Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PRAKTIKUM PENGOLAHAN SINYAL DIGITAL

MODUL 1

PENGANTAR SINYAL

NAMA : Salwa Hafifah Siregar

NIM : 2004105010036

PRODI : Teknik Elektro

MATA KULIAH : Pengolahan Sinyal Digital

DOSEN : Dr. Maulisa Oktiana, S.T.

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO DAN KOMPUTER

PRODI TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SYIAH KUALA

2022
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Tujuan Percobaan


1. Mampu membuat plot sinyal waktu diskrit, terutama untuk sinyal-sinyal
elementer seperti, unit impuls, unit step, pulsa, sinyal eksponensial, dan sinyal
sinusoidal.
2. Mengetahui cara menentukan panjang sinyal
3. Mengetahui cara membuat sketsa dari fungsi sinc(x)

1.2 Dasar Teori


Sinyal didefinisikan sebagai kuantitas fisik yang membawa pesan atau informasi.
Satu hal yang membedakan antara sinyal dan gelombang adalah masalah informasi;
sinyal membawa informasi sedangkan gelombang tidak. Sinyal biasanya
direpresentasikan secara matematik dalam bentuk fungsi satu atau lebih variabel.
Sinyal yang hanya mempunyai satu variabel disebut sinyal satu dimensi (1-D), sebagai
contoh adalah sinyal suara yang amplitudonya hanya tergantung pada satu variabel
yaitu waktu. Untuk sinyal 1-D, variabel bebasnya biasanya adalah waktu. Sinyal
dengan dua atau lebih variabel disebut sinyal multi dimensi (M-D). Sebagai contoh,
sinyal gambar (image) merupakan fungsi dua variabel ruang (koordinat x dan y).
Istilah pengolahan sinyal berhubungan dengan metode-metode analisis,
modifikasi, atau ekstraksi informasi dari suatu sinyal. Secara umum, pengolahan sinyal
merupakan representasi matematik dan algoritma untuk melakukan proses-proses
analisis, modifikasi, atau ekstraksi informasi seperti yang disebutkan di atas.
Sedangkan istilah digital berarti bahwa pengolahan sinyal tersebut dilakukan
menggunakan komputer atau perangkat digital.
1.2.1 Macam-macam Sinyal
Disini akan dibatasi sinyal satu dimensi yang bernilai tunggal, yaitu untuk satu
waktu hanya terdapat satu nilai saja, baik nilai riil maupun kompleks. Berbagai
klasifikasi sinyal adalah sebagai berikut:
1. Sinyal waktu-kontinu, waktu-diskrit, analog, dan digital
Sinyal waktu-kontinu adalah sinyal yang variabel bebasnya kontinu, terdefinisi
pada setiap waktu. Sedangkan sinyal waktu-diskrit adalah sinyal yang variabel
bebasnya diskrit, yaitu terdefinisi pada waktu-waktu tertentu dan karena itu
merupakan suatu urut-urutan angka (sequence of numbers).

Sinyal analog adalah sinyal waktu-kontinu dengan amplitudo yang kontinu.


Contohnya adalah sinyal suara. Sinyal digital adalah sinyal waktu-diskrit dengan
amplitudo bernilai-diskrit yang digambarkan dalam suatu jumlah digit yang terbatas.
Contohnya adalah sinyal musik yang terdigitasi yang tersimpan dalan CD-ROM.

Selain itu, terdapat juga sinyal data-tercacah dan sinyal boxcar. Sinyal data-
tercacah (sampled-data signal), yaitu sinyal waktu-diskrit yang dengan amplitude
bernilai-kontinu. Sinyal boxcar terkuantisasi (quantized boxcar signal), yaitu sinyal
waktu-kontinu dengan amplitudo bernilai-diskrit. Sinyal-sinyal tersebut digambarkan
dalam Gambar 1.1.

Gambar 1.1 Sinyal Waktu-kontinu, sinyal digital, sinyal data-tercacah, dan sinyal
boxtar terkuantisasi
Untuk sinyal waktu-kontinu, variable bebas kontinunya dilambangkan dengan
t, sementara untuk sinyal waktu-bebas variable bebas diskritnya dilambangkan dengan
n. Sebagai contoh, x(t) menggambarkan suatu sinyal waktu-kontinu dan x[n]
menggambarkan suatu sinyal waktu-diskrit. Setiap anggota, x[n], dari suatu sinyal
waktu-diskrit disebut sampel.
Secara matematik, sampel untuk sinyal waktu-kontinu x(t) pada saat t = nTs
adalah
x[n] = x ( nTs ) dengan n = 0, 1, 2, (1.1)

dengan Ts adalah periode sampling.

2. Sinyal genap dan sinyal ganjil


Sinyal waktu-kontinu x ( t ) disebut sinyal genap jika

x ( −t ) = x ( t ) untuk semua t (1.2)

dan disebut sinyal ganjil jika


x ( −t ) = − x ( t ) untuk semua t (1.3)

Secara geometrik, sinyal genap akan simetris terhadap sumbu y dan sinyal
ganjil akan antisimetrik terhadap titik O(0,0). Contoh yang paling sederhana untuk
sinyal genap adalah sinyal kosinus dan untuk sinyal ganjil adalah sinyal sinus.
Setiap sinyal waktu-kontinu x ( t ) mempunyai komponen sinyal genap dan ganjil

sedemikian sehingga
x ( t ) = xe ( t ) + xo ( t ) (1.4)

dengan xe ( t ) adalah komponen sinyal genap dan xo ( t ) adalah komponen sinyal

ganjil. Dengan mensubstitusi t = −t pada persamaan (1.4) akan menjadi


x ( −t ) = xe ( −t ) + xo ( −t ) dan dengan menggunakan persamaan (1.2) dan (1.3) akan

menjadi
x ( −t ) = xe ( t ) − xo ( t ) (1.5)

Jika dilakukan eliminasi antara persamaan (1.4) dan (1.5) akan menghasilkan
1
xe ( t ) =  x ( t ) + x ( −t )  (1.6)
2
1
xo ( t ) =  x ( t ) − x ( −t )  (1.7)
2
3. Sinyal periodik dan sinyal aperiodik
Sinyal x ( t ) periodik jika memenuhi

x (t ) = x (t + T ) (1.8)

dengan T adalah suatu konstanta positif yang menyatakan periode sinyal tersebut. Nilai
T terkecil yang memenuhi persamaan (1.8) disebut sebagai periode dasar. Kebalikan
dari T disebut sebagai frekuensi.
1
f = (1.9)
T
Frekuensi pada persamaan (1.9) dinyatakan dalam satuan Hz (hertz) atau siklus
per detik. Cara lain menyatakan frekuensi adalah dengan satuan radian per detik yang
disebut sebagai frekuensi sudut (angular).
2
 = 2 f = (1.10)
T
Contoh sinyal periodik ditunjukkan pada Gambar 1.2. Gambar 1.2 mempunyai
periode 0,2 detik.

Gambar 1.2 Contoh sinyal periodik dengan periode 0,2 detik

Sinyal yang tidak memenuhi persamaan (1.10) disebut sinyal aperiodik. Mirip
dengan sinyal waktu-kontinu, untuk sinyal waktu-diskrit periodik memenuhi
x  n = x  n + N  (1.11)

dengan N adalah konstanta bilangan bulat positif. Nilai N terkecil yang memenuhi
persamaan (1.11) disebut periode dasar untuk sinyal waktu-diskrit x  n  . Frekuensi

sudut dasarnya diberikan oleh


2
= (1.12)
N
Contoh sinyal periodik diskrit dengan periode N = 8 ditunjukkan pada Gambar 1.3.

Gambar 1.3 Contoh sinyal waktu-diskrit periodik dengan periode 8 detik

4. Sinyal deterministik dan sinyal acak


Sinyal deterministik didefinisikan sebagai sinyal yang dapat ditentukan melalui
suatu proses tertentu seperti ekspresi matematis atau aturan tertentu atau tabel look-up.
Sedangkan sinyal acak adalah sinyal yang dibangkitkan dengan cara acak dan tidak
dapat diprediksi untuk waktu yang akan datang. Gambar 1.2 merupakan contoh sinyal
deterministik. Sinyal derau (noise) dan EEG (electroencephalogram) yang ditunjukkan
pada Gambar 1.4 adalah contoh sinyal acak.

Gambar 1.4 Sinyal EEG sebagai sinyal acak


1.2.2. Sinyal-sinyal Dasar
Beberapa sinyal dasar yang sering dijumpai dalam topik sinyal dan sistem
diantaranya adalah sinyal eksponensial, sinusoidal, unit step, impuls, dan ramp.
1. Sinyal eksponensial
Secara umun sinyal ini mempunyai bentuk
x ( t ) = Beat (1.13)

dengan B dan a adalah konstanta. Parameter B disebut amplitudo. Jika a  0


maka sinyal eksponensial tersebut akan naik; sebaliknya jika a  0 maka sinyal
eksponensial tersebut akan menurun. Hal ini ditunjukkan pada Gambar 1.5.

Gambar 1.5 Sinyal eksponensial (a) a  0 (b) a  0

Untuk sinyal eksponensial waktu-diskrit


x  n  = Br n (1.14)

dengan r = e . Untuk 0  r  1 sinyal akan menurun, sedangkan untuk r  1


sinyal akan naik. Hal tersebut ditunjukkan pada Gambar 1.6. Jika r  0 sinyal akan
mempunyai nilai postif dan negatif berselang-seling, nilai positif ketika n genap, dan
negatif ketika n ganjil.
Gambar 1.6 Sinyal eksponensial diskrit (a) 0  r  1 (b) r  1 .

2. Sinyal sinusoidal
Secara umum, sinyal sinus dan kosinus disebut sebagai sinyal sinusoidal. Sinyal
kosinus pada dasarnya adalah sinyal sinus yang digeser  2 radian ke kiri. Sehingga,
sinyal kosinus dapat dinyatakan dalam sinus dan begitu juga sebaliknya. Dalam buku
ini sinyal sinusoidal referensi yang digunakan adalah kosinus yang secara umum
dinyatakan sebagai
x ( t ) = A cos (t +  ) (1.15)

dengan A adalah amplitudo, ω adalah frekuensi sudut dalam radian/detik, dan ϕ adalah
sudut fasa dalam radian.
Sinyal sinusoidal adalah sinyal periodik dengan periode
2
T= (1.16)

Dalam bentuk diskrit sinyal sinusoidal diberikan oleh


x  n = A cos ( n +  ) (1.17)

dengan frekuensi sudut diskrit dalam radian/siklus diberikan oleh


2 m
= m, N = bilangan bulat (1.18)
N
Tidak semua sinyal sinusoidal diskrit periodik. Untuk periodik frekuensi
sudutnya harus merupakan kelipatan 2 seperti ditunjukkan oleh persamaan (1.18).
Contoh sinyal sinusoidal kontinu dan diskrit ditunjukkan pada Gambar 1.7 dan 1.8..

Gambar 1.7 Sinyal sinusoidal kontinu

Gambar 1.8 Sinyal sinusoidal diskrit

Bentuk sinyal sinusoidal seperti pada persamaan (1.15) disebut sebagai bentuk
polar. Sinyal sinusoidal juga dapat dinyatakan dalam bentuk rectangular, yaitu terdiri
dari komponen sinus dan kosinus, seperti ditunjukkan persamaan (1.19).

A cos (t +  ) = A cos ( ) cos (t ) − A sin ( ) sin (t )


(1.19)
= C cos (t ) + D sin (t )
dengan C = A cos ( ) dan D = − A sin ( ) . Dengan mengambil bentuk kuadrat dari

parameter C dan D didapat C 2 = A2 cos 2 ( ) dan D 2 = A2 sin 2 ( ) . Dengan

menjumlahkan kuadrat C dan D didapat nilai untuk parameter A, yaitu

(
C 2 + D 2 = A2 cos2  + sin 2  ) (1.20)
A =C +D  A= C +D
2 2 2 2 2

Sudut fasa diperoleh dengan menggunakan

C  −1  − D 
 = cos −1   = sin   (1.21)
 A  A 

Jika dua sinyal sinusoidal yang mempunyai frekuensi yang sama dijumlahkan,
maka hasilnya juga merupakan sinusoidal dengan frekuensi yang sama pula. Jika
diberikan x1 ( t ) = A1 cos (t + 1 ) dan x2 ( t ) = A2 cos (t + 2 ) maka

x ( t ) = x1 ( t ) + x2 ( t ) = A cos (t +  ) (1.22)

Dengan

A = A12 + A22 + 2 A1 A2 cos (1 − 2 ) (1.23)

A1 sin (1 ) + A2 sin (2 )


 = tan −1 (1.24)
A1 cos (1 ) + A2 cos (2 )

Sinyal sinusoidal kompleks dapat dinyatakan sebagai


x ( t ) = Ae j (t + ) = Ae j e jt − t  
(1.25)
= A cos (t +  ) + jA sin (t +  )

dengan e jt adalah sinusoidal kompleks dengan amplitudo 1 dan fase 0 dan Ae j
adalah amplitudo kompleks.
Jika sinyal sinusoidal dikalikan dengan sinyal eksponensial menurun akan
didapatkan sinyal yang disebut sebagai sinyal sinusoidal teredam eksponensial
(exponentially damped sinusoidal signal) yang ditunjukkan pada Gambar 1.9. Sinyal
sinusoidal teredam eksponensial diberikan oleh persamaan (1.26).

x ( t ) = Ae− t sin (t +  )  0 (1.26)

Gambar 1.9 Sinyal sinusoidal teredam eksponensial

3. Sinyal unit step


Sinyal unit step kontinu dan diskrit didefinisikan oleh

1, t  0
u (t ) =  (1.27)
0 t  0

1, n  0
u  n =  (1.28)
0, n  0

Sinyal unit step kontinu dan diskrit ditunjukkan pada Gambar 1.10. Sinyal unit
step kontinu tidak terdefinisi pada saat t = 0 , karena pada waktu tersebut terjadi
lonjakan tiba-tiba dari 0 ke 1.
x[n]
1

n
−3 −2 −1 0 1 2 3 4

(a) (b)
Gambar 1.10 Sinyal unit step (a) kontinu (b) diskrit

Contoh 1.1
Sinyal rectangular dapat dibentuk dari penjumlahan dua sinyal unit step. Secara umum,
sinyal rectangular dengan amplitudo A didefinisikan sebagai
A rect ( t 2a ) = A u ( t + a ) − u ( t − a )  (1.29)

Untuk sinyal rectangular seperti pada Gambar 1.11 terbentuk dari persamaan-
persamaan
x1 ( t ) = Au ( t + 0,5 )
x2 ( t ) = − Au ( t − 0,5 )

Sehingga menjadi

x ( t ) = x1 ( t ) + x2 ( t ) = Au ( t + 0,5 ) − Au ( t − 0,5 )
= A rect ( t )

Gambar 1.11 Sinyal rectangular


Contoh 1.2
Fungsi signum didefinisikan sebagai

 1, t  0

sgn t =  0, t = 0 (1.30)
−1 t  0

Fungsi tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.12 dan dapat juga dinyatakan dalam unit
step sebagai

sgn t = −1 + 2u ( t ) (1.31)

Gambar 1.12 Sinyal signum

4. Fungsi unit impuls


Sinyal unit impuls sering disebut sebagai fungsi Dirac delta, atau fungsi delta.
Sinyal jenis ini banyak digunakan untuk pemodelan berbagai fenomena fisik,
diantaranya adalah tegangan/arus yang terjadi dalam waktu yang sangat singkat. Fungsi
Dirac delta didefinisikan sebagai
t2

 x (t )  (t ) dt = x ( 0)
t1
t1  0  t2 (1.32)

dengan syarat x ( t ) kontinu pada x = 0 . Beberapa properti untuk fungsi Dirac delta

tersebut adalah:
1.  ( 0 ) = 1

2.  ( t ) = 0, t0

3.   (t ) dt = 1
−

4.  ( t ) adalah fungsi genap karena  ( t ) =  ( −t )

Untuk bentuk diskrit dengan mudah dapat ditulis

1, n = 0
  n =  (1.33)
0, n  0

Fungsi Dirac delta kontinu dan diskrit ditunjukkan pada Gambar 1.13.

(a) (b)
Gambar 1.13 Fungsi Dirac delta (a) kontinu (b) diskrit

Fungsi impuls merupakan turunan pertama dari fungsi unit step, dan sebaliknya
juga unit step merupakan integral dari fungsi impuls.
d
 (t ) = u (t ) (1.34)
dt
t
u (t ) =   ( ) d (1.35)
−

Properti penyaringan (sifting property). Properti penyaringan diberikan oleh

 x (t ) , t1  t0  t2
t2

 x (t )  (t − t ) dt =  0,
0
0 (1.36)
t1 yang lain

Terlihat dari persamaan (1.36) jika sinyal x ( t ) dikalikan dengan  ( t − t0 ) dan

diintegral selama selang waktu antara t1 dan t2 maka sinyal akan ‘tersaring’ sehingga

hanya terdefinisi pada t = t0 , selainnya adalah nol, dengan catatan t0 ada dalam rentang

t1  t0  t2 .

Properti pencuplikan (sampling property). Jika x ( t ) kontinu pada t0 maka

x ( t )  ( t − t0 ) = x ( t0 )  ( t − t 0 ) (1.37)

Persamaan (1.37) menggambarkan bahwa jika mengalikan sinyal x ( t ) dengan

 ( t − t0 ) maka akan dihasilkan sinyal x ( t0 ) yaitu hanya terdefinisi pada saat sinyal
unit impulse terdefinisi.

Properti penskalaan (scaling property). Properti penskalaan pada unit impulse dapat
ditulis sebagai

1  b
 ( at + b ) =  t +  (1.38)
a  a
Turunan fungsi impulse. Turunan fungsi unit impulse disebut unit doublet,
didefinisikan sebagai
t2

 x (t )  ' (t − t ) dt = − x ' (t ) ,
t1
0 0 t1  t0  t2 (1.39)

dengan kondisi x ( t ) mempunyai turunan pada x = t0 . Beberapa properti dari unit

doublet adalah:
1. x ( t )  ' ( t − t0 ) = x ( t0 )  ' ( t − t0 ) − x ' ( t0 )  ' ( t − t0 )
t
2.   ' ( − t ) d =  (t − t )
−
0 0

1  b
3.  ' ( at + b ) =  ' t + 
a  a

Turunan kedua unit impulse disebut triplet. Turunan ke-n dari unit impulse diberikan
sebagai
t2

 x (t )  (t − t ) dt = ( −1) x( n ) ( t0 ) , t1  t0  t2
( )n n
0 (1.40)
t1

Representasi unit doublet ditunjukkan pada Gambar 1.14.

Gambar 1.14 Representasi unit doublet


5. Fungsi ramp
Fungsi ramp didefinisikan oleh
t , t  0
r (t ) =  (1.41)
0 t  0
Fungsi ramp dapat juga didapatkan dengan mengintegralkan fungsi unit step.
t t

 u ( ) d =  d = r ( t )
− 0
(1.42)

Fungsi ramp ditunjukkan pada Gambar 1.15.

Gambar 1.15 Fungsi ramp

6. Fungsi sampling
Fungsi yang paling sering muncul pada spektrum frekuensi adalah fungsi sampling
Sa ( x ) , yang didefinisikan sebagai

sin ( x )
Sa ( x ) = (1.43)
x
Fungsi Sa ( x ) merupakan fungsi sinus yang teredam karena nilai

pembilangnya terbatas, yaitu sin x  1 , namun penyebutnya akan terus naik. Fungsi

Sa ( x ) ditunjukkan pada Gambar 1.16. Terlihat fungsi tersebut adalah fungsi genap

dan memiliki puncak pada saat x = 0 dan akar-akar pada x =  n .


Gambar 1.16 Fungsi Sa ( x )

Fungsi yang berkaitan dengan fungsi sampling adalah fungsi sinc ( x ) , yaitu

sin  x
sinc ( x ) = = Sa ( x ) (1.44)
x
Fungsi sinc ( x ) ditunjukkan pada Gambar 1.17 yang menunjukkan fungsi

sinc ( x ) adalah fungsi Sa ( x ) yang dikompresi dengan faktor kompresi π.

Gambar 1.17 Fungsi sinc ( x )


BAB 2
PROSEDUR PERCOBAAN

2.1 Alat dan Bahan

Tabel 1.1 Alat dan Bahan

No. Alat dan Bahan Jumlah


1 Mathlab 1
2 PC/Laptop 1

2.2 Prosedur Percobaan


Untuk menyatakan fungsi unit step diskrit pada MATLAB, kita dapat
menggunakan perintah
ones(1,N)
dengan N adalah panjang unit step yang terdefinisi oleh N  0 . Berikut contoh
programnya:
% Program 1.1
% % Menentukan panjang signal
%N = input('masukkan panjang sinyal = ')
x = 0:(N-1);
y = ones(1,N);
% Melakukan plot sinyal
stem(x,y)
axis([-1 N -0.2 1.2])
xlabel('sampel')
ylabel('amplitudo')

Jika diberi input


N = 10
maka didapatkan hasil seperti pada Gambar 2.1.

Perintah
axis([xmin xmax ymin ymax])
digunakan untuk menyetel batas minimum dan maksimum sumbu x dan sumbu y.

0.8

0.6
amplitudo

0.4

0.2

-0.2
-1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
sampel

Gambar 2.1 Fungsi unit step kontinu

Untuk menyatakan fungsi unit impuls dengan panjang N dengan N  0 dapat


menggunakan perintah
unit_impuls = [1 zeros(N-1)]
Berikut contoh programnya.

% Program 1.2
% Menggambar fungsi unit impuls
% Menentukan panjang signal
N = input('masukkan panjang sinyal = ')
x = 0:(N-1);
delta = [1 zeros(1,N-1)];
% Melakukan plot sinyal
stem(x,delta)
axis([-1 N -0.2 1.2])
xlabel('sampel')
ylabel('amplitudo')
Dengan menggunakan panjang sinyal yang sama dengan contoh sebelumnya didapat
hasil seperti pada Gambar 2.2.

0.8

0.6
amplitudo

0.4

0.2

-0.2
-1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
sampel

Gambar 2.2 Fungsi step diskrit

Beberapa fungsi untuk membangkitkan sinyal juga dapat dilakukan dengan


MATLAB, yaitu
exp (x), sin(x), cos(x), square(x), sawtooth(x)
Sebagai contoh kita akan membangkitkan fungsi eksponensial kompleks seperti pada
program berikut:
% Program 1.3
% Membangkitkan fungsi eksponensial kompleks y[n] = C * exp(jkn)
% Menentukan konstanta-konstanta
C=input('masukkan konstanta C = ')
k=input('masukkan konstanta k = ')
N=input('masukkan panjang sinyal = ')
n=1:N;
y = C*exp(j*k*n);
% Melakukan plot sinyal
stem(n,real(y),'b')
hold on
stem(n,imag(y),'rd:')
xlabel('waktu')
ylabel('amplitudo')
legend('bagian real','bagian imajiner')
Jika kita memasukkan C = 2, k = 0.5, dan N = 20, maka didapatkan hasil seperti
Gambar 2.3. Fungsi real(x) dan imag(x) menentukan bagian riil dan imajiner dari suatu
sinyal kompleks x berturut-turut.

2
bagian real
bagian imajiner
1.5

0.5
amplitudo

-0.5

-1

-1.5

-2
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
waktu

Gambar 2.3 Bagian real dan imajiner suatu sinyal kompleks

Sebuah sinyal waktu diskrit, x[n], adalah sebuah fungsi yang memetakan
variabel bebas (independent) n, ke variabel dependent x. Variabel n adalah bilangan
bulat (integer) yang berfungsi sebagai indeks waktu diskrit. Sedangkan x dapat bernilai
real atau kompleks. Pada praktikum ini dan seterusnya, x dianggap bernilai real, dan
sering disebut dengan amplitudo. Ilustrasi sinyal waktu diskrit x[n] dapat dilihat pada
Gambar 2.4. Harus diingat kembali bahwa variabel T pada gambar tersebut adalah
waktu cuplik atau sampling.
Gambar 2.4 Sinyal Waktu Diskrit

Ilustrasi sinyal waktu diskrit dengan MATLAB dapat dilakukan dengan 3


langkah berikut:
1. Tentukan indeks sample n
2. Tentukan nilai x untuk setiap sampel n
3. Gunakan perintah (command) dasar untuk plot SWD:
stem(n,x)
Sebagai contoh, diberikan sinyal waktu diskrit dalam bentuk barisan (sequence)
berikut

𝑥[𝑛] = {1, 3, 2, −1}



Plot sinyal tersebut dengan MATLAB dapat dilakukan dengan:
n=[0,1,2,3]; % definisikan indeks sampel n
x=[1,3,2,-1]; % tentukan nilai x terhadap n
stem(n,x);
Hasil eksekusi perintah di atas dapat dilihat pada Gambar 1.6. Label n pada sumbu
horizontal dan label x[n] pada sumbu vertikal dapat dibuat dengan kode berikut
xlabel(’n’); % buat label pada sumbu horizontal
ylabel(’x[n]’); % buat label pada sumbu vertikal
Gambar 2.5 Hasil plot sinyal x[n] dengan perintah stem

Fungsi impseq. Dapat membangkitkan sinyal unit pulsa. Fungsi ini mempunyai
[x, n]=impseq(n0, ns, ne). Fungsi tersebut mempunyai dua variabel output yaitu x dan
n dan mempunyai tiga variabel input, n0, ns dan ne. Variabel n0 menyatakan posisi
unit pulsa. Sedangkan variabel ns dan ne adalah indeks awal dan akhir interval sinyal
unit pulsa. Berikut adalah definisi fungsi impseq.

function [x,n] = impseq(n0,ns,ne)


% Generates x(n) = delta(n-n0); ns <= n <= ne
% ----------------------------------------------
n = [ns:ne]; x = [(n-n0) == 0];

Matlab mempunyai fungsi built-in yang dapat digunakan untuk membuat plot
sinyal ini, yaitu: heaviside.

Kita akan mencoba membuat sketsa dari fungsi sinc(x), seperti pada Gambar
2.5. MATLAB menyediakan perintah dengan nama yang sama, yaitu
sinc(x)
Berikut adalah contoh programnya:

% Program 1.4
% Melakukan plot fungsi sinc(x) dari x = -2pi sampai dengan x = 2pi
x = -2*pi:0.2:2*pi
y = sinc(x);
% Melakukan plot sinyal
plot(x,y,'b')
hold on
stem(x,y,'rd:')
xlabel('waktu')
ylabel('amplitudo')
legend('kontinu','diskrit')

Hasilnya dapat dilihat pada Gambar 2.6

1
kontinu
diskrit
0.8

0.6

0.4
amplitudo

0.2

-0.2

-0.4
-8 -6 -4 -2 0 2 4 6 8
waktu

Gambar 2.6 Fungsi sinc(x)


BAB 3

ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

3.1 Analisa Data

3.1.1 Bila sebuah sinyal diberikan dalam bentuk fungsi:

h[n] = 2(0.8)n, 0 ≤ n ≤ 6.

Plot sinyal tersebut dengan MATLAB dapat dilakukan dengan rangkaian kode
berikut:

3.1.2 Tampilan hasil plot Sinyal unit impulse dapat divisualisasikan dengan
MATLAB sebagai berikut:
3.2 Hasil Dan Pembahasan

3.2.1 Hasil Plot dari Sinyal h[n] = 2(0.8)n, 0 ≤ n ≤ 6

Gambar 3.1 Plot dari Sinyal h[n] = 2(0.8)n, 0 ≤ n ≤ 6

Berdasarkan simulasi yang dilakukan pada software mathlab untuk


menghasilkan sinyal dari h[n] = 2(0.8)n, dengan 0 ≤ n ≤ 6 dihasilkan amplitude pada
saat n=0 sebesar 2, pada saat n=1 amplitudo yang dihasilkan sebesar 1,6, pada saat n=2
amplitudo yang dihasilkan sebesar 1,3, pada saat n=3 amplitudo yang dihasilkan
sebesar 1, pada saat n=4 amplitudo yang dihasilkan sebesar 0,8, pada saat n=5
amplitudo yang dihasilkan sebesar 0,7, pada saat n=6 amplitudo yang dihasilkan
sebesar 0,5. Dari hasil plot sinyal h[n] = 2(0.8)n , dengan 0 ≤ n ≤ 6 ditunjukkan bahwa
sinyal diskrit memiliki amplitudo menurun atau bisa dikatakan semakin besar n maka
amplitudonya semakin kecil. Sinyal dari h[n] = 2(0.8)n, 0 ≤ n ≤ 6 merupakan sinyal
eksponensial diskrit. Jika r = e untuk 0  r  1 sinyal akan menurun, sedangkan
untuk r  1 sinyal akan naik. Jika r  0 sinyal akan mempunyai nilai postif dan negatif
berselang-seling, nilai positif ketika n genap, dan negatif ketika n ganjil.
3.2.2 Hasil Plot Sinyal Unit Impulse dengan n= -10:10

Gambar 3.2 Plot Sinyal Unit Impulse dengan n= -10:10

Berdasarkan simulasi yang dilakukan pada software mathlab untuk


menghasilkan sinyal unit impuls dengan n= -10:10 maka didapat amplitudo pada saat
n=0 sebesar 1 selain dari n=0 maka nilai amplitudonya sebesar 0. Oleh karena itu,
dihasilkan sinyal unit impuls seperti gambar 3.2.
BAB 4

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
1. Berdasarkan simulasi pada software mathlab maka dihasilkan plot sinyal dari
h[n] = 2(0.8)n, dengan 0 ≤ n ≤ 6 seperti gambar 3.1 yang mana dapat
disimpulkan bahwa semakin besar n maka semakin kecil amplitudo yang
dihasilkan atau berbanding terbalik. Hal ini dikarenakan r = e untuk
0  r  1 sinyal akan menurun dimana r yang digunakan sebesar 0,8 maka
sinyal yang dihasilkan menurun.
2. Dari plot sinyal h[n] = 2(0.8)n, dengan 0 ≤ n ≤ 6 seperti gambar 3.1
menunjukkan bahwa sinyal tersebut merupakan sinyal eksponensial.
3. Berdasarkan simulasi pada software mathlab maka dihasilkan plot sinyal unit
impuls dengan n= -10:10 seperti gambar 3.2 yang mana dapat disimpulkan
bahwa hanya n=0 yang memiliki amplitudo sebesar 1 selain dari n=0 nilai
amplitudonya sebesar 0.

Anda mungkin juga menyukai