Anda di halaman 1dari 5

RESUME

DASAR FILOSOFI DAN POSISI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PENDIDIKAN NASIONAL

DIBUAT OLEH:

“KELOMPOK 2”

1.MARZUKI S BATALIPU

2.HAMZAH

3.DESI ARISANDI R

4.DELA PUSPITA RESKI

5.MOH.AIMAN

6.MOH.AHRUM

PROGRAM STUDI PETERNAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS MADAKO TOLITOLI

TAHUN 2022
A. Dasar Filosofi Implementasi Pendidikan Karakter
Dasar filosofi bagi implementasi pendidikan karakter di Indonesia mengakar pada kesepakatan
para founding father kita saat mendirikan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang lalu, maka
dasar filosofinya tentu saja Pancasila. Karena menurut Soedarsono Pancasila harus disepakati
menjadi:

a) dasar Negara

b) pandangan hidup,

c) kepribadian bangsa,

d) jiwa bangsa,

e) tujuan yang akan dicapai,

f) perjanjian luhur bangsa,

g) asas kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara,

h) pengalaman pembangunan bangsa,

i) jati diri bangsa

Jadi jelas bahwa ideologi bangsa Indonesia adalah Pancasila. Pancasila itu sendiri telah terpatri
dalam kalbu dan mengalir dalam darah setiap anak bangsa.

Karakter adalah sesuatu yang sangat penting dan vital bagi tercapainya tujuan hidup. Karakter
merupakan dorongan pilihan untuk menentukan yang terbaik dalam hidup dan setiap dorongan
pilihan itu harus dilandasi oleh Pancasila untuk menjadi bangsa yang multi suku, multi ras, multi
bahasa, mukti adat, dan tradisi. Karakter yang berlandasan falsafah Pancasila maknanya adalah
setiap aspek karakter harus dijiwai oleh kelima sila Pancasila secara utuh dan komprehensif
sebagai berikut:

1. Bangsa yang Ber-Ketuhanan Yang Maha Esa

Merupakan bentuk kesadaran dan perilaku iman dan takwa serta akhlak mulia sebagai
karakteristik pribadi bangsa Indonesia. Dalam hubungan manusia Indonesia adalah manusia
yang taat menjalankan kewajiban agamanya masing-masing, berlaku sabar atas segala
ketentuan-Nya, ikhlas dalam beramal, tawakal, dan senantiasa bersyukur atas apa pun yang
dikaruniakan Tuhan kepadanya.

Dalam hubungan antar-manusia, karakter ini dicerminkan dengan saling hormat-mengormati,


berkerjasama, dan berkebebasan menjalankan ibadah sesuai ajaran agamanya, tidak
memaksakan agama dan kepercayaannya kepada orang lain, juga tidak melecehkan
kepercayaan agama seseorang.

2. Bangsa yang Menjunjung Kemanusiaan yang Adil dan Beradab

Diwujudkan dalam perilaku hormat menghormati antar warga dalam masyarakat sehingga
timbul suasana kewargaan yang saling bertanggung jawab, adanya saling hormat menghormati
antar warga bangsa sehingga timbul keyakinan dan perilaku sebagai warga megara yang baik,
adil dan beradab, sehingga memunculkan perasaan hormat dari bangsa lain.

Karakter kemanusiaan tercermin dalam pengakuan atas kesamaan derajat, hak dan kewajiban,
saling mengasihi, tenggang rasa, peduli, tidak semena-mena terhadap orang lain, gemar
melakukan kegiatan kemanusiaan, menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, berani membela
kebenaran dan keadilan, merasakan dirinya sebagai bagian dari seluruh warga bangsa dan umat
manusia.

3. Bangsa yang Mengedepankan Persatuan dan Kesatuan Bangsa

Memiliki komitmen dan perilaku yang selalu mengutamakan persatuan dan kesatuan Indonesia
di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan. Karakter tercermin dalam menempatkan
persatuan, kesatuan, kepentingan, dan keselamatan bangsa di atas kepentingan pribadi atau
golongan, suka bergotong royong dengan siapa saja saudara sebangsa, rela berkorban untuk
kepentingan bangsa dan negara, bangga sebagai bangsa Indonesia yang bertanah air Indonesia
serta menjunjung tinggi bahasa Indonesia, memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan
bangsa, cinta tanah air dan negara Indonesia yang ber-Bhinneka Tunggal Ika.

4. Bangsa yang Demokratis dan Menjunjung Tinggi Hukum dan Hak Asasi Manusia

Bangsa ini merupakan bangsa yang demokratis yang tercermin dari sikap dan perilakunya yang
senantian dilandasi nilai dan semangat kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan, menghargai pendapat orang lain.

Hikmat kebijaksanaan: tidak adanya tirani mayoritas atau sebaliknya juga tidak ada tirani
minoritas. Tidak ada yang memaksakan kehendak atas nama maoritas, atau selalu berharap
adanya toleransi (salah dan merugikan sebagai warga) atas nama minoritas.

Karakter kerakyatan tercermin dari sikap ugahari dan bersahaja, karena sikap tenggang rasanya
terhadap rakyat kecil yang menderita, selalu mengutamakan kepentingan masyarakat dan
negara, mengutamakan musyawarah untuk mufakat dalam mengambil keputusan untuk
kepentingan bersama, beritikad baik dan bertanggung jawab dalam melaksanakan keputusan
bersama, menggunakan akal sehat dan nurani luhur dalam melakukan musyawarah, berani
mengambil keputusan yang secara moral dapat dipertanggungjawabkan kepada Tuhan Yang
Esa serta selalu dilandasi nilai-nilai kebenaran dan keadilan.

5. Bangsa yang Mengedepankan Keadilan dan Kesejahteraan

Memiliki komitmen dan sikap untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan rakyat dan
seluruh bangsa Indonesia. Karakter berkeadilan sosial tercermin dalam perbuatan yang
menjaga adanya kebersamaan, kekeluargaan, dan kegotongroyongan, menjaga harmonisasi
antara hak dan kewajiban, hormat terhadap hak-hak orang lain, suka menolong orang lain,
menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain, tidak boros, tidak bergaya hidup, suka bekerja
keras, menghargai karya orang lain.

B. Posisi Pendidikan Karakter Dalam Pendidikan Nasional

Dalam kebijakan nasional, ditegaskan bahwa pembangunan karakter bangsa merupakan


kebutuhan asasi dalam proses berbangsa dan bernegara. Sejak awal kemerdekaan sudah
bertekad untuk menjadikan pembangunan karakter bangsa sebagai paham penting dan tidak
dipisahkan dari pembangunan nasional. Secara eksplisit pendidikan karakter/watak adalah
amanat Undang-undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang pada
Pasal 3 menegaskan bahwa “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak berfungsi serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkahlak mulia,
sehat, berilmu, cakap. kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab”.

Dalam arah dan kebijaksanaan dan perioritas pendidikan karakter ditegaskan bahwa pendidikan
karakter bahwa pendidikan karakter sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari upaya
pencapaian visi pembangunan nasional yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Tahun 2005-2025. Bahwa pendidikan karakter sejalan dengan prioritas pendidikan
nasional, dapat dicermati dari Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dan telah diterbitkan
Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 tentang SKL.

Ajaran atau fatwa Ki Hajar Dewantara yang menjadi pegangan perguruan Taman Siswa sarat
akan pendidikan karakater. Di antara fatwa beliau yang terlihat sekali menonjolkan positioning
karakter dalam pendidikan nasional antara lain adalah:
1. Lawan Sastra Negeri Mulya: dengan ilmu kita mencapai keberhasilan hidup. Cita-cita KHD
adalah dengan memupuk jiwa kuriositas yang tinggi dalam mencari ilmu, dan rakyat dapat
mencapai kemuliaan, disegani dan dihargai dalam percaturan dunia.

2. Suci Tata Ngesti Tunggal: memerlukan kesucian batin, kejernihan pikiran, cita-cita yang
luhur, dan ketertiban lahir, atau kedisiplinan nasional, untuk mencapai cita-cita mulia yang
berupa kemajuan dan kesuksesan seluruh nusa, bangsa, dan rakyat Indonesia.

3. Tetep-Mantep-Antep: dalam melaksanakan tugas kependidikan dan pembangunan


bangsa harus berketetapan hati (tetep). Tekun bekerja tanpa menoleh kanan-kiri yang berarti
melenakan perjuangan. Tekun tata tertib berjalan maju. Harus selalu mantep, setia dan taat
atas asas, teguh iman sehingga tidak ada ketakutan yang dapat menahan gerak dan langkah kita
dan membelokkan jalan perjuangan kita. Jika tetep dan mantep maka niscaya segala perbuatan
dan tindak tindak laku kita akan antep, berat berisi, dan berharga.

4. Ngandel, Kendel, Bandel, Kandel: kita harus percayai dan yakin sepenuhnya, ngandel,
pada kekuasaan dan takdir Tuhan dan pada kekuatan serta kemampuan diri sendiri. Sedangkan
kandel, berani menghadapi segala sesuatu yang merintangi. Sedangkan bandel, kokoh, teguh
hati, tahan banting disertai sikap tawakal akan segala kehendak Tuhan. Dengan demikian
jadilah diri kita kandel, tebal, kuat alhir batin, sebagai azimat dalam berjuang menuju cita-cita
kebangsaan.

5. Neng-Ning-Nung-Nong: kita harus tenteram lahir batin, Neng, meneng, tidak berarti ragu-
ragu dan malu-mau. Ning dari kata wening, bening, jernih pikiran kita, tidak mengedepankan
emosi, mampu dan mudah membedakan antara yang hak dan batil. Sehingga kita menjadi
Nung, hanung, kokoh kuat sentausa, teguh, kukuh lahir batin untuk mencapai cita-cita. Jika
ketiga sudah dicapai maka kita mencapai Nong, menang, wenang, memperoleh kemenangan
dan memiliki kewenangan berhak dan kemulian lahir dan batin.

Anda mungkin juga menyukai