Anda di halaman 1dari 2

Dalam buku “Gandhi in the Post Modern Age” karya Prof.

Ralph Bultjens, penerima


penghargaan sejarah Toynbee, menulis: “kelemahan peradaban modern tampak dari cara
menakutkan yang tidak efektif dalam mengatasi konflik. Dalam hubungan internasional maupun
penggunaan cara-cara pencegahan militer, tidak memperbaiki kelemahan dunia. Interprestasi
yang agak pesimistik terhadap sejarah ini ditentang dengan satu pengecualian penting, penerapan
kebijakan dan teknik diplomasi Mahatma Gandhi di India bukan hanya berhasil menyelamatkan
umat manusia dari keniscayaan, tetapi juga mendukung terus digunakannya”.

Pertanyaan untuk didiskusikan :

Silahkan diskusikan, menurut anda, bagaimanakah ajaran Gandhi tentang Satyagraha dan
Ahimsa? Masih relevankan dalam kondisi sekarang untuk diterapkan di Indonesia? Jelaskan!

Satyagraha mengajarkan akan manusia menahan hawa nafsu. Menahan kemarahan yang akan
membebaskan manusia dari penderitaan. Sedangkan Ahimsa adalah bicara tentang anti
kekerasaan yang mana ini menjadi inti dari ajaran Gandhi. Ahimsa adalah larangan untuk saling
menyakiti baik sesama manusia ataupun hewan. Gandhi mengatakan:” Akar
makna Satyagraha adalah berpegang teguh pada kebenaran dan mempercayai kekuatan
kebenaran yang disebutnya sebagai kekuatan cinta atau kekuatan jiwa.

Mahatma Gandhi dikenal sebagai seorang tokoh yang memimpin rakyat India untuk lepas dari
belenggu penjajahan Inggris dengan berasaskan kedamaian. Sebagai seorang penganut agama
Hindu, Gandhi menerapkan ajaran agamanya untuk menginspirasi dunia supaya meninggalkan
kekerasan, menjunjung tinggi hak asasi manusia, dan kemerdekaan. Dia memperjuangkan hak-
hak rakyat India yang ada di Afrika Selatan maupun di India tanpa memakai unsur kekerasan.
Gandhi menerapkan ajaran Ahimsa (menolak keinginan untuk membunuh dan membahayakan
jiwa atau cinta kedamaian), Swadeshi (menggunakan produk-produk buatan negeri sendiri), dan
Hartal (pemogokkan massal dalam menolak peraturan pemerintah Inggris) yang mana kesemua
ajaran itu bertujuan untuk memcari kebenaran (Satyagraha).

Situasi masyarakat yang dihantui oleh berbagai tindak kekerasan yang terjadi di beberapa
belahan dunia, termasuk Indonesia. Ajaran Gandhi tentang satyagraha dan ahimsa sangat relevan
untuk di amalkan bagi kehidupan di Indonesia. Alasannya karena ahimsa sebagai darma atau
kewajiban suci yang tertinggi karena ahimsa merupakan pintu pertama bagi orang untuk
mendekati pembebasan himsa karma. Perbuatan membunuh, menyakiti dengan kekerasan
merupakan adharma yang dimana sangat bertentangan dengan ajaran agama. Ahimsa
menyangkut tidak hanya tindakan tetapi yang lebih penting adalah pikiran dan perkataan. Dalam
pandangan Hindu, agama bukanlah seperangkat ajaran atau prinsi dalam kitab suci, melainkan
subuah pengalaman kebenaran universal. Kebenaran agama masih perlu dibuktikan dalam
perilaku sehari-hari, karena dengan demikian etika mempunyai nilai yang sangat strategis dalam
membina masyarakat agar ajaran-ajaran agama yang abstrak tersebut menjadi riil dan dapat
dinikmati langsung oleh diri sendiri, keuarga dan masyarakat.

Konsep kebebasan yang ditawarkan oleh Gandhi adalah terbebas dari sifat buruk dan
membebaskan manusia dari ketergantungan. Kebebasan tersebut adalah menghilangkan
ketergantungan pada orang lain. Satyagraha merupakan kebebasan dari tindakan-tindakan dari
ketidakadilan. Sebuah gerakan massal menuntut kebenaran serta hak manusia. Hak Setiap
individu dimaknai oleh tidakan-tindakan yang tidak adil seperti ketertindasan dan pengekangan
di masyarakat. Kebebasan berbicara, hidup dan beragama adalah perjuangan hak masyarakat
pada diri manusia. Hak asasi manusia sebagai perwujudan kehendak di dalam hati untuk bebas
dari rasa tertekan, tertindas dan belenggu pada pikiran manusia. Ahimsa sebagai inti dari ajaran
gandhi mengajarkan rasa cinta damai dengan tanpa kekerasaan sebagai bentuk dari kebebasan
positif. Hal ini dapat ditanamkan sejak dini yang dimulai dari lingkungan keluarga, dimana sejak
dini diajarkan untuk dapat hidup berdampingan, mencintai perdamaian serta menghargai
perbedaan. Sehingga dalam hidup bermasyarakat kita dapat hidup berdampingan tanpa adanya
rasa ingin menyakiti dan menjatuhkan, serta saling menghormati, rukun dan menjunjung tinggi
rasa persatuan.

Sumber : Ni Nyoman Sudiani, dkk. Pendidikan Agama Hindu Edisi 2. Tangerang Selatan:
Universitas Terbuka.

Anda mungkin juga menyukai