Anda di halaman 1dari 10

Adopsi Teknologi Anjuran Produksi Bibit Jeruk Keprok SoE

(Citrus reticulata Blanco) Berlabel Biru dalam Polibag di Kabupaten TTS-NTT


(Adoption of Recommended Technology of Blue Labeled Seed Production
of SoE Orange (Citrus reticulata Blanco) in Polybags in TTS-NTT District)
1) 1) 1) 2)
Arry Supriyanto , Joko Susilo Utomo , Zainuri Hanif dan Helena da Silva
Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika Jl. Raya Tlekung, Batu, East Java,
Indonesia, PO Box 22 Telp. +62341592683, Fax. 62341593047,
2)
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Provinsi NTT
E-mail: arry_supriyanto@ yahoo.com

Abstrak
Ketidakberhasilan pengembangan sentra produksi jeruk keprok SoE selama satu dekade
yang lalu selain disebabkan oleh sulitnya memperoleh bibit yang bermutu juga pemeliharaan
pohon pasca tanam yang tidak optimal. Dalam pengembangan kawasan agribisnis jeruk di
kabupaten SoE yang telah dimulai pada tahun 2010 menuntut dukungan penangkar bibit
tangguh yang mampu menghasilkan bibit jeruk berlabel biru bermutu prima. Tujuan
pengkajian ini adalah meningkatkan pengetahuan/ketrampilan serta tingkat adopsi teknologi
anjuran oleh penangkar dalam memproduksi bibit jeruk berlabel biru dalam
polibag.Pembinaan dilakukan terhadap 4 kelompok penangkar bibit yang masing-masing
beranggotakan 4-8 penangkar dengan total 22 penangkar bibit jeruk keprok SoE yang
berbisnis pembibitan di kecamatan Mollo utara dan tengah, Kabupaten TTS-NTT.
Pendampingan penerapan teknologi anjuran dilakukan dengan membangun demo plot,
pelatihan, asistensi penerapan teknologi anjuran dan penguatan kelembagaan penangkar.
Pembinaan dilakukan oleh tim peneliti Balitjestro, BPTP NTT dan petugas teknis Diperta
kabupaten SoE termasuk Pengawas Benih Tanaman (PBT) dari BPSB. Demoplot sekitar 1
ha telah dibangun di lokasi pembibitan milik kelompok penangkar Karya Mandiri Sejahtera di
desa Oinlasi Kecamatan Mollo Utara. Pelatihan teknologi pembibitan jeruk telah
diselenggarakan dua kali masing-masing oleh BPTP tahun 2013 dan oleh Dinas Pertanian
NTT tahun 2014. Dua petugas pengelola BPMT Bentuka dan Oenale serta empat ketua
kelompok penangkar telah melakukan studi banding ke Balitjestro; sedangkan asistensi
telah dilakukan oleh tim peneliti Balitjestro dan BBPT NTT bergantian 2-3 kali per tahun
sekaligus melakukan pembinaan dan penguatan kelembagaan kelompok penangkar.
Evaluasi tingkat adopsi teknologi anjuran oleh penangkar bibit dilakukan dengan
melaksanakan survei sebelum dan setelah pembinaan menggunakan daftar pertanyaan
yang dipersiapkan sebelumnya.Komponen teknologi utama anjuran yang dievaluasi meliputi
penggunaan polibag (35%) persemaian benih yang benar (10%), seleksi semaian nuselar
(20%), mata tempel dari BPMT(15%), okulasi (10%) dan tingkat pemeliharaan (10%).
Tingkat adopsi teknologi anjuran keseluruhan untuk semua kelompok penangkar berkisar
84,0-86,1% dengan rata-rata 85,2% atau meningkat sekitar 48,1% dari kondisi awal tahun
sebelumnya. Tahun 2014 adalah pertama kali bagi Kabupaten TTS mampu memenuhi
kebutuhan 32.000 bibit jeruk keprok SoE berlabel biru dalam polibag untuk pengembangan
kawasan agribisnis jeruk seluas 128 ha dan terus berusaha menjamin keberlanjutan
produksinya untuk tahun-tahun selanjutnya.
Kata kunci: Jeruk, Agribisnis, Pembibitan, Teknologi, Adopsi
Absract
The failure in developing production centers of SoE orange during the past decade is caused
by the difficulty of obtaining qualified seeds and not optimal maintenance of post-planting
trees. In the area of citrus agribusiness development in SoE district that has been started in
2010 demanding support of strong nurserymen who are able to produce a blue-labeled citrus
seedlings with prime quality. The purpose of this study is to increase the knowledge / skills
and the adoption level of the nurserymen on a recommended technology for producing citrus
seedlings labeled blue in polybags. Upgrading was conducted on 4 groups of nurserymen,
each consisting of 4-8 nurserymen with a total of 22 SoE orange nurserymen who were
businessmen in nursery in northern and central Mollo subdistrict, TTS-NTT District.
Supervision for the implementation of recommended technology was done by making
1167
demonstration plots, training, advising, and strengthening a nursery institution. Upgrading is
performed by a team of ICSFRI (Balitjestro) researchers, Assessment Institute for
Agricultural Technology (AIAT) NTT and technical personnel of Diperta in SoE districts
including Plant Seeds Supervisor (PBT) of BPSB. Demoplot about 1 ha has been built in the
location of the seeding of Karya Mandiri Sejahtera nursery group own in Oinlasi village,
North Mollo subdistrict. Training on citrus seed technology had been held twice each by the
AIAT NTT in 2013 and Diperta NTT in 2014. Two officers of BPMT in Bentuka and Oenale
and four heads of nursery group had done a comparative study to ICSFRI; while assistance
had been carried out by a team of ICSFRI researchers and AIAT NTT alternately 2-3 times
per year, at the same time doing advocating and strengthening institution of nursery group.
Keywords: Orange, Agribusiness, Seeding, Technology, Adoption

Pendahuluan

Pengembangan tanaman jeruk keprok SoE sebenarnya telah dimulai sejak tahun
2002 dengan sentra utama di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) tersebar terutama di
kecamatan Mollo utara, Mollo selatan, Amanuban Barat dan kecamatan Kuatnana sebagai
sentra baru. Pada tahun 2011, luas areal tanaman jeruk di TTS sudah mencapai 475.000
pohon dengan rincian tanaman berproduksi 271.459 pohon dan sisanya merupakan
tanaman yang belum produksi. (Diperta TTS, 2012).Lebih lanjut dijelaskan bahawa jumlah
pertambahan tanaman jeruk pada tahun 2010 bertambah 5000 tanaman, tahun 2011
bertambah 15.000 tanaman, tahun 2012 bertambah 42.000 tanaman, tahun 2013 bertambah
12000 tanaman dan pada tahun 2014 bertambah 32.000 tanaman sehingga selama kurun
raktu 2010-2014 bertambah 106.000 tanaman jeruk yang ditanam (Diperta TTS, 2014).
Penurunan drastis produksi oleh tanaman yang bertambah tua, penyebabnya
karena pemeliharaan kebun tidak optimal sehingga terjadi serangan penyakit busuk akar
dan batang, dan kematian tanaman muda yang dipicu oleh gejolak iklim yang tidak seperti
biasanya.Masalah utama penyebab terjadinya kematian tanaman muda selain tersebut di
atas adalah sulitnya mendapatkan bibit jeruk yang bermutu (Murdolelono, Bambang dan
Bora, Charles Y 2012, Diperta TTS2012). Bibit yang memiliki perakaran tidak bagus yang
ditanam dengan cara tidak standar sulit bertahan jika didera oleh musim kemarau yang
panjang (Utomo, Joko Susilo et al. 2013). Oleh karena itu, para penangkar bibit jeruk keprok
SoE di Kabupaten TTS harus mampu menghasilkan bibit bermutu dengan sistem perakaran
yang baik dan bersertifikat.
Pembangunan agribisnis jeruk keprok SoE dimulai di pembibitan, artinya agribisnis
jeruk yang berdayasaing dan berkelanjutan menuntut dukungan industri bibit yang
tangguh.Berdasarkan pengamatan, masalah teknis yang menyebabkan bibit yang dihasilkan
penangkar bibit di kabupaten TTS tidak memuaskan adalah (1). Semaian batang bawah
yang digunakan berukuran besar berumur lebih dari dua tahun, (2). Perakaran bibit tidak
lebat, (3).Tinggi tempel rendah sekitar 10 cm daripangkal batang semaian batang bawah,
(4). Hanya sebagian penangkar yang menggunakan mata tempel yang berasal dari Blok
Penggandaan Mata Tempel (BPMT) yang dikelola dengan baik, dan (5) pemeliharaan
tanaman selama proses produksi bibit tidak optimal.Selain, itu regulasi produksi bibit
berlabel biru belum sepenuhnya diimplementasikan secara benar.
1168
Tujuan penelitian ini adalah mengkaji implementasi dukungan teknologi inovatif
produksi bibit jeruk keprok SoE berlabel biru dalam polibag dan mengevaluasi tingkat adopsi
teknologi anjuran oleh empat kelompok penangkar bibit di kabupaten TTS.

Bahan dan Metode

Profil Penangkar Bibit Jeruk

Kelompok Tani jeruk di TTS umumnya terbentuk secara tergesa-gesa sebagai


respon terhadap adanya proyek pemerintah, belum menerapkan konsep-konsep
pemberdayaan sehingga banyak yang dalam kondisi masih lemah (Helena da Silva. 2012).
Lebih lanjut dinyatakan, bahwa anggota Kelompok tani berkisar 15-25 orang, bentuk
kegiatan belum fokus, dan dalam kegiatan kelompok sering dikoordinasikan oleh tokoh
panutan masyarakat, kinerja masih belum optimal karena minim modal. Kebersamaan
dalam ikatan agama kristen dan adat sering melahirkan sifat gotong royong dalam
menyelesaikan tugas dan masalah yang dihadapi petani.
Di kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) yang terletak di provinsi Nusa Tenggara
Timur (NTT) terdapat empat (4) Kelompok Penangkar bibit jeruk keprok masing-masing
memiliki 4-8 anggota penangkar bibit dan kapasitas produksi 1.500-13.000 bibit jeruk (Tabel
1). Ketua Kelompok Penangkar tersebut telah memiliki Surat Keterangan Produsen Benih
(SKPB) dari Pemda kabupaten untuk bisa menghasilkan bibit jeruk bersertifikat atau berlabel
biru; sedangkan para anggotanya menjadi mitranya dan mengikuti apa yang dianjurkan
ketuanya berdasarkan regulasi yang berlaku dalam memproduksi bibit jeruk. Semua bibit
yang dihasilkan, jika telah memenuhi persyaratan yang ada dapat dilabel biru oleh BPSB
setempat.Keempat Kelompok Penangkar ini terpisahkan dengan jarak yang agak berjauhan
dan berada di dua kecamatan yang bersebelahan yaitu Mollo Utara dan Mollo Tengah. Profil
Kelompok Penangkar Jeruk di TTS disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Profil empat kelompok penangkar bibit jeruk kerpok SoE di Kabupaten TTS-NTT,
September 2014
Nama Kelompok Jumlah Kapasitas
Ketua Lokasi
Penangkar Anggota (Bibit)
Sukamaju Andreas Tino Ds .Honbesi, Kec. 8 1.500 - 8.000
Mollo Utara, TTS
Bersatu Wellem Kefi Ds. Obesi, Kec. 4 4.000 -13.000
Mollo Utara, TTS
Karya Mandiri Pasyhur Ds. Oinlasi Kec. 4 3.000 – 6.000
Sejahtera Alexander Mollo Utara, TTS
Surangmo
Sinar Kualeu Imanuel Banoet Ds. Kualeu, Kec. 5 4.000 -6.000
/Ingin hidup Mollo Tengah, TTS
Sumber : Pengamat Benih Tanaman dan Kelompok Penangkar Jeruk

1169
Dukungan Teknologi Inovatif

Paket teknologi pembibitan jeruk yang diutamakan untuk diadopsikan ke para


penangkar bibit merupakan komponen paket teknologi produksi bibit jeruk berlabel biru
dalam polibag, yaitu (1). Menggunakan polibag selama proses produksi bibit Hardiyanto et
al. 2011a ); (2). Cara menyemaikan benih batang bawah dengan benar terkait dengan akar
tunggang semaian yang lurus dan tidak boleh bengkok atau melengkung; (Hardiyanto et al.
2011a) (3). Seleksi semaian nuselar atau vegetatif yang menjamin kemurnian varietas
batang bawahnya (Hardiyanto et al. 2011a, Andrina, Anis 2013); (4). Menggunakan mata
tempel dari BPMT yang menjamin kemurnian varietas batang atas dan kesehatan bibit yaitu
bebas dari patogen sistemik termasuk CVPD (Hardiyanto et al. 2011b; Supriyanto and
Whittle. 1992, Supriyanto et al. 1992 ); (5). Tinggi okulasi minimal 20 cm terkait dengan
kondisi optimal kesiapan semaian batang bawah untuk diokulasi dan mengurangi resiko
terserang penyakit tular tanah melalui percikan air hujan jika bibit sudah ditanam di lapang;
dan (6). Pemeliharaan optimal selama proses produksi akan menghasilkan bibit yang tegar
siap ditanam di lapang.
Implementasi dukungan teknologi inovatif produksi bibit jeruk keprok SoE berlabel
biru dalam polibag di empat Kelompok Penangkar bibit jeruk tersebut di atas dilakukan
melalui kegiatan pembangunan demo plot, pelatihan petugas dan petani, serta asistensi
kepada Dinas terkait, petugas lapang dan kelompok penangkar bibit jeruk, serta penguatan
kelembagaan. Demo plot dibangun di kebun bibit milik Kelompok Penangkar Karya Mandiri
Sejahtera yang terletak di desa Oinlasi kecamatan Mollo Utara (Gambar 1). Di demo plot
terdapat kegiatan persemaian benih batang bawah dalam polibag berdiameter sekitar 30-40
cm, seleksi semaian nuselar, transplanting ke polibag berukuran standar, okulasi,
pemeliharaan optimal semaian batang bawah dan bibit okulasi hingga siap siar. Di demo plot
juga dibangun embung berukuran 22x9 m dan BPMT dengan rumah kasa berukuran 8x5 m.

Gambar 1. Demo plot di kebun bibit milik Kelompok Penangkar Karya Mandiri Sejahtera
yang terletak di desa Oinlasi kecamatan Mollo Utara TTS, NTT

1170
Pelatihan petugas (TOT) dan petani oleh Balitjestro, BPTP dan Dinas Pertanian
provinsi dan kabupaten telah diselenggarakan di lokasi demo plot pada tahun 2013;
sedangkan pelatihan serupa untuk penangkar bibit jeruk kabupaten TTS telah
diselenggarakan di BBI Hortikultura Oelboebuk oleh Diperta tingkat provinsi. Asistensi oleh
peneliti Balitjestro dan BPTP NTT dilakukan langsung kepada ketua dan anggota Kelompok
Penangkar melalui diskusi dan penerapan komponen teknologi anjuran sekaligus
melakukan pertemuan penguatan kelembagaan penangkar. Sinkronisasi kegiatan dan
pelaksanaan program telah dilakukan dengan Dinas Petanian dan Peternakan provinsi NTT,
Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten TTS, termasuk BPSB, BBI, BPP, pengelola
BPMT. Tujuannya adalah agar terjadi harmonisasi dalam proses pembinaan penangkar bibit
jeruk dalam mendukung pengembangan kawasan agribisnis jeruk di kabupaten TTS. Secara
utuh bentuk dukungan inovasi teknologi yang dilakukan dirangkum dalam Tabel 2.
Tabel 2. Jenis kegiatan dukungan inovasi teknologi produksi bibit jeruk berlabel biru
dalam polibag
Diperta:
Kegiatan Balitjestro BPTP PPL, POT, PBT,
Mantri Tani
1. Pengelolaan demo plot x x
2. Pelatihan TOT dan petani x x x
3. Asistensi x x x
4. Penguatan kelembagaan x x

Tingkat Adopsi

Tingkat adopsi teknologi inovatif yang dianjurkan ke para penangkar bibit jeruk di
TTS dalam memproduksi bibit jeruk keprok SoE berlabel biru dalam polibag, dihitung
melalui survey dengan daftar pertanyan yang telah dipersiapkan sebelumnya. Daftar
pertanyaan meliputi enam komponen teknologi inovatif utama tersebut di atas yang masing-
masing diberi % bobot berdasarkan konstribusinya dalam menghasilkan bibit jeruk berlabel
biru dalam polibag. Penilaian % adopsi teknologi anjuran dilakukan sebelum dan sesudah
pembinaan dengan mengevaluasi proses produksi bibit jeruk tahun 2012-2013 dan 2013-
2014 di setiap Kelompok Penangkar jeruk termasuk para anggotanya. Analisis data
dilakukan dan disajikan dalam bentuk tabulasi dan diskripsi masing-masing Kelompok
Penangkar dan gabungannya.

Hasil dan Pembahasan

Proses produksi bibit jeruk keprok SoE di kabupaten TTS dimulai dengan
menyemaikan benih batang bawah Rough Lemon (RL) pada sekitar bulan Mei- Agustus
tergantung ketersediaan benihnya. Pada bulan Oktober-Desember semaian batang bawah
setelah diseleksi langsung ditanam di bedengan dan kini hampir sebagian besar penangkar
bibit jeruk menanam semaian hasil seleksi di polibag berisi campuran tanah, pasir/ladegan
dan pupuk kandang/kompos dengan perbandingan tertentu. Okulasi dilakukan pada bulan

1171
tidak ada hujan, sekitar April-Agustus dan dipelihara hingga bibit okulasi siap siar pada bulan
Nopember-Desember.
Pada tahun-tahun sebelum 2012, hampir semua penangkar memproduksi bibit jeruk
keprok SoE di bedengan dan setelah setinggi lebih dari 50 cm baru dipindahkan ke polibag
berukuran kecil untuk kemudian didistribusikan kepada petani. Bibit jeruk yang diproduksi
dengan cara tidak standar ini, misal semaian batang bawah besar dengan umur lebih dari
dua tahun, tinggi tempel 5-10 cm dan sistem perakaran yang buruk tidak berkembang
karena dipindahpaksakan ke polibag kecil sehingga mengakibatkan bibit mengalami
stagnansi pertumbuhan di lapang, bahkan sering mati didera musim kemarau.
Tabel 3 menjelaskan, bahwa pada proses produksi bibit berlabel biru tahun 2012-
2013, paket teknologi anjuran baru diadopsi oleh empat kelompok penangkar bibit sebesar
37,1%. Hal ini bisa dipahami karena pembinaan baru saja dimulai, kebiasaan membuat bibit
di bedengan, kelangkaan dan mahalnya polibag ukuran anjuran, dan tidak tersedianya mata
tempel karena dua BPMT yang sudah lama selesai dibangun, baru terisi pada pertengahan
tahun 2013. Akibatnya, lebih dari 70% bibit okulasi yang diproduksi penangkar bibit jeruk di
TTS tidak memenuhi syarat untuk bisa dilabel biru dan menimbulkan kerugian besar bagi
para penangkar bibit jeruk. Pada tahun 2014 adopsi teknologi anjuran mencapai 85,2% atau
meningkat sebesar 48,1 %.

Tabel 3. Rangkuman tingkat adopsi teknologi inovatif perbenihan jeruk berlabel biru oleh
penangkar di kabupaten TTS 2013 dan 2014
No Komponen Teknologi Bobot (%) %Tingkat Adopsi %Tingkat Adopsi
(2012-2013) 2014

1. Penggunaan polibag 35 3,5 31,5


2. Persemaian 10 5,1 8,1
3. Seleksi semaian BB 20 8,1 15,8
4. Sumber mata tempel 15 12,2 15,0
5. Okulasi 10 2,0 7,7
6. Pemeliharaan 10 6,2 7,1
Tingkat Adopsi 100 37,1 85,2

Tabel 4 menggambarkan tingkat adopsi komponen teknologi anjuran oleh empat


Kelompok Penangkar bibit jeruk keprok SoE di kabupaten TTS. Tingkat adopsi antar
kelompok penangkar relatif sama tinggi, yaitu 84,0 – 86,1% atau rata-rata mencapai 85,2%.
Seleksi semaian batang bawah merupakan teknologi yang lambat untuk diadopsi penangkar
bibit jeruk karena selain membutuhkan pengetahuan untuk menidentifikasi semaian
nuselar/vegetatif, penangkar bibit jeruk juga merasa sayang harus membuang semaian
generatif lagi pula petani bisa jadi tidak paham masalah tersebut. Bibit okulasi jeruk yang
menggunakan semaian generatif sebagai batang bawahnya setelah ditanam di lapang akan
mengalami penglambatan pertumbuhan dan dapat mengurangi produksivitasnya. Mutu fisik
dan fisiologis benih dipengaruhi oleh tingkat kemasakan benih (Ilyas 2012). Benih mencapai
masak fisiologis pada saat benih (embrio) mencapai berat kering maksimum dan saat

1172
disemai menunjukkan vigor dan viabilitas yang tinggi (Hartman et al. 1997). Tingkat
kemasakan buah tidak memengaruhi persentase semaian generatif dan semaian nuselar
serta tidak ….. (Andrini,et al 2013)
Kunjungan empat ketua kelompok penangkar, PBT BPSB dan staf Diperta
Kabupaten TTS ke Balitjestro dan melihat langsung penerapan teknologi anjuran
pengelolaan BPMT dan produksi bibit jeruk dalam polibag di KP Punten dapat memotivasi
penerapan teknologi anjuran.
Tabel 4. Tingkat adopsi teknologi anjuran pembibitan jeruk keprok SoEoleh Kelompok
penangkar di Kabupaten TTS-NTT

KP KP KP
Komponen Teknologi Bobot Suka KP Ingin K.Mandiri Tingkat
(%) maju Bersatu Hidup Sejahtera Adopsi
Penggunaan polibag:
ukuran diameter x tinggi : ± 35 31,5 31,5 31,5 31,5 31,5
(10 cm x 25-30 cm)
Persemaian: Posisi tanam
benih BB benar, populasi
optimal, bisa di bedengan 10 8,1 8,1 8,2 8,0 8,1
persemaian atau polibag
besar
Seleksi semaian BB:
Memilih semaian nuselar,
membuang yang kerdil,
20 15,6 15,6 16,0 15,8 15,8
yang zygot, off type dan
akar tunggang yang
melengkung
Sumber mata tempel: BPMT
15 15,0 15,0 15,0 15,0 15,0
(Bentuka dan atau Oenale)
Okulasi: tinggi okulasi 10 7,7
7,0 8,0 8,0 8,0
minimal 20 cm
Pemeliharaan: optimal (80-
100), sedang (60-79), 10 6,8 6,9 7,4 7,3 7,1
kurang (40 -59),
Tingkat Adopsi 100 84,0 85,1 86,1 85,6 85,2

Adopsi teknologi anjuran pembibitan jeruk berlabel biru dalam polibag oleh para
penangkar bibit jeruk keprok SoE di kabupaten TTS sangat ditentukan oleh beberapa factor,
di antaranya (1). Penangkar paham kelebihan teknologi anjuran memproduksi bibit jeruk
dalam polibag dibandingkan dengan jika dilakukan di bedengan seperti sebelumnya; (2).
Pengawas Benih Tanaman yang merupakan petugas BPSB di TTS telah menerapkan
regulasi setifikasi bibit jeruk secara ketat. (3). Mata tempel tersedia dalam jumlah lebih dari
cukup dari BPMT Bentuka dan Oenale; (4). Adanya bantuan dari Dinas akan sebagian
kebutuhan polibag kepada penangkar bibit pada saat transplanting semaian nuselar batang
bawah; dan (5). Harga bibit yang lebih baik (karena mutu bibit baik) sehingga memberikan
keuntungan memadai bagi penangkar. Artinya pemaham kelebihan teknologi anjuran,
ketersediaan saprodi dan mata tempel serta penerapan regulasi sertifikasi yang ketat

1173
merupakan kunci keberhasilan tingginya adopsi teknologi produksi bibit jeruk berlabel biru
dalam polibag di Kabupaten TTS.
Berdasarkan survei alasan penagkar bibit jeruk keprok SoE di Kabupaten TTS-NTT
mulai menyukai dan beralih ke teknologi produksi bibit jeruk dalam polibag adalah sebagai
berikut : (1). Proses produksi lebih mudah dan cepat, yaitu hanya 13-16 bulan dari saat
persemaian benih batang bawah dibandingkan jika diproduksi di bedengan yang
membutuhkan waktu 24-30 bulan; (2). Jumlah kematian semaian dalam persemaian,
semaian dalam polibag dan bibit okulasi lebih sedikit; (3). Sistem perakaran bibit jeruk
dalam polibag lebih lebat; (4). Keuntungan lebih besar walaupun biaya produksi lebih mahal;
dan (5). Diharapkan jumlah tanaman mati pasca tanam lebih sedikit dibandingkan tahun-
tahun sebelumnya karena mutu bibit yang lebih baik. Berdasarkan perhitungan empat
Kelompok Penangkar bibit jeruk di TTS diformulasikan bahwa biaya produksi bibit untuk
tahun – tahun sebelumnya adalah Rp 4.000-5.000,- per bibit (24-30 bulan); sedangkan
biaya produksi bibit jeruk berlabel biru dalam polibag sekitar Rp10.000-Rp 13.000,- per bibit
(13-16 bulan)
Masyarakat desa di Kabupaten TTS menurut Levis, Leta Fafael dan Rorasi,
Philpiusde (2012) memiliki budaya lokal seperti budaya gotong royong, kuatnya ikatan
solidaritas kekerabatan, budaya berkomunikasi menggunakan bahasa daerah, ikatan
keagamaan dan ikatan adat. Lebih lanjut dinyatakan, bahwa adopsi inovasi diartikan sebagai
penerimaan atau penggunaan inovasi oleh komunikan walaupun proses adopsi itu sendiri
sudah berlangsung sejak dimulainya komunikasi dengan petugas. Ruswandi et al. 2008
mengatakan, bahwa sebenarnya proses adopsi dimulai dari kesadaran, ketertarikan,
evaluasi, mencoba dan baru adopsi. Informasi di atas menjelaskan mengapa adopsi
teknologi anjuran produksi bibit jeruk keprok SoE berlabel biru dalam polibag berlangsung
relatif cepat setelah petani memahami atau mempunyai persepsi sama terhadap manfaat
terhadap prospek teknologi tersebut.
Pada musim tanam tahun 2014, Kabupaten TTS memerlukan 32.000 bibit berlabel
biru di luar kebutuhan dari APBD provinsi dan kabupaten. Berdasarkan Tabel 5, jumlah bibit
okulasi jadi sudah mencapai > 40.000 bibit sehingga dipastikan ketersediaan bibit jeruk
musim tanam tahun 2014 terjamin. Masalah utama yang dihadapi saat ini adalah
keterbatasan dana untuk membeli polibag karena semaian batang bawah hasil semaian 2-3
bulan untuk menyediakan bibit tahun mendatang sudah dalam kondisi siap ditransplanting.
Penangkar Bibit Jeruk di TTS akan melakukan kerjasama dengan Koperasi Citrus milik
Balitjestro dalam penyediaan polibag.

1174
Tabel 5. Kondisi Kemajuan Penyediaan Benih Jeruk Berlabel Biru untuk Musim Tanam
Tahun 2014
Sumber
Nama Bulan Jumlah Jumlah Bibit
Mata Tahapan % Okulasi
Kelompok Okulasi* yang Okulasi Jadi
Tempel Okulasi Jadi
Penangkar Diokulasi (Agust 2014)
(BPMT)
Sukamaju Bentuka Maret- 5 19.930 16.582 83.2
Agustus
Bersatu Oenale Maret- 4 13.100 11.685 89,2
Agustus
Ingin Maju Bentuka Mei- 3 6.700 6.506 97,1
(1) Oenale Agustus
(2)
Mandiri Bentuka(2) Maret- 3 8,020 7.402 92,3
Sejahtera Oenale(1) Agustus
Jumlah 47.750 42.175 90,4

Akhirnya, setelah melalui pendampingan intensif dalam implementasi dukungan


inovasi teknologi, para penangkar bibit jeruk keprok SoE di Kabupaten TTS kini telah
berhasil menghasilkan bibit jeruk berlabel biru dalam polibag. Prestasi ini diharapkan terus
dipertahankan dengan membantu penangkar dalam memenuhi saprodi utamanya polibag
dan mata tempel serta harga bibit yang memadai untuk memotivasi mereka dalam
menghasilkan bibit jeruk yang bermutu. Di sisi lain, dua BPMT dengan kapasitas lebih dari
100.000 mata tempel per tahun yang pemegang tanggungjawabnya bukan oleh seorang
penangkar bibit jeruk, harus dipelihara optimal dan pengelolaan disinkronisasikan dengan
kebutuhan mata tempel penangkar bibit jeruk.

Kesimpulan
• Faktor utama penentu tingkat adopsi teknologi anjuran pembibitan jeruk keprok SoE
berlabel biru dalam polibag adalah pemahaman prospek teknologi anjuran oleh
penangkar, pendampingan implementasi dukungan teknologi anjuran secara intensif, dan
konsistensi penerapan regulasi yang ada.
• Tahun 2014 adalah pertama bagi TTS mampu menghasilkan bibit jeruk keprok SoE
berlabel biru dalam polybag
• Efisiensi pembibitan jeruk kerpok SoE di Kabupaten TTS dapat terus ditingkatkan melalui
sinkronisasi penyediaan mata tempel dan kesiapan semaian batang bawah untuk
diokulasi.

Daftar Pustaka
Andrini, A., Suharsi, TK, dan Surahman, M 2013. Studi Poliembrioni dan Penentuan Tingkat
Kemasakan Fisiologis Benih Japansche Citroen Berdasarkan Warna Kulit Buah.
J.Hort. Vol 23 N0.3, hlm 195 – 202.
Diperta TTS 2012. Permasalahan Serta Strategi yang Dilakukan Pemerintah Daerah
Kabupaten Timor Tengah Selatan dalam Pengembangan Jeruk Keprok SoE. Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian.

1175
Diperta TTS, 2014. Data Statistik Tanaman Hortikultura Kabupaten TTS, Nusa Tenggara
Timur.
Hardiyanto, Supriyanto, Arry., Mulyanto, Hadi., Suhariyono, Sugiyatno, Agus., 2011b.
Panduan Teknis Pengelolaan Blok Fondasi dan Blok Penggandaan Mata Tempel
Jeruk Bebas Penyakit. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian,
Kementerian Pertanian.
Hardiyanto, Supriyanto, Arry., Sugiyatno, Agus., Setiono, Mulyanto, Hadi 2011a. Panduan
Teknis Teknologi Produksi Benih Jeruk Bebas Penyakit. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian.
Hartmann, HT, Kester, DE, Davies, FT & Geneve, RL 1997, Plant propagation: Principles
and practices, Prentice Hall. New Jersey.
Helena da Silva. 2012. Profil kelompok tani dan kenerja usahatani jeruk di KabupatenTimor
Tengah Selatan (TTS) dan Timor Tengah Utara (TTU). Prosiding Workshop rencana
aksi rehabilitasi agribisnis jeruk keprok SoE yang berkelanjutan untuk substitusi
impor di Nusa tenggara Timur. Puslitbanghorti. p : 194-199.
Ilyas, S 2012, Ilmu dan teknologi benih : teori dan hasil-hasil penelitian, IPB Press,Bogor.
Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan NT. 2012. Program pembangunan agribisnis jeruk
keprok SoE di NTT. Prosiding Workshop rencana aksirehabilitasi agribisnis jeruk
keprok SoE yang berkelanjutan untuk substitusi impor di Nusa tenggara Timur.
Puslitbanghorti. p : 69-72.
Levis, Leta Fafael dan Rorasi, Philpiusde 2012. Penguatan kelembagaan petani berbasis
budaya local untuk akselerasi adopsi teknologi anjuran menuju kemandirian
beragribisnis jeruk keprok SoE. Prosiding Workshop rencana aksi rehabilitasi
agribisnis jeruk keprok SoE yang berkelanjutan untuk substitusi impor di Nusa
tenggara Timur. Puslitbanghorti p : 60-62.
Murdolelono, Bambang2012. Respon Petani Terhadap Teknologi Anjuran Budidaya Jeruk
Keprok SoE. Prosiding Workshop rencana aksi rehabilitasi agribisnis jeruk keprok
SoE yang berkelanjutan untuk substitusi impor di Nusa tenggara Timur.
Puslitbanghorti. p : 147-153.
Murdolelono, Bambang dan Bora, Charles Y 2012. Teknologi kunci peningkatan produksi
jeruk keprok SoE. Dalam Arry Supriyanto, Hardiyanto, Bambang Murdolelono,
Amirudin Pohan, dan Sulusi Prabawati (penyunting) Prosiding Workshop rencana
aksi rehabilitasi agribisnis jeruk keprok SoE yang berkelanjutan untuk substitusi
impor di Nusa tenggara Timur.Puslitbanghorti p : 34-55.
Ruswandi, A., A. Muharam, Hilmi Ridwan, Sabari dan Rofik S.B. 2008. Tingkat Adopsi
Teknologi Pengelolaan Terpadu Kebun Jeruk Sehat (PTKJS) dalam
M.Winarno,Sabari, S. Subandiyah, L. Setyobudi dan A. Supriyanto (Penyunting).
ProsidingSeminar Nasional Jeruk 2007. hal 75 – 86.
Supriyanto, A. and A.M. Whittle. 1992. Citrus Rehabilitation in Indonesia. In R.H. Brlansky,
th
R.F. Hee and L.W. Timmer (edts.) Proc. 11 Conf. of IOCV. p : 409-413.
Supriyanto, A., Subijanto P. Becu and A.M. Whittle. 1992. The Indonesian Citrus
Improvement Programme. In L. Setyobudi, F.A. Bahar, M. Winarno and A.M. Whittle
(edts.) Proc. Asian Citrus Rehab. Conf. Puslitbang Hortikultura. hal 50-58.
Utomo, Joko Susilo et al. 2013. Laporan Tahunan Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah
Subtropika. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2014.

1176

Anda mungkin juga menyukai