Anda di halaman 1dari 13

AGAMA, SAINS DAN KLAIM

KEBENARAN PASCA KRISIS


COVID-19
Muhammad Iqbal
UIN Antasari Banjarmasin
Agama (religion) dan Sains

 Istilah agama (religion) sebagai sistem kepercayaan (pengetahuan) muncul setelah


masa pencerahan di Barat. Sebelumnya istilah religio lebih bermakna sebagai
kesalehan (Harrison 2015).
 Istilah "sains" seperti yang saat ini digunakan juga menjadi umum di abad
kesembilan belas. Sebelum ini, apa yang kita sebut "sains" dikenal sebagai "filsafat
alam (natural philosophy)“ (De Cruz 2022).
 Para filsuf dalam bidang sains telah berusaha untuk memisahkan sains dari model
pengetahuan lainnya, khususnya agama. Misalnya, Karl Popper (1959) mengklaim
bahwa hipotesis saintifik (tidak seperti dalam agama dan filsafat) pada prinsipnya
dapat difalsifikasi.
 Sains menyangkut alam, sedangkan agama menyangkut dunia supernatural dan
hubungannya dengan alam. Sains tidak berurusan dengan entitas supernatural.
Misalnya, ahli saraf biasanya menjelaskan pikiran kita sesuai keadaan otak, tidak
mengacu pada jiwa atau roh yang tidak berwujud.
Relasi agama dan sains

 Setelah masa renaisans muncul pandangan di Barat bahwa hubungan antara


agama dan sains adalah saling berperang atau acuh tak acuh satu sama
lainnya.
 Pandangan ini ditentang oleh Ian Barbour yang menunjukkan ada 4 (empat)
model hubungan antara agama dan sains:
 Konflik
 Acuh tak acuh
 Dialog
 Integrasi
Agama, Sains dan Klaim Kebenaran

 Beberapa kalangan umat beragama berpandangan (skripturalisme) bahwa


bencana yang dialami manusia, baik itu bencana alam, sosial atau penyakit,
terjadi karena manusia tidak mengikuti aturan agama yang digariskan dalam
kitab suci.
 Di sisi lain beberapa kalangan saintis (saintisme) berpendapat bahwa
kehidupan publik, termasuk pemerintah, pendidikan, dan kebijakan harus
dipandu oleh argumen rasional dan bukti ilmiah, dan bahwa segala bentuk
supernaturalisme (terutama agama) tidak memiliki tempat dalam kehidupan
publik. Mereka memperlakukan klaim agama, seperti keberadaan Tuhan,
sebagai hipotesis ilmiah yang dapat diuji.
Islam dan Sains

 Hubungan antara Islam dan sains sangatlah kompleks. Saat ini, negara-negara
berpenduduk mayoritas Muslim menikmati urbanisasi dan perkembangan
teknologi yang tinggi, tetapi mereka masih tertinggal dalam bidang sains
dibandingkan dengan wilayah lain (di luar Barat) seperti India dan Cina (Edis
2007).
 Beberapa Muslim lebih percaya kepada apa yang disebut pengobatan islami
dari pada pengobatan secara saintifik. (Guessoum 2011).
Saintis Sarjana Islam

 Al-Farabi (872-950), filsuf politik, juga menyelidiki teori musik, sains, dan
matematika.
 Ibn Sina (Avicenna, 980-1037) umumnya dianggap sebagai salah satu inovator
paling signifikan, tidak hanya dalam filsafat, tetapi juga dalam kedokteran
dan astronomi. Canon of Medicine-nya, sebuah ensiklopedia medis, adalah
buku teks standar di universitas-universitas di seluruh Eropa selama berabad-
abad setelah kematiannya. Avicenna (Ibn Sina) dianggap sebagai pelopor
pengobatan awal tetapi juga dihormati sebagai sarjana Islam. Ibnu Sina
mengusulkan bahwa harus ada masa karantina selama 40 hari untuk
menghentikan penyebaran penyakit menular.
 Ibn Rusydi (Averroes, 1126-1198) menulis tentang kedokteran, fisika,
astronomi, psikologi, fiqh, musik, dan geografi, di samping mengembangkan
teologi filosofis.
Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari
(1710-1812)
Islam dan Sains dalam pemikiran Syekh
Arsyad al-Banjari
 Do bees lay eggs or give birth?
Islam dan Sains dalam pemikiran Syekh
Arsyad al-Banjari
 Are kalimbuai and haliling lawful to be consumed
Islam dan Sains dalam pemikiran Syekh
Arsyad al-Banjari
 The direction of qiblah
Saintisme dan Skripturalisme: Dua klaim
kebenaran dalam krisis Covid-19
 Tidak semua saintis membenarkan saintisme.
 Semua ahli agama meyakini keberanaran skriptur (kitab suci) tapi tidak
semuanya adalah skripturalisme.
Membangun relasi konstruktif antara
Sains dan Islam
 Ada banyak distorsi dalam hubungan antara sains dan Islam selama masa
Covid-19.
 Islam menentang saintisme, bukan sains!
 Sains dan Islam (agama) secara epistemologis tidak bertentangan, keduanya
bermain di lapangan yang berbeda.
 Sains dan Agama berperan masing-masing di wilayahnya dalam penanganan
kasus Covid-19.
 Jadi, dalam praktik sosial, pertanyaannya bukan mana yang paling benar di
antara agama (Islam) dan Sains, tapi apa kontribusi keduanya dalam
memberikan solusi bagi persoalan yang dihadapi masyarakat.
Daftar Pustaka

 Barbour, Ian G., 2000, When Science Meets Religion: Enemies, Strangers, or
Partners?, New York: HarperCollins.
 De Cruz, Helen, "Religion and Science", The Stanford Encyclopedia of
Philosophy (Fall 2022 Edition), Edward N. Zalta (ed.), forthcoming URL =
<https://plato.stanford.edu/archives/fall2022/entries/religion-science/>.
 Edis, Taner, 2007, An Illusion of Harmony: Science and Religion in Islam,
Amherst, NY: Prometheus Books.
 Guessoum, Nidhal, 2011, Islam’s Quantum Question: Reconciling Muslim
Tradition and Modern Science, London and New York: Tauris.
 Harrison, 2015, The Territories of Science and Religion, Chicago: University of
Chicago Press.
 Popper, Karl, 1959, The Logic of Scientific Discovery, New York: Hutchinson.

Anda mungkin juga menyukai