Anda di halaman 1dari 7

PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA BERBASIS PANCASILA

(Telaah untuk Matadiklat Pancasila dan Pendidikan Karakter Bangsa)


Oleh: I Nyoman Yoga Segara*
Abstrak
Pendidikan karakter dewasa ini menjadi penting sehingga ruhnya dimasukkan ke dalam
kurikulum pendidikan nasional. Akhirnya, adagium end of education is character menjadi
semakin tepat, karena when character is lost, everything is lost. Hal yang sama juga dapat
ditemukan dalam diklat di mana peserta diklat selain diharapkan mengembangkan knowledge,
skill dan attitude juga membangun karakter dan kepribadian yang berbadasarkan ideologi
bangsa, yakni Pancasila. Hal ini penting dilakukan karena untuk mempersiapkan peserta diklat
dalam menjawab tantangan kehidupan berbangsa yang menuntut kompetisi, daya saing, dan
unggul namun berkarakter dengan ciri Bhineka Tunggal Ika dan nilai-nilai Pancasila.
Kata Kunci: pendidikan karakter, Pancasila, karakter bangsa
A
PENDAHULUAN
.
Eksistensi suatu bangsa sangat ditentukan oleh karakter yang dimilikinya. Hanya bangsa
yang memiliki karakter kuat yang mampu menjadikan dirinya sebagai bangsa yang
bermartabat dan disegani oleh bangsa-bangsa lain. Oleh karena itu, menjadi bangsa yang
berkarakter adalah keinginan kita semua.
Keinginan menjadi bangsa yang berkarakter sesunggungnya sudah lama tertanam pada
bangsa Indonesia. Para pendiri negara menuangkan keinginan itu dalam Pembukaan UUD
1945 alinea ke-2 dengan pernyataan yang tegas, "...mengantarkan rakyat Indonesia ke
depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil
dan makmur". Para pendiri negara menyadari bahwa hanya dengan menjadi bangsa yang
merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmurlah bangsa Indonesia menjadi bermartabat
dan dihormati bangsa-bangsa lain.
Meski pendidikan karakter sudah sangat lama dicanangkan oleh pemerintah, mulai dari Ir.
Soekarno dengan Nation Building dan Soeharto melalui program P4, pada masa reformasi
keinginan membangun karakter bangsa terus berkobar bersamaan dengan munculnya
euforia politik sebagai dialektika runtuhnya rezim orde. Keinginan menjadi bangsa yang
demokratis, bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), menghargai dan taat hukum
adalah beberapa karakter bangsa yang diinginkan dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Namun, kenyataan yang ada justru menunjukkan fenomena yang
sebaliknya. Konflik horizontal dan vertikal yang ditandai dengan kekerasan dan kerusuhan
muncul di mana-mana, diiringi mengentalnya semangat kedaerahan dan primordialisme
yang bisa mengancam instegrasi bangsa; praktik korupsi, kolusi dan nepotisme tidak
semakin surut malahan semakin berkembang; demokrasi penuh etika yang didambakan
berubah menjadi demokrasi yang kebablasan dan menjurus pada anarkisme; kesantuan
sosial dan politik semakin memudar pada berbagai tataran kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara; kecerdasan kehidupan bangsa yang dimanatkan para pendiri
negara semain tidak tampak, semuanya itu menunjukkan lunturnya nilai-nilai luhur bangsa.

Secara historis dan sosio-kultural pembangunan bangsa dan pembangunan karakter (nation
and character building) merupakan komitmen nasional yang telah lama tumbuh dan
berkembang dalam kehidupan masyarakat, bangsa dan negara Indonesia. Namun demikian,
ternyata dalam praksis politik pembangunan dan pendidikan keajegan perhatian terhadap
pembangunan karakter bangsa belum terjaga dengan baik, sehingga hasilnya belum
optimal. Fenomena keseharian menunjukkan perilaku masyarakat belum sejalan dengan
karakter bangsa yang dijiwai oleh Falsafah Pancasila.
B. KONSEP DAN PEMBAHASAN
1
Reformulasi Pendidikan Karakter Berbasis Pancasila
.
Pertanyaan yang selalu hadir ketika berhadapan dengan arti penting pendidikan
karakter: Mengapa perlu pendidikan karakter? Apakah "karakter" dapat dididikkan?
Karakter apa yang perlu dididikkan? Bagaimana mendidikkan aspek-aspek karakter
secara efektif? Bagaimana mengukur keberhasilan sebuah pendidikan karakter? Siapa
yang harus melakukan pendidikan karakter? Bagaimana hubungannnya dengan bidang
studi lainnya? Pertanyaan-pertanyaan tersebut kembali diperkuat oleh kebijakan yang
menjadikan pendidikan karakter sebagai "program" pendidikan nasional di Indonesia
terutama dalam Kementerian Pendidikan Nasional Kabinet Indonesia Bersatu II.
"Pendidikan karakter" bukanlah hal baru dalam sistem pendidikan nasional Indonesia.
Namun, jagad pendidikan Indonesia kembali diramaikan dengan kebijakan Kementerian
Pendidikan Nasional yang mengusung pendidikan karakter lima tahun ke depan melalui
Rencana Strategis Kementerian Pendidikan Nasional 2010-2014. Masih kental di
ingatan kalangan pendidikan kita di awal Pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid,
ketika itu Menteri Pendidikan Nasional Yahya Muhaimin, berusaha menghidupkan
pendidikan watak dan budi pekerti " sebagai amanat Garis-garis Besar Haluan Negara
1999 " terutama untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah.
Pendidikan karakter sebagai sebuah program kurikuler telah dipraktekan di sejumlah
negara. Studi J. Mark Halstead dan Monica J. Taylor (2000) menunjukkan bagaimana
pembelajaran dan pengajaran nilai-nilai sebagai cara membentuk karakter terpuji telah
dikembangkan di sekolah-sekolah di Inggris. Dalam konteks Indonesia, di era Orde
Baru pembentukan karakter warga negara nampak ditekankan kepada mata pelajaran
seperti Pendidikan Moral Pancasila (PMP) maupun Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan (PPKn) bahkan Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB). Di
era pasca-Orde Baru, kebijakan pendidikan karakter pun ada upaya untuk
"menitipkannya" melalui Pendidikan Kewarganegaraan di samping Pendidikan Agama.
Sebagai sebuah instrumen pendidikan karakter, Pendidikan Pancasila memiliki urgensi
untuk mengantisipasi beberapa fenomena degradasi karakter bangsa seperti di bawah
ini:
a) Disorientasi dan belum Dihayatinya Nilai-nilai Pancasila sebagai Filosofi dan
Ideologi Bangsa
b Keterbatasan Perangkat Kebijakan Terpadu dalam Mewujudkan Nilai-nilai Esensi
) Pancasila

c) Bergesernya Nilai-nilai Etika dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara


d
Memudarnya Kesadaran terhadap Nilai-nilai Budaya Bangsa
)
e) Ancaman Disintegrasi Bangsa
f) Melemahnya Kemandirian Bangsa
2
Jati Diri dan Esensi Karakter Bangsa
.
Jati diri merupakan fitrah manusia yang merupakan potensi dan bertumbuh kembang
selama mata hati manusia bersih, sehat, dan tidak tertutup. Jati diri yang dipengaruhi
lingkungan akan tumbuh menjadi karakter dan selanjutnya karakter akan melandasi
pemikiran, sikap dan perilaku manusia. Oleh karena itu, tugas kita adalah menyiapkan
lingkungan yang dapat mempengaruhi jati diri menjadi karakter yang baik, sehingga
perilaku yang dihasilkan juga baik.
Karakter pribadi-pribadi akan berakumulasi menjadi karakter masyarakat dan pada
akhirnya menjadi karakter bangsa. Untuk kemajuan Negara Republik Indonesia,
diperlukan karakter yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran,
bergotong royong, patriotik, dinamis, berbudaya, dan berorientasi Ipteks berdasarkan
Pancasila dan dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Karakter
yang berlandaskan falsafah Pancasila artinya setiap aspek karakter harus dijiwai ke lima
sila Pancasila secara utuh dan komprehensif yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
a) Bangsa yang Ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, adalah bentuk kesadaran dan perilaku
iman dan takwa serta akhlak mulia sebagai karakteristik pribadi bangsa Indonesia.
Karakter Ber-Ketuhanan Yang Maha Esa seseorang tercermin antara lain hormat dan
bekerja sama antara pemeluk agama dan penganut kepercayaan, saling menghormati
kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya itu; tidak
memaksakan agama dan kepercayaannya kepada orang lain.
b Bangsa yang Menjunjung Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, yaitu sikap dan
) perilaku menjunjung tinggi kemanusian yang adil dan beradab diwujudkan dalam
perilaku hormat menghormati antarwarga negara sebagai karakteristik pribadi
bangsa Indonesia. Karakter kemanusiaan seseorang tercermin antara lain dalam
pengakuan atas persamaan derajat, hak, dan kewajiban; saling mencintai; tenggang
rasa; tidak semena-mena terhadap orang lain; gemar melakukan kegiatan
kemanusiaan; menjunjung tinggi nilai kemanusiaan; berani membela kebenaran dan
keadilan; merasakan dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia serta
mengembangkan sikap hormat-menghormati.
c) Bangsa yang Mengedepankan Persatuan dan Kesatuan Bangsa, adalah bangsa yang
memiliki komitmen dan sikap yang selalu mengutamakan persatuan dan kesatuan
Indonesia di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan merupakan
karakteristik pribadi bangsa Indonesia. Karakter kebangsaan seseorang tecermin
dalam sikap menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan, dan keselamatan
bangsa di atas kepentingan pribadi atau golongan; rela berkorban untuk kepentingan

bangsa dan negara; bangga sebagai bangsa Indonesia yang bertanah air Indonesia
serta menunjung tinggi bahasa Indonesia; memajukan pergaulan demi persatuan dan
kesatuan bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal Ika.
d Bangsa yang Demokratis dan Menjunjung Tinggi Hukum dan Hak Asasi Manusia,
) yaitu sikap dan perilaku demokratis yang dilandasi nilai dan semangat kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
merupakan karakteristik pribadi warga negara Indonesia. Karakter kerakyatan
seseorang tecermin dalam perilaku yang mengutamakan kepentingan masyarakat
dan negara; tidak memaksakan kehendak kepada orang lain; mengutamakan
musyawarah untuk mufakat dalam mengambil keputusan untuk kepentingan
bersama; beritikad baik dan bertanggung jawab dalam melaksanakan keputusan
bersama; menggunakan akal sehat dan nurani luhur dalam melakukan musyawarah;
berani mengambil keputusan yang secara moral dapat dipertanggungjawabkan
kepada Tuhan Yang Maha Esa serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan.
e) Bangsa yang Mengedepankan Keadilan dan Kesejahteraan, yaitu bangsa yang
memiliki komitmen dan sikap untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan
merupakan karakteristik pribadi bangsa Indonesia. Karakter berkeadilan sosial
seseorang tecermin antara lain dalam perbuatan yang mencerminkan sikap dan
suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan; sikap adil; menjaga keharmonisan
antara hak dan kewajiban; hormat terhadap hak-hak orang lain; suka menolong
orang lain; menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain; tidak boros; tidak
bergaya hidup mewah; suka bekerja keras; menghargai karya orang lain.
3
Karakter yang Diharapkan
.
Apa karakter individu yang dijiwai oleh sila-sila Pancasila, dapat dikemukakan sebagai
berikut:
a) Karakter yang bersumber dari olah hati, antara lain beriman dan bertakwa, jujur,
amanah, adil, tertib, taat aturan, bertanggung jawab, berempati, berani mengambil
resiko, pantang menyerah, rela berkorban, dan berjiwa patriotik;
b Karakter yang bersumber dari olah pikir antara lain cerdas, kritis, kreatif, inovatif,
) ingin tahu, produktif, berorientasi Ipteks, dan reflektif;
c) Karakter yang bersumber dari olah raga/kinestetika antara lain bersih, dan sehat,
sportif, tangguh, andal, berdaya tahan, bersahabat, kooperatif, determinatif,
kompetitif, ceria, dan gigih;
d Karakter yang bersumber dari olah rasa dan karsa antara lain kemanusiaan, saling
) menghargai, gotong royong, kebersamaan, ramah, hormat, toleran, nasionalis,
peduli, kosmopolit (mendunia), mengutamakan kepentingan umum, cinta tanah air
(patriotis), bangga menggunakan bahasa dan produk Indonesia, dinamis, kerja keras,
dan beretos kerja.
Olah hati, olah pikir, olah raga, serta olah rasa dan karsa sebenarnya saling terkait satu
sama lainnya. Oleh sebab itu, banyak aspek karakter yang dapat dijelaskan sebagai hasil

dari beberapa proses. Perlu pula kita apresiasi tentang komitmen pemerintah dalam
mengimplementasikan pembinaan karakter. Urgensi dari pengejawantahan komitmen
nasional pendidikan karakter, secara kolektif telah dinyatakan pada Sarasehan Nasional
Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa sebagai Kesepakatan Nasional Pengembangan
Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa, yang dibacakan pada akhir khir Sarasehan
Tanggal 14 Januari 2010, sebagai berikut.
a) Pendidikan budaya dan karakter bangsa merupakan bagian integral yang tak
terpisahkan dari pendidikan nasional secara utuh.
b Pendidikan budaya dan karakter bangsa harus dikembangkan secara komprehensif
) sebagai proses pembudayaan. Oleh karena itu, pendidikan dan kebudayaan secara
kelembagaan perlu diwadahi secara utuh.
c) Pendidikan budaya dan karakter bangsa merupakan tanggung jawab bersama antara
pemerintah, masyarakat, sekolah dan orangtua. Oleh karena itu pelaksanaan budaya
dan karakter bangsa harus melibatkan keempat unsur tersebut.
d Dalam upaya merevitalisasi pendidikan dan budya karakter bangsa diperlukan
) gerakan nasional guna menggugah semangat kebersamaan dalam pelaksanaan di
lapangan.
Secara mikro pengembangan nilai/karakter dapat dibagi dalam empat pilar, yakni
kegiatan belajar-mengajar di kelas, kegiatan keseharian dalam bentuk budaya satuan
pendidikan (school culture); kegiatan ko-kurikuler dan/atau ekstra kurikuler, serta
kegiatan keseharian di rumah, dan dalam masyarakat.
a) Dalam kegiatan belajar-mengajar di kelas pengembangan nilai/karakter dilaksanakan
dengan menggunakan pendekatan terintegrasi dalam semua mata pelajaran
(embeded approach). Khusus, untuk mata pelajaran Pendidikan Agama dan
Pendidikan Kewarganegaraan, karena memang misinya dalah mengembangkan nilai
dan sikap maka pengembangan nilai/karakter harus menjadi fokus utama yang dapat
menggunakan berbagai strategi/metode pendidikan nilai (value/character education).
Untuk kedua mata pelajaran tersebutnilai/karakter dikembangkan sebagai dampak
pembelajaran (instructional effects) dan juga dampak pengiring (nurturant effects).
Sementara itu untuk mata pelajaran lainnya, yang secara formal memiliki misi utama
selain pengembangan nilai/karakter, wajib dikembangkan kegiatan yang memiliki
dampak pengiring (nurturant effects) berkembangnya nilai/karakter dalam diri
peserta didik.
b Dalam lingkungan satuan pendidikan dikondisikan agar lingkungan fisik dan sosial) kultural satuan pendidikan memungkinkan para peserta didik bersama dengan warga
satuan pendidikan lainnya terbiasa membangun kegiatan keseharian di satuan
pendidikan yang mencerminkan perwujudan nilai/karakter.
c) Dalam kegiatan ko-kurikuler, yakni kegiatan belajar di luar kelas yang terkait
langsung pada suatu materi dari suatu mata pelajaran, atau kegiatan ekstra kurikuler,
yakni kegiatan satuan pendidikan yang bersifat umum dan tidak terkait langsung
pada suatu mata pelajaran, seperti kegiatan Dokter Kecil, Palang Merah Remaja,
Pecinta Alam dll, perlu dikembangkan proses pembiasaan dan penguatan

(reinforcement) dalam rangka pengembangan nilai/karakter.


d Di lingkungan keluarga dan masyarakat diupayakan agar terjadi proses penguatan
) dari orang tua/wali serta tokoh-tokoh masyarakat terhadap prilaku berkarakter mulia
yang dikembangkan di satuan pendidikan menjadi kegiatan keseharian di rumah dan
di lingkungan masyarakat masing-masing.
C
PENUTUP
.
Dari pendekatan nilai-nilai Pancasila, tiga lapisan pendidikan berbasis karakter yang ingin
dikembangkan sangat erat dengan nilai-nilai Pancasila. Pertama, pendidikan karakter yang
menumbuhkan kesadaran sebagai makhluk dan hamba Tuhan Yang Maha Esa. Kesadaran
sebagai makhluk dan hamba Tuhan Yang Maha Esa akan menumbuhkan nilai transendensi
dan nilai keagamaan yang kuat. Pada gilirannya tumbuh sifat kasih sayang dan toleransaling menghargai dan menghormati karena merasa sesama makhluk. Dan akan
menjauhkan diri dari perilaku destruktif dan anarkis, karena jelas merupakan larangan.
Kesadaran sebagai makhluk-hamba juga akan menumbuhkan sifat jujur,karena merasa
malu kepada Tuhan. Kedua, pendidikan karakter yang terkait dengan keilmuan. Metodologi
dan materi pembelajaran yang merangsang tumbuhnya intellectual curiosity haruslah lebih
ditonjolkan. Tujuannya untuk membangun pola pikir, tradisi, dan budaya
keilmuan,menumbuhkan kreativitas dan sekaligus daya inovasi.Di sini peran guru lebih
dominan dibanding kecukupan sarana dan prasarana. Ketiga, pendidikan karakter yang
menumbuhkan rasa cinta dan bangga menjadi orang Indonesia.
Pendidikan karakter menumbuhkan kecintaan dan kebanggaan sebagai bangsa Indonesia.
Kecintaan karena sadar bahwa bangsa dan negara dengan empat pilarnya yaitu: Pancasila,
UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah milik
kita, hasil dari perjuangan yang luar biasa. Guna teracapainya jati diri atau karakter yang
diharapkan, pemerintah lewat Kementerian Pendidikan Nasional mengembangkan sebuah
strategi pendidikan yang menyentuh konteks kehidupan berbangsa dan bernegara yang
terbagi menjadi dua yakni pendidikan karakter secara makro dan mikro.
Pada hakekatnya pendidikan Pancasila adalah upaya sadar diri suatu masyarakat dan
pemerintah suatu Negara untuk menjamin kelangsungan hidup dan kehidupan generasi
penerusnya, selaku warga masyarakat, bangsa dan Negara secara berguna (berkaitan
dengan kemampuan spiritual) dan bermakna (berkaitan dengan kemampuan kognitif dan
psikomotorik) serta mampu mengantisipasi hari depan mereka yang senantiasa berubah dan
selalu terkait dengan konteks dinamika budaya, bangsa, Negara, dan hubungan
internasionalnya. Dalam upaya peningkatan karakter bangsa inilah peran Pancasila menjadi
sangat penting.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
CST Kansil. 1979. Pancasila dan UUD 1945: Pendidikan Moral Pancasila. Jakarta: Pradya
Paramita.

Fatah, T.I. dan Bung Slamet Hardani. 2011. Membumikan Pancasila. Jakarta: Yayasan
Proklamasi 17 Agustus 1945.
Kaelan, MS. 1999. Pendidikan Pancasila Yuridis Kenegaraan. Yogyakarta: Penerbit Paradigma.
Syarbaini, Syahrial, dkk. 2006. Membangun karakter dan Kepribadian melalui Pendidikan
Kewarganegaraan. Jakarta: University Press.
Majalah/Jurnal/Makalah/Kompilasi Pemikiran/Peraturan Perundang-Undangan:
Majalah Gatra Edisi Khusus 100 Tahun Kebangkitan Nasional. 2008. No. 27 Tahun XIV.
Muhaimin, Yahya A. Pembinaan Karakter Bangsa (Character Building). Sarasehan Nasional
Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter bangsa, Departemen Pendidikan Nasional, 14
Januari 20101
Redaksi Kawan Pustaka. 2006. Dasar-Dasar Indonesia. Jakarta: PT Kawan Pustaka.
Siswomihardjo, Koento Wibisono, Identitas Nasional Aktualisasi Pengembangannya Melalui
Revitalisasi Pancasila. Makalah. SUSCADOS PKn Dirjen Dikti Depdiknas. Jakartta. 13-23
Desember 2005.
Soedarsono, Soemarno. Intisari Karakter Bangsa Dari Gelap Menuju Terang. Sarasehan
Nasional Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter bangsa, Departemen Pendidikan
Nasional, 14 Januari 20101.
Tim. Pemikiran Tentang Pendidikan Karakter Dalam Bingkai Utuh Sistem Pendidikan
Nasional. ALPTKI untuk Menteri Pendidikan Nasional RI, 2009.
Virtual:
Winataputra, H. Udin Saripudin. Implementasi Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter
Bangsa Melalui Pendidikan Karakter (Konsep, Kebijakan, dan Kerangka Programatik).
http://kisyani.files.wordpress.com/2010/07/makalah-1.pdf (diakses 24 Oktober 2011)
Kusumah, Wijaya, Mari Membangun Karakter Bangsa Melalui Olah Pikir, Olah Hati, Olah
Raga, Olah Rasa, dan Karsa. www.wijayalabs.com. (diakses 23 Oktober 2011).
Modul-Mata-Kuliah-Pancasila. www.vivixtopz.wordpress.com. (diakses 24 Oktober 2011)
Pancasila-Sebagai-Ideologi-Terbuka. www.scribd.com/doc/28892074/ (diakses 23 Oktober
2011)
http://mudjiarahardjo.uin-malang.ac.id/artikel/289 Prof. Dr. H. Mudjia Rahardjo, M.Si
Runtuhnya Karakter-Bangsa dan Urgensi Pendidikan Pancasila (Diakses 24 Oktober 2011)
http;//wijayalabs.com. Wijaya Kusumah, S.Pd, M.Pd, Mari Membangun Karakter Bangsa
Melalui Olah Pikir, Olah Hati, Olah Raga, Olah Rasa, dan Karsa. (Diakses 23 Oktober 2011).
Hal 11.

Anda mungkin juga menyukai