Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kekuatan putus dan pemanjangan monofilamen
poliamida 0,44 mm dalam kondisi kering setelah diobati dengan penyimpanan terbuka dan
tertutup. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang mengacu pada metode SNI
ISO 1805:2010. Pengumpulan data dilakukan dalam kondisi kering dengan dua sampel
benang dari perlakuan yang berbeda dan satu sampel sebagai kontrol. Setiap perawatan
dilakukan 10 kali pengulangan. Bahan uji ditetapkan dalam satu ukuran mesh. Kemudian
jarak penguncian disesuaikan dengan ukuran mesh. Nilai kekuatan putus dan kemuluran
didapatkan dengan pengujian menggunakan autograph. Studi ini menemukan kekuatan
putus pada jaring poliamida yang disimpan tertutup lebih tinggi daripada sampel
penyimpanan terbuka. Di sisi lain, nilai kemuluran pada jaring poliamida monofilamen yang
disimpan tertutup lebih rendah daripada sampel penyimpanan terbuka. Ada efek pada
metode penyimpanan yang berbeda terhadap kekuatan putus poliamida (sig 0,00), yang
lebih rendah dari α (0,05). Metode penyimpanan yang berbeda juga mempengaruhi nilai
elongasi poliamida (sig 0,00) < α (0,05). Kesimpulannya, ada pengaruh pada metode
penyimpanan yang berbeda, penyimpanan terbuka atau tertutup, terhadap kekuatan putus
dan kemuluran monofilamen poliamida 0, 4 mm.
Pendahuluan
Ada dua jenis alat tangkap berbasis bahan dasar, seperti serat alami dan sintetis. Serat alami
terdiri dari bahan alami tanpa proses atau transformasi kimia. Serat alami dapat diperoleh
dari tubuh tumbuhan atau hewan—namun, serat sintetis diperoleh dari proses polimerisasi
monomer. Serat alami tidak digunakan sebagai bahan utama alat tangkap karena daya
tahan bahan yang rendah. Oleh karena itu, serat sintetis lebih umum digunakan untuk
membuat alat tangkap dibandingkan dengan serat alami. Sintetis adalah istilah ilmiah dan
teknis untuk suatu proses kimia, seperti unsur-unsur kimia yang telah digabungkan dan
diperkuat oleh pabrik dengan sifat-sifat baru (Puspito, 2009). Serat sintetis adalah zat
penting seperti fenol, benzena, asetilena, asam prussic, dan klorin. Bahan dasar yang
membentuk serat buatan dikenal dengan serat sintetis (Ardidja, 2010).
Daya tahan benang sintetis terlihat dari kekuatan putus dan nilai kemuluran nya. Nilai
kekuatan dan kemuluran benang adalah nilai daya tahan sintetis benang terhadap gaya tarik
(Klust, 1987). Kekuatan putus diuji oleh mesin dengan kemampuan berbeda terhadap beban
maksimum yang dapat ditanggung (Ramos, 1999). Kemuluran adalah nilai elastisitas benang
sintetis. Oleh karena itu, kekuatan putus dan nilai kemuluran adalah bagian penting yang
perlu diperhatikan. Jika nilai kekuatan putus tinggi dan memiliki elongasi rendah, maka
dapat meningkatkan efektivitas material (Sari et al., 2017). Serat sintetis yang terbuat dari
bahan kimia untuk menjadi bahan utama alat tangkap yang biasa digunakan oleh nelayan
adalah poliamida, poliethene, dan polivinil klorida. Bahan-bahan tersebut berasal dari
plastik jenis low-density polyethene (LDPE) (Mainnah et al., 2016).
Salah satu alat tangkap yang terbuat dari poliamida sebagai bahan utamanya adalah jaring
insang (Gillnet). Gillnet adalah alat tangkap persegi panjang yang terbuat dari monofilamen
poliamida atau multifilamen dengan ukuran mesh yang sama. Gillnet adalah jenis peralatan
gilled karena ikan kebanyakan menangkap penutup insang sebagai caranya melewati jaring
(Brant, 1984). Jaring insang dipasang secara vertikal terhadap permukaan air dan
menghalangi arah pergerakan ikan (Making et al., 2014). Jaring ikan adalah alat tangkap
pasif (Nurdin, 2009) dengan pelampung, pemberat, tali ris atas dan bawah atau tanpa tali ris
untuk menghalangi pergerakan arah ikan yang akan ditangkap ke jaring (Fachrudin, 2012).
Bahan poliamida atau nilon dipilih sebagai bahan dasar jaring insang karena karakteristiknya
yang pas seperti bahan dasar jaring insang (Rahmadhani et al., 2017).
Gillnet dapat digunakan atau dioperasikan oleh nelayan perahu besar atau dalam skala
industri dan perahu kecil/nelayan tradisional. Langkah drop net atau setting dilakukan dalam
beberapa jam sesuai dengan nelayan yang mengoperasikannya (Sulaeman, 2008). Langkah
setting jaring dimulai dengan menurunkan pelampung buoy yang diikat pada slingshot.
Setiap piece jaring diturunkan satu per satu sampai jaring seluruhnya menyebar dan
direndam selama beberapa jam. Langkah selanjutnya adalah penarikan yang dimulai dari
pelampung buoy, ditarik menggunakan roller. Ketika jaring ditarik, tangkapan diambil
(Putra, 2007). Nelayan tradisional dengan perahu kecilnya di Tambaklorok, Kota Semarang,
memiliki kebiasaan yang berbeda dalam menyimpan alat tangkap, baik penyimpanan
terbuka maupun tertutup. Open storage merupakan cara menjaga kebiasaan nelayan yang
menyimpan jaring insang di atas kapal tanpa ditutupi, dimana close storage adalah ketika
jaring insang disimpan di atas kapal yang ditutupi oleh kain dan terpal.
Peningkatan penggunaan benang sintetis masih memiliki kelemahan. Serat sintetis dapat
mengalami penurunan kualitas karena faktor lingkungan seperti paparan sinar ultraviolet
(UV). UV mempengaruhi nilai kekuatan pemecahan serat sintetis (Al-Oufi et al., 2003). Selain
itu, paparan sinar matahari langsung dan terus menerus dapat menyebabkan pelapukan.
Pelapukan dapat memodifikasi dan merusak struktur molekul polimer, yang akhirnya
menyebabkan hilangnya kekuatan dan ekstensibilitas, daya tahan, dan kinerja umum
benang poliamida (Thomas Hridayanathan, 2006). Berdasarkan kelemahan benang sintetis,
perlu dilakukan pengujian benang poliamida pada jaring insang, yang disimpan di tempat
yang berbeda untuk menemukan metode penyimpanan jaring insang yang sesuai dan
membuat jaring insang bertahan lebih lama. Bahan sintetis telah berkembang pesat di
industri perikanan dan mampu membuat industri lebih lancar. Peningkatan penggunaan
serat sintetis saat ini sedang dipertimbangkan karena karakteristiknya sehingga sulit untuk
membusuk, yang mempengaruhi lingkungan (Kim et al., 2016). Oleh karena itu, penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui kekuatan putus dan kemuluran poliamida monofilamen
0,44 mm dalam kondisi kering setelah perlakukan dengan penyimpanan terbuka dan
tertutup.
Bahan dan Metode
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel jaring yang diperoleh dari nelayan
yang menggunakan jaring insang poliamida 0,4 mm dan masa pakai 6 bulan. Sampel
dikumpulkan dari perlakuan penyimpanan yang berbeda di kapal yang berbeda, tetap
tertutup (menggunakan terpal) dan disimpan secara terbuka (Gambar 1). Pengambilan
sampel dilakukan di Desa Tambaklorok, Kabupaten Semarang Utara, Kota Semarang, Jawa
Tengah. Nelayan jaring insang Tambaklorok telah melakukan operasi penangkapan selama 6
hingga 7 jam per hari dan libur pada Jumat. Gillnet menggunakan jaring insang dasar yang
biasanya berubah setelah 1 hingga 2 tahun dan diperbaiki setiap hari libur atau ketika
ditemukan kerusakan parah pada jaring insang. Selain itu, sampel mata jaring diambil dari
badan jaring yang masih bagus atau belum rusak.
Desain Ekperimental
Desain eksperimen adalah metode yang digunakan dalam penelitian ini dan untuk
mengetahui pengaruh metode penyimpanan yang berbeda terhadap daya tahan jaring
insang. Penelitian dilakukan dengan mencari sampel sesuai dengan kondisi asli objek
penelitian. Survei lapangan dilakukan untuk menemukan jaring insang yang disimpan secara
berbeda. Sampel dipilih berdasarkan perbedaan antara penyimpanan terbuka dan tertutup,
dengan beberapa variabel yang harus disamakan. Selain itu, variabel harus berkorelasi,
seperti gillnet, masa pakai, waktu penggunaan, ukuran mesh, dan diameter net. Hasil uji
sampel dibandingkan dengan hasil uji jaring yang tidak terpakai sebagai kontrol (dianggap
sesuai standar) untuk melihat perbedaan hasil pengujian.
Pengujian sampel dilakukan di ruang quality control PT ARIDA. Bahan yang digunakan adalah
sampel jaring yang diperoleh dari nelayan menggunakan bahan poliamida jaring insang 0,4
mm, memiliki umur operasional yang sama dari perlakuan penyimpanan yang berbeda di
atas kapal, yaitu penyimpanan tertutup (menggunakan terpal) dan penyimpanan terbuka.
Pengujian dilakukan dalam kondisi kering terhadap sampel bersih dari tiga kelompok, antara
lain kelompok kontrol (untreated net), sampel jaring yang diperlakukan dengan
penyimpanan terbuka (open storage group), dan sampel jaring dengan closed storage
(closed storage group). Terdapat 10 kali pengulangan setiap kelompok menurut SNI ISO
1805:2010, minimal 10 kali pengulangan yang sah terhadap setiap uji sampel yang harus
dilakukan (Standar Nasional Indonesia, 2010). Proses berikut adalah bahan yang diuji
diperoleh dari satu mesh dari setiap tes. Kekuatan putus dan kemuluran diuji menggunakan
mesin kekuatan putus dan aplikasi Trapesium II.
Data Analisis
Hipotesis penelitian ini adalah:
1. Kekuatan putus
Ho: tidak ada pengaruh yang ditemukan dalam perlakuan yang berbeda
terhadap kekuatan putus benang.
H1: perlakuan yang berbeda mempengaruhi kekuatan putus benang.
2. Elongation
Ho: tidak ada pengaruh yang ditemukan dalam perlakuan yang berbeda
terhadap elongasi benang.
H1: perlakuan yang berbeda mempengaruhi elongasi benang.
Analisis data dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan yang berbeda
terhadap kekuatan putus dan elongasi benang poliamida oleh Kruskal-Wallis dari uji non-
parametrik (karena hasil data tidak menyebar secara normal). Proses analisis data dilakukan
dengan menggunakan Software SPSS dengan aturan pengambilan keputusan sebagai
berikut:
Nilai kekuatan putus menurun setelah jaring digunakan (Gambar 3). Penurunan kekuatan
putusnya disebabkan oleh banyak faktor, seperti kualitas material atau faktor penggunaan.
Faktor kualitas dipengaruhi oleh kualitas bahan yang digunakan untuk membuat jaring
karena setiap jaring memiliki struktur yang berbeda. Faktor penggunaan adalah faktor yang
mempengaruhi kekuatan pemutusan bersih setelah digunakan. Elongasi jaring juga
mempengaruhi penurunan kekuatan putus jaring.