Anda di halaman 1dari 23

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

(RPP)

Satuan Pendidikan : SMA Negeri 9 Semarang


Kelas / Semester : XI /1
Pertemuan : 7, 8 dan 9
Mata Pelajaran : Sejarah Indonesia
Materi Pokok : Dampak politik, budaya, sosial – ekonomi dan pendidikan pada masa
penjajahan bangsa eropa ( Portugis, Spanyol, Belanda,Inggris) dalam
kehidupan bangsa Indonesia saat ini.
Sub Materi : 1. Politik Etis
2. Organisasi Awal Pergerakan
Alokasi waktu : 6 X 45 menit ( 270 Menit)

A. Kompetensi Inti
KI 1 Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya
KI 2 Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong royong,
kerjasama, toleran, damai), santun, responsif, dan pro-aktif dalam berinteraksi secara efektif
dengan perkembangan anak di lingkungan, keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan
alam sekitar, bangsa, negara, kawasan regional, dan kawasan internasional.
KI 3 Memahami,menerapkan, menganalisis dan mengevaluasi pengetahuan factual , konseptual,
procedural,dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan,
tehnologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan, kemanusiaan, kebangsaan,
kenrgaraan dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, sertamenerapkan
pengetahuan procedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya
untuk memecahkan masalah.
KI 4 Menunjukan keterampilan menalar, mengolah, dan menyaji secara efektif, kreatif, produktif,
kritis, mandiri, kolaboratif, komunikatif, dan solutif dalam ranah konkret serta dan abstrak
terlkait dengan pemgembangan dari yang dipelajarinya di sekolah serta mampu menggunakan
metoda sesuai dengan kaidah keilmuan.

B. Kompetensi Dasar & Indikator Pencapaian Kompetensi dasar


Kompetensi Dasar
Pengetahuan Keterampilan
3.3 Menganalisis dampak politik, budaya, sosial 4.3 Menalar dampak politik,, budaya, sosial –
– ekonomi dan pendidikan pada masa ekonomi dan pendidikan pada masa penjajahan
penjajahan bangsa eropa ( Portugis, Spanyol, bangsa eropa ( Portugis, Spanyol, Belanda,
Belanda,Inggris) dalam kehidupan bangsa Inggris) dalam kehidupan bangsa Indonesia
Indonesia saat ini. masa kini dan menyajikannya dalam bentuk
cerita sejarah.

Indikator Pencapaian Kompetensi

Pengetahuan Keterampilan

3.3.1 Mengidentifikasi adanya politik etis 4.3.1 Menganalisis adanya politik etis
3.3.2 Budi Utomo 4.3.2 Menganalisis adanya organisasi –
3.3.3 Sarekat Islam organisasi awal pergerakan Indonesia.
3.3.4 Indische Partij
3.3.5 Perhimpunan Indonesia (PI)

C. Tujuan Pembelajaran :
Melalui pembelajaran problem besed learning peserta didik mampu berfikir secara kritis dan kreatif
(Kemandirian) dalam menganalisis dampak politik, budaya, sosial – ekonomi dan pendidikan pada
masa penjajahan bangsa eropa ( Portugis, Spanyol, Belanda,Inggris) dalam kehidupan bangsa
Indonesia saat ini, mampu menyusun laporan mengenai hasil penalaran dalam bentuk tulisan
tentang menganalisis adanya politik etis diskusi mengenai analisis adanya organisasi – organisasi
awal pergerakan Indonesia dengan bentuk bekerja sama (Gotong royong) serta menjujung tinggi
tanggung jawab yang diberikan (kemandirian)

D. Materi Ajar
 Politik etis
 Budi Utomo
 Sarekat Islam
 Indische Partij
 Perhimpunan Indonesia (PI)
E. Metode
1. Metode Kooperatif Learning
2. Model Pembelajaran Problem Based Learning

F. Media dan Alat


1. Media
 PPT
2. Alat
 LCD

G. Sumber Belajar
 Kementerian Pendidikan (2016). Sejarah Indonesia Untuk SMA/MA Kelas XI Kelompok
Wajib.halaman 2.Jakarta

H. Kegiatan pembelajaran
Pertemuan 7
Alokasi
Kegiatan Deskripsi Kegiatan Nilai-nilai Karakter Waktu

1 2 3 4
Pendahuluan a. Mengawali pembelajaran dengan berdoa dan  Religiositas  15 Menit
memberi salam (beriman dan
b. Mempersiapkan kelas agar lebih kondusif untuk bertaqwa)
memulai proses KBM (kerapian, kebersihan ruang • Kemandirian
kelas, menyediakan media dan alat serta buku yang (tertib dan
diperlukan) Disiplin)
c. Menjelaskan adanya politik etis dan organisasi awal • Nasionalisme
pergerakan seperti Budi Utomo, Sarekat Islam, (Cinta Tanah Air,
Indische Partij serta Perhimpunan Indonesia. semangat
d. Memotivasi peserta didik untuk lebih fokus dan kebangsaan)
semangat dalam mengikuti pembelajaran serta
menanamkan rasa cinta tanah air

Kegiatan Inti 1) Tahap orientasi siswa pada masalah  Kemandirian 80 Menit


 Guru menyampaikan tujuan pembelajaran (Kerja
 guru menjelaskan politik etis dan organisasi keras,Kreatif,
awal pergerakan seperti Budi Utomo, Sarekat rasa ingin tahu,
Islam, Indische Partij serta Perhimpunan
berani
Indonesia.
mengumukakan
Alokasi
Kegiatan Deskripsi Kegiatan Nilai-nilai Karakter Waktu

1 2 3 4
 Guru memfasilitasi siswa dengan meminta pendapat))
peserta didik mengungkapkan hasil diskusi  Gotong Royong
dengan berbagai pertanyaan yang terkait (Bekerja sama
dengan politik etis dan organisasi awal
pergerakan seperti Budi Utomo, Sarekat Islam,
Indische Partij serta Perhimpunan Indonesia.

2. Mengorganisasikan kegiatan pembelajaran


Peserta didik membentuk 4 kelompok belajar
 Kelompok 1 politik etis.
 Kelompok 2 membahas tentang Budi Utomo
 Kelompok 3 membahas tentang Indische Partij
 Kelompok 4 membahas tentang Perhimpunan
Indonesia
3. Membimbing penyelidikan mandiri dan kelompok
 Peserta didik bersama kelompok belajarnya
mencari informasi dan mengumpulkan informasi-  Gotong Royong
informasi yang terkait dengan politik etis dan (Kerja sama,
organisasi awal pergerakan seperti Budi Utomo, Saling
Sarekat Islam, Indische Partij serta Perhimpunan menghormati,
Indonesia. tenggang rasa)
 dari berbagai sumber baik dari BTP maupun media  Integritas
yang lain (Internet) (Tanggung
 Guru melakukan observasi dan pengamatan diskusi jawab ,Kerja
kelompok belajar keras)

 Kemandirian
(Rasa ingin
tahu,
Bekerja keras)
Alokasi
Kegiatan Deskripsi Kegiatan Nilai-nilai Karakter Waktu

1 2 3 4

Penutup a. Peserta didik diberi kesempatan melekukan diskusi  Berani 5 menit


kelompok belajar di luar jam belajar  Tanggung
b. Peserta didik diberikan kesempatan untuk mencari jawab
informasi di lingkungan sekitar untuk agar hasil
diskusi dan presentasi nanti lebih maksimal
c. Menyampaikan rencana pembelajaran pada
pertemuan berikutnya yaitu presentasi kelompok
d. Menutup pelajaran dengan salam

Pertemuan 8
Alokasi
Kegiatan Deskripsi Kegiatan Nilai-nilai Karakter Waktu

1 2 3 4
a. Mengawali pembelajaran dengan berdoa • Religiositas
dan memberi salam (beriman dan
c. Mempersiapkan kelas agar lebih kondusif bertaqwa)
untuk memulai proses KBM (kerapian, • Kemandirian
kebersihan ruang kelas, menyediakan (tertib dan
media dan alat serta buku yang Disiplin)
diperlukan). • Nasionalisme
d. Mengingatkan kembali kepada siswa (Cinta Tanah Air,
Kegiatan
tentang materi pertemuan sebelumnya semangat
Pendahuluan
tentang politik etis dan organisasi awal kebangsaan)
pergerakan seperti Budi Utomo, Sarekat
Islam, Indische Partij serta Perhimpunan
Indonesia.
e. Memotivasi peserta didik untuk lebih fokus
dan semangat dalam mengikuti
pembelajaran tentang kronologi
kedatangan bangsa eropa ke Indonesia.
Kegiatan Inti 4. Mengambangkan dan menyajikan hasil karya
 Masing-masing kelompok belajar
 Gotong Royong
membahas dan mendiskusikan semua (Bekerja sama,
informasi yang didapat terkait dengan  Kemandirian
politik etis dan organisasi awal pergerakan (Kreatif , Kritis
seperti Budi Utomo, Sarekat Islam, Indische Rasa ingin tahu,
Partij serta Perhimpunan Indonesia. komunikatif)
 Setiap kelompok setiap kelompok
Alokasi
Kegiatan Deskripsi Kegiatan Nilai-nilai Karakter Waktu

mempresentasikan hasil diskusi


 Guru memfasilitasi diskusi kelompok

5. Analisis dan evaluasi proses pemecahan


masalah
 Peserya didik bersama kelompok
belajarnya melakukan evaluasi terhadap
 Kemandirian
hasil kerjanya untuk mendapatkan hasil (Berfikir kritis
yang valid dan bisa dipertanggungjawabkan Kreatif
Bertanggung
jawab )

 Menyimpulkan bersama hasil diskusi untuk  Kemandirian


(Percaya Diri)
memperoleh pemahaman yang sama terhadap
Kegiatan  Imnegritas
Penutup materi yang dipelajari (Sopan
Tanggung jawab)

Pertemuan 9
Alokasi
Kegiatan Deskripsi Kegiatan Nilai-nilai Karakter Waktu

1 2 3 4
Kegiatan a. Mengawali pembelajaran dengan berdoa • Religiositas
Alokasi
Kegiatan Deskripsi Kegiatan Nilai-nilai Karakter Waktu

dan memberi salam (beriman dan


c. Mempersiapkan kelas agar lebih kondusif bertaqwa)
untuk memulai proses KBM (kerapian, • Kemandirian
kebersihan ruang kelas, menyediakan (tertib dan
media dan alat serta buku yang Disiplin)
diperlukan). • Nasionalisme
d. Mengingatkan kembali kepada siswa (Cinta Tanah Air,
tentang materi pertemuan sebelumnya semangat
Pendahuluan tentang politik etis dan organisasi awal kebangsaan)
pergerakan seperti Budi Utomo, Sarekat
Islam, Indische Partij serta Perhimpunan
Indonesia.
e. Memotivasi peserta didik untuk lebih fokus
dan semangat dalam mengikuti
pembelajaran tentang kebijakan yang
dijalankan oleh Belanda dalam melakukan
praktik penjajahan di Indonesia .
6. Mengambangkan dan menyajikan hasil karya
 Masing-masing kelompok belajar
 Gotong Royong
membahas dan mendiskusikan program – (Bekerja sama,
program yang dilaksanakan Belanda selama  Kemandirian
menjajah Indonesia (Kreatif , Kritis
 Setiap siswa dipersilahkan untuk aktif Rasa ingin tahu,
menyampaiakan pertanyaan maupun komunikatif)
berdiskusi mengenai materi yang
disampaikan
 Guru memberikan pengarahan melalui
jawaban dari pertanyaan siswa mengenai
Kegiatan Inti
materi yang disampaikan

7. Analisis dan evaluasi proses pemecahan


masalah
 Peserya didik bersama kelompok  Kemandirian
belajarnya melakukan evaluasi terhadap (Berfikir kritis
Kreatif
hasil kerjanya untuk mendapatkan hasil Bertanggung
yang valid dan bisa dipertanggungjawabkan jawab )

 Menyimpulkan bersama hasil diskusi untuk  Kemandirian


(Percaya Diri)
memperoleh pemahaman yang sama terhadap
Kegiatan  Imnegritas
Penutup materi yang dipelajari (Sopan
Tanggung jawab)
I. Penilaian Hasil Belajar
1. Kompetensi Penilaian
a. Penilaian pengetahuan
b. Penilaian keterampilan
c. Penilaian sikap
2. Tehnik
a. Penilaian pengetahuan : tertulis
b. Penilaian Keterampilan : praktik mengemukakan pendapat
c. Penilaian Sikap : observasi
3. Bentuk
a. uraian (terlampir)
b. Lembar penugasan (terlampir)
c. Lembar observasi (terlampir)
4. Remidi
a. Tugas berupa tugas mandiri untuk mempelajari Materi dengan Indikator
yang belum dicapai
b. Tugas belajar bersama tutor sebaya menganai indikator yang belum
dicapai dengan bimbingan guru

Semarang, 8 Juni 2022

Mengetahui,
Kepala Sekolah Guru Mata Pelajaran

Drs. Agus Budi Purwaka, M.Pd Dra. Novi Ekawati


NIP. 19630609 199502 1 001 NIP. 19691130 200212 2 001

LAMPIRAN-LAMPIRAN RPP
A. Penilaian Kompetensi Sikap
1. Sikap yang menjadi fokus penilaian adalah sikap jujur, disiplin, tanggungjawab, kerjasama,
dan proaktif
2. Untuk sikap akan dilihat peserta didik yang memiliki sikap yang sangat positif terhadap
kelima sikap di atas, dan hasilnya akan dicatat dalam jurnal sebagai berikut;

Hari/Tgl No Nama Catatan penting Siswa Keterangan


(Bisa Positif/Negatif)
1. Menghargai pendapat Santun
orang lain.
2. dll dll
3.
4.
5.

3. Hasil penilaian sikap dalam jurnal akan direkap dalam satu semester dan diserahkan ke wali
kelas, untuk dipertimbangkan dalam penilaian sikap dalam rapor (menunjang penilaian sikap
dari guru PAI dan guru PPKN).
B. Kisi-kisi Penilaian Pengetahuan
Tes tertulis
Bentuk Nomor
No. IPK
Soal Soal
Peserta didik dapat:
3.3.1 Politik etis  Uraian 1,2
3.3.2 Budi Utomo
3.3.2 Indische Partij
3.3.4 Perhimpunan Indonesia (PI)  Uraian 3,4,5

C. Instrumen Penilaian Pengetahuan


1. Bagaimanakah latar belakang adanya politik etis?
2. Sebutakan dan jelaskan isi dari politik etis!
3. Bagaiamanakah berdirinya organisasi Budi Utomo?
4. Bagaimanakah berdirinya sarekat Islam?
5. Bagaimanakah peran dari indische Partij terhadap perjuangan kemerdekaan Indonesia?
D. Kunci Jawaban
No Jawaban Skor
1.

2. 1.

3. 1.

2. 1.

5. 1.
Jumlah
Jumlah Skor secara keseluruhan

Nilai :

Skor Perolehan
X 100
Skor maksimal
E. Penilaian Presentasi
b. Penilaian Presentasi

No Nama Siswa Menjelaskan Memvisualisasikan 1- Merespon 1-3 Jumlah Skor


1-3 3

Perhitungan skor akhir menggunakan rumus :

Skor Perolehan
X 100
Skor maksimal

Keterangan Nilai
a. Peserta didik mendapat nilai 1 jika tidak mampu menjelaskan, berargumen dan merespon
pertanyaan
b. Peserta didik mendapat nilai 2 jika cukup mampu menjelaskan, berargumen dan merespon
pertanyaan
c. Peserta didik mendapatkan nilai 3 jika mampu menjelaskan, berargumen dan merespon pertanyaan
F. Instrumen Tugas Mandiri Terstruktur

1. Kompetensi Dasar :
a. Menyajikan hasil penalaran mengenai proses kedatangan bagnsa barat ke Indonesia
2. Indikator Pencapaian kompetensi :
a. Menyajikan dalam bentuk tulisan kolonialisme dan imperialisme bangsa barat di Indonesia.
3. Jenis tugas : Individu
4. Tanggal Pemberian tugas : .....................
5. Waktu Pelaksanan : satu minggu
6. Batas Waktu Pengumpulan : pertemuan minggu depan
7. Deskripsi tugas:
1. Bentuk tugas : Membuat laporan proses masuk bangsa eropa di Indonesia.
2. Tempat : Di lingkungan tempat tinggal
3. Waktu : di luar jam pelajaran
4. Target : Memahami proses masuk bangsa eropa di Indonesia
5. Bentuk laporan : uraian
6. Rubrik Penilaian
Nilai
No Indikator Keterangan
(1 -100)
1 Pengantar disajikan dengan bahasa yang baik
2 Isi menunjukkan maksud dari apa yang diminta
3 Kemampuan menjabarkan alasan
4 Penutup memberikan kesimpulan akhir
5 Kerapian tulisan
Nilai rata-rata
Lampiran 2 Materi pelajaran
1. Politik Etis

Politik Etis atau Politik Balas Budi adalah suatu pemikiran yang menyatakan bahwa pemerintah
kolonial memegang tanggung jawab moral bagi kesejahteraan bumiputera. Pemikiran ini merupakan
kritik terhadap politik tanam paksa. Munculnya kaum Etis yang dipelopori oleh Pieter Brooshooft
(wartawan Koran De Locomotief) dan C.Th. van Deventer (politikus) ternyata membuka mata
pemerintah kolonial untuk lebih memperhatikan nasib para bumiputera yang terbelakang.
Pada 17 September 1901, Ratu Wilhelmina yang baru naik tahta menegaskan dalam pidato
pembukaan Parlemen Belanda, bahwa pemerintah Belanda mempunyai panggilan moral dan hutang
budi (een eerschuld) terhadap bangsa bumiputera di Hindia Belanda. Ratu Wilhelmina menuangkan
panggilan moral tersebut ke dalam kebijakan politik etis, yang terangkum dalam program Trias Van
deventer yang meliputi:
1. Irigasi (pengairan), membangun dan memperbaiki pengairan-pengairan dan bendungan untuk
keperluan pertanian.
2. Imigrasi yakni mengajak penduduk untuk bertransmigrasi.
3. Edukasi yakni memperluas dalam bidang pengajaran dan pendidikan.
Banyak pihak menghubungkan kebijakan baru politik Belanda ini dengan pemikiran dan tulisan-tulisan
Van Deventer yang diterbitkan beberapa waktu sebelumnya, sehingga Van Deventer kemudian
dikenal sebagai pencetus politik etis ini.
Kebijakan pertama dan kedua disalahgunakan oleh Pemerintah Belanda dengan membangun irigasi
untuk perkebunan-perkebunan Belanda dan emigrasi dilakukan dengan memindahkan penduduk ke
daerah perkebunan Belanda untuk dijadikan pekerja rodi. Hanya pendidikan yang berarti bagi bangsa
Indonesia.
Pengaruh politik etis dalam bidang pengajaran dan pendidikan sangat berperan dalam pengembangan
dan perluasan dunia pendidikan dan pengajaran di Hindia Belanda. Salah seorang dari kelompok etis
yang sangat berjasa dalam bidang ini adalah Mr. J.H. Abendanon (1852-1925), seorang Menteri
Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan selama lima tahun (1900-1905). Sejak tahun 1900 inilah berdiri
sekolah-sekolah, baik untuk kaum priyayi maupun rakyat biasa yang hampir merata di daerah-daerah.
Sementara itu, dalam masyarakat telah terjadi semacam pertukaran mental antara orang-orang
Belanda dan orang-orang bumiputera. Kalangan pendukung politik etis merasa prihatin terhadap
bumiputera yang mendapatkan diskriminasi sosial-budaya. Untuk mencapai tujuan tersebut, mereka
berusaha menyadarkan kaum bumiputera agar melepaskan diri dari belenggu feodal dan
mengembangkan diri menurut model Barat, yang mencakup proses emansipasi dan menuntut
pendidikan ke arah swadaya.
Penyimpangan
Pada dasarnya kebijakan-kebijakan yang diajukan oleh van Deventer tersebut baik. Akan tetapi dalam
pelaksanaannya terjadi penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh para pegawai Belanda.
Berikut ini penyimpangan penyimpangan tersebut.
 Irigasi
Pengairan hanya ditujukan kepada tanah-tanah yang subur untuk perkebunan swasta Belanda.
Sedangkan milik rakyat tidak dialiri air dari irigasi.
 Edukasi
Pemerintah Belanda membangun sekolah-sekolah. Pendidikan ditujukan untuk mendapatkan tenaga
administrasi yang cakap dan murah. Pendidikan yang dibuka untuk seluruh rakyat, hanya
diperuntukkan kepada anak-anak pegawai negeri dan orang-orang yang mampu. Terjadi diskriminasi
pendidikan yaitu pengajaran di sekolah kelas I untuk anak-anak pegawai negeri dan orang-orang yang
berharta, dan di sekolah kelas II kepada anak-anak pribumi dan pada umumnya.
 Migrasi
Migrasi ke daerah luar Jawa hanya ditujukan ke daerah-daerah yang dikembangkan perkebunan-
perkebunan milik Belanda. Hal ini karena adanya permintaan yang besar akan tenaga kerja di daerah-
daerah perkebunan seperti perkebunan di Sumatera Utara, khususnya di Deli, Suriname, dan lain-lain.
Mereka dijadikan kuli kontrak. Migrasi ke Lampung mempunyai tujuan menetap. Karena migrasi
ditujukan untuk memenuhi kebutuhan akan tenaga kerja, maka tidak jarang banyak yang melarikan
diri. Untuk mencegah agar pekerja tidak melarikan diri, pemerintah Belanda mengeluarkan Poenale
Sanctie, yaitu peraturan yang menetapkan bahwa pekerja yang melarikan diri akan dicari dan
ditangkap polisi, kemudian dikembalikan kepada mandor/pengawasnya.
Penyimpangan politik etis terjadi karena adanya kepentingan Belanda terhadap rakyat Indonesia.
2. Budi Utomo

Budi Utomo (ejaan van Ophuijsen: Boedi Oetomo) adalah sebuah organisasi pemuda yang didirikan
oleh Dr.Soetomo dan para mahasiswa STOVIA yaitu Goenawan Mangoenkoesoemo dan Soeraji pada
tanggal 20 Mei 1908. Digagaskan oleh Dr. Wahidin Sudirohusodo. Organisasi ini bersifat sosial,
ekonomi, dan kebudayaan tetapi tidak bersifat politik. Berdirinya Budi Utomo menjadi awal gerakan
yang bertujuan mencapai kemerdekaan Indonesia walaupun pada saat itu organisasi ini awalnya hanya
ditujukan bagi golongan berpendidikan Jawa. Saat ini tanggal berdirinya Budi Utomo, 20 Mei,
diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional.
Sejarah

Pada hari Minggu, 20 Mei 1908, pada pukul sembilan pagi, bertempat di salah satu ruang belajar
STOVIA, Soetomo menjelaskan gagasannya. Dia menyatakan bahwa hari depan bangsa dan Tanah Air
ada di tangan mereka. Maka lahirlah Boedi Oetomo. Namun, para pemuda juga menyadari bahwa
tugas mereka sebagai mahasiswa kedokteran masih banyak, di samping harus berorganisasi. Oleh
karena itu, mereka berpendapat bahwa "kaum tua" yang harus memimpin Budi Utomo, sedangkan
para pemuda sendiri akan menjadi motor yang akan menggerakkan organisasi itu.

Sepuluh tahun pertama Budi Utomo mengalami beberapa kali pergantian pemimpin organisasi.
Kebanyakan memang para pemimpin berasal kalangan "priayi" atau para bangsawan dari kalangan
keraton, seperti Raden Adipati Tirtokoesoemo, mantan Bupati Karanganyar, dan Pangeran Ario Noto
Dirodjo dari Keraton Pakualaman.

Perkembangan

Budi Utomo mengalami fase perkembangan penting saat kepemimpinan Pangeran Noto Dirodjo. Saat
itu, Douwes Dekker, seorang Indo-Belanda yang sangat properjuangan bangsa Indonesia, dengan terus
terang mewujudkan kata "politik" ke dalam tindakan yang nyata. Berkat pengaruhnyalah pengertian
mengenai "tanah air Indonesia" makin lama makin bisa diterima dan masuk ke dalam pemahaman
orang Jawa. Maka muncullah Indische Partij yang sudah lama dipersiapkan oleh Douwes Dekker melalui
aksi persnya. Perkumpulan ini bersifat politik dan terbuka bagi semua orang Indonesia tanpa terkecuali.
Baginya "tanah air api udara" (Indonesia) adalah di atas segala-galanya.

Pada tanggal 3-5 Oktober 1908, Budi Utomo menyelenggarakan kongresnya yang pertama di Kota
Yogyakarta. Hingga diadakannya kongres yang pertama ini, BU telah memiliki tujuh cabang di beberapa
kota, yakni Batavia, Bogor, Bandung, Magelang, Yogyakarta, Surabaya, dan Ponorogo. Pada kongres di
Yogyakarta ini, diangkatlah Raden Adipati Tirtokoesoemo (mantan bupati Karanganyar) sebagai
presiden Budi Utomo yang pertama. Semenjak dipimpin oleh Raden Adipati Tirtokoesoemo, banyak
anggota baru BU yang bergabung dari kalangan bangsawan dan pejabat kolonial, sehingga banyak
anggota muda yang memilih untuk menyingkir. Pada masa itu pula muncul Sarekat Islam, yang pada
awalnya dimaksudkan sebagai suatu perhimpunan bagi para pedagang besar maupun kecil di Solo
dengan nama Sarekat Dagang Islam, untuk saling memberi bantuan dan dukungan. Tidak berapa lama,
nama itu diubah oleh, Tjokroaminoto, menjadi Sarekat Islam, yang bertujuan untuk mempersatukan
semua orang Indonesia yang hidupnya tertindas oleh penjajahan. Sudah pasti keberadaan perkumpulan
ini ditakuti orang Belanda. Munculnya gerakan yang bersifat politik semacam itu rupanya yang
menyebabkan Budi Utomo agak terdesak ke belakang. Kepemimpinan perjuangan orang Indonesia
diambil alih oleh Sarekat Islam dan Indische Partij karena dalam arena politik Budi Utomo memang
belum berpengalaman. Karena gerakan politik perkumpulan-perkumpulan tersebut, makna
nasionalisme makin dimengerti oleh kalangan luas. Ada beberapa kasus yang memperkuat makna
tersebut. Ketika Pemerintah Hindia Belanda hendak merayakan ulang tahun kemerdekaan negerinya,
dengan menggunakan uang orang Indonesia sebagai bantuan kepada pemerintah yang dipungut
melalui penjabat pangreh praja pribumi, misalnya, rakyat menjadi sangat marah.

Kemarahan itu mendorong Soewardi Suryaningrat (yang kemudian bernama Ki Hadjar Dewantara)
untuk menulis sebuah artikel "Als ik Nederlander was" (Seandainya Saya Seorang Belanda), yang
dimaksudkan sebagai suatu sindiran yang sangat pedas terhadap pihak Belanda. Tulisan itu pula yang
menjebloskan dirinya bersama dua teman dan pembelanya, yaitu Douwes Dekker dan Tjipto
Mangoenkoesoemo ke penjara oleh Pemerintah Hindia Belanda (lihat: Boemi Poetera). Namun, sejak
itu Budi Utomo tampil sebagai motor politik di dalam pergerakan orang-orang pribumi.

Agak berbeda dengan Goenawan Mangoenkoesoemo, Goenawan Mangoenkoesoemo yang lebih


mengutamakan kebudayaan dari pendidikan, Soewardi menyatakan bahwa Budi Utomo adalah
manifestasi dari perjuangan nasionalisme. Menurut Soewardi, orang-orang Indonesia mengajarkan
kepada bangsanya bahwa "nasionalisme Indonesia" tidaklah bersifat kultural, tetapi murni bersifat
politik. Dengan demikian, nasionalisme terdapat pada orang Sumatera maupun Jawa, Sulawesi maupun
Maluku.

Pendapat tersebut bertentangan dengan beberapa pendapat yang mengatakan bahwa Budi Utomo
hanya mengenal nasionalisme Jawa, Jawa sebagai alat untuk mempersatukan orang Jawa dengan
menolak suku bangsa lain. Demikian pula Sarekat Islam juga tidak mengenal pengertian nasionalisme,
tetapi hanya mempersyaratkan agama Islam agar seseorang bisa menjadi anggota. Namun, Soewardi
tetap mengatakan bahwa pada hakikatnya akan segera tampak bahwa dalam perhimpunan Budi
Utomo maupun Sarekat Islam, nasionalisme "Indonesia" ada dan merupakan unsur yang paling penting.

3. Sarekat Islam

Organisasi Sarekat Dagang Islam (SDI) pada awalnya merupakan perkumpulan pedagang-
pedagang Islam. Organisasi ini dirintis oleh Haji Samanhudi di Surakarta pada 16 Oktober
1905, dengan tujuan awal untuk menghimpun para pedagang pribumi Muslim (khususnya
pedagang batik) agar dapat bersaing dengan pedagang-pedagang besar Tionghoa. Pada
saat itu, pedagang-pedagang keturunan Tionghoa tersebut telah lebih maju usahanya dan
memiliki hak dan status yang lebih tinggi daripada penduduk Hindia Belanda lainnya.
Kebijakan yang sengaja diciptakan oleh pemerintah Hindia-Belanda tersebut kemudian
menimbulkan perubahan sosial karena timbulnya kesadaran di antara kaum pribumi yang
biasa disebut sebagai Inlanders.

SDI merupakan organisasi ekonomi yang berdasarkan pada agama Islam dan
perekonomian rakyat sebagai dasar penggeraknya. Di bawah pimpinan H. Samanhudi,
perkumpulan ini berkembang pesat hingga menjadi perkumpulan yang berpengaruh. R.M.
Tirtoadisurjo pada tahun 1909 mendirikan Sarekat Dagang Islamiyah di Batavia. Pada
tahun 1910, Tirtoadisuryo mendirikan lagi organisasi semacam itu di Buitenzorg. Demikian
pula, di Surabaya H.O.S. Tjokroaminoto mendirikan organisasi serupa tahun 1912.
Tjokroaminoto masuk SI bersama Hasan Ali Surati, seorang keturunan India, yang kelak
kemudian memegang keuangan surat kabar SI, Oetusan Hindia. Tjokroaminoto kemudian
dipilih menjadi pemimpin, dan mengubah nama SDI menjadi Sarekat Islam (SI). Pada tahun
1912, oleh pimpinannya yang baru Haji Oemar Said Tjokroaminoto, nama SDI diubah
menjadi Sarekat Islam (SI). Hal ini dilakukan agar organisasi tidak hanya bergerak dalam
bidang ekonomi, tetapi juga dalam bidang lain seperti politik. Jika ditinjau dari anggaran
dasarnya, dapat disimpulkan tujuan SI adalah sebagai berikut:

1. Mengembangkan jiwa dagang.


2. Membantu anggota-anggota yang mengalami kesulitan dalam bidang usaha.

3. Memajukan pengajaran dan semua usaha yang mempercepat naiknya derajat rakyat.

4. Memperbaiki pendapat-pendapat yang keliru mengenai agama Islam.

5. Hidup menurut perintah agama.

SI tidak membatasi keanggotaannya hanya untuk masyarakat Jawa dan Madura saja.
Tujuan SI adalah membangun persaudaraan, persahabatan dan tolong-menolong di antara
muslim dan mengembangkan perekonomian rakyat. Keanggotaan SI terbuka untuk semua
lapisan masyarakat muslim. Pada waktu SI mengajukan diri sebagai Badan Hukum,
awalnya Gubernur Jendral Idenburg menolak. Badan Hukum hanya diberikan pada SI lokal.
Walaupun dalam anggaran dasarnya tidak terlihat adanya unsur politik, tetapi dalam
kegiatannya SI menaruh perhatian besar terhadap unsur-unsur politik dan menentang
ketidakadilan serta penindasan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial. Artinya SI
memiliki jumlah anggota yang banyak sehingga menimbulkan kekhawatiran pemerintah
Belanda.

Seiring dengan perubahan waktu, akhirnya SI pusat diberi pengakuan sebagai Badan
Hukum pada bulan Maret tahun 1916. Setelah pemerintah memperbolehkan berdirinya
partai politik, SI berubah menjadi partai politik dan mengirimkan wakilnya ke Volksraad
tahun 1917, yaitu HOS Tjokroaminoto; sedangkan Abdoel Moeis yang juga tergabung
dalam CSI menjadi anggota volksraad atas namanya sendiri berdasarkan ketokohan, dan
bukan mewakili Central SI sebagaimana halnya HOS Tjokroaminoto yang menjadi tokoh
terdepan dalam Central Sarekat Islam. Tapi Tjokroaminoto tidak bertahan lama di lembaga
yang dibuat Pemerintah Hindia Belanda itu dan ia keluar dari Volksraad (semacam Dewan
Rakyat), karena volksraad dipandangnya sebagai "Boneka Belanda" yang hanya
mementingkan urusan penjajahan di Hindia ini dan tetap mengabaikan hak-hak kaum
pribumi. HOS Tjokroaminoto ketika itu telah menyuarakan agar bangsa Hindia (Indonesia)
diberi hak untuk mengatur urusan dirinya sendiri, yang hal ini ditolak oleh pihak Belanda.

Syarikat Islam

Potret bersama rapat Sarekat Islam di Kaliwungu. Hadir para anggota dari Kaliwungu,
Peterongan, dan Mlaten, serta anggota Asosiasi Staf Kereta Api dan Trem (VSTP) [1]
Semarang.

Pada tahun 1912, oleh pimpinannya yang baru Haji Oemar Said Tjokroaminoto, nama SDI
diubah menjadi Sarekat Islam (SI). Hal ini dilakukan agar organisasi tidak hanya bergerak
dalam bidang ekonomi, tetapi juga dalam bidang lain seperti politik. Jika ditinjau dari
anggaran dasarnya, dapat disimpulkan tujuan SI adalah sebagai berikut:

b. Mengembangkan jiwa dagang.


c. Membantu anggota-anggota yang mengalami kesulitan dalam bidang usaha.

d. Memajukan pengajaran dan semua usaha yang mempercepat naiknya derajat rakyat.
e. Memperbaiki pendapat-pendapat yang keliru mengenai agama Islam.

f. Hidup menurut perintah agama.

SI tidak membatasi keanggotaannya hanya untuk masyarakat Jawa dan Madura saja.
Tujuan SI adalah membangun persaudaraan, persahabatan dan tolong-menolong di antara
muslim dan mengembangkan perekonomian rakyat. Keanggotaan SI terbuka untuk semua
lapisan masyarakat muslim. Pada waktu SI mengajukan diri sebagai Badan Hukum,
awalnya Gubernur Jendral Idenburg menolak. Badan Hukum hanya diberikan pada SI lokal.
Walaupun dalam anggaran dasarnya tidak terlihat adanya unsur politik, tetapi dalam
kegiatannya SI menaruh perhatian besar terhadap unsur-unsur politik dan menentang
ketidakadilan serta penindasan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial. Artinya SI
memiliki jumlah anggota yang banyak sehingga menimbulkan kekhawatiran pemerintah
Belanda.

Seiring dengan perubahan waktu, akhirnya SI pusat diberi pengakuan sebagai Badan
Hukum pada bulan Maret tahun 1916. Setelah pemerintah memperbolehkan berdirinya
partai politik, SI berubah menjadi partai politik dan mengirimkan wakilnya ke Volksraad
tahun 1917.

g. Kongres-Kongres Awal

Kongres pertama diadakan pada bulan Januari 1913 di Surabaya [2]. Dalam kongres ini
Tjokroaminoto menyatakan bahwa SI bukan merupakan organisasi politik, dan bertujuan
untuk meningkatkan perdagangan antarbangsa Indonesia, membantu anggotanya yang
mengalami kesulitan ekonomi serta mengembangkan kehidupan relijius dalam masyarakat
Indonesia.

Kongres kedua diadakan di Surakarta yang menegaskan bahwa SI hanya terbuka bagi
rakyat biasa. Para pegawai pemerintah tidak boleh menjadi anggota. Pada tanggal 17-24
Juni 1916 diadakan kongres SI yang ketiga di Bandung. Dalam kongres ini SI sudah mulai
melontarkan pernyataan politiknya. SI bercita-cita menyatukan seluruh penduduk
Indonesia sebagai suatu bangsa yang berdaulat (merdeka). Tahun 1917, SI mengadakan
kongres yang keempat di Jakarta. Dalam kongres ini SI menegaskan ingin memperoleh
pemerintahan sendiri (kemerdekaan). Dalam kongres ini SI mendesak pemerintah agar
membentuk Dewan Perwakilan Rakyat (Volksraad). SI mencalonkan H.O.S. Tjokroaminoto
dan Abdul Muis sebagai wakilnya di Volksraad.[2]

Masuknya pengaruh komunisme

SI yang mengalami perkembangan pesat, kemudian mulai disusupi oleh paham sosialisme
revolusioner. Paham ini disebarkan oleh H.J.F.M Sneevliet yang mendirikan organisasi
ISDV (Indische Sociaal-Democratische Vereeniging) pada tahun 1914. Pada mulanya ISDV
sudah mencoba menyebarkan pengaruhnya, tetapi karena paham yang mereka anut tidak
berakar di dalam masyarakat Indonesia melainkan diimpor dari Eropa oleh orang Belanda,
sehingga usahanya kurang berhasil. Sehingga mereka menggunakan taktik infiltrasi yang
dikenal sebagai "Blok di dalam", mereka berhasil menyusup ke dalam tubuh SI oleh karena
dengan tujuan yang sama yaitu membela rakyat kecil dan menentang kapitalisme namun
dengan cara yang berbeda.

Dengan usaha yang baik, mereka berhasil memengaruhi tokoh-tokoh muda SI seperti
Semaoen, Darsono, Tan Malaka, dan Alimin Prawirodirdjo. Hal ini menyebabkan SI pecah
menjadi "SI Putih" yang dipimpin oleh HOS Tjokroaminoto dan "SI Merah" yang dipimpin
Semaoen. SI merah berlandaskan asas sosialisme-komunisme.

Adapun faktor-faktor yang mempermudah infiltrasi ISDV ke dalam tubuh SI antar lain:

1. Centraal Sarekat Islam (CSI) sebagai badan koordinasi pusat memiliki kekuasaan yang
lemah. Hal ini dikarenakan tiap cabang SI bertindak sendiri-sendiri. Pemimpin cabang
memiliki pengaruh yang kuat untuk menentukan nasib cabangnya, dalam hal ini Semaoen
adalah ketua SI Semarang.
2. Peraturan partai pada waktu itu memperbolehkan keanggotaan multipartai, mengingat
pada mulanya organisasi seperti Boedi Oetomo dan SI merupakan organisasi non-politik.
Semaoen juga memimpin ISDV (PKI) dan berhasil meningkatkan anggotanya dari 1700
orang pada tahun 1916 menjadi 20.000 orang pada tahun 1917 di sela-sela kesibukannya
sebagai Ketua SI Semarang.
3. Akibat dari Perang Dunia I, hasil panen padi yang jelek mengakibatkan membumbungnya
harga-harga dan menurunnya upah karyawan perkebunan untuk mengimbangi kas
pemerintah kolonial mengakibatkan dengan mudahnya rakyat memihak pada ISDV.

4. Akibat kemiskinan yang semakin diderita rakyat semenjak Politik Pintu Terbuka (sistem
liberal) dilaksanakan pemerintah kolonialis sejak tahun 1870 dan wabah pes yang melanda
pada tahun 1917 di Semarang.

SI Putih (H. Agus Salim, Abdul Muis, Suryopranoto, Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo)
berhaluan kanan berpusat di kota Yogyakarta. Sedangkan SI Merah (Semaoen, Alimin,
Darsono) berhaluan kiri berpusat di kota Semarang. Sedangkan HOS Tjokroaminoto pada
mulanya adalah penengah di antara kedua kubu tersebut.

Jurang antara SI Merah dan SI Putih semakin melebar saat keluarnya pernyataan
Komintern (Partai Komunis Internasional) yang menentang cita-cita Pan-Islamisme. Pada
saat kongres SI Maret 1921 di Yogyakarta, H. Fachruddin, Wakil Ketua Muhammadiyah
mengedarkan brosur yang menyatakan bahwa Pan-Islamisme tidak akan tercapai bila
tetap bekerja sama dengan komunis karena keduanya memang bertentangan. Di samping
itu Agus Salim mengecam SI Semarang yang mendukung PKI. Darsono membalas kecaman
tersebut dengan mengecam beleid (Belanda: kebijaksanaan) keuangan Tjokroaminoto. SI
Semarang juga menentang pencampuran agama dan politik dalam SI. Oleh karena itu,
Tjokroaminoto lebih condong ke SI haluan kanan (SI Putih).

h. Penegakan disiplin partai

Pecahnya SI terjadi setelah Semaoen dan Darsono dikeluarkan dari organisasi. Hal ini ada
kaitannya dengan desakan Abdul Muis dan Agus Salim pada kongres SI yang keenam 6-10
Oktober 1921 tentang perlunya disiplin partai yang melarang keanggotaan rangkap.
Anggota SI harus memilih antara SI atau organisasi lain, dengan tujuan agar SI bersih dari
unsur-unsur komunis. Hal ini dikhawatirkan oleh PKI sehingga Tan Malaka meminta
pengecualian bagi PKI. Namun usaha ini tidak berhasil karena disiplin partai diterima
dengan mayoritas suara. Saat itu anggota-anggota PSI dari Muhammadiyah dan Persis pun
turut pula dikeluarkan, karena disiplin partai tidak memperbolehkannya.
Keputusan mengenai disiplin partai diperkuat lagi dalam kongres SI pada bulan Februari
1923 di Madiun. Dalam kongres Tjokroaminoto memusatkan tentang peningkatan
pendidikan kader SI dalam memperkuat organisasi dan pengubahan nama CSI menjadi
Partai Sarekat Islam (PSI). Pada kongres PKI bulan Maret 1923, PKI memutuskan untuk
menggerakkan SI Merah untuk menandingi SI Putih. Pada tahun 1924, SI Merah berganti
nama menjadi "Sarekat Rakyat".

i. Partai Sarekat Islam Indonesia

Pada kongres PSI tahun 1929 menyatakan bahwa tujuan perjuangan adalah mencapai
kemedekaan nasional. Karena tujuannya yang jelas itulah PSI ditambah namanya dengan
Indonesia sehingga menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII). Pada tahun itu juga PSII
menggabungkan diri dengan Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik
Kebangsaan Indonesia (PPPKI).

Akibat keragaman cara pandang di antara anggota partai, PSII pecah menjadi beberapa
partai politik, di antaranya Partai Islam Indonesia dipimpin Sukiman, PSII Kartosuwiryo,
PSII Abikusno, dan PSII sendiri. Perpecahan itu melemahkan PSII dalam perjuangannya.
Pada Pemilu 1955 PSII menjadi peserta dan mendapatkan 8 (delapan) kursi parlemen.
Kemudian pada Pemilu 1971 pada zaman Orde Baru, PSII di bawah kepemimpinan H.
Anwar Tjokroaminoto kembali menjadi peserta bersama sembilan partai politik lainnya
dan berhasil mendudukkan wakilnya di DPRRI sejumlah 12 (dua belas orang).

Anda mungkin juga menyukai