kedamaian dan keamanan
dan bergantung dari kerjasama yang baik antara setiap individu dan pemerintah.
Dalam dokumen yang berbeda, WHO juga menguraikan hak–hak kesehatan yang
menjadi tanggung jawab pemerintah untuk menjamin ketersediaan pelayanan
kesehatan dan kondisi lingkungan yang sehat. Dalam hak–hak kesehatan tedapat
lima aspek yang diatur (8), yaitu:
a. Hak akan kesehatan merupakan hal yang inklusif. Hak akan kesehatan tidak
hanya sebatas berkaitan dengan akses pada pelayanan kesehatan dan rumah
sakit melainkan termasuk perlindungan akan faktor–faktor yang dapat
mendorong hidup sehat, termasuk:
• Air minum yang aman dan sanitasi yang layak
• Makanan yang aman
• Perumahan dan nutrisi yang adekuat
• Kondisi lingkungan dan pekerjaan yang sehat
• Kesehatan yang berhubungan dengan edukasi dan informasi
• Kesetaraan gender
c. Hak akan kesehatan mengandung hak–hak lain. Hak–hak lain tersebut adalah:
• Hak atas sistem perlindungan kesehatan dengan memberikan kesamaan
kesempatan untuk setiap orang menikmati derajat kesehatan yang
setinggi–tingginya
• Hak atas pencegahan, pengobatan, dan pengendalian penyakit
• Hak atas akses pada obat esensial
• Kesehatan reproduksi, ibu, dan anak
• Kesamaan dan ketepatan dalam akses pelayanan kesehatan dasar
• Penyediaan informasi dan edukasi tentang kesehatan
• Partisipasi dalam pengambilan keputusan terkait kesehatan pada
tingkat masyarakat dan nasional
Page 22 of 102
e. Semua pelayanan kesehatan, barang, serta fasilitas kesehatan harus tersedia,
dapat diakses, dapat diterima dan dengan kualitas yang baik
• Fungsi kesehatan masyarakat dan fasilitas kesehatan harus tersedia
dalam jumlah yang cukup
• Masyarakat harus bisa mengakses pelayanan secara fisik (secara aman
dapat diakses oleh seluruh komponen masyarakat) dan secara finansial
tanpa adanya diskriminasi.
• Fasilitas dan pelayanan kesehatan harus menghormati etika medis,
serta dapat diterima secara medis dan budaya
• Pelayanan kesehatan harus berdasarkan fakta ilmiah dan medis yang
tepat dengan kualitas yang baik. Dibutuhkan tenaga yang terlatih dan
professional, terbukti secara ilmiah dan obat-obat yang dipergunakan
belum kadaluarsa serta alat kesehatan yang baik, sanitasi yang
memadai, serta air minum yang aman.
Selain dari lima aspek diatas, WHO juga menyatakan secara jelas tentang hak–hak
khusus pada kelompok populasi rentan yang terkadang tidak mendapatkan posisi
yang setara, mengalami diskriminasi dan stigma negative, serta faktor sosial
ekonomi. Kelompok populasi rentan ini antara lain adalah anak–anak, perempuan,
orang dengan disabilitas atau hambatan lain yang mempengaruhi haknya atas
kesehatan.
Tabel 1. Hak Kesehatan pada Kelompok Spesifik (8)
Page 23 of 102
No Hak Kesehatan pada Kelompok Populasi Spesifik
Negara-negara Pihak harus berusaha untuk memastikan bahwa tidak ada anak yang
dirampas haknya atas akses ke layanan perawatan kesehatan tersebut.
b. Negara-negara harus mengejar implementasi penuh hak ini dan, khususnya, harus
mengambil langkah-langkah yang tepat:
• Untuk mengurangi angka kematian bayi dan anak;
• Untuk memastikan penyediaan bantuan medis yang diperlukan dan perawatan
kesehatan untuk semua anak dengan penekanan pada pengembangan
perawatan kesehatan primer;
• Untuk memerangi penyakit dan kekurangan gizi, termasuk dalam kerangka
perawatan kesehatan primer, melalui, antara lain, penerapan teknologi yang
tersedia dan melalui penyediaan makanan bergizi yang memadai dan air minum
bersih, dengan mempertimbangkan bahaya dan risiko pencemaran lingkungan;
• Untuk memastikan perawatan kesehatan pra-kelahiran dan pasca-kelahiran yang
tepat untuk ibu;
• Untuk memastikan bahwa semua segmen masyarakat, khususnya orang tua dan
anak-anak, diberi tahu, memiliki akses ke pendidikan dan didukung dalam
penggunaan pengetahuan dasar tentang kesehatan dan gizi anak, keuntungan
dari menyusui, kebersihan dan sanitasi lingkungan dan pencegahan kecelakaan;
• Untuk mengembangkan perawatan kesehatan preventif, bimbingan untuk orang
tua dan pendidikan dan layanan keluarga berencana.
c. Negara-negara harus mengambil semua langkah yang efektif dan tepat dengan tujuan
untuk menghapuskan praktik-praktik tradisional yang merugikan kesehatan anak-anak.
d. Negara-negara berusaha untuk mempromosikan dan mendorong kerja sama
internasional dengan tujuan untuk mencapai realisasi penuh hak yang diakui dalam
pasal ini. Dalam hal ini, perhatian khusus harus diambil dari kebutuhan negara-negara
berkembang.
e. Negara – negara harus mengambil semua langkah yang tepat untuk mempromosikan
pemulihan fisik dan psikologis dan reintegrasi sosial seorang anak korban: segala
bentuk pengabaian, eksploitasi, atau pelecehan; penyiksaan atau segala bentuk
perlakuan atau hukuman yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat;
atau konflik bersenjata. Pemulihan dan reintegrasi semacam itu akan terjadi di
lingkungan yang memupuk kesehatan, harga diri, dan martabat anak.
3 Disabilitas
a. Melindungi dan memastikan semua hak asasi manusia dinikmati dengan penuh dan
setara serta kebebasan mendasar oleh para penyandang disabilitas, termasuk hak
mereka untuk sehat dan penghormatan terhadap martabat orang dengan disabilitas
b. Hak untuk merasakan derajat kesehatan setinggi-tingginya tanpa diskriminasi,
termasuk memastikan bahwa para penyandang disabilitas memiliki akses ke dan
mendapat manfaat dari layanan medis dan sosial yang dibutuhkan secara khusus
karena kondisi mereka, termasuk identifikasi dan intervensi awal, layanan yang
dirancang untuk meminimalkan dan mencegah kecacatan lebih lanjut serta layanan
ortopedi dan rehabilitasi, yang memungkinkan mereka menjadi mandiri, mencegah
kecacatan lebih lanjut dan mendukung integrasi sosial mereka.
c. Seluruh tenaga kesehatan menyediakan pelayanan dengan kualitas yang sama antara
penyandang disabilitas dengan orang lain
4 Migran
a. Setiap pekerja migran dan keluarganya memiliki hak untuk bisa mendapatkan
pelayanan medis darurat untuk menjaga hidup mereka dan menghindari kekerasa yang
berulang
b. Hak pekerja migran akan kesehatan berhubungan erat dan bergantung pada kondisi
kerja dan kehidupannya serta status hukum pekerja. Negara juga harus mengambil
langkah-langkah untuk mewujudkan hak-hak mereka, antara lain, perumahan yang
Page 24 of 102
No Hak Kesehatan pada Kelompok Populasi Spesifik
memadai, kondisi kerja yang aman dan sehat, standar hidup, makanan, informasi,
kebebasan dan keamanan orang yang memadai, proses hukum, dan kebebasan dari
perbudakan dan kerja paksa.
5 Hak Pasien dengan HIV/AIDS
a. Negara harus memastikan tidak ada diskriminasi dan stigma dengan alasan
peningkatan status kesehatan termasuk pasien dengan HIV/AIDS
b. Undang-undang, kebijakan, dan program negara harus mencakup langkah-langkah
positif untuk mengatasi faktor-faktor yang menghambat kesamaan akses dari populasi
rentan ini pada upaya pencegahan, perawatan dan pengobatan, seperti status ekonomi
mereka.
c. Akses pada pelayanan kesehatan sangat penting terutama memastikan ketersediaan
obat-obatan dan memperkuat pencegahan penyakit dengan menyediakan kondom,
informasi dan eduasi terkait HIV, serta mencegah penularan penyakit antara ibu dan
anak
Jika suatu negara ingin membangun sistem jaminan sosial, maka seluruh hak
kesehatan ini harus dipenuhi. Namun, lebih lanjut pada pasal 19 UU SJSN diatur
bahwa program jaminan kesehatan ini didasarkan pada prinsip asuransi sosial.
Seperti telah disampaaikan dimuka, konotasi “asuransi” adalah perlindungan
terhadap resiko finansial yang tidak dapat ditanggung oleh seseorang.
Dalam bidang kesehatan, asuransi dibagi menjadi asuransi kesehatan sosial dan
asuransi kesehatan komersial. Pada asuransi kesehatan sosial, kepesertaan bersifat
wajib dengan premi yang dibayarkan berdasarkan persentase upah/penghasilan
pekerja dan paket manfaat yang dijamin diatur dalam peraturan perundangan.
Dikarenakan skema kontribusi yang sama antar masyarakat, penentuan kontribusi
didasari pada kemampuan membayar masyarakat dan tanpa adanya pertimbangan
risiko dari setiap peserta sedangkan pelayanan kesehatan yang didapat oleh
masyarakat berdasarkan kebutuhannya masing-masing. Asuransi sosial didasarkan
pada semangat gotong royong (social solidarity) dan untuk mewujudkannya maka
kepesertaanya bersifat wajib (10). Ciri lain dari asuransi sosial adalah kedudukan
dana yang terkumpul – yang diperlakukan sebagai dana amanah (trust fund); yang
Page 25 of 102
harus dipergunakan untuk memenuhi sebesar-besarnya untuk kepentingan
peserta.
Sedangkan asuransi kesehatan komersial merupakan asuransi dengan kepesertaan
sukarela, besar premi yang dibayarkan sesuai dengan manfaat asuransi yang dipilih
dan resiko perorangan, sehingga manfaat yang dijamin akan bervariasi.
Secara umum, dalam Modul Dasar Asuransi PAMJAKI dijelaskan bahwa ada lima
prinsip utama suatu program asuransi komersial (5), yaitu:
a. Adanya ketidakpastian akan terjadinya kerugian (uncertainty of loss)
Asuransi hanya dapat bekerja pada kondisi yang tidak pasti dan diluar kendali
seseorang. Oleh karena itu, asuransi tidak bisa bekerja pada kejadian yang
sudah diketahui pasti akan terjadi.
e. Ada cara untuk menanggung risiko secara bersama-sama (an equitable method
of sharing the risk)
Risiko yang dimiliki peserta sebanding dengan besarnya premi yang dibayarkan.
Orang dengan risiko yang besar maka akan membayar premi yang besar pula.
Pada asuransi kesehatan sosial, selain prinsip diatas juga ada karakteristik lain yaitu
(i) kepesertaan yang bersifat wajib diawali dengan pekerja formal, (ii) terdapat
hubungan langsung antara kontribusi yang dibayarkan dengan manfaat jaminan
yang didapatkan. Artinya, hanya peserta yang membayar kontribusi premi yang
Page 26 of 102
akan mendapatkan pelayanan kesehatan. (iii) Terjadi penerapan konsep solidaritas
sosial yaitu adanya subsidi silang antara peserta yang mampu dan tidak mampu,
berisiko tinggi dan berisiko rendah, antara individu dan keluarga. (iv)
Pengaturannya melibatkan beberapa organisasi pemerintah (11).
Menurut WHO dalam World Health Assembly 2005, program asuransi kesehatan
sosial dibentuk dengan tujuan untuk (11):
- Memastikan sistem pembiayaan kesehatan termasuk skema kontribusi
pelayanan medis menghindari masyarakat dari belanja kesehatan yang
katastropik dan memiskinkan
- Memastikan sumber eksternal spesifik yang diatur secara berkelanjutan dengan
sistem kesehatan secara menyeluruh
- Merencanakan peningkatan pelayanan dan mencapai tujuan health for all.
Seluruh kontribusi premi yang dibayarkan oleh individu, perusahaan, dan
pemerintah (bagi penduduk tidak mampu) selanjutnya dikumpulkan menjadi satu
yang disebut revenue collection. Selanjutnya, dana yang terkumpul akan digunakan
untuk menjamin risiko finansial peserta yang membutuhkan pelayanan medis.
Penggabungan risiko (risk pooling) bertujuan untuk membagi risiko tadi kepada
seluruh peserta. Dalam asuransi sosial, dana dikumpulkan sebelum kejadian sakit
terjadi. Kemudian, dana tersebut digunakan untuk membayar pelayanan kesehatan
oleh satu pembayar (purchasing), dalam konteks Indonesia pembayar adalah BPJS
Kesehatan (12).
Tabel 2.Ringkasan Perbedaan Asuransi Kesehatan Sosial dan Asuransi Kesehatan Komersial
Page 27 of 102
2.3. Kajian Teoritik Mengenai Kebutuhan Kesehatan (Health Needs)
Kebutuhan kesehatan diidentifikasi berdasarkan pola epidemiologi dan faaktor
determinan kesehatan yang ditelaah berdasarkan data morbiditas dan mortalitas
penyakit. Kebutuhan kesehatan ini mencakup semua permasalahan kesehatan
yaitu penyakit menular, penyakit tidak menular, KIA, Gizi, dan determinannya.
Kebutuhan kesehatan inilah yang menjadi dasar pemenuhan hak masyarakat oleh
Pemerintah. Ada beberapa istilah yang perlu dijelaskan pengertianya; yaitu (i)
kebutuhan kesehatan (health needs), (ii) kebutuhan dasar kesehatan (basic health
needs), (iii) pelayanan kesehatan (health services) dan (iv) pelayanan kesehatan
dasar (basic health services). Hubungan ke empat istilah tersebut disampaikan
dalam diagram berikut:
Gambar 3. Kerangka Pikir Kebutuhan Dasar Kesehatan, Pelayanan Kesehatan Dasar, dan Paket Manfaat Jaminan
Kesehatan
Page 28 of 102
2.3.2. Kebutuhan Dasar Kesehatan (Basic Health Needs)
Dalam kebutuhan kesehatan, terdapat kebutuhan dasar kesehatan atau oleh Bank
Dunia disebut Basic Health Needs. Penentuan kebutuhan dasar kesehatan ini
menurut WHO didasarkan pada siklus hidup manusia terutama pada empat
kelompok umur penting yaitu bayi dan anak–anak, remaja, dewasa sampai 65
tahun, dan usia sangat lanjut. Selain berdasarkan siklus hidup ini, kesehatan pada
kelompok populasi tertentu seperti perempuan juga menjadi aspek yang penting
seperti menyelamatakan nyawa atau life saving (13).
Jauh sebelum tahun 1998, angka kematian pada bayi sangatlah tinggi. Menurut
survey WHO tahun 1995, mayoritas kematian pada anak di bawah 5 tahun
disebabkan oleh penyakit–penyakit infeksi seperti pneumonia, diare, malaria,
malnutrisi, campak, dan tuberkulosis. Selain itu, kematian pada anak balita juga
berhubungan dengan kondisi pada saat akan dilahirkan dan asfiksia. Untuk
menjamin kehidupan anak sejak dilahirkan hingga tumbuh diusia 59 bulan, WHO
mencatat beberapa kebutuhan pelayanan kesehatan yang harus dipenuhi yaitu:
Box 1. Kebutuhan Dasar Bayi dan Anak usia di Bawah 5 tahun (13)
Page 29 of 102
Pertumbuhan anak–anak menuju remaja akan terjadi secara otomatis diikuti
dengan perkembangan psikologi, kemampuan mengambil keputusan dan perilaku
hidupnya. Hal ini sangat mempengaruhi kondisi kesehatan mereka. Anak remaja
biasanya lebih menyukai untuk melakukan perilaku – perilaku yang berisiko karena
anak remaja suka untuk mencoba. Masa transisi dari anak–anak menjadi dewasa
mengandung banyak bahaya. Beberapa permasalahan yang terjadi pada masa ini
antara lain hubungan seks yang tidak sehat, penyakit infeksi seperti tuberkulosis
dan kecacingan, gangguan mental, peyalahgunaan obat, kecelakaan, merokok,
serta upaya – upaya bunuh diri.
Umumnya, akibat dari permasalahan diatas dapat mempengaruhi kondisi anak usia
5-19 tahun di masa yang akan datang dan salah satunya berpotensi terjadinya
kematian prematur. Salah satu penyebab kematian pada anak usia 5-19 tahun
adalah kecelakaan. Untuk mencegah tingginya angka kesakitan dan kematian pada
anak usia 5-19 tahun, edukasi kesehatan pada anak usia sekolah (5-19 tahun)
merupakan pelayanan kesehatan yang esensial dan sangat fundamental.
Edukasi kesehatan untuk anak usia sekolah idealnya dapat dilakukan melalui sistem
Pendidikan dan diselenggarakan di sekolah. Program kesehatan yang komprehensif
dapat dilakukan dengan memberikan promosi makan makanan yang sehat,
kebiasaan beraktivitas fisik, pencegahan konsumsi rokok, konsumsi alkohol,
penyalahgunaan obat-obatan, serta pengendalian penyakit tidak menular.
Menurut WHO, terdapat empat tahap utama yang harus dilakukan agar kesehatan
anak usia sekolah dapat terjamin, yaitu:
Page 30 of 102
narkotika. Penguatan karakter anak pada keluarga juga penting sehingga anak
mendapatkan informasi yang baik dalam mengambil pilihan yang sehat.
Menurunnya angka kematian anak balita dan pengendalian penyakit yang baik
berdampak pada lamanya angka harapan hidup setiap manusia. Namun hidup
dengan usia yang panjang memiliki banyak tantangan, seperti tantangan masalah
kesehatan, sosial, individu, dan gender. Dari sisi Kesehatan, penduduk dengan usia
lanjut berisiko untuk menderita penyakit – penyakit kronis seperti kardiovaskuler,
diabetes mellitus, hipertensi, kanker, gangguan mental, osteoporosis, gangguan
persendian, serta penurunan kemampuan melihat dan mengingat informasi. Usia
harapan hidup wanita lebih tinggi dibandingkan pria karena pria lebih berisiko
menderita penyakit kronis dan tidak menular.
Oleh karena itu, kebutuhan kesehatan pada penduduk usia lanjut perlu dijamin oleh
pemerintah. Beberapa negara menerapkan program paket pelayanan untuk lansia
yang mengintegrasikan program Kesehatan dan sosial, seperti program public long-
term care assurance yang dilakukan di Jepang atau Swedia. Tentunya program ini
harus diikuti dengan penguatan sistem dan pelayanan Kesehatan di setiap daerah.
Page 31 of 102
2.4. Kajian Teoritik Pelayanan dan Upaya Kesehatan (Health Services)
Semua kebutuhan terhadap kesehatan dipenuhi dengan upaya yang disebut
pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan menurut Leavell and Clark (1965)
dalam Encyclopedia of Behavioral Medicine (2013) terdiri dari lima tingkatan
pencegahan (14), sebagai berikut:
Page 32 of 102
2.4.1. Pelayanan Kesehatan Dasar (Basic Health Services)
Seperti yang telah dijelaskan diatas, setiap kebutuhan kesehatan akan
membutuhkan pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan dasar merupakan
pelayanan yang disediakan merespons kebutuhan dasar kesehatan di
masyarakat.
Pada tahun 1978 dalam Deklarasi Alma Ata didefinisikan bahwa pelayanan
kesehatan primer didefinisikan sebagai pelayanan kesehatan esensial yang
merupakan kontak pertama antara individu dan tenaga kesehatan. Pelayanan
kesehatan primer merupakan pelayanan yang secara ilmiah dapat dipertanggung
jawabkan, diterima oleh masyarakat secara sosial, mudah diakses oleh individu dan
keluarga, terjangkau secara finansial, melibatkan peran serta masyarakat, dan juga
menitikberatkan pada kemandirian masyarakat atau disebut dengan self reliance
and self determination (17).
Page 33 of 102
Tabel 3. Daftar Pelayanan Kesehatan Dasar (4)
a. Imunisasi
- Imunisasi DPT untuk mencegah dipteria, pertussis, dan tetanus
- Imunisasi campak
- Imunisasi polio
- Imunisasi BCG untuk mencegah tuberculosis dan leprosy
- Imuniasi TT untuk ibu hamil
- Imunisasi Hepatitis B dan demam kuning
- Imunisasi Hib untuk mencegah meningitis dan pneumonia yang disebabkan virus
Haemophilus influenzae tipe B
b. Pelayanan kesehatan berbasis sekolah
- Penanganan masal infeksi akibat parasit cacing terutama pada anak usia sekolah melalui
perbaikan sanitasi
c. Screening masal dan rujukan
- Deteksi dini penyakit menular seperti tuberculosis dan penyakit tidak menular
khususnya pada penyakit – penyakit dengan prevalensi tinggi sehingga dapat
mendapatkan penanganan segera.
d. Diet dan Gizi
- Pemberian Vit A, yodium, zat besi dan mikronutrien lain
- Edukasi gizi
- Pengendalian parasit pada usus
- Fortifikasi makanan
- Subsidi harga makanan
e. Program Fertilitas
- Penyediaan metode kontrasepsi
- Akses pada aborsi yang aman. di Indonesia, aborsi diatur dalam UU Kesehatan, dan
hanya boleh dilakukan apabila terdapat indikasi medis, atau terdapat implikasi
psikologis yang besar terhadap pasien karena pemerkosaan (15)
Page 34 of 102
Pelayanan Esensial Klinis Minimal
Pada dasarnya, pelayanan kesehatan dasar dalam setiap negara berbeda – beda
bergantung pada kondisi sosial, ekonomi, dan pola demografi dan epidemiologi.
Jika manfaat dasar kesehatan sudah ditetapkan maka negara harus mempersiapkan
kemampuan tenaga kesehatan, obat-obatan, alat dan sumber daya kesehatan lain
yang dibutuhkan dalam memberikan pelayanan kesehatan dasar tersebut.
Menurut WHO, ada empat alasan pokok dalam menentukan pelayanan kesehatan
dasar yaitu (16):
Page 35 of 102
Di Iran, penentuan pelayanan kesehatan dasar ditentukan dengan menggunakan
delapan kriteria utama yaitu prioritas kesehatan, struktur dan kapasitas pelayanan
kesehatan, people demands, cost-effectiveness, utilization, sumber pembiayaan,
penerimaan pelayanan dari aspek sosial, serta kewajiban atau tuntutan dari
prioritas internasional, nasional, juga politik. Dari kriteria tersebut, terurai 54 sub-
kriteria yang menjadi pertimbangan dalam menentukan pelayanan kesehatan
dasar. Keseluruhan kriteria dan sub-kriteria ini selanjutnya ditentukan beberapa
kriteria prioritas oleh para ahli, pemangku kepentingan, profesi, parlemen, serta
perusahaan asuransi. Dari penilaian ahli ini, didapatkan rangking prioritas kriteria
yang yang dipergunakan dalam penentuan pelayanan dasar. Kriteria tersebut
adalah (1) prioritas kesehatan (beban biaya, morbidity, mortality, relevant risk
factors of disease), (2) people demands (kebutuhan masyarakat secara umum,
kelompok rentan, penyakit menular), (3) kemampuan sistem (struktur pelayanan,
kemampuan SDM, dan tingkat pelayanan), serta cost-effectiveness (17).
2.4.2. Paket Manfaat Dasar pada Jaminan Kesehatan (Basic Benefit Packages)
Paket manfaat dasar (basic benefit packages) adalah sejumlah layanan perorangan
yang dijamin dalam program asuransi kesehatan sosial. Penetapan paket manfaat
dasar atau basic benefit packages (BBP) menjadi penting untuk mewujudkan
pemerataan pelayanan kesehatan. Paket manfaat yang dijamin dalam jaminan
kesehatan adalah pelayanan komprehensif sesuai dengan dana yang tersedia.
Normand & Weber juga menjelaskan bahwa asas perlindungan finansial, cost-
effectiveness, dan pelayanan komprehensif menjadi hal yang harus diperhatikan
dalam perencanaan paket manfaat (18).
Pada Konvensi Perlindungan Sosial tahun 1952, diatur bahwa minimal pelayanan
medis yang disediakan pada program ini adalah pelayanan klinis dengan dokter
umum termasuk kunjungan rumah, pelayanan spesialis rawat inap dan rawat jalan
di rumah sakit, pelayanan kefarmasian, serta hospitalisasi jika dibutuhkan.
Kemudian pada artikel 49 ditambah dengan pelayanan kesehatan ibu hamil
sebelum persalinan dan juga rawat inap oleh dokter maupun bidan.
Page 36 of 102
Menurut World Bank, paket manfaat dasar yang ditetapkan harus bertujuan untuk
meningkatkan tujuan utama kesehatan, memastikan terjadinya perlindungan
finansial, dan merespon kebutuhan konsumen; atau “health status improvement
financial protection and responsiveness” (19). Selain itu, paket manfaat dasar juga
harus menjamin keberlangsungan program, pemerataan pelayanan, biaya yang
efisien dan terjangkau.
Sebelum menentukan paket manfaat yang akan dijamin dalam program, penting
untuk menghitung pendapatan program. Hal ini dapat dilakukan dengan
mengetahui perkiraan jumlah anggota dikalikan dengan perkiraan kontribusi dari
masing – masing anggota program. Secara detail, Normand & Weber menjelaskan
bahwa setidaknya ada lima elemen yang harus diperhatikan dalam penentuan
paket manfaat (18), yaitu:
Page 37 of 102
d. Rumusan paket manfaat dan penyedia pelayanan kesehatan. Pada bagian ini,
peran dari penyelenggara program dan penyedia pelayanan menjadi utama.
Penyedia pelayanan menentukan apa saja pelayanan yang dibutuhkan dan
dibiayai melalui skema asuransi kesehatan sosial sedangkan penyelenggaran
program jaminan kesehatan menentukan daftar pelayanan yang dijamin
(positive list) dan tidak dijamin oleh penyelenggara (negative list). Pada positive
list yang sudah ditentukan, dapat diterapkan scenario pembayaran yang
berbeda-beda pada fasilitas kesehatan.
e. The concept of support value. Pertimbangan lain dalam asuransi kesehatan
berkaitan dengan besarnya beban biaya. Beban biaya ini meningkat misalnya
pada pelayanan katastropik atau pelayanan kesehatan lain. Hal ini sesuai
dengan tujuan asuransi kesehatan untuk memaksimalkan support value tanpa
melupakan bahwa ada kontribusi yang harus dikeluarkan oleh masyarakat.
Dalam merancang paket manfaat asuransi kesehatan sosial, Normand & Weber
menjelaskan terdapat sembilan langkah penyusunan yaitu (18):
a. Menilai kondisi saat ini untuk bisa menentukan paket manfaat perlu dilakukan
analisis situasi ketersediaan dan kemampuan infrastruktur yang ada saat ini.
b. Analisis pola pemanfaatan pelayanan. Pola pemanfaatan pelayanan kesehatan
harus bisa menggambarkan penggunaan layanan di rumah sakit (rawat inap dan
rawat jalan), pelayanan rawat jalan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama.
Data ini tidak hanya dibutuhkan untuk penentuan biaya medis tetapi juga untuk
merencanakan modifikasi infrastruktur kesehatan dimasa yang akan datang.
“The utilization rate” pada dasarnya dipengaruhi oleh pola kesakitan, praktek
Page 38 of 102
klinis, ketersediaan infrastruktur saat ini, mekanisme pembiayaan, co-payment,
serta budaya dan kebiasaan pasien di rumah.
c. Tentukan tujuan dan prioritas srategis. Pelayanan kesehatan yang paling sering
dipergunakan serta pelayanan katastropik dengan intervensi cost-effective atau
upaya pencegahan merupakan pelayanan yang masuk dalam positive list.
Sejumlah intervensi dan layanan dengan prioritas tinggi dapat dipilih dari daftar
ini untuk berfungsi sebagai - "paket awal" di mana paket dasar dapat dibangun.
d. Promosi dan edukasi kesehatan. Pada beberapa praktik, asuransi kesehatan
sosial dapat mendukung aktivitas dan tugas dari organisasi kesehatan
masyarakat dalam promosi dan edukasi kesehatan dalam bentuk:
- Asuransi kesehatan sosial akan membayar fasilitas kesehatan untuk
memenuhi tugas promosi dan edukasi kesehatan
- Penyelenggara akan mengintegrasikan sistem pembayaran (co-payment
atau reimbursements) dengan kebiasaan berisiko yang dilakukan seperti
merokok, olahraga yang berbahaya, penyalahgunaan obat dan narkoba
- Penyelenggara menerapkan premium tambahan untuk pekerja yang
bekerja di tempat yang berisiko dan tidak sehat.
e. Penyusunan standar untuk diagnosis dan pengobatan. Setelah basic benefit
package didefinisikan, standar pedoman diagnosis dan pengobatan serta
penggunaan obat yang tepat harus sudah tersedia sebagai bagian dari
mekanisme penjaminan kualitas.
f. Melakukan pemilihan penyedia fasilitas kesehatan;
g. Menetapkan paket manfaat dasar;
h. Mengembangkan system penjaminan kualitas pelayanan;
i. Melakukan “scaling up” atau mendorong pertumbuhan system secara
keseluruhan.
Page 39 of 102
BAB III
EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT
Program jaminan kesehatan merupakan salah satu jaminan sosial yang bertujuan untuk
menjamin manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi
kebutuhan dasar kesehatan. Sesuai amanat pasal 19 UU No. 40 tahun 2004,
penyelenggaraan program jaminan kesehatan diimplementasikan dengan prinsip asuransi
sosial dan ekuitas. Artinya, program ini diselenggarakan berbasis hak dan prinsip asuransi.
Adapun penjelasan mengenai kebutuhan dasar kesehatan, pelayanan kesehatan dasar,
dan paket manfaat dasar dari perspektif regulasi yang ada di Indonesia akan dijelaskan
pada bab ini.
3.1. Regulasi Mengenai Hak Kesehatan sebagai Bagian dari Hak Hidup Layak
Berdasarkan UUD 1945 pasal 28H dijelaskan bahwa setiap orang berhak hidup
sejahtera lahir batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang
baik dan sehat serta berhak mempeoleh pelayanan kesehatan. Hak atas pelayanan
kesehatan ini lebih lanjut diatur pada pasal 9 ayat 3 UU No. 39 tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia. Lebih lanjut pada undang – undang ini diatur bahwa wanita dan
anak memiliki hak khusus (22). Wanita memiliki hak untuk mendapatkan
perlindungan khusus dalam pekerjaannya yang dapat mengancam keselamatan
dan atau berkenaan dengan fungsi reproduksinya7 yang merupakan pelayanan
kesehatan yang berkaitan dengan haid, hamil, melahirkan, dan pemberian
kesempatan untuk menyusui anak. Kemudian pada pasal 62 pada undang – undang
yang sama juga diuraikan mengenai hak anak untuk memperoleh pelayanan
kesehatan dan jaminan sosial yang layak sesuai kebutuhan fisik dan mental
spiritual8. Adapun pada UU No. 36 tahun 2009 pasal 5 dijelaskan bahwa pelayanan
kesehatan yang menjadi hak setiap orang merupakan pelayanan kesehatan yang
aman, bermutu, dan terjangkau.
Kesehatan merupakan keadaan sehat, baik secara fisik, mental, dan spiritual
maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara
sosial dan ekonomis (7). Untuk dapat mencapai kondisi kesehatan yang paripurna,
pemerintah bertanggung jawab untuk merencanakan, mengatur,
menyelenggarakan, membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan
7
Pasal 49 ayat 2 UU No 39 tahun 1999, “Wanita berhak untuk mendapatkan perlindungan khusus dalam
pelaksanaan pekerjaan atau profesinya terhadap hal-hal yang dapat mengancam keselamatan dan atau
kesehatannya berkenaan dengan fungsi reproduksi wanita.”
8
Pasal 62 UU No. 39 tahun 1999, “Setiap anak berhak untuk memperoleh pelayanan kesehatan dan
jaminan sosial secara layak, sesuai dengan kebutuhan fisik dan mental spiritualnya.”
Page 40 of 102
yang merata dan terjangkau oleh masyarakat termasuk menyelenggarakan jaminan
kesehatan nasional. Sedangkan setiap masyarakat berkewajiban untuk dapat
menghormati hak orang lain dalam upaya memperoleh lingkungan yang sehat9,
berperilaku hidup sehat10, menjaga dan meningkatkan derajat kesehatan11, serta
berpartisipasi dalam program jaminan kesehatan sosial12.
9 Pasal 10 UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, “Setiap orang berkewajiban menghormati hak orang lain dalam
upaya memperoleh lingkungan yang sehat, baik fisik, biologi, maupun sosial.”
10 Pasal 11 UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, “Setiap orang berkewajiban berperilaku hidup sehat untuk
Page 41 of 102
Selain itu, menurut UU No. 24 tahun 2011, dalam menyelenggarakan program
jaminan sosial Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) berlandaskan pada
prinsip (23):
Page 42 of 102
3.3. Telaah Kontekstual Mengenai Kebutuhan Kesehatan (Health Needs)
Kebutuhan kesehatan dasar pada setiap manusia ditentukan dari struktur
demografi dan epidemiologi. Struktur demografi dibagi setidaknya lima kelompok
umur yaitu balita (0-59 bulan), anak usia sekolah (5-14 tahun), dewasa awal (15-49
tahun), dewasa (50-69 tahun), serta usia lanjut (diatas 70 tahun). Kondisi
epidemologi menggambarkan magnitude permasalahan kesehatan yang
bersumber dari mortalitas (angka kematian) dan morbiditas (angka kesakitan).
BALITA
Pada penduduk usia dibawah lima tahun sekitar 36% besar kematiannya
disebabkan oleh gangguan maternal dan neonatal pada usia dibawah 2 tahun.
Selain itu, penyakit infeksi seperti ISPA, TB, diare, tipoid, tetanus, campak dan
sebagainya juga memiliki andil dalam terjadinya mortalitas pada balita (24). Oleh
karenanya, sebesar 12% balita menderita diare dan ISPA. Kondisi kesehatan yang
tidak baik juga dipengaruhi oleh status gizi yang memprihatinkan. Pada tahun 2018
saja, menurut hasil riskesdas sebanyak 30,8% balita stunting, 10% wasting, 17.7%
gizi buruk dan kurang, serta 8% gemuk (27). Kompleksnya permasalahan gizi balita
serta besarnya angka kesakitan ini perlu ditangani dengan komprehensif oleh
pemerintah dengan pelayanan kesehatan yang adekuat sejak ibu hamil,
pemeriksaan ibu hamil dan balita secara berkala, imunisasi dan pemberian
suplemen (vit A, tablet Fe, yodium) sampai penanganan balita sakit yang
terintegrasi harus tersedia di fasilitas kesehatan (28).
Page 43 of 102
bimbingan konseling kesehatan reproduksi, dan sebagainya sesuai dengan
kebutuhan anak di sekolah.
PENDUDUK USIA 15-49 TAHUN
Permasalahan pada penyakit tidak menular mulai diderita pada penduduk usia ≥ 15
tahun di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari penyakit yang menyebabkan kematian
penduduk usia 15-49 tahun pada tahun 2018. Seperempat dari kasus kematian
penduduk 15-49 tahun disebabkan oleh penyakit kardiovaskular, neoplasma
(13.6%), diabetes 9.6%, penyakit sistem pencernaan sebesar 9.4% serta penyakit
infeksi pernapasan dan tuberkulosis sebesar 9.2%. selain menyebabkan kematina,
penyakit tidak menular seperti kardiovaskular, penykiat mental, diabetes, dan
neoplasma ini juga meningkatkan angka DALY.
Pada usia demikian yang masa merupakah usia produktif untuk sekolah dan
bekerja, perlu mendapatkan pelayanan kesehatan yang komprehensif mulai dari
upaya kesehatan masyarakat seperti pemantauan tekanan darah, glukosa darah,
kolesterol, dan faktor risiko PTM lainnya, pelayanan konsultasi psikologis, serta
pelayanan pengobatan guna mencegah disabilitas dan kematian prematur akibat
suatu penyakit. Selain itu, pelayanan kesehatan pada wanita usia subur juga
menjadi kunci karena akan berpengaruh pada kondisi kesehatan anak di masa yang
akan datang.
PENDUDUK USIA 50-69 TAHUN
Sama dengan penduduk usia 15-49 tahun, penduduk usia ini yang sudah menuju
lanjut usia juga dihadapkan dengan penyakit–penyakit dengan DALYs yang tinggi
seperti kardiovaskuler, neoplasma, diabetes, dan PPOK. Selain itu, penyakit infeksi
seperti infeksi pernapasan, tuberkulosis, dan infeksi pada pencernaan juga
ditemukan. Mayoritas penyebab kematian pada kelompok usia ini 40% disebabkan
oleh penyakit kardiovaskuler, 16% disebabkan oleh neoplasma seperti kanker, dan
sekitar 8% disebabkan oleh diabetes serta penyakit sistem pencernaan. Meskipun
hanya sekitar 2%, kematian akibat kecelakaan transportasi juga ditemuan pada
kelompok usia ini. Oleh karena itu, regulasi yang kuat untuk mengontrol pola hidup
perlu ditetapkan oleh pemerintah seperti peraturan pengendalian konsumsi
produk tembakau dan rokok elektronik, makanan dan minuman bergula tinggi dan
sebagainya, upaya skrining untuk pencegahan penyakit serta pengobatan sejak dini
pada kelompok berisiko tidak boleh terhindari agar penyakit tidak berkembang
semakin kompleks.
Page 44 of 102
PENDUDUK USIA 70+ TAHUN
Penyakit tidak menular semakin banyak diderita oleh penduduk lanjut usia
terutama penyakit kardiovaskuler. Berdasarkan data IHME 2018, didapatkan bahwa
43% penyebab kematian penduduk lansia adalah penyakit kardiovaskuler dan
diikuti dengan neoplasma seperti tumor, kista, atau kanker (28). Pada kelompok
usia ini, pelayanan kesehatan yang harus disediakan bukan hanya pelayanan medis
di rumah sakit saja melainkan perlu ada pelayanan long term care, home care atau
home visit. Hal ini dikarenakan keterbatasan mobilisasi si pasien karena kondisi
kesehatan yang semakin menurun. Upaya home care atau long term care menjadi
penting untuk tetap menjaga kualitas hidup penduduk dan mencegah dari
komplikasi atau penyakit lain. Penyediaan pelayanan tersebut juga disertai dengan
tersedianya sarana untuk kreaktivitas fisik, ketersediaan pangan yang sehat dan
bergizi, serta lingkungan rumah yang bersih dan sehat agar tidak memicu
terjangkitnya penyakit atau komplikasi.
Page 45 of 102
No Upaya Kesehatan Pasal
A. Saat sebelum hamil, hamil, melahirkan, dan sesudah melahirkan;
B. Pengaturan kehamilan, alat konstrasepsi, dan kesehatan seksual; dan
C. Kesehatan sistem reproduksi.
6 Keluarga berencana, Pasal 78
7 Kesehatan sekolah Pasal 79
8 Kesehatan olahraga Pasal 80-81
9 Pelayanan kesehatan pada bencana Pasal 82-85
A. Pelayanan kesehatan pada tanggap darurat
B. Pelayanan kesehatan pascabencana
10 Pelayanan darah Pasal 86-92
11 Kesehatan gigi dan mulut Pasal 93-94
A. Pelayanan kesehatan gigi perseorangan, pelayanan
B. Kesehatan gigi masyarakat,
C. Usaha kesehatan gigi sekolah.
121 Penanggulangan gangguan penglihatan dan gangguan pendengaran Pasal 95-96
13 Kesehatan matra Pasal 97
14 Pengamanan dan penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan Pasal 98-108
15 Pengamanan makanan dan minuman Pasal 109-112
16 Pengamanan zat adiktif Pasal 113-116
17 Bedah mayat Pasal 117-125
18 Kesehatan Ibu, bayi, dan anak Pasal 126-135
A. Masa kehamilan
B. Asi eksklusif 6 bulan
C. Imunisasi lengkap
D. Pengasuhan
E. Perlindungan dari diskriminasi dan kekerasan
19 Kesehatan remaja Pasal 136-137
20 Kesehatan lanjut usia dan penyandang cacat Pasal 138-140
21 Gizi untuk seluruh siklus kehidupan sejak dalam kandungan Pasal 141-143
A. Perbaikan pola konsumsi makanan yang sesuai dengan gizi seimbang;
B. Perbaikan perilaku sadar gizi, aktivitas fisik, dan kesehatan;
C. Peningkatan akses dan mutu pelayanan gizi yang sesuai dengan kemajuan ilmu
dan teknologi; dan
D. Peningkatan sistem kewaspadaan pangan dan gizi.
22 Kesehatan jiwa Pasal 144-151
23 Penyakit menular dan tidak menular Pasal 152-161
24 Kesehatan lingkungan Pasal 162-163
25 Kesehatan kerja Pasal 164-166
Lebih lanjut pada Peraturan Presiden No. 72 tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan
Nasional, dijelaskan bahwa upaya kesehatan merupakan pelayanan kesehatan yang
meliputi peningkatan, pencegahan, pengobatan, dan pemulihan baik dengan
pelayanan kesehatan konvensional maupun tradisional, alternatif dan
komplementer melalui pendidikan dan pelatihan yang selalu mengutamakan
keamanan, kualitas, dan bermanfaat. Upaya kesehatan ini diutamakan pada upaya
– upaya yang memiliki daya ungkit besar dalam mencapai tujuan pembangunan
kesehatan khususnya pada kelompok rentan seperti ibu, bayi, anak, penduduk usia
Page 46 of 102
lanjut, dan masyarakat miskin. Pada regulasi ini, upaya kesehatan dibagi atas tiga
tingkatan upaya dan diselenggarakan secara terpadu, berkesinambungan, serta
paripurna dalam satu kesatuan sistem pelayanan rujukan.
Tabel 5. Penjelasan Subsistem Upaya Kesehatan Berdasarkan Perpres No. 72 Tahun 2012
Page 47 of 102
Komponen Upaya Kesehatan Perorangan Upaya Kesehatan Masyarakat
penapisan teknologi dan produk
teknologi yang terkait
Cara • Dilaksanakan di rumah sakit umum, • Pelaksana pelayanan kesehatan
penyelenggaraan rumah sakit khusus setara kelas A masyarakat tersier adalah Dinas
dan B, juga termasuk klinik khusus, Kesehatan Provinsi, unit kerja terkait
seperti pusat radioterapi. di tingkat provinsi, Kementerian
• Pelayanan dilaksanakan oleh dokter Kesehatan, dan unit kerja terkait di
subspesialis atau dokter spesialis tingkat nasional
yang telah mendapatkan
pendidikan khusus atau pelatihan
dan mempunyai izin praktik dan
didukung oleh tenaga kesehatan
lainnya yang diperlukan.
Seluruh pelayanan kesehatan yang sudah disebutkan diatas dapat dibiayai oleh
pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat, swasta, dan sumber lain (15).
Sesuai amanat Pasal 171 ayat 3 UU No. 36 tahun 2009, alokasi pembiayaan yang
bersumber dari pemerintah diprioritaskan untuk pelayanan kesehatan yang
bersifat publik khususnya untuk penduduk miskin, lanjut usia, dan anak terlantar,
dengan besaran sekurang–kurangnya 2/3 dari total anggaran kesehatan.
Sedangkan pelayanan kesehatan perorangan merupakan pelayanan kesehatan
yang bersifat privat. Artinya, pembiayaan pelayanan ini diselenggarakan dengan
skema asuransi sosial, kecuali penduduk miskin dan tidak mampu akan menjadi
tanggung jawab pemerintah (15).
Page 48 of 102
k. Program laboratorium sederhana;
l. Program usaha kesehatan sekolah (UKS);
m. Program usia lanjut (Usila);
n. Program kesehatan kerja;
o. Program kesehatan jiwa;
p. Program kesehatan mata;
q. Program kesehatan olahraga;
r. Sistem pencatatan dan pelaporan terpadu puskesmas (SP2TP).
Kedua, berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 43 Tahun 2019 tentang
Puskesmas, pelayanan kesehatan di puskesmas ditujukan untuk mencapai standar
pelayanan kesehatan minimal kabupaten/ kota, program Indonesia Sehat, serta
kinerja puskesmas pada program JKN.
Tabel 6. Rincian Pelayanan Dasar di Puskesmas
Page 49 of 102
urusan berjalan dengan baik dan terstandar, pemerintah pusat harus menerbitkan
norma, standar, prosedur, dan kriteria (NSPK) yang ditetapkan dalam Peraturan
Pemerintah No. 2 tahun 2018 tentang standar pelayanan minimum (SPM) (26).
Page 50 of 102
Pelayanan Kesehatan Uraian Kegiatan Standar
- Pemberian vitamin K1 bagi yang lahir tidak di fasilitas pelayanan
kesehatan atau belum mendapatkan injeksi vitamin K1.
- Imunisasi Hepatitis B injeksi untuk bayi usia < 24 jam yang lahir
tidak ditolong tenaga kesehatan.
- Penanganan dan rujukan kasus neonatal komplikasi.
d. Pelayanan 1. Pelayanan kesehatan Balita usia 0 -11 bulan:
kesehatan balita; a) Penimbangan minimal 8 kali setahun.
b) Pengukuran panjang/tinggi badan minimal 2 kali /tahun.
c) Pemantauan perkembangan minimal 2 kali/tahun.
d) Pemberian kapsul vitamin A pada usia 6-11 bulan 1 kali setahun.
e) Pemberian imunisasi dasar lengkap.
2. Pelayanan kesehatan Balita usia 12-23 bulan:
a) Penimbangan minimal 8 kali setahun (minimal 4 kali dalam kurun
waktu 6 bulan).
b) Pengukuran panjang/tinggi badan minimal 2 kali/tahun
c) Pemantauan perkembangan minimal 2 kali/ tahun.
d) Pemberian kapsul vitamin A sebanyak 2 kali setahun.
e) Pemberian Imunisasi Lanjutan.
3. Pelayanan kesehatan Balita usia 24-59 bulan:
a) Penimbangan minimal 8 kali setahun (minimal 4 kali dalam kurun
waktu 6 bulan).
b) Pengukuran panjang/tinggi badan minimal 2 kali/tahun.
c) Pemantauan perkembangan minimal 2 kali/ tahun.
d) Pemberian kapsul vitamin A sebanyak 2 kali setahun.
4. Pemantauan perkembangan balita.
5. Pemberian kapsul vitamin A.
6. Pemberian imunisasi dasar lengkap.
7. Pemberian imunisasi lanjutan.
8. Pengukuran berat badan dan panjang/tinggi badan.
9. Edukasi dan informasi.
10. Pelayanan kesehatan balita sakit adalah pelayanan balita menggunakan
pendekatan manajemen terpadu balita sakit (MTBS).
e. Pelayanan 1. skrining kesehatan
kesehatan pada usia a) Penilaian status gizi.
pendidikan dasar; b) Penilaian tanda vital.
c) Penilaian kesehatan gigi dan mulut.
d) Penilaian ketajaman indera.
e) Penilaian kesehatan reproduksi
2. Tindaklanjut hasil skrining kesehatan.
a) Memberikan umpan balik hasil skrining kesehatan
b) Melakukan rujukan jika diperlukan
c) Memberikan penyuluhan kesehatan
f. Pelayanan 1. Edukasi kesehatan termasuk keluarga berencana.
kesehatan pada usia 2. Skrining faktor risiko penyakit menular dan penyakit tidak menular
produktif; a) Pengukuran tinggi badan, berat badan dan lingkar perut.
b) Pengukuran tekanan darah.
c) Pemeriksaan gula darah.
d) Anamnesa perilaku berisiko
g. Pelayanan 1. Edukasi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.
kesehatan pada usia 2. Skrining faktor risiko penyakit menular dan penyakit tidak menular
lanjut; a) Pengukuran tinggi badan, berat badan dan lingkar perut
b) Pengukuran tekanan darah
Page 51 of 102
Pelayanan Kesehatan Uraian Kegiatan Standar
c) Pemeriksaan gula darah
d) Pemeriksaan gangguan mental
e) Pemeriksaan gangguan kognitif
f) Pemeriksaan tingkat kemandirian usia lanjut
g) Anamnesa perilaku berisiko
h. Pelayanan 1. Pengukuran tekanan darah dilakukan minimal satu kali sebulan di fasilitas
kesehatan penderita pelayanan kesehatan
hipertensi; 2. Edukasi perubahan gaya hidup dan/atau kepatuhan minum obat
3. Melakukan rujukan jika diperlukan
i. Pelayanan 1. Pengukuran gula darah dilakukan minimal satu kali sebulan di fasilitas
kesehatan penderita pelayanan kesehatan
diabetes melitus; 2. Edukasi perubahan gaya hidup dan/atau Nutrisi
3. Melakukan rujukan jika diperlukan
j. Pelayanan 1. Pemeriksaan status mental
kesehatan orang 2. Wawancara
dengan gangguan 3. Edukasi kepatuhan minum obat.
jiwa berat; 4. Melakukan rujukan jika diperlukan
k. Pelayanan 1. Pemeriksaan klinis Pelayanan klinis terduga TBC dilakukan minimal 1 kali
kesehatan orang dalam setahun, adalah pemeriksaan gejala dan tanda
terduga tuberkulosis; 2. Pemeriksaan penunjang, adalah pemeriksaan dahak dan/atau
dan bakteriologis dan/atau radiologis
3. Edukasi perilaku berisiko dan pencegahan penularan.
4. Melakukan rujukan jika diperlukan
l. Pelayanan 1. Edukasi perilaku berisiko dan pencegahan penularan kepada kelompok
kesehatan orang berisiko terinfeksi HIV (penderita TBC, IMS, penjaja seks, LSL,
dengan risiko transgender, WBP, dan ibu hamil).
terinfeksi virus yang 2. Skrining dilakukan dengan pemeriksaan Tes Cepat HIV minimal 1 kali
melemahkan daya dalam setahun.
tahan tubuh manusia 3. Melakukan rujukan jika diperlukan.
(Human
Immunodeficiency
Virus).
Page 52 of 102
x. Keluarga sudah menjadi anggota Jaminan Kesehatan Nasional (JKN);
xi. Keluarga mempunyai akses sarana air bersih; dan
xii. Keluarga mempunyai akses atau menggunakan jamban sehat
Pasal 47:
a. Pelayanan kesehatan tingkat pertama meliputi nonspesialistik yang mencakup
- administrasi pelayanan,
- pelayanan promotif dan preventif (penyuluhan perorangan, imunisasi rutin, KB,
skrining riwayat kesehatan dan penapisan, peningkatan kesehatan penderita
penyakit kronis)
- pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis
- tindakan medis nonspesialistik, operatif maupun nonoperatif
- pelayanan obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
- pemeriksaan diagnostik lab tingkat pertama
- rawat inap tingkat pertama sesuai indikasi medis
b. pelayanan kesehatan tingkat lanjut mencakup:
- administrasi pelayanan
- pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis dasar (pada unit gawat darurat)
- pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi spesialistik
- tindakan medis spesialistik, bedah dan nonbedah
- pelayanan obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
- pemeriksaan penunjang diagnostik sesuai indikasi medis
- rehabilitasi medis
- pelayanan darah
- pemulasaran jenazah peserta yang meninggal di fasilitas kesehatan
- pelayanan keluarga berencana (diluar yang telah dibiayai pemerintah pusat)
- perawatan inap nonintensif
- perawatan inap intensif
c. Ambulans darat atau air
Pelayanan Pasal 52:
yang tidak a. Pelayanan yang tidak sesuai dengan ketentuan perundangan
dijamin b. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di fasilitas kesehatan yang tidak bekerja sama
dengan BPJS Kesehatan, kecuali keadaan darurat
Page 53 of 102
Komponen Perpres 82/2018
yang Diatur
c. Pelayanan kesehatan terhadap penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja atau
hubungan kerja yang telah dijamin program jaminan kecelakaan kerja
d. Pelayanan kesehatan yang dijamin oleh program jaminan kecelakaan lalu lintas sampai
nilai yang ditanggung oleh program jaminan kecelakaan lalu lintas
e. Pelayanan yang dilakukan di luar negeri
f. Pelayanan estetik
g. Pelayanan mengatasi infertilitas
h. Pelayanan meratakan gigi atau ortodonsi
i. Gangguan kesehatan akibat ketergantungan obat dan/atau alcohol
j. Gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri sendiri
k. Pengobatan komplementer, alternatif, dan tradisional, yang belum dinyatakan efektif
l. Pengobatan dan tindaka medis sebagai eksperimen
m. Alat dan obat kontrasepsi, kosmetik
n. Perbekalan kesehatan rumah tangga
o. Pelayanan kesehatan akibat bencana
p. Pelayanan kesehatan pada kejadian tak diharapkan yang dapat dicegah
q. Pelayanan kesehatan dalam rangka bakti sosial
r. Pelayanan kesehatan akibat tindak penganiayaan, kekerasan seksual, korban
terorisme, dan tidakan perdagangan
s. Pelayanan kesehatan berkaitan dengan Kementrian Pertahanan, TNI, dan Kepolisian
t. Pelayanan yang tidak ada hubungan dengan manfaat jaminan kesehatan
u. Pelayanan yang sudah ditanggung dalam program lain.
Selain program JKN, terdapat pula program jaminan lain yang memberikan manfaat
dalam pelayanan kesehatan dan beririsan dengan program JKN seperti jaminan
kecelakaan lalu lintas dari PT. Jasa Raharja; jaminan kecelakaan kerja dari BPJS
Ketenagakerjaan, perlindungan penyakit akibat kerja dari BPJS Ketenagakerjaan
dan PT.Taspen diantaranya merujuk pada peraturan perundangan berikut:
a. Perpres No. 107 Tahun 2013 tentang pelayanan kesehatan tertentu berkaitan
dengan kegiatan operasional Kementerian Pertahanan, TNI dan Kepolisian
Negara RI
b. PP No. 70 Tahun 2015 tentang Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian
Bagi ASN
d. PP No. 102 Tahun 2015 tentang Asuransi Sosial Prajurit dan TNI, Anggota
Kepolisian Negara RI dan Pegawai ASN dilingkungan Kementerian Pertahanan
dan Kepolisian Negara RI
Page 54 of 102
f. PMK No. 64 Tahun 2016 tentang Perubahan PMK Nomor 52 Tahun 2016
Tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan Dalam Penyelenggaraan Program
JKN
h. PMK No. 4 Tahun 2019 tentang Standar Teknis Pemenuhan Mutu Pelayanan
Dasar Pada Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan
Dengan masih berlakukan program– program jaminan sosial yang berkaitan dengan
manfaat program JKN serta mengoptimalkan pemanfaatan program agar tidak ada
tumpang tindih pendanaan, Kementrian Keuangan mengeluarkan Peraturan
Menteri Keuangan No. 141-PMK.02-2018 tentang Koordinasi antar penyelenggara
Jaminan dalam Pemberian Manfaat Pelayanan Kesehatan. Dalam peraturan ini
dijelaskan mekanisme koordinasi manfaat (“coordination of benefit” atau COB)
program dan juga manfaat jaminan apa saja yang kemungkinan menjadi
tanggungan oleh BPJS Kesehatan pada jaminan kecelakaan lalu lintas dan jaminan
kecelakaan kerja, yaitu:
Tabel 8.Peran BPJS Kesehatan sebagai Penjamin Pada Dugaan Kasus Kecelakaan Lalu Lintas
BPJS Kesehatan berperan sebagai penjamin kedua jika dalam penjaminan kasus
yang telah ditangani oleh fasilitas kesehatan biaya layanan yang harus dijamin
melebihi nilai plafon nilai manfaat yang dijamin oleh PT Jasa Raharja.
Page 55 of 102
Tabel 9. Peran BPJS Kesehatan sebagai Penjamin Pada Dugaan Kasus Kecelakaan Kerja
Kepesertaan
Dugaan Pekerja
No. Jamkes Jaminan Penjamin
Kecelakaan Kerja Penerima Upah
Kecelakaan Kerja
1 Ya Tidak Ya Tidak BPJS Kesehatan
2 Tidak Ya Ya Ya BPJS Kesehatan
3 Tidak Ya Ya Tidak BPJS Kesehatan
4 Tidak Tidak Ya Ya BPJS Kesehatan
5 Tidak Tidak Ya Tidak BPJS Kesehatan
Kemudian, pada pelayanan kesehatan lain selain pelayanan klinis seperti yang
tertuang dalam SPM dan program nasional, skema pembiayaannya pun harus
dikoordinasikan dan ditetapkan dengan jelas agar hak setiap penduduk akan
kesehatan dapat dijamin dengan sebaik-baiknya. Sesuai dengan Peraturan Presiden
No 72 tahun 2012 serta PP No. 2 tahun 2018 dijelaskan bahwa pelayanan kesehatan
masyarakat menjadi tanggung jawab pemerintah yang mana sumber
pendanaannya dapat berasal dari pajak, pinjaman, atau hibah luar negeri.
Page 56 of 102
BAB IV
KAJIAN KRITERIA PENETAPAN PAKET MANFAAT DASAR JAMINAN
KESEHATAN
Penetapan paket manfaat dasar dilakukan melalui tiga tahap utama yaitu (i)
tinjauan kepustakaan, (ii) analisis utilisasi pelayanan, serta (iii) konsensus para
pihak yang berkepentingan dan ahli. Berdasarkan tinjauan kepustakaan, ada empat
jurnal yang menggambarkan kriteria paket manfaat dasar. Dari empat publikasi
tersebut seluruhnya ada 25 kriteria yang diterapkan di beberapa negara. Dari 25
kriteria ini, delapan kriteria yang paling sering dikemukakan yaitu (i) cost-
effectiveness, (ii) effectiveness, (iii) budget impact, (iv) comprehensive, (v) burden
of disease, (vi) severity of disease, (vii) equity, dan (viii) social values. Tabel 3
merupakan sintesa kriteria paket manfaat berdasarkan beberapa penelitian:
Tabel 10. Daftar Kriteria Penentuan Paket Manfaat beberapa Penelitian
Page 57 of 102
Hayati et al. Youngkong et Lazarevik V et Normand & Weber
Kriteria
(2018) al. (2012) al. (2018) et al. (2009)
18. Social Values ✓ ✓ ✓
19. Access ✓
20. Practice variation ✓
21. Economic impact on
✓
households
22. Scope of Services ✓
23. Service level ✓
24. Access Controls ✓
25. Provider Network ✓
Kata kunci UU 40/ 2004 UU 24/ 2011 PMK 28/ 2014 Perpres 82/ 2019
Page 58 of 102
Kata kunci UU 40/ 2004 UU 24/ 2011 PMK 28/ 2014 Perpres 82/ 2019
• Manfaat tidak
dijamin “Pelayanan
kesehatan yang
dilakukan tanpa
melalui prosedur”
Luas Penjelasan pasal 22 ayat 1, Penjelasan pasal 3, • Ketentuan umum Pasal 46, “pelayanan
pelayanan “luas pelayanan sesuai “Yang dimaksud “…bersifat kesehatan …. Sesuai
sesuai kebutuhan peserta” dengan kebutuhan menyeluruh dengan kebutuhan
kebutuhan/ dasar hidup adalah (komprehensif) medis yang diperlukan.”
luas cakupan kebutuhan esensial berdasarkan
setiap orang agar kebutuhan medis
dapat hidup layak,” yang diperlukan.”
• Manfaat tidak
dijamin “Biaya
pelayanan
kesehatan pada
kejadian tak
diharapkan yang
dapat dicegah
(preventable
adverse events)”
Bukan public Pasal 22 Pasal 46
goods Manfaat jaminan Setiap peserta berhak
kesehatan bersifat memperoleh manfaat
pelayanan perorangan jaminan kesehatan yang
bersifat pelayanan
perorangan
Bukan Manfaat tidak dijamin • Pasal 47 ayat 4,
cakupan “yang telah dijamin “pelayanan kesehatan
program lain oleh program jaminan tidak termasuk
kecelakaan lalu lintas pelayanan keluarga
yang bersifat wajib berencana yang telah
sampai nilai yang dibiayai Pemerintah”
ditanggung oleh • Pasal 52 ayat 1 butir a,
program jaminan “pelayanan kesehatan
kecelakaan lalu lintas;” terhadap penyakit
atau cedera akibat
Kecelakaan Kerja atau
hubungan kerja yang
telah dijamin oleh
program jaminan
Kecelakaan Kerja atau
menjadi tanggungan
Pemberi Kerja;”
• Butir O, “pelayanan
kesehatan akibat
bencana pada masa
tanggap darurat,
kejadian luar
biasa/wabah”
• Butir S, “pelayanan
kesehatan tertentu
yang berkaitan dengan
Kementerian
Pertahanan, Tentara
Nasional Indonesia,
Page 59 of 102
Kata kunci UU 40/ 2004 UU 24/ 2011 PMK 28/ 2014 Perpres 82/ 2019
Page 60 of 102
check-up rutin, adalah contoh-contoh pelayanan atau kejadian yang sudah
dapat diduga sebelumnya (certainty) sehingga tidak tepat jika masuk dalam
manfaat jaminan.
b. Unbearable risk
Kemudian, paket manfaat tersebut di luar kemampuan membayar (ability to
pay) masyarakat. Artinya “financial loss” yang terjadi tidak tertanggungkan
(un-berable) oleh yang bersangkutan dan berpotensi memiskinkan
masyarakat (impoverishment).
Sesuai dengan prinsip asuransi, asuransi akan menjamin risiko kerugian yang
cukup besar sehingga tidak dapat ditanggung oleh peserta (5). Misalnya, orang
tidak perlu membeli polis asuransi untuk melindungi dirinya dari kehilangan
pulpen atau kacamata berharga murah, karena jika pulpen atau kacamatan
tersebut rusak atau bahkan hilang, orang tersebut dapat menggantinya tanpa
menimbulkan kerugian finansial yang besar. Namun, untuk pelayanan medis
yang membutuhkan biaya yang besar seperti operasi jantung, perawatan
penyakit kronis dan sebagainya, banyak orang yang bisa menjadi miskin dan
kehilangan aset yang dimilikinya. Selain itu, penjaminan perawatan/ intervensi
dengan biaya yang rendah dapat membuat pengelenggara asuransi (dalam hal
ini BPJS Kesehatan) tidak efisien karena beban biaya administrasi untuk
pelayanan yang frekuensi utilisasinya tinggi dan berbiaya kecil; secara total
menjadi besar. Oleh karena itu, WHO merekomendasikan untuk mengeluarkan
dari paket manfaat pelayanan-pelayanan yang mudah dibayar melalui skema
out of packet bahkan oleh peserta pada kelompok miskin dan hampir miskin
(29).
Menurut WHO, suatu rumah tangga dapat dikatakan mengalami bencana
finansial atau katastropik ketika harus mengeluarkan biaya kesehatan lebih
besar atau sama dengan 40% dari total belanja rumah tangga setelah dikurangi
belanja esensial 13 (28). Hal ini dapat terjadi akibat tiga faktor utama yaitu
adanya pelayanan kesehatan yang membutuhkan pembayaran secara out-of-
pocket, rendahnya kapasitas finansial keluarga untuk membayar, dan
kurangnya mekanisme prepayment untuk menampung risiko finansial ini.
13
“catastrophic whenever it is greater than or equal to 40% of a household's non-subsistence income, i.e.
income available after basic needs have been met”.
Page 61 of 102
membedakan peserta dari besaran iuran yang dibayarkan. Pelayanan yang
tidak terstandar selain sulit menghitung “financial loss” yang akan terjadi juga
melanggar hak pasien (peserta) untuk mendapat pelayanan yang bermutu.
Paket manfaat yang terstandar merupakan amanat perundang – undangan
dalam penyelenggaraan program jaminan kesehatan nasional. Pada UU No. 40
tahun 2004, pelayanan standar dilihat dari aspek mutu dan juga jenis
pelayanannya sehingga menjamin efektivitas, kepuasan peserta dan
pemerataan pelayanan kesehatan sebagai salah satu outcome kesehatan.
Selain itu, standarisasi manfaat sangat penting untuk mengendalikan
penyalahgunaan pelayanan yang bisa diinisiasi oleh peserta maupun penyedia
pelayanan kesehatan. Hal ini dikarenakan adanya informasi asimetris antara
peserta dan tenaga kesehatan. Peserta sepenuhnya percaya pada pelayanan
yang disarankan oleh tenaga kesehatan karena tidak memahami masalah
medis. Alhasil, kejadian seperti pemulangan dini pasien (bloody discharge) pada
pasien rawat inap kerap terjadi agar pasien berobat kembali (readmisi).
Pemulangan pasien lebih dini dari kebutuhan perawatan juga bisa terjadi akibat
alokasi biaya suatu perawatan sudah habis jika dibandingkan dengan tarif CBGs
yang ditentukan. Kejadian readmisi atau kunjungan ulang juga dapat terjadi
akibat pelayanan pasien yang terfragmentasi (unbundling) terutama pada
pelayanan rawat jalan. Fenomena supply induced demand dapat berdampak
pada kebocoran belanja pelayanan yang harus ditanggung oleh penyelenggara.
Standar pelayanan juga sangat diperlukan untuk program kendali mutu dan
kendali biaya dalam pelaksanaan JKN/BPJS. Standar pelayanan diatur dalam
pedoman pelayanan (PNPK, PPK, dan clinical pathway) di tingkat nasional
maupun fasilitas kesehatan. Standar pelayanan klinis setidaknya terdiri dari
standar penegakkan diagnosis, standar penatalaksanaan kasus, standar terapi,
dan standar monitoring evaluasi.
Penyusunan pedoman harus merujuk pada Pedoman Penyusunan Standar
Pelayanan Kesehatan yang dibuat oleh Kementerian Kesehatan pada tahun
2014 dengan melibatkan peran peneliti dan ahli. Hasil dari diskusi tersebut
kemudian diseleksi oleh tim Penilaian Teknologi Kesehatan (PTK) untuk
memilah berbagai alternatif pelayanan atau tindakan yang ditawarkan, mana
yang sebaiknya dipilih. Selanjutnya, hasil penilaian tim PTK akan ditranslasi
menjadi Pedoman Nasional Pelayanan Kesehatan (PNPK), Pedoman Praktik
Klinis (PPK), Clinical Pathway (CP), dan seterusnya (30).
Dalam penyusunan PNPK, prioritas diberikan pada (1) kasus dengan jumlah
yang banyak, (2) kasus dengan risiko tinggi, dan (3) kasus dengan biaya yang
Page 62 of 102
besar. Selain itu, penyusunan PNPK membutuhkan waktu yang lama karena
melibatkan pakar multidisiplin serta membutuhkan diskusi yang dilaksanakan
berulang kali. PPK disisi lain dapat menjadi dokumen alternatif dalam
penyusunan paket manfaat (30). PPK dapat ditranslasi dari PNPK yang sudah
tersedia, maupun dibuat dari awal. PPK dapat disusun oleh masing-masing RS
ataupun oleh perhimpunan seperti Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit
Dalam Indonesia (PAPDI) atau Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular
Indonesia (PERKI). Dengan adanya PPK, terutama yang dibuat oleh
perhimpunan, banyak tenaga kesehatan yang terbantu dalam menyelesaikan
masalah kesehatan di Indonesia. Penyusunan paket manfaat JKN yang
menggunakan PPK sebagai dokumen dasar dapat menjadi lebih dinamis,
mengingat bahwa PPK jauh lebih sering diperbaharui dibandingkan dengan
PNPK.
d. Efektivitas biaya.
Selain terstandar, pelayanan yang dijamin hendaknya sudah terbukti “cost
effective”, sudah terbukti secara klinis efektivitasnya dan keamanannya serta
memiliki value for money yang sesuai dengan kemampuan pembayaran oleh
BPJS Kesehatan.
Di negara yang memiliki sumber daya tidak terbatas dan pelayanan kesehatan
yang baik, paket manfaat yang terjamin bisa bersifat komprehensif mengikuti
perkembangan medis dan kebutuhan pasien (18). Namun, kondisi finansial yang
terbatas mengharuskan pembatasan atau rasionalisasi pemberian pelayanan
kesehatan melalui beberapa skema. Ini terutama dihadapi oleh negara dengan
pelayanan kesehatan terbatas dan hambatan geografis serta keterbatassn
finansial. Pengobatan yang diberikan kepada pasien secara rasional dapat
membantu membatasi pengeluaran yang tidak perlu sementara tetap
mempertahankan pelayanan yang esensial. Selain itu, pemberian pelayanan
medis yang tidak cost-effective akan mempengaruhi kesuksesan dari program
asuransi sosial (28).
Penetapan apakah suatu tindakan/ intervensi memiliki nilai ekonomi (value for
money) dilakukan melalui proses penilaian teknologi kesehatan (PTK). Kriteria
untuk menentukan nilai ekonomi suatu intervensi merujuk pada maksimalisasi
manfaat kesehatan yang diberikan dengan menggunakan sejumlah nilai uang
atau budget. Cost effectiveness analysis adalah sauatu metode evaluasi
ekonomi yang membandingkan alternatif/pilihan intervensi kesehatan; yaitu
membandingkan besar biaya satuan untuk menghasilkan “satu unit kualitas
hidup” melalui “alternatif-a” dan melalui “alternatif- b”. Selisih biaya tersebut
Page 63 of 102
disebut incremental cost-effectiveness ratio (ICER) (21). Pengukuran kualitas
hidup dilakukan dengan instrument khusus seperti EuroQal EQ5D5L – yaitu
penggunaan skala likert (Likert scale) untuk menilai persepsi responden tentang
beberapa elemen kegiatan hidup sehari-hari (makan, berjalan, mandi, dst).
e. Luas pelayanan sesuai kebutuhan peserta/ luas cakupan.
Luas cakupan pelayanan kesehatan menunjukkan sejauh mana jaminan
pelayanan memenuhi kebutuhan kesehatan peserta (9). Kebutuhan peserta
bisa dilihat dari (i) seringnya atau frekuensi penggunaan pelayanan tertentu
oleh peserta (high frequency), (ii) besar biaya yang harus dikeliuarkan untuk
pelayanan tersebut (high cost), (iii) keparahan atau “severity” yang bisa dilihat
dari indek keparahan atau “severity index” yang dikembangkan oleh klinisi
untuk penyakit tertentu, (iv) apakah pelayanan tersebut bersifat “life saving”
dan (v) apakah pelayanan tersebut sesuai dengan prioritas masalah kesehatan
di tingkat nasional maupun daerah; yang sekarang dilihat dari “burden of
diseases” seperti yang dianalisis oleh Badan Litbang Kemenkes.
f. Bukan public goods.
Pelayanan kesehatan yang bersifat “public goods” sulit dihitung probabilitas
dan financial loss yang diakibatkannya. Disamping itu pelayanan yang bersifat
public goods tidak bisa dibiayai melalui skema tarif dan asuransi. Skrining
massal, immunisasi masal, promosi kesehatan bagi masyarakat luas, vector
control yang berdampak luas di masyarakat, adalah pelayanan yang tergolong
“public goods”. Skema pembiayaanya sudah ditetapkan dalam Perpres-
71/2012, yaitu melalui anggatan pemerintah (APBN dan APBD) atau “tax-based
financing”. Adapun pelayanan kesehatan yang merupakan barang publik
memiliki setidaknya empat kriteria yaitu (3):
i. No marginal cost
Artinya, untuk memproduksi atau mendapatkan satu unit pelayanan
tersebut tidak diperlukan (tidak ada) biaya tambahan (marginal cost).
Mercusuar adalah contoh barang/ jasa yang tidak menimbulkan
“marginal cost” apa setiap ada tambahan satu kapai yang memanfaatkan
jasa mercu suar tersebut. Promosi kesehatan, penyemprotan nyamuk
malaria dan DBD adalah contoh pelayanan kesehatan yang tidak
menimbulkan biaya marginal. Konsumer yang rasional akan mengatakan
“If I didn’t create cost, why do I have to pay”. Maka pada barang atau jasa
pelayanan yang mempunyai sifat “no-marginal cost” sulit diterapkan
mekanisme tarif atau asuransi untuk membiayainya.
Page 64 of 102
ii. Non-excludable
Ada barang dan jasa yang bisa dinikmati orang banyak dan orang tidak
bisa dilarang atau dihambat menggunakannya. Jasa mercu suar atau
promosi kesehatan melalui media massa adalah contoh barang/jasa yang
bersifat “non-exludable”. Maka tanpa membayarpun orang bisa
menikmatinya – dan ini disebut fenomena “free rider”. Implikasinya,
orang enggan dikenakan tarif tertentu untuk menikmati barang/jasa yang
“non-excludable” tersebut. Dengan perkataan lain mekanisme tarif atau
asuransi tidak bisa diberlakukan.
iii. Non-competitiveness
Ada barang/jasa atau pelayanan kesehatan yang “tidak pernah habis”,
seperti contoh-contoh diatas. Oleh sebab itu tidak terjadi persaingan
untuk mendapatkan barang/jasa pelayanan tersebut. Sifat inipun
menyebabkan orang merasa tidak perlu mengeluarkan biaya ekstra
(seperti dalam persaingan mendapatkan barang/jasa yang bisa habis
(beras, sepatu, dll).
Page 65 of 102
Dengan karakteristik barang/jasa publik (public goods) seperti disampaikan
diatas, maka industri swasta umumnya enggan untuk memproduksi atau
menyediakan pelayanan tersebut karena rendahnya kemungkinan
menetapkan tarif terhadap penggunanya. Oleh karena itu, pemerintah
harus hadir menjamin pelayanan kesehatan yang bersifat publik ini tetap
tersedia. Alasan utamanya adalah karena pelayanan tersebut memberi
manfaat besar (eksternalitas) bagi masyarakat umum.
g. Bukan cakupan program lain. Paket manfaat yang dijamin merupakan
pelayanan kesehatan perorangan yang bukan menjadi manfaat program
pemerintah lainnya sehingga tidak terjadi double funding.
h. Bukan alat bantu kesehatan. Alat kesehatan yang dijamin adalah alat
kesehatan yang bermanfaat dalam rangka penyembuhan penyakit peserta serta
tidak terjangkau secara finansial; dan bukan alat bantu. Alat bantu pada
umumnya bersifat “one-time cost” sehingga memiliki kepastian tinggi
(certainty).
Tabel 12. Ringkasan Definisi Kriteria Penentuan Paket Manfaat Dasar
Page 66 of 102
e. pelayanan tersebut sesuai dengan prioritas
masalah kesehatan di tingkat nasional
maupun daerah; yang sekarang dilihat dari
“burden of diseases”
6 Bukan public Bukan pelayanan yang bersifat publik atau upaya - Telahaan sifat
goods kesehatan masyarakat dengan ciri-ciri: tidak ada pelayanan (private
marginal cost, non- excludable, non- goods)
competitiveness, eksternalitas tinggi,
diselenggarakan dengan mobilisasi tatanan
birokrasi dan tatanan sosial dengan pembiayaan
bersumber dari pemerintah
7 Bukan pelayanan Bukan pelayanan yang telah didanai dengan Pelayanan perorangan yang
didanai dengan skema pembiayaan lain seperti program Jasa belum ada sumber
program lain Raharja atau Lembaga donor. pembiayaan yang menjamin
pelayanan tersebut
8 Bukan alat bantu Pelayanan kesehatan yang dibutuhkan bukan
kesehatan merupakan alat bantu kesehatan (kacamata,
prothesa gigi, alat bantu dengar, dsb) yang sudah
jelas dibutuhkan dan terjangkau
Tuntas di FKTP; biaya Dijamin dalam JKN Positive list dengan Tetap dalam jaminan JKN;
dalam kapitasi (hanya di FKTP) restriksi tuntas ditangani di FKTP
Tuntas di FKTP, biaya non Dijamin dalam JKN Positive list dengan Tetap dalam jaminan JKN;
kapitasi RJTP & RITP (hanya di FKTP) restriksi tuntas ditangani di FKTP
positive list Dijamin dalam JKN Positive list dengan Tetap dalam jaminan JKN
(FKRTL & FKTP) restriksi
Negative list pada program tidak dijamin dalam JKN Negative list Tanggungan dalam Program
kemkes (gizi, antrax, dsb) Kemkes
dan wabah/KLB (kecuali
HIV, TB, dan Cholera)
PMS Dijamin dalam JKN Positive list dengan Tetap dalam jaminan JKN
(FKRTL & FKTP) dengan restriksi
pengaturan
Page 67 of 102
Negative list pada KLB Dijamin dalam JKN Positive list dengan Kasus KLB menjadi jaminan
(FKRTL & FKTP) dengan restriksi Program Kemkes terkait
pengaturan
Negative list pada KLB; Dijamin dalam JKN Positive list dengan Kasus KLB menjadi jaminan
Tuntas di FKTP, biaya non (hanya FKTP) dengan restriksi Program Kemkes terkait; Non-
kapitasi RJTP & RITP pengaturan KLB tetap dalam jaminan JKN,
tuntas ditangani di FKTP
Negative list pada PAK/KK Dijamin dalam JKN Positive list dengan Kasus PAK/KK menjadi jaminan
(FKRTL & FKTP) dengan restriksi JKK termasuk alat bantu; Non-
pengaturan PAK/KK dalam jaminan JKN,
tidak termasuk alat bantu
4.2. Aplikasi Kriteria Paket Manfaat pada Pelayanan Jaminan Kesehatan Saat Ini,
International Classification of Disease 10 (ICD 10), dan ICD 9 CM
Dalam rangka mencermati kembali paket manfaat yang dijamin oleh BPJS
Kesehatan, delapan kriteria yang dijelaskan dimuka diaplikasikan dalam daftar ICD-
9 CM dan ICD-10 oleh beberapa stakeholders. Kemudian didapatkan daftar
diagnosis yang bisa dijamin (positive list) dan tidak dijamin (negative list). Untuk
diagnosis yang dikategorikan pada positive list, dimungkinkan untuk dijamin
sepenuhnya dan juga dijamin dengan restriksi atau pembatasan.
a. Uncertainty of loss
Pelayanan yang masuk dalam kategori ini adalah pelayanan yang membutuhkan
biaya medis yang besar, kejadiannya tidak terprediksi, serta dapat memiskinkan
peserta yang sakit. Namun, risiko finansial ini harus tetap dapat diperkirakan
probabilitas kejadiannya sehingga penjamin dapat menghitung risiko finansial yang
mungkin akan terjadi.
Derajat ketidak pastian tersebut dapat dilihat dari frekuensi utilisasi (utilization
rate) oleh peserta selama ini. Utilization rate yang rendah (jarang) ketidak
pastiannya lebih rendah dari pada utilization rate yang tinggi. Perlu
dipertimbangkan bahwa pelayanan rawat inap di rumah sakit serta pelayanan
Page 68 of 102
rawat jalan tingkat lanjut dengan frekuensi atau pelayanan dengan unit klaim yang
besar perlu dijamin agar tidak membuat peserta masuk ke jurang kemiskinan.
Berikut adalah contoh daftar pelayanan rawat jalan berdasarkan CBGs dengan biaya
besar:
Tabel 14. Daftar Klaim Rawat Jalan dengan Biaya per Tahun per Peserta diatas ATP
Kode INA Nama INA CBG kunjungan peserta klaim RJTL 2018 UR Unit klaim biaya per
CBG RJTL 2018 RJTL 2018 2018 tahun per
2018 peserta
N-3-15-0 PROSEDUR DIALISIS 4,837,737 86,339 4,205,962,496,000 56.03 869,407.02 48,714,514.83
C-3-10-0 KONSULTASI ATAU 423,062 20,763 485,608,732,100 20.38 1,147,842.95 23,388,177.63
PEMERIKSAAN LAIN-LAIN
H-2-36-0 PENYAKIT AKUT KECIL LAIN- 328,801 250,667 2,185,974,471,500 1.31 6,648,320.63 8,720,631.24
LAIN
C-3-13-0 GASTROINTESTINAL AKUT 134,988 26,154 211,217,683,100 5.16 1,564,714.52 8,075,922.73
N-2-21-0 BRONKIAL AKUT 30,070 17,875 132,009,784,000 1.68 4,390,082.61 7,385,162.74
D-3-10-0 PROSEDUR KECIL PADA 115,212 23,134 144,781,698,900 4.98 1,256,654.68 6,258,394.52
KULIT
H-2-35-0 PROSEDUR LAIN-LAIN PADA 21,244 10,726 42,175,788,000 1.98 1,985,303.52 3,932,107.78
GASTROINTESTINAL
C-3-18-0 PROSEDUR SEDANG PADA 17,566 2,832 11,057,944,700 6.20 629,508.41 3,904,641.49
MATA
Z-3-16-0 KONTAK PELAYANAN 87,070 82,593 217,469,369,000 1.05 2,497,638.33 2,633,024.22
KESEHATAN LAIN-LAIN
Z-3-17-0 KEMOTERAPI PADA TUMOR 22,259 15,511 36,654,186,700 1.44 1,646,713.09 2,363,109.19
PAYUDARA ATAU OVARIUM
C-3-23-0 RONGENT (PLAIN FILM) 27,694 7,569 13,307,623,300 3.66 480,523.70 1,758,174.57
Pelayanan dengan utilization rate atau unit klaim yang besar perlu ditelaah dan
diatur lebih lanjut agar dapat tetap terkendali dan menjamin kesinambungan
keuangan BPJS Kesehatan.
b. Unbearable risk
Merujuk pada perhitungan ATP Susenas 2018 yang dilakukan oleh Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan, rata–rata
pengeluaran non-esensial diatas median adalah Rp 1.752.898,00. Jika
pengeluaran non-esensial ini dijadikan sebagai nilai potong dalam menentukan
apakah belanja kesehatan rumah tangga tergolong terjangkau atau tidak dan
kemudian diaplikasikan pada klaim terbanyak BPJS Kesehatan 2018, maka
terdapat sejumlah klaim rawat jalan masih bisa ditanggung oleh peserta,
Contohnya adalah perawatan luka, prosedur ultrasound ginekologik, dan
penyakit kronis kecil lain – lain. Pada kunjungan rawat jalan penyakit kronis kecil
lain – lain, rata – rata pemanfaatan per peserta adalah 3-4 kali dengan unit klaim
sebesar Rp 209.446,59 maka biaya yang dikeluarkan oleh peserta untuk
mengakses pelayanan kesehatan ini dalam setahun adalah sekitar Rp 700.000-
Page 69 of 102
840.000. kemudian untuk pelayanan prosedur USG dengan utilization rate 1-2
kali, peserta mengeluarkan sekitar Rp 348.101,03 dalam satu tahun. Sedangkan
pada perawatan luka, dengan rata – rata pemanfaatan 1-2 kali per tahun dan
unit klaim adalah sebesar Rp 309.768,00 maka peserta mengeluarkan sekitar Rp
553.747,05. Hal ini menunjukkan bahwa ada pelayanan – pelayanan yang masih
dapat dapat dijangkau.
c. Standarisasi klinis
Penyusunan standarisasi klinis dilakukan oleh para ahli, peneliti, profesi, serta
pemerintah. Hal ini dimaksud agar standarisasi pelayanan dapat
terimplementasi dengan baik dan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan.
Menurut informasi dari Kementrian Kesehatan, sampai saat ini telah dibuat
kurang lebih 41 PNPK, serta puluhan PPK yang susun oleh rumah sakit dan
perhimpunan. Namun, tantangan terbesar adalah melakukan pembaharuan
PNPK serta menyusun PNPK baru yang disesuaikan dengan kondisi epidemiologi
penyakit di Indonesia dan perkembangan hasil penelitian. Berikut adalah rincian
PNPK serta tahun pembaharuan terakhir pada tabel 12 dan PPK disertai tahun
pembaharuan dan organisasi penyusun pada Tabel 14:
Tabel 15. Daftar PNPK Berdasarkan Tahun Pembaharuan Terakhir
Page 70 of 102
No. Daftar PNPK Terakhir Diperbaharui
Kelompok Anestesi
13. PNPK Anestesiologi dan Terapi Intensif 2015
Kelompok Obgyn
14. PNPK Pertumbuhan Janin Terhambat 2016
15. PNPK Perdarahan Pasca Salin 2016
16. PNPK Ketuban Pecah Dini 2016
17. PNPK Preeklamsia 2016
18. PNPK Keganasan Ginekologi 2018
Kelompok Onkologi
19. PNPK Kanker Kolorektal 2018
20. PNPK Kanker Prostat 2018
21. PNPK Kanker Serviks 2018
22. PNPK Kanker Payudara 2018
23. PNPK Osteosarkoma 2019
Kelompok Onkologi
24. PNPK Kanker Kolorektal 2018
25. PNPK Kanker Prostat 2018
26. PNPK Kanker Serviks 2018
27. PNPK Kanker Payudara 2018
28. PNPK Osteosarkoma 2019
Tabel 16. Daftar PPK yang Telah Disusun Oleh Organisasi Profesi
Page 71 of 102
No. Daftar PPK Organisasi Penyusun Terakhir
Diperbaharui
13. PPK Neurologi Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf 2016
(PERDOSSI)
14. PPK Bagi Dokter Spesialis Kulit Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit 2017
dan Kelamin di Indonesia dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI)
15. PPK Keterampilan Klinis Ikatan Dokter Indonesia (IDI) 2017
Masih banyak pelayanan kesehatan yang perlu dirumuskan standarnya dan ini
akan memakan waktu cukup lama. Oleh sebab itu disarankan agar standar yang
ada (PNPK dadn PPK) yang sudah disusun ditelaah oleh para akhli bersangkutan.
Hasilnya kemudian ditetapkan melalui sebuah peraturan sebagai standar
pelayanan yang berlaku. Ini penting agar penyelengaraan JKN sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangan, bahwa pelayanan yang dijamin oleh JKN
adalah pelayanan yang sudah memiliki standar. Bisa saja standar tersebut
belum sempurna atau perlu diisesuaikan dengan perkembangan ilmu dan
teknologi kedokteran. Oleh sebab itu ketentuan tentang standar pelayanan
tersebut perlu membuka peluang penyempurnaan; sehingga standar yang
ditetapkan tersebut adalah semacam “living document” yang terbuka untuk
perbaikan.
d. Pelayanan cost-effective
Page 72 of 102
PTK yang ditetapkan melalui peraturan Menteri Kesehatan. Proses PTK
memerlukan waktu relatif lama, biaya yang tidak sedikit, dan sumber data yang
cukup untuk melakukan satu penelitian penilaian teknologi kesehatan. Oleh
sebab itu belum banyak kajian PTK yang dilakukan dibandingkan sekian
banyaknya pilihan-pilihan yang tersedia.
Salah satu solusi adalah menggunakan hasil PTK di luar negeri yang sudah
terbukti validitasnya; misalnya sudah dipublikasikan di jurnal internasional
terakrediasi dan sudah diadopsi oleh beberapa negara. Tim PTK menetapkan
kajian PTK misalnya untuk pelayanan berbiaya tinggi dan sering dilakukan (high
cost, high frequency). Kemudian mencari hasil PTK (HTA) yang sudah
dipublikasikan. Hasil kajian luar negeri tersebut kemudian di telaah oleh para
ahli Indonesia dibidang bersangkutan. Endorsement para ahli tersebut
dipergunakan sebagai dasar regulasi menetapkan pelayanan terpilih tersebut.
e. Luas cakupan
Page 73 of 102
Proporsi Belanja JKN Berdasarkan Skema Pembayaran
2014-2018
100
80
40
20 8.6 10.2 10 10 10
17.6 16.9 18.7 18.7 18.7
0
2014 2015 2016 2017 2018
Jika ditelaah lebih dalam, sekitar 70% belanja kesehatan program JKN
disebabkan besarnya pemanfaatan pelayanan pada fasilitas kesehatan rujukan
khususnya pada grup CBGs:
a. Q (Ambulatory Groups-Episodic),
b. O (Deleiveries Groups)
c. N (Nephro-urinary System Groups),
d. H (Eye and Adnexa Groups),
e. A (Infectious & parasitic diseases Groups)
f. P (Newborns & Neonates Groups)
g. K (Digestive system Groups)
h. L (Skin, subcutaneous tissue & breast Groups)
i. Z (Factors influencing health status & other contacts with health services
Groups)
j. M (Musculoskeletal system & connective tissue Groups)
k. E (Endocrine system, nutrition & metabolism Groups)
l. U (Ear, nose, mouth & throat Groups)
m. C (Myeloproliferative system & neoplasms Groups)
Pada tabel 17. dapat dilihat bahwa kode CBGs tertinggi adalah Q-5-44-O
(penyakit kronis lain-lain) dengan peningkatan klaim sekitar Rp 5 triliun dari
tahun 2014 sampai 2018 dengan lonjakan kasus sebesar 31 juta kunjungan.
Kemudian pelayanan persalinan sesar dengan tingkat keparahan ringan juga
terus melonjak yang pada tahun 2014 total klaimnya sebesar Rp 1,3 triliun
menjadi sekitar Rp 4 triliun pada 2018 dengan total kasus sebesar 736.307 atau
meningkat sekitar 500.000 kasus dari tahun 2014.
Page 74 of 102
Tabel 17. Pelayanan Kesehatan di Fasilitas Rujukan 20 Terbanyak Berdasarkan Total Klaim (Miliar rupiah)
Tren pemanfaat pelayanan kesehatan juga bisa ditelaah menurut diagnosis yang
sering muncul pada data utilisasi pelayanan kesehatan. Untuk pelayanan rawat
jalan, ada 12 juta kasus ISPA yang ditangani di FKTP pada tahun 2018, batuk (9,8
juta kasus 2018), dan faringitis akut (2,6 juta kasus di 2018). Selain itu, kasus
Page 75 of 102
hipertensi, gangguan sistem pencernaan, serta sakit kepala juga masuk menjadi 10
diagnosis terbanyak pada pelayanan rawat jalan di FKTP.
Tabel 18. Diagnosis Primer Terbanyak pada Pelayanan Rawat Jalan di FKTP pada Program JKN 2014-2018
J069 Acute upper respiratory infection, 2,111,004 5,977,228 9,419,246 12,846,006 12,446,568
unspecified
J00 Acute nasopharyngitis [common cold] 2,102,644 5,123,600 7,673,402 9,840,079 9,825,478
I10 Essential (primary) hypertension 1,351,377 3,172,795 6,178,341 7,939,663 8,659,856
K30 Dyspepsia 679,514 1,929,163 3,706,543 4,959,077 5,683,350
M791 Myalgia 1,124,973 2,715,465 3,914,329 5,167,085 5,361,519
R51 Headache 610,487 1,654,273 2,697,375 3,654,342 3,921,237
R509 Fever, unspecified 409,282 1,370,188 2,961,192 3,826,456 3,687,576
K297 Gastritis, unspecified 830,500 1,973,509 2,803,911 3,679,841 3,450,327
A09 Diarrhoea and gastroenteritis of 449,866 1,273,113 2,322,757 2,942,905 3,185,549
presumed infectious origin
J029 Acute pharyngitis, unspecified 496,544 1,424,653 2,320,646 3,127,070 2,617,159
Sumber: BPJS Kesehatan (diolah Kembali)
Berbeda dengan pelayanan kesehatan di FKTP, pada pelayanan rawat jalan di FKRTL
diagnosis primer terbanyak adalah Z098 yaitu follow up examination after other
treatment sebanyak lebih dari 39 juta kujungan dengan rata – rata setiap peserta
mendapatkan pelayanan ini sebanyak 3-4 kali setiap tahun. Kemudian diikuti
dengan terapi fisik Z501 dengan rata – rata utiliasasi 10-11 kali per tahun per
peserta dan dialysis (Z491) sebanyak 2,7 juta kasus pada tahun 2018. Rata – rata
peserta mendapatkan pelayanan dialysis ini 51-52 kali per tahun atau sekitar 4-5
kali per bulannya, seperti disampaikan pada tabel dibawah ini:
Tabel 19. Diagnosis Primer Pelayanan Rawat Jalan Tingkat Lanjut pada Program JKN tahun 2014-2018
Page 76 of 102
ICD Nama diagnosis Kunjungan RJTL
X 2014 2015 2016 2017 2018
Z480 Attention to surgical dressings and 272,103 442,526 556,650 672,555 716,246
sutures
Z992 Dependence on renal dialysis 150,421 309,994 447,478 549,478 680,147
Untuk pelayanan rawat inap tingkat lanjut, diagnosis primer tertinggi adalah
demam tipoid (373 ribu di tahun 2018), gastroenteritis (A099) dengan kasus sekitar
300.000. Diagnosis ini muncul sebagai 10 diagnosis primer tertinggi pada tahun
2017-2018.
Kemudian ada diagnosis pada pada kasus yang dirawat di FKRTL yang sama dengan
perawatan di FKTP. Misalnya gastroenteritis dan dyspepsia atau kasus rujukan
seperti demam berdarah atau pneumonia. Hal seperti ini yang perlu ditelaah dalam
menentukan paket manfaat pelayanan yang dijamin dalam program JKN.
Tabel 20. Diagnosis Primer Pelayanan Rawat Inap Tingkat Lanjut pada Program JKN tahun 2014-2018
Namun, menurut pasal 48 Perpres No. 82 tahun 2018; upaya promotif dan
preventif seperti imunisasi rutin, pelayanan keluarga berencana, dan skrining
kesehatan, serta kunjungan rumah pada kinerja kapitasi merupakan pelayanan
Page 77 of 102
yang beririsan dengan pelayanan kesehatan masyarakat. Imunisasi rutin
merupakan program wajib nasional dengan tujuan mencegah terjadinya
penyakit infeksi terutama pada anak–anak. Meskipun ada marginal cost yang
terjadi dan dan juga persaingan untuk mendapatkan imunisasi, namun program
ini memberikan eksternalitas positif yang tinggi. Begitu juga kegiatan kunjungan
sehat ke rumah yang menjadi penilaian kinerja kapitasi FKTP. Program ini juga
ada pada skema program pemerintah pusat dengan nama kunjungan rumah
PIS-PK (Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga).
Dalam konsep sifat ekonomi suatu komoditas (barang dan jasa) ada yang
disebut “pure public goods” seperti disampaikan dimuka; ada pula yang disebut
“merit goods” atau “semi public goods”. “Merit goods” adalah barang atau jasa
yang mempunyai sifat seperti “private goods” (ada marginal cost, excludable
dan competitive), akan tetapi memilki eksternalitas yang tinggi. Dalam
pelayanan kesehatan, yang termasuk “merit goods” misalnya adalah
immunisasi, pengobatan tuberkulosis, malaria, penyakit menular seksual, dll.
Beberapa negara mengambil kebijakan untuk membiayai seluruh kegiatan
program untuk penyakit-penyakit tersebut, termasuk kegiatan promosi
kesehatan, pencegahan, skrining, dan pengobatannya.
Sebagai contoh, dalam program malaria ada sederetan kegiatan standar yang
perlu dilakukan; yaitu (i) surveilans epidemiologi malaria, (ii) KIE (komunikasi
informasi dan edukasi, (iii) pengobatan kasus di FKTP dan FKRL, (iv) pembasmian
nyamuk/sarang nyamuk melalui outdoor spraying dan indoor residual spraying
(IRS), (v) pembasmian breeding places, dan (vi) pembagian kelambu yang sudah
diberi permetrin (KMK No. 293 tahun 2009 tentang Eliminasi Malaria di
Indonesia). Sebagian besar kegiatan tersebut bersifat “public goods”, kecuali
kegiatan pengobatan di FKTP dan FKRL. Dengan demikian pembiayaan program
malaria adalah melalui skema “mix financing system”, ada yang dibiayai melalui
JKN dan ada yang melalui APBN/APBD.
Page 78 of 102
pencegahan. Seperti terlihat dalam tabel 20, jenis pelayanan untuk program
TBC juga beragam; ada yang bersifat public goods (sebagian besar) dan ada yang
bersifat private goods. Oleh karena itu pembiayaan program TBC juga bersifat
campuran, yaitu pembiayaan dari sumber APBN/APBD dan pembiyaan dari
program KN. Dalam hal ini, pelayanan yang dimasukkan dalam jaminan JKN
adalah (i) penanganan penyakit penyerta TB; dan penerapan pencegahan dan
pengendalian infeksi TB di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, (ii) Penemuan kasus
TB secara pasif yang dilakukan melalui pemeriksaan pasien yang datang ke
Fasilitas Pelayanan Kesehatan. (iii) kegiatan tata laksana kasus untuk memutus
mata rantai penularan dan/atau pengobatan pasien; (iv) pengobatan dan
penanganan efek samping di Fasilitas Pelayanan Kesehatan; (v) pengawasan
kepatuhan menelan obat, dan (vi) pemantauan kemajuan pengobatan dan hasil
pengobatan; dan/atau pelacakan kasus mangkir.
Tabel 21. Penanggulangan Tuberkulosis (Permenkes 67 Tahun 2016)
Page 79 of 102
Jenis Kegiatan Uraian Jenis Barang/
Jasa
ii. Penemuan kasus TB secara pasif dilakukan melalui pemeriksaan pasien yang datang
ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
iii. Penemuan kasus TB ditentukan setelah dilakukan penegakan diagnosis, penetapan
klasifikasi dan tipe pasien TB
iv. Penanganan kasus dalam Penanggulangan TB dilakukan melalui kegiatan tata
laksana kasus untuk memutus mata rantai penularan dan/atau pengobatan pasien.
v. Tata laksana kasus menurut PNPK terdiri atas:
a. pengobatan dan penanganan efek samping di Fasilitas Pelayanan Kesehatan;
b. pengawasan kepatuhan menelan obat;
c. pemantauan kemajuan pengobatan dan hasil pengobatan; dan/atau
d. pelacakan kasus mangkir
Pemberian Pemberian kekebalan dalam rangka Penanggulangan TB dilakukan melalui imunisasi Public goods
kekebalan BCG terhadap bayi untuk mengurangi risiko tingkat keparahan TB atau private
goods (*)
Pemberian Pemberian obat pencegahan dilakukan kepada: Private goods
obat a. anak usia di bawah 5 (lima) tahun yang kontak erat dengan pasien TB aktif;
pencegahan b. orang dengan HIV dan AIDS (ODHA) yang tidak terdiagnosa TB; atau
c. populasi tertentu lainnya.
*= bergantung pada tempat dimana pelayanan kesehatan diberikan
Analisis seperti diatas (contoh untuk malaria dan TBC) perlu dilakukan terhadap
semua penyakit, baik penyakit menular (PM) dan penyakit tidak menular (PTM).
Umumnya untuk berbagai macam penyakit sudah ada pedoman bakunya dan
diatur dalam regulasi resmi. Dalam lampiran naskah akademik ini disampaikan
table-tabel tentang pedoman penangan beberapa penyakit lain, seperti KIA/KB,
HIV/AIDS. Intinya adalah bahwa semua penyakit/gangguan kesehatan
memerlukan intervensi komprehensif baik UKM maupun UKP dan oleh
karenanya memerlukan system pendanaan campuran antara APBN/APBD dan
JKN.
Page 80 of 102
Ada dua opsi skema pembiayaan untuk penyakit-penyakit tersebut. Skema
pertama, dilakukan pemilahan intervensi atau kegiatan seperti disampaikan
dimuka, kemudian ditetakan bahwa yang masuk dalam JKN adalah kegiatan
atau pelayanan yang bersifat private goods, sedangkan kegiatan lain didanai
melalui APBN/APBD (sesuai dengan ketentuan Perpres No. 72 tahun 2012).
Page 81 of 102
manfaat jaminan ini dengan prinsip asuransi yaitu prinsip uncertainty of loss dan
unbearable risk, maka alat bantu kesehatan dengan tarif dibawah ATP (Rp
1.752.898) maka alat bantu kesehatan ini termasuk manfaat yang masih
terjangkau dengan kemampuan membayar peserta dan tidak memberikan
kerugian finansial yang tidak pasti karena penggunaan manfaat tersebut dapat
direncanakan.
Status Penjaminan
Chapter Deskripsi (+) (+) list dengan
NA (-) list Total
list restriksi
Missing 24 0 0 0 24
I Certain infectious and parasitic 618 64 235 917
diseases
II Neoplasms 0 890 0 890
III Diseases of the blood and blood- 14 180 0 194
forming organs and certain disorders
involving the immune mechanism
IV Endocrine, nutritional and metabolic 241 55 116 412
diseases
V Mental and behavioural disorders 303 8 156 467
VI Diseases of the nervous system 389 0 0 389
VII Diseases of the eye and adnexa 264 44 0 308
VIII Diseases of the ear and mastoid 86 26 23 135
process
IX Diseases of the circulatory system 32 423 2 457
X Diseases of the respiratory system 231 11 40 282
XI Diseases of the digestive system 361 113 17 491
XII Diseases of the skin and subcutaneous 309 16 75 400
tissue
XIII Diseases of the musculoskeletal system 3944 536 30 4510
and connective tissue
XIV Diseases of the genitourinary system 487 1 19 507
XV Pregnancy, childbirth and the 0 488 13 501
puerperium
Page 82 of 102
Status Penjaminan
Chapter Deskripsi (+) (+) list dengan
NA (-) list Total
list restriksi
XVI Certain conditions originating in the 0 383 4 387
perinatal period
XVII Congenital malformations, deformations 567 0 144 711
and chromosomal abnormalities
XVIII Symptoms, signs and abnormal clinical 301 88 7 396
and laboratory findings, not elsewhere
classified
XIX Injury, poisoning and certain other 20 1327 408 1755
consequences of external causes
XX External causes of morbidity and mortality 0 1401 2291 3692
XXI Factors influencing health status and 101 94 516 711
contact with health services
XXII Codes for special purposes 11 0 2 13
Grand Total 24 8279 6148 4098 18549
Secara umum, jika daftar negatif diagnosis disimulasikan pada total klaim pelayanan
JKN tahun 2019 maka diperkirakan ada penghematan sebesar Rp 771,286,826,800
dari pelayanan rawat jalan dan Rp 807,752,073,419 dari pelayanan rawat inap.
Penghematan dari perspektif BPJS Kesehatan ini dapat menjadi biaya baru yang
harus dialokasikan pada APBN/ APBD atau belanja individu dari out of pocket. Oleh
karena itu, analisis dampak biaya dari perspektif BPJS Kesehatan, APBN/ APBD,
serta dampak cost-sharing harus dilakukan lebih lanjut agar dapat diketahui
besarnya biaya yang sebenarnya dibutuhkan untuk mendanai pelayanan kesehatan
dari berbagai sumber pembiayaan.
Daftar positif dan negatif diagnosis diatas juga masih memiliki keterbatasan. Hal ini
dikarenakan, pertama, pemilahan diagnosis berdasarkan ability to pay (ATP) dari
hasil penelitian Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes)
belum sempurna dilakukan. Hal ini dikarenakan belum memisahkan ATP pada
peserta yang telah memilih kelas perawatan 1, 2, atau 3. Kedua, penentuan daftar
diagnosis positif dan negatif merujuk pada ketersediaan 40 PNPK tetapi belum
menelaah PPK yang telah disusun seluruh rumah sakit. Ketiga, penelitian penilaian
teknologi kesehatan yang masih terbatas sehingga daftar diagnosis positif dan
negatif dapat berkembang dan diperbaharui sewaktu – waktu.
Page 83 of 102
BAB V
LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN YURIDIS
Pada UU No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan, telah disebutkan pelayanan – pelayanan
kesehatan yang diatur dalam sistem kesehatan nasional yang harus disediakan oleh
pemerintah langsung ataupun melibatkan sektor swasta. Pada pasal 170 UU No. 36 tahun
2009 juga dijelaskan bahwa pembiayaan pelayanan kesehatan tidak seluruhkan bersumber
dari dana pemerintah melainkan juga bersumber dari masyarakat dan swasta termasuk
jaminan sosial dan asuransi komersil. Lebih lanjut ditetapkan bahwa pelayanan kesehatan
yang ditanggung oleh pemerintah adalah pelayanan kesehatan yang bersifat barang publik
dan memberikan eksternalitas yang besar. Pemerintah pusat dalam hal ini melimpahkan
urusan pemerintahan wajib bidang kesehatan kepada pemerintah daerah untuk dapat
memenuhi kebutuhan akan pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan penduduk di masing –
masing daerah. Pelimpahan ini sesuai dengan asas desentralisasi sehingga pemerintah
pusat menetapkan standar pelayanan minimal PP No. 2 tahun 2018 yang sesuai dengan
pelayanan kesehatan dasar.
Page 84 of 102
kebutuhan medis. Dalam penyelenggaraannya, program jaminan kesehatan harus
berlandaskan pada prinsip asuransi sosial dan ekuitas.
Pada prinsip asuransi sosial, pendefinisian paket manfaat adalah tahap yang penting.
Pemerintah dan penyelenggara harus menentukan paket manfaat yang memiliki risiko
finansial yang tinggi bagi peserta (unbearable risk) serta risiko ini dapat dikalkulasikan
dengan perhitungan aktuaria sehingga lembaga penyelenggara (dalam hal ini BPJS
Kesehatan) dapat mengetahui pelayanan kesehatan mana saja yang harus dibiayai sesuai
amanat Perpres 82 tahun 2018 pasal 1,
“Jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan
kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada
setiap orang yang telah membayar Iuran Jaminan Kesehatan atau Iuran Jaminan Kesehatannya
dibayar oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah.”
Page 85 of 102
Dari penjelasan diatas, terlihat jelas bahwa gotong-royong antar peserta dalam membantu
menyelamatkan risiko finansial peserta yang membutuhkan pelayanan medis adalah hal
yang mutlak terutama pada peserta yang mampu secara tidak langsung akan membantu
mensubsidi peserta yang tidak mampu dalam mengakses pelayanan medis yang selama ini
sulit untuk didapatkan (38).
Kemudian, pelaksanaan program jaminan kesehatan ini juga berlandaskan pada prinsip
ekuitas. Artinya, pemerataan dan keadilan pelayanan kesehatan untuk seluruh peserta
harus terwujud meskipun kontribusi antara peserta yang mampu dan tidak mampu
berbeda. Perbedaan kontribusi dalam asuransi sosial bukan berarti menunjukkan
ketidakadilan melainkan mendorong solidaritas sosial antar peserta.
Untuk dapat menjamin hal tersebut, penetapan paket manfaat jaminan kesehatan juga
perlu penilaian ketersediaan distribusi dan kualitas fasilitas kesehatan juga penting. Hal
ini bertujuan untuk tidak adanya hambatan infrastruktur dalam menjamin pemerataan
pelayanan kesehatan. Disparitas derajat kesehatan dan akses pada pelayanan kesehatan
antara wilayah (pemerataan horizontal) dan antara strata sosial-ekonomi (pemerataan
vertikal) pada setiap kelompok penduduk adalah keadaan yang tidak bisa diterima dari
perspektif sosial. Pengelolaan program jaminan kesehatan yang baik adalah salah satu
instrument untuk mewujudkan pemerataan dan keadilan tersebut.
Selain itu, penentuan paket manfaat juga didesain untuk memdorong pola perilaku
masyarakat yang rasional dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan. Upaya moral
hazard harus dapat diantisipasi sehingga tidak ada peserta yang memanfaatkan program
ini berlebihan melampaui kebutuhan medisnya sehingga yang berakibat peserta lain yang
membutuhkan tidak bisa memanfaatkan dengan baik. Begitu juga fasilitas kesehatan yang
mungkin saja memanfaatkan program ini untuk memiliki jaminan pendapatan di fasilitas
kesehatannya. Oleh karena itu, penentuan paket manfaat dengan restriksi atau dengan
kombinasi skema co-payments bisa diterapkan. Co-payment dapat diterapkan untuk
mendorong atau menahan konsumsi pelayanan kesehatan tertentu seperti peresepan obat
atau manfaat non-medis yang tidak dijamin dalam program.
Page 86 of 102
a. UUD 1945
b. UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
c. UU No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
d. UU No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
e. UU No. 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial
f. Peraturan Presiden No. 72 tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional
g. Peraturan Presiden No 12 tahun 2013 j.o Peraturan Presiden No. 111 tahun 2013
j.o Peraturan Presiden No. 19 Tahun 2016 j.o Peraturan Presiden No. 28 tahun 2016
tentang Jaminan Kesehatan
h. Peraturan Presiden No. 82 tahun 2018 j.o Peraturan Presiden No. 75 tahun 2019 j.o
Peraturan Presiden No. 64 tahun 2020 tentang Jaminan Kesehatan
i. Peraturan Menteri Kesehatan No. 28 tahun 2014 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan
j. Peraturan Menteri Keuangan No. 141/PMK. 02/2018 tentang Koordinasi Antar
Penyelenggara Jaminan dalam Pemberian Manfaat Pelayanan Kesehatan
Page 87 of 102
BAB VI
JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP PERATURAN
6.1. Jangkauan
Naskah kajian ini disusun sebagai dasar dalam penyusunan paket manfaat dasar yang akan
dijamin oleh BPJS Kesehatan. Naskah ini akan menjangkau pelayanan di seluruh Indonesia
secara terpusat.
Page 88 of 102
pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan
pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/atau masyarakat.
f. Kerugian yang tidak pasti adalah kondisi kerugian finansial yang tidak pasti dan
tidak dapat dikendalikan oleh peserta dengan probabilitas risiko yang dapat
diperhitungkan oleh penjamin
g. Risiko yang tidak tertanggungkan adalah beban finansial dari biaya pelayanan
medis diluar kemampuan peserta dan memiliki kerugian finansial yang besar.
j. Luas cakupan adalah besaran masalah kesehatan yang dilihat dari dimensi
epidemiologi dan populasi spesifik. Luas cakupan dianalisis dari angka
prevalensi, insiden, tingginya biaya pelayanan, derajat keparahan penyakit,
pelayanan kesehatan bersifat life saving, serta penyakit yang masuk dalam
kelompok burden of disease.
Page 89 of 102
m. Pelayanan yang didanai dengan program lain merupakan pelayanan kesehatan
yang telah didanai dengan skema pembiayaan diluar program jaminan
kesehatan
Page 90 of 102
Manfaat yang tidak dijamin oleh program JKN merupakan pelayanan kesehatan
yang dibutuhkan masyarakat dan telah dibiayai dengan skema pembiayaan lain
Ketentuan peralihan
Untuk pelayanan perorangan yang pada saat peraturan ini disahkan dibiayai
dengan skema pembiayaan lain, dapat berubah sewaktu–waktu.
Pelayanan perorangan sesuai pada butir diatas perlu disesuaikan dengan skema
pembiayaan yang diterapkan pada saat disusun.
Page 91 of 102
BAB VII
PENUTUP
7.1. Kesimpulan
a. Hak atas kesehatan merupakan hak asasi manusia - yang di uraikan dalam sejumlah
kebutuhan kesehatan - harus dipenuhi oleh pemerintah.
b. Kebutuhan kesehatan (health needs) ditentukan berdasarkan pola epidemiologi
dan faktor determinannya pada setiap siklus hidup manusia. Kebutuhan dasar
kesehatan (basic health needs) merupakan bagian kebutuhan kesehatan yang
didasari pada pola epidemiologi dan faktor determinannya yang bersifat spesifik
untuk masing-masing kelompok umur dalam siklus hidup manusia.
c. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang
dilakukan secara menyeluruh, terpadu/terintregasi dan berkesinambungan untuk
memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk
peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan penyakit, dan
pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/atau masyarakat. Upaya kesehatan
terbagi menjadi upaya kesehatan masyarakat (UKM) dan upaya kesehatan
perorangan (UKP).
d. Pelayanan kesehatan dasar merupakan sejumlah pelayanan kesehatan masyarakat
dan pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat esensial dan minimal yang perlu
disediakan oleh pemerintah.
e. Paket manfaat dasar jaminan kesehatan merupakan sejumlah manfaat yang
dijamin oleh program jaminan kesehatan sebagai bagian dari pemenuhan
kebutuhan dasar kesehatan
f. Paket manfaat dasar jaminan kesehatan disusun dengan mengedepankan prinsip
asuransi yang realistik dan kebutuhan dasar kesehatan yang jelas.
g. Pemenuhan kebutuhan kesehatan dilakukan dengan penyediaan pelayanan
kesehatan masyarakat dan pelayanan kesehatan perorangan
h. Paket manfaat dasar jaminan kesehatan ditetapkan dengan menerapkan delapan
kriteria yaitu (i) uncertainty of loss, (ii) unbearable of risk, (iii) standar klinis, (iv)
pelayanan yang cost-effective, (v) luas cakupan, (vi) bukan pelayanan public goods,
(vii) bukan program yang didanai dengan pembiayaan lain, dan (viii) bukan alat
bantu kesehatan.
i. Dengan menggunakan delapan kriteria tersebut, ditetapkan sejumlah (i) 8.279
pelayanan kesehatan yang masuk seutuhnya dalam paket pelayanan JKN, (ii) 6.148
pelayanan yang masuk dalam paket layanan tetapi dengan beberapa restriksi yang
Page 92 of 102
ditetapkan oleh profesi dan (iii) 4.098 pelayanan yang tidak tepat untuk pelayanan
yang dijamin dalam JKN
j. Khusus untuk penyakit menular yang mendapat prioritas tinggi dalam
pembangunan kesehatan – seperti program TBC dan HIV/AIDS - pembiayaannya
bisa seluruhnya ditanggung oleh pemerintah (tidak oleh dana iuran BPJS). Porsi
anggaran tersebut untuk kegiatan UKM dialokasikan kepada instansi yang sesuai
(Dirjen PLP. Dinkes Propinsi dan Dinkes Kabupaten/Puskesmas). Porsi dana yang
untuk kegiatan UKP dipertahankan di Kementrian Kesehatan dan Dinkes Provinsi.
Kemudian BPJS berperan sebagai TPA (Third Party Administrator); melakukan
verifikasi pelayanan TBC yang dilaksanakan oleh fasilitas kesehatan. Kemudian
faskes mengajukan klaim ke Kemenkes dan/atau Dinkes Propinsi (yang merupakan
perpanjangan tangan pusat/Kemenkes).
k. Dalam aplikasi 8 kriteria yang disampaikan dalam naskah ini, ada 3 kriteria yang
belum bisa diterapkan seluruhnya; yaitu “unberable cost”, adanya standar
pelayanan, dan kriteria Cost effectiveness.
a. Pertama adalah kriteria “bearable-unberarable cost” yang arahnya adalah
mengeluarkan pelayanan kesehatan yang biayanya masih terjangkau oleh
peserta (sesuai dengan hasil analisis kemampuan membayar atau “ability to
pay” (ATP); atau menerapkan urun biaya (cost sharing) terhadap utilisasi
pelayanan bersangkutan. Penerapatan “cost sharing” belum bisa dilaksanakan
adataa dasar perhitungan ATP, karena menurut UU No. 40 tahun 2004 cost
sharing hanya bisa diberlakukan untuk pelayanan yang potensial disalah
gunakan. Padahal potensi penerapan cost sharing cukup besar dan
meringankan beban pembiayaan JKN serta tidak menyebabkan pemiskinan
(impoverishment) terhadap peserta. Oleh sebab itu, disarankan untuk
melakukan revisi (amandemen) pasal 22 tersebut sehingga cost sharing (urun
biaya) berdasakan analisis ATP juga bisa dilakukan.
b. Kedua, kriteria tentang adanya standar pelayanan adalah ketentuan UU;
namum masih banyak pelayanan kesehatan yang masih ditetapkan standarnya.
Oleh sebab itu, disarankan untuk mengumpulkan semua standar pelayanan
(PPK) yang ada, yaitu yang disusun oleh banyak RS. Kemudian ditunjuk
beberapa Tim Ahli untuk menyempurnakan dan menyeragamkan standar
pelayanan tersebut. Hasilnya ditetapkaan melaui sebuah regulasi (Permenkes).
Dengan demikian paling tidak penyelenggaraan JKN semakin sesuai dengan
ketentuan peraturan perudangan. Sebagai catatan, standar pelayanan tersebut
bisa terus disempurnakan sesuai dengan kemajuan ilmu dan teknologi
kedokteran.
Page 93 of 102
c. Ketiga adalah kriteria “cost effectiveness” yang ditetapkan atas dasar hasil PTK
(atau HTA). Karena belum banyak PNPK dan PPK dilakukan untuk menapis
pilihan-2 pelayanan kesehatan, disamping terus memacu kegiatan PTK, juga
bisa dilakukan adopsi hasil HTA di luar negeri yang sudah diakui; misalya sudah
dipublikasikan di jurnal internasinal terakreditasi dan udah diadopsi oleh
negara-lain. Dengan demikian, sama halnya dengan kriteria standar pelayanan.
d. Simulasi implikasi biaya (budget impact) penerapan 8 kriteria awal terhadap data
klaim tahun 2018 - dengan keterbatasan-keterbatasan yang disampaikan pada
butif “c” diatas – mengasilkan potensi pengurangan klaim sebesar Rp
771,286,826,800 dari pelayanan rawat jalan dan Rp 807,752,073,419 dari
pelayanan rawat inap.
e. Implikasi lain dari penentuan paket pelayanan JKN ini adalah “shifting” beban
biaya ke program-program UKM. Maka perlu dilakukan pembahasan bersama
antara BPJS Kesehatan dengan masing-masing pengelola program yang
bersangkutan, sehingga pengelola program tersebut bisa menyesuaikan
perhitungan kebutuhan biaya program bersangkutan.
Page 94 of 102
DAFTAR PUSTAKA
1. WHO. 58th WHA 2005: Social health insurance Sustainable health financing, universal coverage
and social health insurance. . Geneva : s.n., 2005.
3. Republik Indonesia. Peraturan Presiden No. 72 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan
Nasional. Jakarta : s.n., 2012.
4. Stiglitz, Joseph. Economics of The Public Sectors 3rd Edition. New York/ London : W.W Norton
& Company, 2000.
5. The World Bank. World Development Report 1993. Wasington DC : Oxford University Press,
1993.
8. WHO. Constitution of the World Health Organization 1946. Geneva : s.n., 1946.
10. Zweifel, Peter. The Theory of Social Health Insurance. Boston and Delft : Publishers Inc, 2007.
978-1-60198-016-8.
11. The World Bank. Health Financing Revisited. Washington DC : The World Bank, 2006. 0-8213-
6585-1.
12. WHO. WHA 2005: Social Health Insurance Sustainable Health Financing, Universal Coverage
and Social Health Insurance. Geneva : WHO, 2005.
13. —. World Health Report 2010: Health Financing System. Geneva : WHO, 2010.
14. —. The world health report 1998: Life in the 21st century: a vision for all. Gevena : WHO, 1998.
15. Baumann, Linda and Karel, Alyssa. Encyclopedia of Behavioral Medicine 2013 Edition.
SpringerLink. [Online] SpringerLink, 2013.
https://link.springer.com/referenceworkentry/10.1007%2F978-1-4419-1005-9_135.
16. Republik Indonesia. UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Jakarta : s.n., 2009.
18. Ministry of Health Iraq and WHO. Basic Health Services Packages for Iraq. 2009.
19. WHO Service Delivery Seminar Series: Essential Health Packages: What Are They For? What Do
They Change? WHO. s.l. : WHO, 2008.
Page 95 of 102
20. Developing Basic Health Services Packages: Defining a Prioritization of Effectiveness Criteria.
Kabir, Mohammad Javad, et al. Iran : International Journal of Healthcare Management DOI:
10.1080/20479700.2019.1684666, 2019.
21. Normand, Charles and Weber, Alex. Social Health Insurance: A Guidebook For Planning.
Germany : VAS – Verlag für Akademische Schriften, 2009.
22. The World Bank. Health Financing in Indonesia: A Reform Road Map. Washington : The World
Bank, 2009.
23. Scoping Literature Review on The Basic Health Benefit Package and Its Determinant Criteria.
Hayati, Ramin, et al. 26, s.l. : Globalization and Health Biomed Central, 2018, Vol. 14.
24. Multicriteria Decision Analysis for Including Health Interventions in the Universal Health
Coverage Benefit Package in Thailand. Youngkong, Sitaporn, et al. Thailand : Value in Health,
2012, Vol. 15.
25. Republik Indonesia. UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Jakarta : s.n., 1999.
26. —. UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Jakarta : s.n., 2004.
27. —. UU No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS). Jakarta : s.n.,
2011.
28. IHME. GBD Vizhub. IHME Measuring what Matters. [Online] Institute for Health Metrics and
Evaluation, 2017. [Cited: May 17, 2020.] https://vizhub.healthdata.org/gbd-compare/.
29. Kementrian Kesehatan RI. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar 2018. Jakarta : s.n., 2019.
30. Gani, Ascobat, et all. The Consolidated Report on Indonesia Health Sector Review 2018.
Jakarta : BAPPENAS, 2019.
31. Sardjoko, Subandi, Gani, Ascobat and Zahrina. Penguatan Pelayanan Kesehatan Dasar di
Puskesmas. Jakarta : BAPPENAS , 2018. 978-602-50133-1-7.
32. Republik Indonesia. PP No. 2 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal. Jakarta : s.n.,
2018.
33. Kementrian Kesehatan. Peraturan Menteri Kesehatan No. 4 Tahun 2019 tentang Standar
Teknis Pemenuhan Mutu Pelayanan Dasar Pada Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan.
Jakarta : s.n., 2019.
34. WHO. Reaching Universal Coverage Via Social Health Insurance: Key Design Features in The
Transition Period. Geneva : s.n., 2004.
35. —. Technical brief for policy makers: Designing Health Financing System to Reduce
Catastrophic Expenditure. Geneva : s.n., 2005.
36. Kementrian Kesehatan RI. Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Kedokteran. Jakarta :
s.n., 2014.
37. Komisi IX DPR RI. Keberlangsungan Program Jaminan Kesehatan Nasional dalam Sistem
Jaminan Sosial Nasional. Jakarta : s.n., 2019.
Page 96 of 102
38. Zweifel, Peter. The Theory of Social Health Insurance. Hanover : Now Publishers Inc., 2007.
978-1-60198-016-8.
39. CHEPS. Laporan Akhir Kajian Pengelolaan Manfaat dan Kesinambungan JKN-KIS. Jakarta : s.n.,
2018.
40. Universal health coverage in Indonesia: concept, progress, and challenges. Agustina, Rina, et
al. s.l. : The Lancet, 2019, Vol. 393.
41. Republik Indonesia. UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Jakarta : s.n., 2004.
42. Kementrian Kesehatan. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) – Diagnosis dan
Tatalaksana Tuberkulosis. Jakarta : s.n., 2018.
43. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI). Panduan Praktik
Klinis bagi Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin di Indonesia. Jakarta : s.n., 2017.
44. Improving Insurance and Health Care Systems to Ensure Better Access to Sexually Transmitted
Disease Testing and Prevention. . A, Lee, et al. 4, s.l. : Sexually Transmitted Diseases Journal,
2018, Vol. 45.
45. Outbreak science: recent progress in the detection and response to outbreaks of infectious
diseases. C, Houlihan and J, Whitworth. 2, s.l. : Clinical Medicine Journal, 2019, Vol. 19.
46. Cost-effectiveness analysis of dialysis and kidney transplant in patients with renal impairment
using disability adjusted life years in Iran. S, YaghoubiFard, Goudarzi, R and A, Etminan. Iran : The
Medical Journal of The Islamic Republic of Iran, 2016.
Page 97 of 102
LAMPIRAN
Kode INA Nama INA CBG kunjungan peserta klaim RJTL 2018 UR Unit klaim biaya per
CBG RJTL 2018 RJTL 2018 2018 2018 tahun per
peserta
Q-5-44-0 PENYAKIT KRONIS KECIL LAIN-LAIN 46,675,668 13,336,807 9,776,059,309,932 3.50 209,446.59 733,013.48
N-3-15-0 PROSEDUR DIALISIS 4,837,737 86,339 4,205,962,496,000 56.03 869,407.02 48,714,514.83
H-2-36-0 PENYAKIT AKUT KECIL LAIN-LAIN 328,801 250,667 2,185,974,471,500 1.31 6,648,320.63 8,720,631.24
Z-3-23-0 PROSEDUR THERAPI FISIK DAN PROSEDUR KECIL 1,334,308 1,058,138 771,314,196,900 1.26 578,063.08 728,935.35
MUSKULOSKLETAL
Z-3-25-0 PERAWATAN LUKA 2,166,626 1,212,018 671,151,396,100 1.79 309,768.00 553,747.05
M-3-16-0 PROSEDUR REHABILITASI 5,447,406 589,937 639,182,853,900 9.23 117,337.11 1,083,476.46
U-3-16-0 PENYAKIT KRONIS BESAR LAIN-LAIN 1,882,448 665,522 559,755,476,700 2.83 297,355.08 841,077.34
Z-3-27-0 PROSEDUR ULTRASOUND GINEKOLOGIK 2,656,364 1,483,745 516,493,165,858 1.79 194,436.14 348,101.03
C-3-10-0 KONSULTASI ATAU PEMERIKSAAN LAIN-LAIN 423,062 20,763 485,608,732,100 20.38 1,147,842.95 23,388,177.63
Q-5-42-0 PROSEDUR PADA GIGI 2,324,044 1,814,674 451,065,101,744 1.28 194,086.30 248,565.36
Z-3-12-0 PROSEDUR ULTRASOUND LAIN-LAIN 2,554,365 268,616 405,092,509,700 9.51 158,588.34 1,508,072.90
H-3-12-0 PROSEDUR LAIN-LAIN PADA MATA 1,561,141 713,877 367,780,452,600 2.19 235,584.39 515,187.42
J-3-13-0 PROSEDUR TERAPI SALURAN PERNAFASAN 882,312 511,454 283,645,126,700 1.73 321,479.39 554,585.80
Q-5-18-0 GAGAL JANTUNG KONGESTIF DAN KONDISI 2,029,678 994,168 282,561,216,400 2.04 139,214.80 284,218.78
JANTUNG LAIN-LAIN
Z-3-16-0 KONTAK PELAYANAN KESEHATAN LAIN-LAIN 87,070 82,593 217,469,369,000 1.05 2,497,638.33 2,633,024.22
C-3-13-0 GASTROINTESTINAL AKUT 134,988 26,154 211,217,683,100 5.16 1,564,714.52 8,075,922.73
K-3-10-0 GIGI 753,729 646,319 193,779,354,200 1.17 257,094.20 299,819.99
U-3-15-0 PSIKOTHERAPI INDIVIDU DEWASA BUKAN AKUT 666,667 414,887 176,658,282,700 1.61 264,987.29 425,798.55
Z-3-19-0 PENYAKIT AKUT BESAR LAIN-LAIN 119,613 110,297 169,194,164,400 1.08 1,414,513.17 1,533,987.00
M-3-11-0 PROSEDUR RADIOTERAPI 381,481 142,554 162,342,757,700 2.68 425,559.22 1,138,815.87
Kode INA Nama INA CBG kunjungan peserta klaim RJTL 2018 UR Unit klaim biaya per
CBG RJTL 2018 RJTL 2018 2018 2018 tahun per
peserta
Q-5-43-0 PROSEDUR LAIN-LAIN PADA TELINGA, HIDUNG, 565,925 458,517 158,356,583,100 1.23 279,819.03 345,366.87
MULUT DAN TENGGOROKAN
K-5-18-0 SISTEM PERSARAFAN PUSAT AKUT 778,461 661,940 149,857,559,800 1.18 192,504.90 226,391.46
D-3-10-0 PROSEDUR KECIL PADA KULIT 115,212 23,134 144,781,698,900 4.98 1,256,654.68 6,258,394.52
N-2-21-0 BRONKIAL AKUT 30,070 17,875 132,009,784,000 1.68 4,390,082.61 7,385,162.74
I-3-13-0 PROSEDUR DIAGNOSTIK & IMAGING PADA 330,177 276,617 130,472,681,500 1.19 395,159.81 471,672.68
MATA
Z-3-18-0 SALURAN KEMIH AKUT 112,300 108,773 118,987,360,300 1.03 1,059,549.07 1,093,905.29
H-3-12-0 PARU AKUT 496,764 278,097 113,154,638,400 1.79 227,783.49 406,889.10
Q-5-29-0 FRAKTUR 169,917 144,039 93,206,599,100 1.18 548,541.93 647,092.80
Q-5-25-0 INFEKSI SALURAN KEMIH AKUT 611,681 540,233 87,485,358,800 1.13 143,024.48 161,940.05
Q-5-41-0 PEMERIKSAAN ANTEPARTUM 229,784 215,119 70,031,047,462 1.07 304,769.03 325,545.62
L-3-12-0 PROSEDUR MANIPULATIVE OSTEOPATHIC 293,569 217,778 64,045,254,100 1.35 218,160.82 294,085.05
Q-5-12-0 PROSEDUR KECIL ENDOSKOPI PADA SALURAN 294,458 251,225 62,981,215,600 1.17 213,888.62 250,696.45
KEMIH
N-3-14-0 PROSEDUR EKOKARDIOGRAFI 160,813 91,700 58,799,990,500 1.75 365,642.02 641,221.27
H-3-13-0 PELAYANAN KESEHATAN MENTAL EKSTENSIF 209,366 145,367 52,965,279,300 1.44 252,979.37 364,355.59
K-3-16-0 PROSEDUR BESAR PADA KULIT 92,825 77,188 45,365,029,500 1.20 488,715.64 587,721.27
J-3-16-0 PROSEDUR OPERASI KATARAK 87,915 66,904 44,912,062,500 1.31 510,857.79 671,291.14
H-2-35-0 PROSEDUR LAIN-LAIN PADA GASTROINTESTINAL 21,244 10,726 42,175,788,000 1.98 1,985,303.52 3,932,107.78
U-3-13-0 PROSEDUR DIAGNOSTIK LAIN-LAIN PADA 121,242 71,609 42,001,911,400 1.69 346,430.37 586,545.15
TELINGA, HIDUNG, MULUT DAN TENGGOROKAN
Z-3-26-0 PROSEDUR UJI FUNGSI PARU 52,943 51,645 41,539,718,000 1.03 784,612.09 804,331.84
Q-5-32-0 PROSEDUR LAIN-LAIN PADA KULIT DAN 156,611 132,656 41,425,599,500 1.18 264,512.71 312,278.37
JARINGAN BAWAH KULIT
F-5-10-0 PROSEDUR DIAGNOSTIK DAN TERAPEUTIK 100,913 29,995 39,213,482,100 3.36 388,587.02 1,307,333.96
MUSKULOSKELETAL
G-5-17-0 PROSEDUR KECIL PADA SEGMEN POSTERIOR 143,331 121,474 36,673,674,700 1.18 255,867.01 301,905.55
MATA
Page 99 of 102
Kode INA Nama INA CBG kunjungan peserta klaim RJTL 2018 UR Unit klaim biaya per
CBG RJTL 2018 RJTL 2018 2018 2018 tahun per
peserta
Z-3-17-0 KEMOTERAPI PADA TUMOR PAYUDARA ATAU 22,259 15,511 36,654,186,700 1.44 1,646,713.09 2,363,109.19
OVARIUM
F-5-14-0 CT SCAN LAIN-LAIN 157,163 106,289 34,236,484,600 1.48 217,840.62 322,107.51
Q-5-38-0 PROSEDUR TRANSFUSI & TERAPI SUMSUM 124,702 112,460 31,940,521,800 1.11 256,134.80 284,016.73
TULANG
Q-5-26-0 KECEDERAAN BESAR PADA JARINGAN LUNAK 132,489 123,727 26,448,206,500 1.07 199,625.68 213,762.61
L-3-11-0 HEMATOLOGI AKUT 71,444 26,041 26,296,367,600 2.74 368,069.64 1,009,806.37
Q-5-19-0 INFARK MIOKARD AKUT DAN ARITMIA 201,630 72,275 25,336,022,400 2.79 125,656.02 350,550.29
Z-3-24-0 PROSEDUR BESAR RADIOGRAFI 27,285 22,097 20,486,233,200 1.23 750,824.01 927,104.73
Q-5-23-0 KEKACAUAN METABOLIK AKUT 152,067 104,861 20,343,580,100 1.45 133,780.37 194,005.21
H-2-37-0 PROSEDUR KECIL PADA SEGMEN ANTERIOR 18,585 11,306 18,092,093,800 1.64 973,478.28 1,600,220.57
MATA
Q-5-27-0 CT-SCAN KEPALA 121,473 97,672 17,405,701,300 1.24 143,288.64 178,205.64
J-3-15-0 PROSEDUR KECIL LAIN-LAIN PADA TELINGA, 25,948 17,273 17,082,907,600 1.50 658,351.61 988,994.82
HIDUNG, MULUT DAN TENGGOROKAN
H-2-22-0 KECEDERAAN SISTEM PERSARAFAN PUSAT 16,957 15,579 16,753,931,100 1.09 988,024.48 1,075,417.62
K-3-15-0 MEDICAL CHECK-UP 16,596 15,543 16,438,586,600 1.07 990,514.98 1,057,619.93
I-3-14-0 INFEKSI VIRUS HIV 48,262 45,743 15,320,792,400 1.06 317,450.42 334,931.95
H-2-23-0 PEMERIKSAAN POSTPARTUM 24,621 18,952 14,996,133,500 1.30 609,078.98 791,269.18
U-3-14-0 PROSEDUR APLIKASI CASTS DAN SPLINTS 43,730 34,837 14,824,283,300 1.26 338,995.73 425,532.72
H-3-10-0 PROSEDUR TES FUNGSI PADA TELINGA, HIDUNG, 19,582 11,641 14,821,259,200 1.68 756,881.79 1,273,194.67
MULUT DAN TENGGOROKAN
Q-5-30-0 PROSEDUR INJEKSI PADA SARAF PERIFER 21,348 19,828 13,884,440,900 1.08 650,386.03 700,244.14
Q-5-40-0 PROSEDUR TES DIAGNOSTIK KESEHATAN JIWA 102,334 95,610 13,382,084,100 1.07 130,768.70 139,965.32
C-3-23-0 RONGENT (PLAIN FILM) 27,694 7,569 13,307,623,300 3.66 480,523.70 1,758,174.57
L-2-42-0 PROSEDUR BIOPSI SENDI DAN TRAKSI SKELETAL 41,526 36,597 12,938,901,200 1.13 311,585.54 353,550.87
Q-5-31-0 PROSEDUR ELEKROENSEFALOGRAFI (EEG) 91,372 80,204 12,514,260,275 1.14 136,959.47 156,030.38