Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Evidence based artinya berdasarkan bukti. Tidak lagi berdasarkan pengalaman atau
kebiasaan semata. Bukti tersebut adalah bukti ilmiah terkini yang bisa dipertanggung
jawabkan. Praktik yang berdasarkan bukti penelitian adalah penggunakan secara sistematis,
ilmiah, dan eksplisit dari bukti terbaik mutakhir dalam membuat keputusan tentang asuhan
bagi pasien secara individual menerapkan evidence based kebidanan.

Pelayanan kesehatan perlu dipersiapkan sejak awal prakonsepsi, dipersiapkan sejak


dini sejak persiapan pranikah dengan menerapkan evidence based kebidanan. Pelayanan
Prakonsepsi dimulai dari masa remaja. Remaja merupakan proses seseorang mengalami
perkembangan semua aspek dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Peralihan masa
kanak-kanak menjadi dewasa sering di sebut dengan masa pubertas. Masa pubertas
merupakan masa dimana remaja mengalami kematangan seksual dan organ reproduksi
yang sudah mulai berfungsi. Masa pematangan fisik pada remaja wanita ditandai dengan
mulainya haid, sedangkan pada remaja laki-laki ditandai dengan mengalami mimpi basah
(sarwono,2011)

Membangun sebuah keluarga yang baru bukanlah suatu pekerjaan yang mudah.
Ketika dua orang membuat komitmen untuk menikah atau membangun sebuah keluarga,
maka mereka harus siap melakukan penyesuaian baru dengan pasangannya. Bukan
penyesuaian dalam bidang tertentu saja, namun penyesuaian yang mencakup seluru aspek
kehidupan. Sebelum menikah, setiap pasangan itu perlu mengerti apa makna sebuah
pernikahan dan bagaimana dapat membina sebuah pernikahan yang berhasil. Untuk itulah
diperlukan konseling pranikah, agar individu mempersiapkan dan mengembangkan seluruh
potensi dan kekuatan yan dimilikinya dalam memasuki jenjang pernikahan. Menyesuaikan
diri dengan lingkungan keluarga dan masyarakat, serta mengatasi hambatan dan kesulitan
menghadapi jenjang pernikahan.

World Health Organization (WHO) menetapkan salah satu usaha untuk


meningkatkan pelayanan kebidanan yang menyeluruh dan bermutu yaitu dilaksanakannya

1
praktik berdasarkan pada evidence based. Dimana bukti secara ilmiah telah dibuktikan dan
dapat digunakan sebagai dasar praktik terbaru yang lebih aman dan diharapkan dapat
mengendalikan asuhan kebidanan sehingga mampu memberikan pelayanan yang lebih
bermutu dan menyeluruh dengan tujuan untuk lebih meningkatkan asuhan yang diberikan
pada remaja, pranikah dan prakonsepsi.

B. Rumusan Masalah

1. Apa definisi dari evidence based practice?

2. Apa definisi dari masa pranikah dan konseling Pranikah ?

3. Bagaimana evidence based terkait pada masa pranikah ?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui definisi dari evidence based practice

2. Untuk mengetahui definisi masa pranikah dan konseling Pranikah

3. Untuk mengetahui evidence based terkait pada masa pranikah

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. DEFINISI EVIDENCE BASED PRACTICE

Definisi ditinjau dari pemenggalan kata (Inggris) maka evidence based dapat
diartikan evidence adalah bukti atau fakta. Based adalah dasar. Jadi EVIDENCE BASED adalah
praktik berdasarkan bukti. Dirancang untuk membantu bidan dalam mendorong maju yang
terikat pengetahuan kebidanan dengan tujuan utama meningktkan perawatan untuk ibu
dan bayi (silver tone, 2003).

Menurut sackett ed al. Evidence Based (EB) adaah suaatu pendekatan medik yang
didasarkan pada bukti-bukti ilmiah terkini untuk kepentingan pelayanan kesehatan. Dengan
demikian, dalam praktiknya, EB memadukan antara kemampuan dan pengalaman klinik
dengan bukti-bukti ilmiah terkini yang paling dapat dipercaya. Praktik yang berdasarkan
bukti penelitian adalah penggunaan secara sistematis, ilmiah dan eksplisit dari bukti terbaik
mutakhir dalam membuat keputusan tentang asuhan bagi pasien secara individual.

B. DEFINISI PRANIKAH DAN KONSELING PRANIKAH

Pranikah menurut kamus besar bahasa indonesia adalah sebelum menikah, jadi
artinya masa dimana beberapa waktu sebelum menikah. Pranikah adalah masa sebelum
adanya perjanjian antara laki-laki dan perampuan, tujuannya untuk bersuami istri dengan
resmi berdasarkan undang-undang perkawinan agama maupun pemerintah.

Konseling/pendidikan pranikah pada umumnya diikuti oleh pasangan yang hendak


menikah dan tidak memiliki masalah berarti dalam hubungan mereka, jadi tidak harus
pasangan yang memiliki serius dalam hubungan mereka (Stahmann, Senediak dalam Murray
& Murray, Jr., 2009).

Konseling pranikah merupakan prosedurpelatihan berbasis pengetahuan dan


keterampilan yang menyediakan informasi mengenai pernikahan yang dapat bermanfaat
untuk mempertahankan dan meningkatkan hubungan pasangan yang akan menikah setelah
mereka menikah. Konseling pranikah juga dikenal dengan program persiapan pernikahan,
pendidikan pranikah, konseling edukatif pranikah dan terapi pranikah. Konseling pranikah

3
diberikan oleh psikolog dan konseling pernikahan. Sehingga keputusan untuk menikah
dibuat setelah melalui pertimbangan yang matang dan komprehensif.

Tujuan konseling pranikah :

1. Tujuan konseling pranikah ialah untuk meningkatkan hubungan pernikahan yang stabil
dan memuaskan.
2. Konseling pranikah akan membekali pasangan dengan kesadaran akan masalah
potensial yang dapat terjadi setlah mnikah, dan informasi serta sumber daya untuk
secara efektif mencegah atau mengataasi masalah-masalah tersebut hinggga pada
akhirnya dapat menurunkan tingkat kebahagiaan dalam pernikahan dan perceraian.
3. Konseling pranikah juga bermanfaat untuk menjembatani harapan-harapan yang
dimiliki oleh pasangan terhadap pasangannya dan pernikahan yang mereka inginkan
yang belum sempat atau belum bisa dibicarakan sebelumnya dengan dibantu oeh
tenaga professional psikolog/konselor pernikahan.

Materi konseling pranikah :

1. Memberikan informasi mengenai kehidupan pernikahan kepada pasangan.


2. Meningkatkan kemampuan komunikasi pasangan.
3. Mengembangkan keterampilan menyeesaikan konflik.
4. Memberi kesempatan pada pasangan untuk mendiskusikan mengenai topik tertentu
yang sensitif, seperti mengenai peran dan tanggungjawab suami-istri, eks, keuangan
dan hubungan dengan mertua.

C. EVIDENCE BASED TERKAIT MASA PRANIKAH

Daam melaksanakan profesinya bidan memiliki peran sebagai pelaksana, pengelola,


pendidik dan peneliti, sebagai peran dan fungsi sebagai pelaksana memberi pelayanan dasar
pranikah pada anak remaja dan dengan melibatkan mereka sebagai klien, mencakup :

1. Mengkaji status kesehatan dan kebutuhan anak remaja dan wanita daam masa
pranikah.
2. Menentukan diagnosis dan kebutuhan pelayanan dasar.
3. Menyusun rencana tindakan/layanan sebagai prioritas mendasar bersama klien.

4
4. Melaksanakan tindakan/layanan sesuai dengan rencana.
5. Mengevaluasi hasil tindakan/layanan yang telah diberikan beram klien.
6. Membuat rencana tindak lanjut tindakan/layanan bersama klien.
7. Membuat pencatatan dan pelaporan asuan kebidanan.
Konseling pranikah memiliki topik, waktu (durasi) dan metode pelaksanaan yang
sangat beragam. Dari berbagai penelitian mengenai efektivitas program
konseling/pendidikan pranikah dan topik yang dianggap paling bermanfaat ialah
komunikasi, resolusi, konflik, keuangan, pengasuhan anak, hubungan dengan
orangtua/mertua, peran dan tanggungjawab dalam rumah tangga, seksualitas, keluarga asal
pasangan, agama, waktu luang/rekreasi, dan komitmen.

Kriteria Konseling Pranikah

Bimbingan dan konseling paranikah dapat disusun denngan memenuhi beberapa


kriteria (Hawkins, Carroll, Doherty, & Willoughby, 2009) yaitu :

1) Dimensi I konten
a) Relational skill (keterampilan hubungan), keterampilan yang perlu ada pada
pasangan sebagai keterampilan dalam mencapai visi perkawinan.
b) Awareness, Knowledge, and Attitudes (Kesadaran, Pengetahuan dan Sikap).
Keterampilan hubungan yang baik membutuhkan kesadaran, pengetahuan dan
sikap dari setiap pasangan, seperti elemen kesiapan mental dan etika, harapan
yang realistis, kemauan untuk membuat pengorbanan pribadi yang signifikan.
c) Motivation/virtues (motivasi dan kebajikan). Karakter dan motivasi yang
diberikan individu terhadap hubungan sangat penting untuk memahami
pernikahan yang sehat, begitupun dengan kebajikan, seperti kemurahan hati,
keadilan dan kesetiaan.
2) Dimensi II identitas
a) Low Level (Tingkat rendah). Intensitas tingkat rendah merupakan upaya
kampanye melalui pamflet kepada pasngan pranikah, dapat mealui pesan
media yang kreatif untuk mengajarkan prinsip daasar perkawinan sehat.
b) Moderate Level (Tingkat Sedang). Intensitastingkat sedang memberi kerangka
ruangg lingkup kurikulum dalam pendidikan pernikahan. Menghadirkan

5
peserta, adanya waktu yang ditentukan bersama untuk membahas konten
dalam pendidikan pernikahan.
c) High Level (Tingkat Tinggi). Intensitas tingkat tinggi sangat penting untuk
strategi pendidikan pernikahan yang komprehensif, eksplorasi mendalam
terhadap topik yang lebih lengkap, dan memungkinkan individu dan pasangan
untuk mengeksporasi masalah pribadi pada tingkat yang lebih dalam dengan
fasilitator terlatih. Di perguruan tinggi dapat diaksanakan dengan intensitas
moderate level dengan asumsi bahwa sebagai bentuk persiapan maka
kerangka konten yang dibahastidak begitu mendalam, namun cukup
mengakomodir konten dalam pembahasan perkawinan.
3) Dimensi III
a) Instruction. Metode instruksi atau pengajaan perlu menyesuikan dan
menajikan knten kurikuler agar sesuaidengan pengalaman hidup peserta
dengan sangatefektif. Disisi lain instruktur atau pelatih yang memberikan
program pernikahan harus terbiasa dengan isu-isu tertentu yang dihadapi
peserta.
b) Learning style (gaya belajar). Metode yang disesuaikan dengan beragam gaya
belajar, seperti presentasi informasi didaktik, menunjukkan contoh (misalnya,
dalam video), diskusi interaktif, dan permainan peran. Individu dan pasangan
terdidik terbiasa dengan pendekatan kognitif dan didaktik yang khas dari
pendidikan tinggi mungkin lebih menyukai metode pembelajaran
eksperimental yang lebih aktif. Program BK pranikah di perguruan tinggi dapat
dirancang dengan serangkain kurikuler/konten yang disesuaikan dengan gaya
beajar di pergutuan tinggi.
4) Dimensi IV Target
Target untuk pendidikan perkawinan yaitu untuk memenuhi kebutuhan semua
kelompok ras, etnis dan sosial ekonomi. Target ini perlu dipenuhi untuk menjaga
kecemburuan sosial diantara setiap individu yang memiliki keinginan mendapat
pendidikan perkawinan.

5) Dimensi V Delivery (Penyampaian)

6
Penyampaian pendidikan pernikahan dapat disampaikan oleh specialist marriage
education (spesialis pendidikan pernikahan) yaitu konselor atau psikolog di
perguruan tinggi yang dapat diakses melalui pusat layanan bimbingan dan konseling
di perguruan tinggi maupun swasta. Secara keseluruhan program yang dirancang
disesuaikan dengan individu yang berada pada masa dewasa awal khususnya
mahasiswa yang brada pada perguruan tinggi, minimal meliputi :
a) Individu memperhatikan latar belakang keluarga masing-masing pasangan.
Pasangan pranikah perlu memperhatikan keadaan latar belakang pasangan
(Garden, Busby, & Brimhal, 2009 ).
b) Mengeksplorasi suatu hubungan melibatkan dua individu, dan karakteristik
keduanya mempengaruhi sifat hubungan komitmen terhadap pernikahan
untuk mengikuti program pendidikan pernikahan ( Blair & Cordova, 2009 ).
Selain itu faktor keadaan individu yang mengalami gangguan stress,
kecemasan, emosional dan semacamnya mempengaruhi perkawinan pada
masa dewasa. Sehingga peningkatan kecemasan setiap hari dan ketidak
sejahteraan fisik secara tidak langsung menurunkan kepuasan hubungan
perkawinan (Falconier, Nussbeck, Bodenmann,Schneider & Bradbury, 2015)
perlu dibekali bagi mahasiswa sebagai individu pada dewasa awal.
c) Interaksi positif pasangan memungkinkan untuk mengeksporasi ekspektasi
individu terhadap pernikahan ( Heafner et al., 2016 ) meningkatkan seluruh
dimensi mental, emosional, fisik dan spiritual ( Robert, Booth & Beach, 2016)
dan memberi rasa aman dan kepuasaan individu terhadap hubungan
(Salvatore, Kuo, Steele, Simpson & Collins, 2011).

Persiapan pernikahan akan memberi dampak terhadap individu yang menjalani


hubungan dengan pasangan yang berfokus pada komitmen dan harapan hubungan yang
realistis. Bimbingan dan konseling pranikah merupakan upaya membantu individu maupun
pasangan dalam merencanakan dan mempersiapkan segala sesuatu yang dianggap penting
dalam hal pernikahan/perkawinan berbasis sumber daya pasangan untuk memiliki berbagai
keterampilan dan mengembangkan visi kehidupan pernikahan.

7
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Evidence Based merupakan suatu pendekatan medik yang didasarkan pada bukti-
bukti ilmiah terkini untuk kepentingan pelayanan kesehatan. Praktik yang berdasarkan bukti
penelitian adalah penggunaan secara sistematis, ilmiah, dan ekspisit dari bukti terbaik
mutakhir dalam membuat keputusan tentang asuhan bagi pasien secara individual.

Konseling pranikah juga dikenal dengan program persiapan pernikahan, konseling


edukatif pranikah dan terapi pranikah. Konseling pranikah dan konseling pernikahan
diberikan oleh psikolog. Sehingga keputusan untuk menikah dibuat setelah melalui
pertimbangan yang matang dan komprehensif. Konseling pernikahan akan membekali
pasangan dengan kesadaran akan masalah potensial yang dapat terjadi setelah menikah,
dan informasi serta sumber daya secara efektif untuk mencegah atau mengatasi masalah-
masalah tersebut hingga pada akhirnya dapat menurunkan tingkat kebahagiaan dalam
pernikahan dan perceraian.

Dalam pelaksanaan asuhan pranikah, membutuhkan waktu yang tidak sedikit, durasi
serta materi yang disampaikan berfokus pada persiapan fisik, psikis dan mental. Selain itu
asuhan ini akan berkesinambungan dengan pemberian asuhan prakonsepsi bagi calon
pengantin. Diharapkan persiapan pernikahan akan memberi dampak terhadap individu yang
menjalani hubungan dengan pasangan yang berfokus pada komitmen dan harapan
hubungan yang realistis. Bimbingan dan konseling pranikah merupakan upaya membantu
individu maupun pasangan dalam merencanakan dan mempersiapkan segala sesuatu yang
dianggap penting dalam kehidupan pasca menikah yang terkait dengan kesehatan fisik
keluarga maupun mempersiapkan kehamilan yang sehat dan persalinan yang aman.

8
B. SARAN

Bagi tenaga kesehatan terutama Bidan, diharapkan mampu untuk memberikan


konseling terhadap remaja yang hendak menikah untuk memberikan bimbingan atau
asuhan pranikah. Dengan tujuan persiapan pernikahan akan memberi dampak terhadap
individu yang menjalani hubungan dengan pasangan yang berfokus pada komitmen dan
harapan hubungan yang realistis, serta menurunkan angka perceraian.

Bagi remaja, diharapkan mampu untuk mempersiapkan pernikahan secara baik


dengan memperhatikan juga kesehatan reproduksi terkait persiapan untuk memiliki
keturunan.

Anda mungkin juga menyukai