Anda di halaman 1dari 72

HUBUNGAN MEMBACA AL-QUR’AN TERHADAP

KETENANGAN JIWA PARA JAMA’AH MAJELIS TAKLIM


AL-HIDAYAH PONDOK PINANG JAKARTA SELATAN

Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh :
Hasan Maulana
NIM. 1113011000083

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2020 M/1441 H
LEPIIBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI

Skripsi bettudul“ Hubungan Membaca Al Qur'an terhada.p Ketenangan Jiwa Para

Jama'ah di MtteliS Taklim Al Hidayah Pondok Pinang Jakarta Selatan"disusun olch


Hasan Maulana,NIM ll13011000083,Jumsan Pendidikan Agama lslanl,Fakultas 1lmu
Tarbiyah dan Keguruan Universitas lslanl Negeri Syarif IIidaya仇 11lah Jakartao Telah

melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak untuk di司 ikan

pada sidang inunaqasah sesuai dengan ketentllan yang ditetapkan oleh Fakultas.

Jakarta, 10 Januan 2020

Yang inengesahkan,

Dr. Abdul Ghofur, M.Ag


LEMBAR PENGEttHAN UЛ AN MUNAQASAH

Skripsi ini bettudul``Hubungan Ⅳ質embaca Al― Qur'an Terhadap Ketenangan


Jiwa Para Janlaah Pl可 diS Taklim Al― Hidayah Pomdok Pinang Jakarta
Sehtan'9,disllstlll olCh Hasal Malllalla,NIM l H3011000083,di可 血 an kepada
Fahltas 1lmll Tarbiy〔 血 dan Keglll■lan, Universitas lslalll Negelll Syarif
Hidayatunah」 akarta dall tdall dilwatakan lulus dalal■ ttiall Munaqasah pada ha五
Rabu tanggal 13ゝ 4ei 2020 di hadapall dewan pengLLJl.Karena itll,penulis berhakZ
memperoleh gelar Sttana Pendidikan(S,Pd)ddam bidang Pendidikan Agal■ a
lslam.

Jakarta,13 Mei 2020


Panitia Ujian Munaqasah
Tanggal
Ketua Panitta(Ketua Jumsan/Prodi)
Drs.Abdul H面 s,M.Ag 1.6.ァ .,ノ θ

NIP,196609011995031001

Sekretaris(Sekretal・ is Jurusan/Prodi)
Drs.Rusdi Jamil,MI.Ag ι
κ..孝 記σ。
NIP,196212311995031005

Dosen PenguJI I
Drs.Achlnad Gllolib,M.Ag
。ザ

NUPN.9990137097

影-7-花
Dosen PenguJI Ⅱ
Dr.触 hmad SOdiq"∼ 1.Ag
NIIP。 197107091998031001
"
Menyetujui,
u Tarbiyah dan Keguruan

191998032001
KEMENTERIAN AGAMA No.Dokumcn : FITK¨ FR― AKD-089

「IN JAKARTA
■ Tgl. Terbit : Maret 2010
FORM(F]鴫
1

FI□ K No.Rcvisi: : 01
2 ff7Jo77‐・
Л ″ ″力a17あ JV● 万 o"rar′ 5ィ 」 麟 Hal
UJI REFERENSI

Seluruh referensi yang digunakan dalam penulisan SKRIPSI yang bettudul“ Ⅱubungan

Membaca Al口 Qur'an TehadEtt Ketenangan Jiwa para Jama'ah MtteliS Taklim Al‐
Hidayah Pondok Pinang Jakarta Selatan" yang disusun oleh MuhalIHlad lkhsan
Hamdani,NIM H 13011000083, Jurusan Pendidikan Agama lslam,Fakultas 1lmu
Tarbiyah dan Keguruan,Universitas lslam Nege五 Syanf Hidayatullah Jakarta,telah ditti
kebenarannya olch dosen pembilnbing pada tanggal 10 Januan 2020.

Jakarta,10 Januan 2020


Pembimbing,

Dr.Abdul Gho缶 .M.A


NIP。 196812081997031003
KEPIENTERIAN AGAMA No.Dokulncn : FITK― FR― ノ
姐KD-089
UIN JAKARTA Tgl. Terbit : 1 Maret 201 0
FORPII(FR)
FITK No. Revisi: : 0l
ノ カl fiブレ
α″′
′N,95 Cψ 夕
″′ノ
5イ /2/71′ ♭η
asfα
Hal
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI

Saya yang bertanda tangan di bawah ini,


Nama Hasan Maulana

Tempat/Tgl.Lahir Jakarta,20 Mci1995


NIM 1113011000083
Jurusan / Prodi Pendidikan Agama lslam
Judul Skripsi : Hubungan Kegiatan Membaca A1 Qur'an terhadap
Ketenangan Jiwa Para Jamaah di Majelis Taklim Al Hidayah
Pondok Pinang Jakarta Selatan

Dosen Pembimbing : 1. Dr. Abdul Ghofur, M.Ag

dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat benar-benar hasil karya sendiri

dan saya bertanggung jawab secara akademis atas apayangsaya tulis.

Pernyataan ini dibuat sebagai salah satu syarat menempuh Ujian Munaqasah.

J akarta, 23 pesember 2019

Hasan Maulana
NIM。 1113011000083
ABSTRAK

Hasan Maulana (NIM:1113011000083). Hubungan Membaca Al-


Qur’an terhadap Ketenangan Jiwa Para Jama’ah di Majelis Taklim Al-
Hidayah Pondok Pinang Jakarta Selatan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan membaca Al Qur’an


terhadap ketenangan jiwa. Penelitian ini ditujukan pada para jama’ah Al Hidayah
Pondok Pinang Jakarta Selatan dengan sampel sebanyak 15 jama’ah dari populasi
sebanyak 30 peserta didik. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan
studi korelasional. Pengambilan sampel ini menggunakan teknik sampling jenuh.

Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah angket


berbentuk skala likert. Teknik analisa menggunakan korelasi product moment
pada taraf signifikan 5%.

Dari hasil uji korelasi tersebut, didapatkan nilai signifikansi sebesar 0,332.
Jika nilai signifikansi kurang dari 0,05, maka terdapat korelasi. Karena 0,332 >
0,05, maka variabel x terhadap y tidak memiliki hubungan, dan jika dilihat dari
pedoman derajat hubungan maka variabel x dengan y memiliki hubungan yang
lemah, atau memiliki sedikit korelasi.

Dengan demikian, kegiatan membaca Al Qur’an terhadap ketenangan jiwa


para jamaah majelis taklim Al Hidayah tidak memiliki hubungan positif.

Kata kunci: Kegiatan Membaca Al Qur’an, Ketenangan Jiwa.

i
KATA PENGANTAR

Segala puja dan puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah swt. yang
telah memberikan berbaai nikmat yang tak terkira banyaknya serta kemudahan
dari berbagai kesulitan yang penulis hadapi dalam penyelesaian skripsi ini.
Sehingga dengan syafa’at-Nya semua kesulitan-kesulitan dapat penulis lalui
dengan penuh makna dan kebijakan mencari solusi.

Shalawat serta salam sejahtera abadi senantiasa tercurahkan kepangkuan


manusia budiman, insan pilihan baginda besar penghulu zaman dialah Nabi
Muhammad SAW, yang telah membawa ajaran yang hak dan disampaikan dengan
cara yang hak pula sebagai satu-satunya ajaran yang benar bagi seluruh umat
manusia di dunia, yakni “Dinul Islam”.

Skripsi dengan judul “HUBUNGAN MEMBACA AL-QUR’AN


TERHADAP KETENANGAN JIWA PARA JAMA’AH MAJELIS TAKLIM
AL-HIDAYAH PONDOK PINANG JAKARTA SELATAN” merupakan salah
satu tugas akhir melalui upaya yang melelahkan dan penuh perjuangan
Alhamdulillah skripsi ini telah selesai disusun guna memnuhi salah satu syarat
untuk memperoleh gelar sarjana strata satu pada Jurusan Pendidikan Agama Islam
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari kedhaifan serta kekhilafan diri penulis di dalam


penyelesaian skripsi ini, karena itu banyak sekali keterlibatan pihak-pihak lain
yang turut membantu dalam penyusunannya, dengan ketulusannya mereka
bersedia meluangkan waktu, tenaga serta pikirannya, juga dukungan lainnya baik
moriil maupun materiil. Sehingga sudah sepantasnya bagi penulis dengan segala
ketulusan dari lubuk hati sanubari untuk mengucap terima kasih yan sebesar-
besarnya dan tak terhingga sepanjang masa kepada berbaai pihak yang telah
terlibat dan memerikan dukungannya kepada penulis, yaitu:

1. Dr. Sururin, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.

ii
2. Drs. Abdul Haris, M.Ag, selaku Ketua Prodi PAI dan Bapak Drs. Rusdi
Jamil, M.Ag selaku sekretaris Prodi Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan yang telah sudi kiranya meluangkan waktu memberi
arahan dan motivasinya untuk penyusunan skripsi kepada penulis serta
kesabarannya selama perkuliahan. Semoga Allah senantiasa melindungi
setiap gerak dan langkah beliau.

4. Dr. Muhammad Zuhdi M.Ed., Ph.D., selaku Dosen Penasehat Akademik yang
senantiasa memberikan bimbingan dan arahan dalam menempuh studi S1 di
Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

5. Dr. Abdul Ghofur, MA., selaku Dosen Pembimbing skripsi penulis, yang
dengan kesabarannya telah memberikan waktunya untuk membimbing dan
memberikan pengarahan baik dalam segi keilmuan maupun penyusunan
skripsi. Semoga apa yang telah beliau berikan kepada penulis hanya Allah
yang dapat membalas, dan semoga Allah selalu memberikan rahmat serta
keberkahan kepadanya.

6. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Pendidikan Agama Islam yang telah mendidik
dengan tanpa lelah dan penuh kesabaran dan menambah wawasan keilmuan
penulis baik di dalam maupun di luar perkuliahan.

7. Kepala perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan


bantuan dan kemudahan kepada penulis untuk mendapat literatur yang
dibutuhkan selama ini. Begitu juga berbagai perpustakaan lain yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu namun tidak mengurangi rasa terima
kasih yang mendalam.

8. Teman-teman seperjuangan Jurusan Pendidikan Agama Islam angkatan 2013


UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Khususnya kelas PAI C dan banyak lagi
yang lainnya yang telah banyak membantu dengan memberikan waktu untuk
bertukar pikiran menciptakan suasana dialogis dan kekeluargaan selama
penulis mengikuti perkuliahan hingga menyelesaikan studi.

iii
9. Keluarga tercinta yaitu, Ibunda tercinta Yustinah Binti Abdul Tholib, Ayahanda
tercinta Amir Hasan bin Saiman yang telah memberikan kasih sayang tak
terbatas dengan penuh ketulusan serta pengorbanan harta, jiwa dan air mata,
mendidik, memberikan landasan serta pegangan hidup kepada penulis
sehingga selesailah penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari, belum bisa
memberikan kebanggaan serta balasan kasih sayang kepada meraka berdua
(semoga Allah swt. senantiasa memberi umur panjang serta kesehatan dalam
ketaatan kepada Ilahi Robbi, Amin). Kakak (Syukriah, Firman Firdaus,
S.Sos.I, Safrina Oktaviani, S.Pd), dan adik (Ihsan Kamil) yang senantiasa
menghibur dengan canda tawa, serta mendo’akan penulis selama penyusunan
skripsi ini berlangsung. Semoga Allah senantiasa mempersatukan kita dalam
ikatan cinta dan indahnya persaudaraan yang penuh kasih sayang, dan semoga
Allah senantiasa menuntun setiap gerak dan langkah kita kepada kebaikan.

9. Para Tuan guru tercinta di pengajian, Drs. KH.Muhammad Luthfi Zawawie,


KH.Fakhruddin Albantani, S.Hi, Ust. H.Hamzah S.Ag, Ust. H. Tirmidzi, Ust.
Abdul Mu’iz, Ust. Abidillah, Ust. Hanafi, S.Ag, Ust. Moh.Munir, S.Pd., Ust.
M. Nur, Usth.Sofiah Saari, Usth. Suryanih, Ust.H. Abdul Aziz Mukri, Usth
Hj.Husna, M.Pd., Usth. Titin Ummi Haniek, Ust.Alimal Husni (Alm.), yang
senantiasa selalu memberikan arahan dan semangat serta mendo’akan penulis.

10. Teristimewa untuk Bang Maulana Saputra (Bang Maul), Bang Ayyub, Bang
Andi Al-jawie dan Bang Sefrian Reza Saputra, S.Kom., teman serasa guru
yang selalu menegur dan memberikan nasehat kepada penulis dikala penulis
lupa dan salah. Dari kalian penulis jadi tau apa arti pertemanan.

11. Teman-teman “Majelis Taklim Syarif Hidayatullah” malam sabtu, yang selalu
memberikan motivasi dan semangat dalam menyelesaikan skripsi.

12. Teman-teman “Band Tabok Syahid” yang senantiasa mendoakan penulis


dalam menyelesaikan skripsi.

13. Sahabat-sahabat tercinta “Yaa Ayyuhannas” , Ahmad Fakhrurrahman, S.Pd,


Ananda Tri Budiman, S.Sos, Aldila Maudaina Sahri, S.Ag, Abdullah Marisi,

iv
S.Kom, Catur Septiono Bahtiar, Muhammad Zidni Labib, S.E, Nurhamni
Mawaddah, S.Sos, Pandu Pradinata, S.Kom, dan banyak lagi yang lainnya
yang selalu menghibur di tengah-tengah kesibukan penulis dengan canda dan
tawanya, serta memberikan motivasi yang sangat berguna bagi kelancaran
penyusunan skripsi ini sehingga cepat terselesaikan.

14. Teristimewa untuk Bang Syafei (Bos Pei), Bang Reza, Bang Rusdi, Bang
Amyrullah, Bang Andi, Bang Maliki, Bang Rahman. Semoga Allah
senantiasa melindungi tiap gerak dan langkah kalian. Kebaikan kalian takkan
pernah penulis lupa.

15. Teristimewa juga untuk Ahmad Fakhrurrahman, S.Pd, Ananda Tri Budiman,
S.Sos, Muhammad Zidni Labib, S.E, Catur Septiono Bahtiar, Aldila Maudina
Sahri, S.Ag., terima kasih karna kalian membuat penulis terus bersemangat
menyelesaikan tugas akhir ini.

16. Sahabat terbaik “Bu Guru” (Qothrun Nada, M.Pd) yang selalu memberikan
semangat, serta keluangan waktu untuk membantu mencurahkan tenaga dan
pikirannya bagi penulis.

Akhirnya penulis hanya bisa mengucapkan terima kasih yang sedalam-


dalamnya dan berdo’a kepada Allah swt. semoga segala daya dan upaya bentuk
bantuan yang telah dibeikan oleh semua pihak mendapatkan balasan yang berlipat
ganda dari Allah swt, penulis juga berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat
bagi pembacanya. Namun penulis menyadari “Tak ada gading yang tak retak”,
artinya masih banyak kekurangan dalam skripsi ini. Oleh karena itu penulis
mengharapkan kritikan serta kontribusi bersifat positif dengan solusi terbaik
sehingga memotivasi penulis agar lebih baik lagi. Amin!

Jakarta, Januari 2020

Penulis

v
DAFTAR ISI
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI SKRIPSI
ABSTRAK ........................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ vi
DAFTAR TABEL ............................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................ 1
B. Identifikasi Masalah ................................................................... 5
C. Pembatasan Masalah .................................................................. 6
D. Perumusan Masalah ................................................................... 6
E. Tujuan Penelitian ....................................................................... 6
F. Manfaat Penelitian ..................................................................... 6

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS


A. Kegiatan Membaca Al-Qur’an ................................................... 7
1. Definisi Al-Qur’an dan Hukum Membacanya ..................... 7
2. Keutamaan dan Manfaat Membaca Al-Qur’an .................... 12
3. Adab Membaca Al-Qur’an .................................................. 19
4. Kebiasaan Membaca Al-Qur’an .......................................... 22
B. Ketenangan Jiwa ........................................................................ 25
1. Pengertian Ketenangan Jiwa ................................................ 25
2. Ciri-ciri Jiwa Yang Tenang.................................................. 26
3. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Ketenangan Jiwa........... 27
4. Aspek-Aspek Ketenangan Jiwa ........................................... 29
C. Majelis Taklim ........................................................................... 32
1. Pengertian Majelis Taklim ................................................... 32
2. Peranan Majelis Taklim ....................................................... 33
D. Penelitian Yang Relevan ............................................................ 34

vi
E. Kerangka Berpikir ...................................................................... 35
F. Hipotesis Penelitian ................................................................... 36
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................... 37
B. Metode Penelitian ...................................................................... 37
C. Populasi dan Sampel .................................................................. 38
D. Variabel Penelitian ..................................................................... 39
E. Teknik Pengumpulan Data......................................................... 46
1. Instrumen Penelitian ............................................................ 47
2. Uji Coba Instrumen .............................................................. 44
F. Teknik Analisis Data ................................................................. 48
G. Teknik Pengolahan Data dan Pengujian Hipotesis .................... 49
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Data ............................................................................ 51
1. Sejarah Majelis Taklim Al-Hidayah Pondok Pinang ........... 51
2. Visi dan Misi Majelis Taklim Al-Hidayah Pondok Pinang . 51
3. Tujuan Majelis Taklim Al-Hdayah Pondok Pinang ............ 51
4. Struktur Organisasi .............................................................. 51
B. Pengujian Persyaratan Analisis dan Pengujian Hipotesis .......... 53
1. Uji Validitas ......................................................................... 53
2. Uji Reliabilitas ..................................................................... 58
3. Uji Prasyarat Analisis .......................................................... 58
a. Uji Normalitas................................................................ 59
b. Uji Homogenitas ............................................................ 60
4. Pengujian Hipotesis dan Pembahasan .................................. 61
C. Pembahasan Hasil Penelitian ..................................................... 62
1. Interpretasi Data ................................................................... 62
2. Pembahasan Hasil Penelitian ............................................... 62
D. Keterbatasan Penelitian .............................................................. 64
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................ 65
B. Implikasi .................................................................................... 65

vii
C. Saran .......................................................................................... 65
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................67
LAMPIRAN

viii
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Skor jawaban pertanyaan angket ........................................................ 42


Tabel 3.2 Kisi-kisi instrumen penelitian ............................................................ 42
Tabel 3.3 Interpretasi data .................................................................................. 49
Tabel 4.1 Data Para Jama’ah Majelis Taklim Al Hidayah Pondok Pinang ....... 52
Tabel 4.2 Instrumen Kegiatan Membaca Al Qur’an .......................................... 54
Tabel 4.3 Hasil uji validitas................................................................................ 57
Tabel 4.4 Hasil uji reliabilitas ............................................................................ 58
Tabel 4.5 Hasil uji normalitas ............................................................................ 59
Tabel 4.6 Hasil uji homogenitas ......................................................................... 60
Tabel 4.7 Hasil uji hipotesis ............................................................................... 61

ix
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Ayu Efita Sari, dijelaskan
bahwa manusia merupakan makhluk yang menyukai materi yang bersifat fana
namun manusia juga merupakan makhluk spiritual yang cenderung kepada
sifat kerohanian sehingga dalam hidupnya manusia dipengaruhi oleh dua
unsur ini, senang pada dunia dan butuh kerohanian.1 Dalam mencapai apa
yang disenanginya, manusia harus mengorbankan sesuatu. Dan jika tidak
berhasil mendapatkannya, maka akan muncul rasa ketidakbahagiaan pada
manusia.

Menurut Musthofa Fahmi, dalam Penyesuaian Diri, bahwasanya faktor


terpenting yang mengubah kehidupan seseorang menjadi tidak bahagia adalah
rasa lelah dan tidak adanya ketenangan, kegoncangan jiwa seperti murung,
cemas atas rasa bersalah, pikiran yang menekan, perasaan was-was dan lain
sebagainya.2

Terkadang, standar kebahagiaan dan kenikmatan hidup diukur dengan


kekayaan yang melimpah dan kesempurnaan jasmani yang sifatnya
sementara. Hal semacam inilah yang menjadikan hidup terasa hampa dan
kosong. Akibatnya muncul kemiskinan spiritual. Jika sudah muncul
kemiskinan spiritual, maka manusia akan merasa kehilangan salah satu
kebahagiaannya. Dengan adanya krisis tersebut, setiap manusia, khususnya
umat muslim berusaha untuk mengatasinya.

Selain masalah di atas, manusia juga dihadapkan dengan persaingan


hidup. Persaingan tersebut memunculkan sifat individualistis, egoistis, dan
materialistis yang mendatangkan dampak berupa kegelisahan, kecemasan,

1 Ayu Efita Sari, Pengaruh Pengamalan Dzikir Terhadap Ketenangan Jiwa di Majelisul
Dzakirin Kamulan Durenan Trenggalek.(Tulungagung: IAIN Tulungagung, 2015), h.1
2
Ibid, h. 2

1
stress dan depresi. Melihat kenyataan seperti itu, seseorang yang telah
mencapai puncak kenikmatan materi justru dihadapi rasa cemas. Beragam
permasalahan tersebut berakibat buruk pada kesehatan mental individu yang
akan berujung pada adanya gangguan mental atau kejiwaan. 3 Suharjo dan
Cahyono dalam bukunya menjelaskan bahwa hampir semua manusia pernah
mengalami kecemasan. Rasa cemas timbul ketika seseorang dihadapkan pada
tugas yang melebihi batas kemampuannya 4.

Finkelor mengemukakan bahwa semakin maju masyarakat dan


semakin banyak kompleksitas hidup yang dijalaninya, maka semakin sulit
seseorang dalam mencapai ketenangan jiwa. Kebutuhan hidup yang
meningkat serta kesenjangan sosial menimbulkan ketegangan emosi yang
menuntut seseorang mencari ketenangan dan penyelesaian persoalan
kehidupan. Semua orang akan mencari ketenangan jiwa, sehingga banyak
orang yang mengalami kegelisahan dan kecemasan.5

Pernyataan di atas menjelaskan bahwa perkembangan masyarakat yang


semakin maju memberi dampak berupa kesenjangan sosial yang membuat
seseorang saling bersaing dalam menjalani hidupnya. Kesenjangan sosial
tersebut membuat seseorang menjadi emosi sehingga ia membutuhkan
penyelesaian persoalan kehidupan dengan mencari ketenangan.

Agama Islam mengajarkan dalam menjalani kehidupan harus seimbang


antara dunia dan akhirat. Setiap manusia perlu memerhatikan kebutuhan
lahiriyah (jasad) dan kebutuhan rohaniyah (spiritual) demi tercapainya
keseimbangan hidup. Mendapatkan ketentraman bersama Allah swt.
merupakan keadaan rohani yang tertinggi bagi manusia. Manusia akan

3 Haryanto, S. Psikologi Shalat :Kajian Aspek-aspek Psikologis Ibadah Shalat. (Yogyakarta


: Mitra Pustaka, 2002), h. 19
4 J.B. Suharjo dan B.Cahyono, Meraih Kekuatan Penyembuhan Diri yang Tak Terbatas.
(Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2011), h.25
5 Dorothy C. Finkelor, Bagaimana Emosi Berperan Dalam Hidup Anda, Kebencian,
Kecintaan Dan Ketakutan Kita, (Yogyakarta: Zenit Publister, 2004), h. 3-4

2
mendapatkan kepuasan, kegembiraan dan kelezatan jika berada di hadapan
Allah swt. 6

Pendekatan tersebut dapat dilakukan dengan cara shalat, membaca al-


Qur’an, berdzikir dan ibadah-ibadah lainnya. Permasalahan-permasalahan
seperti kesenjangan sosial, depresi, was-was, cemas, perasaan bersalah,
pikiran yang terlalu menekan, disebabkan oleh kurang dekatnya manusia
terhadap penciptanya.

Menurut Indiyah dalam penelitiannya membuktikan bahwa terdapat


hubungan antara tingkat religiusitas dengan kecemasan para narapidana yang
menghadapi masa bebas, maksudnya bahwa narapidana yang religius
memiliki kecemasan yang rendah dalam menghadapi masa bebas.7
Narapidana yang selalu taat beribadah cenderung memiliki perasaan tenang.
Dokter Qodhi dalam penelitiannya membuktikan bahwa bacaan al-Qur’an
berpengaruh besar sejumlah 97% dalam memberikan ketenangan dan
menyembuhkan penyakit.

Selain masalah di atas, penelitian lain yang dituliskan oleh Adi


menjelaskan bahwa terdapat hubungan antara keteraturan seseorang dalam
menjalankan shalat dan penurunan kecemasan.8 Orang yang shalatnya
dijalankan secara teratur, sesuai pada waktu yang telah ditentukan, tingkat
kecemasannya menurun. Selain itu juga terdapat penelitian yang membahas
tentang pengembangan metode psikoterapi Islami dengan media penggunaan
ayat-ayat al-Qur’an untuk mengatasi kecemasan yang dilakukan di Lembaga
Tinggi Pesantren Luhur dan Pondok Pesantren Baiturrahmah, yang
menjelaskan bahwa terdapat pengaruh signifikan antara keberagaman,

6 Ayu Efita Sari, loc.cit, h.3


7 Mulyadi, Kecemasan dan Psikoterapi Islam: Model Psikoterapi Al-Qur‟an dalam
Menanggulangi Kecemasan Santri Lembaga Tinggi Pesantren Luhur dan Pondok
Pesantren Baiturrahmah di Kota Malang, (Malang: t.p, t.t.)
8 Adi, Hubungan antara Keterangan Menjalankan Sholat dengan Kecemasan pada
ParaSiswa Kelas III SMA Muhammadiyah Magelang. (Yogyakarta: Fakultas Psikologi
UGM, 1985), h.2

3
termasuk di dalamnya pembacaan dan pemahaman teks kitab suci al-Qur’an
dengan kecemasan.

Peradaban manusia yang semakin maju mengakibatkan semakin


kompleksnya gaya hidup manusia. Kehidupan modernisasi berkembang pesat,
sehingga manusia harus menghadapi persaingan yang ketat, pertarungan yang
sangat tajam, dan satu keadaan yang menimbulkan kegalauan dan
kegelisahan.9

Menurut Radjasa Mu‟tasim dan Abdul Munir Mulkhan dalam Bisnis


Kaum Sufi, bahwasanya masyarakat Indonesia sebagaimana masyarakat yang
sedang berkembang lainnya, juga mengalami permasalahan terhadap sosio-
kulturalnya. Ketu a H ari an DP P K es atu a n Nel a ya n T ra disio nal
In do nesi a (K NT I) menjelaskan bahwa permasalahan sosio-kultural di
Indonesia baru saja terjadi dalam seminggu ini berupa pelanggaran Hak Asasi
Manusia yang terjadi di Indonesia oleh warga negara asing (Vietnam dan
Korea). Pelanggaran HAM tersebut seperti pelanggaran kemanusiaan,
perdagangan orang dan pelecehan verbal ataupun fisik.
Beberapa fenomena yang muncul di atas harus disikapi secara bijak
mengingat dampak yang ditimbulkannya terhadap gangguan mental atau
kejiwaan. Sikap bijak tersebut dapat dilakukan dengan melibatkan agama
dalam kehidupan sehari-hari. Mengingat peran agama yaitu memberikan
kenyamanan penganutnya dalam mengarungi samudera kehidupan.10 Dalam
ajaran Islam, peran tersebut dapat diimplementasikan dalam bentuk membaca
al-Qur’an.

Dengan membaca al-Qur’an, seseorang dapat mencapai ketenangan dan


ketentraman jiwa. Setiap kali seorang muslim membaca al-Qur’an, maka
setiap kali itu pula seorang muslim memperoleh ketenangan dan ketentraman
jiwa. Apabila seorang muslim sering membaca al-Qur’an, maka ia akan

9 Achmad Mubarok, Jiwa dalam Al-Qur‟an: Solusi Krisis Keruhanian Manusia Modern,
(Jakarta: Paramedina, 2000), h.13
10 Ibid, h.4

4
terhindar dari keterpurukan dan perasaan yang menekannya. Semua persoalan
hidup yang dialami seorang muslim, diadukan kepada Tuhannya, sehingga
zikir, doa dan tilawah al-Qur’an didengar oleh Allah. Dari sini akan
muncullah ketenangan batin dan ketentraman jiwa.11

Kegiatan membaca al-Qur’an telah dilaksanakan di beberapa lembaga


keagamaan seperti majelis taklim. Salah satu majelis taklim di Jakarta yang
melaksanakan kegiatan membaca al-Qur’an adalah Majelis Taklim Al-
Hidayah Pondok-Pinang Jakarta Selatan.

Selain membaca al-Qur’an, Majelis Taklim Pondok-Pinang Jakarta


Selatan juga mengajarkan tilawah al-Qur’an dimana membaca al-Qur’an
dengan menggunakan irama yang telah ditentukan. Kegiatan tilawah tersebut
menarik perhatian jama‟ah Majelis Taklim untuk membaca al-Qur’an yang
pada umumnya berusia lanjut.

Berdasarkan permasalahan di atas, penulis tertarik meneliti tentang


kegiatan membaca al-Qur’an terhadap ketenangan jiwa. Oleh karena itu,
peneliti mengangkat judul “Hubungan Membaca Al-Qur’an terhadap
Ketenangan Jiwa Para Jama’ah Majelis Taklim Al-Hidayah Pondok
Pinang Jakarta Selatan”.

B. Identifikasi Masalah

Merujuk pada latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasi


masalah-masalah sebagai berikut:

1. Adanya rasa ketidakbahagiaan pada diri manusia.


2. Adanya rasa lelah, ketidaktenangan, dan kegoncangan jiwa seperti
murung, cemas atas rasa bersalah.
3. Munculnya kemiskinan spiritual.
4. Munculnya sifat individualistis, egoistis dan materialistis yang
mendatangkan dampak berupa kegelisahan, stress dan depresi.

11 Khairunnas Rajab, Obat Hati, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2010), h. 9

5
C. Pembatasan Masalah
1. Penelitian ini akan fokus pada kegiatan membaca al-Qur’an yang
dilakukan di Majelis Taklim Al-Hidayah Pondok-Pinang Jakarta Selatan.
2. Objek pada penelitian ini yaitu jama‟ah yang berusia 40 tahun keatas

D. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah yang telah dijabarkan di atas, maka
rumusan masalah pada penelitian ini adalah, “Apakah terdapat hubungan
membaca Al-Qur’an terhadap ketenangan jiwa para jama’ah majelis
taklim Al-Hidayah Pondok-Pinang Jakarta Selatan?”

E. Tujuan Penelitian
Skripsi ini bertujuan untuk mendeskripsikan hubungan kegiatan
membaca al-Qur’an terhadap ketenangan jiwa para jama’ah Majelis Taklim
Al-Hidayah Pondok-Pinang Jakarta Selatan

F. Manfaat Penelitian

1. Bagi penulis, melalui penyusunan skripsi ini diharapkan dapat menambah


pengetahuan dan dapat mengembangkan ilmu yang telah diperoleh. Selain
itu, penulis mendapatkan pengetahuan tentang hubungan kegiatan membaca
al-Qur’an terhadap ketenangan jiwa.
2. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan dan
sumber informasi bagi civitas akademika yang ingin melakukan penelitian
lebih lanjut tentang membaca al-Qur’an dan ketenangan jiwa.
3. Bagi masyarakat umum, sebagai tambahan informasi untuk memperluas
wawasan guna memikirkan masa depan anak sebagai generasi yang
berkarakter qurani.

6
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kegiatan Membaca Al-Qur’an
1. Definisi Al-Qur’an dan Hukum Membacanya
Al-Qur’an secara etimologi berasal dari bahasa Arab qara’a- yaqra’u-
qiraa’atan-waqur’aanan yang berarti sesuatu yang dibaca. Arti ini
menyiratkan anjuran kepada umat Islam untuk membaca al-Qur’an. Juga
bentuk mashdar dari al-qiraa’atu yang berarti menghimpun dan
mengumpulkan.12 Al-Qur’an dikatakan menghimpun, sebab huruf-hurufnya
seolah-olah terhimpun dari beberapa huruf, kata, hingga menjadi kalimat.
Dimana susunannya sangat tertib. Oleh karena itu, pembacaan al-Qur’an
harus sesuai dengan makhraj-nya, dipahami, dan diamalkan isi
kandungannya.

Pengertian di atas juga dijelaskan dalam al-Qur’an pada surat Al-


Qiyamah ayat 17-18:
ۡ ۡ ‫إِ َّن عل ۡي نا‬
٧١ ‫ فَِإذَا قَ َرأنََٰهُ فَٱتَّبِ ۡع قُ ۡرءَانَهُۥ‬٧١ ‫َج َعهُۥ َوقُ ۡرءَانَهُۥ‬
َ َ ََ

“Sesungguhnya kami yang akan mengumpulkannya (di dadamu) dan


membacakannya. (17) Apabila Kami telah selesai membacakannya, maka
ikutilah bacaannya itu (18).13

Adapun secara istilah, al-Qur’an adalah kalam Allah Swt. yang


mengandung mukjizat diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. tertulis
dalam mushaf, dinukilkan kepada kita secara mutawatir, dan membacanya
merupakan ibadah.14

12 Moch. Tolchah, Aneka Pengkajian Studi Al-Qur‟an. (Yogyakarta: LKiS Pelangi Aksara,
2016), h. 93
13 Kementerian Agama Republik Indonesia, Mushaf Al-Qur‟an dan Terjemahannya,
(Jakarta: Lentera Optima Pustaka: 2017), h. 578
14 Ridhoul Wahidi, M. Syukron Maksum, Beli Surga dengan Al-Qur‟an: Kumpulan Dalil
dan Kisah Luar Biasa Pembaca dan Penghafal Al-Qur‟an, (Yogyakarta: Mutiara Media,
2010), h. 11

7
Al-Qur’an merupakan kitab suci yang diturunkan kepada Nabi
penutup yaitu Muhammad Saw. selama 23 tahun dan diturunkan dengan
berangsur-angsur. Membaca al-Qur’an merupakan sebuah kewajiban bagi
setiap muslim. Karena membaca al-Qur’an merupakan pintu awal dalam
memahami, merenungkan hingga mengamalkan isinya sebagai pedoman
hidup, bahkan sebagai umat muslim kita dianjurkan untuk menghafalkan
al-Qur’an.

Al-Qur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. dan


umatnya untuk dibaca dan dijadikan pegangan hidup. Menurut Dr.
Syamsuddin Arif dalam Al-Qur’an dan Serangan Orientalis bahwasanya
Allah Swt. menurunkan al-Qur’an sebagai petunjuk jalan bagi Rasul-Nya.
Di dalam al-Qur’an memuat teguran, larangan, dan nasihat untuk seluruh
manusia. Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur sesuai dengan
perkembangan yang terjadi pada masa itu.15
Di balik ayat-ayat yang Allah turunkan, terdapat sebab (asbab an
nuzul) turunnya ayat al-Qur’an, yang kemudian dijadikan pembelajaran
untuk umat Rasulullah swt. mendatang.
Bahwa al-Qur’an adalah benar-benar bacaan sempurna yang sangat
mulia, dimana ia memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki oleh kitab-
kitab suci lain, karena dalam kandungannya terdapat tuntunan yang jelas
serta menyeluruh dan dapat ditemukan bukti-bukti kebenaran yang
langgeng sepajang masa.16
Mengingat pentingnya al-Qur’an, Allah Swt. menjelaskan hukum
membaca al-Qur’an yang terdapat pada QS. Al-‘Alaq ayat 1-5:
ۡ ۡ ۡ ۡ ۡ ۡ ‫نسن ِم‬ ۡ ۡ ِ‫ۡٱق ۡرأ ب‬
٤ ‫ ٱلَّ ِذي َعلَّ َم بِٱل َقلَِم‬٣ ‫ك ٱۡلَكَرُم‬ ‫ب‬
‫ر‬ ‫و‬ ‫أ‬
‫ر‬
َ َُّ َ َ ‫ٱق‬ ٢ ‫ق‬ ‫ل‬
َ ‫ع‬
َ ‫ن‬ َٰ ِ
‫ٱۡل‬ ‫ق‬‫ل‬
َ
ََ َ َ َ َ ‫خ‬ ٧ ‫ق‬‫ل‬
َ ‫خ‬ ‫ي‬ ِ
‫ذ‬ َّ
‫ل‬ ‫ٱ‬ ‫ك‬
َ َِ
‫ب‬‫ر‬ ِ
‫م‬ ‫ٱس‬ َ
ۡ ۡ ۡ
٥ ‫نس َن َما ََل يَعلَ ۡم‬ ِ َّ
ََٰ ‫َعل َم ٱۡل‬

15 Syamsudin Arif, Al-Qur‟an dan Serangan Orientalis. (Al Insan, vol.1, 2005), h.64
16 M. Quraisy Shihab, Tafsir al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran, Vol.
13, (Jakarta: Lentera Hati, 2004), h.57

8
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah
menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah
Yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran
kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (Q.S.
Al-‘Alaq: 1-5)17

Inilah surat pertama dari al-Qur’an yang dimulai dengan menyebut


nama Allah Swt, kemudian memberikan pengarahan pertama kepada
Rasulullah Saw, dengan diarahkan supaya beliau membaca dengan
menyebut nama Allah Swt.18

Selain itu, Allah Swt. juga menjelaskan hukum membaca al-

Qur’an pada Q.S. Al-‘Ankabut ayat 45 sebagai berikut:

ۡ ِ ‫ۡٱتل مآ أ‬
ۡ ‫ُوحي إِل‬
َّ ‫ب َوأَقِِم‬
٤٥ ... َ‫ٱلصلَ َٰوة‬ ِ َ‫ك ِمن ٱل ِك َٰت‬
َ َ ‫ي‬ َ َ َُ

“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (al-


Qur’an) dan dirikanlah shalat.” (Q.S. Al-Ankabut : 45)19

Dua ayat di atas merupakan perintah Allah Swt. yang menyuruh


Rasulullah Saw. dan kaum muslimin agar membaca al-Qur’an dan
menyampaikannya kepada manusia dan perintah mendirikan shalat dengan
sempurna dalam hal kekhusyukan, rukun-rukun dan perenungan dari al-
Qur’an yang dibacanya.20
Gaya bahasa al-Qur’an dalam menerangkan hukum, dapat berupa

perintah (‫ )األمر‬atau larangan (‫)النهي‬, atau dapat juga berupa pilihan

untuk mengerjakan suatu perbuatan/meninggalkannya (‫)التخيير‬. 12

17 Kementerian Agama Republik Indonesia, Mushaf Al-Qur‟an dan Terjemahan, loc.cit,


h. 598
18 As-Syahid Sayid Qutb, Tafsir Fi Zhilalil Quran, terj. As‟ad Yasin dan Abdul „Aziz Salim
Basyarahil, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), Jilid 12, h. 305.
19 Kementerian Agama Republik Indonesia Mushaf Al-Qur‟an dan Terjemahan, loc.cit, h.
402
20 Muhammad Nasib ar-Rifa‟i, Kemudahan dari Allah, h. 45
21 Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Qur‟an dan Tafsirnya (Edisi yang
Disempurnakan), (Jakarta: Widya Cahaya, 2011), h. 312.
9
Kata ‫إقرء‬ pada Q.S. Al-‘Alaq ayat 1 dan ‫اتل‬ pada Q.S. Al-

‘Ankabut ayat 45 merupakan ‫األمر‬ yang berarti perintah dari Allah. ‫األمر‬
ialah tuntutan kewajiban mengerjakan daripada tidak mengerjakan. Oleh
karena itu, apabila Allah memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya untuk
mengerjakan suatu perbuatan artinya menunjukkan kepada kewajiban
mematuhi perintah-Nya.22 Jika seseorang sudah mukallaf, lalu perintah
Allah dikerjakan, maka ia akan mendapatkan pahala. Namun jika ia
tinggalkan, maka ia akan berdosa. Ayat al-Qur’an di atas menjelaskan
bahwa hukum membaca al-Qur’an yaitu wajib bagi umat Islam.
Hukum membaca al-Qur’an tidak hanya terdapat dalam al-
Qur’an, melainkan juga terdapat pada Hadis. Hadis menjelaskan hukum
membaca al-Qur’an sebagai berikut:

‫َخ رْيُُك رم َم رن تَ َعلَّ َم الر ُق ررآ َن َو َعلَّ َمه‬

“Sebaik-baik kamu adalah orang yang belajar al-Quran dan


mengamalkanya.” (H.R. Bukhari )23
Hadits di atas merupakan penjelasan kewajiban dari membaca al-

Qur’an. Tidak hanya dalam bentuk ‫األمر‬ untuk memerintahkan perbuatan,

tetapi Allah memerintahkan sesuatu juga dalam gaya bahasa berupa


perbuatan tersebut adalah hal yang baik, atau dihubungkan dengan
kebaikan.

Hadits di atas menjelaskan bahwa orang yang belajar al-Qur’an


dan mengamalkannya merupakan sebaik-baik manusia. Hal ini
memberikan makna bahwa al-Qur’an memiliki hukum wajib.

22
Ibid, h. 303
23
Al-Imam Abi Abdillah Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin Mughirah bin Bard
Dzabah al-Bukhari al-Ja‟fiy, Shahih Bukhari, Jus V, (Semarang: al-Maktabah Thoha Putra, t.t),
h.108

10
‫يع بر ُن ََنفِع َحدَّثَنَا ُم َعا ِويَةُ يَ رع ِِن ابر َن‬ َّ ‫اْلَ َس ُن بر ُن َعلِي ا رْلُلر َوِاِنُّ َحدَّثَنَا أَبُو تَ روبََة َو ُه َو‬
ُ ِ‫الرب‬ ‫َح َّدثَِِن ر‬
َّ‫لل‬ َِّ َ‫اهلِي قَا َ َِسع رسو‬ ِ ِ
َ َّ‫ا‬ َُ ُ ‫ر‬ ُّ َ‫َس ََّّلم َع رن َزيرد أَنَّهُ َس َع أ ََ ا َس ََّّلم يَ ُقو ُ َح َّدثَِِن أَبُو أ َُم َام َة الرب‬
...‫َل َحابِِه‬ ِ ِ ِ ِ ِ َّ
‫اَُّ َعلَريه َو َسلَّ َم يَ ُقو ُ اقر َرءُوا الر ُق ررآ َن فَِإنَّهُ ََيرِِت يَ روَم الرقيَ َامة َشف ًيعا ۡل ر‬
Telah menceritakan kepadaku Al Hasan bin Ali Al Hulwani telah
menceritakan kepada kami Abu Taubah ia adalah Ar Rabi' bin Nafi', telah
menceritakan kepada kami Mu'awiyah yakni Ibnu Sallam, dari Zaid
bahwa ia mendengar Abu Sallam berkata, telah menceritakan kepadaku
Abu Umamah Al Bahili ia berkata; Saya mendengar Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Bacalah al-Qur’an, karena ia
akan datang memberi syafa‟at kepada para pembacanya pada hari kiamat
nanti (HR. Muslim)24
Hadis ini mengandung perintah dari Rasulullah Saw. untuk
ْ
membaca al-Qur’an. Perintah tersebut dilihat dari kata ‫اق َر ُءوا‬ yang

merupakan ‫( األمر‬perintah).
Berdasarkan teori di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa Allah Swt.
menurunkan wahyu berupa al-Qur’an kepada Nabi Muhammad Saw.
melalui malaikat Jibril di Gua Hira secara berangsur-angsur. Allah Swt.
memerintahkan kepada umat muslim agar membaca al-Qur’an. Selain
mendapatkan pahala, al-Qur’an juga memiliki pesan berupa pegangan
hidup manusia sepanjang zaman.

2. Keutamaan dan Manfaat Membaca Al-Qur’an


Menurut Az Zuhaili dalam Ensiklopedia Akhlak Muslim, bahwasanya
al-Qur’an adalah sumber kebaikan dan kebahagiaan. Al-Qur‟an adalah
petunjuk mencapai keselamatan dan penyelamatan. Tidak seorang pun dari

24 Kutubut Tis‟ah Shahih Muslim, Shalatnya musafir dan penjelasan tentang qashar,
bab: Keutamaan membaca Al-Qur‟an dan surat al Baqarah. (Pustaka Islam, nomor 1337)

11
kalangan muslim, pria ataupun wanita yang tidak memerlukan al-Qur’an.
Dengan al-Qur’an, seseorang memiliki jawaban atas pertanyaan halal dan
haram. Di dalam al-Qur’an dijelaskan masalah peribadatan, muamalat, adab
dan akhlak, dorongan meningkatkan amal saleh, peneguhan pilar-pilar iman,
peringatan menjauhi dosa maksiat dan kemalasan, berita dari masa depan yang
akan dihadapi umat manusia di akhirat.25
Dalam Al-Qur’an dan Tafsirnya dijelaskan bahwa di dalam al-Qur’an
terdapat pembelajaran mengenai ilmu tauhid, ilmu fiqih, ilmu tasawuf, dan
lain-lain. Al-Qur’an terjamin kesuciannya, hanya malaikat al-Muqarrabiin
yang pernah menyentuhnya dari Lauh Mahfuz, yaitu malaikat Jibril.26
Berikut merupakan keutamaan dan manfaat membaca al-Qur’an:
a. Sebagai Petunjuk/Pedoman Hidup bagi Manusia
Berdasarkan pernyataan Az Zuhaili di atas, al-Qur’an memiliki
keutamaan dan manfaat sebagai petunjuk bagi umat manusia. Dalam
menjalani kehidupan, manusia sering dihadapkan pada suatu permasalahan
antara yang baik dan yang buruk, halal dan haram, dan permasalahannya
pun berbeda-beda, ada permasalahan tentang ibadah, hubungan sosial,
adab dan akhlak, amal shaleh, keimanan, dan sebagainya, semua terdapat
penjelasannya di dalam al-Qur’an.
Allah Swt. berfirman dalam Q.S. Al-Isra ayat 9-10 sebagai berikut:

‫َن ََلُ ۡم أ َۡجًرا‬


َّ ‫ٱلصلِ ََٰح ِ أ‬ ۡ ‫إِ َّن َٰهذا ۡٱلق ۡرءان ي ۡه ِدي لِلَِِّت ِهي أ َۡق وم وي ب ِشر ۡٱلم ۡؤِمنِني ٱلَّ ِذ‬
ََّٰ ‫ين يَع َملُو َن‬
َ َ ُ ُ َُ َ ُ َ َ َ َ َ ُ ََ
ۡ ۡ
٧١ ‫ين ََل يُ ۡؤِمنُو َن بِٱۡلٓ ِخَرةِ أ َۡعتَد ََن ََلُ ۡم َع َذ ًا ا أَلِ ًيما‬ ِ َّ َّ ‫ وأ‬٩ ‫َكبِْيا‬
َ ‫َن ٱلذ‬ َ ً
“Sungguh, al-Qur’an ini memberi petunjuk kepada yang paling lurus,
menyampaikan berita gembira untuk orang-orang mukmin yang

25 Wahbah Az Zuhaili, Ensiklopedia Akhlak Muslim. (Jakarta: Mizan Media Utama, cet.1,
2013), h.226
26 Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Qur‟an dan Tafsirnya (Edisi Yang
Disempurnakan), loc.cit, h.654.

12
mengerjakan amal shaleh bahwa sungguh (telah disiapkan) untuk mereka
pahala yang besar. Dan sungguh orang-orang yang tidak beriman kepada
akhirat telah kami siapkan untuk mereka siksaan yang pedih.” (Q.S. Al-
Isra’ 9-10)
Menurut Yani dalam 160 Materi Dakwah Pilihan bahwasanya al-
Qur’an memiliki fungsi sebagai petunjuk. Jika manusia hidup di bawah
naungan al-Qur’an, maka ia akan terbimbing dan terhindar dari kesesatan.27
Allah Swt. berfirman dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 185 sebagai berikut:

ِ َ‫َّاس وب يَِٰنَ ِمن ۡٱَل َد َٰى و ۡٱل ُف ۡرق‬


٧١٥ ...‫ان‬ ِ ‫ن‬ ‫ل‬ِ‫ش ۡهر رمضا َن ٱلَّ ِذي أُن ِزَ فِ ِيه ۡٱل ُق ۡرءا ُن ه ًدى ل‬
َ ََ ُ َ
َ ُ َ ََ ُ َ ٓ

“Bulan Ramadhan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan al-


Qur‟an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan- penjelasan
mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang
bathil…).28

Al-Qur’an dijadikan sebagai pedoman bagi setiap umat muslim,


setiap muslim dianjurkan untuk membacanya serta memahami isi dari
kandungan ayat tersebut. Maka dari itu, perlu bagi kita untuk mempelajari
al-Qur’an, baik belajar membaca, menulis maupun mempelajari isi dari
kandungan al-Quran tersebut.
b. Sebagai Pembawa Kebahagiaan
Dalam Al-Qur‟an dan Tafsirnya, dijelaskan bahwa Allah swt. telah
berfirman dalam QS. Al Waqi‟ah ayat 77, bahwa al-Qur’an merupakan
wahyu Ilahi yang mengandung faedah dan manfaat yang begitu besar. Al-
Qur’an berisi petunjuk hidup bagi manusia yang membawa kebahagiaan,

27 Ahmad Yani, 160 Materi Dakwah Pilihan, (Jakarta: Al Qalam, 2006, cet.6), h.69
28 Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Qur‟an Terjemah dan Tajwid,
(Bandung: PT. Cordoba Internasional Indonesia), cet.1, 2012), h.28

13
baik di dunia maupun di akhirat. Setiap manusia yang membaca al-Qur’an
akan dinilai pahala oleh Allah Swt.29

١١ ٌ‫إِنَّهُۥ لَ ُق ۡرءَا ٌن َك ِري‬

“Sesungguhnya al-Qur’an ini adalah bacaan yang sangat mulia.” (Q.S. Al-
Waqiah: 77) 30

Al-Qur’an mengandung berbagai macam unsur hidayah yang


menjamin kebahagiaan manusia baik lahir maupun batin, baik di dunia
maupun di akhirat jika manusia mampu mengamalkannya secara ikhlas,
konsisten dan menyeluruh (kaffah).31

Al-Qur’an bukan kitab ilmiah, karena ia adalah kitab petunjuk bagi


kebahagiaan dunia dan akhirat. Namun, kandungan al-Qur’an berisi
berbagai petunjuk yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan dan isyarat-
isyarat ilmiah yang dikemukakan al-Qur’an secara singkat tetapi sarat
makna.32

Kedatangan al-Qur’an membawa kebahagiaan bagi kaum Arab.


Sebelum turunnya al-Qur’an, bangsa Arab merupakan bangsa yang jauh
dari peradaban. Kehidupannya keras, watak masyarakatnya pun kasar-
kasar. Tetapi dengan adanya Rasulullah dan tuntunan al-Qur’an, bangsa
Arab menjadi pemimpin berbagai bangsa.

Az Zuhaili menjelaskan dalam Ensiklopedia Akhlak Muslim:


Berakhlak terhadap Sang Pencipta, bahwasanya orang-orang Arab begitu
bangga karena al-Qur’an turun menggunakan bahasa mereka. Sehingga
al-Qur’an menjadi faktor kejayaan dan ketinggian mereka. Mereka pernah

29
Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Qur‟an dan Tafsirnya (Edisi yang
Disempurnakan), loc.cit, h.654
30
Kementerian Agama Republik Indonesia, Mushaf Al-Qur‟an dan Terjemahan, loc.cit, h.538
31
Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Qur‟an dan Tafsirnya (Edisi yang
Disempurnakan), loc.cit, h.9
32
Ibid, h.277

14
menjadi pemimpin berbagai bangsa dan Allah mengangkat derajat mereka
dengan turunnya al-Qur’an.

c. Sebagai Penawar atau Obat


Al-Qur’an memiliki keutamaan sebagai penawar atau obat bagi
manusia. Dalam Al-Qur’an dan Tafsirnya, dijelaskan bahwa Allah Swt.
menurunkan al-Qur’an kepada Nabi Muhammad Saw. sebagai obat dari
penyakit hati, yaitu kesyirikan, kekafiran, dan kemunafikan. 33
Berkaitan dengan keutamaan al-Qur’an sebagai penawar/obat,
terdapat firman Allah Swt. dalam surat Al-Isra’ ayat 82 sebagai berikut:

١٢ ‫ني إََِّل َخ َس ًارا‬ ِ َِٰ ُ ‫ونُنَ ِزُ ِمن ۡٱل ُق ۡرء ِان ما هو ِش َفآء ور ۡۡحةٌ لِ ۡلم ۡؤِمنِني وََل ي ِز‬
َ ‫يد ٱلظَّلم‬ َ َ َ ُ َ ََ ٌ َ ُ َ َ َ َ

“Dan Kami turunkan dari al-Qur’an suatu yang menjadi penawar dan
rahmat bagi orang-orang yang beriman dan al-Qur’an itu tidaklah
menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.” (Q.S. Al-
Isra’ : 82)34

Pada masa kekhalifahan Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah, umat


Islam menjadi pemimpin, penguasa dunia, dan menjadi umat yang
disegani. Pada masa tersebut, umat Islam memiliki perhatian besar pada
al-Qur’an. Negeri mereka menjadi pusat ilmu pengetahuan, peradaban,
dan perdagangan dunia. Umat Islam juga pernah hidup makmur dan
bahagia.35
Namun kemudian banyak dari mereka yang mengabaikan al-
Qur’an. Ajaran-ajaran al-Qur’an tidak lagi diperhatikan. Sehingga umat
Islam menjadi terbelakang hingga sekarang ini. Umat Islam awalnya

33
Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Qur‟an dan Tafsirnya (Edisi yang
Disempurnakan), op.cit, h.532
34
Kementerian Agama Republik Indonesia Mushaf Al-Qur‟an dan Terjemahan, loc.cit,
h.291
35
Ibid, h.532

15
menaruh perhatian besar pada al-Qur’an sehingga dapat terbebas dari
kebodohon.
Hal ini memperingatkan kepada kamu muslimin bahwa jika
seseorang berpegang teguh pada ajaran al-Qur’an, maka ia akan terbebas
dari berbagai penyakit. Seperti sifat zalim (ingkar, syirik, munafik), cinta
dunia, tunduk pada hawa nafsu.

Al-Qur’an menyucikan jiwa seorang muslim dengan akidah tauhid


yang menyelamatkan mereka dari perbudakan hawa nafsu dan syahwat,
agar mereka menjadi hamba Allah yang ikhlas dan hanya tunduk kepada-
Nya.36

d. Sebagai Penambah Pahala


Rasulullah Saw. menyatakan keutamaan dan kelebihan membaca al-Qur’an
dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim sebagai berikut:

‫َج ًيعا َع رن أَِِب َع َوانَةَ قَا َ ابر ُن عُبَ ريد َحدَّثَنَا أَبُو‬ َِ ‫ي‬ ُّ ‫َحدَّثَنَا قُتَ ري بَةُ بر ُن َسعِيد َو ُُمَ َّم ُد بر ُن عُبَ ريد الرغََُِب‬
َّ‫لل‬ َِّ ُ ‫عوانََة عن قَتاد َة عن زرارَة ب ِن أَو ََف عن سع ِد ب ِن ِهشام عن عائِش َة قَالَ قَا َ رسو‬
َ َّ‫ا‬ َُ ‫ر‬ َ َ ‫َ َ َ ر َ َ َ ر َُ َ ر ر َ ر َ ر ر َ َ ر‬
‫الس َفَرِة الر ِكَرِام الرَََبَرِة َوالَّ ِذي يَ رقَرأُ الر ُق ررآ َن َويَتَ تَ رعتَ ُع فِ ِيه َو ُه َو‬
َّ ‫آن َم َع‬ ِ ‫اهر ِ الر ُقر‬ ِ
‫اَُّ َعلَريه َو َسلَّ َم الر َم ُ ر‬
ِ َّ
‫َجَر ِان و َحدَّثَنَا ُُمَ َّم ُد بر ُن الر ُمثَ ََّّن َحدَّثَنَا ابر ُن أَِِب َع ِدي َع رن َسعِيد ح و َحدَّثَنَا‬ ‫اق لَهُ أ ر‬ ٌّ ‫َعلَري ِه َش‬
َ ‫اۡل رسنَ ِاد و قَا‬ ِ‫َّستَ وائِ ِي كِ ََّل ُُهَا َع رن قَتَ َادةَ ِِبَ َذا ر‬ ِ ِ
َ ‫يع َع رن ه َشام الد ر‬ ٌ ‫أَبُو بَ رك ِر بر ُن أَِِب َشري بَةَ َحدَّثَنَا َوك‬
.‫َجَر ِان‬ ِ ِ ِ ِ ِ
‫ِِف َحديث َوكيع َوالَّذي يَ رقَرأُ َو ُه َو يَ رشتَ ُّد َعلَريه لَهُ أ ر‬

“Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id dan Muhammad


bin Ubaid Al Ghubari semuanya dari Abu 'Awanah – Ibnu

36
Manna Khalil Al Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur‟an oleh Mudzakir AS. (Bogor: Pustaka
Litera Antar Nusa, 2013), h.393.

16
Ubaid - berkata, telah menceritakan kepada kami Abu 'Awanah dari
Qatadah dari Zurarah bin Aufa dari Sa'd bin Hisyam dari 'Aisyah ia
berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Orang mukmin
yang mahir membaca Al-Qur‟an, maka kedudukannya di akhirat ditemani
oleh para malaikat yang mulia. Dan orang yang membaca al- Qur’an
dengan gagap, ia sulit dalam membacanya, maka ia mendapat dua pahala."
Dalam jalur lain; telah menceritakan kepada kami Muhammad bin al-
Mutsanna telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu 'Adi dari Sa'id dan
diganti dengan jalur periwayatan lain, dan telah menceritakan kepada kami
Abu Bakr bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami Waki' dari
Hisyam Ad Dastawa'i keduanya dari Qatadah dengan isnad ini. Dan ia
berkata dalam haditsnya Waki'; "Dan orang yang membaca al-Qur’an
sedang ia kesulitan dalam membacanya, maka baginya dua pahala.” (HR.
Muslim)37

‫الَبَرِة َوالَّ ِذي يَ رقَرأُ الر ُق ررآ َن َويَتَ تَ رعتَ ُع فِ ِيه َو ُه َو َعلَري ِه‬ ِ ِ ِ َّ ‫اهر بِِه مع‬
ََ ‫الس َفَرة الكَرام‬
ِ ِ
َ َ ٌ ‫الَّذي يَ رقَرأُ ال ُق ررآ َن َو ُه َو َم‬
‫أجَر ِان‬‫اق لَهُ ر‬ ٌّ ‫َش‬

“Orang yang membaca al-Qur’an dan ia mahir maka nanti akan


bersama-sama dengan para malaikat yang mulia lagi taat. Sedang orang
yang membaca al-Qur’an dan ia merasa susah di dalam membacanya
tetapi ia selalu berusaha maka ia mendapat dua pahala”38

37
Kutubut Tis‟ah Shahih Muslim, Shalatnya musafir dan penjelasan tentang qashar, bab
Keutamaan orang yang mahir dalam membaca Al-Qur‟an dan orang yang terbata-bata (Pustaka
Islam, nomor 1329)
38
Muslich Shabir, Terjemah Riyadhus Shalihin II. (Semarang: PT.Karya Toha Putra, 2004),
h. 54.

17
‫َج ًيعا َع رن أَِِب َع َوانَةَ قَا َ ابر ُن عُبَ ريد َحدَّثَنَا أَبُو‬ َِ ‫ي‬ ُّ ‫َحدَّثَنَا قُتَ ري بَةُ بر ُن َسعِيد َو ُُمَ َّم ُد بر ُن عُبَ ريد الرغََُِب‬
َّ‫لل‬ َِّ ُ ‫عوانََة عن قَتادةَ عن زرارةَ ب ِن أَو ََف عن سع ِد ب ِن ِهشام عن عائِش َة قَالَ قَا َ رسو‬
َ َّ‫ا‬ َُ ‫ر‬ َ َ ‫َ َ َ ر َ َ َ ر َُ َ ر ر َ ر َ ر ر َ َ ر‬
‫الس َفَرِة الر ِكَرِام الرَََبَرِة َوالَّ ِذي يَ رقَرأُ الر ُق ررآ َن َويَتَ تَ رعتَ ُع فِ ِيه َو ُه َو‬
َّ ‫آن َم َع‬ ِ ‫اهر ِ الر ُقر‬ ِ
‫اَُّ َعلَريه َو َسلَّ َم الر َم ُ ر‬
ِ َّ
‫َجَر ِان و َحدَّثَنَا ُُمَ َّم ُد بر ُن الر ُمثَ ََّّن َحدَّثَنَا ابر ُن أَِِب َع ِدي َع رن َسعِيد ح و َحدَّثَنَا‬ ‫اق لَهُ أ ر‬ ٌّ ‫َعلَري ِه َش‬
َ ‫اۡل رسنَ ِاد و قَا‬ ِ‫َّستَ وائِ ِي كِ ََّل ُُهَا َع رن قَتَ َادةَ ِِبَ َذا ر‬ ِ ِ
َ ‫يع َع رن ه َشام الد ر‬ ٌ ‫أَبُو بَ رك ِر بر ُن أَِِب َشري بَ َة َحدَّثَنَا َوك‬
ِ ِ ِ ِ ِ
(‫ )رواه البخاري‬.‫َجَران‬ ‫ِِف َحديث َوكيع َوالَّذي يَ رقَرأُ َو ُه َو يَ رشتَ ُّد َعلَريه لَهُ أ ر‬

“Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id dan Muhammad bin
Ubaid Al Ghubari semuanya dari Abu 'Awanah - Ibnu Ubaid - berkata, telah
menceritakan kepada kami Abu 'Awanah dari Qatadah dari Zurarah bin
Aufa dari Sa'd bin Hisyam dari 'Aisyah ia berkata; Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: "Orang mukmin yang mahir membaca al-Qur’an,
maka kedudukannya di akhirat ditemani oleh para malaikat yang mulia. Dan
orang yang membaca al-Qur’an dengan gagap, ia sulit dalam
membacanya, maka ia mendapat dua pahala." Dalam jalur lain; telah
menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna telah
menceritakan kepada kami Ibnu Abu 'Adi dari Sa'id dan diganti dengan jalur
periwayatan lain, dan telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu
Syaibah telah menceritakan kepada kami Waki' dari Hisyam Ad Dastawa'i
keduanya dari Qatadah dengan isnad ini. Dan ia berkata dalam haditsnya
Waki'; "Dan orang yang membaca al-Qur’an sedang ia kesulitan dalam
membacanya, maka baginya dua pahala.” (HR. Bukhari)39
Hadits pertama menjelaskan bahwa orang membaca al-Qur’an
dengan pandai, maka akan bersama-sama dengan malaikat yang mulia dan
taat. Sedangkan orang yang membaca al-Qur’an namun kurang pandai,
maka akan tetap mendapatkan dua pahala. Dijelaskan dalam Tanbihul
Ghafilin: Nasehat Bagi yang Lalai, bahwa setiap huruf bacaan al-Qur’an
39
Kutubut Tis‟ah Shahih Bukhari, Keutamaan Al-Qur‟an, bab: Iri dengan Ahli Al-Qur‟an.
(Pustaka Islam, nomor 4637)

18
bernilai sepuluh kebaikan. Contohnya huruf alif bernilai sepuluh, lam
bernilai sepuluh dan mim bernilai sepuluh.40
Dari hadits di atas, seseorang diperbolehkan merasa iri di hatinya
kepada dua hal, yaitu kepada orang yang mampu membaca dan memahami
al-Qur’an, dan orang yang membaca serta mengamalkannya di setiap
waktu.
Dari teori di atas, dapat disimpulkan bahwa al-Qur’an merupakan
sumber pokok ajaran Islam yang menjadi kebutuhan bagi setiap umat
muslim. Banyak ilmu dan pelajaran penting yang dapat diambil dari al-
Qur’an. Sehingga seluruh umat muslim yang ada di muka bumi dianjurkan
untuk membaca, mempelajari, dan mengamalkannya.

3. Adab Membaca Al-Qur’an


Di dalam membaca al-Qur’an terdapat adab-adab yang harus
diperhatikan agar bacaannya diterima dan mendapatkan pahala, diantaranya:41
a. Ikhlas kepada Allah dalam membacanya, dengan meniatkan untuk
mendapatkan ridha Allah dan pahala dari-Nya.
b. Suci dari hadats, baik besar maupun kecil.
c. Ketika membaca al-Qur’an, tangannya dijaga dari hal yang sia-sia dan
matanya dijaga dari memalingkannya tanpa ada kebutuhan.
d. Bersiwak (gosok gigi) dan membersihkan mulutnya, karena hal itu
merupakan jalan dalam membaca al-Qur’an.
e. Ketika membaca al-Qur’an, hal yang utama adalah menghadap kiblat, karena
itu adalah arah yang paling mulia. 42 Hal ini dijelaskan dalam buku Hikmatut
Tasyri‟; Menyingkap Hikmah di Balik Perintah Ibadah, dijelaskan bahwa
sesungguhnya menghadap kiblat itu mengingatkan umat Islam tentang cinta
Allah Swt. kepada Rasulullah Saw. karna ketika Rasulullah Saw. melihat
bahwa menghadap kiblat dan menghadap ke ka’bah lebih baik dari pada

40
Al Faqih Az Zahid Abul Laits Nashr bin Ibrahim As Samarqandi, Nasehat bagi yang
Lalai, terj.dari Tanbihul Ghafilin oleh Abu Juhaidah. (Jakarta: Pustaka Amani, 1999), h.170
41
Abdud Daim Al-Kahil, Easy Metode Mudah Menghafal Al-Quran, (Etoz Publishing,
2010) h. 122-126.
42
Abdud Daim Al-Kahil, Easy Metode Mudah Menghafal Al-Quran, h.122-126

19
menghadap ke baitul maqdis. Beliau menghadapkan wajahnya ke langit
sembari menunggu izin dari Allah Swt. kemudian Allah mengabulkan
harapannya sebagai bentuk kecintaan Allah kepada Rasulullah Saw. 43
f. Berlindung diri kepada Allah dari setan terkutuk (membaca ta’awwudz).
g. Membaca “bismillahirrahmanirrahim” jika memulai dari awal surat.
h. Membaca dengan tartil, membacanya dengan biasa dan pelan, karena
maksud dalam membaca adalah tadabbur (memahami) dan tadabbur tidak
akan tercapai jika dengan tergesa-gesa.

Allah berfirman dalam QS. Al-Muzammil ayat 4 sebagai berikut:

ۡ
٤ ‫أ َۡو ِز ۡد َعلَ ۡي ِه َوَرتِ ِل ٱل ُق ۡرءَا َن تَ ۡرتِ ًيَّل‬
“Atau lebih dari seperdua itu, dan bacalah al-Qur’an itu dengan
perlahan-lahan.” (Al-Muzammil ayat 4)44
Membaca al-Qur’an dengan tartil artinya dengan perlahan-lahan,
tidak terburu-buru. Allah Swt. berfirman dalam QS. Al Isra’ ayat 106,

ۡ ۡ
ِ ‫َوقُ ۡرءَ ًاَن فَ َرۡق َٰنَهُ لِتَ ۡقَرأَهُۥ َعلَ ٱلن‬
٧١١ ‫َّاس َعلَ َٰ ُمكث َونََّزل َٰنَهُ تَن ِز ًيَّل‬

“Dan Al-Qur‟an itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur, agar


kamu membacanya perlahan-lahan kepada manusia.”

Abdullah bin Shalih menceritakan kepada kami, dari Musa bin Ali,
dari ayahnya, dari Uqbah, dari Rasulullah Saw. seperti redaksi hadits di atas,
namun dia berkata,

‫َواقرتِنُ روهُ َوتَغَ رنوا بِِه‬


“Banyaklah bicara dengannya, dan lantunkanlah al-Qur’an dengan
suara yang baik.” (HR. An-Nasa’i) 45
43
Arifin Toyib, Hikmatut Tasyri‟; Menyingkap Hikmah di Balik Perintah Ibadah
(Yogyakarta: Qudsi Media, 2015), h.12
44
Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Qur‟an Terjemah dan Tajwid, loc.cit, h.574

20
i. Menggunakan pikiran dan pemahamannya hingga mengetahui maksud dari
bacaan al-Qur’an yang sedang dibacanya.
j. Memohon kepada Allah ketika membaca ayat-ayat rahmah (kasih sayang),
berlindung kepada Allah ketika membaca ayat-ayat adzab, bertasbih ketika
membaca ayat-ayat pujian dan bersujud ketika diperintahkan untuk sujud.
k. Melaksanakan hak setiap hurufnya hingga ucapannya menjadi jelas
dengan lafal yang sempurna, karena setiap hurufnya mengandung
sebanyak sepuluh kebaikan.
l. Tetap kontinyu dalam kekhusyukan dan sakinah serta tentram ketika
tilawah.
m. Membaca sesuai kaidah tajwid. Salah seorang penyair berkata dengan
syairnya: Menggunakan tajwid adalah kewajiban yang lazim, Barangsiapa
yang tidak menggunakan tajwid dalam membaca al-Qur’an, maka dia
berdosa.
n. Tidak mengomentari bacaan al-Qur’an dengan perkataan sendiri, seperti
ucapan sebagian mereka yang mengatakan, “Allah, Allah atau ulangi-
ulangi atau yang semisal dengan itu”. Kemudian yang dituntut dari
pendengar al-Qur’an adalah mentadabburinya, diam (tenang), dan khusyuk
dalam menyimak.
o. Mendengar dan diam ketika ada yang membaca al-Qur’an serta tidak
memutuskan bacaan dengan perkataan yang tidak ada faedahnya.
p. Menjaga al-Qur’an dengan selalu membacanya dan berusaha agar jangan
sampai melupakannya. Maka, hendaknya tidak melewatkan seharipun
tanpa membaca sebagian al-Qur’an hingga tidak melupakannya dan jangan
sampai menjauhkan diri dari mushaf. Kemudian lebih bagus lagi jika
setiap hari membaca tidak kurang dari satu juz al-Qur'an dan
mengkhatamkannya dalam sebulan minimal sekali khataman.

45
Ibnu Katsir, Fadhail Al-Qur‟an; Keajaiban dan Keistimewaan Al-Qur‟an, Jakarta:
Pustaka Azzam, 2012), h.287.

21
q. Menghormati mushaf, sehingga jangan diletakkan di atas tanah atau jangan
meletakkan sesuatu di atasnya dan jangan melemparkannya kepada teman
yang ingin mengambilnya (meminjam).
r. Hendaknya berkumpul dan berdo’a ketika telah khatam al-Qur’an, karena
hal itu disunnahkan.

4. Kebiasaan Membaca Al-Qur’an


Bagi orang yang beriman, kecintaan kepada al-Qur’an akan bertambah.
Sebagai bukti cintanya, ia akan semakin bersemangat membaca al-Qur’an setiap
waktu, mempelajari isi kandungan dan memahaminya. Selanjutnya, akan
mengamalkan al-Qur'an dalam kehidupannya sehari-hari, baik dalam
hubungannya dengan Allah Swt. maupun dengan lingkungan sekitarnya.46
Kebiasaan membaca al-Qur’an wajib ditumbuhkembangkan sejak dini.
Menurut Az Zuhaili dalam Ensiklopedia Akhlak Muslim: Berakhlak terhadap
Sang Pencipta, bahwa belajar dan mengajarkan al-Qur’an merupakan cara
pembacaan yang tepat. Terdapat banyak hadits yang mendorong untuk terus
membaca al-Qur’an, demi kebaikan manusia di dunia dan di akhirat.47
Rasulullah Saw. bersabda:

‫يع بر ُن ََنفِع َحدَّثَنَا ُم َعا ِويَةُ يَ رع ِِن ابر َن َس ََّّلم‬


ُ ِ‫الرب‬ ‫اْلَ َس ُن بر ُن َعلِي ر‬
َّ ‫اْلُلر َوِاِنُّ َحدَّثَنَا أَبُو تَ روبََة َو ُه َو‬ ‫َح َّدثَِِن ر‬
‫اَُّ َعلَري ِه‬
َّ َّ‫لل‬ َِّ َ‫اهلِي قَا َ َِسع رسو‬ ِ ِ
َ َّ‫ا‬ َُ ُ ‫ر‬ ُّ َ‫َع رن َزيرد أَنَّهُ َس َع أ ََ ا َس ََّّلم يَ ُقو ُ َح َّدثَِِن أَبُو أ َُم َام َة الرب‬
...‫َل َحابِِه‬ ِ ِ ِ ِ
‫َو َسلَّ َم يَ ُقو ُ اقر َرءُوا الر ُق ررآ َن فَِإنَّهُ ََيرِِت يَ روَم الرقيَ َامة َشف ًيعا ۡل ر‬

“Telah menceritakan kepadaku Al Hasan bin Ali Al Hulwani telah


menceritakan kepada kami Abu Taubah ia adalah Ar Rabi' bin Nafi', telah
menceritakan kepada kami Mu'awiyah yakni Ibnu Sallam, dari Zaid bahwa ia
mendengar Abu Sallam berkata, telah menceritakan kepadaku Abu Umamah
Al Bahili ia berkata; Saya mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi

46
Fahmi Amrullah, Ilmu Al-Quran untuk Pemula, (Jakarta: CV Artha Rivera, 2008), h. 66
47
Wahbah Az Zuhaili, Ensiklopedia Akhlak Muslim. loc.cit, h.226

22
wasallam bersabda: "Bacalah al-Qur’an, karena ia akan datang memberi
syafa’at kepada para pembacanya pada hari kiamat nanti..”48

Al-Qur’an akan menjadi syafa’at bagi para pembacanya di hari kiamat.


Syafa’at tersebut akan datang kepada pembaca yang memahami adab
membaca, bagaimana mengamalkan isi kandungannya, dan pandai
mengamalkan adab-adabnya. Pengamalan dan faedah dari al-Qur’an akan
diperhitungkan.

Orang yang membaca al-Qur’an akan mendapatkan ridha, rahmat dan


anegerah terbaik dari Allah Swt. Rahmat itu akan semakin bertambah seiring
bacaan yang ia baca dan pengamalannya. Orang yang memiliki perhatian besar
terhadap al-Qur’an akan menjadi orang-orang terbaik di sisi Allah Swt. dan
mendapatkan tempat terhormat di sisi-Nya. Perhatian tersebut dapat melalui
kegiatan belajar al-Qur’an, penelitian, dan pengamalan kandungannya.

Orang yang meninggalkan kebiasaan membaca al-Qur’an akan berada


dalam kegelapan, kesesatan dan kebodohan. Allah Swt. berfirman mengenai
perbuatan orang yang meninggalkan al-Qur’an dalam QS. Al-Furqan ayat 30.

٣١ ‫ورا‬‫ج‬ ۡ ‫وقا ٱلرسو يَٰر ِب إِ َّن ق ۡوِمي َّٱَّتذوا َٰهذا ۡٱلق ۡرءان م‬
‫ه‬
ً ُ َ َ َ ُ َ َ ‫َُ ر‬ َ ََ ُ ُ َّ َ َ َ
“Dan Rasul berkata, „Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku telah
menjadikan al-Qur’an ini diabaikan.” (Q.S. Al Furqan ayat 30)49
Selain firman Allah Swt. Rasulullah Saw. juga menjelaskan mengenai
perumpamaan orang yang membaca al-Qur’an dengan yang tidak membaca
al-Qur’an sebagai berikut:

“Sungguh, orang yang hatinya tidak sedikit pun berisi al-Qur’an, tidak hafal
ayat-ayat al-Qur’an walau sedikit, maka ia seperti rumah ambruk.”

Orang yang tidak membaca al-Qur’an sedikit pun, dan tidak memiliki
hafalan al-Qur’an sedikit pun, maka keadaan pribadinya menjadi kosong dari
tuntunan al-Qur’an dan diibaratkan seperti rumah yang ambruk.

48
Kutubut Tis‟ah Shahih Muslim, Shalatnya musafir dan penjelasan tentang qashar, bab:
Keutamaan membaca Al-Qur‟an dan surat al Baqarah. (Pustaka Islam, nomor 1337)
49
Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Qur‟an Terjemah dan Tajwid, loc.cit, h.362

23
Sedangkan orang yang membaca al-Qur’an, maka akan terus menapaki
jalan meningkat, ia akan terus mendapat kenaikan derajat di sisi Allah sebagai
penghargaan.50

Rasulullah Saw. bersabda,

َّ ‫س بر ِن َمالِك أ‬
‫َن‬ ِ َ‫يد بر ُن ُزَريرع قَا َ َح َّدثَنَا َسعِي ٌد َع رن قَتَ َاد َة َع رن أَن‬ ُ ‫َخ َََبََن َع رم ُرو بر ُن َعلِي قَا َ َحدَّثَنَا يَِز‬ ‫أر‬
‫اَُّ َعلَري ِه َو َسلَّ َم َمثَ ُل الر ُم رؤِم ِن الَّ ِذي يَ رقَرأُ الر ُق ررآ َن َمثَ ُل‬
َّ َّ‫لل‬ َ َّ‫ا‬
َِّ ُ ‫ي قَا َ قَا َ رسو‬
َُ َّ ‫وس راۡلَ رش َع ِر‬ َ ‫أ ََ ا ُم‬
ِ ِ ِ
‫ب‬ٌ ِ‫ب َوَمثَ ُل الر ُم رؤم ِن الَّذي ََل يَ رقَرأُ الر ُق ررآ َن َك َمثَ ِل الت رَّمَرِة طَ رع ُم َها طَي‬ ٌ ِ‫ب َوِرحيُ َها طَي‬ ٌ ِ‫راۡلُتر ُر َّجة طَ رع ُم َها طَي‬
‫ب َوطَ رع ُم َها ُمٌّر َوَمثَ ُل الر ُمنَافِ ِق‬ ِ َّ ‫وََل ِريح ََلا ومثَل الرمنَافِ ِق الَّ ِذي ي رقرأُ الر ُقرآ َن َكمثَ ِل‬
ٌ ِ‫الررحيَانَة ِرحيُ َها طَي‬ َ ‫ََ ر‬ ُ ُ ََ َ َ َ
ِ ِ ِ َّ
‫يح ََلَا‬َ ‫الذي ََل يَ رقَرأُ الر ُق ررآ َن َك َمثَ ِل ا رْلَرنظَلَة طَ رع ُم َها ُمٌّر َوََل ر‬

“Telah mengkabarkan kepada kami 'Amr bin Ali, dia berkata; telah
menceritakan kepada kami Yazid bin Zurai', dia berkata; telah menceritakan
kepada kami Sa'id dari Qatadah dari Anas bin Malik bahwa Abu Musa Al
Asy'ari berkata; "Rasulullah saw. bersabda: "Perumpamaan seorang mukmin
yang membaca Al-Qur‟an adalah seperti buah Utrujah, rasanya enak dan
baunya wangi. Sedang permisalan seorang mukmin yang tidak membaca
Al-Qur‟an adalah seperti buah kurma, rasanya enak dan tidak berbau.
Permisalan orang munafik yang membaca Al-Qur‟an adalah seperti
tumbuhan Raihanah, baunya harum dan rasanya pahit. Dan permisalan
orang munafik yang tidak membaca Al-Qur‟an adalah seperti Hanzhalah
(sejenis labu), rasanya pahit dan tidak berbau.” (HR. An Nasa‟i)51

50
Wahbah Az Zuhaili, Ensiklopedia Akhlak Muslim. loc.cit, h.230
51
Kutubut Tis‟ah An Nasa‟I, Iman dan syareatnya, bab: Perumpamaan pembaca alquran,
mukmin dan munafik (Pustaka Islam, nomor 4962)

24
B. Ketenangan Jiwa
1. Pengertian ketenangan jiwa
Kata jiwa terdiri dari kata "ketenangan" dan "jiwa". Ketenangan
berasal dari kata "tenang" yang mendapat awalan "ke" dan akhiran "an"
tenang berarti diam tidak berubah-ubah (diam tidak bergerak-gerak), tidak
gelisah, tidak rusuh, tidak kacau, tidak ribut, aman dan tentram (tentang
perasaan hati, keadaan dan sebagainya). Tenang, ketentraman hati, batin,
pikiran.52 Sedangkan kata jiwa secara bahasa berasal dari kata "psyche"
yang berarti jiwa/nyawa atau alat untuk berfikir.53 Dalam bahasa Arab
sering disebut dengan "an-nafs".54 Jiwa adalah seluruh kehidupan batin
manusia yang menjadi unsur kehidupan, daya rohaniah yang abstrak yang
berfungsi sebagai penggerak manusia dan menjadi simbol kesempurnaan
manusia (yang terjadi dari hati, perasaan, pikiran dan angan-angan). Kata
jiwa juga dapat diartikan kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan
sendiri, dengan orang lain dan masyarakat, serta lingkungan dimana ia
hidup. Sehingga, orang dapat menguasai segala faktor dalam
kehidupannya dan menghindarkan tekanan-tekanan perasaan yang
membawa kepada frustasi.55
Pada umumnya, orang yang sedang menderita sakit diliputi oleh
rasa cemas dan jiwa yang tidak tenang. Selain berobat pada ahlinya, maka
membaca al-Qur’an merupakan langkah yang dapat menenangkan jiwa
yang bersangkutan.

ۡ ِ ۡ ِ ۡ ِ ِ ِِۗ ۡ ِ ِ ِ ۡ ِ َّ
٢١ ‫وب‬‫ل‬
ُ ‫ق‬ ‫ٱل‬ ‫ن‬
ُ ُ ُّ َ َ‫ئ‬ ‫م‬‫ط‬‫ت‬ َّ‫ٱ‬
َّ ِ
‫ر‬ ‫ك‬‫ذ‬ ‫ب‬ ‫ََل‬
َ ‫أ‬ َّ‫ٱ‬
َّ ِ
‫ر‬ ‫ك‬‫ذ‬ ‫ب‬ ‫م‬ُُ ُ ُّ َ َ‫ين ءَ َامنُوار َوت‬
‫وِب‬‫ل‬
ُ ‫ق‬ ‫ن‬‫ئ‬ ‫م‬‫ط‬ َ ‫ٱلذ‬

52
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, Cet. Iv, (Jakarta: Balai Pustaka, 1993), h. 927.
53
Irwanto,Dkk,Psikologi Umum,(Jakarta:Gramedia,1989), h. 3
54
Mahmud Yunus, Kamus Arab–Indonesia, (Jakarta: Yayasan Penyelenggaraan
Penerjemah/Penafsiran Al-Quran, T.Th), h. 426
55
Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental, Cet. 9, (Jakarta: Gunung Agung, 1982), h. 11-12.

25
“(yaitu) orang-orang yang beriman di hati mereka menjadi tentram
dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati
menjadi tentram.” (Q.S. Ar-Ra'ad:28)56

Dalam ayat lain Allah berfirman:

‫ َو ۡٱد ُخلِي‬٢٩ ‫َٰدي‬


ِ ‫ فَ ۡٱدخلِي ِِف ِعب‬٢١ ‫اضيةً َّم ۡر ِضيَّ ًة‬
ِ‫كر‬ِ ِ‫ ۡٱرِجعِي إِ َ َٰل رب‬٢١ ُ‫ََٰٓيَيَّتُها ٱلن َّۡفس ۡٱلم ۡطمئِنَّة‬
َ ُ َ َ َ ٓ َ ُ ُ َ َ
٣١ ‫َجن َِِّت‬
“Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhan mu dengan hati
yang ridha lagi diridha-nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah
hamba-hamba-ku, dan masuklah ke dalam surgaku.” (QS.Al- Fajr: 27-
30)57

2. Ciri-ciri jiwa yang tenang

Dalam perspektif psikologis bahwa jiwa yang sehat dalam


bentuknya yang paling sempurna adalah terciptanya “ketenangan” dan
kestabilan dalam diri seseorang sehingga menumbuhkan kepribadian yang
normal. Hal yang membedakan antara kepribadian normal dan tidak
normal bukan saja dilihat dari bentuk perilaku nyatanya sehari-hari, tetapi
juga dilihat sejauh mana tujuan dan sasaran perilaku tersebut. Perilaku
normal adalah perilaku yang bisa mewujudkan interaksi yang realistis
terhadap berbagai problem maupun pertentangan tanpa harus
menghindarinya. Dengan pengertian lain, kepribadian yang lurus dan
mempunyai integritas adalah kepribadian yang mempunyai ciri perilaku
yang kreatif dan realistis, bukan pribadi yang menghindari kenyataan atau
membiarkan dirinya terjebak dengan keadaan tersebut. Jiwa yang tenang
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:58

56
Kementerian Agama Republik Indonesia Mushaf Al-Qur‟an dan Terjemahan, loc.cit, h.
253
57
Ibid., h. 595
58
Kartini Kartono dan Jenny Andari, Hygiene Mental dan Kesehatan Mental Dalam Islam,
(Bandung: Mandar Maju, 1989), h. 4-7.

26
a. Bisa menyesuaikan diri
b. Merasa bahagia dengan dirinya sendiri
c. Merasa bahagia dengan orang lain
d. Mampu Merealisasikan diri dan bisa memanfaatkan kemampuan
e. Mampu menghadapi tuntutan hidup
f. Memiliki jiwa yang integral (mampu melaksanakan fungsi secara
sempurna sesuai dengan kepribadian yang integral dengan segala
aspeknya, baik secara jasmaniah, rasional, emosional, maupun sosial,
bisa menikmati kesehatan dan fenomena-fenomena perkembangan
jasmani serta rohani).
g. Berperilaku normal
h. Mampu hidup dengan damai.

3. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Ketenangan Jiwa

Menurut Zakiah Daradjat dan Kartini Kartono, ada beberapa


faktor yang memengaruhi ketenangan jiwa, dimana orang yang ingin
mencapai ketenangan jiwa harus memenuhi beberapa faktor tersebut,
diantaranya yaitu:
a. Faktor agama
Agama adalah kebutuhan jiwa (psychis) manusia yang akan
mengatur dan mengendalikan sikap, pandangan hidup, kelakuan dan
cara menghadapi tiap-tiap masalah. Pendidikan agama adalah unsur
terpenting dalam ketenangan jiwa, maka pendidikan agama harus
dilakukan secara intensif dalam rumah tangga, sekolah dan
masyarakat.59
Bagi jiwa yang sedang gelisah, agama akan memberikan jalan
dan siraman penenang hati. Tidak sedikit kita mendengarkan orang
yang kebingungan dalam hidupnya selama ia bergaul, tetapi setelah ia

59
Zakiah Daradjat, Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental, Cet. IV, (Jakarta:
Bulan Bintang, 1982), h. 52.

27
mulai mengenal dan menjalakan agama, ketenangan jiwa akan
datang.60
Pelaksanaan agama dalam kehidupan dapat membentengi kita
dari gangguan jiwa, karena kegelisahan, Kecemasan umumnya datang
dari ketidakpuasan atau kekecewaan-kekecewaan, sedangkan agama
dapat menolong kita untuk menerima kekecewaan sementara dengan
jalan memohon ridha Allah. Dengan jalan shalat, membaca al-Qur’an,
serta berdoa merupakan cara pelegaan batin yang akan mengembalikan
ketenangan dan ketentraman jiwa, karena semakin dekat seseorang
kepada Tuhannya. Dan semakin banyak ibadahnya, maka akan semakin
tentram jiwanya serta semakin mampu ia menghadapi kekecewaan dan
kesukaran-kesukaran dalam hidup. Dan demikian pula sebaliknya,
semakin jauh kita dari agama akan semakin susah baginya untuk
mencari ketentraman batin. 61

b. Terpenuhinya Kebutuhan-Kebutuhan Manusia


Ketenangan dalam hati dapat dirasakan apabila kebutuhan-
kebutuhan manusia, baik yang bersifat fisik maupun psikis terpenuhi.
Apabila kebutuhan tersebut tidak terpenuhi akan mengakibatkan
kegelisahan dalam jiwa yang berdampak pada terganggunya
ketenangan hidup.
Menurut Kartini Kartono kebutuhan-kebutuhan yang harus terpenuhi
oleh manusia adalah:62
1) Terpenuhinya kebutuhan pokok. Hal ini karena setiap manusia
pasti memiliki dorongan-dorongan akan kebutuhan pokok.
Dorongan-dorongan akan kebutuhan pokok tersebut menuntut
pemenuhan, sehingga jiwa menjadi tenang, dan akan menurunkan
ketegangan-ketegangan jiwa, jika kebutuhan itu terpenuhi.
2) Tercapainya kepuasan. Setiap orang pasti menginginkan kepuasan,
baik yang berupa jasmaniah maupun yang bersifat psikis. Seperti,
ingin kenyang, aman terlindung, ingin puas dalam hubungan
60
Zakiah Daradjat, Peran Agama dalam Kesehatan Mental, (Jakarta: Gunung Agung,
1970), h. 61
61
Ibid., h. 78-79
62
Kartini Kartono, Hygiene Mental dan Kesehatan Mental dalam Islam, h. 29-30
28
seksnya, ingin mendapat simpati dan diakui harkatnya. Pendeknya,
ingin puas disegala bidang.
3) Posisi dan status sosial. Setiap individu selalu berusaha mencari
posisi sosial dalam lingkungannya. Tiap manusia membutuhkan
cinta kasih dan simpati. Sebab cinta kasih dan simpati
menumbuhkan rasa diri aman, berani, optimis, percaya diri.
Berdasarkan teori di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor-
faktor yang memengaruhi ketenangan jiwa adalah faktor agama dan faktor
yang terpenuhinya kebutuhan manusia (kebutuhan pokok individu, psikis,
dan sosial).
Sebagai seorang muslim, orang yang dekat dengan agama maka
akan mendapatkan ketenangan jiwa melalui ibadah-ibadah ritual yang ia
jalani. Seperti shalat, membaca al-Qur’an, saling menjaga hubungan
sosial yang baik, dan sebagainya.
Ketenangan jiwa akan diraih jika seseorang bisa mendapatkan apa
yang ia butuhkan. Seseorang akan tenang jika fisiknya tidak terganggu,
psikisnya tidak terganggu, dan hubungan sosial dengan orang lain juga
terjaga. Namun sebaliknya, jika fisik dan psikisnya tidak sehat serta
hubungan sosialnya tidak terjaga, seseorang akan merasa tidak tenang,
seperti gelisah, cemas, khawatir, dan sebagainya.

4. Aspek-Aspek Ketenangan Jiwa

Menurut Dzakiah Daradjat, aspek-aspek ketenangan jiwa meliputi


aspek kebahagiaan, rasa kasih sayang, rasa aman, rasa harga diri, dan rasa
ingin tahu.
a. Kebahagiaan
Kebahagiaan sejati seseorang tidak bisa diukur dengan banyaknya
harta atau kekayaan, status atau pangkat sosial dalam kemasyarakatan dan
atau semua kemewahan yang dimiliki oleh seseorang. Kebahagiaan yang
sesungguhnya atau kebahagiaan yang sejati atau hakiki itu terletak pada
ketenangan jiwa seseorang. Sudah banyak orang yang kaya raya dengan

29
harta kekayaan mereka, namun kekayaan yang mereka miliki tidak bisa
menjadikan jiwa mereka menjadi tenang. Akan tetapi sebaliknya, justru
harta kekayaan yang mereka kumpulkan membuat mereka lalai, lupa dan
sibuk untuk senantiasa mengejar kekurangan, hal ini karena berapapun
harta benda dan kekayaan yang mereka miliki masih saja mereka anggap
masih kurang.
Sumber kebahagiaan sejati adalah ketenangan jiwa yang
merupakan suatu anugerah dari Allah Swt. yang sangat berharga. Setiap
orang pasti menginginkannya, namun hanya sedikit sekali orang yang
mendapatkannya. Hal ini dikarenakan banyak manusia yang melupakan
pencipta-Nya, dan melupakan zat pemberi kebahagiaan, dan melupakan
tentang zat sang pencipta yang merupakan ketenangan di dalam jiwa atau
hati yang sebenarnya.63
b. Rasa kasih sayang
Rasa kasih sayang adalah suatu sikap saling menghormati dan
mengasihi semua ciptaan Tuhan, baik makhluk hidup maupun benda mati
seperti menyayangi diri sendiri berlandaskan hati nurani yang luhur. Rasa
kasih sayang bisa didapat dari mana saja, salah satunya adalah ketika
membaca al-Qur’an. Rasa kasih sayang tersebut dirasakan oleh orang yang
membaca al-Qur’an dengan niat ikhlas, maka akan merasakan
selalu disayangi oleh Allah Swt.64

c. Rasa aman
Rasa aman adalah rasa tanpa ada kekhawatiran pada suatu hal dan
hidup tanpa ada rasa takut dengan kondisi kondusif. Hak atas rasa aman
merupakan salah satu hak asasi manusia yang paling mendasar. Setiap
manusia pasti membutuhkan hak atas rasa aman terhadap dirinya, dalam
hal ini keamanan adalah komponen penting untuk menciptakan keadaan
agar terpenuhinya hak atas rasa aman pada masyarakat yang ada.
Kebutuhan-kebutuhan akan rasa aman ini diantaranya adalah rasa aman
63
Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental, h. 33-34.
64
K. Sukardji, Agama-agama yang Berkembang di Dunia dan Pemeluknya, (Bandung:
Angkasa, 1993), h. 48-49.

30
fisik, stabilitas, ketergantungan, perlindungan dan kebebasan dari daya-
daya mengancam seperti perang, terorisme, penyakit, takut, cemas,
bahaya, kerusuhan dan bencana alam. Kebutuhan akan rasa aman berbeda
dari kebutuhan fisiologis karena kebutuhan ini tidak bisa terpenuhi secara
total..65
d. Rasa harga diri
Harga diri (self esteem) adalah pandangan keseluruhan dari
individu tentang dirinya sendiri. Penghargaan diri juga kadang dinamakan
martabat diri atau gambaran diri. Seseorang yang tidak memiliki harga diri
akan selalu merasakan rendah diri. Rendah diri yang menetap dan
berlebihan mungkin diakibatkan oleh prestasi yang buruk, depresi, dan
tindak kejahatan. Keseriusan problem ini akan tergantung bukan hanya
kepada sifat dari rasa rendah diri individu, tetapi pada kondisi lainnya.
Saat perasaan rendah diri diiringi dengan kesulitan pada masa transisi atau
problem keluarga,.66
e. Rasa ingin tahu.
Rasa ingin tahu dapat merupakan sumber dari adanya kreativitas
seseorang terhadap lingkungannya sehingga menciptakan pribadi yang
produktif dan mampu bersaing dalam perkembangan lingkungan
sekelilingnya. Dalam keseharian, rasa ingin tahu identik dengan
perkembangan kreatif seseorang yang menentukan bagaimana seseorang
tersebut dapat memberikan penjelasan mengenai apa yang ditangkapnya
dari materi pelajaran yang diberikan. Dalam perkembangannya, perasaan
ingin mengetahui segala hal yang baru ini akan menjadi modal utama bagi
seseorang untuk lebih mudah mewujudkan apa yang ada dalam benak
mereka, yaitu sebuah gagasan untuk dijadikan kenyataan. Rasa
keingintahuan yang besar adalah landasan untuk menjadi seorang dengan

65
Adeng Mukhtar Ghazali, Antropologi Agama: Upaya Memahami Keragaman
Kepercayaan, Keyakinan dan Agama, (Bandung: Alfabeta, 2011), h. 81-82.
66
K. Sukardji, Agama-agama yang Berkembang di Dunia dan Pemeluknya, h. 50-51.

31
ide-ide cemerlang, yang selanjutnya akan mempengaruhi kecerdasan
seorang anak.67
Berdasarkan teori di atas, aspek-aspek ketenangan jiwa meliputi
aspek kebahagiaan, rasa kasih sayang, rasa aman, rasa harga diri, dan rasa
ingin tahu. Seseorang merasa tenang jika mendapatkan kebahagiaan dalam
hidupnya, mendapatkan kasih sayang dari orang lain, hidup dengan aman,
dirinya dihargai dan dihormati, dan memiliki keingintahuan sehingga
mampu berkompetisi dengan orang lain melalui bakat yang dimilikinya.

C. Majelis Taklim
1. Pengertian Majelis Taklim
Sosial atau masyarakat adalah pendidikan tersier yang merupakan
pendidikan terakhir, tetapi bersifat permanen dengan pendidiknya
masyarakat itu sendiri secara sosial kebudayaan adat istiadat dan kondisi
masyarakat setempat sebagai lingkungan material. Pendidikan terutama
dalam pergaulan masyarakat banyak sekali, seperti: (a) masjid, surau atau
langgar, musholla; (b) madrasah, pondok pesantren; (c)pengajian atau
maelis taklim; (d) kursus-kursus; dan (e) badan-badan pembinaan rohani
(biro pernikahan, biro konsultasi keagamaan dan lain-lainnya). 68
Majelis taklim berasal dari dua suku kata, yaitu kata majelis dan
kata taklim. Dalam bahasa Arab kata majelis adalah bentuk isim makan
(kata tempat) kata kerja dari yang artinya tempat duduk, tempat sidang,
dewan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, majelis yaitu pertemuan
(kumpulan) orang banyak, lembaga (organisasi) sebagai wadah
69
pengajian. Kata taklim atau ta’lim dalam bahasa arab merupakan masdar

dari kata ‫ علم‬yang mempunyai arti mengajarkan.

67
Zakiah Daradjat, loc.cit, h. 38-40.
68
Abdul Kadir,dkk. Dasar-Dasar Pendidikan, (Jakarta:Prenadamedia Group, cet.3, 2015)
h.170.
69
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Kamus Besar Bahasa
Indonesia. (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, 1998), h.545

32
Dari pengertian tentang majelis taklim di atas, dapat ditarik
kesimpulan bahwa majelis merupakan tempat berkumpulnya seseorang
untuk melaksanakan kegiatan pengajaran atau pendidikan Islam untuk
mendukung pendidikan dalam masyarakat. Majelis taklim biasanya
dilaksanakan di masjid, mushalla, dan lain-lain.
2. Peranan Majelis Taklim
Majelis Taklim bila dilihat dari faktor organisasinya termasuk
organisasi pendidikan luar sekolah, yaitu pendidikan yang sifatnya non
formal, karena tidak didukung oleh seperangkat aturan akademik, lama
waktu belajar, tidak ada kenaikan kelas, buku raport, ijazah dan
sebagainya sebagaimana lembaga pndidikan formal yaitu sekolah. Pasda
umumnya, materi yang dipelajari dalam Majelis Taklim mencakup
pembacaan al-Qur’an serta tajwidnya, tafsir bersama ulum al-Qur’an,
hadits, fiqih serta usul fiqih, tauhid, dan akhlak.70
Majelis taklim mempunyai kedudukan tersendiri di tengah-tengah
masyarakat yaitu antara lain:
a. Sebagai wadah untuk membina dan mengembngkan kehidupan
beragama dalam rangka membentuk masyarakat yang bertaka kepada
Allah Swt.
b. Sebagai taman rekreasi rohaniah.
c. Wadah silaturahmi yang menghidup suburkan syiar Islam.
d. Media penyampaian gagasan-gagasan yang bermanfaat bagi kehidupan
umat dan bangsa.
B. Penelitian yang Relevan

Untuk mendukung penelitian ini, penulis mengemukakan beberapa


hasil penelitian yang relevan, antara lain:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Nova Lestari dengan judul Hubungan


Intensitas Kebiasaan Membaca Al-Qur’an dengan Fungsi Kognitif

70
Andyka Putra, Fungsi Majelis Ta‟lim dalam Penyadaran Beragama, 2014,
(www.sumber-ilmu-islam.blogspot.com).

33
Lanjut Usia di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Ciseeng
Kabupaten Bogor 2012, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013. Penelitian
ini menggunakan metode kuantitatif dengan pendekatan korelasi. Hasil
dari penelitian ini yaitu terdapat hubungan antara intensitas kebiasaan
membaca al-Qur’an dengan fungsi kognitif (p=0,0001). Penelitian ini
menggunakan sampel sebanyak 42 orang.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Imam Maula Fikri dengan judul
Pengaruh Membaca Al-Qur’an terhadap Tekanan Darah Pada Lansia
Hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Ciputat tahun 2012, Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2013. Penelitian ini menggunakan metode
kuantitatif dengan pendekatan korelasi. Hasil penelitian ini melaporkan
penurunan tekanan darah sistol dan diastol kelompok intervensi
(p<0.0,05) serta melaporkan perbedaan nilai tekanan darah yang
signifikan antara kelompok intervensi dan kelompok (p,0.0,05).
Kesimpulan penelitian ini terdapat pengaruh membaca al-Qur’an
terhadap tekanan darah pada lansia dengan hipertensi.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Mudrika Haidar dengan judul
Pengaruh Membaca Al-Qur’an Terhadap Ketenangan Jiwa di Majelis
Taklim Al-Jihad Pondok Pinang Jakarta Selatan tahun 2017, Institut
Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur’an, 2017. Penelitian ini menggunakan
metode kuantitatif. Hasil penelitian ini melaporkan taraf signifikansi
1% hasilnya (0,490 < 0,505), Ha-nya ditolak dan Ho-nya diterima. ini
berarti pada taraf signifikansi 1% tidak terdapat korelasi positif yang
signifikan antara (membaca al-Quran) dengan (ketenangan jiwa).
Maka kesimpulan yang ditarik pada penelitian ini yaitu terdapat
pengaruh positif yang sedang antara Membaca al-Quran Terhadap
ketenangan jiwa di Majelis Ta‟lim Al-Jihad Pondok Pinang, Jakarta
Selatan.

34
C. Kerangka Berpikir

Input

Munculnya Adanya Kecemasan


kegelisahan ketidaktenangan
pada jiwa

Taat pada Allah

Melaksanakan kewajiban-Nya

Process

Membaca al- Majelis Taklim


Qur’an Al-Hidayah

Meraih keutamaan membaca al-Qur’an

Mendapatkan pahala Mendapatkan rahmat dari Allah


feedback
Derajat diangkat oleh Allah Terhindar dari penyakit hati
Output

Jiwa tenang

Gambar 2.1 : (J.B. Suharjo dan B.Cahyono 2011; Ayu Efita Sari 2015;
Dorothy C. Finkelor, 2004)

Bagan di atas menjelaskan bahwa masalah pada penelitian ini


diantaranya yaitu munculnya kegelisahan, adanya ketidaktenangan pada
jiwa, kecemasan, dan sebagainya.

35
Dengan berbagai permasalahan tersebut, maka majelis taklim
merupakan salah satu wadah dapat mengatasi permasalahan-permasalahan
di atas melalui kegiatan spiritual seperti pengajian (kegiatan membaca al-
Qur’an).
Dengan mengikuti kegiatan yang ada pada majelis taklim tersebut,
masyarakat akan lebih taat pada Allah, dapat melaksanakan kewajibannya,
salah satunya yaitu dengan membaca al-Qur’an.
Apabila kegiatan tersebut telah dilaksanakan dengan baik, sesuai
tuntunan yang diajarkan oleh Rasulullah Saw., maka masyarakat akan
meraih keutamaan membaca al-Qur’an. Diantaranya yaitu mendapatkan
pahala, mendapatkan rahmat dari Allah Swt., derajat diangkat oleh Allah
Swt., terhindar dari penyakit hati, hingga mendapatkan ketenangan jiwa.

D. Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan


masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan
dalam bentuk kalimat pertanyaan.

Dengan demikian hipotesis yang mempunyai peran untuk


memberikan tujuan yang tegas bagi peneliti, membantu menentukan arah
yang ditempuhdan menghindari suatu penelitian yang tidak terarah dan
tidak bertujuan. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:

H0 : Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara membaca al-


Qur’an terhadap ketenangan jiwa jamaah Majelis Taklim Al-Hidayah
Pondok Pinang Kebayoran Lama Jakarta Selatan.

Ha : Terdapat hubungan yang signifikan antara membaca al-


Qur’an terhadap ketenangan jiwa jamaah Majelis Taklim Al-Hidayah
Pondok Pinang Kebayoran Lama Jakarta Selatan.

36
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Pondok Pinang. Jalan H.Eman, RT
001/RW006 Pondok Pinang Jakarta Selatan.
2. Waktu Penelitian
Waktu penulisan tugas akhir ini sejak bulan Juli 2017 hingga
April 2019. Sedangkan waktu penelitian dilakukan pada saat sejak
awal bulan Agustus 2018 hingga awal bulan Maret 2019.

B. Metode Penelitian

1. Metode Penelitian
Secara umum, metode penelitian diartikan sebagai cara ilmiah
untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. 71 Metode
penelitian merupakan salah satu langkah yang penting dalam suatu
penelitian ilmiah.
Menurut Sugiyono dalam Metode Penelitian Pendidikan Pada
penelitian kali ini, penulis menggunakan metode kuantitatif. Metode
penelitian kuantitatif merupakan metode penelitian yang berdasarkan pada
filsafat positivisme. Metode ini digunakan untuk meneliti pada sampel
atau populasi. Teknik kuantitatif biasanya dilakukan secara random.
Pengumpulan data ini menggunakan instrumen penelitian berupa angket
pertanyaan, untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan pendekatan
korelasional, yang bertujuan untuk melihat hubungan antara satu variabel

71
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D,
(Bandung : Alfabeta, 2013), h. 3

37
dengan variabel yang lain. Dimana variabel X pada penelitian ini adalah
membaca al-Qur’an dan variabel Y adalah ketenangan jiwa.

C. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas
obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu
yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya.72
Dalam penelitian ini, peneliti mengambil populasi dari
jama‟ah Majelis Taklim Al-Hidayah Pondok Pinang Jakarta
Selatan. Populasi jama‟ah Majelis Taklim ini sejumlah 20 orang.

2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang
dimiliki oleh populasi tersebut.73 Bila peneliti memiliki
keterbatasan dalam meneliti semua yang ada pada populasi, maka
peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi
tersebut.
Untuk menentukan sampel yang diambil, peneliti
menggunakan teknik samping jenuh. Menurut Sugiyono, teknik
sampling jenuh yaitu teknik penentuan sampel bila semua anggota
populasi digunakan sebagai sampel.74 Biasanya penggunaan teknik
ini disebabkan karena jumlah populasi sedikit, kurang dari 30
orang. Karena populasi pada penelitian ini sejumlah 15 orang
(kurang dari 30 orang), maka penelitian ini menggunakan teknik
sampling jenuh.

72
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D,
(Bandung : Alfabeta, 2013), h. 117
73
Ibid, h. 118
74
Ibid, h. 124

38
3. Variabel Penelitian
Secara teoritis, variabel dapat didefinisikan sebagai atribut
seseorang, atau obyek, yang mempunyai “variasi” antara satu orang
dengan yang lain, atau satu obyek dengan obyek yang lain.75 Variabel
merupakan atribut dari suatu bidang keilmuan atau kegiatan tertentu.
Dikatakan variabel dikarenakan memiliki variasi.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua variabel, yaitu
variabel independen/variabel bebas (x) dan variabel dependen/variabel
terikat (y). Adapun variabel independen yaitu kegiatan membaca al-Qur’an
dan variabel dependen yaitu ketenangan jiwa.
Berdasarkan teori di atas, variabel x pada penelitian ini berkaitan
dengan suatu kegiatan (membaca al-Qur’an). Dan variabel y yang
berkaitan dengan bidang keilmuan (Pendidikan Agama Islam dan ilmu
psikologi).

D. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini,


peneliti menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
1. Observasi
Observasi yaitu melakukan pengamatan secara langsung
terhadap objek penelitian guna mendapatkan data yang akurat. Teknik
pengumpulan data dengan observasi digunakan bila penelitian
berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam
dan bila responden yang diamati tidak terlalu besar.76
Dengan teknik observasi, peneliti akan memperoleh hasil
berupa tempat, objek, perbuatan, pelaku, waktu, dan sebagainya.
Peneliti juga akan memperoleh gambaran realistik perilaku atau
kejadian, jawaban dari pertanyaan yang disampaikan kepada

75
Ibid, h. 60
76
Ibid., h.203

39
responden, pemahaman tentang perilaku manusia, dan peneliti juga
dapat mengevaluasi apa yang ia teliti tersebut.
Observasi ini dilakukan untuk mengumpulkan data tentang
gambaran umum seputar kegiatan membaca al-Qur’an di Majelis
Taklim Al-Hidayah Pondok Pinang Jakarta Selatan.
2. Wawancara
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila
peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan
permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin
mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah
respondennya sedikit/kecil. Teknik pengumpulan data ini
mendasarkan diri pada laporan tentang diri sendiri atau self-report,
atau setidak-tidaknya pada pengetahuan dan atau keyakinan pribadi.
Wawancara dapat dilakukan secara terstruktur maupun tidak
terstruktur, dan dapat dilakukan melalui tatap muka atau (face to face)
maupun dengan menggunakan telepon. Pada penelitian ini, teknik
pengumpulan data yang peneliti gunakan yaitu wawancara tidak
terstruktur.
Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang bebas
dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah
tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya.77
Pedoman wawancara yang digunakan pada wawancara tidak
terstruktur hanya berupa garis besar tentang masalah yang akan
ditanyakan.
Wawancara tidak terstruktur pada umumnya akan mendapatkan
informasi awal tentang bebagai masalah yang ada pada objek
penelitian, sehingga peneliti dapat menentukan masalah apa yang
harus diteliti

77
Ibid, h.197

40
3. Dokumentasi
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.
Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya
monumental dari seseorang.78 Dokumen yang berbentuk tulisan
misalnya sejarah berdirinya Majelis Taklim Al-Hidayah Pondok
Pinang Jakarta Selatan, nama-nama para jama’ah, dan lain-lain.
Dokumen yang berbentuk gambar misalnya foto kegiatan membaca
al-Qur’an di Majelis Taklim Al-Hidayah.
Melalui dokumentasi, peneliti akan mendapatkan data-data atau
berbagai dokumen yang berkaitan dengan masalah yang diteliti
sebagai pelengkap hasil wawancara. Seperti sejarah berdirinya Majelis
Taklim Al-Hidayah, nama-nama para jama‟ah, dan lain-lain.
4. Angket
Yaitu teknik pengumpulan data dalam bentuk pertanyaan atau
pernyataan. Dengan merujuk pada kisi-kisi instrumen yang telah
dibuat. Dalam penelitian ini, peneliti membuat angket sebanyak 50
pertanyaan, 25 butir soal untuk variabel x dan 25 butir soal untuk
variabel y.
Pada angket ini, jawaban setiap butir soal menggunakan skala
Likert. Dimana skala tersebut digunakan untuk mengukur sikap,
pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang
fenomena sosial.79
Angket yang menggunakan skala Likert, memiliki empat pilihan
alternatif, yakni Selalu, Sering, Kadang-Kadang, dan Tidak Pernah.
Pernyataan-pernyataan yang disajikan ada yang bersifat favorable
(positif) dan non-favorable (negatif).

78
Ibid., h.329
79
Ibid., h.134

41
Tabel 3.1
Skor Jawaban Pertanyaan Angket
Pernyataan Favorable Pernyataan Non-Favorable
Jawaban Skor Jawaban Skor
Selalu 4 Selalu 1
Sering 3 Sering 2
Kadang-Kadang 2 Kadang-Kadang 3
Tidak Pernah 1 Tidak Pernah 4

a. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk
mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati. Secara
spesifik semua fenomena ini disebut variabel penelitian. Instrumen-
instrumen yang digunakan untuk mengukur variabel dalam ilmu alam
sudah banyak tersedia dan telah diuji validitas dan reliabilitasnya.80
Berikut merupakan kisi-kisi instrumen penelitian tentang
kegiatan membaca al-Qur’an (x) dan ketenangan jiwa (y).
Tabel 3.2
INSTRUMEN PENELITIAN
Butir
No. Variabel Sub Pokok Indikator
Soal
VARIABEL Definisi al-Qur’an Meyakini kitab 1
(x) Kegiatan dan hukum suci al-Qur’an.
Membaca membacanya
al-Qur’an Meyakini
kewajiban
membaca al-
Qur’an sesuai 2
kaidah tajwid

Keutamaan dan Merasakan 8


manfaat membaca keutamaan dan
al-Qur’an manfaat dari
membaca al-

80
Ibid, h. 148

42
Qur’an (sebagai
petunjuk,
membawa
kebahagiaan,
sebagai obat
dan penambah
pahala)
Adab membaca al- Bersungguh hati 2
Qur’an dan ikhlas
dalam membaca
al-Qur’an

Meninggalkan
perbuatan yang 2
sia-sia ketika
membaca al-
Qur’an

Menghadap ke
arah kiblat 1
ketika membaca
al-Qur’an

Membaca al- 1
Qur’an dalam
keadaan
berwudhu

Membaca
Ta’awwudz 1
sebelum
membaca al-
Qur’an.

Membaca al-
Qur’an dengan 1
Tartil, tanpa
terburu-buru

Membaca do’a
Setelah 1
membaca al-
Qur’an.
Kebiasaan membaca Memiliki 2
al-Qur’an semangat yang
tinggi dalam

43
membaca al-
Qur’an

Mempelajari isi 1
kandungan al-
Qur’an.

Meyakini 2
bahwa orang
yang
meninggalkan
al-Qur’an akan
berada dalam
kegelapan.
VARIABEL Ciri-ciri jiwa yang Mampu 2
(y) tenang menyesuaikan
Ketenangan diri terhadap
Jiwa lingkungan

Mampu
mengatasi 2
masalah

Merasa bahagia 3
dengan diri
sendiri

Merasa bahagia
bersama orang 3
lain

Hidup dengan
damai 4
Faktor-faktor yang Mampu 2
memengaruhi mengatasi
ketenangan jiwa masalah sesuai
dengan tuntunan
agama

Mampu
mengendalikan 2
sikap atau
emosi

Mampu
menjaga 2

44
hubungan sosial
dengan baik
terhadap orang
lain
Aspek-aspek Merasa bahagia 1
ketenangan jiwa dalam menjalani
kehidupan

Mendapatkan
kemananan 2
dalam menjalani
kehidupan

Merasa percaya
diri dalam 2
bersosial

b. Uji Coba Instrumen

Sebelum melakukan penelitian, peneliti melakukan uji validitas


dan uji reliabilitas terlebih dahulu. Setelah data yang dibutuhkan
terkumpul, selanjutnya dipilih butir-butir soal yang valid dan reliabel.
1) Validitas Instrumen
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-
tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Instrumen
dikatakan valid apabila instrumen tersebut telah sesuai mengukur
apa yang hendak diukur.81
Selain itu, untuk mendapatkan instrumen yang valid
dilakukan dengan uji coba. Dari hasil uji coba instrumen
diperoleh harga koefisien korelasi antara jumlah skor setiap item
(X), dengan jumlah skor keseluruhan item (Y). Dengan rumus
product moment seperti di bawah ini:

81
Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta; PT. Raja Grafindo persada,
2010), Cet. Ke-XXII, h.206

45
Keterangan:
rxy = Angkat indeks korelasi “r” product moment
N = Number of Cases (jumlah data)
∑xy = Jumlah hasil perkalian antara skor X dan skor
Y
∑x = Jumlah hasil skor X
∑y = Jumlah hasil skor Y 82

Hasil perhitungan setiap butir tersebut akan


dikonsultasikan dengan “r” tabel, dengan ketentuan jika “r”
hitung lebih besar dari “r” tabel (rhitung > rtabel) maka butir
tersebut dinyatakan valid dan dapat digunakan untuk menjaring
data yang dibutuhkan. Sebaliknya, jika “r” tabel lebih kecil dari
“r” hitung, maka variabel tersebut tidak valid dan tidak dapat
digunakan untuk menjaring data. Hasil output validitas soal pada
penelitian ini menggunakan Ms.Excel 2013 dan tabulasi data hasil
perhitungan Ms.Excel dapat dilihat pada tabel lampiran.

2) Reliabilitas Instrumen

Reliabilitas menunjukkan pada satu pengertian bahwa suatu


instrumen dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat
pengumpul data karena instumen tersebut sudah baik. Untuk
menguji reliabilitas instumen agar dapat dipercaya, peneliti
menggunakan rumus yang ada pada Statistic Product and Service
Solution (SPSS). (Scale-Reliability)

E. Teknik Analisis Data

Pada penelitian kuantitatif, analisis data merupakan kegiatan


setelah data dari seluruh reponden atau sumber data lain terkumpul.
Kegiatan dalam analisis data adalah mengelompokkan data berdasarkan

82
Ibid, h.206

46
dan jenis responden, mentabulasi data berdasarkan variabel dari seluruh
responden, menyajikan data tiap variabel yang diteliti, melakukan
perhitungan untuk menjawab rumusan masalah, dan melakukan
perhitungan untuk menguji hipotesis yang telah diajukan. Adapun teknik
analisa data sebagai uji prasyarat adalah:
1. Uji Normalitas
Selain uji validitas dan uji reliabilitas, ada satu pengujian yang
biasa diterapkan pada sampel terlebih dahulu sebelum pengujian
hipotesis, yaitu uji normlaitas atau biasa dikenal juga dnegan uji
asumsi.83 Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data
berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas pada penelitian ini
menggunakan SPSS dengan metode uji Kolmogorov-Smirnov.
2. Uji Homogenitas

Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui varian


populasi data apakah antara dua kelompok atau lebih data memiliki
varian yang sama atau berbeda.84 Uji homogenitas dalam penelitian
ini menggunakan rumus yang ada pada SPSS. (Analyze-compare
means dan one way anova).
Berikut adalah dasar pengambilan keputusan dalam uji
homogenitas:85
a) Jika signifikansi < 0,05 maka varian kelompok data tidak homogen
b) Jika signifikansi > 0,05 maka varian kelompok data homogen

83
Sufren dan yonathan Natanael, Mahir Menggunakan SPSS secara Otodidak. (Jakarta:
Publisher Elex Media Komputindo, 2013)
84
Duwi Priyatno, SPSS 22: Pengolahan Data Terpraktis, (Yogyakarta: Andi Offset,
2014), h.134
85
Sahid Raharjo, SPSS Indonesia Olah Data Statistik dengan SPSS; Cara Melakukan Uji
Homogenitas dengan SPSS, 2014, (wwww.spssindonesia.com)

47
F. Teknik Pengolahan Data dan Pengujian Hipotesis
1. Teknik Pengolahan data
Untuk memperoleh data dalam penulisan ini, penulis melakukan
langkah-langkah sebagai berikut:

a. Editing, yaitu memeriksa kembali jawaban daftar pertanyaan yang


diserahkan oleh responden. Kemudian angket tersebut diperiksa
satu persatu, tujuannya untuk mengurangi kesalahan atau
kekurangan yang ada pada daftar pertanyaan yang telah
diselesaikan. Jika ada jawaban yang diragukan atau tidak dijawab,
maka penulis menghubungi responden yang bersangkutan untuk
menyempurnakan jawabannya.
b. Skoring, yaitu tahap pemberian skor terhadap butir-butir
pertanyaan yang terdapat dalam angket.
c. Tabulating, yaitu setelah diketahui setiap indikatornya, maka
seluruh data tersebut ditabulasikan dalam sebuah tabel untuk
kemudian diketahui perhitungannya.
2. Pengujian Hipotesis
Data yang diperoleh dalam penelitian ini, selanjutnya akan
diolah dengan menggunakan analisis statistik dengan menggunakan
koefisien korelasi product moment (rxy atau rhitung), guna
membandingkan hasil pengukuran dua variabel yang berbeda agar
dapat diketahui tingkat hubungan antara dua variabel tersebut. Peneliti
menggunakan rumus yang ada pada SPSS. (Analyze-Correlate-
bivariate).
Dengan dasar pengambilan keputusan uji korelasi sebagai
berikut:86
a. Berdasarkan nilai signifikasi:
Jika nilai signifikasi < 0.05, maka terdapat korelasi antara
variabel (x) dengan variabel (y). Sebaliknya, jika nilai signifikasi >

86
Ibid., (wwww.spssindonesia.com)

48
0.05, maka tidak terdapat korelasi antara variabel (x) dengan
variabel (y).
b. Berdasarkan pedoman derajat hubungan:
Pedoman derajat hubungan ini mengacu pada pearson
correlation atau product moment.
Tabel 3.3
Interpretasi Data
Besarnya
“r” Product Interpretasi
Moment (rxy)
0,00-0,20 Antara Variabel X dan variabel Y memang
terdapat korelasi, akan tetapi korelasi itu sangat
lemah atau sangat rendah sehingga korelasi itu
diabaikan (dianggap tidak ada korelasi atau
pengaruh antara variabel X dan variabel Y)
0,20-0,40 Antara variabel X dan variabel Y terdapat
korelasi yang lemah atau rendah
0,40-0,70 Antara variabel X dan variabel Y terdapat
korelasi yang sedang atau cukup
0,70-0,90 Antara variabel X dan variabel Y terdapat
korelasi yang kuat atau tinggi
0,90-1,00 Antara variabel X dan variabel Y terdapat
korelasi yang sangat kuat atau sangat tinggi

G. Hipotesis Statistik

Hipotesis statistika adalah hipotesis berupa simbol statistika dan


matematika. Dalam hipotesis, terdapat hipotesis nihil dan hipotesis
alternatif. Hipotesis nihil atau nol hipotesis (Ho) adalah hipotesis yang
menyatakan “ketiadaan” atau tidak ada hubungan antarvariabel.

49
Hipotesis Alternatif (Ha/H1) adalah hipotesis yang menyatakan
“keadaan” atau adanya hubungan antar variabel. Setiap pernyataan yang
diketahui dari status penelitian atau permasalahan, selalu tempatkan pada
H1 (Hipotesis Alternatif) dan Ho adalah merupakan kebalikannya.87

87
Albert Kurniawan, Belajar Mudah SPSS untuk Pemula. (Yogyakarta: Mediakom, 2009)

50
BAB V
KESMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian serta pengujian hipotesis yang telah
dilakukan, maka peneliti menyimpulkan bahwa hubungan antara variabel
membaca al-Qur’an dan ketenangan jiwa lemah dan tidak signifikan. Artinya
hubungan membaca al-Qur’an terhadap ketenangan jiwa sedikit atau rendah.
Hasil penelitian yang tidak signifikan tersebut disebabkan oleh
beberapa faktor, diantaranya yaitu kuranganya kesungguhan dari beberapa
jamaah dalam melaksanakan kegiatan membaca al-Qur’an. Para jamaah
kurang memerhatikan adab membaca al-Qur’an, sehingga manfaatnya tidak
terserap.
Hal diatas bertolak belakang dengan kajian teori yang menjelaskan
bahwa adab membaca al-Qur’an harus diperhatikan dan dijalankan dengan
sungguh-sungguh, agar manfaat membaca al- Qur’an dapat dirasakan oleh
umat muslim, salah satunya yaitu mendatangkan ketenangan jiwa.

B. Implikasi

Secara keseluruhan, apabila kegiatan membaca al-Qur’an dilakukan


dengan baik oleh para jama‟ah majelis taklim, sesuai dengan adab membaca
al-Qur’an, maka ketenangan jiwa para jama‟ah majelis taklim akan
mengalami perkembangan. Namun jika kegiatan membaca al-Qur’an yang
dilakukan tidak sesuai dengan adab, maka ketenangan jiwa para jama‟ah tidak
mengalami tercapai.
Tidak hanya itu, pengajar juga harus menanamkan nilai-nilai adab
dalam membaca al-Qur’an kepada para jama’ah. Setelah penanaman nilai-
nilai tersebut terserap pada diri anak didik.

C. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, maka saran


yang diberikan peneliti untuk meningkatkan kegiatan membaca al-Qur’an di
Majelis Taklim Al-Hidayah, sebagai berikut:

65
1. Bagi Jama‟ah
Melihat banyaknya manfaat dari membaca al-Qur’an, maka jama’ah
diharapkan tetap melaksanakan kegiatan tersebut serta meningkatkan
kegiatan tersebut agar lebih baik lagi. Selain itu, para Jama’ah diharapkan
tememiliki kesadaran untuk memerhatikan adab dalam membaca al-
Qur’an.

2. Bagi Majelis Taklim


Majelis Taklim hendaknya dapat terus melestarikan kegiatan membaca al-
Qur’an sebagai sarana dalam membangun ketenangan jiwa.
3. Bagi Pengajar
Bagi pengajar, hendaknya untuk lebih mengarahkan dan memotivasi para
jama’ah dalam meningkatkan semangatnya untuk membaca al-Qur’an dan
menjaga adab membaca al-Qur’an.

66
DAFTAR PUSTAKA

Sari, Ayu Efita. Pengaruh Pengamalan Dzikir Terhadap Ketenangan Jiwa di


Majelisul Dzakirin Kamulan Durenan Trenggalek.(Tulungagung: IAIN
Tulungagung. 2015).

Haryanto. S. Psikologi Shalat :Kajian Aspek-aspek Psikologis Ibadah Shalat.


(Yogyakarta : Mitra Pustaka. 2002)

Suharjo, J.B dan B. Cahyono. Meraih Kekuatan Penyembuhan Diri yang Tak
Terbatas. (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. 2011)

Finkelor, Dorothy C. Bagaimana Emosi Berperan Dalam Hidup Anda.


Kebencian. Kecintaan Dan Ketakutan Kita. (Yogyakarta: Zenit Publister.
2004)

Mulyadi. Kecemasan dan Psikoterapi Islam: Model Psikoterapi al-Qur’an dalam


Menanggulangi Kecemasan Santri Lembaga Tinggi Pesantren Luhur dan
Pondok Pesantren Baiturrahmah di Kota Malang. (Malang: t.p. t.t.)

Adi. Hubungan antara Keterangan Menjalankan Sholat dengan Kecemasan pada


Para Siswa Kelas III SMA Muhammadiyah Magelang. (Yogyakarta:
Fakultas Psikologi UGM. 1985)

Mubarok, Achmad. Jiwa dalam Al-Qur’an: Solusi Krisis Keruhanian Manusia


Modern. (Jakarta: Paramedina. 2000)

Rajab, Khairunnas. Obat Hati. (Yogyakarta: Pustaka Pesantren. 2010).

Tolchah, Moch. Aneka Pengkajian Studi Al-Qur’an. (Yogyakarta: LKiS Pelangi


Aksara. 2016)

Kementerian Agama Republik Indonesia. Mushaf Al-Qur’an dan Terjemahannya.


(Jakarta: Lentera Optima Pustaka: 2017).

Wahidi, Ridhoul. Maksum, M. Syukron. Beli Surga dengan al-Qur’an: Kumpulan


Dalil dan Kisah Luar Biasa Pembaca dan Penghafal al-Qur’an.
(Yogyakarta: Mutiara Media. 2010).

Arif, Syamsudin. Al-Qur’an dan Serangan Orientalis. (Al Insan. vol.1. 2005).

67
Shihab, M. Quraisy. Tafsir al-Mishbah. Pesan. Kesan dan Keserasian al-Quran.
Vol. 13. (Jakarta: Lentera Hati. 2004).

Kementerian Agama Republik Indonesia. Mushaf Al-Qur’an dan Terjemahan.


loc.cit.

Sayid Qutb, As-Syahid. Tafsir Fi Zhilalil Quran. terj. As’ad Yasin dan Abdul
‘Aziz Salim Basyarahil. (Jakarta: Gema Insani Press. 2001). Jilid 12.

Ar-Rifa’i, Muhammad Nasib. Kemudahan dari Allah.

Kementerian Agama Republik Indonesia. Al-Qur’an dan Tafsirnya (Edisi yang


Disempurnakan). (Jakarta: Widya Cahaya. 2011).

al-Ja’fiy, Al-Imam Abi Abdillah Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin
Mughirah bin Bard Dzabah al-Bukhari. Shahih Bukhari. Jus V.
(Semarang: al-Maktabah Thoha Putra. t.t).

Kutubut Tis’ah Shahih Muslim. Shalatnya musafir dan penjelasan tentang qashar.
bab: Keutamaan membaca Al-Qur'an dan surat al Baqarah. (Pustaka Islam.
nomor 1337)

Az Zuhaili, Wahbah. Ensiklopedia Akhlak Muslim. (Jakarta: Mizan Media Utama.


cet.1. 2013).

Yani, Ahmad. 160 Materi Dakwah Pilihan. (Jakarta: Al Qalam. 2006. cet.6).

Kementerian Agama Republik Indonesia. Al-Qur’an Terjemah dan Tajwid.


(Bandung: PT. Cordoba Internasional Indonesia). cet.1. 2012).

Kementerian Agama Republik Indonesia. Al-Qur’an dan Tafsirnya (Edisi yang


Disempurnakan). loc.cit. h.654

Kementerian Agama Republik Indonesia. Mushaf Al-Qur’an dan Terjemahan.


loc.cit. h.538

Kementerian Agama Republik Indonesia. Al-Qur’an dan Tafsirnya (Edisi yang


Disempurnakan). loc.cit. h.9

Al Qattan, Manna Khalil. Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an oleh Mudzakir AS. (Bogor:
Pustaka Litera Antar Nusa. 2013).

68
Kutubut Tis’ah Shahih Muslim. Shalatnya musafir dan penjelasan tentang
qashar. bab Keutamaan orang yang mahir dalam membaca al-Qur'an dan
orang yang terbata-bata (Pustaka Islam. nomor 1329)

Shabir, Muslich. Terjemah Riyadhus Shalihin II. (Semarang: PT.Karya Toha


Putra. 2004).

Kutubut Tis’ah Shahih Bukhari. Keutamaan Al-Qur’an. bab: Iri dengan Ahli Al-
Qur’an. (Pustaka Islam. nomor 4637)

As Samarqandi, Al Faqih Az Zahid Abul Laits Nashr bin Ibrahim. Nasehat bagi
yang Lalai. terj.dari Tanbihul Ghafilin oleh Abu Juhaidah. (Jakarta:
Pustaka Amani. 1999).

Al-Kahil, Abdud Daim. Easy Metode Mudah Menghafal Al-Quran. (Etoz


Publishing. 2010)

Toyib, Arifin. Hikmatut Tasyri’; Menyingkap Hikmah di Balik Perintah Ibadah


(Yogyakarta: Qudsi Media. 2015).

Katsir, Ibnu. Fadhail Al-Qur’an; Keajaiban dan Keistimewaan Al-Qur’an.


Jakarta: Pustaka Azzam. 2012).

Amrullah, Fahmi. Ilmu Al-Quran untuk Pemula. (Jakarta: CV Artha Rivera.


2008).

Az Zuhaili, Wahbah. Ensiklopedia Akhlak Muslim.

Kutubut Tis’ah Shahih Muslim. Shalatnya musafir dan penjelasan tentang qashar.
bab: Keutamaan membaca Al-Qur'an dan surat al Baqarah. (Pustaka Islam.
nomor 1337)

Kutubut Tis’ah An Nasa’I. Iman dan syareatnya. bab: Perumpamaan pembaca


alquran. mukmin dan munafik (Pustaka Islam. nomor 4962)

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa. Kamus


Besar Bahasa Indonesia. Cet. Iv. (Jakarta: Balai Pustaka. 1993)

Irwanto.Dkk.Psikologi Umum.(Jakarta:Gramedia.1989).

Yunus, Mahmud. Kamus Arab–Indonesia. (Jakarta: Yayasan Penyelenggaraan


Penerjemah/Penafsiran Al-Quran. T.Th).

Daradjat Zakiah. Kesehatan Mental. Cet. 9. (Jakarta: Gunung Agung. 1982).

69
Kementerian Agama Republik Indonesia Mushaf Al-Qur’an dan Terjemahan.

Kartono, Kartini dan Jenny Andari. Hygiene Mental dan Kesehatan Mental
Dalam Islam. (Bandung: Mandar Maju. 1989)

Daradjat, Zakiah. Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental. Cet. IV. (Jakarta:
Bulan Bintang. 1982)

Daradjat, Zakiah. Peran Agama dalam Kesehatan Mental. (Jakarta: Gunung


Agung. 1970)

Kartono, Kartini. Hygiene Mental dan Kesehatan Mental dalam Islam.

Sukardji, K. Agama-agama yang Berkembang di Dunia dan Pemeluknya.


(Bandung: Angkasa. 1993). h. 48-49.

Ghazali, Adeng Mukhtar. Antropologi Agama: Upaya Memahami Keragaman


Kepercayaan. Keyakinan dan Agama. (Bandung: Alfabeta. 2011)

Sukardji, K. Agama-agama yang Berkembang di Dunia dan Pemeluknya.

Kadir, Abdul.dkk. Dasar-Dasar Pendidikan. (Jakarta:Prenadamedia Group. cet.3.


2015)

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Kamus Besar


Bahasa Indonesia. (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia. 1998)

Putra, Andyka. Fungsi Majelis Ta’lim dalam Penyadaran Beragama. 2014.


(www.sumber-ilmu-islam.blogspot.com).

Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif. Kualitatif dan


R&D. (Bandung : Alfabeta. 2013)

Sudijono, Anas. Pengantar Statistik Pendidikan. (Jakarta; PT. Raja Grafindo


persada. 2010). Cet. Ke-XXII.

Sufren dan Yonathan Natanael. Mahir Menggunakan SPSS secara Otodidak.


(Jakarta: Publisher Elex Media Komputindo. 2013)

Priyatno, Duwi. SPSS 22: Pengolahan Data Terpraktis. (Yogyakarta: Andi


Offset. 2014). h.134

70
Raharjo, Sahid. SPSS Indonesia Olah Data Statistik dengan SPSS; Cara
Melakukan Uji Homogenitas dengan SPSS. 2014.
(wwww.spssindonesia.com)

Kurniawan, Albert. Belajar Mudah SPSS untuk Pemula. (Yogyakarta: Mediakom.


2009)

71

Anda mungkin juga menyukai