Anda di halaman 1dari 5

Tafsir dan Pelajaran Surah Yasin Ayat 45 – 

54 

Sikap Orang-Orang Kafir Terhadap Perintah Allah Ta’ala (Untuk Bertaqwa dan Berinfaq) dan
Keingkaran Mereka Terhadap Kebangkitan 

 Manusia memiliki beragam sikap yang muncul dari hawa nafsu dan syahwat terhadap perintah
bertakwa kepada Allah SWT, ayat-ayat-Nya, infak untuk sisi-sisi kebaikan, dan keimanan
terhadap hari kebangkitan. Orang-orang kafir tidak takut kepada Allah SWT karena tidak
memiliki keimanan yang benar kepada-Nya, berpaling dari ayat-ayat Allah SWT seraya mencela,
mencemooh dan bersikap sombong, sama sekali tidak menginfakkan sebagian rezekinya di jalan
Allah SWT, dan mengingkari kebangkitan karena mereka adalah kelompok materialis yang tidak
kenal masa depan (akhirat) dan menganggap mustahil pengembalian jasad yang telah hancur
lebur seperti tanah menuju kehidupan lain.

Namun mereka pasti akan menemukan semua itu, mereka akan diberhentikan untuk dihisab
dan dibalas secara benar dan adil. Inilah yang diberitakan ayat-ayat Al-Qur’anul Karim berikut,  

Berpalingnya Kaum Kafir dari Peringatan (Ayat 45-47)

Allah Ta’ala berfirman,

َ ِ‫ت َرب ِِّه ْم ِإال َكا ُنوا َع ْن َها مُعْ ِرض‬ ‫ْأ‬ َ ‫َوِإ َذا قِي َل لَ ُه ُم ا َّتقُوا َما َبي َْن َأ ْيدِي ُك ْم َو َما َخ ْل َف ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم ُترْ َحم‬
( ‫ين‬ ِ ‫) َو َما َت ت‬٤٥( ‫ُون‬
ِ ‫ِيه ْم مِنْ آ َي ٍة مِنْ آ َيا‬
‫ين‬
ٍ ‫الل م ُِب‬
ٍ ‫ض‬ ُ ْ ‫َأ‬ ْ ‫َأ‬ ‫هَّللا‬ َ ْ
َ ‫ِين آ َمنوا نط ِع ُم َمنْ ل ْو َي َشا ُء ُ ط َع َم ُه ِإنْ نت ْم ِإال فِي‬ ُ ‫َأ‬ ُ َّ َ ‫) َوِإ َذا قِي َل لَ ُه ْم َأ ْنفِقُوا ِممَّا َر َز َق ُك ُم هَّللا ُ َقا َل الَّذ‬٤٦
َ ‫ِين َك َفرُوا لِلذ‬

Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Takutlah kamu akan siksa yang di hadapanmu dan
siksa yang akan datang supaya kamu mendapat rahmat”, (niscaya mereka berpaling). Dan
sekali-kali tiada datang kepada mereka suatu tanda dari tanda tanda kekuasaan Tuhan
mereka, melainkan mereka selalu berpaling daripadanya. Dan apabila dikatakakan kepada
mereka: “Nafkahkanlah sebahagian dari rezeki yang diberikan Allah kepadamu”, maka orang-
orang yang kafir itu berkata kepada orang-orang yang beriman: “Apakah kami akan memberi
makan kepada orang-orang yang jika Allah menghendaki tentulah Dia akan memberinya
makan, tiadalah kamu melainkan dalam kesesatan yang nyata”.

Wahbah az-Zuhaili[1] dalam tafsirnya menjelaskan makna ayat 45-47 sebagai berikut:

Orang-orang kafir berada dalam kesesatan, tidak memperdulikan masa lalu dengan  berbagai
dosa yang mereka lakukan, tidak pula memperhitungkan bahaya-bahaya masa depan yang ada
setelah dunia. Saat dikatakan kepada mereka, “Bertakwalah kepada Allah, yaitu waspadailah
siksa yang menimpa umat-umat sebelum kalian dan siksa akhirat yang akan terjadi setelah itu
bila kalian tetap bersikeras tetap kafir hingga mati, mudah-mudahan Allah merahmati kalian
dengan bertakwa menjaga diri dari semua itu dan menjaga kalian dari siksa (Yaasiin: 45).

Tidaklah ada tanda-tanda kebesaran yang menunjukkan keesaan dan membenarkan para rasul
yang sampai pada mereka melainkan mereka pasti berpaling, tidak memperhatikan dan tidak
merenungkannya karena mereka tidak menggunakan daya pikir dan pemahaman yang
ada (Yaasiin: 46).

Permasalahannya tidak hanya sebatas keyakinan yang buruk semata, mereka juga manusia-
manusia keras hati terhadap makhluk Allah SWT. Bila kaum Quraisy diminta untuk berinfak atau
menyedekahkan sebagian harta dan rezeki yang Allah SWT berikan, mereka menjawab orang-
orang mukmin dengan nada mencela dan cuek seraya berkata, “Mereka miskin, andai Allah
SWT berkehendak niscaya akan membuat mereka kaya dan memberi mereka makan. Mereka
tidak laik mendapatkan nafkah, kehendak kami terhadap mereka sama seperti kehendak Allah
SWT.”

Allah SWT berfirman, “Infakkanlah sebagian rezeki yang diberikan Allah kepadamu,” adalah


anjuran untuk berinfak dan celaan sikap kikir. Selanjutnya mereka berkata kepada orang-orang
yang memberi nasihat, “Tidaklah kalian meminta nafkah kepada kami melainkan kalian berada
dalam kesalahan yang jelas dan menyimpang dari jalan petunjuk.”

Sebab turun ayat ini: saat para pembantu dan budak orang-orang kafir serta kalangan lemah
lain masuk Islam, mereka memutuskan  nafkah dan semua hubungan. Lalu orang-orang mukmin
meminta mereka untuk menyambung hubungan saat berpisah dan memberikan sebagian rezeki
yang Allah SWT berikan, mereka bìlang, “Apakah pantas kami memberi makan kepada orang-
orang yang jika Allah menghendaki Dia akan memberinya makan.” Mereka melupakan
kewajiban untuk berbelas kasih dan menyayangi sesama manusia (Yaasiin: 47).

Pelajaran dari ayat 45 – 47

Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin[2] dalam tafsirnya menjelaskan beberapa pelajaran


dari ayat-ayat ini, antara lain:

1. Sesungguhnya bagi orang-orang kafir itu telah ditegakkan hujjah   atas mereka, dakwah
telah sampai kepada mereka, dan mereka telah dinasehati. Akan tetapi itu semua tidak
bermanfaat bagi mereka.
2. Sesungguhnya apabila seseorang sombong dan berpaling dari agama Allah, maka dia
akan menjadi sasaran adzab baik di dunia maupun di akhirat, atau di dunia dan akhirat.
Allah Ta’ala berfirman, “Takutlah kamu akan siksa yang dihadapanmu dan siksa yang
akan datang.”
3. Sesungguhnya menghadap kepada Allah Ta’ala dan menjauhi maksiat terhadap-Nya
adalah sebab diturunkannya Allah Ta’ala berfirman, “Supaya kamu mendapat rahmat.”
4. Penjelasan tentang kerasnya hati orang-orang kafir, karena sesungguhnya mereka tidak
pernah menerima satu ayatpun dari ayat-ayat Allah Ta’ala. Dalilnya adalah, “Dan tidak
ada suatu ayatpun dari ayat-ayat Tuhan sampai kepada mereka, melainkan mereka
selalu berpaling dari padanya.” (QS. Al-An’am: 4).
5. Sesungguhnya orang-orang kafir itu telah diberikan nasehat dan diberikan peringatan
akan tetapi mereka tetap sombong.
6. Sesungguhnya apabila seseorang mengeluarkan infak karena perintah Allah Ta’ala, maka
dia tidak berhak mengungkit-ungkit hal tersebut   kepada Allah Ta’ala, karena Allah
Ta’ala-lah yang telah menganugerahkan kepadanya.
7. Sesungguhnya bakhil (pelit) termasuk dari sifat-sifat orang kafir. Allah Ta’ala
berfirman, “Maka orang-orang yang kafìr itu berkata kepada orang-orang yang
beriman: ‘Apakah kami akan memberi makan kepada orang-orang yang jika Allah
menghendaki tentulah Dia akan memberinya makan.”

Jika hal itu merupakan sifat-sifat orang kafir, maka tidak selayaknya bagi orang yang beriman
untuk memiliki sifat tersebut. Segala sesuatu yang termasuk dari sifat-sifat orang kafir, baik dari
kaum Yahudi, kaum Nasrani, maupun selain mereka, maka   selayaknya bagi orang beriman
untuk tidak melakukannya. Karena jika dia melakukannya, maka dia telah menyerupai orang-
orang kafir dalam perkara tersebut.

Apabila Kematian dan Hari Kiamat Datang kepada Orang-Orang Kafir (Ayat 48 – 50)

Allah Ta’ala berfirman,

َ ‫) َفال َيسْ َتطِ يع‬٤٩( ‫ُون‬


‫ُون‬ َ ‫صم‬ِّ ‫صي َْح ًة َوا ِح َد ًة َتْأ ُخ ُذ ُه ْم َو ُه ْم َي ِخ‬
َ ‫ُون ِإال‬
َ ‫ظر‬ُ ‫) َما َي ْن‬٤٨( ‫ِين‬ َ ‫ون َم َتى َه َذا ْال َوعْ ُد ِإنْ ُك ْن ُت ْم‬
َ ‫صا ِدق‬ َ ُ‫َو َيقُول‬
َ ‫َت ْوصِ َي ًة َوال ِإلَى َأهْ ل ِِه ْم َيرْ ِجع‬
‫ُون‬

Dan mereka berkata, “Bilakah (terjadinya) janji ini (hari berbangkit) jika kamu adalah orang-
orang yang benar?” Mereka tidak menunggu melainkan satu teriakan saja yang akan
membinasakan mereka ketika mereka sedang bertengkar. Lalu mereka tidak kuasa membuat
suatu wasiatpun dan tidak (pula) dapat kembali kepada keluarganya.

Wahbah az-Zuhaili[3] dalam tafsirnya menjelaskan makna ayat 48 – 50 sebagai berikut:


Mereka mengingkari kebangkitan (kiamat) lalu berkata kepada orang-orang mukmin seraya
meminta agar disegerakan dengan nada mengejek dan mencemooh, “Kapankan terjadinya janji
kebangkitan yang kalian sampaikan pada kami itu, yang kalian ancamkan pada kami itu bila
perkataan dan ancaman kalian memang benar?” (Yaasiin: 48).

Allah SWT menjawab, untuk terjadinya kiamat dan adzab, mereka hanya menantikan tipuan
sangkakala pertama, yaitu tiupan kematian yang mematikan semua makhluk saat mereka
tengah mempersengketakan masalah harta, perekonomian dan akad-akad transaksi. Tipuan
yang pengaruhnya sangat cepat itu dilanjutkan oleh kematian seketika. (Yaasiin: 49).

Tidak ada yang sempat mewasiatkan harta ataupun utang pada yang lain, mereka mati di
tempat dan tidak sempat pulang ke rumah (keluarganya). (Yaasiin: 50).

Pelajaran dari ayat 48 – 50

Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin[4] dalam tafsirnya menjelaskan beberapa pelajaran


dari ayat-ayat ini, antara lain:

1. Sesungguhnya anak-anak Adam (manusia) telah sampai batas menentang Allah Rabb
Pencipta alam semesta dan orang yang menyampaikan risalah-Nya. Mereka berkata,
“Bilakah terjadinya janji ini (hari kebangkitan)?”
2. Sesungguhnya para rasul telah menyampaikan risalah dengan penyampaian sejelas-
jelasnya. Mereka telah menjelaskan kepada manusia bahwa mereka akan dibangkitkan
dan diberi pembalasan, dan sesungguhnya mereka dijanjikan dengan hal tersebut.
3. Ancaman terhadap orang-orang yang mendustakan hari Kiamat dengan   teriakan yang
akan membinasakan mereka.
4. Kuasa Allah Ta’ala, dimana mereka semua dibinasakan dengan satu teriakan sasa. Allah
Ta’ala berfirman, “Melainkan satu teriakan saja yang akan membinasakan mereka.”

Disini teriakan itu ditegaskan dengan kalimat satu untuk menjelaskan bahwa dia tidak diulang
dua kali, bahkan mereka dibinasakan dengan satu teriakan.

5. Sesungguhnya teriakan itu mendatangi mereka secara tiba-tib Allah Ta’ala berfirman,
“Ketika mereka sedang bertengkar,” dan lalai terhadapnya.
6. Penjelasan tentang kondisi orang-orang yang tertimpa hari kiamat dan dibinasakan oleh
teriakan itu, yakni pertengkaran dan persengketaan. Itu menunjukkan tentang buruknya
keadaan mereka dan buruknya akhlak-akhlak mereka; dan sesungguhnya mereka tidak
memiliki keinginan kecuali hanya pertengkaran dan persengketaan tersebut lantaran
kikir dan tamak terhadap kemewahan dunia, dan lalai terhadap urusan akhirat. Oleh
karena itu, disebutkan di dalam hadits shahih:

“Sesungguhnya hari Kiamat tidak akan terjadi kecuali atas seburuk–buruknya makhluk.” (HR.
Muslim).

7. Sesungguhnya apabila tiupan sangkakala terjadi, maka tidak ada seorangpun mampu
berkata-kata dan bergeser dari tempatnya. Itu dipetik dari firman Allah Ta’ala, “Lalu
mereka tidak kuasa membuat suatu wasiatpun, dan tidak (pula) dapat kembali kepada
keluarganya,” yakni mereka tidak dapat bergeser dari tempat mereka.
8. Dahsyatnya hantaman yang menimpa mereka dari teriakan tersebut. Karena apabila
terjadi benturan kuat pada seseorang, maka lisannya akan menjadi keluh hingga dia
tidak mampu berkata-kata. Begitu juga kedua kakinya menjadi lemah hingga dia tidak
mampu berdiri, sebagaimana Umar bin al-Khaththab r.a berkata pada kisah wafatnya
Rasulullah Saw ketika mendengar firman Allah Ta’ala, “Sesungguhnya kamu akan mati
dan sesungguhnya mereka akan mati (pula.”( Az-Zumar: 30).

Umar r.a berkata, “Demi Allah, seakan-akan aku tidak pernah mendengar kecuali pada saat Abu
Bakar r.a membacakannya, maka akupun terpaku hingga kedua kakiku tidak mampu
menopangku dan hingga aku hampir tersungkur ke tanah ketika aku mendengar dia
membacakannya.”
9. Dahsyatnya teriakan tersebut, dimana mereka tidak mampu kembali kepada keluarga
mereka meskipun sangat merindukannya. Mereka tidak mampu melakukannya karena
perkara itu lebih dahsyat daripada kembali kepada keluarga mereka.

Kebangkitan dan Perkumpulan Manusia dari Kubur (Ayat 51-54)

Allah Ta’ala berfirman,

‫صدَ َق‬َ ‫) َقالُوا َيا َو ْي َل َنا َمنْ َب َع َث َنا مِنْ َمرْ َق ِد َنا َه َذا َما َو َع َد الرَّ حْ َمنُ َو‬٥١( ‫ون‬ َ ُ‫ث ِإ َلى َرب ِِّه ْم َي ْنسِ ل‬
ِ ‫ُّور َفِإ َذا ُه ْم م َِن األجْ دَا‬
ِ ‫َو ُنف َِخ فِي الص‬
َ ُ ‫ًئ‬ َ ْ َ َ ْ ُ ْ
‫) فال َي ْو َم ال تظل ُم نفسٌ ش ْي ا َوال تجْ ز ْو َن ِإال َما‬٥٣( ‫ُون‬ َ َ ‫ضر‬ َ َ َ َ ً ً
َ ْ‫صي َْحة َوا ِح َدة فِإذا ُه ْم َجمِي ٌع ل َد ْينا مُح‬ ْ َ َ
َ ‫) ِإنْ كانت ِإال‬٥٢( ‫ون‬ َ ُ‫ْالمُرْ َسل‬
َ ُ‫ُك ْن ُت ْم َتعْ َمل‬
‫ون‬

Dan ditiuplah sangkalala, maka tiba-tiba mereka keluar dengan segera dari kuburnya (menuju)
kepada Tuhan mereka. Mereka berkata: “Aduhai celakalah kami! siapakah yang
membangkitkan kami dari tempat tidur kami (kubur)?” Inilah yang dijanjikan (Tuhan) yang
Maha Pemurah dan benarlah Rasul-rasul(Nya). Tidak adalah teriakan itu selain sekali teriakan
saja, maka tiba- tiba mereka semua dikumpulkan kepada kami. Maka pada hari itu seseorang
tidak akan dirugikan sedikitpun dan kamu tidak dibalasi, kecuali dengan apa yang telah kamu
kerjakan.

Wahbah az-Zuhaili[5] dalam tafsirnya menjelaskan makna ayat 51 – 54 sebagai berikut:

Selanjutnya Allah SWT memberitahukan tentang peniupan kedua, yaitu peniupan kebangkitan
dari kubur. Saat sangkakala ditiup kedua kalinya untuk kebangkitan, semua manusia keluar dari
kubur dan mempercepat jalan untuk bertemu dengan Rabb guna penghisaban dan pemberian
balasan (Yaasiin: 51).

Saat berada di medan kebangkitan dan penghisaban, mereka yang dibangkitkan itu berkata,
“Duhai celakanya kami, siapa gerangan yang membangkitkan kami dari kubur setelah kami
mati?” Mereka sebelumnya tidak yakin akan dibangkitkan kembali dari kubur dan mereka pikir
tidur di dalam kubur. Saat dihadapkan pada kenyataan pahit dan menakutkan, mereka berkata,
“Inilah yang dijanjikan ar-Rahman dan benarlah berita yang dibawa oleh para rasul yang
diutus.” Artinya, mereka mengakui kebenaran para rasul di saat pembenaran tidak lagi
berguna. (Yaasiin: 52).

Selanjutnya Allah SWT menyebutkan cepatnya kebangkitan, kebangkitan terjadi dengan sekali
teriakan saja, yaitu teriakan kiamat dan peniupan sangkakala kedua. Saat itu mereka langsung
hidup dan dikumpulkan di hadapan Allah SWT dengan cepat untuk penghisaban dan pemberian
balasan (Yaasiin: 53).

Hal ini seperti disebutkan dalam ayat lain,

ِ ‫فَِإنَّ َما ِه َي َزجْ َرةٌ َو‬


‫) فَِإ َذا هُ ْم بِالسَّا ِه َر ِة‬١٣( ٌ‫اح َدة‬

 “Sesungguhnya pengembalian itu hanyalah satu kali tiupan saja. Maka dengan serta merta
mereka hidup kembali di permukaan bumi.” (QS. an-Naazi’aat: 13-14).

Dan firman Allah SWT,

‫ص ِر َأوْ هُ َو َأ ْق َربُ ِإ َّن هَّللا َ َعلَى ُكلِّ َش ْي ٍء قَ ِدي ٌر‬


َ َ‫ح ْالب‬
ِ ‫ض َو َما َأ ْم ُر السَّا َع ِة ِإال َكلَ ْم‬
ِ ْ‫ت َواألر‬ َ ‫َوهَّلِل ِ َغيْبُ ال َّس َم‬
ِ ‫اوا‬

“Dan kepunyaan Allah-lah segala apa yang tersembunyi di langit dan di bumi. Tidak adalah
kejadian kiamat itu, melainkan seperti sekejap mata atau lebih cepat (lagi). Sesungguhnya
Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”(QS. an-Nahl: 77)
Setelah itu putusan perkara yang adil dilakukan. Di hari kiamat, pahala amal baik setiap jiwa
tidak dikurangi sedikit pun, dan kalian diberi balasan sesuai dengan amal perbuatan yang kalian
lakukan wahai manusia  secara  sempurna, baik atau buruk seperti yang Allah SWT sampaikan,

َ‫ال َحبَّ ٍة ِم ْن خَ رْ َد ٍل َأتَ ْينَا بِهَا َو َكفَى بِنَا َحا ِسبِين‬ ْ ُ‫ازينَ ْالقِ ْسطَ لِيَوْ ِم ْالقِيَا َم ِة فَال ت‬
َ َ‫ظلَ ُم نَ ْفسٌ َش ْيًئا وَِإ ْن َكانَ ِم ْثق‬ ِ ‫َض ُع ْال َم َو‬
َ ‫َون‬

Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan
seseorang barang sedikitpun. Jika (amalan itu) hanya seberat biji sawipun pasti kami
mendatangkan (pahala)nya. Dan cukuplah kami sebagai pembuat perhitungan.” (QS. al-
Anbiyaa’: 47)

Pelajaran dari ayat 51 – 54

Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin[1] dalam tafsirnya menjelaskan beberapa pelajaran


dari ayat-ayat ini, antara lain:

1. Penetapan tentang tiupan sangkakala, dan itu termasuk dari perkara-perkara ghaib yang
wajib kita imani tanpa harus mempertanyakan bagaimananya.
2. Kesempurnaan kuasa Allah Ta’ala, dimana sekedar tiupan dapat mengeluarkan manusia
seluruhnya dari kubur-kubur mereka dengan segera.
3. Penetapan tentang kebangkitan, dan sesungguhnya dia adalah kehidupan yang hakiki.
Allah Ta’ala berfirman, “Mereka keluar dengan segera,” karena bersegera tidak mungkin
terjadi melainkan dengan kehidupan yang hakiki.
4. Sesungguhnya manusia akan segera menuju tempat yang telah ditentukan, yang
padanya Allah Ta’ala turun untuk menghukumi antara hamba-hamba-Nya. Allah Ta’ala
berfirman, “Mereka keluar dengan segera (menuju) kepada Tuhan mereka.”
5. Isyarat tentang kubur-kubur yang telah Allah Ta’ala jadikan sebagai tempat tinggal bagi
orang-orang yang telah mati. Allah Ta’ala berfirman, “Bukankah Kami menjadikan bumi
(tempat) berkumpul, orang-orang hidup dan orang-orang mati?” (QS. Al-Mursalat: 25-
26)
6. Sesungguhnya siksa alam Barzakh jika dibandingkan dengan siksa hari Akhirat adalah
ringan. Seakan dia hanya seperti tidur bagi orang yang tidur.
7. Sesungguhnya tinggal di dalam kubur tidak lain hanyalah seperti tidurnya orang yang
tidur, lalu dia pergi meninggalkan tempat itu. Allah Ta’ala berfirman, “Dari tempat tidur
kami (kubur)?”
8. Penampakan keburukan orang-orang yang mendustakan hari Kebangkitan ketika
dikatakan kepada mereka, “Inilah yang dijanjikan (Tuhan) yang Maha Pemurah.”
9. Sesungguhnya Allah Ta’ala adalah Dzat yang menepati janji dan tidak menyelisihinya. Itu
karena menyelisihi janji terjadi karena salah satu alasan: Bisa karena dusta, bisa juga
karena tidak mampu. Kedua-duanya harus dinafikan dari Allah Ta’ala. Tidak ada dusta
pada janji-Nya dan tidak ada ketidakmampuan dalam pelaksanaannya. Oleh karena itu,
Allah Ta’ala tidak pernah menyelisihi janji lantaran kesempurnaan kebenaran dan
kekuasaan-Nya.
10. Kebenaran para rasul pada perkara-perkara yang mereka kabarkan dari Allah Ta’ala dan
dari selain-Nya. Allah Ta’ala berfirman, “Dan benarlah rasul-rasul (Nya).”
11. Terdapat dalil yang menunjukkan tentang kesempurnaan kekuasaan Allah Ta’ala; dan
sesungguhnya para penghuni kubur diteriaki satu kali teriakan, maka mereka semua
keluar dan tidak ada seorangpun tertinggal. Oleh karena itu Allah berfirman, “Maka
tiba-tiba mereka semua dikumpulkan kepada Kami.”
12. Sesungguhnya apabila Allah Ta’ala memerintahkan sesuatu, maka perintah itu tidak
diulang dua kali, bahkan sesuatu itu pasti terlaksana dengan satu kali perintah. Contoh
hal itu adalah firman Allah Ta’ala, “Dan perintah Kami hanyalah satu perkataan seperti
kejapan mata.” (QS. Al-Qamar: 50)
13. Sesungguhnya seseorang tidak akan dizhalimi, baik sedikit maupun banyak.
14. Sesungguhnya balasan itu setimpal dengan amal perbuatan. Allah Ta’ala
berfirman, “Dan kamu tidak dibalasi kecuali dengan apa yang telah kamu kerjakan.”

Anda mungkin juga menyukai