Oleh :Kelompok 1
DosenPembimbing:
Dr. Mara Samin Lubis, S.Ag., M.Ed
NAMA NIM
AINUN PALIHA
MAI DELA ADE PRATIWI 0305172081
SITI RAHMAH
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
dengan ini kami ucapkan puji dan syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah pancasila yang
ber-judul “Paradigma Penelitian Kualitatif”.
Adapun makalah pancasila tentang “Paradigma Penelitian Kualitatif” ini telah
kami usahakan semaksimal mungkin dan tentunya berkat bantuan dari banyak pihak,
sehingga dapat memperlancar proses pembuatan makalah ini. Oleh sebab itu, kami juga
ingin mrnyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang
telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini.
Akhirnya penulis mengharapkan semoga makalah ini dapat diambil manfaatnya
sehingga dapat memberikan manfaat bagi pembaca. Selain itu, kritik dan saran kami
tunggu untuk perbaikan makalah ini nantinya.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................................
DAFTAR ISI.......................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................
3.1 KESIMPULAN....................................................................................................
3.2 SARAN................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam ilmu pengetahuan metode penelitian menjadi salah satu ciri khas
yang menjadi pembahasan dalam diskusi akademis. Metode penelitian merupakan
cara yang digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan informasi tentang sesuatu
yang akan diteliti. Metode penelitian memberikan gambaran rancangan penelitian
yang meliputi prosedur, waktu penelitian, sumber data, dan dengan langkah apa
data tersebut diperoleh dan selanjutnya diolah dan dianalisis.
Ada berbagai macam metode penelitian yang bisa digunakan oleh peneliti.
Salah satunya yaitu metode penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif
adalah penelitian yang bertujuan memahami realitas sosial, yaitu melihat dunia
dari apa adanya dan fakta yang ada di lapangan. Seorang peneliti kualitatif
haruslah orang yang memiliki pengetahuan luas. Karenanya, melakukan penelitian
kualitatif dengan baik dan benar berarti telah memiliki jendela untuk memahami
dunia dan realitas sosial.
PEMBAHASAN
1
Jonathan Sarwono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif,(Yogyakarta: GRAHA ILMU, 2006), h.
193
2
Pupu Saeful Rhamat, Penelitian Kualitatif, Jurnal : EQUILIBRIUM, Vol.5, No.9, Januari-Juni 2009,
h.2-3, diakses pada http://yusuf.staff.ub.ac.id, pada tanggal 05 maret 2020 pukul 19.00 WIB
2.2 KARAKTERISTIK PENELITIAN KUALITATIF
Penelitian kualitatif berbeda dengan penelitian lain. Karakteristik penelitian
kualitatif, yaitu:
a. Dalam penelitian kualitatif data dikumpulkan dalam kondisi yang asli atau
alamiah.
b. Peneliti sebagai alat penelitian, artinya peneliti sebagai alat utama pengumpul
data yaitu dengan metode pengumpulan data berdasarkan pengamatan dan
wawancara.
c. Dalam penelitian kualitatif diusahakan pengmpulan data secara deskriptif yang
kemudian ditulis dalam laporan. Data yang diperoleh berupa kata-kata dan
bukan gambar
d. Mementingkan rincian konstektual. Peneliti mengumpulkan dan mencatat data
yang sangat rinci mengenai hal-hal yang dianggap bertalian dengan masalah
yang diteliti.
e. Hasil penelitian bersifat emergent dan flexible, responsif terhadap perubahan
situasi penelitian yang sedang berjalan.
f. Peneliti menggunakan waktu yang cukup banyak untuk terlibat dalam kegiatan
penelitian itu bersama subjeknya dalam situasi yang alamiah.3
5
Wirawan, Evaluasi: Teori, Model, Metodologi, Standar Aplikasi, dan Profesi, (Jakarta:
Rajawali Press, 2011), h. 35
6
Madekhan, “Posisi dan Fungsi Teori dalam Penelitian Kualitatif”, Jurnal Dosen Program Studi
Bahasa Inggris FKIP Universitas Lamongan, h. 2.
Dengan demikian teori merupakan sumber tenaga bagi penelitian, dimana
seiring perkembangan zaman, teori dikembangkan dan dimodifikasi oleh berbagai
penelitian. Di sini diyakini bahwa ketika didayagunakan teori tidak pernah salah,
namun hanyadalam pemahaman lebih ataupun kurang berguna.
Dalam penelitian kualitatif, karena permasalahan yang dibawa oleh peneliti
bersifat sementara, maka teori yang digunakan dalam penelitian kualitatif juga
bersifat sementara, dan akan berkembang setelah peneliti memasuki lapangan atau
dalam konteks sosial. Dalam kaitannya dengan teori, penelitian kualitatif bersifat
menemukan teori.
Dasar penelitian kualitatif berada di seputar upaya memperoleh data secara
alamiah. Bagaimana peneliti berupaya memperoleh pengetahuan secara sistematik
dalam suasana alamiah, tidak artifisial atau buatan. Atas sifatnya demikian, maka
teori dalam penelitian kualitatif, memiliki kegunaan yang cukup penting. Teori
dalam penelitian kualitatif digunakan untuk memungkinkan dan membantu
peneliti kualitatif memahami apa yang sudah diketahui secara intuitif pada saat
pertama, tetapi pada fase berikutnya bisa berubah sebagaimana teori sosial
berubah.
Peneliti kualitatif akan lebih profesional kalau menguasai semua teori
sehingga wawasannya lebih luas, dan dapat menjadi instrumen penelitian yang
baik. Teori bagi peneliti kualitatif akan berfungsi sebagai bekal untuk bisa
memahami konteks sosial secara lebih luas dan mendalam. Selain itu teori
berfungsi juga sebagai klasifikasi, eksplanatur, dan prediktif. Oleh karena itu
penelitian kualitatif jauh lebih sulit dari penelitian kuantitatif, karena peneliti
kualitatif harus berbekal teori yang luas sehingga mampu menjadi “human
instrument” yang baik. Penelitian kualitatif jauh lebih sulit bila dibandingkan
dengan penelitian kuantitatif karena data yang terkumpul bersifat subyektif dan
instrument sebagai alat pengumpul data adalah peneliti itu sendiri.7
B. FORMULASI TEORI
Definisi formulasi teori secara umum adalah menetapkan masalah hingga
melakukan penelitian. Dalam hal ini ketika peneliti ingin melakukan penelitian,
7
Tohirin, Metode Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Bimbingan Konseling, (Jakarta:
RajawaliPress, 2012), h. 16.
maka peneliti harus mempunyai sebuah teori untuk pijakan. Hal ini bertujuan
untuk pijakan atau dasar awal penelitian.Formulasi teori berdasarkan tipe
penelitian dapat dibedakan. Antara penelitian kualitatif dan kuantitatif mempunyai
proses formulasi teori yang berbeda. Pada penelitian kualitatif, formulasi teori
dilakukan secara formal. Dalam hal ini, ketika peneliti ingin melakukan penelitian
kualitatif, peneliti harus menyusun sebuah teori serta membuat hipotesa terlebih
dahulu. Menurut nanang (39,2010) penelitian kualitatif dimulai dari sebuah
hipotesa. Dalam menyusun hipotesa tentunya membutuhkan sebuah teori. Teori
ini bersiat formal, karena sudah harus ikut disusun pada proposal penelitian.
Dalam hal ini, formulasi teori sudah tercetak atau tercantum sehingga bersifat
formal.
Berbeda dengan penelitian kualitatif, penelitian kuantitatif mempunyai
sebuah proses yang terbalik dibandingkan penelitian kualitatif. Pada penelitian
kuantitatif, hipotesa ditentukan terakhir setelah melakukan penelitian. Hal ini
tentunya secara formal dapat dikatakan bahwa pada penelitian kuantitatif tidak
ada formulasi teori. Dalam proposal penelitian kuantitatif, formulasi teori tidak
dicantumkan, karena penelitian kuantitatif sendiri awalnya hanya mereka-reka
fenomena. Setelah mereka sebuah fenomena, baru peneliti melakukan penelitian.
Dalam hal ini tentunya secara formal tidak ada formulasi teori. Namun, pada
kenyataannya peneliti sudah memiliki formulasi teori sendiri. Hal ini dapat
dikatakan dengan proses formulasi teori informal, karena formulasi teori yang
dilakukan peneliti tidak dicantumkan pada proposal penelitian.
Dengan demikian, formulasi teori sangat dibutuhkan pada saat akan
melakukan penelitian. Hal ini karena formulasi teori bersifat wajib, dalam
melakukan sebuah penelitian. Formulasi teori ada pada penelitian, hanya saja
berbeda pada prosesnya. Pada penelitian kualitatif, formulasi teori dilakukan
secara formal karena sudah matang dan dicantumkan dalam proposal
penelitiannya. Sedangkan pada penelitian kuantitatif, meskipun tidak ada
formulasi teori secara formal, hal ini karena fungsi dari penelitian kuantitatif
tersebut. Namun, pada penelitian kuantitatif juga perlu untuk formulasi teori. Hal
ini karena pada penelitian lapangan, mindset kita sudah terbentuk matang
sehingga penelitian dapat berjalan dengan lancar.8
C. VERIFIKASI TEORI
Penelitian menggunakan metode ilmiah melibatkan verifikasi teori.
Verifikasi adalah usaha untuk mencari atau memahami makna/arti, keteraturan,
pola-pola, penjelasan, alur sebab akibat atau proposisi. Verifikasi juga dapat
diartikan sebagai pembuktian kebenaran. Sedangkan teori adalah kumpulan dari
konsep, defenisi, danproposisi-proposisi yang yang sistematis yang digunakan
untuk menjelaskan dan memprediksi fenomena atau fakta.
Jadi verifikasi teori (theory verification) adalah proses memverifikasi teori
lewat pengujian hipotesis secara empiris (dengan menggunakan fakta). Secara
empiris berarti menggunakan fakta yang objektif, secara hati-hati diperoleh,
benar-benar terjadi, tidak tergantung dari kepercayaan atau nilai-nilai peneliti
maupun kepercayaan orang lain. Peneliti tidak menggantungkan pada
kepercayaannya tetapi pada fakta yang ditunjukkan secara empiris. Fungsi
verifikasi teori adalah untuk meyakinkan bahwa teori yang diperoleh telah
memenuhi syarat sebagai teori yang dapat memperkuat penelitian.9
8
Moh. Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2009), h.31-33
9
Eus Soliha, Keterkaitan Teori dan Riset Empiris, (Semarang: Universitas Stikubang Semarang)
2011, h. 41
Emik (native point of view) misalnya, mencoba menjelaskan suatu
fenomena dalam masyarakat dengan sudut pandang masyarakat itu sendiri. Secara
sangat sederhana, emik mengacu pada pandangan warga masyarakat yang dikaji,
sedangkan etik mengacu pada pandangan si pengamat.
Contoh kasus: Pada sebuah fenomena masyarakat seperti pengemis. Bila
perilaku pengemis disebut sebagai sebuah fakta sosial atau sebuah keniscayaan.
Maka berlaku sebutan: pengemis adalah sampah masyarakat, manusia tertindas,
manusia yang perlu dikasihani, manusia kalah, manusia korban kemiskinan
struktural, dn sebagainya. Anggapan ini bukan sebuah kesalahan berpikir,
melainkan sebuah sudut pandang etik orang di luar pengemis untuk menunjukkan
fakta yang semestinya berlaku seperti itu, bukan pandangan emik, bagaimana
pengemis melihat dirinya sendiri.
Dalam pandangan emik yang bersifat interpretif atau fenomenologis,
pengemis adalah subjek. Mereka adalah aktor kehidupan yang memiliki hasrat dan
kehidupan sendiri yang unik. Pandangan subjektif seperti ini diperlukan untuk
mengimbangi pandangan obyektif yang seringkali justru memojokkan mereka,
melihat mereka sebagai korban kehidupan, kesenjangan ekonomi, atau
ketidakadilan sosial, bukan sebagai identitas masyarakat yang memiliki pemikiran
dan pengalaman hidup yang mereka rasakan dan alami sendiri.
Dengan demikian dapat diketahui bahwa pendekatan yang merujuk pada sudut
pandang peneliti, disebut pendekatan etik. Pendekatan yang merujuk pada sudut
pandang subyek yang diteliti, disebut pendekatan emik10
10
M. Rawa El Amady, Etik dan Emik pada Karya Etnografi,(Jakarta : Padi Press, 2014) h. 168
1. Persoalan Generalisasi
11
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2019) h.75
b. Kelemahan-kelemahan Konsep Generalisasi Klasik
Pada analisis akhir tidak akan ada generalisasi jika tidak ada
determinisme. Dengan kata lain, jika tidak ada penghubung yang
dapat dipercaya dan cocok, seseorang tidak akan dapat menarik
pernyataan tentang penghubung-penghubung itu (hukum) yang akan
ditemukan dalam menyerap cara-cara universal yang benar.
2. Persoalan Kausalitas
Beberapa tahun lalu saya menjadi mahasiswa dari Kurt Lewin, dia
bersama Tamara Dembo dan saya mengadakan eksperimen tentang frustrasi.
Hasil penemuan eksperimen itu sudah diverifikasikan oleh peneliti lain dan
menjadi bagian dari kepustakaan psikologi secara ilmiah. Eksperimen tersebus
menghasilkan informasi mendasar tentang akibat anak-anak yang mengalami
frustrasi sebagai yang didefinisikan dala eksperimen dan proses yang
menghasilkan akibat-akibat tersebut. Demikianlah waktu berlalu. Suatu saat
mahasiswa saya dan dia meneliti frustrasi. Selama penelitian itu berlang sung,
pada mulanya tampaknya biasa-biasa saja. Mahasiswa saya itu, Clifford L. Fawl,
tidak mengaplikasikan studi eksperimen sebelumnya. Ia tidak merencanakan
frustrasi baci siswa-siswanya. Ia memelopori dan memperluas penelitian dari
anak-anak di lapangan. Ia mencari dan mecatat perilaku anak- anak setiap hari
dan menemukan fenomena, bukan sebagai eksperimenter. Inilah laporannya:
Dengan kata lain, frustrasi jarang terjadi pada masa kanak-kanak dan,
apabila hal itu terjadi, tidak ada akibatnya pada perilaku yang diamati di
laboratorium. Hal itu berarti bahwa eksperimen sebelumnya yang
memanipulasikan frustrasi dengan sangat baiknya sebagai yang didefinisikan
dan yang diperlihatkan oleh subjek (berdasarkan teori kita) tetapi eksperimen itu
tidak mensimulasikan kehidupan sebagai yang diperlihatkan oleh kehidupan
anak-anak kita sehari-hari.
12
Ibid,. h.84
system perilaku yang dengannya hal itu sedapatnya merupakan bagian, dan
juga berkenaan dengan berbagai peristiwa yang dapat dibandingkan atau
kebiasaan-kebiasaan dalam satu kebudayaan tertentu.
Sebaliknya, titik pandnag etik dapat dikatakan dari luar atau eksternal.
Hal itu disebabkan oleh atas dasar maksud-maksud etik seseorang analis
berdiri jauh sekali dari luar atau berada di luar suatu kebudayaan tertentu.
Dari situlah ia memandang peritiwa-peristiwa yang berbeda, terutama dalam
hubungannya dengan persamaan dan perbedaan, dan dengan
membandigkannya dengan kebudayaan lain daripada dengan mengaitkannya
dengan urutan sekelompok peristiwa dalam satu kebudayaan tertentu.
b. Hubungan dengan Keseluruhan
Dengan tekniknya, pendekatan emik dapat mempersoalkan beberapa
perbandingan ciri bahasa dan kebudayaan tanpa mempedulikan keseluruhan
data yang berasal dari masing-masing kebudyaan itu.
Secara toeritis pendekatan emik tidak akan puas sama sekali apabila data
suatu bahasa atau kebudayaan sekecil apa pun tidak mengaitkan analisisnya
dengan bahas atau kebudayaan itu secara keseluruhan. Hal itu disebabkan
oleh analisis emik per bagian bergantung pada hubungannya dengan
keseluruhan.
Pendekatan emik harus berkaitan dengan peritiwa-peristiwa sebagai
bagian keseluruhan yang lebih besar dnegan hal mana hal itu berkaitan dan
dari hal mana hal itu memperoleh hasilnya yang signifikan. Di pihak lain,
untuk suatu keperluan tertentu dari segi konteksnya atau dari segi system
peristiwa, pendekatan etik dapat mengabstraksikan peristiwa-peristiwa agar
dapat mengelompokannya ke dalam skala dunia tanpa memperhatikan esensi
struktur suatu bahasa atau kebudayaan tertentu. Sebagai ilustrasi dapat
dikemukakan bahwa dari segi pandnagan emik, seorang analisis dapat
menguraikan fungsi struktur sebuah mobil secara keseluruhan dengan
menunjuk bahwa desain bagian-bagian mobil itu hanya dapat berfungsi
dalam kaitannya dengan keseluruhan. Dari segi pendekatan etik, analisis
pada suatu saat dapat menunjuk bagian-bagian yang terdapat di gudang.
Bagian-bagian itu dapat membentu sebuah mobil atas dasar krieria tertentu,
c. Hakikat Fisik, Respons, dan Distribusi
Sering sekali terjadi analisis etik memusatkan diri hanya pada diri fisik
suatu peristiwa tanpa menunjuk pada maksud, pengertian, atau
penggunaannya, dan tanpa menunjuk pada tempat-tempat potensial atau
actual terjadinay peristiwa itu dalam hubungannya dengan urutan peristiwa
lainnya.
Sebaliknya, pendekatan emik pada seluruh tingkatan analisisnya
berkaitan secara langsung maupun tidak langsung pada ciri-ciri fisik suatu
peristiwa maupun pada ciri-ciri distribusinya. Satuan-satuan emik
dinyatakan oleh peristiwa dalam kerangka fisik lainnya.
d. Identitas
Kriteria identitas bagi pendekatan etik adalah unsur-unaur yang tercatat
secara sistematis dan dikemukakan oleh analisis sebagai kerangka semua
kebudayaan atas dasar pengalaman umumsebelum ia memulai kegiatan
analisis emiknya dalam suatu kebudayaan tertentu. Pada pihak lain, untuk
maksud-maksud emik, kriteria identitas pada tahap struktur yang ditelaah
ditentukan secara secepatnya pada setiap bahasa atau kebudayaan, dengan
mnunjuk pada identitas aatau perbedaan respons terhadap berbagai macam
kegiatan.
Jadi, kriteria etik menampilkan segi mutlak dalam kerangka rentangan
sensitivitas alat penelitian, kriteria emik lebih menampilkan kenisbian
dengan identitas kegiatan yang ditentukan dengan cara menunjuk pada
system kegiatan tertentu.
e. Titik Tolak dari Segi Nilai
Pendekatan etik menekankan nilai dari segi berikut : (1) dengan jalan
memberikan kepda siswa atau mahasiswa yang baru belajar latihan yang
luas tentang jenis perilaku yang terjadi di duniain sehingga menjadi lebih
siap untuk mengenal secara cepat perbedaan jenis-jenis peristiwa yang
diamati dan membantunya agar dapat membedakan secara tajam perbedaan-
perbedaan dalam peristiwa yang sama. (2) Selama proses berlangsung, ia
dapat memperoleh Teknik dan simbolisme mencatat peristiwa-peristiwa
suatu kebudayaan. (3) Akhirnya sebagai seorang spesialis yang berasal dari
suatu kebudayaan tidak ada jalan lain untuk memulai analisis emiknya
dengan deskripsi peristiwa itu secara kasar, tentative, dan secara kurang
tepat. (4) Dalam studi terjadinya peristiwa geografis, atau difusi jenis
kegiatan tertentu dalam satu lokasi, seseorang analisis barangkali tidak
memilih sesuatu untuk mengadakan studi emik secara lengkap tentang suatu
kebudayaan. Untuk itu ia membandingkannya secara etik dengan jalan
menarik sampel dari beberapa lokasi dengan mendalami beberapa daerah
strategis secara emik.
Nilai studi secara emik adalah : (1) mengarah pada pengertian tentang
cara di tempat bahasa atau kebudayaan dikonstruksi, bukan sebagai satu seri
berbagai macam bagian, tetapi sebagai kegiatan Bersama. (2) hal itu
membantu seseorang untuk meminati bukan saja susunan bahasa dan
kebudayaan secara keseluruhan, melainkan juga membantu seseorang untuk
memahami pemeran individual dlaam drama kehidupan, yaitu sikap, motif,
perhatian, respons, konflik, dan perkembangan pribadinya.
Dengan uraian tersebut tampak adanya perbedaan di antara keduanya
walaupun bagi pandangan orang awam sebenarnya sukar untuk menarik
garis perbedaan yang tegas di anatara pendekatan etik dan emik itu.
Persoalan penelitian kualitatif sehubungan dengan kedua pendekatan itu
ialah : jika kita benar-benar mau melaksanakan penelitian kualitatif,
ternyata tidak semudah matematika sederhana. Jika mau melaksanakan
penelitian dengan paradigma alamiah, maka jelas bahwa kita harus
menggunakan pendekatan emik dan menjauhkan pendekatan etik dari benak
kita. Hal demikian lebih mudah mengatakannya daripada menerapkannya
karena dalam diri kita telah terbentuk seperangkat pengetahuan, kategori,
system klasifikasi, yang barangkali secara sadar atau tidak dapat kita
kenkaan pada data. Namun, walaupun dnegan segala keterbatasan itu,
hendaknya kita berusaha agar dengan pendekatan itu kita makin dekat pada
pendekatan emik.13
13
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2019) h.88