Anda di halaman 1dari 4

Nama : Adha Febriansyah Aji

NIM : 215010107111104
Absen : 28
Kelas : D

Analisis Putusan Mahkamah Agung No. 495 K/TUN/2014

Kasus Perkara tata usaha negara dengan penggugat Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia
dan Indonesia Corruption Watch dengan yang digugat adalah Presiden Republik Indonesia dengan
memberikan kuasa substitusi kepada Basrief Arief yang merupakan Jaksa Agung Republik
Indonesia dan Dr. Patrialis Akbar SH., MH. sebagai Hakim Konstitusi Mahkamah Konstitusi
Republik Indonesia.

Kasus Posisi :

1. Objek sengketa yang dipersoalkan oleh penggugat adalah mengenai Surat Keputusan Tata
Usaha Negara yang dikeluarkan oleh Presiden dengan Nomor 87/P Tahun 2013 tanggal 22
Juli 2013 Para Penggugat mendaftarkan gugatannya secara a quo di Pengadilan Tata Usaha
Negara Jakarta pada senin, 12 Agustus 2013.
2. Yang menjadi objek sengketa yang disengketakan oleh penggugat adalah mengenai :
a. Memberhentikan dengan hormat dari jabatan Hakim Konstitusi, masingmasing
atas nama:
1. Prof. Dr. Maria Farida Indrati, SH.,MH.;
2. Prof. Dr. Achmad Sodiki, SH.,MH.;
b. Mengangkat dalam jabatan Hakim Konstitusi, masing-masing atas nama:
1. Prof. Dr. Maria Farida Indrati, SH.,MH.;
2. Dr. Patrialis Akbar, SH.,MH.;
3. Yang menjadi permasalahan dari gugatan ini adalah terlanggarnya pasal 19 Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003
tentang Mahkamah Konstitusi yang mengamanatkan partisipatif dan transparansi dalam
proses seleksi calon Hakim Konstitusi.
4. Dikatakan bahwa pada tahun 2008 proses seleksi calon hakim Konstitusi penggugat dapat
memberikan masukan dan pertimbangan kepada paniti seleksi. Namun pada proses
pengangkatan Hakim Konstitusi di dalam perkara yang menjadi objek sengketa tidak
dilakukan sebagai mana yang dilakukan pada tahun 2008. kepentingan para Penggugat
dalam perkara a quo sangat dirugikan karena tidak bisa memberikan masukan dan
pertimbangan terhadap calon Hakim Konstitusi sebagaimana yang dilakukan para Penggugat
pada tahun 2008, sehingga dengan tidak adanya masukan dan pertimbangan terhadap calon
Hakim Mahkamah Konstitusi.
5. Proses seleksi hakim konstitusi adalah wujud dari kedaulatan rakyat yang seharusnya
dijamin dalam sebuah penyelengaraan negara yang berlandaskan demokrasi. Sebuah negara
yang demokratis seharusnya membuka diri dan melibatkan seluas mungkin peran serta
rakyat dalam penyelenggaraan negara.
6. Penggugat telah memenuhi ketentuan untuk menggugat sesuai Pasal 53 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Oleh karena itu, Penggugat memiliki hak untuk
mengajukan gugatan.

Dasar Hukum Gugatan :

1. Berdasar kepada Pasal 53 Ayat (1) UU Nomor 9 Tahun 2004 mengenai perubahan atas UU
Nomor 5 Tahun 1986 mengenai PTUN yang bahwa penggugat telah dirugikan yang mana
dalam UU tersebut mengatakan bahwa orang atau badan hukum perdata yang merasa
kepentingannya dirugikan dikarenakan suatu keputusan.
2. Pasal 19 Undang-Undang Mahkamah Konstitusi tentang transparasi dan partisipatif
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 mengenai Peraturan perundang-undangan tentang
integritas, kepribadian adil, tidak tercela, dan mampu berlaku adil serta negarawan yang
menguasai konstitusi dan ketatanegaraan
4. Pasal 9 ayat (1) dan (2) Undang-undang mengenai Keterbukaan Informasi Publik. Isi dari
pasal ini adalah :
“Pasal 9:
(1) Setiap Badan Publik wajib mengumumkan informasi publik secara berkala
(2) Informasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Informasi yang berkaitan dengan Badan Publik
b. Informasi mengenai kegiatan dan kinerja Badan Publik terkait; c. Informasi mengenai
laporan keuangan; dan / atau d. Informasi lain yang diatur dalam peraturan perundang-
undangan.”
3. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Perlunya
transparansi dan akuntabilitas kebijakan para penyelenggara negara
4. Pasal 19 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi, menyatakan bahwa, “pencalonan
hakim konstitusi dilakukan secara transparan dan partisipatif”
5. Pasal 9 ayat (1) huruf A UU Nomor 28 Tahun 1999 mengenai penyelenggaraan negara yang
bersih serta bebas dari KKN
6. Pasal 20 ayat (2) Undang-undang Mahkamah Konstitusi mengenai pemilihan Hakim
Konstitusi wajib diseenggarakan secara objektif dan akuntabel.
7. Pasal 53 ayat (2) Undang-Undang PTUN jo Pasal 3 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999
tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme.
Objek sengketa yang dikeluarkan tergugat dianggap telah melanggart AAUPB

Hasil Analisi Gugatan :


Perkara mengenai diterbitkannya Keputusan Presiden Nomor 87/P Tahun 2013 tanggal 22
Juli 2013. Di dalam perkara ini penggugat mengajukan keberatannya terhadap keputusan dari hasil
banding dari putusan Nomor 139/G/2013/PTUN-JKT. Putusan ini membahas mengenai
pemberhentian hakim konstitusi yang setelah itu dilanjutkan dengan pengangkatan Hakim
Konstitusi yang bernama Dr. Patrialis Akbar SH., MH. Pihak penggugat mengajukan gugatan ini
dengan dasar Keputusan Presiden Nomor 87/P Tahun 2013 tanggal 22 Juli 2013 yang dianggap
merugikan kepentingan penggugat. Gugatan yang dilayangkan oleh penggugat dikarenakan
keputusan yang diambil dianggap merugikan. Dianggap merugikan ini sesuai dengan Pasal 53 (1)
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, yang mengatakan bahwa Orang atau badan hukum
perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara dapat
mengajukan gugatan tertulis kepada pengadilan yang berwenang yang berisi tuntutan agar
Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah dengan atau
tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan/atau direhabilitas. Keputusan Presiden Nomor 87/P Tahun
2013 dianggap merugikan dikarenakan proses pengangkatan yang diangga tidak transparan dan
partisipatif dari masyarakat atau publik. Dan penggugat terhadap perkara ini tidak bisa mengajukan
masukan serta pertimbangan untuk menentukan calon Hakim Konstitusi sama halnya yang pernah
dilakukan penggugat pada tahun 2008. Karena di tahun 2008 tergugat mengumumkan ke publik dan
penggugat serta terbentuknya panitia seleksi dapatnya publik dan pihak penggugat dalam
memberikan masukan serta pertimbangan terkait Hakim Konstitusi.
Dalam hal ini sehingga perlunya pembatalan terhadap Keputusan Presiden Nomor 87/P
Tahun 2013 dikarenakan juga tidak sesuai dengan Asas Umum Pemerintahan yang Baik yang
termuat di dalam pasal 53 ayat (2) UU PTUN jo Pasal 3 UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme. Gugatan yang
dilayangkan oleh penggugat ini juga didukung secara tegas dalam UU Nomor 14 Tahun 2008
tentang keterbukaan informasi publik dengan seleksi hakim konstitusi.
Di dalam tujuannya penggugat menginginkan untuk dibatalkannya terhadap Keputusan
Presiden Nomor 87/P Tahun 2013 dan pengabulan seluruh tuntutan penggugat. Dengan pembatalan
ini tidak sahnya pemberhentian Hakim Konstitusi Prof. Dr. Maria Farida Indrati, SH.,MH danProf.
Dr. Achmad Sodiki, SH.,MH dan pengangkatan Prof. Dr. Maria Farida Indrati, SH.,MH dan Dr.
Patrialis Akbar SH., MH. Serta untuk menghukum tergugat agar membayar perkara yang timbul di
dalam perkara ini. Tetapi di dalam gugatan yang diajukan oleh penggugat ini objek perkara yang
dibahas sifatnya belum final saat diajukannya gugatan serta masih sebagai rekomendasi dari
pemerintah yaitu pihak eksekutif. Serta para penggugat ini tidak memiliki kepentingan yang
dirugikan secara langsung dengan adanya Keputusan Presiden Nomor 87/P Tahun 2013 dan tidak
adanya fakta yang berdasar hukum di dalam gugatan yang dilayangkan.
Dengan pertimbangan yang ada dan sesuai putusan hakim yang memeriksafakta atau judex
facti perkara yang digugat ini tidak melanggar hukum atau undang undang yang berlaku sehingga
tidak dapatnya dipertimbangkan pemeriksaan pada tingkat kasasi. Karena pada tingkat kasasi ini
hanya bisa memeriksa perkara yang tidak dilaksanakannya atau kesalahan dalam pelaksanaan
hukumnya.
Maka dengan hal ini gugatan yang dilayangkan oleh Yayasan Lembaga Bantuan Hukum
Indonesia dan Indonesia Corruption Watch terhadap Presiden Republik Indonesia dengan
memberikan kuasa substitusi kepada Basrief Arief yang merupakan Jaksa Agung Republik
Indonesia dan Dr. Patrialis Akbar SH., MH. Ditolak dan diadiadili dengan menghukum pemohon
kasasi dengan membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi secesar Rp500.000,00 atau Lima Ratus
Ribu Rupiah.

Anda mungkin juga menyukai