Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
untuk Memenuhi Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)
Disusun oleh :
Taufik Hidayatulloh
NIM : 1111013000101
SKRIPSI
Oleh:
Taufik Hidavatullah
NIM : 1111013000101
Penguji I
l3 -o? . zotL
NoYi Diah Haryanti. M.Hum.
NIP. 19841 126 201s03 2 007
Penguji II
Nurvati Diihadah. M.Pd.. MA. tl- o7 -zorl
NIP. 19660829 199903 2 003
Mengetahui,
Tarbffihdan Keguruan
KEMENTERIAN AGAMA No. Dokumen: FITK-FR-AKD-089
UIN JAKARTA
FORM (FR)
Tgl. Terbit : 1 Maret 2010
FITK No. Revisi: : 01
Jl. lr. H. Juanda No 95 Ciputat 15412 lndonesia
Hal 1t1
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI
dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat benar-benar hasil karya sendiri
dan saya bertanggung jawab secara akademis atas apa yang saya tulis.
Jakarta, 24 Jlur;ri2016
NIM. 1111013000101
“Setiap manusia dibekali oleh Allah naluri
untuk berbuat kebaikan dan kejahatan,
termasuk korupsi. Untuk itu diperlukan upaya
mempertebal iman dalam diri dan membuat
sistem yang menutup peluang melakukan
korupsi.”
(Alm. KH. Dzainuddin MZ.)
ABSTRAK
i
ABSTRACT
Corruption novel by Pramoedya Ananta Toer is a novel that describes the inner
conflict of a main character in his quest for peace of life. This study have a
purposed to knowing the anti-corruption education in the novel Corruption and
it’s implication of Indonesian language and literature learning in high school. The
method used in the writing of the paper is a qualitative descriptive. Data collection
in this study using the method determining the unit of analysis, data recording and
analysis.
The results showed the corruption of the novel has elements of intrinsic support
the theme of minor treasure-throne-women and the major theme of inner conflict
Bakir figures in the quest for peace of life which he only obtained with
possession. Then, corruption is chosen in response to the reduction in property
due to inadequate salaries and views on treasure colleagues he thought the result
of corruption. In addition to minor and major themes that carried PAT, the novel
Corruption contains anti-corruption education to be implicated of Indonesian
language and literature learning at the high school level class XI (Eleven). Anti-
corruption education can be learned from the snare of the corruption circle shows
a man who tried to do corruption will continue stuggling in the circle of
corruption. To prevent this can be done by instilling values that include anti-
corruption, honesty, responsibility, discipline and simple.
ii
KATA PENGANTAR
1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan;
2. Makyun Subuki, M.Hum., selaku Kepala Jurusan Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia;
3. Dona Aji Karunia Putra, M.A., selaku Sekretaris Jurusan
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia;
4. Rosida Erowati, M.Hum., selaku pembimbing dalam penulisan
skripsi yang selalu memberikan arahan dengan ilmu yang
meningkatkan pengetahuan penulis. Terima kasih atas arahan,
motivasi, bimbingan dan kesabaran Ibu selama ini;
5. Novi Diah Haryanti, M.Hum., selaku penguji I dan Nuryati
Djihadah, M.Pd., MA., selaku penguji II yang telah menguji
penulis dalam sidang munaqosah dan memberikan saran maupun
perbaikan yang memperkaya ilmu pengetahuan penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini;
6. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia yang
telah memperkenalkan indahnya dunia sastra, keanekaragaman
bahasa dan manfaat besar sebagai seorang pengajar;
iii
7. Keluarga besar Kartama dan Taspiah selaku orang tua penulis,
kakak Eka Novianty dan adik Kevin Dwi Indra Tama yang tiada
henti-hentinya memberikan dukungan, baik doa, moral maupun
moril sejak penulis lahir hingga kini;
8. Teman skripsi seperjuangan, Meilinda Sari Rusmiyati, S.I.kom.,
yang telah membantu penulisan skripsi dalam hal pencarian
referensi serta harapan-harapan yang memotivasi penulis dalam
menyelesaikan skripsi;
9. Teman seperjuangan dalam menempuh program sarjana strata
satu, seluruh mahasiswa Jurusan PBSI khususnya PBSI C
angkatan 2011 dan anggota ROJALI yang telah memberikan
banyak motivasi serta pengalaman hidup yang menjadikan
perjalanan menempuh pendidikan ini menjadi penuh warna dan
arti.
Taufik Hidayatulloh
iv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
ABSTRAK ............................................................................................................. i
BAB I PENDAHULUAN
v
BAB IV HASIL PENELITIAN
BAB V PENUTUP
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 1 : RPP
Lampiran 2 : Sinopsis
PROFIL PENULIS
vi
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
5
Rosihan Anwar, “Geger Dikalangan Pamong Pradja”, Siasat Warta Sepekan, Jakarta, 10
Oktober 1954, h. 5.
6
A.Teeuw, Citra Manusia Indonesia dalam Karya Sastra Pramoedya Ananta Toer, (Jakarta:
Dunia Pustaka Jaya, 1997), h. 403.
7
Koh Young Hun, Pramoedya Menggugat: Melacak Jejak Indonesia, (Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2011)., h. 15.
8
Teeuw, op. cit., h. 195.
9
Ibid., h. 403.
10
Hun, op. cit., h. 20.
3
11
Teeuw, op. cit., h. 29.
12
HB. Jassin, Kesusasteraan Indonesia Modern dalam Kritik dan Essei, (Jakarta: Gunung
Agung, 1962), h. 139.
13
Teeuw, op. cit., h. 205.
14
Rivai Apin, “Tokoh2 Mati: Korupsi Novel Pramoedya Ananta Toer dalam Madjalah
Indonesia”, Siasat Warta Sepekan, Jakarta, 22 Agustus 1954, h. 25.
15
Martina Heinschke, “Between Gelanggang and Lekra: Pramoedya‟s Developing Literary
Concepts”, Jurnal Indonesia, Vol. 61, April 1966, h. 159.
16
Teeuw, op. cit., h. 411.
17
Bersihar Lubis, “Narsisme Harap Minggir”, Majalah Gamma, Jakarta, 31 Mei-6 Juni 2000,
h. 92.
18
Tahar Ben Jelloun, op. cit., h. 11.
4
korupsi. Jika direlevansikan pada masa kini, novel Korupsi dapat dijadikan
pembelajaran antikorupsi yang paling mendasar dalam diri manusia yakni
niat. Dengan niat kesempatan dapat dibuka dan dengan niat pula kesempatan
untuk korupsi dapat ditutup. Keluarga tokoh utama digambarkan sebagai
keluarga yang menolak perilaku korup dan memilih untuk tetap sederhana
(meski cenderung kekurangan). Biasanya para koruptor beralasan keadaan
rumah tangga dan gaya hidup keluarga yang memaksa mereka melakukan
korupsi. Hal ini dapat dijadikan pembelajaran bahwa diri kita sendirilah yang
bisa menentukan apa yang akan dilakukan, korupsi atau berani jujur.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk memberantas korupsi di Indonesia,
namun hasilnya masih jauh dari harapan. Survei Corruption Perception Index
(CPI) tahun 2015 yang dipublikasikan Transparancy International (TI)
menunjukkan posisi Indonesia di urutan 88 dari 168 negara yang diukur.19 Hal
ini menjadi paradoks negara Islam terbesar di dunia, terutama pejabat muslim
yang telah melakukan sumpah jabatan di atas Al-Quran. Salah satu Firman
Allah SWT dalam Al-Quran berkaitan dengan harta berbunyi:
19
Transparency International, Perbaikan Penegakan Hukum, Perkuat KPK, Benahi Layanan
Publik, diakses pada 02/02/2016, 20.30 WIB dari www.ti.or.id/index.php/publication/2016/01/27/
corruption-perceptions-index-2015
20
Artinya: Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara
kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya
kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa,
padahal kamu mengetahui. (Al-Baqarah: 188).
6
21
Iman Santoso, “28 Siswa Lulus Sekolah Antikorupsi”, Integrito, Jakarta, September-
Oktober 2015, h. 54.
22
Sheto Risky Prabowo, “KPK Ajak 25 Guru Menulis Antikorupsi”, Integrito, Jakarta,
September-Oktober 2015, h. 37.
23
Sheto Risky Prabowo, “KPK Selaraskan Pendidikan Antikorupsi”, Integrito, Jakarta,
September-Oktober 2015, h. 7.
24
Johan Budi, dkk., Menyalakan Lilin di Tengah Kegelapan, (Jakarta: Spora
Communications, 2007), h. 75.
7
D. Rumusan Masalah
Agar penulisan skripsi ini lebih terarah, maka penulis membatasi
permasalahan pada hal sebagai berikut :
1. Bagaimana struktur pendidikan antikorupsi dideskripsikan dalam novel
Korupsi karya PAT?
2. Bagaimana implikasi pendidikan antikorupsi dideskripsikan dalam novel
Korupsi karya PAT pada pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di
SMA?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan dan pembatasan masalah maka tujuan penelitian
adalah
1. Mendeskripsikan struktur pendidikan antikorupsi yang terdapat dalam
novel Korupsi karya PAT.
2. Mendeskripsikan implikasi pendidikan antikorupsi yang terdapat dalam
novel Korupsi karya PAT pada pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia
di SMA.
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan tidak hanya bermanfaat bagi peneliti
namun dapat bermanfaat untuk orang lain dalam rangka menumbuhkan
semangat antikorupsi. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai
berikut.
1. Manfaat teoretis
Sebagai hasil penelitian yang akan memperkaya bahan ajar terutama di
bidang novel, karena novel merupakan salah satu materi yang diminati
siswa. Namun, kurangnya novel bermutu terutama novel klasik yang
dibaca, mengakibatkan kurangnya pengetahuan siswa.
2. Manfaat praktis
9
25
Boy S. Sabarguna, Analisis Data pada Penelitian Kualitatif, (Jakarta: UI-Press, 2005), h.
10.
10
karya sastra.26 Unsur yang dimaksud seperti tema, penokohan, alur, latar,
sudut pandang dan gaya bahasa.
Sastra merupakan komunikasi antara sastrawan dan pembacanya. Apa
yang ditulis sastrawan di dalam karyanya adalah apa yang ingin diungkapkan
kepada pembacanya. Dalam menyampaikan idenya, sastrawan tidak bisa
dipisahkan dari latar belakang dan lingkungannya (alam semesta).27 Untuk
dapat memahami konteks perkembangan sosial masyarakat yang berkaitan
dengan permasalahan korupsi yang terdapat di dalam novel ini, penulis juga
menggunakan pendekatan ekstrinsik; pendekatan tradisional yang meliputi
sosiologi sastra maupun psikologi sastra. Kedua pendekatan ini saling
berkaitan karena memiliki objek yang sama, yaitu manifestasi manusia yang
teridentifikasi dalam karya. Perbedaannya, objek sosiologi sastra adalah
manusia dalam masyarakat sebagai transindividual, sedangkan objek
psikologi sastra adalah manusia secara individual, tingkah laku sebagai
manifestasi psike. Karena itulah, aspek-aspek psikologi bermanfaat bagi
sosiologi sastra apabila memiliki nilai-nilai historis yang berhubungan dengan
aspek-aspek kemanusiaan secara keseluruhan.28
1. Sumber Data Penelitian
Sumber data penelitian adalah tempat memperoleh data. Dalam penelitian
ini yang menjadi subjek penelitian adalah pendidikan anti korupsi dalam
novel Korupsi karya PAT. Sedangkan objek yang digunakan dalam
penelitian ini adalah novel Korupsi karya PAT yang diterbitkan oleh
Hasta Mitra pada Februari 2002.
2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik pustaka yakni teknik menggunakan sumber-sumber tertulis untuk
26
Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta:Grasindo,2008), h. 183.
27
Ibid., h. 178.
28
Nyoman Kutha Ratna, Paradigma Sosiologi Sastra, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009)
cet. ke 2, h. 13.
11
LANDASAN TEORETIS
13
14
3
Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan Internasional,
(Jakarta: Rajawali Pers, 2008), h. 279.
4
Anwary, Perang Melawan Korupsi, (Jakarta: Institut Pengkajian Masalah-masalah Politik
dan Ekonomi, 2012), h.126.
5
Boesono Soedarso, Latar Belakang Sejarah dan Kultural Korupsi di Indonesia, (Jakarta: UI
Press, 2009), h. 10.
6
Mansyur Semma, Negara dan Korupsi: Pemikiran Mochtar Lubis Atas Negara, Manusia
Indonesia dan Perilaku Politik, (Jakarta: Yayasan Obor, 2008), h. 33.
15
2. Pendidikan Antikorupsi
Pemerintah Indonesia telah berusaha keras untuk memerangi korupsi
dengan berbagai cara. KPK sebagai lembaga independen yang secara
khusus menangani tindak korupsi dengan upaya pencegahan dan
penindakan tindak korupsi. Namun di sisi lain, upaya penindakan
membutuhkan ongkos yang tidak sedikit. Belum lagi jika dihitung dari
dampak yang ditimbulkan bagi kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Upaya memberantas korupsi yang paling murah dan efektif adalah dengan
7
David H. Bayley, Akibat-akibat Korupsi pada Bangsa-bangsa sedang Berkembang, Terj.
dari The Effect of Corruption In a Developing Nation oleh Muchtar Lubis dan James C.Scott, (Jakarta:
LP3S, 1988), h. 86.
8
Redatin, op. cit., h. 56.
16
9
Nanang Puspito (eds)., Pendidikan Anti Korupsi untuk Perguruan Tinggi, (Jakarta:
Kemendikbud, 2011), h. iii.
17
B. Hakikat Novel
Novel adalah karya fiksi yang dibangun melalui berbagai unsur
intrinsiknya. Unsur-unsur tersebut sengaja dipadukan pengarang dan dibuat
mirip dengan dunia nyata lengkap dengan peristiwa-peristiwa di dalamnya,
sehingga seolah-olah seperti kenyataan. Seorang sastrawan memperlakukan
kenyataan yang digunakan sebagai bahan mentah karya sastranya dengan cara
meniru, memperbaiki, menambah atau menggabung-gabungkan kenyataan
yang ada untuk dimasukkan ke dalam karya sastranya.12
Istilah novel dalam bahasa Indonesia berasal dari istilah novel dalam
bahasa Inggris yang berakar dari bahasa Italia novella (yang dalam bahasa
Jerman: novelle). Secara harfiah novella berarti “sebuah barang baru yang
kecil” dan kemudian diartikan sebagai “cerita pendek dalam bentuk prosa”.
Dewasa ini, istilah novella dan novelle mengandung pengertian yang sama
dengan istilah Indonesia novelet (Inggris: novelette) yang berarti sebuah karya
prosa fiksi yang panjangnya cukupan, tidak terlalu panjang, namun juga tidak
10
Yuli Astuti, Nilai dan Prinsip Antikorupsi, diakses pada 02/04/16, 20.20 WIB, dari
http://diskopukm.natunakab.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=119:komitmen-
anti-korupsi&catid=58&Itemid=1150
11
Nanang Puspito, op. cit., h. 75.
12
Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta:Grasindo,2008), h. 46.
19
terlalu pendek.13 Dari segi jumlah kata, maka biasanya suatu novel
mengandung kata-kata yang berkisar antara 35.000 buah sampai tak terbatas
jumlahnya.14
Wellek dan Warren membagi ragam fiksi naratif menjadi dua, ragam fiksi
naratif yang utama dalam bahasa Inggris disebut romance (romansa) dan
novel. Novel bersifat realistis, sedangkan romansa bersifat puitis dan epic.
Novel berkembang dari bentuk-bentuk naratif nonfiksi: surat, jurnal, memoar
atau biografi, kronik atau sejarah. Dapat dikatakan novel merupakan
gambaran dari kehidupan dan perilaku yang nyata, dari zaman pada saat novel
itu ditulis. Sedangkan romansa ditulis dalam bahasa yang agung dan
diperindah, menggambarkan apa yang tidak pernah terjadi dan tidak mungkin
terjadi.15
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, novel adalah karangan prosa yang
panjang, mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang di
sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku. 16 Novel
dibangun dari dua unsur yakni intrinsik dan ektrinsik. Dalam unsur intrinsik
terdapat tema, tokoh, alur, latar, sudut pandang dan gaya bahasa. Sedangkan
unsur ektrinsik dapat berupa latar belakang penulis dan kondisi sosial pada
saat novel tersebut dibuat. Kedua unsur tersebut saling berkaitan karena saling
berpengaruh dalam sebuah karya sastra.
Dari penjelasan yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa novel
adalah sebuah karya sastra fiksi yang ditulis secara naratif dengan
menggunakan unsur intrinsik sebagai unsur pembangun cerita. Novel ditulis
oleh pengarang dengan mengambil inspirasi berdasarkan gambaran
kehidupan.
13
Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,
2009), h. 12.
14
Henry Guntur Tarigan, Prinsip-Prinsip Dasar Sastra, (Bandung: Angkasa, 1986), h. 165.
15
Rene Wellek dan Austin Warren, Teori Sastra, Terj. dari, Theory of Literature oleh
Melanie Budianta, (Jakarta: Gramedia, 1993), h. 282.
16
Departemen Pendidikan Nasional, op. cit., h. 969.
20
17
Nurgiyantoro, op. cit., h. 114.
18
Ibid., h. 133.
21
keseluruhan dan sudut pandang yang dipilih. Walau sulit ditentukan secara
pasti, tema bukanlah makna yang “disembunyikan”. Untuk menentukan
sebuah tema dapat disimpulkan dari keseluruhan cerita bukan hanya
berdasarkan bagian-bagian tertentu cerita. Kehadiran tema adalah
terimplisit dan merasuki keseluruhan cerita.19
Berdasarkan beberapa pemaparan yang telah diungkapkan, dapat
disimpulkan bahwa tema adalah ide dasar atau gagasan pokok yang secara
eksplisit terkandung dalam sebuah novel. Serangkaian peristiwa dapat
diidentifikasikan berdasarkan tema mayor dan tema minor. Secara
keseluruhan, untuk mendapatkan tema dalam sebuah novel diperlukan
proses kesimpulan dari keseluruhan cerita.
2. Tokoh dan Penokohan
Sudjiman dalam Budianta mengemukakan tema adalah individu
rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan dalam berbagai peristiwa
dalam cerita.20 Istilah tokoh merujuk pada orangnya atau pelaku cerita.
Sedangkan, Jones dalam Nurgiyantoro berpendapat penokohan adalah
pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam
sebuah cerita. Penokohan dalam sebuah karya sastra merupakan cara
pengarang untuk menampilkan watak, perwatakan dan karakter tokoh.
Tokoh hanya merupakan karakter ciptaan pengarang, namun tokoh dalam
karya sastra diharapkan sebagai seorang tokoh yang hidup secara wajar,
sewajar sebagaimana kehidupan manusia.21 Bentuk penokohan yang
paling sederhana adalah pemberian nama.22 Penafsiran kualitas penokohan
dalam sebuah karya didasarkan pada penerimaan pembaca.
Untuk menganalisis tokoh, dapat ditinjau dari berbagai sudut, di
antaranya sebagai berikut:
19
Ibid., h. 116.
20
Melanie Budianta, Membaca Sastra, (Magelang: Indonesia Tera, 2002), h. 86.
21
Nurgiyantoro, op. cit., h. 247-249.
22
Wellek dan Warren, op. cit., h. 287.
22
27
Nurgiyantoro, op. cit., h. 261.
28
Ibid., h. 265-266.
29
Ibid., h. 279-283.
24
3. Alur (Plot)
Dalam teori-teori yang berkembang, plot juga dikenal dengan istilah
struktur naratif, susunan dan juga sujet. Foster dalam Nurgiyantoro
menjelaskan plot sebagai peristiwa-peristiwa cerita yang mempunyai
penekanan pada adanya hubungan kausalitas.30 Hubungan kausalitas
diartikan sebagai hubungan sebab akibat, kemunculan peristiwa
sebelumnya akan menyebabkan munculnya peristiwa lain. Kata kunci
“hubungan sebab-akibat” antar peristiwa merupakan pembeda plot dengan
jalan cerita yang hanya memperhatikan rentetan peristiwa. Jan Van
Luxemburg dkk mengartikan alur adalah konstruksi yang dibuat pembaca
mengenai sebuah deretan peristiwa yang secara logik dan kronologik
saling berkaitan dan yang diakibatkan atau dialami oleh para pelaku.31
Sudjiman dalam Siswanto membagi alur menjadi alur erat (ketat) dan
alur longgar. Alur erat adalah jalinan peristiwa yang sangat padu di dalam
suatu karya sastra; kalau salah satu peristiwa ditiadakan, keutuhan cerita
akan terganggu. Alur longgar adalah jalinan peristiwa yang tidak padu di
dalam karya sastra, meniadakan salah satu peristiwa tidak akan
mengganggu jalan cerita.32
Berdasarkan kriteria urutan waktu, plot dapat dibedakan menjadi plot
lurus (progresif), plot sorot balik (flash back) dan plot campuran.
a. Plot Lurus (Progresif)
Plot sebuah novel dapat dikatakan progresif jika peristiwa-
peristiwa yang dikisahkan bersifat kronologis, peristiwa (-
peristiwa) yang pertama diikuti oleh (atau: menyebabkan
terjadinya) peristiwa-peristiwa yang kemudian. Jika dituliskan
30
Ibid., h. 165-167.
31
Jan Van Luxemburg, Mieke Bal dan Williem G Wetsteijn, Pengantar Ilmu Sastra, Terj.
dari Inleiding In de Literatuurwetenschap oleh Dick Hartanto, (Jakarta: Gramedia, 1992), cet. 4, h.
149.
32
Siswanto, op. cit., h. 161.
25
33
Nurgiyantoro, op. cit., h. 213-216.
26
4. Latar
Latar adalah lingkungan yang dapat dianggap berfungsi sebagai
metonimia atau metafora, ekspresi dari tokohnya. Latar juga dapat
berfungsi sebagai penentu pokok; lingkungan yang dianggap sebagai
penyebab fisik dan sosial, suatu kekuatan yang tidak dapat dikontrol oleh
individu.35 Latar dapat berupa segala keterangan mengenai waktu, ruang
dan suasana terjadinya lakuan dalam karya sastra.36 Latar memberikan
pijakan cerita secara konkret dan jelas. Hal penting untuk memberikan
kesan realistis kepada pembaca, menciptakan suasana tertentu yang
seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi.37
Unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu tempat,
waktu dan sosial.
a. Latar Tempat
Latar tempat menunjuk pada lokasi terjadinya peristiwa yang
diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan
mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu
dan mungkin lokasi tertentu tanpa nama jelas. Penggunaan latar
tempat dengan nama-nama tertentu haruslah mencerminkan atau
paling tidak, tidak bertentangan dengan sifat dan keadaan geografis
tempat bersangkutan.
b. Latar Waktu
Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya
peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi.
Permasalahan waktu dalam karya naratif dapat bermakna ganda: di
satu pihak menyaran pada waktu penceritaan, waktu penulisan cerita
35
Wellek dan Warren, op. cit., h. 291.
36
Budianta, loc. cit.
37
Nurgiyantoro, op. cit., h. 303.
28
dan dipihak lain menunjuk pada waktu dan urutan waktu yang terjadi
yang dikisahkan dalam cerita.
c. Latar Sosial
Latar sosial menunjuk pada hal-hal yang berhubungan dengan
perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan
dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat dapat
mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks. Ia
dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan,
pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap. Latar sosial berhubungan
dengan status sosial tokoh yang bersangkutan, misalnya rendah,
menengah atau atas. 38
Dari beberapa pengertian yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan
bahwa latar adalah keterangan mengenai waktu, ruang dan suasana
terjadinya lakuan dalam karya sastra yang digunakan sebagai landasan
untuk memberikan kesan realistis kepada pembaca.
5. Sudut Pandang
Abrams dalam Nurgiyantoro mengemukakan sudut pandang adalah
cara atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk
menyajikan tokoh, tindakan, latar dan berbagai peristiwa yang membentuk
cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca. Pandangan hidup
pengarang disalurkan lewat kacamata tokoh cerita.39 Aminuddin dalam
Siswanto mengartikan sudut pandang atau point of view sebagai cara
pengarang menampilkan para pelaku dalam cerita yang dipaparkannya. 40
Berikut pembedaan sudut pandang berdasarkan bentuk persona tokoh
cerita, yakni persona ketiga dan persona pertama.
38
Ibid., h. 315-322.
39
Ibid., h. 248.
40
Siswanto, op. cit., h. 152.
29
41
Nurgiyantoro, op. cit., h. 347-361.
31
6. Gaya Bahasa
Gaya atau khususnya gaya bahasa dikenal dalam retorika dengan
istrilah style. Kata style diturunkan dari kata Latin stilus, yaitu semacam
alat untuk menulis pada lempengan lilin. Keahlian menggunakan alat ini
akan mempengaruhi jelas tidaknya tulisan pada lempengan tadi. Kelak
pada waktu penekanan dititikberatkan pada keahlian untuk menulis indah,
maka style lalu berubah menjadi kemampuan dan keahilan untuk menulis
atau mempergunakan kata-kata secara indah.42 Gaya bahasa adalah cara
pengarang menggunakan bahasa. Gaya bahasa dapat dibatasi dengan cara
mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan
jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa).
Keraf membagi jenis gaya bahasa ke dalam empat kelompok, yaitu 1)
berdasarkan pilihan kata, yang terdiri atas gaya bahasa resmi, gaya bahasa
tak resmi dan gaya bahasa percakapan, 2) berdasarkan nada, yang terdiri
atas gaya sederhana, gaya mulia dan bertenaga, serta gaya menengah, 3)
berdasarkan struktur kalimat, yang terdiri atas klimaks, antiklimaks,
paralelisme, antitesis dan repetisi 4) berdasarkan langsung tidaknya
makna, yang terdiri atas gaya bahasa retoris, meliputi aliterasi, asonansi,
anostrof, apofasis atau preterisio, apostrof, asindeton, polisindeton,
kiasmus, elipsis, eufimismus, lutotes, histeron proteron, pleonasme dan
tautologi, perifrasis, prolepsis atau antisipasi, erotesis atau pertanyaan
retoris, silepsis dan zeugma, koreksio atau epanortosis, hiperbol, paradoks
dan oksimoron 5) gaya bahasa kiasan yang meliputi persamaan atau
simile, metafora, alegori, parabel, dan fabel, personifikasi atau
prosopopoeia, alusi, eponim, epitet, sinekdoke, metonimia, antonomasia,
42
Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), Cet.
ke-18, h. 112.
32
hipalase, ironi, sinisme, dan sarkasme, satire, inuendo, antifrasis, dan pun
atau paronomasia.43
Dari beberapa pengertian yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan
bahwa gaya bahasa adalah cara pengarang menggunakan bahasa untuk
mengungkapkan pikirannya yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian
penulis.
D. Sosiologi Sastra
Sosiologi sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra. Sosiologi berasal
dari akar kata Yunani, sosio (berarti bersama-sama, bersatu, kawan, teman)
dan logi (logos yang berarti sabda, perkataan, perumpanaan). Ilmu sosiologi
berarti ilmu mengenai asal-ususl dan pertumbuhan (evolusi) masyarakat, ilmu
pengetahuan yang mempelajari keseluruhan jaringan hubungan antarmanusia
dalam masyarakat, sifatnya umum, rasional dan empiris. Sedangkan, sastra
berarti mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk dan intruksi. Jadi,
sosiologi sastra berarti pemahaman terhadap karya sastra dengan
mempertimbangkan aspek-aspek kemasyarakatan yang meliputi keterlibatan
pengarang sebagai anggota masyarakat.44
Sastra dapat dipandang sebagai suatu gejala sosial. Sastra yang ditulis
pada suatu kurun waktu tertentu langsung berkaitan dengan norma-norma dan
adat istiadat pada masa novel itu disituasikan. Pengarang mengubah karyanya
selaku seorang warga masyarakat pula.45 Pendekatan sosiologi sastra
merupakan hubungan antara sastra dan masyarakat yang bertolak belakang
dari frasa De Bonald, literature is an exspression of society, bahwa “sastra
adalah ungkapan perasaan masyarakat” yang berarti sastra mencerminkan dan
mengekspresikan hidup.46
43
Ibid., h.112-145.
44
Nyoman Kutha Ratna, Paradigma Sosiologi Sastra, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009)
cet. ke 2, h. 1-3.
45
Luxemburg, dkk., op. cit., h. 23.
46
Wellek dan Warren, op. cit., h. 110.
33
47
Siswanto, op. cit., h. 188.
48
Robert Escarpit, Pengantar Sosiologi Sastra, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005), h.
17.
49
Andi Sinulingga, Berharap pada Pemuda?, (Jakarta: Suara Karya, 2006), h. 82.
34
50
Sihaloholistick, Pembelajaran dan Teori Apresiasi Sastra, diakses pada 11/12/2015, 14.00
WIB, dari www.jendelasastra.com/wawasan/artikel/pembelajaran-dan-teori-apresiasi-sastra
51
Rahmanto, B., Metode Pengajaran Sastra, (Yogyakarta: Kanisius, 1988), h. 17.
35
52
Lukmanul Hakiim, Perencanaan Pembelajaran, (Bandung: CV Wacana Prima, 2009), h.
43.
53
Mulyasa, Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2015), cet. ke-6, h. 65.
36
54
Ibid., h. 164.
55
Rahmanto, op. cit., h. 66-79.
37
56
Awan Sundiawan, Skenario Mengarahkan Generasi Z, diakses pada 14 Juli 2016, 21.30
WIB, dari https://awan965.wordpress.com/2013/10/19/contoh-rpp-kurikulum-2013-semua-mapel-
skenario-mengarahkan-generi-z/
BAB III
BIOGRAFI DAN PANDANGAN HIDUP
1
Muhammad Muhibbuddin, Catatan dari Balik Penjara: Goresan Pena Revolusi Pramoedya
Ananta Toer, (Yogyakarta: Zora Book, 2015), h. 8.
2
Ibid., h.1.
3
Nama ayah Pramoedya sebenarnya Mastoer. Tetapi suku kata di depan namanya “Mas”
dihilangkan, karena dianggap “Mas” berkaitan dengan kata sapaan “Mas” yang berbau feodal yang
dalam pergerakan nasional, justru ditentangnya.
4
Savitri Scherer, Pramoedya Ananta Toer: Luhur dalam Ideologi, (Depok: Komunitas
Bambu, 2012), h. 11.
5
Koh Young Hun, Pramoedya Menggugat: Melacak Jejak Indonesia, (Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2011)., h.2.
38
39
6
Muhibbuddin, op. cit., h. 23.
7
Hun, op. cit., h. 3.
8
A. Teeuw, Citra Manusia Indonesia dalam Karya Sastra Pramoedya Ananta Toer, (Jakarta:
PT Dunia Pustaka Jaya, 1997)., h. 13.
9
Scherer, op. cit., h. 16.
10
Hun, op. cit., h. 15.
11
Teeuw, op. cit., h. 31.
40
12
Hong Liu, “Pramoedya Ananta Toer and China: The Transformation of a Cultural
Intellectual”, Jurnal Indonesia, Vol. 61, April 1966, h. 121.
13
Scherer, op. cit., h. xv.
14
Hun, loc. cit.
15
Scherer, op. cit., h. xvi.
41
16
Ibid., h. 18.
17
Ibid., h. xvii.
18
Hun, op. cit., h. 17.
19
Ibid., h. 11-12.
42
Pada bulan Maret 1960, PAT menerbitkan Hoa Kiau di Indonesia. Buku
ini dituduh berisi pembelaan terhadap pedagang-pedagang keturunan China
yang menurut Undang-undang “PP No. 10/1959” dilarang berdagang di
daerah tingkat kecamatan dan kabupaten. Akhirnya, ia dipenjara di Cipinang
selama sembilan bulan tanpa proses peradilan. Pada waktu itu, pihak militer
mendakwanya sebagai “orang yang menjual Indonesia kepada China dengan
buku”. Penahanan ini merupakan yang pertama bagi PAT, yang dilakukan
pemerintah sendiri selepas Indonesia merdeka.20
Selama periode 1955-1965, ia menulis novel Sekali Peristiwa di Banten
Selatan yang diterbitkan tahun 1959. Sementara itu ia juga menulis potongan
dari novel yang lebih panjang, Gadis Pantai, yang terbit berseri dalam
Bintang Timur pada 1962. Namun, pada 13 Oktober 1965, tahun di mana ia
berencana melanjutkan penulisan kreatifnya, ia ditahan.21 Ia dituduh terlibat
dalam kegiatan-kegiatan Lekra yang dianggap oleh Orde Baru sebagai badan
yang disusupi komunisme. Tanpa proses peradilan, PAT ditahan di Pulau
Buru pada 10 September 1969. Selama pembuangan di sana, pada mulanya
PAT tidak dibenarkan menulis, tetapi kemudian ia diizinkan menulis setelah
kedatangan Jendral Soemitro ke Pulau Buru pada 1973.22
Pada 21 Desember 1979, PAT mendapat surat pembebasan secara hukum
tidak bersalah dan tidak terlibat dalam G30S tetapi masih dikenakan tahanan
rumah, kota dan negara sampai tahun 1999 dan wajib lapor satu kali seminggu
selama kurang lebih 2 tahun.23 Kisahnya di Pulau Buru, dituangkan dalam
lembaran-lembaran kertas dan menghasilkan karya Nyanyi Sunyi Seorang
Bisu. Selain itu, ia pun berhasil menorehkan maha karya Tetralogi Buru yang
terdiri dari empat novel yaitu, Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak
20
Ibid., h. 18.
21
Scherer, op. cit., h. 20.
22
Hun, op. cit., h. 20.
23
Pramoedya Ananta Toer, Anak Semua Bangsa, (Jakarta: Lentera Dipantara, 2011), h. i.
43
Langkah dan Rumah Kaca yang berhasil mendapat pujian internasional dan
telah diterjemahkan dalam 20 bahasa.24
Setelah bebas dari tahanan, latar belakang PAT sebagai anggota Lekra
masih tersisa di masyarakat. Pada tahun 1981, PAT diusir secara tertulis oleh
Dekan UI ketika memberikan ceramah di Fakultas Sastra UI atas undangan
Senat Mahasiswa. Pada saat itu PAT mengisi ceramah tentang „Sikap dan
Peranan Kaum Intelektual di Dunia Ketiga, Khususnya di Indonesia‟. Tidak
berhenti sampai di situ, PAT kemudian di interogasi oleh Satgas Intel selama
satu minggu.25
Dalam keterasingannya di negeri sendiri, PAT justru beberapa kali
menerima penghargaan internasional dan menjadi nominasi penghargaan
Nobel Sastra. Salah satunya ketika penganugerahan hadiah Magsaysay yang
menimbulkan protes di Indonesia dari berbagai kalangan termasuk sastrawan
dan budayawan, di antaranya dua pemenang hadiah Magsaysay sebelumnya,
Mochtar Lubis dan H.B. Jassin, dan tokoh lain seperti Asrul Sani, Rendra dan
Taufiq Ismail. Mereka membuat pernyataan bersama kepada yayasan Hadiah
Ramon Magsaysay sebagai protes terhadap keputusan yayasan dan mendesak
membatalkan putusan itu. Mereka menganggap bahwa sangat ironis hadiah
dengan menggunakan nama Magsaysay, yang seumur hidup memperjuangkan
demokrasi dan hak asasi manusia, diberikan kepada penulis yang selama ikut
memimpin Lekra terbukti anti demokratis dan ikut menindas hak manusia.26
Di Indonesia terdapat dua front, satu pro dan satu kontra. Tiga budayawan
yang tidak mau menandatangani pernyataan itu, misalnya Ajip Rosidi,
Goenawan Mohamad dan Arief Budiman. Padahal, Goenawan dan Arief
Budiman merupakan tokoh yang menandatangani Manikebu yang diteror dan
tertindas oleh Lekra. Bagi Goenawan alasan penting untuk tidak
24
Eka Kurniawan, Pramoedya Ananta Toer, Belenggu di Pulau Buru, diakses pada
09/02/2016 20.30 WIB, dari http://ekakurniawan.net/blog/tetralogi-buru-dan-novel-modern-178.php
25
Teeuw, op. cit., h. 51.
26
Ibid., h. 53.
44
menandatangani protes adalah “Saya tidak mau bersikap seperti Pram dulu,
mencegah seseorang mendapatkan sebuah hadiah yang memang pantas
diperolehnya, hanya karena dia lawan kita. Kalau ini kita lakukan, maka ini
artinya kita menghidupkan kembali budaya yang kita lawan dulu. Kita tidak
menciptakan budaya baru yang lebih baik”.27
Like all authors of the Angkatan 45, he underlined as the decisive
characteristic of his generation its openness to world literature, as
exemplified by Chairil Anwar and Idrus, who had been able to reveal new
realms of creative language use through their encounters with Western
literature. He says, Indonesian literature need for to unfold its own
character. Sticking too closely to a foreign model, in his view, indicated a
lack of genuine creativity. To him, Indonesian literature had to be seen as a
variant with equal rights, not as a replica of the occidental model.28
Demikianlah, PAT tetap berada dalam situasi yang kontras. Pada satu
pihak PAT terpaksa hidup sebagai warga negara yang sudah tiga puluh tahun
lebih kehilangan hak asasinya sebagai manusia tanpa pernah diadili dalam
proses hukum yang pantas. Pada pihak lain, PAT tetap hadir bagi Indonesia
maupun dunia internasional sebagai tokoh yang berpengaruh meskipun
memiliki masa lalu yang kontroversial, namun keunggulannya sebagai
sastrawan tetap diakui oleh seluruh dunia.29
27
Ibid., h. 55.
28
Martina Heinschke, “Between Gelanggang and Lekra: Pramoedya‟s Developing Literary
Concepts”, Jurnal Indonesia, Vol. 61, April 1966, h. 159.
29
Teeuw., op. cit., h. 54.
45
30
Hun, op. cit., h. 11.
31
August Hans den Boef dan Kees Snoek, Saya Ingin Lihat Semua Ini Berakhir, (Jakarta:
Komunitas Bambu, 2008), h. 44.
32
Ibid., h. 45.
46
ikut tenggelam dalam perbuatan yang dilakukan Bakri. Hal ini bisa diartikan
sebagai perlawanan PAT kepada paham Jawanisme.
Karya lain yang menyelipkan perlawanan terhadap penindasan dan
perbuatan curang (korupsi) terdapat pada novel Anak Semua Bangsa. Dalam
novel, tokoh Mama memberikan nasihat kepada Minke, “Kau harus bertindak
terhadap siapa saja yang mengambil seluruh atau sebagian dari milikmu, ...
mengambil milik tanpa ijin: pencurian; itu tidak benar, harus dilawan.”33 PAT
berpandangan bahwa penindasan yang dialami tokoh Mama dan Minke yang
juga dialami oleh masyarakat Indonesia, harus dilawan. Bahwa manusia
memiliki hak yang sama, entah itu berasal dari suku pribumi maupun Eropa.
Kewajiban moral terhadap bangsa dan Tanah air telah memotivasi PAT
untuk bekerja. Seorang pengarang besar pada hakikatnya adalah memberikan
sesuatu, bukan meminta apa-apa dari karyanya. Manusia besar adalah manusia
pemberi. Segala sesuatu yang dilakukan adalah untuk memperkaya
kebudayaan bangsanya. Untuk bisa memperkaya, memberi sesuatu kepada
umat manusia, ia harus memiliki sesuatu: karya. PAT telah menyadarkan pada
kepentingan konsep dasar “memberi.” Itulah sebabnya ia kurang suka pada
rencana-rencana orang untuk hidup sebagai pengarang di luar negeri.34
33
Toer, op. cit., h. 4.
34
Eka Budianta, Mendengar Pramoedya, (Jakarta: PT. Atmochademas Persada, 2005), h. 21 -
22.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Tema minor percintaan yang diselipkan PAT dari tema mayor korupsi
membuat cerita ini masih „laku‟ pada masa itu. Masa di mana tema-tema
romansa mendominasi cerita novel yang terbit pada masa itu. Kutipan di
atas terjadi ketika istri Bakir menolak perbuatan korupsi yang dilakukan
Bakir. Bakir (yang mewakili pria pada umumnya) ketika telah memiliki
harta dan terdapat perbedaan pandangan, memilih pergi dari istrinya
1
Pramoedya Ananta Toer, Korupsi, (Jakarta: Hasta Mitra, 2002), h. 38-39.
47
48
2
Ibid., h. 11-13.
3
Ibid., h. 49.
49
“Pak, terus terang saja pak, aku tak suka melihat perubahan
bapak.”
“Aku nggak ngerti maksudmu. Bicara bergampang sajalah.”
“Begini, pak, sekarang sedang mengamuk .... Korupsi!”4
4
Ibid., h. 55-57.
5
Ibid., h. 45.
6
Ibid., h. 130.
7
Ibid., h. 82.
50
8
Ibid., h. 1.
9
Ibid., h. 4.
10
Ibid., h. 10.
11
Ibid., h. 18.
52
12
Ibid., h. 10.
13
Ibid., h. 11.
14
Ibid., h. 14.
15
Ibid., h. 9.
53
16
Ibid., h. 88.
17
Ibid., h. 138-142.
54
18
Ibid., h. 42.
19
Ibid., h. 97.
55
20
Ibid., h. 38.
21
Ibid., h. 150-152.
56
22
Ibid., h. 38.
23
Ibid., h. 72.
57
24
Ibid., h. 102.
25
Ibid., h. 81-83.
26
Ibid., h. 101.
58
27
Ibid., h. 67.
28
Ibid., h. 60.
29
Ibid., h. 155-156.
59
30
Ibid., h. 3.
31
Ibid., h. 30.
60
32
Ibid., h. 2.
33
Rene Wellek dan Austin Warren, Teori Sastra, (Jakarta: Gramedia, 1993), Terj. dari,
Theory of Literature oleh Melanie Budianta, h. 287.
34
Toer, op. cit., h. 60.
61
35
Ibid., h. 10.
62
Kekuatan novel Korupsi terletak pada konflik batin yang terjadi dalam
diri Bakir. Perubahan psikologis Bakir dipengaruhi oleh pandangan sosial
yang dirasanya tidak didapat selayaknya pemimpin perusahaan.
Keputusan untuk melakukan korupsi berawal dari niat dalam diri Bakir,
namun keluarga dijadikan alasan atas pelanggaran yang dilakukan.
Meskipun terdapat penamaan tokoh yang terkesan kurang diperhatikan
seperti penggunaan nama Mariam37 yang sama antara istri dan wanita
dalam kumpulan „mami‟, namun seluruh tokoh yang dihadirkan dilihat
secara karakter maupun kedudukannya dirasa turut mendukung konflik
batin yang dialami Bakir menjadi semakin kompleks. Posisi Bakir sebagai
tokoh antihero dalam usahanya melakukan korupsi merepresentasikan
36
Ibid., h. 110.
37
Ibid., h. 117 dan 151.
63
3. Alur (Plot)
Seperti yang telah dipaparkan penulis dalam bab II mengenai plot. Plot
dalam novel Korupsi adalah plot lurus (progresif). Jenis pemilihan plot
tersebut akan memudahkan pemikiran pembaca untuk memahami pesan.
Dilihat dari segi kriteria kepadatan cerita, novel Korupsi dapat
dikategorikan sebagai novel dengan alur erat. Alur ini mengakibatkan
fokus pembaca terus tertuju pada konflik batin yang dialami Bakir.
Cerita dimulai secara runtut dari tahapan awal, pemunculan konflik,
komplikasi, klimaks, peleraian dan penyelesaian. Peristiwa yang menjadi
pokok utama dalam novel ini menceritakan konflik batin tokoh utama
dalam memperoleh kebahagiaan. Berikut tahapan plot novel Korupsi:
a. Tahapan Awal
Secara keseluruhan novel Korupsi menceritakan bagaimana Bakir
melihat suatu peluang untuk menutupi kekurangan ekonomi dalam
hidupnya. Di bagian pertama, Bakir diperkenalkan sebagai seorang
pegawai negeri yang serba kekurangan di umurnya yang senja.
Anak-anak sudah besar dan harus melanjutkan sekolahnya ...
Banyak di antara kawan-kawan yang mujur dalam
penghidupannya terkenang olehku. Dan akhirnya terniatlah dalam
hati, seperti sudah jamak di masa ini: Korupsi.38
Sebetulnya sudah bisa aku kerjakan dari dahulu! Tetapi
sekarang masih cukup waktu untuk memulai. Belum lagi
ketinggalan.39
38
Ibid., h. 1-4.
39
Ibid., h. 5.
64
40
Rivai Apin, “Suasana Tjatut Meliputi Kehidupan Ekonomi”, Siasat Warta Sepekan, Jakarta,
10 Oktober 1954, h. 3
41
A. Teeuw tentang kata „niat‟ dalam Korupsi : Begitu kata itu terungkapkan dan terdengar,
maka point of no return telah dilewati. Perbuatan hanya menjadi penjelmaan tak terelakan dari kata.
Karena itu, mungkin cerita ini tidak cukup menegangkan bagi pembaca yang mendekatinya dari
konvensi-konvensi naratif lainnya. (Lihat A. Teeuw, Citra Manusia Indonesia dalam Karya Sastra
Pramoedya Ananta Toer, Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1997, h. 204).
65
42
Toer, op. cit., h. 8.
43
Ibid., h. 14.
66
44
Ibid., h. 37.
45
Ibid., h. 66-67.
46
Ibid., h. 81.
67
47
Ibid., h. 96-98.
68
48
Ibid., h. 99-105.
49
Ibid., h. 106-108.
69
50
Ibid., h. 116.
51
Ibid., h. 139-142.
52
Ibid., h. 144.
70
53
Istilah korupsi hadir pertama kali dalam khasanah hukum Indonesia dalam Peraturan
Penguasa Perang Nomor Prt/Perpu/013/1958 tentang Peraturan Pemberantasan Korupsi. Lihat
Mansyur Semma, Negara dan Korupsi: Pemikiran Mochtar Lubis Atas Negara, Manusia Indonesia
dan Perilaku Politik, Jakarta: Yayasan Obor, 2008, h. 81.
54
Toer, op. cit., h. 149.
55
Dalam novel pengusaha yang dimaksud adalah keturunan Tionghoa. Tidak menutup
kemungkinan pemilihan pengusaha keturunan Tionghoa bukan merupakan kritik etnis, melainkan
hanya representasi kebanyakan pengusaha, berlatar belakang keturunan Tionghoa.
71
56
Toer, op. cit., h. 151.
72
57
Ibid., h. 2.
58
Rosihan Anwar, “Geger Dikalangan Pamong Pradja”, Siasat Warta Sepekan, Jakarta, 10
Oktober 1954, h. 5.
59
Toer, op. cit., h. 36.
74
60
Ibid., h. 13.
61
Rivai Apin, Loc. Cit.
75
62
Toer, op. cit., h. 63.
63
Ibid., h. 38.
76
tidak bisa dilihat dari luar. Hanya genteng rumah yang merah-
hitam saja yang nampak.64
64
Ibid., h. 78.
65
Ahadi, Apa Fungsi Pagar Rumah, diakses pada 11/06/2016, 20:00 WIB dari
http://www.ilmusipil.com/apa-fungsi-pagar-rumah
66
Toer, op. cit., h. 107.
67
Ibid., h. 139.
77
68
Ibid., h. 111.
69
Ibid., h. 149.
78
70
Istilah korupsi hadir pertama kali dalam hukum Indonesia pada tahun 1958. Hal ini turut
mempengaruhi latar sosio-kultur dalam novel dengan tema korupsi setelah tahun 1958. Senja di
Jakarta karya Mochtar Lubis yang terbit pada 1958 mulai menggunakan hukuman koruptor ketika
tokoh Sugeng ditangkap (Lihat, Mochtar Lubis, Senja di Jakarta, Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya, cet
ke-2, 1981, h. 314). Pada masa orde baru ketika pemberantasan korupsi berjalan di tempat, novel
Orang-orang Proyek karya Ahmad Tohari yang menggunakan latar waktu 1992 pun memilih untuk
„membiarkan‟ koruptor menjarah proyek tanpa ada hukum yang berusaha menghentikannya (Lihat,
Ahmad Tohari, Orang-Orang Proyek, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, cet ke-2, 2015, h. 230).
Latar sosio-kultur dalam novel terus memotret realita masyarakat pada masanya. Pascareformasi,
ketika korupsi diperangi lewat KPK namun masih terdapat oknum-oknum yang melindungi
„keberlangsungan‟ hidup koruptor. Potret ini muncul pada 86 karya Okky Madasari ketika koruptor
yang telah ditangkap berusaha menyogok di dalam pengadilan. (Lihat, Okky Madasari, 86, Jakarta:
PT. Gramedia Pustaka Utama, cet ke-3, 2015, h. 169).
71
Toer, op. cit., h. 118.
72
Anwar, loc. cit.
73
Toer, op. cit., h. 57.
79
Pagi itu Bakir berniat melakukan korupsi. Latar pagi dipilih karena
berdasarkan waktu antropologis pada umumnya karyawan masuk
kantor di pagi hari. Latar pagi juga dapat diibaratkan sebagai semangat
baru, semangat seseorang melakukan sesuatu yang baru.
“O, jadi bapak akan kondangan berdasi ini?”
Tak tahu aku jawabannya, segera kutinggalkannya ... Dan taksi
terus menderum ke kota pula: Muria N.V., Thiaw Lie Ham.
Taoke membuka laci dan aku menerima lima ribu ... aku minta
diri dan kembali melompat ke dalam taksi. Tujuan: langsung ke
kantor.76
74
Apin, loc. cit.
75
Toer, op. cit., h. 5.
76
Ibid., h. 62-67.
80
80
Toer, op. cit., h. 29.
81
Ibid., h. 108.
82
dirinya. Sebuah tujuan utama dari novel Korupsi bahwa status sosial
bukan satu-satunya cara untuk mendapatkan ketenangan hidup.
5. Sudut Pandang
Sudut pandang atau point of view merupakan cara pengarang
menampilkan para pelaku dalam cerita yang dipaparkannya. Dalam novel
Korupsi, sudut pandang yang digunakan adalah sudut pandang orang
pertama. Pemain yang bertindak sebagai pelaku utama. Si “aku” tokoh
utama mengisahkan berbagai peristiwa dan tingkah laku yang dialaminya,
baik bersifat batiniah, dalam diri sendiri, maupun fisik dan hubungannya
dengan sesuatu yang di luar dirinya. Fungsi sudut pandang orang pertama
ini adalah untuk mengajak pembaca memahami isi hati dan jalan pikiran
dari tokoh utama melalui narasi maupun dialog yang tertera. Hal ini
terlihat dalam teks berikut.
Sungguh, aku tak sampai hati melihat itu. Karena itu kembali
kudekati isteriku dan mengulangi ajakan untuk berdamai. Aku dekati
83
dia dan nampak olehku wajahnya yang pucak, kulitnya yang layu,
dalam umurnya yang masih muda.82
82
Ibid., h. 97.
83
Ibid., h. 68.
84
84
Ibid., h. 39.
85
85
Ibid., h. 107.
86
untuk turut merasakan apa yang dialami tokoh. Hal ini tidak terlepas
dari pemilihan kata yang tepat, seperti terlihat pada kutipan berikut.
Berkali-kali kata itu bergetar dengan hebatnya baik di mulut
maupun di hati: korupsi, korupsi, korupsi. Akhirnya teguhlah niatku
untuk mengerjakan juga. Berdengung kata itu: korupsi, korupsi,
korupsi. Tiap dinding dan tiap benda di kamar serasa merasa ikut
menggigilkan kata itu-itu juga : korupsi! korupsi!86
86
Ibid., h. 4.
87
87
Redatin Parwadi, Koruptologi, (Yogyakarta: Kanisius, 2010), h. 56.
88
88
A. Teeuw, Citra Manusia Indonesia dalam Karya Sastra Pramoedya Ananta Toer,
(Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1997), h. 203.
89
Toer, op. cit., h. 3.
90
Anwar, loc. cit.
89
91
Toer, op. cit., h. 3-4.
92
Permisalan teman yang baik dan buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang
pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi dan kalaupun tidak,
engkau tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya)
mengenai pakaianmu dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap
(H.R. Bukhari 5534 dan Muslim 2628).
90
93
Toer, op. cit., h. 9.
94
Ibid., h. 10-12.
91
suspense bagi pembaca, antara Bakir yang akan menarik niatnya untuk
melakukan korupsi atau tetap melanjutkan niatnya tanpa
memperhatikan sekelilingnya. Namun, ketika niat sudah dicanangkan
dan terus dipelihara, maka realisasi dari niat hanya menunggu waktu
yang tepat. Hal ini dapat dikatakan sebagai cara khas PAT dalam
mendayagunakan tokohnya untuk mengusung sebuah misi. Seperti
Bakir, kebanyakan tokoh yang digambarkan PAT memiliki pemikiran
yang individualis, mendobrak bobroknya suatu sistem di masyarakat,
namun di sisi lain tetap bersifat seperti manusia pada umumnya yang
memiliki kepedulian terhadap konvensi-konvensi masyarakat. Hal ini
dapat dilihat dari tokoh Minke dalam Bumi Manusia ketika
pemikirannya melawan adat Jawa. Meski menolak, secara manusiawi
yang memiliki hubungan sosial, Minke tetap melakukan konvensi-
konvensi yang ada sebagai bentuk penghormatan kepada raja seperti
berjalan dengan menggunakan pantat dan tangan untuk menunjukkan
sikap hormat kepada raja, bahkan ketika raja tersebut adalah ayahnya
sendiri.95
b. Kesempatan (Kekuasaan, Kewenangan): Terciptanya Peluang Korupsi
Korupsi dapat terjadi karena adanya kekuasaan yang dipegang oleh
seseorang dan wewenang yang berlebihan tanpa adanya
pertanggungjawaban yang jelas. Dengan demikian dapat diasumsikan
bahwa semakin besar kekuasaan serta wewenang yang luas maka akan
semakin rendah kewajiban pertanggungjawaban dari suatu institusi
atau perorangan, sehingga dengan keadaan ini potensi korupsi yang
dimiliki akan semakin tinggi.
Karena surat ini; - surat yang ada di tangan ini – ha, paling
sedikit, aku bisa korek uang duapuluh atau tigapuluh ribu rupiah!
95
Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia, (Jakarta: Lentera Dipantara, 2010), cet. ke-15, h.
179.
92
99
Dian Maharani, Bacakan Pleidoi, Rudi Akui Terima Uang karena Terpaksa, diakses pada
02/05/2016 21.00 WIB dari,
http://nasional.kompas.com/read/2014/04/15/1816082/Bacakan.Pleidoi.Rudi.Akui.Terima.Uang.karen
a.Terpaksa
100
Toer, op. cit., h. 13.
101
Ibid., h. 20.
102
Apin, loc. cit.
94
103
Toer, op. cit., h. 70.
104
Ibid., h. 20.
95
106
Ibid., h. 64-66.
107
Ibid., h. 15.
97
108
Ibid., h. 106-108.
98
109
Ibid., h. 146.
110
Ibid., h. 124-126.
99
113
Ibid., h. 37.
114
Ibid., h. 87.
102
115
Ibid., h. 48.
116
Ibid., h. 58.
103
The right man on the right job, ungkapan itu mungkin akan tepat
bila disandingkan dengan kutipan di atas. Bakir merupakan kepala
bagian tetapi tidak mengerti tugas yang harus dikerjakan. Sementara
Sirad, pembantu Bakir yang paham apa yang harus dikerjakan, justru
tidak mendapatkan promosi jabatan yang selayaknya. Secara psikologi
tokoh, Bakir tidak mempromosikan jabatan kepada Sirad karena ingin
menunjukkan kepada atasan seolah segala pekerjaan dia yang lakukan.
Hal ini (bisa dikatakan) kritik PAT terhadap pejabat negara yang tidak
117
Ibid., h. 52.
104
118
Ibid., h. 114-115.
119
Ibid., h. 53.
120
Ibid., h. 62-67.
105
Sirad yang statis tetap berpegang pada nilai tanggung jawab kemudian
mempengaruhi konflik batin Bakir. Kutipan di atas memperlihatkan
bagaimana karakter Sirad yang tidak meninggalkan tanggung jawab di
tengah usahanya dalam menempuh pendidikan. Jika seseorang yang
memiliki sifat abai terhadap tanggung jawab akan senantiasa mencari
bermacam alasan untuk menghindari tanggung jawabnya, seseorang
yang memiliki tanggung jawab akan melakukan tugasnya dengan
sebaik mungkin, termasuk tanggung jawab dengan tidak korupsi. Hal
ini merupakan cara membentengi diri dari perilaku korup yang
diusung PAT lewat tokoh Sirad, bahwa masyarakat harus memiliki
nilai tanggung jawab dalam setiap pekerjaannya untuk menutup
peluang melakukan korupsi.
c. Kedisiplinan: Menerima Pemberian Sesuai dengan Haknya
Kedisiplinan merupakan sikap atau perilaku yang menggambarkan
kepatuhan kepada suatu aturan. Seorang yang disiplin akan senantiasa
menjalankan pekerjaan sesuai dengan aturan yang telah ditentukan.
Namun, bagi koruptor, kedisiplinan merupakan hal yang biasa untuk
dilanggar, karena dengan melanggar disiplin celah melakukan korupsi
akan terbuka.
Perbuatan ini adalah tindakan pengecut! Pengecut! Aku cuma
mau ambil jalan yang dekat, tidak ada susah payahnya, tercepat,
paling menguntungkan– dan: masih tetap membutuhkan
kehormatan.121
121
Ibid., h. 15.
106
122
Ibid., h. 66-67.
123
Ibid., h. 131-133.
107
PAT lewat tokoh taoke merupakan nilai yang selalu diusung dalam
setiap karyanya, mendobrak sistem yang memasung masyarakatnya
(dalam hal ini korupsi). Hal ini dapat dijadikan pembelajaran bahwa
dengan disiplin menerima sesuatu sesuai dengan hak dan bekerja
sesuai prosedur, peluang terjadinya korupsi dapat ditutup rapat-rapat.
d. Kesederhanaan: Harta sebagai Akibat Perbuatan Bukan Tujuan
Pola hidup berlebih-lebihan erat kaitannya dengan tindakan korupsi.
Setidaknya, kerakusan merupakan satu di antara pola hidup berlebihan
yang menyebabkan perilaku korupsi sulit disembuhkan. Seseorang
dengan karakter sederhana akan senantiasa bersyukur atas nikmat yang
telah diperoleh dan perbuatannya selalu dilandasi nilai-nilai agama
maupun nilai kebaikan.
Cukup untuk membuat rumah sendiri, sepeda motor aku punya
lagi. Rumah tangga mentereng di mana tiap waktu menderu
dentaman Francis Bernett atau Indian, atau B.M.W., bahkan
mungkin juga Plymouth. Dan pegawai-pegawai – monyet-monyet
itu – akan mengagumi, takluk dan takzim padaku. Mereka takkan
dapat bersikap masa bodoh seperti sekarang. Dan isteriku akan
berpakaian baik seperti dahulu, cukup perhiasan cukup kesenangan.
Kita dapat menggaji babu, barangkali dua atau tiga. Dan anak-anak?
Mereka akan terus dapat sekolah. Di waktu liburan mereka dapat
bersenang di gunung, di pantai atau belajar membuat tamasya
jauh.124
124
Ibid., h. 8-9.
108
125
Ibid., h. 44.
126
Ibid., h. 107.
109
dahulu, pahit tapi damai dan hati tidak gersang dirongrong kiri
kanan.127
Setelah penulis melakukan penelitian tentang pendidikan antikorupsi
dalam novel Korupsi karya PAT, terdapat beberapa hal yang dapat
dikemukakan sebagai hasil temuan. Novel Korupsi diterbitkan ketika
suasana ekonomi pegawai negeri sedang menurun akibat gaji yang kurang
mencukupi. Hal ini kemudian menyebabkan kegelisahan di masyarakat
akan „budaya‟ korupsi yang mulai menggejala. PAT menawarkan sebuah
jalinan cerita yang mengusung nilai antikorupsi yakni pilihan untuk
melakukan korupsi atau melawan terdapat dalam diri manusia itu sendiri,
karena setiap manusia dibekali naluri untuk berbuat kebaikan dan
kejahatan. Hal tersebut dapat dilihat dari jerat lingkaran korupsi yang
memberikan pelajaran bagaimana seorang koruptor menjalankan aksinya.
Jerat lingkaran korupsi dimulai dari niat yang dipelihara menghasilkan
dorongan untuk mencari celah melaksanakan korupsi. Lingkungan turut
mendukung terjadinya pelanggaran, namun pilihan untuk melawan atau
ikut terbawa arus ada dalam diri sendiri. Hal ini terlihat dari perubahan
karakter Bakir dari sebelumnya dapat membentengi diri dari korupsi,
kemudian beralih menjadi seorang yang terbiasa melakukan korupsi karena
desakan ekonomi dan terlebih karena niat yang dipelihara. Korupsi
kemudian dapat terjadi dikarenakan tersedianya peluang, salah satunya
akibat rendahnya akuntabilitas. Puncaknya dengan melakukan tindakan
korup, dengan atau tanpa didukung lingkungan dan dengan atau tanpa
adanya peluang, karena ketika niat telah tertanam, peluang dapat diciptakan
dan lingkungan dapat diubah sedemikian rupa. Jerat lingkaran korupsi
berakhir pada usaha mengamankan hasil korupsi, para koruptor senantiasa
merasa risau akan terungkapnya perbuatan yang dilakukan. Untuk
127
Ibid., h. 142.
110
128
Sosishot Project, Berani Jujur? Hebat!, diakses pada 16/06/2016 21:00 WIB, dari
http://m.youtube.com/watch?v=Dz7Js09JdfA&itct=CCkQpDAYACITCKWrgcavs80CFSgYfgodrXEp
vFIMYmVyYW5pIanVy&gl=ID&hl=id&client=mv-googl
114
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap objek kajian
novel Korupsi karya Pramoedya Ananta Toer, maka dapat dipaparkan
beberapa kesimpulan sebagai berikut.
1. Analisis intrinsik terhadap novel Korupsi memperlihatkan seluruh unsur
intrinsik yang terdapat dalam novel Korupsi mendukung tema minor
adagium harta-tahta-wanita yang mendorong seseorang untuk melakukan
tindak kejahatan, dalam hal ini korupsi, dan tema mayor yakni konflik
batin seorang koruptor. Hal ini merupakan kritik yang dilancarkan PAT
melihat kondisi sosiologi masyarakat Indonesia pada saat itu yang mulai
melakukan praktik korupsi dan gagasan dasar untuk memerangi praktik
korupsi yaitu seorang pelaku kejahatan akan selalu kehilangan
ketenangan batinnya. Selanjutnya, dalam rangka upaya tindakan
pencegahan korupsi dapat dimulai lewat pendidikan antikorupsi kepada
generasi muda sebagai penerus bangsa. Analisis terhadap pendidikan
antikorupsi dapat dilihat dari jerat lingkaran korupsi dan nilai antikorupsi
yang terdapat dalam novel Korupsi yang dapat dijadikan pembelajaran
dalam upaya membentengi diri dari perilaku korup. Empat nilai tersebut
yakni kejujuran, tanggung jawab, disiplin dan kesederhanaan.
2. Implikasi terhadap pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di sekolah
adalah peserta didik dapat mempelajari pendidikan antikorupsi melalui
novel Korupsi. Pembelajaran dengan tema pendidikan antikorupsi yang
terdapat dalam novel ini dapat diimplikasikan dalam pembelajaran sastra
di sekolah seperti yang terdapat pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP) bahasa dan sastra di tingkat SMA kelas XI (sebelas) semester
115
116
Hans, August. dan Snoek, Kees. Saya Ingin Lihat Semua Ini Berakhir. Jakarta:
Komunitas Bambu, 2008.
Jassin, HB. Kesusasteraan Indonesia Modern dalam Kritik dan Essei. Jakarta:
Gunung Agung, 1962.
Keraf, Gorys. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, cet.
18, 2008.
117
118
Lubis, Mochtar. Senja di Jakarta. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya, Cet ke-2, 1981.
Luxemburg, Jan Van., dkk. Pengantar Ilmu Sastra. Terj. dari Inleiding In de
Literatuurwetenschap oleh Dick Hartanto. Jakarta: Gramedia, cet. 4, 1992.
Madasari, Okky. 86. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, Cet ke-3, 2015.
Semma, Mansyur. Negara dan Korupsi: Pemikiran Mochtar Lubis Atas Negara,
Manusia Indonesia dan Perilaku Politik. Jakarta: Yayasan Obor, 2008.
Tahar Ben Jelloun, Korupsi, Terj. dari L’Homme Rompu oleh Okke K.S. Zaimar,
Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2010.
119
Wellek , Rene., dan Warren, Austin. Teori Sastra. Terj. dari, Theory of Literature
oleh Melanie Budianta. Jakarta: Gramedia, 1993.
Fiyani, Mega. “Nilai Sosial dalam Novel Bukan Pasar Malam Karya Pramoedya
Ananta Toer; Implikasinya terhadap Pembelajaran Sastra.” Skripsi pada UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta: 2011. tidak dipublikasikan.
Apin, Rivai. “Tokoh2 Mati: Korupsi Novel Pramoedya Ananta Toer dalam
Madjalah Indonesia“, Siasat Warta Sepekan, Jakarta, 22 Agustus 1954.
Liu, Hong. “Pramoedya Ananta Toer and China: The Transformation of a Cultural
Intellectual.” Jurnal Indonesia, Vol. 61, April 1966.
120
Maharani, Dian. “Bacakan Pleidoi, Rudi Akui Terima Uang Karena Terpaksa.”
www.nasional.kompas.com, 02 Mei 2016.
1. Kompetensi Inti
KI 1 : Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya dengan
mematuhi norma-norma bahasa Indonesia serta mensyukuri dan
mengapresiasi keberadaan bahasa dan sastra Indonesia sebagai
anugerah Tuhan Yang Maha Esa.
KI 2 : Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin,
tanggungjawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai),
santun, responsif dan menunjukkan sikap pro- aktif sebagai bagian
dari solusi atas berbagai permasalahan dalam kehidupan sosial secara
efektif dengan memiliki sikap positif terhadap bahasa dan sastra
Indonesia serta mempromosikan penggunaan bahasa Indonesia dan
mengapresiasi sastra Indonesia.
KI 3 : Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual,
konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingin tahu tentang bahasa dan
sastra Indonesia serta menerapkan pengetahuan prosedural pada
bidang kajian bahasa dan sastra yang spesifik sesuai dengan bakat dan
minatnya untuk memecahkan masalah ilmu pengetahuan, teknologi,
dan seni (ipteks).
KI 4 : Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah
abstrak untuk mengembangkan ilmu bahasa dan sastra Indonesia
secara mandiri dengan menggunakan metode ilmiah sesuai kaidah
keilmuan terkait.
2. Kompetensi Dasar
1.3. Mensyukuri anugerah Tuhan akan keberadaan bahasa Indonesia dan
menggunakannya sebagai sarana komunikasi dalam memahami,
menerapkan, dan menganalisis informasi lisan dan tulis melalui teks cerita
sejarah, berita, iklan, editorial/opini, dan cerita fiksi dalam novel.
2.4. Menunjukkan perilaku jujur, peduli, santun, dan tanggung jawab dalam
penggunaan bahasa Indonesia untuk memahami dan menyajikan cerita
novel dengan cara menentukan kedudukan tokoh-tokoh.
3.3. Menganalisis teks cerita cerita fiksi dalam novel baik melalui lisan
maupun tulisan dengan cara menentukan sifat tokoh dan cara
penggambarannya dengan alasan yang meyakinkan
3. Tujuan Pembelajaran
Setelah proses pembelajaran berlangsung diharapkan peserta didik mampu :
a. Mensyukuri anugerah Tuhan akan keberadaan bahasa Indonesia dan
menggunakannya sebagai sarana komunikasi dalam memahami,
menerapkan, dan menganalisis informasi lisan dan tulis melalui teks dalam
novel.
b. Menunjukkan perilaku jujur, peduli, santun, dan tanggung jawab dalam
penggunaan bahasa Indonesia untuk memahami dan menyajikan cerita
fiksi dalam novel.
c. Menganalisis teks yang terdapat dalam novel dengan cara mendidentifikasi
unsur intrinsik bagian penokohan.
4. Metode Pembelajaran
a. Diskusi.
b. Inkuiri.
c. Ceramah.
d. Penugasan.
5. Langkah-Langkah Pembelajaran
Pertemuan I
Alokasi
Kegiatan Deskripsi Kegiatan
Waktu
A. Kegiatan Awal 1) Guru mempersilahkan salah satu dari peserta didik 15 Menit
untuk memimpin doa bersama
2) Guru mengkondisikan dan momotivasi peserta
didik bahwa mengerti karakter tokoh penting guna
pemahaman novel keseluruhan.
3) Guru mengajak peserta didik bertanya jawab
untuk menggali pengetahuan awal mengenai novel
“Anak-anak, bagaimana novel yang telah kalian
baca? Apakah ada tokoh yang kalian kagumi? Pada
pembelajaran kali ini kita akan belajar tentang
menerangkan sifat-sifat tokoh dalam novel”.
7. Penilaian
a. Teknik : Tes tertulis dan Penugasan.
b. Bentuk : Uraian dan Uji Petik kerja.
c. Bentuk Instrumen/Soal : Jelaskan kedudukan tokoh dan sifat atau karakter
tokoh yang terdapat dalam novel Korupsi! Berikan alasanmu!
Taufik Hidayatulloh
NIP. NIM 111.101.3000.101
Lampiran 1
1. Kompetensi Inti
KI 1 : Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya dengan
mematuhi norma-norma bahasa Indonesia serta mensyukuri dan
mengapresiasi keberadaan bahasa dan sastra Indonesia sebagai
anugerah Tuhan Yang Maha Esa.
KI 2 : Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin,
tanggungjawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai),
santun, responsif dan menunjukkan sikap pro- aktif sebagai bagian
dari solusi atas berbagai permasalahan dalam kehidupan sosial secara
efektif dengan memiliki sikap positif terhadap bahasa dan sastra
Indonesia serta mempromosikan penggunaan bahasa Indonesia dan
mengapresiasi sastra Indonesia.
KI 3 : Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual,
konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingin tahu tentang bahasa dan
sastra Indonesia serta menerapkan pengetahuan prosedural pada
bidang kajian bahasa dan sastra yang spesifik sesuai dengan bakat dan
minatnya untuk memecahkan masalah ilmu pengetahuan, teknologi,
dan seni (ipteks).
KI 4 : Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah
abstrak untuk mengembangkan ilmu bahasa dan sastra Indonesia
secara mandiri dengan menggunakan metode ilmiah sesuai kaidah
keilmuan terkait.
2. Kompetensi Dasar
1.3. Mensyukuri anugerah Tuhan akan keberadaan bahasa Indonesia dan
menggunakannya sebagai sarana komunikasi dalam memahami,
menerapkan, dan menganalisis informasi lisan dan tulis melalui teks cerita
sejarah, berita, iklan, editorial/opini, dan cerita fiksi dalam novel.
2.4. Menunjukkan perilaku jujur, peduli, santun, dan tanggung jawab dalam
penggunaan bahasa Indonesia untuk memahami dan menyajikan cerita
novel dengan cara menentukan kedudukan tokoh-tokoh.
4.1. Menginterpretasi makna teks cerita sejarah, berita, iklan, editorial/opini,
dan cerita fiksi dalam novel baik secara lisan maupun tulisan.
3. Tujuan Pembelajaran
Setelah proses pembelajaran berlangsung diharapkan peserta didik mampu :
a. Mensyukuri anugerah Tuhan akan keberadaan bahasa Indonesia dan
menggunakannya sebagai sarana komunikasi dalam memahami,
menerapkan, dan menganalisis informasi lisan dan tulis melalui teks dalam
novel.
b. Menunjukkan perilaku jujur, peduli, santun, dan tanggung jawab dalam
penggunaan bahasa Indonesia untuk memahami dan menyajikan cerita
fiksi dalam novel.
c. Menginterpretasi makna yang terdapat dalam novel dengan baik yang
berkaitan dengan nilai antikorupsi.
4. Metode Pembelajaran
a. Diskusi.
b. Problem solving.
c. Ceramah.
d. Penugasan.
5. Langkah-Langkah Pembelajaran
Pertemuan II
Alokasi
Kegiatan Deskripsi Kegiatan
Waktu
A. Kegiatan Awal 1) Guru mempersilahkan salah satu dari peserta didik 15 Menit
untuk memimpin doa bersama
2) Mengkondisikan dan momotivasi peserta didik
bahwa mengerti karakter tokoh penting guna
pemahaman novel keseluruhan.
3) Mengajak peserta didik bertanya jawab untuk
menggali pengetahuan pelajaran pertemuan
sebelumnya.
“Anak-anak, bagaimana tugas mengenai nilai
antikorpsinya? Pada pembelajaran kali ini kita akan
belajar tentang menerangkan nilai antikorupsi yang
terdapat dalam novel Korupsi.
B. Kegiatan Inti Mengamati : 60 Menit
1) Nilai antikorupsi berdasarkan rujukan nilai
antikorupsi KPK.
2) Mencermati uraian yang berkaitan dengan nilai
antikorupsi
Mempertanyakan :
1) Bertanya jawab mengenai hal yang berhubungan
dengan nilai antikorupsi yang pernah peserta didik
alami
Mengeksplorasi :
1) Peserta didik menampilkan temuan nilai
antikorupsi yang terdapat dalam novel Korupsi yang
dikerjakan secara berkelompok.
Mengasosiasi :
1) Peserta didik menghubungkan nilai antikorupsi
tokoh dalam novel Korupsi dengan kehidupan
sehari-hari peserta didik dengan cara menuliskan
cerita naskah drama secara berkelompok dengan
ketentuan menggunakan nama tokoh seperti yang
terdapat dalam novel Korupsi namun siswa memiliki
kebebasan mengubah karakter tokoh sesuai
kebutuhan dan mengandung nilai antikorupsi
meliputi a) jujur, b) tanggung jawab, c) disiplin dan
d) kesederhanaan
Mengomunikasikan :
1) Menyampaikan kerangka naskah drama yang telah
dibuat dan mengandung nilai antikorupsi yang telah
dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari meliputi
aspek (a) jujur, (b) tanggung jawab, (c) disiplin, dan
(d) kesederhanaan
2) Peserta didik yang lain memberikan tanggapan
mengenai interpretasi yang disampaikan temannya.
C. Kegiatan Akhir 1) Peserta didik mengungkapkan permasalahan di 15 Menit
masyarakat sesuai dengan permasalahan dalam novel.
2) Peserta didik diminta mengungkapkan
pengalamannya dalam mengidentifikasi nilai
antikorupsi yang terdapat dalam novel Korupsi
3) Guru bersama peserta didik menyimpulkan materi
pembelajaran mengidentifikasi nilai antikorupsi yang
terdapat dalam novel Korupsi
4) Guru menjelaskan tugas pertemuan berikutnya
secara individu, menulis poster di kertas A4.
7. Penilaian
a. Teknik : Tes tertulis dan Penugasan.
b. Bentuk : Uraian dan Uji Petik kerja.
c. Bentuk Instrumen/Soal :
Taufik Hidayatulloh
NIP. NIM 111.101.3000.101
Lampiran RPP
1. Bahan Ajar
2. Penilaian
3. Rubrik Penilaian
Total 100
1. Jelaskan kedudukan tokoh dan sifat atau karakter tokoh yang terdapat dalam
novel Korupsi! Berikan alasanmu!
Kedudukan tokoh
Tokoh primer (utama) : Bakir, Mariam dan Sutijah
Tokoh sekunder : Sirad, Bakri, Bakar, Basir dan Basirah
Tokoh komplementer : Thiaw Lie Ham dan Wanita setengah tua
Alasan :
Karena tokoh Bakir mendapatkan porsi cerita yang banyak yang
digunakan pengarang untuk mengusung nilai antikorupsi.
Tokoh Mariam dan Sutijah merupakan tokoh yang mendapat porsi cerita
yang banyak dan bersinggungan secara langsung dengan Bakir.
Tokoh Sirad, Bakri, Bakar, Basir dan Basirah diceritakan lebih sedikit
dan tidak menimbulkan konflik langsung yang dirasakan Bakir.
Tokoh Thiaw Lie Ham dan Wanita setengah tua hanya sebagai ikon atau
tokoh yang membawa Bakir menjalankan niatnya dan tenggelam dalam
jurang korupsi
Sifat atau karakter tokoh
Tokoh antihero : Bakir
Tokoh protagonis : Mariam dan Sirad
Tokoh antagonis : Sutijah dan Thiaw Lie Ham
Tokoh tritagonis : Wanita setengah tua, Bakri, Bakar, Basir
dan Basirah
Alasan :
Tokoh Bakir sebagai antihero karena sebagai tokoh utama yang memiliki
porsi penceritaan lebih banyak namun berbuat kejahatan yang diharapkan
memberikan nilai positif bagi pembaca.
Tokoh Mariam dan Sirad sebagai tokoh protagonis karena membawa
nilai-nilai kebaikan dan menentang Bakir dalam upaya korupsi.
Tokoh Sutijah dan Thiaw Lie Ham sebagai tokoh antagonis karena
mendukung kejahatan yang dilakukan Bakir.
Tokoh Wanita setengah tua sebagai tokoh tritagonis karena sebagai
pelengkap kejahatan yang dilakukan Bakir dan Bakri, Bakar, Basir dan
Basirah karena sebagai alasan Bakir melakukan korupsi
Pagi itu siswa kelas XI A telah belajar bahasa Indonesia dengan tema
Pendidikan Antikorupsi dalam Novel Korupsi. Bel istirahat pun berbunyi.
Seluruh siswa keluar kelas kecuali Sutijah dan Mariam yang masih
berbincang di tempat duduknya masing-masing.
Mariam : “Pendidikan Antikorupsi, mungkin gak sih kita gak korupsi, dari
sehari-hari aja kita selalu melakukan perbuatan korupsi, aku sih
dengerin pelajaran tadi cuma karena gurunya aja yang asik,
ganteng lagi.”
Sutijah : “Yee Pak Siradnya aja yang kamu inget, pelajarannya juga
diinget atuh dan dijalankan!”
Mariam : “Diinget sih, tapi coba deh, sehari-hari aja kita ngelakuin
korupsi, kayak gini nih.”
Bakir mempraktikan apa yang dimaksud Mariam. Ketika Bakir di kantin bel
tanda masuk berbunyi. Sementara Mariam dan Sutijah tetap pada tempat
duduknya. *kegiatan yang dilakukan Bakir digambarkan hanya angan-angan
Sutijah dan Mariam.
Bakir : “Ah, nanggung nih belum abis makanannya. Lagi baru aja
istirahat, cepet banget masuknya sih. Ah, nanti bilang aja sama
pak Sirad abis ke wc. Sakit perut hehehe”
Setengah jam kemudian
Pak Sirad : Melihat Bakir meminta izin masuk kelas “Sudah setengah jam
pelajaran, dari mana saja kamu?”
Bakir : “Abis dari wc pak, sakit perut”. Sambil memegang perut, dalam
hati Bakir mengeluh benar-benar merasa sakit perut, karma
mungkin.
Pak Sirad : kepada Bakir “Kamu ke UKS aja, biar sakit perut kamu
sembuh.”
kepada siswa di kelas “Anak-anak kita lanjutkan pembagian
hadiah voucher makan di kantin ini, siapa yang bisa jawab?”
Bakir : dalam hati “Ha! Uda sakit perut beneran, gak kebagian voucher
makan lagi”
Bakir dan Pak Sirad keluar ruangan.
Mariam : “Tuh dari hal kecil aja kita uda gak jujur, akhirnya tanggung
jawab kita buat belajar jadi terbengkalai kan.”
Sutijah : “Ya itu sih tergantung orangnya aja, masa mau boong terus.
Lagian belajar sama Bu Basirah kan enak, orangnya baik. Dan
siapa pun gurunya bukannya belajar kewajiban kita ya?”
Mariam : “Iya sih, kalo gurunya gak asik korupsi kayak gitu kayak sesuatu
yang wajar.”
Sutijah : “Nah, permikiran mewajarkan kesalahan itu yang bikin praktik
korupsi makin subur.”
Mariam : “Ya gak selamanya sih, kalau kayak gini, aku juga ngeliatnya
males.”
Bapak Thiaw Lie mengantar anaknya Basirah yang terlambat masuk kelas
Pak Sirad
Bapak Thiaw Lie : “Maaf Bapak, anak saya terlambat, supir saya ngendarain
mobil mercedes baru saya itu, hemmm ... pelan-pelan
sekali, takut lecet katanya pak. Ini juga anak saya, mandi
sama dandannya lama sekali pak. Jadi makin telat pak,
mohon maaf bapak.”
Basirah : “Hehehe. Kan kalo tampil cantik jadi semangat diliatin
temen, eh semangat belajar.”
Pak Sirad : “Oh ya, bukan biasanya Basirah di antar sama mama nya
jalan kaki, kan rumahnya gak jauh dari sekolah kan pak?”
Bapak Thiaw Lie : “Hehe iya pak ya mulai sekarang Basirah ke mana-mana
harus di anter sama supir dengan mobil mercedes barunya
pak, khawatir saya”
Pak Sirad : “Oh begitu, baik pak. Basirah silahkan masuk.”
Setelah Bapak Thiaw Lie pergi
Pak Sirad : “Basirah, kurangi dandan berlebihan kamu, sederhana
saja seperti teman-teman kamu, karena pelajar itu dilihat
dari kepandaiannya, bukan dari penampilannya, apa lagi
kamu jadi mengabaikan disiplin masuk tepat waktu. PR
kamu uda?”
Basirah : “Hehehe uda pak ... eh sedikit lagi ... eh belum pak.”
Pak Sirad : “Hmm ...”
Pak Sirad dan Basirah keluar ruangan.
Mariam dan Sutijah : “Ya kalau modelnya kayak gitu sih “MASIH MAU
KORUPSI?”
Koperasi Guru dan Karyawan
SMA NEGERI 5 JAKARTA
Jl. Tebet Timur Raya Jakarta Selatan
No Absen : Paraf
Nilai
Nama : Guru Orang Tua
Kelas :
Bidang Studi :
Hari/Tanggal : Lembar Jawaban
Soal
1. Jelaskan kedudukan tokoh dan sifat atau karakter tokoh yang terdapat
dalam novel Korupsi! Berikan alasanmu!
2. Terdapat tiga cara penggambaran tokoh yang digunakan pengarang.
Bagaimanakah cara penggambaran tokoh dalam novel Korupsi? Jelaskan
masing-masing dengan memberikan tiga contoh kutipan dalam novel!
3. Buatlah naskah drama dengan ketentuan menggunakan nama tokoh
seperti yang terdapat dalam novel Korupsi, kamu memiliki kebebasan
mengubah karakter tokoh sesuai kebutuhan cerita yang mengandung nilai
antikorupsi meliputi 1) jujur, 2) tanggung jawab, 3) disiplin dan 4)
kesederhanaan!
Jawaban
1. ........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
2. ........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
3. ........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
Lampiran 2
1
Pramoedya Ananta Toer, Korupsi, (Jakarta: Hasta Mitra, 2002), h. 3-4.
menghargai barang „kutipan‟ tersebut sebesar Rp 20. Di tengah konflik
batin dalam diri Bakir, antara melanjutkan niatnya untuk melakukan
korupsi atau tetap hidup tenang meski kekurangan, Bakir mendapat
pembenaran dalam dirinya “Kalau aku terima uang sebagai tanda terima
kasih, apa salahnya? Itu bukan pelanggaran dan juga bukan kejahatan”.2
Nyatanya, pembenaran tersebut hanyalah penghibur diri di tengah
kecemasan ada yang menyadari tindakannya. Namun, tekad yang telah
tertanam dalam diri Bakir melangkahkan kakinya untuk melakukan
korupsi yang lebih besar, memanipulasi pembelian kerja sama dengan
Taoke di Jakarta Kota.
Di rumah, Istri yang telah mendampinginya selama 15 tahun seakan-
akan bisa mencium niat korupsi Bakir. Istri Bakir mengutarakan ketakutan
jika suatu hari membaca nama suaminya di koran sebagai koruptor.
Baginya lebih baik hidup tenang-tenang. Bakir yang merasa melakukan
korupsi untuk menutupi kekurangan ekonomi keluarga menantang istrinya
“Kalau aku mau korupsi, apa engkau mau berkata?”. Istrinya berusaha
mengingatkan Bakir tetapi ia tidak mengacuhkannya. “Kalau benteng
kejujuranmu telah tembus untuk pertama kali. Engkau akan menyerah.
Terus menyerah pada nafsu-nafsumu dan engkau tidak akan dapat
memiliki bentengmu lagi. Cuma tenaga di luar dirimu saja yang bisa
menolongmu”.3
Setelah mendapat tentangan keras dari istri, Bakir mulai melirik gadis
yang sering ada di lamunannya, Sutijah. Sutijah berusia 20 tahun. Hidup
berdua dengan ibunya di kawasan kumuh. Bakir memberikan uang
korupsinya pada Sutijah. Gadis polos yang telah mencecap kekejaman
hidup akhirnya luluh dalam rayuan rupiah. Bakir meninggalkan istri dan
empat anaknya dan menikahi Sutijah. Mereka tinggal di rumah yang besar
di kawasan puncak Bogor. Perubahan Bakir sekarang nampak jelas;
dandanannya semakin perlente, sepeda tua berganti dengan mobil
2
Ibid., h. 75-76.
3
Ibid., h. 48.
Lampiran 2
Plymouth dan kemeja selalu buatan luar negeri. Penduduk di sekitar rumah
menghormatinya karena ia tidak pelit mengeluarkan uang untuk bantuan
sosial.
Meskipun telah melakukan korupsi selama hampir dua tahun, dan
telah menghasilkan harta yang diidamkannya, Bakir tetap diliputi konflik
batin. Kali ini, Bakir merasa harta yang ia miliki tidak memberi kedamaian
batin. Dalam lamunannya, Bakir teringat istri dan anak-anaknya yang setia
menemani dalam kesenangan maupun kemiskinan. Berbeda dengan
Sutijah yang makin lama makin cantik namun tidak bisa memberikan
kebahagiaan lagi, bahkan menjadi biang keladi perasaan duka dan
kemuraman.
Bakir tertangkap polisi ketika sedang mengirimkan uang untuk Sutijah
dikantor pos. Namun, Bakir tertangkap bukan karena korupsi melainkan
diduga menyebarkan uang palsu. Di penjara, Bakir dikunjungi oleh istri
dan keempat anaknya, mereka masih tetap pada pendiriannya bahwa Bakir
tetap suami dan ayah dari anak-anak mereka. Dan di akhir cerita, Bakir
mengartikan dirinya sebagai “Golongan tua yang sebaiknya lenyap dan
tidak ada lagi faedahnya bertahan di balik benteng kepalsuan”4 dan Sirad
sebagai golongan muda yang berada “Di gelanggang perjuangan di mana
ia dan angkatannya sedang menjawab tantangan hari depan – buat dirinya,
buat tanah air dan sejarahnya”.5
4
Ibid., h. 158.
5
Ibid., h. 160.
LEMBAR PENGESAHAN UJI REFERENSI
Paraf
BAB I
Savitri Scherer. Pramoedya
Ananta Toer: Luhur dalam
1
Ideologi. Depok: Komunitas
Bambu.2012.
1, xvii. 1
&
Tahar Ben Jelloun. Korupsi. Te1.
dan L'Homme Rompu oleh Okke
2
K.S. Zaimar. Jakarta: PT Serambi
Ilmu Semesta,2010.
Mega Fiyani, "Nilai Sosial dalam
5, 11 1,3
4
Novel Bukan Pasar Malam Karya
Pramoedya Ananta Toer;
J
knplikasinya terhadap
Pembelajaran Sastra. " Skrips i pada
LIIN Syarif Hidayatullah lakarta,
27 I
4
Jakarta. 2011. tidak
dipublikasikan.
Rosihan Anwar. "Geger
Dikalangan Pamong Pradja."
4
Siasat Warta Sepekan. Jakarta, l0
Oktober 1954.
5 2
#
A.Teeuw. Citra Manusia
Indonesia dalam Karya Sastra 403, 195,29,
5
Pramoedya Ananta Toer. Jakarta:
Dunia Pustaka Jaya, 1997.
205
)1-
-)
4
Koh Young Hun. Pramoedya
Menggugat: Melacak Jejak
6
Indonesia.lakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2011.
HB. Jassin. Kesusasteraan
15,20 2
4
7
Indonesia Modern dalam Kritik
dan Essei.lakarta: Gunung Agung,
t962.
Rivai Apin. "Tokoh2 Mati:
t39 J
4
Korupsi Novel Pramesflya Ananta
8 Toer dalam Madjalah Indonesia."
Siasat Warta Sepelmn. Iakarta,22
Azustus 1954.
25 3
&
Martina Heinschke. "Between
Gelanggang and Lekra:
9 Pramoedya's Developing Literary
Concepts." Jurnal Indonesia, Y ol.
61, April 1966.
159 J
&
Bersihar Lubis. "Narsisme Harap
l0 Minggir." Majalah Gamma,
Jakarta, 31 Mei-6 Juni 2000.
92 J
+
Transp arency International.
"P erb aikan P enegakan Hukum,
11 Perkuat KPK, Benahi Layanan
Publik." www.ti.or.id, 02 Februari
2016
5
&
Iman Santoso. "28 Siswa Lulus
t2 Sekolah Antikorupsi." Integrito,
Jakarta, September-Oktober 20 1 5.
54 6
fr
Sheto Risky Prabowo. "KPK Ajak
25 Guru Menulis Antikornpsi."
13
Integrito, Jakarta, September-
Oktober 2015.
37 6
+
Sheto Risky Prabowo. "KPK
Selaraskan Pendidikan
t4
Antikorupsi." Integrito, Jakarla,
September-Oktober 20 I 5.
1 6
h
Johan Budi, dkk. Menyalakan
Lilin di Tengah Kegelapan.
15
Jakarta: Spora Communications,
2007.
75 6
$
Boy S. Sabarguna. Analisis Data
16 pada Penelitian Kualitatif.
Jakarta: LII-Press, 2005.
BAB II
Redatin Parwadi.
t9 Korupt o I o gi. Yo gyakarta:
Kanisius,2010.
4t, 56 13, 15
&
Departemen Pendidikan Nasional.
Kamus Besar Bahasa
20
Indonesia.lakarta: PT Gramedia
736,969 14, t9
&
Pustaka Utama, 2008.
12,
188
ll4,133,
24,26,
28,33 fl
116,247-249,
29
Burhan Nurgiyantoro, Teori
P engkaj ian Fiksi. Yo gyakarta :
Gadjah Mada University Press,
2009.
261,265-266,
279-283,
165-t67,
213-216,303,
3t5-322,249,
347-361
19,20,
21,24,
27,28,30 I
Henry Guntur Tarigan. Prinsip-
30 Prinsip Dasar Sastra.Bandtng;
Angkasa,1986.
Rene Wellek dan Austin Warren.
16s t9
+
31
Teori Sastra. Terj. dari, Theory of
Literature oleh Melanie Budianta.
Jakarta: Gramedia, 1993.
282,287,
291, ll0
19,23,
27,32 s
Melanie Budianta. Me.mbaca
32 Sastra. Magelang: Indonesia Tera,
2002.
86 20
#
The American Heritage
Dictionary of the English
33 Language, "Antihero." 22
http //thefreedictionary. c om/antih
:
fl
Mansyur Semma. Negara dan
Korupsi: Pemikiran Mochtar
Lubis Atas Negara, Manusia
d
54 81 70
Indonesia dan Perilaku Politik.
Jakarta: Yayasan Obor, 2008.
Rosihan Anwar. "Geger
Dikalangan Pamong Pradja."
55
Siasat Warta Sepekan. Jakarta, 10
Oktober 1954.
Rivai Apin. "Suasana ljatut
5 73,78,88
0
Meliputi Kehidupan Ekonomi."
+
64,74,
56 3
Siasat Warta Sepekan. Jakarta, 10 87,92,93
Oktober 1954.
Ahadi. "Apa Fungsi Pagar Rumah"
http://www.il musipil.com, L1- Juni
&
57 76
20L6
Mochtar Lubis. Senja di Jakarta.
58 Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya,
Cet ke-2, 1981.
Okky Madasari. 86. Jakarta: PT.
314 78
&
59 Gramedia Pustaka lJtama, Cet ke-
3.2015.
230 78
&
Ahmad Tohari. Orang-Orang
60 Proyek. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, Cet ke-2, 2015.
169 78
d.
Redatin Parwadi.
6t Korupt o I o gi. Yo gyakarta: s6 87
Kanisius,2010. .&
Pramoedya Ananta Toer. Bumi
62 Manusia. Jakarta: Lentera
Dipantara, Cet. ke-l 5, 2010.
Dian Maharani. "Bacakan Pleidoi,
179 91
s
Rudi Akui Terima Uang karena
63 Terpaksa." 93
http//nasional.kompas. com 02 Mei
20t6
64
kpk.go.id, "Mengenai
http://kpk.go.id, 18 Juni 2016
Sosishot Project. "Berani Jujur?
LHKPN"
99
+
65 Hebat!" http://m.youtube.com,
16 Juni 2016
113
+
KEMENTERIAN AGAMA No. Dokumen : FITK-FR-AKD-081
UIN JAKARTA
FoRM (FR)
Tgl. Terbit : 1 Maret 2010
FITK No. Revisi: : 01
Jl. lr. H- Juanda No gS Ciputat 15112 lndonesia
Ha 111
Kepada Yth.
RosidaErowati, M.Hum
Pembimbing Skripsi
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Judul tersebut telah disetujui oleh Jurusan yang bersangkutan pada tanggal 2 September
2015, abstraksiloutline terlampir. Saudara dapat melakukan perubahan redalsional pada judul
tersebut. Apabila perubahan substansial dianggap perlu, mohon peurbimbing menghubungi
Jurusan terlebih dahulu.
Bimbingan skripsi ini diharapkan selesai dalani'waktu 6 (enam) bulan, dan dapat
diperpanjang selama 6 (enam) bulan berikutnya tanpa surat perpanjangan.
Atas perhatian dan kerja sama Saudara, kami ucapkan terima kasih.
200901 1 015
Tembusan:
l. Dekan FITK
2. Mahasiswaybs.
BIODATA