Anda di halaman 1dari 3

NAMA: WIJAY WASARI INDARWANTO

NIM: 044323573

Indonesia adalah salah satu negara demokrasi terbesar di dunia. Dengan jumlah penduduk lebih
dari 265 juta orang, Indonesia menjadi salah satu negara paling demokratis. Namun demikian,
pelaksanaan demokrasi di Indonesia selalu menghadapi tantangan. Salah satu tantangan
tersebut tampak di dalam kepercayaan rakyat terhadap pemerintah.

Maraknya perilaku korupsi yang dilakukan oleh para anggota eksekutif maupun legislatif
membuat kepercayaan rakyat terhadap proses demokrasi menurun. Akibatnya golput menjadi
salah satu hambatan di dalam mewujudkan cita-cita demokrasi di Indonesia. Menurut pendapat
Anda, strategi apa yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah maraknya sikap golput di
dalam proses demokrasi di Indonesia tersebut?

Dalam konteks kenegaraan Republik Indonesia, ketentuan yang menunjukkan bahwa


Indonesia adalah negara yang menganut system politik demokrasi adalah bunyi ke empat sila
Pancasila “Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan”. Kata ‘Kerakyatan’ menunjukan bahwa negara Indonesia
mengakui adanya kedaulatan rakyat. Rakyat menjadi actor utama di dalam jalannya
pemerintahan di Indonesia. Rakyat menempati kedudukan yang sentral di dalam negara
demokrasi dan menentukan arah dan tujuan negara (WIKANDURI-HASTANGKA, 2021).

Partisipasi politik dalam negara demokrasi merupakan indikator implementasi


penyelenggaraan kekuasaaan negara tertinggi yang absah oleh rakyat (kedaulatan rakyat), yang
dimanifestasikan keterlibatan mereka dalam pesta demokrasi (Pemilu). Makin tinggi tingkat
partisipasi politik mengindikasikan bahwa rakyat mengikuti dan memahami serta melibatkan
diri dalam kegiatan kenegaraan. Sebaliknya tingkat partisipasi politik yang rendah pada
umumnya mengindikasikan bahwa rakyat kurang menaruh apresiasi atau minat terhadap
masalah atau kegiatan kenegaraan. Rendahnya tingkat partisipasi politik rakyat direfleksikan
dalam sikap golongan putih (golput) dalam pemilu. Dalam perspektif berdemokrasi, tentunya
sikap golput akan berimplikasi pada pembangunan kualitas demokrasi, sehingga perlu
demokratisasi dalam menghadapi pesta demokrasi.

1
Secara empirik peningkatan angka Golput tersebut terjadi antara lain oleh realitas sebagai
berikut:

1. Pemilu dan Pilkada langsung belum mampu menghasilkan perubahan berarti bagi
peningkatan kesejahteraan masyarakat.
2. Menurunnya kinerja partai politik yang tidak memiliki platform politik yang realistis
dan kader politik yang berkualitas serta komitmen politik yang berpihak kepada
kepentingan publik, melainkan lebih mengutamakan kepentingan kelompok atau
golongannya.
3. Merosotnya integritas moral aktor-aktor politik (elit politik) yang berperilaku
koruptif dan lebih mengejar kekuasaan/kedudukan dari pada memperjuangkan
aspirasi publik.
4. Tidak terealisasikannya janji-janji yang dikampanyekan oleh elit politik kepada
publik yang mendukungnnya.
5. Kejenuhan pemilih karena sering adanya Pemilu/Pilkada yang dipandang sebagai
kegiatan seremonial berdemokrasi yang lebih menguntungkan bagi para elit politik.
6. Kurang netralnya penyelenggara Pemilu/Pilkada yang masih berpotensi melakukan
keberpihakan kepada kontestan tertentu, di samping juga kurangnya intensitas
sosialisasi Pemilu secara terprogram dan meluas (Soebagio, 2008).

Berdasarkan data tersebut, strategi yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah
maraknya sikap golput di dalam proses demokrasi di Indonesia antara lain:

1. Memaksimalkan intensitas sosialisasi pemilu secara terprogram kepada masyarakat


oleh penyelenggara pemilu
2. Peran media yang berimbang dan netral dalam menyampaikan informasi kepada
masyarakat
3. Peran partai politik dalam memilih figur yang terbaik sebagai calon wakil rakyat

References
Soebagio, H. (2008). Implikasi Golongan Putih dalam Perspektif Pembangunan Demokrasi di
Indonesia. Sumber 21.8.

WIKANDURI-HASTANGKA, L.-R. (2021). PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN . Tangerang:


UNIVERSITAS TERBUKA.

2
3

Anda mungkin juga menyukai