Anda di halaman 1dari 23

PENGARUH LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK

PERMAINAN TERHADAP PENYESUAIAN DIRI SISWA


SMA NEGERI 5 LANGSA

OLEH :

M. HAYATUL KAMAL
Nim : 3022019067

Mahasiswi Program Studi


Bimbingan dan Konseling Islam

FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI LANGSA
1443 H / 2022 M
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Banyak dikalangan siswa yang kurang percaya diri serta sangat sulit

untuk dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungannya terutama dalam hal

bersosialisasi. Hal ini dilihat saat mereka berada pada suatu kondisi dan situasi

tertentu, sebagai contohnya adalah apabila seorang siswa dihadapkan pada

komunitas baru (masuk pada lingkungan yang baru). Gejala kurang percaya diri

tersebut muncul ketika dia berbicara atau memulai pembicaraan dengan orang

yang baru ia kenal, mudah cemas dan sering salah ucap ketika berbicara.1

Masalah tersebut harus segera ditangani agar tidak menghambat tumbuh

kembangnya dalam menyesuaikan diri dan bersosialisasi dengan lingkungan

sekitar.2 Akan tetapi tidak semua siswa mengalami rasa kurang percaya diri,

banyak juga siswa yang mempunyai rasa percaya diri yang tinggi dalam

menyesuaikan diri baik bersama teman maupun bersama masyarakat tempat siswa

tersebut tinggal.

Dilihat dari sudut pandang pendidikan, penyesuaian diri sangat menunjang

individu untuk memaksimalkan kemampuan yang dimiliki sehingga terhindar dari

rasa ragu-ragu yang sering mengganggu. Dilihat dari sudut pandang

perkembangan sosial, pada siswa sangat rentan dengan rasa percaya diri yang dia

miliki. Siswa yang memiliki rasa kurang percaya diri akan menghambat tumbuh

kembang siswa tersebut dalam beraktifitas dilingkungan sekitar yang dia tempati,

baik disekolah, keluarga maupun masyarakat. Dilihat dari sudut Bimbingan dan

1
Prayitno dan Erman Amti, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: PT Rineka
Cipta, 2008), h. 309.
2 Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah, (Jakarta: Rajawali Pers,
2007), h.170
1
Konseling, siswa yang kurang percaya diri akan merasa sangat kesulitan dalam

berkomunikasi dengan lawan bicara, yang sering terjadi, mereka sering banyak

salah ucap dalam berbicara. Siswa yang mengalami kurang percaya diri akan

menjadi tanggung jawab BK dalam penyelesaian masalah yang dialami tersebut3

Dari sudut Bimbingan dan Konseling penyesuaian diri yang terdapat

pada siswa usia menengah atas menjadi salah satu penentu dalam keberhasilan

perkembangan dan menjadi suatu bagian yang penting dalam setiap pembicaraan

tentang kepribadian manusia. Konsep penyesuaian diri merupakan sifat yang unik

pada manusia, sehingga dapat digunakan untuk membedakan manusia dari

makhluk hidup lainnya. Manusia sebagai organisme yang memiliki dorongan

untuk berkembang yang pada akhirnya menyebabkan ia sadar akan keberadaan

dirinya. Perkembangan yang berlangsung tersebut kemudian membantu

pembentukan diri pada individu yang bersangkutan.

Menurut Schneiders penyesuaian diri adalah proses yang meliputi respon

mental dan tingkah laku yang mana seorang individu berusaha untuk menguasai

atau menanggulangi kebutuhan-kebutuhan dalam diri, ketegangan, frustrasi,

konflik secara berhasil dan untuk mempengaruhi suatu tingkat keseimbangan

antara tuntutan-tuntutan dalam diri individu dengan tuntutan dari lingkungan

tempat individu berada. Dalam hidupnya seorang individu akan terus menerus

melakukan penyesuaian diri baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap

lingkungannya. Menurut Schneiders (1964) adjustment dibagi menjadi empat,

yaitu penyesuaian diri (personal adjustment), penyesuaian sosial (social

adjustment), penyesuaian pernikahan (marital adjustment), dan penyesuaian

terhadap pekerjaan (vocational adjustment).

3
Syamsul Barci Thalib, Psikologi pendidikan Berbasis Analisis Empiris Aplikatif.
(Jakarta: Rencana. 2010), h. 68.
2
Di lingkungan sekolah siswa dituntut mampu menyesuaikan diri dengan

baik agar tidak menimbulkan kecemasan yang dapat menganggu perkembangan

siswa. Seperti yang dinyatakan oleh Desmita “Bagi seorang adanya suatu

pengalaman yang menyenangkan yang di lakukan di lingkungannya, namun

sekaligus mendebarkan, penuh tekanan, dan bahkan bisa menyebabkan timbulnya

kecemasan”. Oleh karena itu, untuk meminimalisir adanya kecemasan dan

ketegangan pada diri individu tersebut perlu adanya penyesuaian diri yang baik.

Dari pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri sangatlah

diperlukan bagi siswa4

Penyesuaian diri dalam prosesnya dapat muncul konflik, tekanan dan

frustasi, dengan keadaan seperti itu individu didorong untuk meneliti berbagai

kemungkinan perilaku yang tepat untuk membebaskan diri dari konflik agar

individu dapat meningkatkan penyesuaian diri. Salah satu konflik yang dapat

terjadi adalah penolakan diri. Menurut Hurlock “seseorang yang menolak diri

segera tidak dapat menyesuaikan diri dan tidak bahagia”. Maka siswa yang

mengalami perasaan ini merasa dirinya memainkan peran yang dikucilkan.

Akibatnya, ia tidak mengalami saat-saat yang mengembirakan seperti yang

dinikmati oleh teman-teman sebaya. Selain itu tidak dapat menyesuaiakan diri

akan dapat menghambat pembentukan kepribadian, kemandirian dan aktualisasi

diri dalam kehidupan, terutama dalam meraih prestasi disekolah dan

dikhawatirkan dapat menimbulkan masalah-masalah lain yang kompleks lagi.

Adanya masalah terkait dengan kurangnya rasa penyesuaian diri pada

siswa SMA Negeri 5 Langsa, maka dibutuhkan suatu layanan untuk membantu

siswa diantaranya yaitu salah satunya dengan layanan bimbingan kelompok. Pada

4
Abdul Mujib,. Kepribadian Dalam Psikologi Islam; (Jakarta :PT Raja Grafindo Perkasa,
2006), h. 201
3
layanan bimbingan kelompok, siswa diajak bersama-sama mengemukakan

pendapat tentang topik-topik yang dibicarakan dan mengembangkan

permasalahan yang dibicarakan pada kelompok. Bimbingan kelompok adalah

salah satu layanan konseling yang dapat mempengaruhi penyesuaian diri siswa.

Asumsinya melalui kegiatan bimbingan kelompok, siswa dapat berlatih berbicara,

menanggapi, memberi menerima pendapat orang lain, membina sikap, perilaku

normatif serta aspek-aspek positif lainnya yang pada gilirannya individu dapat

mengembangkan potensi diri dan dapat menyesuaiakan diri dengan baik melalui

dinamika kelompok. Dinamika kelompok memiliki tujuan untuk menunjang

perkembangan pribadi dan perkembangan sosial masing-masing anggota

kelompok serta meningkatkan mutu kerjasama dalam kelompok guna mencapai

aneka tujuan bersama.

Layanan bimbingan kelompok juga dilakukan dengan permainan,

permainan pada hakikatnya disukai semua orang dari seluruh tingkat usia dan

lapisan. Menurut Freud dan Erickson “Permainan adalah suatu bentuk

penyesuaian diri manusia yang sangat berguna, menolong individu maupun

kelompok agar menguasai kecamasan dan konflik. Karena tekanan-tekanan

terlepaskan di dalam permainan, siswa dapat mengatasi masalah-masalah

kehidupan. Melalui layanan bimbingan kelompok dengan teknik permainan ini

individu mendapatkan kesempatan untuk menggali dan berekspresi pada tiap

topik permainan yang diberikan pemimpin kelompok.5

Melalui layanan bimbingan kelompok dengan teknik permainan

memungkinkan setiap anggotanya untuk saling belajar mengungkapkan dan

5
Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental, (Jakarta : PT. Gunung Agung, Jakarta. 1975), h. 88
4
mendengarkan dengan baik, seperti: pendapat, ide, saran, tanggapan serta

tanggung jawab terhadap pendapat yang telah dikemukakannya. Kelompok juga

dapat belajar menghargai orang lain, mampu mengendalikan emosi,

mengekspresikan perasaannya, membaur dengan sesama serta menjadi akrab satu

sama lain, ini diperkirakan dapat membantu bagi siswa yang mengalami

penyesuaian diri masih rendah.

Berdasarkan latar belakang tersebut maka peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul “ pengaruh layanan bimbingan kelompok

dengan teknik permainan terhadap penyesuaian diri siswa SMA Negeri 5 Langsa”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka dapat

diidentifikasikan masalahnya sebagai berikut :

1. Siswa SMA Negeri 5 Langsa memiliki karakteristik penyesuaian diri yang

rendah.

2. Masih terdapat siswa yang kurang percaya diri serta sangat sulit untuk

dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungannya terutama dalam hal

bersosialisasi.

3. Siswa merasa sangat kesulitan dalam berkomunikasi dengan lawan bicara

dikarenakan tidak dapat menyesuaikan diri

4. Timbulnya kecemasan dan ketegangan pada siswa yang tidak dapat

penyesuaian diri yang baik.

5
C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana upaya guru Bimbingan Konseling terhadap penyesuai diri

siswa di SMA Negeri 5 Langsa ?

2. Bagaimana tahap-tahap Pelaksanaan Bimbingan Kelompok dengan teknik

permainan terhadap penyesuain diri siswa SMA Negeri 5 Langsa ?

3. Bagaimana pengaruh layanan bimbingan kelompok dengan teknik

permainan terhadap penyesuai diri siswa SMA Negeri 5 Langsa ?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui upaya guru Bimbingan Konseling terhadap

penyesuai diri siswa di SMA Negeri 5 Langsa

2. Untuk mengetahui tahap-tahap Pelaksanaan Bimbingan Kelompok

dengan teknik permainan terhadap penyesuain diri siswa SMA Negeri

5 Langsa

3. Untuk mengetahui pengaruh layanan bimbingan kelompok dengan

teknik permainan terhadap penyesuai diri siswa SMA Negeri 5 Langsa

Adapun manfaat peneliti adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi

pemikiran tentang wacana keilmuan dan dapat bermanfaat bagi penulis

6
khususnya dan dapat bermanfaat bagi orang lain, terutama pada siswa

SMA Negeri 5 Langsa

2. Manfaat Praktis

Menambah pemahaman peneliti tentang proses pelaksanaan bimbingan

dan konseling disekolah dan memberi kontribusi sebagai masukan dalam

bidang bimbingan dan konseling, Penelitian ini diharapkan dapat

membantu siswa dalam mengembangkan penyesuaian diri dengan baik di

SMA Negeri 5 Langsa saat ini.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penyesuaian Diri

1. Pengertian

Penyesuaian adalah proses yang dilakukan individu pada saat menghadapi

situasi dari dalam maupun dari luar dirinya. Pada saat individu mengatasi

kebutuhan, dorongan-dorongan, tegangan dan konflik yang dialami agar dapat

menghadapi kondisi tersebut dengan baik. Ada beberapa jenis penyesuaian antara

lain penyesuaian sosial.

Hurlock (1990) menyatakan bahwa penyesuaian sosial merupakan

keberhasilan seseorang untuk menyesuaikan diri terhadap orang lain pada

umumnya dan terhadap kelompok pada khususnya. Menurut Jourard (dalam

Hurlock, 1990) salah satu indikasi penyesuaian sosial yang berhasil adalah

kemampuan untuk menetapkan hubungan yang dekat dengan seseorang.

Dikatakan oleh Schneirders (dalam Hurlock, 1990) penyesuaian sosial

merupakan proses mental dan tingkah laku yang mendorong seseorang untuk

menyesuaikan diri dengan keinginan yang berasal dari dalam diri sendiri yang

dapat diterima oleh lingkungannya.6

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penyesuaian sosial merupakan

tingkah laku yang mendorong seseorang untuk menyesuaikan diri dengan orang

lain dan kelompok sesuai dengan keinginan dari dalam dan tuntutan lingkungan.

6
Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental, (Jakarta : PT. Gunung Agung, Jakarta. 1975), h.
109
8
Penyesuaian sosial menunjukkan kapasitas untuk bereaksi secara efektif dan

sehat pada realitas sosial, situasi dan relasi sosial, sehingga kebutuhan-kebutuhan

untuk kehidupan sosial terpenuhi dalam cara yang dapat diterima dan memuaskan.

Proses sosialisasi dimulai sejak dini pada masa kanak-kanak, yaitu ketika anak

belajar untuk menyesuaikan diri terhadap struktur standar tertentu yang ada dalam

keluarga tempat individu tinggal. Saat seseorang semakin berkembang maka dia

juga akan belajar untuk menyesuaikan diri dengan standar dari kelompok lain,

juga dengan aturan-aturan pada lingkungan yang lebih besar

Menurut Schneiders penyesuaian diri adalah proses yang meliputi respon

mental dan tingkah laku yang mana seorang individu berusaha untuk menguasai

atau menanggulangi kebutuhan-kebutuhan dalam diri, ketegangan, frustrasi,

konflik secara berhasil dan untuk mempengaruhi suatu tingkat keseimbangan

antara tuntutan-tuntutan dalam diri individu dengan tuntutan dari lingkungan

tempat individu berada.7

Dalam hidupnya seorang individu akan terus menerus melakukan

penyesuaian diri baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap lingkungannya.

Menurut Schneiders (1964) adjustment dibagi menjadi empat, yaitu penyesuaian

diri (personal adjustment), penyesuaian sosial (social adjustment), penyesuaian

pernikahan (marital adjustment), dan penyesuaian terhadap pekerjaan (vocational

adjustment).

7
Gede Sedanayasa dkk, Dasar-Dasar Bimbingan Konseling, (Singaraja: Fakultas Ilmu
Pendidikan Undiksha,2010 ), h. 30
9
2. Aspek-aspek Penyesuaian Diri

Untuk mencapai kematangan dalam penyesuaian sosial, maka individu dapat

menciptakan relasi yang baik dengan orang lain, memperhatikan orang lain,

mengembangkan persahabatan yang baik dengan orang lain, berperan secara aktif

dalam kegiatan sosial, serta menghargai nilai-nilai yang berlaku. Terdapat tiga

aspek yang saling berkaitan satu sama lain di dalam penyesuaian sosial, yaitu

lingkungan keluarga (rumah), sekolah dan masyarakat.

Dalam diri memiliki 3 komponen, diantaranya :8

a) Komponen pengamatan : bagaimana cara mengapati diri sendiri

b) Komponen pengertian : pengertian sesorang dengan mengartikan sifatnya,

kesanggupannya, miliknya, kekuarangannya, kemampuannya, latar

belakang, dan masa depannya.

c) Komponen sikap : meliputi perasaan terhadap diri sendiri, latar belakang

sifatnya, harapan masa depan, rasa malu, keyakinan, cita-cita, norma.

Begitu juga dalam menyesuaikan dir terdapat beberap aspek yang perlu di

terapkan diantaranya :

a. Proses pembentukan diri, bagaimana diri bermula?

Diri itu belum ada sejak kita pertama kali dilahirkan, namun diri itu

terbentuk dari faktor lingkungan sekitar kita. Ketika saat kita pertama kali

dilahirkan kita tak berdaya dan selalu tergantungan terhadap orang lain, namun

kita memiliki keyakinan, seperti halnya seorang bayi, ia menangis saat dia lapar,

setelah dia nangis maka si ibu akan memberinya susu, dan si bayi itujika dia lapar,

8
Abu Bakar M.Luddin, Dasar-Dasar Konseling, (Bandung: Citapustaka Media Perintis,
2010), h.47
10
dia akan nangis dan dia yakin jika dia nangis maka ibunya akan memberi ia susu.

Maka dari itu ia mendapat pandangan baru. Ia mencoba batas-batas

kesanggupannya, ia mampu membedakan orang dan barang, dan perbedaan

dirinya sendiri dengan orang lain. Perkembangan tersebut mempengaruhi dirinya,

sehingga ia mempunyai perasaan.

Diri itu terbentuk dari hubungan dengan orang-orang dan lingkungan

sekitar kita, sehingga jika lingkungan itu bersifat positif maka diri kita akan

terbentuk menjadi diri yang positif. Namun jika lingkungan itu bersifat negatif

maka diri kita akan bersifat negatif pula.

b. Konsep Diri

Menurut Carl Rogers, konsep diri merupakan gestalt konseptual yang teratur

dan bersifat konsisten yang terdiri dari persepsi-persepsi tentang ciri atau

karakteristik diri kita atau persepsi yang kita miliki tentang hubungan antara diri

kita dengan orang lain, apa pendapat orang lain tentang diri kita dan juga berbagai

aspek tentang kehidupan kita.

Konsep diri merupakan gabungan dari pandangan diri kita tentang orang tua

kita, teman kita, pasangan kita, juga dari atasan kita, karyawan, atlit dan juga dari

artis yang kita idolakan. Sehingga jelas bahwa konsep diri seseorang terdiri dari

gabungan berbagai persepsi yang merefleksikan peran spesifik dalam konteks

kehidupan. 9

9
M Handry, dan Heyes, S. Pengantar Psikologi. (Jakarta: Erlangga. 1989). h. 88
11
Konsep diri adalah citra subjektif dari diri dan percampuran yang kompleks

dari perasaan, sikap dan persefsi bawah sadar maupun sadar. Konsep diri

memberikan kita kerangka acuan yang mempengaruhi manajemen kita terhadap

situasi dan hubungan kita dengan orang lain. Kita mulai membentuk konsep diri

saat usia muda. Masa remaja adalah waktu yang kritis ketika banyak hal secara

kontinu mempengaruhi konsep diri. Jika seseorang mempunyai masa kanak-kanak

yang aman dan stabil, maka konsep diri masa remaja tersebut secara mengejutkan

akan sangat stabil. Ketidaksesuaian antara aspek tertentu dari kepribadian dan

konsep diri dapat menjadi sumber stres atau konflik.

Konsep diri dan persepsi tentang kesehatan sangat berkaitan erat satu sama

lain. Klien yang mempunyai keyakinan tentang kesehatan yang baik akan dapat

meningkatkan konsep diri Termasuk persepsi indvidu akan sifat dan

kemampuannya, interaksi dengan orang lain dan lingkungan, nilai-nilai yang

berkaitan dengan pengalaman dan objek, tujuan serta keinginannya. Lebih

menjelaskan bahwa konsep diri adalah cara individu memandang dirinya secara

utuh : fisikal, emosional, intelektual, sosial, dan spiritual. Kepribadian yang sehat

disebut dengan istilah fully functioning person yang memiliki ciri-ciri terbuka

pada pengalaman, hidup pada masa kini, percaya pada diri sendiri, mengalami

kebebasan dan kreatifitas. Kelima ciri tersebut berjalan secara berurutan, bila

seseorang tidka terbuka pengalamannya maka ia tidak bisa hidup pada masa kini,

tidak percaya pada diri sendiri dan seterusnya10

10
Muzakkir Jusuf, Nuansa-nuansa Psikologi Islam; (Jakarta : Raja Grafindo Perkasa,
2002), h. 65
12
Konsep diri belum ada saat dilahirkan, tetapi dipelajari dari pengalaman unik

melalui eksplorasi diri sendiri hubungan dengan orang dekat dan berarti bagi

dirinya. Dipelajari melalui kontak sosial dan pengalaman berhubungan dengan

orang lain. Pandangan individu tentang dirinya dipengaruhi oleh bagaimana

individu mengartikan pandangan orang lain tentang dirinya. Konsep diri

berkembang dengan baik apabila : budaya dan pengalaman di keluarga dapat

memberikan perasaan positif, memperoleh kemampuan yang berarti bagi individu

/ lingkungan dan dapat beraktualissasi, sehingga individu menyadari potensi

dirinya. Respons individu terhadap konsep dirinya berfluktuasi sepanjang rentang

konsep diri yaitu dari adaptif sampai maladaptive.

Menurut para ahli :

a. Seifert dan Hoffnung (1994), misalnya, mendefinisikan konsep diri

sebagai “suatu pemahaman mengenai diri atau ide tentang konsep

diri.“.

b. Santrock (1996) menggunakan istilah konsep diri mengacu pada

evaluasi bidang tertentu dari konsep diri.

c. Atwater (1987) menyebutkan bahwa konsep diri adalah keseluruhan

gambaran diri, yang meliputi persepsi seseorang tentang tentang diri,

perasaan, keyakinan, dan nilai-nilai yang berhubungan dengan dirinya.

d. Menurut Burns (1982), konsep diri adalah hubungan antara sikap dan

keyakinan tentang diri kita sendiri. Sedangkan Pemily (dalam Atwater,

1984), mendefisikan konsep diri sebagai sistem yang dinamis dan

kompleks diri keyakinan yang dimiliki seseorang tentang dirinya,

13
termasuk sikap, perasaan, persepsi, nilai-nilai dan tingkah laku yang

unik dari individu tersebut.

c. Perkembangan Konsep Diri

Konsep diri bukanlah sesuatu yang dibawa sejak lahir. Kita tidak dilahirkan

dengan konsep diri tertentu. Bahkan ketika kita lahir, kita tidak memiliki konsep

diri, tidak memiliki pengetahuan tentang diri, dan tidak memiliki pengharapan

bagi diri kita sendiri, serta tidak memiliki penilaian apa pun terhadap diri kita

sendiri.11

Konsep diri bukan merupakan faktor bawaan atau herediter. Konsep diri

merupakan faktor bentukan dari pengalaman individu selama proses

perkembangan dirinya menjadi dewasa. Proses pembentukan tidak terjadi dalam

waktu singkat melainkan melalui proses interaksi secara berkesinambungan.

Burns (1979) menyatakan bahwa konsep diri berkembang terus sepanjang hidup

manusia, namun pada tahap tertentu, perkembangan konsep diri mulai berjalan

dalam tempo yang lebih lambat. Secara bertahap individu akan mengalami sensasi

dari tubuhnya dan lingkungannya, dan individu akan mulai dapat membedakan

keduanya. Perkembangan konsep diri adalah proses sepanjang hidup. Setiap tahap

perkembangan mempunyai aktivitas spesifik yang membantu seseorang dalam

mengembangkan konsep diri yang positif.

Konsep diri bukan merupakan faktor bawaan atau herediter. Konsep diri

merupakan faktor bentukan dari pengalaman individu selama proses

11
Abdul Mujib,. Kepribadian Dalam Psikologi Islam; (Jakarta :PT Raja Grafindo
Perkasa, 2006), h. 201
14
perkembangan dirinya menjadi dewasa. Proses pembentukan tidak terjadi dalam

waktu singkat melainkan melalui proses interaksi secara berkesinambungan.

Burns (1979) menyatakan bahwa konsep diri berkembang terus sepanjang hidup

manusia, namun pada tahap tertentu, perkembangan konsep diri mulai berjalan

dalam tempo yang lebih lambat. Secara bertahap individu akan mengalami sensasi

dari tubuhnya dan lingkungannya, dan individu akan mulai dapat membedakan

keduanya. Perkembangan konsep diri adalah proses sepanjang hidup. Setiap tahap

perkembangan mempunyai aktivitas spesifik yang membantu seseorang dalam

mengembangkan konsep diri yang positif.

3. Faktor-faktor yang Menpengaruhi Proses Penyesuaian Diri

Secara keseluruhan kepribadian mempunyai fungsi sebagai penentu primer

terhadap penyesuaian diri. Penentu berarti faktor yang mendukung,

mempengaruhi, atau menimbulkan efek pada proses penyesuaian. Secara sekunder

proses penyesuaian ditentukan oleh faktor yang menentukan kepribadian itu

sendiri baik internal maupun eksternal. Penentu identik dengan faktor-faktor yang

mengatur perkembangan dan terbentukknya pribadi secara bertahap12

Menurut Hartono (2006: 229) penentu-penentu itu dapat dikelompokkan

sebagai berikut:

a. Kondisi-kondisis fisik, termasuk di dalamnya keturunan, konstitusi

fisik, susunan saraf, kelenjar, dan system otot, kesehatan, penyakit, dan

sebagainya.

12
M Handry, dan Heyes, S. Pengantar Psikologi. (Jakarta: Erlangga. 1989). h. 88
15
b. Perkembangan dan kematangan, khususnya kematangan intelektual,

sosial, moral, dan emosional

c. 3.Penentu psikologis, termasuk didalamnya pengalaman, belajarnya,

pengkondisian, penentu diri, frustasi, dan konflik

d. Kondisi lingkungan, khususnya keluarga dan sekolah

e. Penentu cultural, termasuk agama. Pemahaman tentang faktor-faktor ini

dan bagaimana fungsinya dalam penyesuaian merupakan syarat untuk

memahami proses penyesuaian, karena penyesuaian tumbuh dari

hubungan-hubungan antara faktor-faktor ini dan tuntutan individu.

B. Layanan Bimbingan Kelompok

1. Pengertian Bimbingan

Secara etimologis istilah bimbingan merupakan terjemahan dari kata

“guidance”. Kata ”guidance” yang kata dasarnya “guide‟‟memiliki beberapa arti

(a) menunjukan jalan (showing the way), b) memimpin (leading), c) memberikan

petunjuk (giving instruction), d) mengatur (regulating), e) mengarahkan

(governing), dan f) memberi nasehat (giving advice).Miler dalam Surya,

menyatakan bahwa bimbingan merupakan proses bantuan terhadap individu untuk

mencapai pemahaman diri dan pengarahan diri yang dibutuhkan untuk melakukan

penyesuaian diri secara maksimum kepada Sekolah (dalam hal ini termasuk

Madrasah), keluarga dan masyarakat.

Selajutnya Surya menguntip pendapat Crow & Crow menyatakan bahwa

bimbingan adalah bantuan yang diberikan oleh seseorang baik laki-laki maupun

16
perempuan yang memiliki pribadi baik dan pendidikan yang memadai, kepada

seseorang (individu) dari setiap usia untuk menolongnya mengembangkan

kegiatan-kegiatan hidupnya sendiri, mengembangkan arah pandangannya sendiri,

membuat pilihan sendiri, dan memikul bebanya sendiri.

Menurut Lefever, Bimbingan adalah bagian dari proses pendidikan yang

teratur dan sistematik guna membantu pertumbuhan anak muda atas kekuatanya

dalam menentukan dan mengarahkan hidupnya sendiri, yang pada akhirnya ia

dapat memperoleh pengalaman-pengalaman yang dapat memberikan sumbangan

yang berarti bagi masyarakat13

2. Pengertian Bimbingan Kelompok

Bimbingan kelompok merupakan suatu cara memberikan bantuan

(bimbingan) kepada individu (siswa) melalui kegiatan kelompok. Dalam Layanan

Bimbingan Kelompok, aktivitas, dan dinamika kelompok harus diwujudkan untuk

membahas berbagai hal yang berguna bagi pengembangan atau pemecahan

masalah individu (siswa) yang menjadi peserta layanan. Dalam Bimbingan

Kelompok dibahas topik-topik umum yang menjadi kepedulian bersama anggota

kelompok. Masalah yang menjadi topik pembicaraan dalam Layanan Bimbingan

Kelompok dibahas melalui suasana dinamika kelompok secara intens dan

konstuktif, diikuti oleh semua anggota kelompok di bawah bimbingan anggota

kelompok. Bimbingan Kelompok adalah yang diberikan kepada sekelompok

13
Priyatno, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling ...h. 63
17
siswa baik ada masalah atau atau tidak ada masalah. Jumlah anggota berkisar

antara 10 sampai 30 orang.14

3.Tujuan dan Fungsi Bimbingan Kelompok

Tujuan bimbingan kelompok dikemukakan oleh Winkel dan Hastuti

mengatakan bahwa tujuan Bimbingan Kelompok adalah menunjang

perkembangan pribadi dan oerkembangan sosial masing-masing anggota

kelompok serta meningkatkan mutu kerja sama dalam kelompok guna mencapai

tujuan yang bermakna bagi para partisipan.

Dengan diadakannya bimbingan kelompok ini dapat bermanfaat bagi siswa

karena dengan bimbingan kelompok ini siswa akan memperoleh informasi

sehingga dapat mempermudah dalam pengambilan keputusan dalam bertingkah

laku di dalam masyarakat dan didalam kegiatan layanan bimbingan kelompok bisa

menimbulkan interaksi dengan anggota-anggota kelompok mereka memenuhi

kebutuhan psikologis, seperti kebutuhan bertukar pikiran dan berbagi perasaan,

kebutuhan menemukan nilai-nilai kehidupan sebagai pegangan, dan kebutuhan

untuk menjadi lebih mandiri serta mampu menyesuaikan diri.

Tujuan bimbingan kelompok menurut Suparto yakni :

1) Pengembangan pribadi

2) Pembahasan masalah-masalah umum.

Maka dapat disimpulkan bahwa Bimbingan Kelompok bertujuan agar

permasalahan yang menganggu perasaan dapat diungkapkan, diringankan melalui

14
Dewa Ketut Sukardi, Dasar-Dasar Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah ... h. 69
18
pikiran yang buntu melalui masukkan atau tanggapan baru. Lebih efektif melalui

kondisi dan proses berperasaan, berpikir, berpesepsi dan berwawasan terarah,

kemampuan berkomukasi dan bersosialisasi dan bersikap dapat dikembangkan

sehingga fokus tujuan bimbingan kelompok seutuhnya untuk menuntaskan

masalah klien dengan memanfaatkan dinamika kelompok.

Sedangkan fungsi dari bimbingan kelompok yaitu dilaksanakan dalam tiga

kelompok yaitu kelompok kecil (2-6 orang), kelompok sedang (7-12orang), dan

kelompok besar (13-20 orang). Untuk terselenggaranya layanan bimbingan

kelompok, terlebih dahulu perlu dibentuk kelompok-kelompok siswa. Ada dua

jenis kelompok yaitu kelompok tetap (yang anggotanya tetap untuk jangka waktu

tertentu, misalnya satu bulan atau satu cawu) dan kelompok tidak tetap atau

insidental (yang anggotanya tidak tetap : kelompok tersebut dibentuk untuk

keperluan khusus tertentu).15

Kelompok tetap melakukan kegiatannya secara berkala, sesuai dengan

penjadwal yang sudah diatur oleh Guru Pembimbing, sedangkan kelompok tidak

tetap melakukan kegiatannya atas dasar kesempatan yang ditawarkan oleh Guru

Pembimbing atau pun atas dasar permintaan siswa-siswa yang menginginkan

untuk membahas pemasalahan tertentu melalui dinamika kelompok.

4. Jenis-Jenis Kelompok

Jenis-jenis kelompok dibedakan atas beberapa klasifikasi. Cara

pengklasifikasian yang umum dipakai adalah pengklasifikasian dua tipe, yaitu

15
Hamzah B. Uno dan Nurdin Mohamad, Belajar dengan Pendekatan Pembelajaran
Aktif, Inovatif, Lingkungan, Kreatif, Efektif, Menarik, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011) h. 13-14
19
kelompok primer dan kelompok sekunder, kelompok sosial dan kelompok

psikologikal, kelompok berorganisasikan dan kelompok tidak berorganisasikan,

serta kelompok formal dan non formal. Mengenai sistematika klasifikasi

kelompok, banyak sistematika yang bersifat dikotomis yang ditemukan dalam

buku Jane Waters, Group Guidance principles and Practices yaitu :

1) Kelompok primer dan sekunder.

Kelompok primer dicirikan oleh kontak akrab atau kontinue seperti dalam

keluarga dan dasar minat yang dikejar k. Kelompok sekunder dibentuk atas

dasar minat yang dikejar bersama seperti satuan kelas di sekolah pecinta alam

dan kalangan mahasiswa.

2) Sociogroup Dan Psycogroup.

Dalam kelompok pertama, tekanan terletak pada hal yang harus dikerjakan

bersama. Dalam kelompok kedua, tekanannya terletak pada hubungan antar

pribadi. Akan tetapi tekanan tersebut dapat bergeser sehingga suatu sociogroup

dapat menjadi psycogroup begitupun sebaliknya

3) Kelompok yang terorganisasi dan kelompok yang tidak terorganisasi.

Dalam kelompok yang terorganisasi terdapat diferensiasi antara peranan-

peranan yang dipegang oleh anggota/peserta kelompok sehingga terdapat suatu

struktur. Misalnya, salah seorang berperan sebagai seorang pemimpin. Dalam

kelompok yang tidak terorganisasi, setiap anggota bergerak lepas. Kelompok

atau group yang dibentuk untuk kepentingan kegiatan bimbingan adalah

kelompok terorganisasi, terlebih karena dibentuk di bawah pengawasan tenaga

bimbingan.

20
4) In Group and Out Group.

Dalam kelompok yang pertama, para anggota merasa terkait dan menunjukan

loyalitas satu sama lain. Anggota Out Group adalah mereka yang bukan

anggota kelompok tertentu. Diantara mereka terdapat rasa loyalitas, simpati dan

keterkaitan, bahkan terdapat rasa antipati dan rasa benci. 16

C. Teknik Permainan

1.Pengertian Permainan

Permainan pada hakikatnya disukai semua orang dari seluruh tingkat usia

dan lapisan. Santrock (2002) “Permainan (Play) adalah suatu kegiatan

menyenangkan yang dilaksanakan untuk kepentingan itu sendiri”. Menurut Freud

dan Erickson (dalam Santrock, 2002) “Permainan adalah suatu bentuk

penyesuaian diri manusia yang sangat berguna, menolong siswa menguasai

kecamasan dan konflik. Karena tekanan-tekanan terlepaskan di dalam permainan,

siswa dapat mengatasi masalah-masalah kehidupan. Permainan memungkinkan

siswa melepaskan energi fisik yang berlebihan dan membebaskan

perasaanperasaan yang terpendam. Terapi permainan memungkinkan siswa

mengatasi frustasi dan merupakan medium bagi ahli terapi untuk menganalisis

konflik- konflik siswa dan cara-cara mereka mengatasinya. siswa dapat merasa

tidak terancam dan lebih leluasa mengemukakan perasaan-perasaan mereka yang

sebenarnya dalam konteks permainan. Menurut Romlah (2001: 118) “permainan

merupakan cara belajar yang menyenangkan karena dengan bermain siswa belajar

16
Dewa Ketut Sukardi, Dasar-Dasar Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah ... h. 71
21
sesuatu tanpa mempelajarinya. Apa yang dipelajari ini disimpan dalam pikirannya

dan akan dipadukan menjadi satu kesatuan dengan pengalaman-pengalaman lain

yang kadang tanpa disadari”

2.Permainan dalam Bimbingan dan Konseling

Penggunaan teknik permainan dapat digunakan dalam pelayanan

bimbingan dan konseling. Menurut Suwarjo, play dan expressive arts berfungsi

dalam pekerjaan seorang konselor karena:

a. siswa biasanya tidak mempunyai kemampuan verbal untuk bertanya,

menolong, membantu permasalahannya, bermain merupakan salah satu

cara berkomunikasi dengan siswa dan “see their world”

b. Expressive arts dan play media dilihat sebagai salah satu metode

membantu siswa mengekspresikan perasaannya dan membangun sikap

positif bagi dirinya dan temannya.

c. Strategi membangun hubungan digunakan sebagai peningkatan tingkah

laku, klarifikasi perasaan.

d. Adanya keterbatasan tipe tingkah laku

e. Pada kegiatan permainan dalam Bimbingan dan Konseling adalah

memberikan makna pembelajaran secara tidak langsung melalui

permainan yang dilaksanakan bersama para siswa. Adanya pemaknaan

dibalik permainan sebagai bahan refleksi diri membuat siswa lebih

mengerti akan maksud dan tujuan pemberian permainan.

22

Anda mungkin juga menyukai