03.penggodaan Dan Kejatuhan
03.penggodaan Dan Kejatuhan
Leluhur kita yang pertama tidaklah dibiarkan begitu saja tanpa mendapat amaran
lebih dulu tentang bahaya yang mengancam mereka. Pesuruh-pesuruh surga
membeberkan kepada mereka sejarah kejatuhan Setan dan rencananya untuk
membinasakan mereka, menjelaskan dengan lebih sempurna sifat pemerintahan
Ilahi, yang sedang dicoba untuk digulingkan oleh penghulu kejahatan itu.
Adalah oleh pelanggaran terhadap perintah Allah yang adil bahwa Setan dan
segala pengikutnya telah jatuh. Kalau demikian, betapa pentingnya bahwa
Adam dan Hawa harus menghormati hukum itu, yang olehnya saja keselarasan
dan keadilan mungkin untuk dipertahankan.
Hukum Allah adalah sama sucinya seperti Allah sendiri. Itu adalah satu
pernyataan kehendak-Nya, satu pernyataan tertulis dari tabiat-Nya, pernyataan
dari kasih dan hikmat Ilahi. Keselarasan alam semesta ini bergantung atas
penurutan yang sempurna dari segala makhluk, dari segala sesuatu baik
benda hidup atau benda mati, terhadap hukum Khalik itu. Tuhan telah
menetapkan undang-undang bagi pemerintahan, bukan saja bagi
makhluk-makhluk hidup tetapi juga bagi seluruh kegiatan dalam alam ini.
Segala sesuatu berada di bawah hukum yang tak dapat diubah dan yang tidak
dapat diabaikan. Tetapi sementara segala sesuatu di dalam alam diperintah oleh
hukum alam, hanya manusia saja dari segala penduduk bumi ini, yang
bertanggung jawab terhadap hukum moral. Kepada manusia, makhluk ciptaan
yang paling mulia, Allah telah memberikan kuasa untuk mengerti akan
tuntutan-tuntutan-Nya, mengerti akan keadilan serta kebajikan hukum-Nya dan
tuntutan yang suci daripada hukum itu terhadap dirinya; dan dari manusia
dituntut penurutan yang tetap.
Begitulah cara Setan bekerja sejak zaman Adam sampai sekarang ini, dan
melalui cara ini ia telah beroleh hasil yang gemilang. Ia menggoda manusia
untuk meragukan kasih Allah dan hikmat-Nya. Ia senantiasa berusaha
membangkitkan roh ingin tahu yang tidak hormat, satu keinginan yang didorong
oleh rasa gelisah dan bertanya-tanya untuk mendalami rahasia hikmat serta
kuasa Ilahi. Di dalam usaha mereka untuk menyelidiki apa yang disembunyikan
Tuhan dari mereka, banyak orang telah mengabaikan kebenaran-kebenaran yang
telah dinyatakan-Nya dan yang perlu bagi keselamatan. Setan menggoda
manusia untuk berbuat pelanggaran oleh memimpin mereka untuk mempercayai
bahwa mereka sedang memasuki satu bidang pengetahuan yang ajaib. Tetapi
semuanya ini adalah suatu penipuan belaka. Dirangsang oleh keinginan untuk
lebih maju, mereka, dengan menginjak-injak tuntutan Allah, sedang
menjejakkan kaki mereka pada jalan yang menuntun mereka kepada
kemerosotan dan kebinasaan.
Setan menyatakan kepada pasangan yang suci itu, bahwa mereka akan menjadi
orang-orang yang beruntung dengan melanggar hukum Allah. Bukankah dewasa
ini juga kita mendengar ucapan yang sama ini? Banyak orang yang
membicarakan tentang kepicikan daripada mereka yang mentaati hukum Allah,
sementara mereka sendiri mengaku mempunyai pendapat yang lebih luas dan
menikmati kebebasan yang lebih besar. Apakah makna hal ini selain daripada
satu gema daripada satu suara di Eden, "Pada hari engkau makan buah
itu"melanggar tuntutan Ilahi"engkau akan menjadi seperti Allah?" Setan
mengaku telah menerima perkara-perkara yang baik dengan jalan memakan
buah yang dilarang itu, tetapi ia tidak memperlihatkan bahwa oleh pelanggaran
itu ia sudah terbuang dari surga. Sekali pun ia telah mendapati bahwa dosa itu
mengakibatkan satu kerugian yang tidak terhitung, ia telah menyembunyikan
penderitaannya agar dapat menarik orang lain kepada keadaan yang sama.
Demikian juga sekarang ini orang-orang yang melanggar berusaha untuk
menyembunyikan tabiat mereka yang sebenarnya; boleh jadi ia mengaku suci;
tetapi pengakuannya yang tinggi itu hanyalah menjadikan dirinya sebagai
seorang penipu yang berbahaya. Ia berada di pihak Setan, menginjak-injak
hukum Allah dan memimpin orang lain untuk berbuat hal yang sama, yang akan
mengakibatkan kebinasaan mereka.
Ular itu memetik buah pohon yang dilarang itu dan meletakkannya di tangan
Hawa yang merasa agak ragu-ragu. Kemudian ia mengingatkan kepadanya akan
kata-katanya sendiri bahwa Tuhan telah melarang mereka untuk menjamahnya
agar jangan mereka mati. Ia tidak akan menderita sesuatu yang lebih besar
dengan memakan buah itu katanya, daripada dengan menjamahnya. Melihat
bahwa tidak ada akibat buruk apa-apa yang terjadi terhadap apa yang
diperbuatnya, Hawa menjadi lebih berani. Tatkala ia melihat "bahwa buah
pohon itu baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya, lagipula pohon itu
menarik hati karena memberi pengertian. Lalu ia mengambil dari buahnya dan
dimakannya dan diberikannya juga kepada suaminya yang bersama-sama
dengan dia, dan suaminyapun memakannya." Memang rasanya sedap dan
bilamana ia memakannya, ia seolah-olah merasakan adanya satu kuasa yang
menggairahkan hidupnya dan membayangkan bahwa ia sedang memasuki suatu
kehidupan yang lebih mulia. Tanpa perasaan takut sedikit pun ia memetik dan
memakannya. Dan sekarang, setelah ia melakukan pelanggaran, ia menjadi alat
Setan dalam membinasakan suaminya. Dengan satu perasaan gembira yang aneh
dan ganjil, dengan tangan yang dipenuhi oleh buah-buahan yang dilarang itu, ia
mencari suaminya dan menceritakan segala sesuatu yang terjadi.
Tetapi segala berkat-berkat ini hilang lenyap dari pandangannya karena rasa
takut akan kehilangan pemberian yang satu itu yang dalam pemandangan
matanya lebih berharga daripada segala sesuatu yang lainnya. Kasih, rasa
syukur, kesetiaan kepada Khalik itu, semuanya ditelan oleh kasih kepada Hawa.
Ia adalah sebahagian daripada dirinya dan ia tidak dapat membayangkan untuk
dapat berpisah daripadanya. Adam tidak menyadari bahwa kuasa yang tidak
terbatas itu, yang dari lebu tanah telah menciptakan dirinya menjadi satu
makhluk yang hidup dan indah serta di dalam kasih telah memberikan
kepadanya seorang sahabat, akan dapat memberikan penggantinya. Ia
mengambil keputusan untuk ambil bahagian dalam nasib perempuan itu; jikalau
Hawa harus mati ia akan mati bersama-sama. Apakah tidak mungkin, pikirnya,
bahwa kata-kata ular yang bijaksana itu berisi kebenaran? Hawa berdiri di
hadapannya, seindah dan kelihatannya sesuci seperti sebelum ia berbuat
pelanggaran. Hawa menyatakan kasih yang lebih besar kepadanya dibandingkan
dengan sebelumnya. Tidak terlihat adanya tanda-tanda kematian pada diri Hawa
dan Adam bertekad untuk menanggung segala akibatnya. Dengan cepat ia
mengambil buah itu dan memakannya.
Sekarang baru mereka mulai melihat sifat yang sebenarnya daripada dosa
mereka. Adam mempersalahkan pasangannya atas kebodohannya sehingga telah
pergi dari sampingnya dan membiarkan dirinya ditipu oleh ular itu; tetapi
kedua-duanya mencoba menghibur diri dengan mengatakan bahwa Ia yang telah
memberikan kepada mereka begitu banyak bukti tentang kasih-Nya akan
mengampuni pelanggaran yang satu ini, atau juga mereka tentunya tidak akan
dijatuhi satu hukuman yang terlalu berat sebagaimana yang mereka takuti.
Setan merasa gembira atas suksesnya itu. Ia telah berhasil menggoda Hawa
untuk tidak percaya akan kasih Allah, meragukan hikmat-Nya serta melanggar
hukum-Nya dan melalui Hawa ia telah berhasil menjatuhkan Adam.
Tetapi saatnya hampir tiba bilamana Pemberi hukum yang agung itu akan
menyatakan kepada Adam dan Hawa akibat-akibat pelanggaran mereka.
Kehadiran Ilahi dinyatakan di dalam taman itu. Di dalam keadaan mereka yang
tidak bersalah dan suci mereka dengan kesukaan menyambut kedatangan Khalik
mereka; tetapi sekarang mereka lari ketakutan dan berusaha untuk bersembunyi
di antara pepohonan yang lebat di taman itu. Tetapi "Tuhan Allah memanggil
manusia itu dan berfirman kepadanya: 'Di manakah engkau?' Ia menjawab:
'Ketika aku mendengar, bahwa Engkau ada dalam taman ini, aku menjadi takut,
karena aku telanjang; sebab itu aku bersembunyi.' Firman-Nya: 'Siapakah yang
memberitahukan kepadamu, bahwa engkau telanjang? Apakah engkau makan
dari buah pohon, yang Kularang engkau makan itu?'"
Adam tidak dapat menyangkal atau mencari dalih akan dosanya itu; tetapi
gantinya menyatakan pertobatan, ia berusaha untuk melemparkan kesalahan atas
diri istrinya, dan dengan demikian berarti kepada Tuhan sendiri: "Perempuan
yang Kautempatkan di sisiku, dialah yang memberi dari buah pohon itu
kepadaku, maka kumakan." Ia yang oleh karena cintanya kepada Hawa, dengan
sengaja telah memilih meninggalkan kehendak Allah, rumahnya di Firdaus dan
satu kehidupan yang kekal yang penuh kesukaan, sekarang, setelah berdosa,
berusaha menjadikan kawannya itu, bahkan Khalik itu sendiri, bertanggung
jawab atas pelanggaran tersebut.
Bukanlah kehendak Allah bahwa pasangan yang tidak berdosa itu harus
mengetahui sesuatu tentang kejahatan. Dengan kelimpahan Ia telah memberikan
kepada mereka perkara-perkara yang baik dan telah menahankan yang jahat.
Tetapi, bertentangan dengan perintah-Nya, mereka telah memakan buah pohon
yang dilarang itu, dan sekarang mereka akan terus memakannya--mereka
memiliki pengetahuan akan yang jahat seumur hidup mereka. Mulai sejak itu
umat manusia akan menderita oleh penggodaan-penggodaan Setan. Gantinya
pekerjaan yang memberikan kebahagiaan yang telah ditetapkan bagi mereka
dulu, maka sekarang penderitaan kesukaran harus menjadi nasib mereka.
Mereka akan menjadi korban keputus-asaan, kedukaan, sakit dan akhirnya
kematian.
Di bawah kutuk dosa segenap alam harus menyaksikan kepada manusia tentang
sifat-sifat dan akibat-akibat daripada pemberontakan terhadap Allah. Pada waktu
Allah menjadikan manusia Ia menjadikan dia sebagai pemerintah atas seluruh
bumi ini dan atas semua makhluk hidup. Selama Adam setia kepada surga,
segenap alam berada di bawah kekuasaannya. Tetapi bilamana ia memberontak
terhadap hukum Ilahi, makhluk-makhluk yang lebih rendah itupun memberontak
terhadap pemerintahannya. Dengan demikian Tuhan, dalam rahmat-Nya yang
besar, menunjukkan kepada manusia akan kesucian hukum-Nya, dan menuntun
mereka, melalui pengalaman mereka, untuk melihat bahayanya menyisihkan
hukum itu sekalipun di dalam perkara yang terkecil.
Dan kehidupan yang disertai dengan kesukaran dan pergumulan itu yang harus
menjadi nasib manusia sejak saat itu telah ditetapkan dalam kasih. Itu adalah
satu disiplin yang diperlukan sebagai akibat daripada dosanya, untuk menolong
mengendalikan pemanjaan nafsu dan selera makan untuk mengembangkan
kebiasaan mengendalikan diri. Itu adalah sebagian daripada rencana Allah yang
besar untuk memulihkan manusia dari kehancuran serta kemerosotan yang
diakibatkan oleh dosa.
Amaran yang diberikan kepada leluhur kita yang pertama--"Pada hari engkau
memakannya, pastilah engkau mati" (Kejadian 2:17)--tidaklah berarti bahwa
mereka harus mati pada hari yang sama di mana mereka telah memakan buah
yang dilarang itu. Melainkan pada hari itu hukuman yang tidak dapat
dihindarkan itu telah dimaklumkan. Kebakaan telah dijanjikan kepada mereka
dengan syarat penurutan; oleh pelanggaran mereka kehilangan hidup yang
kekal. Pada hari itu mereka ditakdirkan harus mati.
Agar supaya dapat memiliki hidup yang tidak berkesudahan, manusia harus
senantiasa memakan buah pohon alhayat. Tanpa itu, daya hidupnya akan
berangsur-angsur berkurang sampai akhirnya seluruh hidupnya hilang lenyap.
Setan berencana agar Adam dan Hawa melalui pelanggaran mendatangkan
kepada diri mereka murka Allah; dan kemudian jikalau mereka tidak
memperoleh keampunan, ia berharap bahwa mereka akan memakan buah pohon
alhayat, sehingga dengan demikian dosa dan penderitaan akan jadi kekal. Tetapi
setelah kejatuhan manusia, malaikat-malaikat suci dengan segera ditugaskan
untuk menjaga pohon alhayat. Di sekeliling malaikat-malaikat ini terpancar
berkas-berkas cahaya yang nampaknya seperti pedang yang berkilauan. Tidak
seorang pun dari keluarga Adam diizinkan untuk melalui penjagaan itu dan
memakan buah yang dapat memberikan hidup; oleh sebab itu tidak ada seorang
berdosa yang baka.
Kutuk yang timbul sebagai pelanggaran leluhur kita itu oleh banyak orang
dianggap sebagai satu akibat yang terlalu dahsyat bagi satu dosa yang sekecil
itu. Dan mereka meragukan hikmat serta keadilan Tuhan dalam perlakuan-Nya
terhadap manusia. Tetapi jikalau mereka mau menyelidiki lebih dalam terhadap
masalah ini, mereka akan dapat mengerti kesalahan mereka. Tuhan telah
menjadikan manusia menurut gambar-Nya, bebas dari dosa. Dunia ini
dimaksudkan untuk dihuni oleh makhluk-makhluk yang lebih rendah sedikit dari
malaikat-malaikat; tetapi penurutan mereka harus diuji; karena Allah tidak akan
mengizinkan dunia ini dipenuhi oleh mereka yang tidak mau menghargai
hukum-Nya. Namun demikian, di dalam rahmat-Nya yang besar itu, Ia telah
menentukan bagi Adam satu ujian yang tidak berat. Dan kecilnya hal larangan
itu telah menjadikan dosa itu sangatlah besar. Jikalau Adam tidak dapat
mengatasi ujian yang terkecil itu, ia tidak akan dapat mengatasi ujian yang lebih
besar seandainya kepadanya dipercayakan tanggung jawab yang lebih berat.
Kalau saja ujian yang berat telah ditetapkan kepada Adam, maka mereka yang
hatinya cenderung untuk berbuat kejahatan akan mencari dalih bagi mereka
dengan berkata, "Ini adalah soal remeh dan Tuhan tidak akan pusing dengan
perkara-perkara yang sepele." Dan akan terjadi pelanggaran yang terus-menerus
di dalam perkara-perkara yang dianggap kecil dan akan terus berlangsung tanpa
ada teguran di antara manusia. Tetapi Tuhan telah menjadikan hal itu jelas
bahwa dosa bagaimanapun kecilnya adalah satu kehinaan kepada-Nya.
Kepada Hawa kelihatannya adalah satu perkara yang kecil untuk melanggar
perintah Allah dengan memakan buah pohon yang dilarang itu dan juga
menggoda suaminya untuk berbuat pelanggaran; tetapi dosa mereka telah
mengakibatkan kutuk ke atas dunia ini. Siapakah yang tahu, di saat-saat
pencobaan, akan ada akibat-akibat yang mengerikan yang timbul oleh sebab
satu langkah yang keliru?
Banyak yang mengajarkan bahwa hukum Allah itu tidak lagi berlaku kepada
manusia, menyatakan bahwa adalah mustahil baginya untuk mentaati
peraturan-peraturan itu. Tetapi jikalau hal ini benar demikian, mengapa Adam
harus menderita ganjaran daripada pelanggaran itu? Dosa leluhur kita yang
pertama itu mendatangkan kesalahan serta kesedihan ke atas dunia ini, dan
kalau bukan karena kebajikan dan rahmat Allah, maka itu akan menjerumuskan
umat manusia ke dalam derita yang tidak berpengharapan lagi. Janganlah
seorang pun menipu dirinya. "Sebab upah dosa ialah maut." Roma 6:23. Hukum
Allah tidak dapat dilanggar sekarang ini tanpa ada hukuman sebagaimana
halnya pada waktu hukuman itu dijatuhkan ke atas diri bapa umat manusia.
Setelah mereka berbuat dosa, Adam dan Hawa tidak lagi diizinkan tinggal di
Eden. Mereka memohon dengan sungguh-sungguh agar mereka diizinkan untuk
tetap bermukim di rumah mereka yang penuh kebahagiaan di saat-saat mereka
masih dalam keadaan yang suci. Mereka mengaku bahwa mereka telah
kehilangan segala hak untuk mendiami tempat yang penuh kesukaan itu, tetapi
mereka berjanji bahwa di masa mendatang mereka akan mentaati dengan
saksama akan perintah Allah. Tetapi kepada mereka diberitahukan bahwa
keadaan diri mereka telah dirusak oleh dosa; mereka telah menyebabkan
berkurangnya kekuatan mereka untuk melawan kejahatan dan telah membuka
jalan bagi Setan untuk lebih leluasa menggoda mereka. Di dalam keadaan
mereka yang suci mereka telah menyerah kepada pencobaan; dan sekarang, di
dalam satu keadaan yang sadar bahwa mereka itu bersalah, mereka memiliki
kuasa yang lebih kecil untuk mempertahankan kesetiaan mereka.
Di dalam kehinaan dan duka yang tidak terkatakan mereka telah meninggalkan
rumah mereka yang indah dan pergi untuk hidup di dunia ini, di mana kutuk
dosa berada. Udara yang dulunya begitu sejuk serta seragam suhunya, sekarang
telah mengalami berbagai perubahan dan Tuhan dengan penuh rahmat telah
menyediakan bagi mereka satu jubah yang terbuat dari kulit sebagai satu alat
pelindung dari suhu yang sangat panas dan sangat dingin itu.
Taman Eden tetap berada di atas bumi ini lama setelah manusia terbuang dari
jalan-jalannya yang penuh kesukaan itu. Umat yang berdosa itu lama diizinkan
untuk dapat memandang kepada rumah mereka sebelum berdosa, pintu
gerbangnya terhalang hanya oleh malaikat-malaikat. Di pintu Firdaus yang
dikawal oleh malaikat-malaikat, kemuliaan Ilahi dinyatakan. Ke tempat inilah
Adam dan anak-anaknya telah datang untuk menyembah Tuhan. Di sini mereka
memperbaharui janji-janji mereka untuk taat kepada hukum terhadap mana
pelanggaran mereka telah menyebabkan terbuangnya mereka dari Eden. Apabila
arus dosa melanda dunia ini, dan kejahatan manusia menetapkan kebinasaan
mereka oleh air bah, Tangan yang telah mendirikan Eden itu telah
mengangkatnya dari dunia. Tetapi pada pemulihan yang terakhir, bilamana akan
ada "langit yang baru dan bumi yang baru" (Wahyu 21:1), maka taman itu akan
dikembalikan lagi dalam keadaan yang lebih mulia daripada awal mulanya.