Anda di halaman 1dari 13

KRITIK ARTIKEL

Tugas
Kritik Artikel

IMPLEMENTASI MANAJEMEN BUDAYA PONDOK PESANTREN DALAM


PENINGKATAN KECERDASAN SANTRI DI PONDOK PESANTREN AMANATUL
UMMAH SIWALANKERTO SURABAYA
Karya : Machfudzil Asror

NAMA : AL Millatina Mutsla Aliana


NPM : (2113046001)

PENDIDIKAN BAHASA LAMPUNG


JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA LAMPUNG DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG

Sumber : Greenomika, Vol. 1 No. 2 Desember 2019 P-ISSN: 2657-0114 E-ISSN: 2657-0122

PENDAHULUAN

Artikel ini yang berjudul “Implementasi manajemen budaya pondok pesantren dalam
peningkatan kecerdasan santri di pondok pesantren amanatul ummah siwalankerto surabaya”
“Implementasi manajemen budaya pondok pesantren dalam peningkatan kecerdasan
santri di pondok pesantren amanatul ummah siwalankerto surabaya” merupakan artikel hasil
penelitian dari Machfudzil Asror.
Artikel tersebut dimuat dalam jurnal penelitian, Greenomika, Vol. 1 No. 2 Desember
2019 P-ISSN: 2657-0114 E-ISSN: 2657-0122 isi artikel terdiri atas judul, nama
penuis,abstrak, kata kunci, bagian pendahuluan, tinjaun Pustaka, metode penelitian, hasil
dikusi dan pembahasan, kesimpulan, daftar Pustaka.
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif yakni penelitian yang
berusaha menyajikan data, menganalisis dan menginterpretasi untuk menuturkan pemecahan
masalah yang ada sekarang berdasarkan data. Sumber data yang digunakan yakni data primer,
seperti wawancara, hasil observasi, dan dokumen tertulis yang ada pada objek penelitian dan
data sekunder, seperti sumber buku, majalah, arsip, ataupun dokumen resmi yang terkait
dalam pembahasan penelitian ini.
Tehnik pengolahan dan analisis data yaitu dengan melakukan library research dan
field research setelah itu reduksi data, penyajian data, lalu verifikasi yaitu penarikan suatu
kesimpulan.

Kelebihan artikel ini adalah Dalam penelitian ini terdapat lima hipotesa awal yang
akan diuji kebenarannya. Kelima hipotesa ini diperoleh dari literatur, tinjauan pustaka, dan
jurnal (hasil penelitian sebelumnya). Detail cara pengumpulan data secara teknis
pelaksanaannya dijelaskan dalam artikel penelitian ini. Design dalam penelitian ini sudah
tepat dalam menjawab rumusan masalah dalam jurnal ini,
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif yakni penelitian yang
berusaha menyajikan data, menganalisis dan menginterpretasi untuk menuturkan pemecahan
masalah yang ada sekarang berdasarkan data. Sumber data yang digunakan yakni data primer,
seperti wawancara, hasil observasi, dan dokumen tertulis yang ada pada objek penelitian dan
data sekunder, seperti sumber buku, majalah, arsip, ataupun dokumen resmi yang terkait dalam
pembahasan penelitian ini. Tehnik pengolahan dan analisis data yaitu dengan melakukan
library research dan field research setelah itu reduksi data, penyajian data, lalu verifikasi yaitu
penarikan suatu kesimpulan.
Artikel ini memiliki abstrak yang sangat bagus yaitu memiliki dua Bahasa dalam
abstrak tersebut diketik miring (italic), dalam abstrak artikel ini diketik miring,font arial 12 dan
jarak spasi 1,5. Panjang abstrak sudah benar, yaitu minimal 120 kata dan maksimal 250 kata.
Desain penelitian sudah sesuai dengan judul dan tujuan penelitian yaitu deskriptif, meliputi
keterangan populasi, sampel,variabel penelitian dan cara pengolahan data.

Kekurangan artikel ini adalah terdapat berbagai kekurangan dari penelitian ini,
yaitu penyajian data yang diperjelas. Namun jika dilihat, para pembaca/peneliti lain dapat
memperoleh manfaat dan informasi dari hasil penelitian/artikel ini karena: (1) peneliti
menulis artikel dengan cukup sistematis dan logis sehingga alur jalannya penelitian ini dapat
dimengerti oleh pembaca. (2) karena menggunakan uji validitas dan reliabilitas (dilihat dari
angka uji validitas dan reliabilitas) maka dapat disimpulkan peneliti menggunakan instrumen
yang dapat diandalkan dan dapat dilakukan penelitian ulang (dengan asumsi syarat dan
kondisi sama).

Pertama, penelitian yang baik harus sistematis (good research is systematic), ini berarti bahwa
riset mempunyai struktus yang khusus dengan langkah-langkah yang didefinisikan dengan baik
dan telah diatur oleh tatacara tertentu. Dalam hal ini pada artikel dapat ditemui teraturnya atau
sistematis pada artikel tersebut mencakup hal-hal sbb: pertanyaan masalah, tinjauan pustaka,
definisi konseptual, hipotesis, desain riset dan pengumpulan data, sampel dan populasi,
instrumen penelitian, analisis data, karakteristik data, hasil penelitian, kesimpulan.

Kedua, penelitian yang baik harus logis (good research is logical), penelitian mengandung
deduksi dan induksi yang tepat sehingga dapat diambil untuk mengambil keputusan yang baik.
Pada artikel ini dijumpai deduksi dan induksi yang tepat sehingga diharapkan dapat berguna
dalam pengambilan keputusan.

Ketiga, penelitian yang baik bersifat empiris (good research is empirical), ini berarti pada
penelitian yaitu dimulai dengan fakta dan diakhiri dengan fakta pula. Dalam artikel ini dijumpai
pengujian empiris.

Keempat, penelitian yang baik dapat digunakan ulang (good research is replicable), dalam hal
ini siapapun yang melakukan penelitian asalkan proposal penelitiannya sudah baik, memenuhi
semua persyaratan, akan menghasilkan hasil penelitian yang tidak jauh berbeda atau dianggap
sama karena perbedaannya tidak signifikan, atau jika diulangi lagi penelitiannya oleh peneliti
yang sama maka hasilnya juga akan sama atau tidak jauh berbeda. Pada artikel tersebut
dicantumkannya nilai skala reliabilitas (hlm.45). Semua variabel mempunyai nilai skala
reliabilitas antara 0,821 hingga 0,864 lebih besar dari angka yang direkomendasikan yaitu 0,7
sehingga data dianggap reliabel atau handal.
DAFTAR PUSTAKA
Agustian, Ary Ginanjar. 2001. Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual
ESQ Emotional Spiritual Quotient (Jakarta: Arga). Anhari, Masjkur. 2007. Integrasi
Sekolah ke dalam Sistem Pendidikan Pesantren Tinjauan Filosofis dalam Perspektif
Islam (Surabaya: Diantama).
Imam Suparyogo, Metodologi Penelitian Sosial-Agama (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2001) Komariah, Aan dan Triatna, Cepi. 2006.
Visionary Leadership Menuju Sekolah Efektif (Jakarta: PT. Bumi Aksara).
Lexy J Moeleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1997)
Muhammad, Miftahul Luthfi. 2004.
Quantum Believing (Surabaya: Duta Ikhwana Salama Ma’had TeeBee).
Mardalis. 2004. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal (Jakarta: PT. Bumi Aksara).
Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 2000) N.
Arikunto, Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta; bina aksara 1989).
Partanto, Pius A dan Al Barry Dahlan. 1994. Kamus Ilmiah Populer (Surabaya: Arkola).
Purwanto, Ngalim. 2001. Administrasi dan Supervisi Pendidikan (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya).
Salim, Peter dan Salim Yenny. 2002. Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer (Jakarta: Modern
English Press).
Sahlan, Asmaun, 2010. Mewujudkan Budaya Religius di Sekolah (Malang: UIN-MALIKI
PRESS (Anggota IKAPI)
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D
(Bandung: Alfabeta). Sutawi, “Keberhasilan Jepang Mengelola Kecerdasan Intelektual
(IQ), Kecerdasan Emosional (EQ), dan Kecerdasan Spiritual (SQ)”, Jurnal Pendidikan
dan Kebudayaan, Vol. 15. No. 6, (November, 2009), 1099. Sujdana.
Nana, 1998. Tuntunan Penyusunan Karya Ilmiah, Bandung: Sinar Baru. S. Margono,
Metodologi Penelitian Pendidikan (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004)
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta
2002) Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus
Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988)
Wahyudi. 2009. Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Organisasi Pembelajar (Bandung:
Alfabeta). Yatim Riyanto, Metodologi Penelitian Pendidikan Kualitatif Dan Kuantitatif
(Surabaya: Unesa University Press, 2007).
http://budinuryudhis.blogspot.com/2015/10/tugas-1-metode-penelitian-kritik-jurnal.html
Greenomika, Vol. 1 No. 2 Desember 2019
P-ISSN: 2657-0114
E-ISSN: 2657-0122

IMPLEMENTASI MANAJEMEN BUDAYA PONDOK


PESANTREN DALAM PENINGKATAN KECERDASAN
SANTRI DI PONDOK PESANTREN AMANATUL UMMAH
SIWALANKERTO SURABAYA

Machfudzil Asror*
Program Studi Manajemen, Universitas Nahdlatul Ulama Sidoarjo
*e-mail: machfudzil.asror1985@gmail.com

Abstract

The purpose of this study is 1.) Describe the cultural management of Islamic boarding
schools in Amanatul Islamic Boarding School Ummah Siwalankerto Surabaya. 2.)
Describe the intelligence of the students of Amanatul Islamic Boarding School Ummah
Siwalankerto Surabaya 3.) Describe the cultural management of boarding schools in
improving the intelligence of students in the Islamic Boarding School of Amanatul
Ummah Siwalankerto Surabaya. The method used in this research is to use qualitative
methods that are descriptive, the data collection techniques are using observation,
interview, documentation, and interview techniques. And the analysis of the data that
we have done has obtained the following findings: First, the management of the
Amanatul Ummah Islamic Boarding School among others creates an atmosphere of
religious learning and time discipline. Secondly, the Amanatul Ummah Islamic
Boarding School does not only emphasize the aspect of intellectual intelligence, but also
the emotional and spiritual aspects of students are also highly considered. Third, in its
implementation, the Islamic boarding school students must settle in the boarding school
of Amanatul Ummah boarding school so that for 24 hours the students receive
education and supervision from the educators of the Amanatul Ummah boarding school.
Fourth, the curriculum used is the Al-Azhar Egyptian curriculum.

Keywords: Management, Islamic boarding school culture and students' intelligence.

Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah 1.) Mendeskripsikan manajemen budaya pondok
pesantren di Pondok Pesantren Amanatul Ummah Siwalankerto Surabaya. 2.)
Mesdeskripsikan kecerdasan santri Pondok Pesantren Amanatul Ummah
Siwalankerto Surabaya 3.) Mendeskripsikan manajemen budaya pondok pesantren
dalam peningkatan kecerdasan santri di Pondok Pesantren Amanatul Ummah
Siwalankerto Surabaya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif, teknik pengumpulan datanya
menggunakan teknik observasi, interview, dokumentasi, dan wawancara. Dan
analisis datanya yang telah kami lakukan telah diperoleh temuan-temuan sebagai
berikut: Pertama, manajemen budaya Pondok Pesantren Amanatul Ummah ini di
antaranya menciptakan suasana pembelajaran yang agamis dan disiplin waktu.
Kedua, Pondok Pesantren Amanatul Ummah tidak hanya mementingkan aspek

127
Greenomika, Vol. 1 No. 2 Desember 2019
P-ISSN: 2657-0114
E-ISSN: 2657-0122

kecerdasan intelektual saja, akan tetapi aspek emosional dan spiritual peserta didik
juga sangat diperhatikan. Ketiga, Dalam pelaksanaannya, santri pondok pesantren ini
harus menetap di asrama pondok pesantren Amanatul Ummah sehingga selama 24
jam peserta didik mendapat pendidikan dan pengawasan dari para pendidik lembaga
pondok pesantren Amanatul Ummah. Keempat, kurikulum yang dipakai adalah
kurikulum Al-Azhar Mesir.

Kata Kunci: Manajemen, budaya pondok pesantren dan kecerdasan santri.

1. PENDAHULUAN kurikulum madrasah yang dikembangkan,


Pondok pesantren adalah lembaga atau pesantren yang menyelengarakan
pendidikan Islam tertua di Indonesia yang tipe sekolah-sekolah umum dan bahkan
kegiatannya berawal dari pengajian kitab. perguruan tinggi dalam lingkungannya.
Seperti yang diungkapkan H. M. Yakub Selain itu juga ciri dari pesantren modern
kendati pondok pesantren secara implisit adalah dimana figur kyai tidak lagi
berkonotasi sebagai lembaga pendidikan menjadi sentral setiap keputusan, setiap
Islam tradisional, tidak berarti seluruh perkara yang menyangkut dengan
pondok pesantren tertutup dengan inovasi. pesantren harus diputuskan berdasarkan
Pada jaman penjajahan Belanda mereka rapat antara para asatidz (staff pengajar)
menutup diri dari segala pengaruh luar dengan yayasan. Peserta didik atau santri
tertutama pengaruh barat yang non Islam. juga harus membayar uang pendidikan,
Namun dilain pihak pondok pesantren sistem belajar yang demokratis dan setiap
dengan figur kyai nya telah berhasil santri yang sudah menyelesaikan studinya
membangkitkan nasionalisme akan mendapatkan ijazah sebagai tanda
mempersatukan antar suku-suku yang kelulusan, ijazah ini bisa digunakan
seagama bahkan menjadi benteng yang sebagai salah satu syarat seandainya
gigih melawan penjajah (H.M. Yakub, santri berniat melanjutkan studi ke
1984: 63). jenjang yang lebih tinggi (Walijoetomo,
Pondok pesantren tradisional adalah 1997: 45).
lembaga pendidikan dan pengajaran Menurut Menteri Lukman, tiga ciri
agama Islam yang masih memakai sistem utama pondok pesantren, yaitu: pertama
lama yaitu yang pelaksanaan semua pondok pesantren selalu
pendidikannya belum menggunakan mengajarkan paham Islam yang moderat.
sistem modern, masih menggunakan Karenanya, Islam yang akan
sistem sorogan dan bandongan. Sorogan dikembangkan di Indonesia melalui
adalah belajar secara individu dimana pondok pesantren adalah paham islam
seorang santri berhadapan dengan seorang yang moderat. Ini adalah sesuatu yang
guru/kyai, terjadi interaksi saling sangat penting dalam kontek ke
mengenal diantara keduanya Indonesiaan.
(Walijoetomo, 1997: 45). Kedua, keluarga besar pesantren,
Sedangkan pondok pesantren modern tidak hanya tercermin dari para pimpinan
(khalaf) adalah lembaga pesantren yang atau kiainya, tapi juga para santrinya,
memasukkan pelajaran umum dalam memiliki jiwa besar dalam mensikapi

128
Greenomika, Vol. 1 No. 2 Desember 2019
P-ISSN: 2657-0114
E-ISSN: 2657-0122

keragaman. Meraka tidak mudah Di antaranya budaya yang ada di


terpancing untuk melihat persoalan secara Pondok Pesantren Amanatul Ummah
hitam putih atau mudah menyalah- Siwalankerto Surabaya adalah sebagai
nyalahkan. Pesantren begitu arif berikut :
mengajarkan bagaimana santri tidak 1. Peningkatan kecerdasan intelektual
hanya memahami perbedaan tapi a. Bahtsul kutub dan masail.
bagaimana menyikapi perbedaan. b. Try out mingguan pada tiap-tiap
Ketiga, setiap pesantren selalu unit pendidikan pondok pesantren
mengajarkan cinta Tanah Air. hanya di Amanatul Ummah dan Try out dua
wilayah, daerah, dan negara yang damai minggu sekali (Try out Akbar)
syariat Islam sajalah, nilai-nilai kebajikan seluruh unit pendidikan pondok
bisa di jalankan dengan baik. Maka pesantren Amanatul Ummah.
kewajiban untuk menjaga dan memelihara c. Percakapan dan pidato bahasa
Tanah Air merupakan bagian yang tidak Inggris dan bahasa Arab pada waktu
terpisahkan dari setiap muslim, bahkan apel pagi (bergantian dan
menjadi ukuran kualitas keimanan terjadwal).
seseorang (m.republika.co.id/berita/dunia- d. Penerbitan buletin dan majalah.
islam/khazanah/tiga-ciri- 2. Peningkatan kecerdasan emosional
utamapesantren/). a. Pelatihan kewirausahaan dan daur
Peneliti bermaksud menjadikan ulang sampah.
Pondok Pesantren Amanatul Ummah b. Kepramukaan, kepemimpinan dan
Siwalankerto Surabaya sebagai obyek manajemen organisasi.
penelitian, dikarenakan pesantren ini c. Tadarus budaya dan buka puasa
memiliki ciri khas tertentu, perilaku- bersama anak yatim piatu.
perilaku (budaya) yang disepakati dan d. Santunan kepada orang-orang yang
dilaksanakan bersama, komitmen yang membutuhkan.
unggul yang membedakan dengan 3. Peningkatan kecerdasan spiritual
pesantren-pesantren lain. Budaya pondok a. Jama’ah sholat maktubah
pesantren adalah keseluruhan yang b. Sholat hajat dan sholat tahajud
kompleks terdiri atas ilmu pegetahuan, c. Istigotsah
kepercayaan, seni, moral, hukum, adat d. Pengajian al-Qur’an dan kitab
istiadat dan kemampuan lainnya, juga Dengan melakukan aktifitas-aktifitas di
kebiasaan yang diperoleh seseorang atas secara kontinyu pasti akan
sebagai anggota sosial /masyarakat yang meningkatkan kecerdasan intelektual,
diterapkan bersama di pesantren untuk emosional dan spiritual mereka. Jika
mencapai suatu tujuan yang diharapkan kondisi emosional dan spiritual siswa/i
(Aan Komariah dan Cepi Triatna, 2006). stabil, penuh motivasi di dukung dengan
Budaya pondok pesantren juga lingkungan pondok pesantren yang baik
merupakan nilai-nilai, kepercayaan dan maka mereka belajar dengan semangat
tindakan sebagai hasil kesepakatan dan berlomba-lomba untuk berprestasi.
bersama yang melahirkan komitmen Oleh karena itu, menurut pengamatan
seluruh personel untuk melaksanakannya sementara peneliti bahwa pondok
secara konsekuen dan konsisten. pesantren yang mengelola budaya di

129
Greenomika, Vol. 1 No. 2 Desember 2019
P-ISSN: 2657-0114
E-ISSN: 2657-0122

pesantren itu dengan baik dapat menggunakan teknik observasi, interview,


meningkatkan kecerdasan intelektual, dokumentasi, dan wawancara.
emosional dan spiritual santri.
Indikator dari santri Pondok Pesantren 3. HASIL DAN DISKUSI
Amanatul Ummah Siwalankerto Surabaya Strategi Mewujudkan Budaya Religius
cerdas intelektual, emosional dan di Pondok Pesantren Amanatul
spiritualnya adalah pesantren ini Ummah Siwalankerto Surabaya
alumninya banyak yang diterima di Untuk membentuk kepribadian para
perguruan tinggi negeri ternama di Jawa santri yang religius, maka perlu adanya
Timur khususnya dan Indonesia pada strategi mewujudkan budaya religius di
umumnya. Ada pula di luar negeri seperti sekolah. Strategi itu di antaranya dengan
Al-Azhar Mesir. Lembaga pendidikan cara-cara di bawah ini:
Pondok Pesantren Amanatul Ummah 1. Peningkatan Kualitas Pembelajaran
Siwalankerto Surabaya ini juga Peningkatan kualitas pembelajaran
menggunakan kurikulum persamaan harus dilakukan secara sistemik
dengan luar negeri atau dikenal dengan dimana unsur-unsur pembelajaran
istilah mu’adalah. Pesantren ini juga yang meliputi tujuan, materi, strategi
menyediakan program kelas akselerasi dan evaluasi harus terpadu dan saling
(percepatan) yang di lokasikan di Pacet berkait. Sebab itu dalam proses
Mojokerto. Prestasi-prestasi non pembelajaran mulai tahap
akademik juga sering diraihnya seperti perencanaan, pelaksanaan
lomba kepramukaan, albanjari, karya tulis pembelajaran, dan evaluasi harus
ilmiah, pidato bahasa Inggris dan bahasa sistemik, konsisten dan sistematis.
Arab. Mereka secara kontinyu juga Sesuai dengan paradigma baru
melakukan sholat hajat, tahajud, puasa- pembelajaran, bahwa pembelajaran
puasa sunnah, membaca Al-Qur’an, harus berpusat pada santri,
mematuhi tata tertib sekolah, akhlak pembelajaran sebagai upaya
terhadap guru-gurunya juga baik dan menemukan dan menggali
perkelahian antar teman sendiri atau pengetahuan baru (inquiry), sebab itu
pelajar tidak pernah terjadi. Untuk proses pembelajaran harus dilakukan
menciptakan budaya-budaya pondok secara interaktif, inspiratif
pesantren di atas tidak semudah membalik menyenangkan, menantang dan
telapak tangan, membutuhkan kerja memotivasi. Atau berorientasi
cerdas, kerja keras, komitmen dari semua PAKEM (Pembelajaran Aktif,
pihak dan manajemen yang efektif dan Kreatif, Efektif dan Menyenangkan).
efisien, kepemimpinan yang bijak dan 2. Pengembangan melalui kegiatan
mempunyai visi yang jelas. ekstrakurikuler
Seiring dengan tujuan pendidikan
2. METODE PENELITIAN bahwa institusi pendidikan harus
Metode yang digunakan dalam mengembangkan budaya agama di
penelitian ini adalah menggunakan pondok pesantren, sebab itu kegiatan
metode kualitatif yang bersifat deskriptif, ekstrakurikuler terutama bidang
teknik pengumpulan datanya agama sangat membantu dalam

130
Greenomika, Vol. 1 No. 2 Desember 2019
P-ISSN: 2657-0114
E-ISSN: 2657-0122

pengembangan PAI di pondok seseorang pada masanya saat itu,


pesantren terutama dalam bahkan untuk masuk ke militer pada
pengembangan budaya religius saat itu. IQ lah yang menentukan
tersebut. tingkat keberhasilan dalam penerimaan
3. Pembudayaan nilai-nilai religius di masuk ke militer.
pondok pesantren Kecerdasan ini terletak di otak
Pendidikan agama Islam sarat dengan bagian cortex (kulit otak), kecerdasan
nilai-nilai, baik nilai ilahi maupun ini adalah sebuah kecerdasan yang
insani. Sebagaimana rumusan tujuan memberikan kita kemampuan untuk
PAI di pondok pesantren yaitu berhitung, beranalogi, berimajinasi,
mewujudkan manusia Indonesia yang dan memiliki daya kreasi serta inovasi.
taat beragama dan berakhlak mulia Atau lebih tepatnya diungkapkan oleh
yaitu manusia yang berpengetahuan, pakar psikologis dengan “What I
rajin beribadah, cerdas, produktif, Think”.
jujur, adil, etis, berdisiplin, Berdasarkan pengalaman para
bertoleransi (tasamuh), menjaga ilmuwan, tidak ada indikator dan alat
keharmonisan secara personal dan ukur yang jelas untuk mengukur atau
sosial serta mengembangkan budaya menilai kecerdasan setiap individu,
agama dalam komunitas pesantren. kecuali untuk kecerdasan intelektual
Di antara nilai-nilai religius di atau IQ, dalam konteks ini dikenal
pondok pesantren dapat berupa sebuah tes yang biasa disebut dengan
pembudayaan 3 S (Senyum, Salam, psikotes untuk mengetahui tingkat IQ
Sapa), saling hormat dan toleran, seseorang, akan tetapi tes tersebut tidak
puasa Senin Kamis, shalat Dhuha, dapat secara mutlak dinyatakan sebagai
tadarrus al-Qur’an, istighasah dan salah satu identitas dirinya karena
do’a bersama. tingkat intelektual seseorang selalu
dapat berubah berdasarkan usia mental
Peningkatan Kecerdasan Santri dan kronologisnya. Sedangkan untuk
Penciptaan budaya sekolah yang Kecerdasan Emosional (EQ) dan
edukatif dan religius tersebut di atas, Kecerdasan Spiritual (SQ) hingga saat
bertujuan untuk menstimulus ini belum ada alat ukur yang jelas
perkembangan kecerdasan santri, baik untuk keduanya dikarenakan
kecerdasan intelektual, kecerdasan kecerdasan emosional dan spiritual
emosional maupun kecerdasan spiritual. bersifat kualitatif bukan kuantitatif.
Jika ketiga kecerdasan tersebut Untuk mengetahui seseorang itu
berkembang secara seimbang, maka memiliki kecerdasan intelektual,
tujuan pendidikan akan bisa tercapai emosional dan spiritual biasanya
dengan baik. Setidaknya ada tiga macam dilihat dari hal-hal yang ada pada diri
kecerdasan sebagai berikut: orang yang memiliki IQ, EQ dan SQ
1. Kecerdasan Intelektual tinggi dan dilihat berdasarkan
Kecerdasan ini ditemukan pada komponen dari klasifikasi kecerdasan
sekitar tahun 1912 oleh William Stern. tersebut. Balitbang Depdiknas (1986)
Di gunakan sebagai pengukur kualitas telah mengidentifikasi ciri-ciri

131
Greenomika, Vol. 1 No. 2 Desember 2019
P-ISSN: 2657-0114
E-ISSN: 2657-0122

keberbakatan santri dilihat dari aspek sebetulnya alat ukur tersebut masih
kecerdasan, kreativitas dan komitmen terbatas untuk mengukur intelegensi
terhadap tugas (Akhmad Sudrajat, atau bakat persekolahan belum dapat
2008): mengukur aspek-aspek intelegensi
1. Lancar berbahasa (mampu secara keseluruhan. Selain itu, ada juga
mengutarakan pikirannya) tes intelegensi yang bersifat lintas
2. Memiliki rasa ingin tahu yang budaya yaitu Tes Progressive Metrices
besar terhadap ilmu pengetahuan (PM) yang dikembangkan oleh Raven
3. Memiliki kemampuan yang tinggi (Akhmad Sudrajat, 2008).
dalam berfikir logis dan kritis 2. Kecerdasan Emosional
4. Mampu belajar / bekerja secara Banyak contoh di sekitar kita
mandiri membuktikan bahwa orang yang
5. Ulet menghadapi kesulitan (tidak memiliki kecerdasan otak (intelektual)
lekas putus asa) saja, atau banyak memiliki gelar yang
6. Mempunyai tujuan yang jelas tinggi belum tentu sukses berkiprah di
dalam tiap kegiatan dan dunia pekerjaan. Bahkan seringkali
perbuatannya yang berpendidikan formal lebih
7. Cermat atau teliti dalam rendah ternyata banyak yang lebih
mengamati berhasil. Pondok pesantren mengatur
8. Memiliki kemampuan memikirkan jadwal kegiatan santri sekualitas
beberapa macam pemecahan mungkin, di antara kegiatan-kegiatan
masalah tersebut adalah ro’an (kerja bakti), dari
9. Mempunyai minat luas kegiatan ini santri diajari dan dilatih
10. Mempunyai daya imajinasi yang untuk peduli terhadap kebersihan
tinggi lingkungan tempat tinggalnya. Akan
11. Belajar dengan tepat dan cepat tetapi, kebanyakan program pendidikan
12. Mampu mengemukakan dan di luar pondok pesantren hanya
mempertahankan pendapat berpusat pada kecerdasan akal (IQ),
13. Mampu berkonsentrasi padahal yang diperlukan sebenarnya
14. Tidak memerlukan dorongan adalah bagaimana mengembangkan
(motivasi) dari luar kecerdasan hati, seperti ketangguhan,
inisiatif, optimisme, kemampuan
Indikator-indikator dari beradaptasi yang kini telah menjadi
kecerdasan intelektual ini dapat dasar penilaian baru (Ary Ginanjar
dikerucutkan menjadi tiga aspek, yaitu: Agustian, 2001).
kecepatan (waktu yang singkat), Kecerdasan emosi adalah
ketepatan (hasilnya sesuai dengan yang kemampuan merasakan, memahami,
diharapkan) dan kemudahan (tanpa dan secara efektif menerapkan daya
menghadapi hambatan dan kesulitan dan kepekaan emosi sebagai sumber
yang berarti) dalam bertindak. Alat energi, informasi, koneksi dan
ukur intelegensi yang paling dikenal pengaruh manusia. Emosi adalah
dan banyak digunakan di Indonesia bahan bakar yang tidak tergantikan
ialah Tes Binet Simon walaupun bagi otak agar mampu melakukan

132
Greenomika, Vol. 1 No. 2 Desember 2019
P-ISSN: 2657-0114
E-ISSN: 2657-0122

penalaran yang tinggi. Emosi menyulut dapat mempengaruhi orang lain, 5)


kreatifitas, kolaborasi, inisiatif, dan bersedia memikul tanggung jawab, 6)
transformasi; sedangkan penalaran berani bercita-cita, 7) bermotivasi
logis berfungsi mengatasi dorongan- tinggi, 8) selalu optimis, 9) memiliki
dorongan yang keliru dan rasa ingin tahu yang besar dan 10)
menyelaraskan dengan proses, dan senang mengatur dan
teknologi dengan sentuhan manusiawi. mengorganisasikan aktivitas.
Emosi ternyata juga salah satu 3. Kecerdasan Spiritual
kekuatan penggerak: bukti-bukti Danah Zohar dan Ian Marshall
menunjukkan bahwa nilai-nilai dan mendefinisikan kecerdasan spiritual
watak dasar seseorang dalam hidup ini adalah kecerdasan untuk menghadapi
tidak berakar pada IQ tetapi pada persoalan makna atau value, yaitu
kemampuan emosional. kecerdasan untuk menempatkan
Di dalam Islam hal-hal yang perilaku dan hidup kita dalam konteks
berhubungan kecakapan emosi dan makna yang lebih luas dan kaya,
spiritual seperti konsitensi (istiqamah), kecerdasan untuk menilai bahwa
kerendahan hati (tawadlu), berusaha tindakan atau jalan hidup seseorang
dan berserah diri (tawakal), ketulusan/ lebih bermakna dibandingkan dengan
sincerety (keikhlasan), totalitas yang lain. Sedangkan dalam ESQ,
(kaffah), keseimbangan (tawazun), kecerdasan spiritual adalah
integritas dan penyempurnaan (ihsan), kemampuan untuk memberi makna
semua itu dinamakan Akhlaqul ibadah terhadap setiap perilaku dan
Karimah. Dalam kecerdasan emosi, kegiatan, melalui langkah-langkah dan
hal-hal di atas itulah yang dijadikan pemikiran yang bersifat fitrah, menuju
sebagai tolok ukur kecerdasan emosi manusia yang seutuhnya (hanif), dan
(EQ). Sebenarnya kecerdasan emosi ini memiliki pola pemikiran tauhidi
telah diajarkan Rasulullah SAW seribu (integralistik), serta berprinsip “hanya
empat ratus tahun yang lalu jauh karena Allah”.
sebelum konsep EQ diperkenalkan saat Tanda dari orang-orang yang
ini sebagai sesuatu yang lebih penting memiliki SQ berkembang dengan
dari IQ. baik/tinggi:
Indikator orang itu memiliki 1) mampu bersikap fleksibel (adaptif
kecerdasan emosional yang tinggi secara spontan dan aktif), 2)
dapat dilihat dari perilaku yang ada memiliki tingkat kesadaran diri
pada orang tersebut, di antaranya: yang tinggi, 3) mampu untuk
1) sadar diri, pandai mengendalikan menghadapi dan memanfaatkan
diri, dapat dipercaya, dapat beradaptasi penderitaan, 4) mampu untuk
dengan baik dan memiliki jiwa kreatif, menghadapi dan melampaui rasa
2) bisa berempati, mampu memahami sakit, 5) memiliki kualitas hidup
perasaan orang lain, bisa yang didasari oleh visi dan nilai-
mengendalikan konflik, bisa bekerja nilai, 6) menghindari hal-hal yang
sama dalam tim, 3) mampu bergaul dapat menyebabkan kerugian yang
dan membangun persahabatan, 4) tidak perlu, 7) cenderung untuk

133
Greenomika, Vol. 1 No. 2 Desember 2019
P-ISSN: 2657-0114
E-ISSN: 2657-0122

memandang semua hal itu akademik dan non akademik yang


berkaitan (holistik), 8) diperoleh santriwan-santriwati dan
kecenderungan nyata untuk kelulusan setiap tahunnya. Adapun
bertanya “Mengapa?” atau kecerdasan emosional santriwan-
“bagaimana jika” untuk mencari santriwati juga tidak dapat terukur
jawaban-jawaban mendasar, 9) secara pasti, akan tetapi ada indikasi-
mandiri SQ yang berkembang indikasi yang mengarah adanya
dengan baik dapat menjadikan peningkatan kecerdasan secara
seseorang memiliki “makna” dalam emosional. Di antaranya adalah
hidupnya. Dengan “makna” hidup kemampuan santriwan-santriwati
ini seseorang akan memiliki dalam mengendalikan diri dalam
kualitas “menjadi”, yaitu suatu berbuat anarkis, perkelahian antar
modus eksistensi yang dapat pelajar dll. Kemampuan dalam
membuat seseorang merasa berorganisasi, bekerja sama dengan
gembira menggunakan orang lain dan memiliki motivasi yang
kemampuannya secara produktif tinggi. Sedangkan kecerdasan spiritual
dan menyatu dengan dunia. santriwan-santriwati tercermin dalam
aktifitas-aktifitas spiritualitas mereka
seperti : sholat tahajud, sholat hajat,
4. KESIMPULAN sholat berjamaah, membaca Al-Qur’an
Berdasarkan hasil dan diskusi dapat dan istighotsah. Buah dari aktifitas-
diambil kesimpulan sebagai berikut: aktifitas tersebut membuat mereka
1. Implementasi Manajemen Budaya ringan, semangat dalam beramal
Pondok Pesantren Amanatul Ummah sholih.
tertuang dalam beberapa sistem, yaitu : 3. Manajemen budaya pondok pesantren
sistem penempatan dan koordinasi, dalam upaya peningkatan kecerdasan
sistem penyampaian materi, sistem santri di Pondok Pesantren Amanatul
ujian, sistem pembinaan alumni. Di Ummah berjalan lancar sesuai dengan
samping itu, untuk kebiasaan sehari- sistem yang ditetapkan sebelumnya.
hari nya tertuang dalam jadwal
kegiatan santri di non DAFTAR PUSTAKA
formalnya(pondok pesantren) maupun Agustian, Ary Ginanjar. 2001. Rahasia
di pendidikan formalnya(madrasah) Sukses Membangun Kecerdasan
Emosi dan Spiritual ESQ Emotional
maupun.
Spiritual Quotient (Jakarta: Arga).
2. Kecerdasan santriwan-santriwati Anhari, Masjkur. 2007. Integrasi Sekolah
Pondok Pesantren Amanatul Ummah ke dalam Sistem Pendidikan
peneliti kategorikan menjadi tiga Pesantren Tinjauan Filosofis dalam
kecerdasan, yaitu : kecerdasan Perspektif Islam (Surabaya:
intelektual, kecerdasan emosional dan Diantama).
kecerdasan spiritual. Kecerdasan Imam Suparyogo, Metodologi Penelitian
Sosial-Agama (Bandung: PT.
intelektual santriwan-santriwati tidak
Remaja Rosdakarya, 2001)
dapat terukur secara pasti, akan tetapi Komariah, Aan dan Triatna, Cepi. 2006.
dapat terlihat melalui prestasi-prestasi Visionary Leadership Menuju
134
Greenomika, Vol. 1 No. 2 Desember 2019
P-ISSN: 2657-0114
E-ISSN: 2657-0122

Sekolah Efektif (Jakarta: PT. Bumi Sugiyono. 2010. Metode Penelitian


Aksara). Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Lexy J Moeleong, Metode Penelitian Kualitatif, dan R&D (Bandung:
Kualitatif (Bandung: Remaja Alfabeta).
Rosda Karya, 1997) Sutawi, “Keberhasilan Jepang Mengelola
Muhammad, Miftahul Luthfi. 2004. Kecerdasan Intelektual (IQ),
Quantum Believing (Surabaya: Duta Kecerdasan Emosional (EQ), dan
Ikhwana Salama Ma’had TeeBee). Kecerdasan Spiritual (SQ)”, Jurnal
Mardalis. 2004. Metode Penelitian Suatu Pendidikan dan Kebudayaan, Vol.
Pendekatan Proposal (Jakarta: PT. 15. No. 6, (November, 2009), 1099.
Bumi Aksara).
Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Sujdana. Nana, 1998. Tuntunan
Kualitatif, (Yogyakarta: Rake Penyusunan Karya Ilmiah,
Sarasin, 2000) Bandung: Sinar Baru.
N. Arikunto, Prosedur Penelitian; Suatu S. Margono, Metodologi Penelitian
Pendekatan Praktek, (Jakarta; bina Pendidikan (Jakarta: PT Rineka
aksara 1989). Cipta, 2004)
Partanto, Pius A dan Al Barry Dahlan. Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian
1994. Kamus Ilmiah Populer 61
Suatu Pendekatan Praktek,
(Surabaya: Arkola). (Jakarta: Rineka Cipta 2002)
Purwanto, Ngalim. 2001. Administrasi
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan
dan Supervisi Pendidikan
dan Pengembangan Bahasa,
(Bandung: PT. Remaja
Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Rosdakarya).
(Jakarta: Balai Pustaka, 1988)
Salim, Peter dan Salim Yenny. 2002.
Kamus Bahasa Indonesia Wahyudi. 2009. Kepemimpinan Kepala
Kontemporer (Jakarta: Modern Sekolah Dalam Organisasi
English Press). Pembelajar (Bandung: Alfabeta).
Sahlan, Asmaun, 2010. Mewujudkan Yatim Riyanto, Metodologi Penelitian
Budaya Religius di Sekolah Pendidikan Kualitatif Dan
(Malang: UIN-MALIKI PRESS Kuantitatif (Surabaya: Unesa
(Anggota IKAPI) University Press, 2007).

135

Anda mungkin juga menyukai