Anda di halaman 1dari 63

KARYA ILMIAH

STUDI SISTEM PENGAMAN SALURAN DISTRIBUSI


TEGANGAN MENENGAH 20 KV TERHADAP SURJA PETIR

OLEH :

IR. YANU PRAPTO SUDARMOJO, MT

NIP. 19550103 198903 1 001

PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS UDAYANA
2017

i
ABSTRAK

Penyulang Serangan merupakan saluran distribusi tegangan menengah 20


kV yang bersumber dari gardu induk Pesanggaran dan melayani konsumen tenaga
listrik di daerah Serangan dan sekitarnya. Penyulang Serangan sebagian besar
melewati daerah pesisir pantai. Menurut data yang diperoleh dari BMKG untuk
daerah serangan, fenomena petir yang terjadi dengan jumlah sambaran maksimum
perbulan mencapai lebih dari 6000 sambaran ke tanah dan lebih dari 1000
sambaran ke awan. Berdasarkan data gangguan PLN Area Bali Selatan, sepanjang
periode tahun 2010 penyulang serangan mengalami 12 kali gangguan surja petir
yang mengakibatkan penyulang padam (trip).
Mengurangi terjadinya gangguan terhadap penyulang dan mengurangi
kerusakan peralatan di saluran distribusi tegangan menengah yang diakibatkan
oleh surja petir, maka pada penyulang serangan dipasanglah Kawat tanah pada
saluran udara tegangan menengah yang dikombinasikan dengan lightning arrester
di sepanjang 12,45 km pada saluran udara tegangan menengah . Kawat tanah
berfungsi sebagai pengaman utama dalam saluran distribusi tegangan menengah
terhadap gangguan sambaran petir sedangkan lightning arrester berfungsi untuk
melindungi jaringan dari gangguan sambaran petir apabila kawat tanah tersebut
gagal dalam melindungi jaringan tersebut maka lightning arrester akan memback
up kerja dari sistem kawat tanah tersebut untuk melindungi jaringan sistem
distribusi dari gangguan petir.
Hasil analisa terhadap pemasangan kawat tanah, menunjukkan terjadinya
penurunan jumlah sambaran petir dari 43 kali menjadi 28 kali sambaran dengan
o
membentuk sudut lindung 55 . sehingga kontruksi tersebut dapat di katakan
berhasil menurunkan jumlah gangguan petir dan dapat di aplikasikan pada system
penyulang yang mengalami sering mengalami gangguan
Kata kunci : Petir, Kawat tanah, Lightning Arrester

ii
ABSTRACT

Feeders Serangan a distribution channel 20 kV medium voltage


substations sourced from Pesanggaran and serve consumers of electricity in the
area and surrounding serangan. serangan feeders mostly through the coastal
areas. According to data obtained from the BMKG, lightning phenomenon that
occurs with the maximum number of strikes per month to more than 6000
lightning to the ground and more than 1000 lightning to the cloud. Based on data
disturbance PLN Area South Bali, during the period of 2010 feeders Serangan
experienced 12 times lightning surge disturbances resulting feeders off (trip).

Reduce the occurrence of interruptions of feeders and reduce damage to


equipment in medium voltage distribution lines caused by lightning on surja
penyulang dipasanglah Wire ground attacks on medium voltage air channels
combined with lightning arrester along 12,45 miles on air duct medium voltage.
Ground wire serves as the main seat in medium voltage distribution channels
against disruption while lightning strikes lightning arrester serves to protect the
network from intrusion when lightning strikes the ground wire failed in protecting
the chain lightning arrester will memback up work from the ground wire system
to protect the system from tampering distribution chain lightning.

The analysis result of the ground, against the installation of wire showing
the decreasing the number of thunderbolt from 43 time to be 28 times struck with
forming an angle conservation 55o. So that it can be constructed in say succeeded
in reducing the number of interference lightning and apply them to the system can
be in feeders who have often have been affected

Keywords: Lightning, Kawat tanah, Lightning Arrester

iii
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Pengasih


dan Penyayang kami telah dapat menyelesaikan Karya Ilmiah yang berjudul :

“STUDI SISTEM PENGAMAN SALURAN DISTRIBUSI TEGANGAN


MENENGAH 20 KV TERHADAP SURJA PETIR

Penulisan Karya Ilmiah ini adalah untuk melengkapi pengisian BKD


(Beban Kerja Dosen) di lingkungan Univesitas Udayana pada semester Genap
tahun 2016-2017.

Semoga Karya Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Denpasar, Mei 2017

Penyusun.

iv
DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL ........................................................................................ i

ii
ABSTRAK ....................................................................................................

KATA PENGANTAR .................................................................................. iv


DAFTAR ISI ................................................................................................. v
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... viii
DAFTAR TABEL......................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................... 2
1.3 Tujuan ..................................................................................... 2
1.4 Manfaat ................................................................................... 2
1.5 Batasan Masalah...................................... ............................... 2
1.6 Sistematika Pembahasan.......................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Proses Terjadinya Sambaran petir........................................... 4
2.1.1 Berdasarkan arah sambaran ........................................... 6
2.1.2 Gangguan Petir Sambaran Langsung ........................... 6
2.1.3 Gangguan Petir Sambaran Tak Langsung ..................... 7
2.2 Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM) ........................ 8
2.2.1 Saluran Kabel Udara Tegangan Menegah (SKUTM) ... 8
2.2.2 Komponen utama jaringan distribusi saluran udara 20kV 9
2.2.3 Konstruksi Jaringan Distribusi Saluran Udara 20 kV . ... 10
2.2.4 Jarak Aman (savety distance ) ....................................... 14
2.3 Kawat Tanah ........................................................................... 15
2.3.1 Efektivitas perlindungan kawat tanah ........................... 16
2.3.2 Penangkapan kilat oleh saluran, jumlah sambaran dan
probabilitas distribusi arus. ........................................ 16

v
2.3.3 Tegangan pada saluran akibat sambaran induksi ........... 17
2.3.4 Perhitungan Gangguan Kilat Akibat Sambaran Langsung
Saluran Udara Tegangan Menengah Dengan Kawat tanah 18
2.4 Sistem Pentanahan Jaringan Distribusi ................................ 19
2.4.1 Tahanan Jenis Tanah ..................................................... 20
2.5 Beberapa bentuk kontruksi Kawat Tanah Jaringan 20kV....... 20

BAB III METODE


3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................. 24
3.2 Data ......................................................................................... 24
3.2.1 Sumber data ................................................................... 24
3.2.2 Jenis data ....................................................................... 24
3.2.3 Teknik pengumpulan data ............................................. 24
3.3 Analisis Data ........................................................................... 25
3.4 Alur Analisis ........................................................................... 26
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Geografis Serangan ................................................................. 27
4.2 Indikasi Petir Pada Penyulang ............................................... 29
4.3 Kontruksi Saluran Distribusi .................................................. 29
4.4 Perhitungan Kemungkinan Gangguan Akibat Sambaran Induksi
SUTM Tanpa Kawat Tanah .................................................. 30
4.4.1 Perhitungan Kemungkinan Gangguan Akibat
Sambaran Induksi SUTM Dengan Ground Wire .. 32
4.4.2 Perhitungan Kemungkinan Gangguan Kilat Yang Terjadi
Akibat Sambaran Langsung Saluran Udara Tegangan
Menengah Tanpa Kawat Tanah.... ..................... ... 33
4.4.3 Perhitungan Kemungkinan Gangguan Akibat
Sambaran Langsung SUTM Dengan Kawat Tanah.... 34
4.4.4 Sudut lindung ................................................ ........ 36
4.5 Kemampuan Hantar Arus (KHA)........................................... 39
4.6 Panjang Andongan Kawat....................................................... 40

vi
4.7 Kontruksi Pembumian pada Penyulang Serangan .................. 40
4.7.1 Pengukuran tahanan pentanahan .................................... 42
4.8 Alat Pengaman Lightning Arrester ......................................... 43
4.8.1 Grafik Perlindungan Lightning Arrester Terhadap Surja 43
4.9 Pemilihan arrester sebagai pelindung petir ............................. 45
4.9.1 Menentukan tegangan pengenal arrester.................... 45
4.9.2 Menentukan arus pelepasan arrester ......................... 47
BAB V SIMPULAN
5.1 Simpulan ................................................................................. 49
5.2 Saran ....................................................................................... 50

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

vii
DAFTAR GAMBAR

Hal.

Gambar 2.1 Muatan Sepanjang Tepi Awan Menginduksikan Muatan Lawan


Pada Bumi 6
Gambar 2.2 Lidah Petir Menjalar ke Arah Bumi.............................................................6
Gambar 2.3 Kilat Sambaran Balik dari Bumi ke Awan.................................................6
Gambar 2.4 Kumpulan Muatan yang Terjebak Pada Jaringan Listrik......................7
Gambar 2.5 Gelombang Tegangan Uji Impuls 1,2 x 50 Mikro Detik.......................8
Gambar 2.6 Tipikal arah sambaran petir............................................................................9
Gambar 2.7 Petir yang Menyambar Kawat Tanah........................................................10
Gambar 2.8 Sudut sambaran................................................................................................12
Gambar 2.9 Konstruksi Sebuah Lightning Arrester.....................................................16
Gambar 2.10 Arrester type expulsion.................................................................................16
Gambar 2.11 Kontruksi kawat tanah...................................................................................17
Gambar 2.12 beberapa teori tentang zona proteksi lightning conductor..................18
Gambar 2.13 Daerah Proteksi Dengan Menggunakan 1 Buah Kawat tanah . 19
Gambar 2.14 Lebar bayang-bayang listrik saluran udara dengan satu kawat tanah
(b = 0) W = Lebar bayang-bayang listrik 20
Gambar 2.15 Macam-macam Alat Pentanahan................................................................25
Gambar 2.16 Representasi Kapasitansi..............................................................................30
Gambar 4.1 Pulau serangan..................................................................................................33
Gambar 4.2 Persentase Jumlah Sambaran Petir Negative Tahun 2010..................34
Gambar 4.3 Kontruksi pemasangan kawat tanah pada daerah Serangan...............36
Gambar 4.4 Kontruksi pemasangan kawat tanah pada daerah kapal......................42
Gambar 4.5 Kontruksi pemasangan kawat tanah pada daerah kapal......................49
Gambar 4.11 Pemasangan elektroda secara paralel dalam sistem pembumian di
penyulang Serangan 59
Gambar 4.12 Kontruksi tiang dengan arrester di penyulang serangan.....................60
Gambar 4.13 Gelombang surja dan pemotongan gelombang surja oleh arrester 61
Gambar 4.14 Grafik perlindungan sistem tenaga listrik................................................62

viii
DAFTAR TABEL

Hal.

Tabel 2.1 Penempatan terminasi-udara sesuai dengan tingkat proteksi . 11


Tabel 2.2 Nilai Resistivitas Tanah menurut pasal 320 – 1 PUIL 1987 .. 26

Tabel 2.3 Efek temperature terhadap resistivitas tanah...........................................27


Tabel 2.4 Hasil pengukuran tahanan dengan elektroda tunggal ditanam di
tanah 28
Tabel 2.5 Hasil pengukuran tahanan dengan elektroda ganda ditanam di tanah
28
Tabel 4.1 Gangguan petir di penyulang Serangan tahun 2010..............................34
Tabel 4.3 Spesifikasi Menara Transmisi SUTM 20 Kv penyulang serangan
35
Tabel 4.4 Jumlah gangguan sambaran langsung pada jaringan tegangan
menengah yang dipasang kawat tanah 47
Tabel 4.5 Karakteristik Arrester......................................................................................54
Tabel 4.6 Perhitungan tegangan terminal LA.............................................................55
Tabel 4.7 Tegangan maksimum sparking impuls......................................................55
Tabel 4.8 Tegangan kerja arrester..................................................................................56
Tabel 4.9 Arus pelepasan lightning arrester................................................................56
Tabel 4.10 Faktor perlindungan arrester.........................................................................57

ix
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Surja petir adalah gejala tegangan lebih transien yang mempunyai


amplitudo sangat besar, dan berlangsung sangat singkat. Tegangan lebih tersebut
dapat merusak peralatan isolasi serta komponen-komponen dalam sistem tenaga
listrik, jika magnitude tegangannya melebihi BIL (Basic Insulation Level)
peralatan. Gangguan petir banyyak terjadi pada saluran udara distribusi tegangan
menengah, sambaran petir dapat berupa sambaran langsung dan sambaran tak
langsung

Dari hasil data BMKG untuk daerah Serangan Petir yang terjadi dengan
jumlah sambaran maksimum perbulan mencapai lebih dari 6000 sambaran ke
tanah dan lebih dari 1000 sambaran ke awan.

Pulau serangan merupakan salah satu objek wisata di bali yang memiliki
suasana desa pesisir. oleh karenanya penyediaan tenaga listrik harus memiliki
keandalan dan kualitas yang baik, sejalan dengan perkembangan perekonomian
yang terus meningkat sesuai dengan kemajuan pembangunan dan perkembangan
pariwisata

Penyulang Serangan bersumber dari Gardu Induk Pesanggaran dan


melayani konsumen tenaga listrik di daerah Pulau Serangan dan sekitarnya.
Berdasarkan data gangguan PT.PLN ( PERSERO ) Area Jaringsn Bali Selatan,
Penyulang Serangan merupakan penyulang yang sering mengalami gangguan
(trip) akibat dari sambaran surja petir. Sepanjang periode tahun 2010 penyulang
Serangan mengalami 12 kali gangguan surja petir yang mengakibatkan penyulang
akan padam (trip). Untuk mengatasi permasalahan tersebut, dipasanglah kawat
tanah yang di kombinasikan dengan arrester sepanjang 12,45 km.

1
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan masalah tersebut di atas, dalam Karya Ilmiah ini dapat


dirumuskan masalahnya yaitu bagaimana Pengaruh Sistem Pengaman ( Kawat
Tanah dan Arrester ) sebagai Sistem Pengaman pada Saluran/Penyulang Serangan
.1.3 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa pengaruh Sistem


Pengaman berupa ( Kawat Tanah dan Arrester ) pada Penyulang Serangan .

1.4 Manfaat

Manfaat yang dapat diperoleh dari Karya Ilmiah ini adalah diharapkan
pemasangan kawat tanah dan arrester dapat mengurangi terjadinya gangguan
penyulang trip, mengurangi kerusakan peralatan di saluran distribusi tegangan
menengah, dan juga dapat menjadi acuan untuk di aplikasikan pada penyulang
yang rawan gangguan surja petir lainnya.

1.5 Ruang Lingkup dan Batasan Masalah

Melihat luasnya permasalahan yang ada, maka akan dibahas


permasalahannya sebagai berikut :

1. Analisis yang dilakukan adalah pengaruh gangguan yang terjadi pada


pemasangan kawat tanah dan arrester pada penyulang Serangan sehingga
dapat mengurangi terjadinya gangguan pada penyulang trip, mengurangi
kerusakan peralatan pada SUTM dan SKUTM 20 kV di sepanjang
penyulang Serangan.

2. Asumsi tahanan pentahan ( 2 - 5Ω ) pada tiang yang di ke tanahkan


sepanjang penyulang serangan

1.6 Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan dalam tugas akhir ini adalah sebagai berikut :

BAB I : Pendahuluan
Berisikan latar belakang tentang pengaruh pemasangan dan sudut
pengaman pemasangan kawat tanah yang di kombinasikan dengan
arrester di penyulang Serangan .dapat mengurangi terjadinya

2
gangguan penyulang trip, mengurangi kerusakan peralatan di
saluran distribusi tegangan menengah, rumusan masalah, tujuan,
manfaat, batasan masalah, dan sistematika pembahasan.

BAB II : Tinjauan Pustaka


Memaparkan tentang teori penunjang yang berkaitan dengan
permasalahan yang dibahas antara lain sistem tenaga listrik, sistem
jaringan distribusi, sistem konstruksi jaringan distribusi 20 kV,
gangguan petir, sistem pengaman jaringan distribusi primer, sistem
pentanahan, kawat tanah, dan sudut pengaman pemasangan kawat
tanah
BAB III : Metode
Berisikan waktu dan tempat penelitian, sumber data, jenis data
yang dibutuhkan, teknik pengumpulan data, analisis data, dan alur
analisis yang digunakan.
BAB IV : Pembahasan
Berisikan pembahasan mengenai dampak gangguan surja petir,
pengaruh pemasangan kawat tanah dan kinerja lightning arrester
pada penyulang Serangan
BAB V : Penutup
Berisikan simpulan dari hasil pembahasan dan saran yang dapat
diberikan.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Proses Terjadinya Sambaran petir


Petir merupakan kejadian alam karena terjadi loncatan muatan listrik
antara awan dengan bumi. Loncatan muatan listrik tersebut diawali dengan
mengumpulnya uap air di dalam awan. Ketinggian antara permukaan atas dan
permukaan bawah pada awan dapat mencapai jarak sekitar 8 km dengan
temperatur bagian bawah sekitar 60° F dan tbagian atas sekitar - 60° F. sehingga
akan terjadi kristal-kristal es., kristal es tersebut saling bertumbukan sehingga
terpisahkan muatan positif dan muatan negatif menyebabkan terjadinya petir. Bila
muatan di dalam awan bertambah besar, maka muatan induksi pun makin besar
pula sehingga beda potensial antara awan dengan bumi juga makin besar.
Kejadian ini diikuti pelopor menurun dari awan dan diikuti pula dengan adanya
pelopor menaik dari bumi yang mendekati pelopor menurun. Panjang kanal petir
rata-rata 5 km. Kecepatan pelopor menurun dari awan bisa mencapai 3 % dari
kecepatan cahaya. Sedangkan kecepatan pelepasan muatan balik mencapai 10 %
dari kecepatan cahaya.

Keterangan gambar 2.1 proses terjadinya petir:

a. Terjadinya pengumpulan muatan ion negative pada dasar awan yang


menginduksi ion positif di bumi.
b. Ketika beda potensial antara awan dan bumi mencapai batasnya, maka bagian
yang bermuatan yang biasa disebut leader stroke akan bergerak dari awan ke
bumi.

4
Gambar 2.1 Proses Terjadinya Petir

(Sumber : Hutauruk, 1988)

5 5
c. Leader stroke ini mempunyai kecepatan antara 10 – 2 x 10 m/s dan
bergerak zigzag. Ketika leader stroke mencapai bumi akan terjadi sambaran
8
balik atau biasa disebut return stroke yang mempunyai kecepatan sekitar 10
m/s dan berlangsung sekitar 100 μs. Return stroke bergerak dalam pola yang
sama dengan leader stroke dari bumi ke awan. Koneksi antara bumi dan awan
akan menyebabkan terjadinya pelepasan muatan. Pelepasan muatan inilah
yang sering kita sebut dengan petir.
d. Awan akan menginduksi muatan positif dari bumi pada salah satu kutubnya.
e. Sekitar 40 μs setelah return stroke, sambaran susulan disebut leader mungkin
akan menyambar dengan pola yang sama dengan sambaran pertama. Dart

5
leader ini jauh lebih cepat dan tidak bercabang. Terjadi karena perbedaan
potensial antara dua kutub bermuatan di awan.
f. Setelah dart leader mencapai bumi maka akan terjadi lagi return stroke.
Proses ini dapat berulang beberapa kali.

2.1.1 Gelombang impuls petir

Sambaran petir yang menyambar saluran menimbulkan gelombang


berjalan pada kawat saluran. Rambatan surja terdiri dari surja tegangan dan surja
arus dengan kecepatan yang bergantung pada konstanta kawat. Pada saat surja
mencapai titik peralihan akan terjadi kenaikan pada gelombang tersebut sehingga
terdapat sedikit perbedaan dengan gelombang asal. Bentuk gelombang berjalan
dengan nilai sesaat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 2.2 Gelombang Impuls


(Sumber : Hutauruk, 1989)

2.1.2 Gangguan Petir Sambaran Langsung


Yang dimaksud dengan sambaran langsung yang menyambar langsung
pada kawat fasa Pada saluran udara tegangan menengah yang dilengkapi kawat
tanah diasumsikan tidak ada kegagalan pengamanan. Asumsi ini dapat dibenarkan
karena tinggi dari kawat tanah 10 sampai l3 meter dengan sudut perisaian yang
biasanya < 60° dapat dianggap semua sambaran petir mengenai kawat tanah.

6
Panjang gawang saluran rata-rata 50 meter. Pada saluran tanpa sistem
kawat tanah semua sambaran petir dianggap terjadi pada kawat fasa, di mana
pengetanahan dilakukan pada jarak 3 sampai 4 gawang, semua sambaran petir
dianggap terjadi pada tiang atau dekat tiang, baik pada tiang yang diketanahkan
maupun pada tiang yang tidak diketanahkan dengan perbandingan yang sama.
Pada waktu petir menyambar sistem kawat tanah atau kawat fasa akan timbul arus
yang besar dan sepasang gelombang merambat pada kawat. Besarnya arus atau
tegangan akibat sambaran ini tergantung pada besar arus petir, waktu muka, dan
jenis tiang saluran.. Makin tinggi tegangan sistem, makin tinggi tiangnya, dan
makin besar jumlah sambaran ke saluran itu.

2.1.3 Gangguan Petir Sambaran Tak Langsung


Bila terjadi sambaran petir ke tanah di dekat saluran, terjadi fenomena
transien diakibatkan medan elektromagnetis dari kanal petir..Akibatnya timbul
tegangan lebih dan gelombang berjalan pada kedua kawat. Fenomena transien
pada kawat berlangsung di bawah pengaruh gaya yang memaksa muatan bergerak
sepanjang hantaran., transien dapat terjadi di bawah pengaruh komponen vektor
kuat medan berarah sejajar dengan arah penghantar. Jadi bila komponen vector
dari kuat medan berarah vertikal, tidak akan menimbulkan fenomena transien
Menurut A.Haddad dan D.F. Warne Sambaran petir yang terjadi pada
tiang akan membentuk suatu sudut sambaran , sehingga pembacaan konsep sudut

Gambar 2.3 sudut sambaran


( sumber: A.Haddad and D.F. Warne)

7
akan memiliki validitas yang baik. Dengan sebuah model Fractal dari aktifitas
sambaran petir telah menunjukkan bahwa 95 % sambaran akan terjadi dalam
o
sudut 53 ( sumber: A.Haddad and D.F. Warne)

2.2 Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM)


Saluran Udara Tegangan Menengah adalah konstruksi termurah untuk
penyaluran tenaga listrik pada daya yang sama. Konstruksi ini terbanyak
digunakan untuk konsumen jaringan Tegangan Menengah yang digunakan di
Indonesia. Ciri utama jaringan ini adalah penggunaan penghantar telanjang yang
ditopang dengan isolator pada tiang besi/beton.
Penggunaan penghantar telanjang, dengan sendirinya harus diperhatikan
faktor yang terkait dengan keselamatan ketenagalistrikan seperti jarak aman
minimum yang harus dipenuhi penghantar bertegangan 20 kV tersebut antar Fase
atau dengan bangunan atau dengan tanaman atau dengan jangkauan manusia.
Termasuk dalam kelompok yang diklasifikasikan SUTM adalah juga bila
penghantar yang digunakan adalah penghantar berisolasi setengah AAAC-S (half
insulated single core). Penggunaan penghantar ini tidak menjamin keamanan
terhadap tegangan sentuh yang dipersyaratkan akan tetapi untuk mengurangi
resiko gangguan temporer khususnya akibat sentuhan tanaman.

2.2.1 Saluran Kabel Udara Tegangan Menegah (SKUTM)


Untuk lebih meningkatkan keamanan dan keandalan penyaluran tenaga
listrik, penggunaan penghantar telanjang atau penghantar berisolasi setengah pada
konstruksi jaringan Saluran Udara Tegangan Menengah 20 kV, dapat juga
digantikan dengan konstruksi penghantar berisolasi penuh yang dipilin. Isolasi
penghantar tiap fase tidak perlu di lindungi dengan pelindung mekanis. Berat
kabel pilin menjadi pertimbangan terhadap pemilihan kekuatan beban kerja tiang
beton penopangnnya.
Kabel udara yang biasa digunakan pada konstruksi ini adalah MVTIC.
MVTIC (Medium Voltage Twisted Insulated Cable) adalah kabel pilin udara
berisolasi XLPE dan berselubung PVC berpenggantungan kawat baja dengan
tegangan pengenal 12/20 ( 24) kV, untuk instalasi tetap di atas tanah

8
penghantarnya terdiri dari kawat yang dipilin bulat di padatkan terbuat dari
aluminium.
Kabel MVTIC banyak digunakan karena memiliki kelebihan dari jenis
konduktor SUTM karena lebih aman dari gangguan dari luar. Tetapi SKUTM
perlu penanganan khusus saat proses jointing dan terminathing karena rentan akan
gangguan apabila kurang teliti saat pemasangannya. Cepatnya pertumbuhan beban
menjadi pertimbangan pula pemasangan kabel jenis ini karena pemeliharaan atau
modifikasi jaringan sulit dilakukan dalam kondisi on line atau tanpa pemadaman.
Jenis kabel MVTIC banyak digunakan sebagai express fiedder dari suatu system
distribusi spindle atau jaringan yang berdekatan dengan bangunan atau perlakuan
khusus lainnya.

2.2.2 Komponen utama jaringan distribusi saluran udara 20 kV


a. Tiang Listrik
Tiang listrik untuk SUTM biasanya terdiri dari tiang tunggal, kecuali untuk
gardu tiang memakai tiang ganda. Pemasangan tiang biasanya dipasang di tepi
jalan baik jalan raya maupun gang. Pemasangan tiang dapat dikurangi dengan
pemakaian sistem saluran bawah tanah pada sistem distribusi. Tiang listrik
biasanya berupa pipa makin ke atas makin kecil diameternya, jadi tiang bawah
mempunyai diameter besar. Tiang besi berangsur-angsur diganti dengan tiang
beton.
Perencanaan material dan ukuran tiang listrik ditentukan oleh faktor-faktor
mekanis seperti momen, kecepatan angin, kekuatan tanah, besar beban
penghantar, kekuatan tiang dan sebagainya. Jenis tiang listrik menurut
kegunaanya :
Tiang awal / akhir

Tiang penyangga

Tiang sudut

Tiang Peregang / tiang tarik


Tiang Topang

9
b. Cross Arm (Lengan Tiang)
Cross Arm dipakai untuk menjaga penghantar dan peralatan yang perlu
dipasang diatas tiang. Material Cross Arm terbuat dari besi. Cross Arm dipasang
pada tiang. Pemasangan dapat dengan memasang klem-klem, disekrup dengan
baut dan mur secara langsung. Pada Cross Arm dipasang baut-baut penyangga
isolator dan peralatan lainnya, biasanya Cross Arm ini dibor terlebih dahulu untuk
membuat lubang-lubang baut.

c. Isolator
Isolator adalah alat untuk mengisolasi penghantar dari tiang listrik atau
Cross Arm. Jenis-jenis isolator yang digunakan biasanya dipakai untuk SUTM
adalah isolator tumpu. Isolator tarik biasanya dipasang di tiang tarik atau akhir
dan isolator tumpu biasanya dipasang pada tiang penyangga.

d. Penghantar (konduktor)
Penghantar atau konduktor merupakan penyalur arus listrik dari trafo daya
pada gardu induk ke konsumen. Konduktor umumnya terbuat dari bahan tembaga,
aluminium dan aluminium campuran. Khusus untuk distribusi umumnya
digunakan All-Aluminium Conductor (AAC), All-Aluminium-Alloy Conductor
(AAAC), Aluminium Conductor Steel Reinforced (ASCR) dan Alluminium-
Conductor Alloy Reinforced (ACAR). Dilihat dari bentuk penampangnya,
konduktor terdiri atas batangan, kawat pilin, konduktor berongga, dan konduktor
berkas. Untuk kabel udara biasanya menggunakan twisted kabel (MVTIC)
.
2.2.3 Konstruksi Jaringan Distribusi Saluran Udara 20 kV
Konstruksi pada jaringan distribusi saluran udara disesuaikan dengan
kondisi geografis dari lokasi saluran distribusi tersebut dan juga material yang
digunakan harus sesuai dengan kontruksi jaringan. Material utama yang
digunakan pada saluran udara adalah tiang.Berikut jenis material dan konstruksi
yang digunakan. :

10
1. Konstruksi Elektroda Pembumian
a. Elektroda pembumian ditanam 0,3 meter dari titik tanam tiang atau dari sisi
luar fondasi.
b. Terminal sambungan dengan penghantar pembumian disambung 0,2 meter
dibawah permukaan tanah.
c. Sambungan dilakukan dengan mur baut anti korosif / anti karat.
d. Nilai pentanahan dari electrode pembumian maksimal 5 ohm

2. Konstruksi Lightning Arrester


Lightning arrester berfungsi melindungi peralatan listrik terhadap
tegangan lebih akibat surja petir dan surja hubung serta mengalirkan arus surja ke
tanah.Penempatan lightning arrester pada SUTM dilaksanakan sebagai berikut.
Lightning arrester sedapat mungkin dipasang pada titik percabangan dan pada
ujungujung saluran yang panjang, baik saluran utama maupun saluran cabang.
Jarak antara lightning arrester yang satu dengan yang lain tidak boleh melebihi
1000 meter dan di daerah yang berpotensi banyak petir berjarak tidak boleh
melebihi 500 meter. Jika terdapat kabel tanah sebagai bagian dari sistem, lightning
arrester sebaiknya dipasang pada ujung kabel dan dipasangpada tiap kawat fasa. a.
Arus pengenal arrester pada tiang ujung, memakai arrester 10 kA.
b. Arus pengenal pada tiang tengah, memakai arrester 5
KA Lightning arrester dilengkapi dengan:
Sela bola api (Spark gap)
Tahanan kran atau tahanan tidak linier (valve resistor)
Sistem pengaturan atau pembagian tegangan (grading
system) Beberapa jenis lightning arrester, antara lain:
a) Type expulsion: terdiri dari dua elektroda dan satu fibre tube. Tabung fibre
menghasilkan gas saat terjadi busur api dan menghembuskan busur api
kearah bawah. Setelah busur hilang maka arrester bersifat isolator kembali.
Jenis lightning arrester tabung ledak (expulsion) ini mempunyai
pengaman yang lebih baik, khususnya pada saluran yang mempunyai
tingkat gangguan yang rendah.

11
b) Type Valve: bila tegangan surja petir menyambar jaringan dan dimana
terdapat lightning arrester terpasang maka seri gap akan mengalami
kegagalan mengakibatkan terjadi arus yang besar melalui tahanan kran
yang saat itu mempunyai nilai kecil. Bila tegangan telah normal kembali
maka tahanan kran mempunyai nilai besar sehingga busur api akan padam
pada saat tegangan susulan sama dengan nol.

3. Konstruksi Kawat Tanah


Konstruksi kawat tanah dipakai di daerah serangan, dipasang di atas
penghantar fasa.
4. Jenis Isolator Jaringan distribusi
Isolator yang digunakan untuk saluran distribusi tenaga listrik berdasarkan
fungsi dan konstruksinya dapat dibedakan sebagai berikut :
a . Isolator Jenis Pasak (pin type insulator).
Isolator jenis pasak (pin type insulator), terbuat dari bahan porselin
maupun bahan gelas yang dibentuk dalam bentuk kepingan dan bagian bawahnya
diberi suatu pasak (pin) yang terbuat dari bahan besi atau baja tempaan. Tiap
kepingan diikatkan oleh suatu bahan semen yang berkualitas baik. Kekuatan tarik
isolator jenis pasak ini lebih rendah bila dibandingkan dengan isolator jenis
gantung, karena kekuatan isolator jenis pasak ini ditentukan oleh kekuatan
pasaknya terhadap gaya tarikan kawat penghantar. Isolator jenis pasak banyak
digunakan karena :
a. lebih banyak jaringan dibuat lurus
b. sudut saluran dibuat kurang dari 15°
c. isolator jenis gantung lebih mahal dari isolator jenis pasak
d. konstruksi tiang dibuat dengan cross-arm (travers) lebih
menonjolkan ke laur sudut.

b. Isolator Jenis Pos (post type insulator).


Isolator jenis pos (post type insulator) , Dibandingkan dengan isolator
jenis pasak, isolator jenis pos ini lebih sederhana perencanaannya. Diameternya
lebih kecil dan tak menggunakan kepingan-kepingan seperti isolator jenis pasak.

12
Terdapat lekukan-lekukan pada permukaannya untuk mengurangi hantaran yang
terjadi pada isolator. Makin tinggi tegangan isolasinya makin banyak lekukan-
lekukan tersebut.
Kekuatan mekanis isolator jenis pos ini lebih tinggi dibandingkan isolator jenis
pasak. Isolator jenis pos yang digunakan untuk jaringan distribusi 20 kV, memiliki
tegangan tembus sebesar 35 kV dengan kekuatan tarik (tensile strenght) sebesar
5000 pon.

c. Isolator Jenis Gantung (suspension type insulator).


Saluran transmisi banyak sekali menggunakan isolator gantung ini. Karena
kekuatan mekanis isolator gantung ini lebih tinggi bila digandengkan, maka
banyak digunakan untuk menahan besarnya tarikan atau ketegangan kawat pada
tiang. (sumber: Daman Suswanto).

d. Kapasitansi isolator
Isolator memiliki elektroda yang terbuat dari bahan logam berupa besi atau
baja campuran sebagai tutup (cap) dan pasak (pin) yang dipisahkan oleh bahan
isolasi. Dimana tiap bahan isolasi mempunyai kemampuan untuk menahan
tegangan yang mengenainya tanpa menjadi rusak, yang disebut dengan kekuatan
dielektrikum. Apabila tegangan diterapkan pada isolator yang ideal di kedua
elektroda tersebut, maka dalam waktu singkat arusnya yang mengalir terhenti dan
didalam bahan isolasi terjadi suatu muatan (Q). Hal ini menunjukkan adanya
perbedaan tegangan (V) diantara kedua elektroda. Besarnya muatan itu adalah :
Q = C.V ………………... 2.1
Dimana nilai kapasitas (C) tergantung pada nilai konstanta dielektrik dari suatu
bahan diantara elektroda . Untuk bahan isolasi porselin dan gelas nilai konstanta
dielektriknya lebih tinggi dibandingkan dengan bahan-bahan isolasi yang lain.
Bandingkan konstanta dielektrik bahan-bahan di bawah ini.

Tabel 2.1 Nilai Konstanta Dilektrik Beberapa Bahan

13
Selain nilai konstanta dielektrik yang mempengaruhi nilai kapasitansi, luas dan
tebalnya suatu bahan mempengaruhi juga nilai kapasitansi tersebut. Makin besar
volume suatu bahan makin bertambah tinggi muatannya, dan makin besar nilai
kapasitansinya yang ditentukan dengan persamaan.
C A ………………... 2.2
4d

Dimana :
C = kapasitansi (Farad)
ε = konstanta dilektrikum
A = luas permukaan bahan (m2)
d = diameter atau tebal bahan (m)

2.2.4 Jarak Aman (savety distance )


Jarak aman (savety distance ) untuk kontruksi JTM merupakan jarak
antara bagian aktif atau netral jaringan terhadap benda-benda di sekelilingnya baik
secara mekanis atau elektromagnetis yang tidak memberikan pengaruh yang
membahayakan .

Tabel 2.3 Jarak Aman (savety distance) sumber:PT PLN (Persero) Edisi 1 Tahun
2010
No Uraian Jarak aman
1. Terhadap permukaan jalan raya ≥ 6 meter
2. Balkon rumah ≥ 2,5 meter
3. Atap rumah ≥ 2 meter
4. Dinding bangunan ≥ 2,5 meter
5. Antena TV/radio,menara ≥ 2,5 meter
6. Pohon ≥2,5 meter
7. Lintasan Kereta Api ≥ 2 meter
8. Lintasan Jaringan listrik sangat rendah ≥ kabel tanah

14
9. Under build TM-TM ≥ 1 meter
10. Under build TM - TR ≥ 1 meter

2.3 Kawat Tanah (Groundwire)


Kawat tanah (groundwire) adalah kawat untuk melindungi kawat fasa dari
sambaran petir. Kawat ini dipasang diatas kawat fasa dengan sudut perlindungan
yang sekecil mungkin, karena dianggap petir menyambar dari atas kawat. Namun
jika petir menyambar dari samping maka akan mengakibatkan kawat fasa
tersambar dan menyebabkan gangguan.Kawat tanah atau kawat perisai pada
saluran distribusi ditempatkan di atas kawat–kawat fasa. Awalnya kawat tanah
dimaksudkan sebagai perlindungan terhadap sambaran tidak langsung (sambaran
induksi) di sekitar kawat fasa distribusi. Akan tetapi dikemudian hari dari hasil-
hasil pengalaman dan teori, penyebab utama yang menimbulkan gangguan
distribusi tegangan menengah 20 kV adalah sambaran petir langsung.

Gambar 2.10 Daerah Proteksi dengan Menggunakan Sistem Kawat tanah


(Sumber: Hutahuruk, 1989)

0 0
penangkal petir mempunyai sudut pengamanan berkisar antara 25 hingga 55
dapat dilihat pada gambar. Dari gambar di atas, misalkan sistem kawat tanah
diletakkan setinggi h meter dari cross arm tiang tegangan menengah , Zona
proteksi sistem kawat tanah terletak di dalam daerah segitiga tersebut. Di dalam
zona tersebut, diharapkan tidak terjadi sambaran petir langsung sehingga di daerah
tersebut kawat phasa dapat terlindungi.

15
2.3.1 Efektivitas perlindungan kawat tanah
Efektivifitas perlidungan diharapkan mampu melindungi kawat fasa,
sehingga tidak terjadi sambaran petir langsung ke kawat fasa. Keefektipan
perlindungan kawat tanah bertambah baik jika kawat tanah semakin dekat dengan
kawat fasa. Untuk memperoleh perlindungan (perisaian) yang baik, harus
memenuhi persyaratan penting sebagai berikut:
1. Supaya petir tidak menyambar langsung kawat fasa maka jarak kawat tanah di
atas kawat fasa diatur sedemikian rupa.
2. Pada tengah gawang kawat tanah harus mempunyai jarak yang cukup di atas
kawat fasa untuk mencegah terjadinya lompatan api karena tegangan pantulan
negatif dari dasar tiang yang kembali ke tengah gawang.
3. Saat petir menyambar tiang secara langsung, tidak terjadi flashover pada
isolator.
4. Tahanan kaki menara harus cukup kecil untuk menurunkan tegangan yang
dibebani isolator agar tidak terjadi lompatan api (flashover) pada isolator.

2.3.2 Penangkapan kilat oleh saluran, jumlah sambaran dan probabilitas


distribusi arus.
Suatu saluran di atas tanah dapat dikatakan membentuk bayang-bayang listrik
pada tanah yang berada di bawah saluran transmisi itu. Kilat yang biasanya
menyambar tanah di dalam bayang-bayang itu akan menyambar saluran sebagai
gantinya, sedang kilat di luar bayang-bayang itu sama sekali.tidak menyambar
saluran. Lebar bayang-bayang listrik atau disebut 'daerah perisaian'untuk suatu
saluran . Lebar bayang-bayang W adalah:
W = ( b + 4 h1,09 ) meter ………………... 2.3
Dengan :
b = jarak pemisah antara kedua kawat tanah (meter, bila kawat tanah hanya
satu. b = 0)
2

h = tnggi rata-rata kawat tanah di atas tanah = ht - andongan (meter).

Di luar daerah perisaian itu kilat dianggap menyambar langsung ke tanah,


atau disebut sambaran induksi.

16
2.3.3 Tegangan pada saluran akibat sambaran induksi
Untuk dapat menghitung tegangan lebih pada saluran akibat sambaran
induksi terlebih dahulu harus diketahui medan elektromagnetis dari sambaran
kilat. Arus kilat pada tanah mempunyai waktu muka yang kecil dan ekor yang
panjang. Selama proses pelompatan kepala (stepped leader) suatu muatan 46
terdistribusi secara merata sepanjang kanal kilat (lightning channel). Kemudian
sambaran balik yang berupa surja arus dengan bentuk fungsi langkah
(steppedfunction) bergerak ke atas dengan kecepatan sama dengan kecepatan sinar
danmenetralkan muatan yang ada pada kanal kilat. Bila waktu muka dari arus
kilattidak diperhatikan, pendekatan ini dapat digunakan untuk bagian bawah
darikanal kilat, di mana variasi muatan dan kecepatan pada ketinggian di atas
permukaan tanah dapat diabaikan. ( T.S Hutahuruk, 1988)
Hubungan'antar arus Io dan muatan qo adalah:
Io= c qo ………………... 2.4
Dengan :
Io = harga puncak arus kilat selama sambamn balik
c = kecepatan merambat sambaran balik
q0 = muatan listrik pada lintasan kilat per satuan panjang
Untuk menghitung tegangan puncak atau Vmaks yang diakibatkan oleh tegangan
induksi petir tanpa kawat tanah dapat dihitung dengan menggunakan rumus
berikut :

Vinduksi = Z 0 I 0 h kV ………………... 2.5


y
Selanjutnya untuk menghitung tegangan puncak atau Vmaks yang diakibatkan
oleh tegangan induksi petir dengan kawat tanah dapat dihitung dengan
menggunakan rumus berikut :

Vinduksi =1
Z
2R Z
12
. h h
2
V
i
………………... 2.6
22 1

Menghitung pengaruh kawat tanah terhadap tegangan induksi diperkenalkan


Faktor Perisaian (FP) yang didefinisikan sebagai hasil bagi tegangan induksi
dengan kawat tanah. Kawat tanah ideal adalah kawat tanah yang mempunyai titik
pengetanahan pada setiap titik sepanjang kawat tanah sehingga potensialnya

17
sepanjang kawat adalah nol. Pada kenyataannya tidak ada kawat ideal, jadi kawat
tanah itumempunyai beda tegangan tertentu terhadap tanah. Bila terdapat
groundwire dapat dihitung faktor perisaian sebagai berikut :

FP =1
Z
2R Z
12
. h
2
h ………………... 2.7
22 1

Jumlah lompatan api adalah jumlah sambaran dikalikan probabilitas arus.yang


sama dengan atau melebihi arus Io yang dapat menimbulkan lompatan api, Jumlah
lompatan api (flashover) yang dapat terjadi adalah :

V 50%

e .h0,09
NFL = 30,6 IKL . FP. h 510 ………………... 2.8
V
50%

2.3.4 Perhitungan Gangguan Kilat Akibat Sambaran Langsung Saluran


Udara Tegangan Menengah Dengan Groundwire
Untuk menghitung berapa tegangan puncak yang diakibatkan oleh
sambaran langsung dari petir, terlebih dahulu hitung impedansi surja tiang (Zt)
dan impedansi surja groundwire (Zg) :
h h
Zt = 60 ln r
t
90
r
t
60 ………………... 2.9
t t

Jadi tegangan puncak pada tiang yang terjadi dapat dihitung sebagai berikut :
Vt = z .zt ………………... 2.10
g

z g 2zt

Besar arus kilat minimum yang mengakibatkan lompatan api dapat dihitung sebagai
berikut :
V ………………... 2.11
I0 = 50%

Rht
2.4 Sistem Pentanahan Jaringan Distribusi

Sistem pentanahan pada jaringan distribusi digunakan sebagai pengaman


langsung terhadap peralatan dan manusia bila terjadinya gangguan tanah atau

18
kebocoran arus akibat kegagalan isolasi dan tegangan lebih pada peralatan
jaringan distribusi. Petir dapat menghasilkan arus gangguan dan juga tegangan
lebih dimana gangguan tersebut dapat dialirkan ke tanah dengan menggunakan
sistem pentanahan. Sistem pentanahan adalah suatu tindakan pengamanan dalam
jaringan distribusi yang langsung rangkaiannya ditanahkan dengan cara
mentanahkan badan peralatan instalasi yang diamankan, sehingga bila terjadi
kegagalan isolasi, terhambatlah atau bertahannya tegangan sistem karena
terputusnya arus oleh alat-alat pengaman tersebut. Agar sistem pentanahan dapat
bekerja secara efektif, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut (Daman
Suswanto) :
1. Membuat jalur impedansi rendah ketanah untuk pengamanan personil dan
peralatan menggunakan rangkaian yang efektif.
2. Dapat melawan dan menyebarkan gangguan berulang dan arus akibat surja
hubung (surge current)
3. Menggunakan bahan tahan terhadap korosi terhadap berbagai kondisi kimiawi
tanah. Untuk meyakinkan kontiniutas penampilan sepanjang umur peralatan
yang dilindungi.
4. Menggunakan sistem mekanik yang kuat namun mudah dalam pelayanannya.
Secara umum tujuan dari sistem pentanahan dan grounding pengaman adalah
sebagai berikut :
1. Mencegah terjadinya perbedaan potensial antara bagian tertentu dari instalasi
secara aman.
2. Mengalirkan arus gangguan ke tanah sehingga aman bagi manusia dan
peralatan.
3. Mencegah timbul bahaya sentuh tidak langsung yang menyebabkan tegangan
kejut

2.4.1 Tahanan Jenis Tanah


Faktor keseimbangan antara tahanan pengetanahan dan kapasitansi di
sekelilingnya adalah tahanan jenis tanah (ρ). Harga tahanan jenis tanah pada
daerah kedalaman yang terbatas tidaklah sama. Beberapa faktor yang
mempengaruhi tahanan jenis tanah yaitu:

19
Tabel 2.4 tahanan jenis tanah (sumber: Daman Suswanto)
Tanah Pasir
Tanah Pasir Kerikil Tanah
Jenis tanah liat dan kerikil
rawa basah basah berbatu
ladang kering

Tahanan jenis 30 100 200 500 1000 3000


tanah (ohm)

2.5 Beberapa bentuk kontruksi kawat tanah jaringan 20kV


Konstruksi kawat tanah jaringan distribusi terdiri dari beberapa macam
bentuk seperti berikut :

Gambar 2.11 Pemasangan groundwire pada daerah sempidi

20
1,5 m

80cm 80cm

35cm

100cm Besi siku-siku 50x50x5mm=360cm

Gambar 2.12 kontruksi Pemasangan Ground wire tipe segitiga


(Sumber: PT PLN (Persero) Distribusi Bali)

Gambar 2.13 Pemasangan groundwire pada daerah Sempidi

21
1,5 m

80cm 80cm

35cm

Gambar 2.14 Kontruksi pemasangan groundwire tipe UNP


(Sumber: PT PLN (Persero) Distribusi Bali)

Gambar 2.15 Pemasangan groundwire pada daerah Serangan

22
1,5m
80cm 80cm

35cm

Pipa galvanis 2 inchi

Gambar 2.16 Kontruksi pemasangan groundwire tipe pipa galvanis


(Sumber: PT PLN (Persero) Distribusi Bali)

23
BAB III
METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan di pulau Serangan dan PT PLN (Persero) Area Bali
Selatan dengan alamat di Jl. Panglima Besar Sudirman No. 2 Denpasar. Waktu
penelitian dilakukan dari bulan Juni 2011.

3.2 Data
3.2.1 Sumber data
Adapun data-data yang digunakan dalam analisis proposal tugas akhir ini
bersumber dari:
1. PT PLN (Persero) Area Bali Selatan
2. PT PLN (Persero) Area Pengatur Distribusi
3. Buku-buku dan literature yang ada hubungannya dengan permasalahan
yang dibahas.

3.2.2 Jenis data


Data yang digunakan dalam Penelitian ini adalah data sekunder dengan
data-data sebagai berikut :
1. Diagram segaris dan kondisi sistem jaringan 20 kV penyulang Serangan yang
disuplai dari Gardu Induk Pesanggaran
2. Data spesifikasi, panjang dan jalur kawat tanah penyulang Serangan.
3. Data kontruksi pemasangan kawat tanah.
4. Data gangguan petir dan angin periode Januari 2010 – desember 2010 , data-
data yang berhubungan dengan kawat tanah di penyulang Serangan.
5. Data arrester sebagai pelindung dari sambaran petir

3.2.3 Teknik pengumpulan data


Teknik pengumpulan data dalam penulisan Tugas Akhir ini diperoleh
berdasarkan metode seperti berikut ini :

24
1. Metode Observasi
Metode pengumpulan data dengan melakukan pencarian data yang
berhubungan dengan gangguan surja petir dan kawat tanah pada
penyulang 24
Serangan.
2. Studi Kepustakaan
Metode pengumpulan data yang dilakukan dengan membaca literatur yang
berhubungan dengan gangguan surja petir dan kawat tanah.

3.3 Analisis Data


Data yang didapat dianalisis secara deskriptif dengan urutan sebagai
berikut :
1. Analisis jumlah gangguan petir di penyulang Serangan
2. Analisis pemasangan kawat tanah di penyulang Serangan
3. Analisis system pentanahan dan kontur tanah
4. Analisis pemasangan lightning arrester

25
3.4 Alur Analisis

Mulai

Identifikasi masalah

Pengumpulan data:

1. Data sambaran petir

2. Data kontruksi kawat tanah

3. Data sudut pengaman kawat tanah

4. Data tahanan pentanahan

- Analisa sambaran petir


- Analisa kontruksi groundwire
- Analisa system grounding 20kv
- Analisa pemasangan lightning arrester

Selesai

Gambar 3.1 Alur Analisis

26
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Geografis Serangan


Secara geografis, Pulau Serangan terletak di Kecamatan Denpasar Selatan,
Kotamadya Denpasar, Propinsi Bali. Luasnya Pulau Serangan asli 111,9 ha.

Gambar 4.1 pulau serangan (Sumber: www.google.com)

Berdasarkan data yang di keluarkan oleh Stasiun Metereologi dan


geofisika (BMG) Pulau serangan merupakan daerah dekat pantai yang mempunyai
potensi petir yang sangat tinggi , sehingga memiliki kejadian sambaran petir
hampir terjadi sepanjang tahun. Pada daerah serangan memiliki proteksi sambaran
yang besar, jumlah sambaran maksimum perbulan mencapai lebih dari 6000
sambaran ke tanah dan lebih dari 1000 sambaran di awan. Pada Bulan Maret,
April, Mei, Juni , November dan Desember memiliki aktivitas petir yang tinggi
dalam kurun waktu setahun.

27

27
Gambar 4.2 Persentase Jumlah Sambaran Petir Negative Tahun 2010

berikut data dari PLN wilayah Denpasar diperoleh data gangguan petir
yang terjadi di wilayah Pulau serangan periode 2010

Tabel 4.1 Gangguan petir di penyulang Serangan tahun 2010

Arus
Nama Tgl_trip Jam_trip Tgl_masuk Jam_masuk Lm
(kA) Pdm

3:09:00
Serangan 2/10/2010 81
AM 2/10/2010 3:11:27 AM
4:41:38 0:41:00
Serangan 4/10/2010 71
AM
16:34:59 4/10/2010 4:43:55 AM
Serangan 2/12/2010 166 0:38:00
PM

2/12/2010 4:37:34 PM
0:43:00

4.2 Indikasi Petir Pada Penyulang


Indikasi Gangguan yang disebabkan oleh petir pada penyulang dapat di
katakan gangguan tersebut diakibatkan oleh petir dapat dilihat dari relay yang
bekerja pada gardu induk . alat pengaman tersebut mengalami over current (arus
lebih) sehingga penyulang mengalami trip. Pada saat terjadi petir pengaman OCR
(over current relay) yang bekerja dengan membaca arus, dan kemudian akan
membuat keputusan trip / no trip berdasarkan nilai setting dan besarnya arus
kemudian GFR bekerja mentanahkan arus lebih yang terjadi akibat petir tersebut
28
. Indikasi petir juga dapat di ketahui berdasarkan bukti di lapangan.
Misalnya isolator pecah, terbakar atau konduktor putus dan justifikasi petugas
lapangan yang mengamati bahwa gangguan terjadi sesaat setelah terjadi sambaran
petir atau terdengar guruh. Data ini menjadi akan lebih akurat apabila didukung
dengan data dari peralatan deteksi sambaran petir .

4.3 Kontruksi Saluran Distribusi


Konstruksi pada jaringan distribusi saluran udara disesuaikan dengan
kondisi geografis dari lokasi saluran distribusi tersebut dan juga material yang
digunakan harus sesuai dengan kontruksi jaringan. Material utama yang
digunakan pada saluran udara adalah tiang. Tiang berfungsi untuk menyangga
hantaran kabel dan material pendukung lainnya. Berikut spesifikasi tiang saluran
distribusi 20 kv

Tabel 4.3 Spesifikasi tiang saluran distribusi 20 Kv ( PT.PLN area bali


selatan)
DESCRIPTION SPESIFICATION

Panjang JTM 12,34 km


Panjang tiang 13-14 meter
Diameter tiang 216 - 165 mm
Jari-jari tiang 30- 45cm
Jarak antar tiang 30-50 meter
Tinggi kawat phasa (h) 10,6 meter
Tinggi kawat tanah 12.45 meter
Lebar tiang (b) 2 meter

29
4.4 Perhitungan Kemungkinan Gangguan Akibat Sambaran Induksi SUTM
Tanpa Kawat Tanah

Gambar 4.3 Kontruksi pemasangan groundwire pada daerah Serangan


(Sumber: PT PLN (Persero) Distribusi Bali)

Perhitungan lebar bayang-bayang listrik di bawah saluran atau disebut daerah


perisaian untuk saluran udara tegangan menengah tanpa kawat tanah dapat
dihitung dengan menggunakan rumus berikut :
W=
1,09
= ( 1,8 + 4 × 10,6 )
= 44.2 meter

Gambar 4. 4 Daerah perisaian untuk saluran udara tegangan menengah


tanpa kawat tanah

30
Selanjutnya untuk menghitung tegangan puncak atau Vmaks yang diakibatkan oleh tegangan
induksi petir dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut :
Vinduksi = Z 0 .I 0 .h
kV
y
= 30.I 0 .h

y
= 30.20.10,6

30
= 212 kV

Probabilitas arus gangguan sambaran induksi yang demikian dapat diperoleh sebagai berikut :
V y
50%
.

PIo = e 1020 h

160 30

= .

e 1020 10,6

= 0,97
Jumlah lompatan api (flashover) yang dapat terjadi adalah :

NFL = 30,6 . IKL . h

= 30,6 . 100 . 11,9

= 138 kali per 100 km per tahun


Jadi besar gangguan kilat yang terjadi karena sambaran induksi adalah
V
.h
50% 0,09
e 510
η
Ni = 30,6 IKL h ×
V
50%
160 0,09

.10,6

e 510

= 30,6 . 100 . 10,6 x 0,5


160

= 69 gangguan per 100 km per tahun

31
4.4.1 Perhitungan Kemungkinan Gangguan Akibat Sambaran Induksi
SUTM Dengan Ground Wire
Perhitungan lebar bayang-bayang di bawah saluran atau disebut daerah
perisaian untuk saluran udara tegangan menengah dengan groundwire dapat
dihitung dengan menggunakan rumus berikut (Hutahuruk, T.S. 1988) :
W = ( b + 4 h1,09 ) meter
1,09
= ( 0 + 4 × 12,1 )
= 60,5 meter

Gambar 4.5 Daerah perisaian untuk saluran udara tegangan menengah


dengan kawat tanah

Selanjutnya untuk menghitung tegangan puncak atau Vmaks yang diakibatkan


oleh tegangan induksi petir dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut :
Z 12
h
2
Vinduksi = 1 2R Z h Vi
22 1

150 12,1
= 1 x212
2.10 500 10,6
= 79,5kV

Probabilitas arus gangguan sambaran induksi yang demikian dapat diperoleh sebagai
berikut :
V y
30%
.

PIo = e 1020 h

160 30
.

= e 1020 12,1

= 0,68
Bila terdapat kawat tanah dapat dihitung faktor perisaian sebagai berikut

32
Z 12 h
FP = 1 . 2

2R Z 22 h
1

150 12,1
= 1 .

2.5 500 10,6


= 0,7

Jumlah lompatan api (flashover) yang dapat terjadi adalah :


V
e
50%
.h 0,09

NFL = 30,6 IKL . FP. h 510


V
50%

160 0,09
e .12,1
= 30,6 . 100 . 0,65 . 12,45 510
160
= 86 kali per 100 km per tahun
Jadi besar gangguan kilat yang terjadi karena sambaran induksi adalah
.h
V
50% 0,09

Ni = 30,6 IKL . FP . h e 510.FP x


V
50%
160 .12,45
0,09

= 30,6 . 100 . 0,65 . 12,45 e 510.0,65


x0,5
160
= 43 gangguan per 100 km per tahun

4.4.2 Perhitungan Kemungkinan Gangguan Kilat Yang Terjadi Akibat


Sambaran Langsung Saluran Udara Tegangan Menengah Tanpa Kawat
Tanah
Besar arus kilat pada tempat sambaran dapat dihitung :
I = Io / 2
= 40/2
= 20 kA
Oleh karena itu besar tegangan yang timbul pada kawat adalah :

Vp= I0 ZP
4

=
40
x500
4

33
= 5000 kV
Untuk menentukan probabilitas lompatan api, tegangan di atas akan dibandingkan
dengan kekuatan isolasi dari semua jalan yang mungkin dari lompatan api isolasi
saluran :
V 30%
.

8,5.Z p
PFL = e
160

= e 8,5.500

= 0,96
Jumlah sambaran kilat pada saluran :
1,09
NL = 0,015IKL ( b + 4h )
1,09
= 0,015 . 100 ( 1,8 + 4 . 10,6 )
= 81 sambaran per 100 km per tahun
Jumlah lompatan api (flasover) yang dapat menimbulkan api dapat dihitung
seperti berikut :
NFL = NL . PFL
= 81 × 0,96
= 77,76 lompatan api per 100 km per tahun
Selanjutnya bila probabilitas peralihan lompatan api menjadi busur api ( power arc
atau power follow ) η, maka jumlah gangguan adalah :
Nt = NFL.η
= 77,76 × 0,5
= 38,8 gangguan per 100 km per tahun

4.4.3 Perhitungan Kemungkinan Gangguan Akibat Sambaran Langsung


SUTM Dengan Kawat Tanah
Untuk menghitung berapa tegangan puncak yang diakibatkan oleh
sambaran langsung dari petir, terlebih dahulu hitung impedansi surja tiang (Zt)
dan impedansi surja groundwire (Zg) :

t
h t
h
Zt =60 ln r
90
r
60
t t

34
10,6 10,6
= 60 ln 90 60
0,45 0,45
= 9049 ohm
h
Zg=
t
60 ln r

10,6
= 60 ln
0,45
= 317 ohm

Jadi tegangan puncak pada tiang yang terjadi dapat dihitung sebagai berikut :
z g .zt
Vt =
z g 2zt
189,6 .2249.6
= =156 kV
189,6 2.2249.6
Besar Arus minimum yang mengakibatkan lompatan api dihitung sebagai berikut :
I0 = V
50%

Rht
= 160

5 0,3.12,1
= 11.7 kA

Dengan mengetahui besar arus minimum yang dapat menimbulkan lompatan api
balik (black flashover), kemudian dapat dicari probabilitas terjadinya lompatan
api :
Io
34
PFL = e
11,7
= e 34

0,71
=

Jumlah sambaran kilat pada saluran :


1,09
NL = 0,015 . IKL . (b + 4 h )
1,09
= 0,015 × 100 × ( 0 + 4 . 12,1 )
= 79 sambaran / 100 km / tahun
Jadi jumlah gangguan karena sambaran kilat langsung pada groundwire :
35
Nt = NL . PFL . η
= 93 × 0,53 × 0,5
= 28 gangguan / 100 km / tahun

4.4.4 Sudut lindung


Untuk mencari sudut lindung groundwire maka :
2 2 2
R= x +y
2 2
= 1,15 m+ 0,8 m
= 1,13m + 0,64m
= 1,97 = 1,4m
Sin = y/r
=
0,8/1,4
=
0,57
= -1 o
sin (0,57) = 34,7

o o
Untuk daerah bali sudut lindung yang biasa digunakan 30 - 45 .Berdasarkan
hasil perkiraan perhitungan kontruksi ground wire di atas dapat di katakan
berhasil menurunkan jumlah gangguan petir dan dapat di aplikasikan pada system
penyulang di serangan.
Setelah dilakukan perhitungan dengan menggunakan rumus yang sama di
atas, dengan tinggi groundwire yang berbeda maka didapat hasil jumlah gangguan
sambaran induksi sebelum di pasang groundwire dan sesudah di pasang
groundwire seperti tabel berikut :

Tabel 4.4 Jumlah gangguan sambaran induksi pada jaringan tegangan menengah
sebelum dipasang groundwire
Probabilitas Jumlah Jumlah
Vi Vmaks
h y Lompatan Lompatan Api Gangguan
(kV) (kV)
Arus (PIo) (NFL) Kilat (Ni)
12 30 240 238 0.97 155 78
11.8 30 236 220 0.97 153 76
10.6 30 212 200 0.97 138 69

36
Tabel 4.5 Jumlah gangguan sambaran langsung induksi pada jaringan tegangan
menengah yang dipasang groundwire
Jumlah
Tinggi Arus Tegangan Faktor Jumlah
Probabilitas Lompatan
tiang Induksi Induksi Perisaian Gangguan
Arus Api
(m) Io (kA) Vi (kV) (FP) (Ni)
(NFL)
13,6 20 78,2 0.71 0.7 68 49
13,4 20 77,8 0.70 0.7 96 48
12,1 20 80 0.68 0.7 86 43

Jumlah gangguan sambaran langsung sebelum pemasangan dan sesudah


pemasangan groundwire seperti tabel berikut :

Tabel 4.6 Jumlah gangguan sambaran langsung pada jaringan tegangan menengah
sebelum dipasang groundwire
ht Io Vt I
PFL NL Nt
(meter) (kA) (kV) (kA)
10.6 20 90.9 10 0.96 81 39
11.8 20 90.9 10 0.96 91 44
12 20 90.9 10 0.96 93 45

Tabel 4.7 Jumlah gangguan sambaran langsung pada jaringan tegangan menengah
yang dipasang groundwire
h Vt Io
PFL NL Nt
(meter) (kV) (kA)
12,45 156 11.6 0.71 79 28
13,4 159 11.4 0.71 88 32
13,6 160 11.4 0.72 90 32

A. Perhitungan kapasitansi antar penghantar


Berikut adalah perhitungan nilai kapasitansi antar phasa untuk kawat tipe AAAC
2
dengan diameter 70mm . Jarak antar penghantar pada saluran adalah 0,8 meter
2
Diameter = 70 mm = 0,0007 m
Crs .k
F/m
ln D / r

37
C 3,14.8,855.10 12 F / m
rs

ln 0,8 / 0,0007
3,94x10-12 F / m

Jadi sepanjang jarak 12,34 km adalah


-12
Crs = 3,94 x 10 x12340 m

B. Perhitungan Phasa Terhadap Tanah


Perhitungan nilai kapasitansi phasa terhadap tanah kawat tipe AAAC dengan
2
diameter 70mm . dengan tinggi penghantar 12,45 dan jarak penghantar 0,8 meter.
Cn 2. .k
F/m
ln Deq / r

Deq=GMD saluran = 3 D12 .D23. D31


- D12= 0,8m
- D23=0,8m
- D13=1,6m
Maka :

Deq= 3 D12 .D23. D31

Deq= 3 0,8.0,8.1,6

Deq= 3 1,1
Deq=1,03m
Cn 2. .k
F/m
ln Deq / r
Cn 2x3,14x8,855.10 12 F / m

ln 1,03 / 0,0007
-12
Cn =7,62 x 10 F/m
Jadi sepanjang jarak 12,34 km adalah
12,34 km = 12340 m
-12

Cn = 7,62 x 10 x12340 m

38
4.5 Kemampuan Hantar Arus (KHA)
Banyak faktor yang mempengaruhi suatu KHA pada penghantar,
diantaranya adalah suhu pada penghantar dan suhu pada lingkungan sekitar.
Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa kemampuan hantar arus
masing-masing penghantar tidaklah sama karena dipengaruhi oleh beberapa faktor
yang telah saya sebutkan berdasarka kondisi .kondisi-kondisi berikut ( SPLN 64 :
1985 ):
- kecepatan angin 0,6 m/detik
- suhu akibat sinar matahari 35° C
- suhu penghantar maksimum 80° C
Tabel 4.8. KHA Penghantar AAC dan AAAC ( SPLN 64 : 1985 Tabel VIII )

KHA terus menerus,


Luas penampang untuk penghantar
2
(mm ) AAAC
(A)

16 105

25 135

35 170

50 210

70 255

95 320

120 365

150 425

185 490

240 625

39
4.6 Panjang Andongan Kawat
2
Berdasarkan diameter konduktor AAAC 70 mm pada suhu rata-rata
tertinggi (32°C) dengan panjang gawang antara tiang rata - rata sepanjang 50
meter maka lebar andongan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :
Jarak tiang / gawang (S) : 50 m Berat penghantar (W) : 0,208 Kg/m Tegangan
renggangan mendatar dari penghantar (T) : 198 daN = 198 Kg Maka dapat
dihitung andongan dari penghantar sebagai berikut :

D = W.S2 = 0,208(50)2 = 520


8.T 1584

Jadi andongan yang diperoleh adalah 0,3 cm Dari hasil perhitungan di atas, maka
dapat dicari panjang penghantar dengan jarak 1 gawang, yaitu :
Lo = S + 8D2 =50+ 8.(0,3)2
3.S
3x50

0,72
Lo =50+
150

Lo = 50,48 m Jadi panjang penghantar satu gawang adalah 50.48 meter

4.7 Kontruksi Pembumian pada Penyulang Serangan

Gambar 4.12 Pemasangan Batang pentanahan ganda secara paralel dalam


sistem pembumian di penyulang Serangan

40
Material yang digunakan untuk pembuatan konstruksi sistem groundwire
pada penyulang serangan tersebut adalah besi galvanis. Panjang besi galvanis
yang diperlukan yaitu 250 cm dan kemudian besi galvanis tersebut dibentuk
sedemikian rupa seperti gambar diatas.
Dari gambar diatas, dapat diketahui bahwa tinggi konstruksi sistem
groundwire dari kawat fasa adalah 200 cm. Dengan tinggi konstruksi sistem
groundwire 150 cm diharapkan kawat fasa akan terlindungi dari sambaran petir.
Tepat diatas konstruksi dudukan tersebut dipasang sistem groundwire yang
terpasang di sepanjang jaringan SUTM di penyulang Serangan. Penggunan kawat
AAAC 70 mm sebagai grounding dari sistem groundwire adalah karena kawat
AAAC 70 mm yang berinti baja memiliki kekuatan tarik yang kuat serta tidak
mudah putus. Penghubung sistem groundwire dengan pembumian dilakukan
dengan menggunakan ground rod sepanjang 2 meter yang ditanam sedalam ± 3
meter. Pada sistem Tegangan Menengah sampai dengan 20 KV seperti di daerah
serangan setiap empat gawang harus diketanahkan berdasarkan SPLN 2 tahun
1978 untuk menjaga kemungkinan kegagalan sangat besar oleh tegangan lebih
transient tinggi.

Gambar 4.13 Pentanahan di SUTM Penyulang Serangan

Dalam kondisi yang terjadi di lapangan agar tahanan pentanahan dari titik-
titik pentanahan tersebut di atas tidak melebihi 5 ohm. Secara teori, tahanan dari
tanah adalah nol karena luas penampang bumi tak terhingga. Tetapi kenyataannya
tidak demikian, artinya tahanan pentanahan nilainya tidak nol. Hal ini terutama
disebabkan oleh adanya tahanan kontak antara alat pentanahan dengan tanah

41
ada empat alat pentanahan, yaitu:
1. Batang pentanahan tunggal (single grounding rod).
2. Batang pentanahan ganda (multiple grounding rod). Terdiri dari beberapa
batang tunggal yang dihubungkan paralel.

3. Anyaman grounding mesh, merupakan anyaman kawat tembaga.


4. Pelat pentanahan (grounding plate_

4.7.1 Pengukuran tahanan pentanahan


Dengan elektroda tunggal yang ditanam di tanah dengan kedalamam
bervariasi dan pengukuran dilakukan pada temperatur 28° C-30° C

Tabel 4.8 Hasil pengukuran tahanan dengan elektroda tunggal ditanam di tanah. Sumber :
PT.PLN Persero Area Bali Selatan

Berikut pengukuran tahanan pentanahan dengan elektroda ganda yang


ditanam di tanah dengan kedalaman bervariasi.

Tabel 4.9 Hasil pengukuran tahanan dengan elektroda ganda ditanam di


tanah. sumber: PT.PLN Persero Area Bali Selatan

4.8 Alat Pengaman Lightning Arrester


Alat pelindung yang digunakan adalah Arrester. Alat ini dihubungkan
antara kawat phasa dengan tanah pada gardu, dengan tujuan menyalurkan

42
tegangan lebih tinggi ke tanah sampai pada batas aman untuk peralatan.Jika
sebuah gelombang mencapai arrester akan terjadi tembus pada tegangan tertentu
dan arus akan melalui impedansi rendah ke tanah. Jika arus terpa telah lalu dan
tegangan kembali normal, maka impedansi ini harus menjadi besar

4.8.1 Grafik Perlindungan Lightning Arrester Terhadap Surja


Pada prinsipnya LA membentuk jalan dilalui oleh petir, sehingga tidak
timbul tegangan lebih yang tinggi pada jaringan distribusi. Pada kondisi normal
arrester berlaku sebagai isolasi bila timbul surja arrester berlaku sebagai
konduktor, menyalurkan aliran tegangan lebih yang tinggi ke tanah. Setelah arus
hilang, arrester harus dengan cepat kembali menjadi isolator.

Gambar 4.15 gelombang surja dan pemotongan gelombang surja oleh arrester

Grafik tegangan pemotongan surja dapat dilihat pada grafik diatas. Dimana dalam
grafik tesebut memperlihatkan tegangan normal pada sistem, namun pada saat
terjadi sambaran surja mengakibatkan tegangan meningkat hingga melebihi
tegangan normal dimana tegangan tersebut harus dibumikan untuk meminimalisir
gangguan atau kerusakan. Pada grafik terebut diperlihatkan bahwa, jika tegangan
yang mengalir melebihi standar tegangan normal maka sistem tersebut mengalami
tegangan surja baik yang diakibatkan oleh surja hubung atau surja petir. Ketika
Arrester menditeksi nilai tegangan lebih, maka tegangan tersebut langsung
dibumikan hingga tegangan kembali normal. sehingga sistem menjadi aman.
Arrester juga merupakan peralatan yang diperlukan untuk koordinasi
isolasi dalam sistem tenaga listrik. Berikut merupakan grafik perlindungan dari
tegangan surja menggunakan arrester, dan sistem tanpa alat pengaman arrester.

43
Gambar 4.16 Grafik perlindungan sistem tenaga listrik
(sumber: Volker Hinrichsen, Siemens PTD, Berlin/Germany)

Dari grafik tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: pada saat terjadinya
tegangan lebih yang diakibatkan oleh lightning overvoltage dan switching
overvoltages, dimana tegangan lebih ini dapat mengganggu system pada saluran
distribusi tegangan menengah. Ketika terjadinya lightning overvoltage dan
switching overvoltages maka tingkat isolasi peralatan tidak dapat lagi menahan
dielektrik tegangan yang terjadi sehingga dalam kasus tersebut tidak ada peralatan
pengaman / arrester yang bekerja sehingga sistem akan mengalami gangguan.
Dengan adanya arrester Pada titik tersebut maka arrester akan bekerja
memproteksi lightning overvoltage dan switching overvoltages tersebut.
Dalam mengoperasikan arrester, rated voltage arrester disetting dibawah
nilai BIL(basic insulation level). Penyettingan arrester dibawah nilai BIL (basic
insulation level) ini dilakukan agar pada saat terjadi lightning overvoltage dan
switching overvoltages, arrester akan langsung memotong tegangan lebih tanpa
melewati nilai settingan BIL(basic insulation level) . Dengan adanya arrester
maka sistem dapat menyalurkan daya listrik sesuai tegangan sistem gardu induk
yang disetting , pada penyulang serangan tegangan systemnya di setting 20kV.
(sumber: Volker Hinrichsen, Siemens PTD, Berlin/Germany).
4.9 Pemilihan arrester sebagai pelindung petir
4.9.1 Menentukan tegangan pengenal arrester
a. Tegangan Pengenal Arrester

44
Tegangan pengenal arrester adalah tegangan saat arrester dapat bekerja
sesuai dengan karakteristiknya. Arrester tidak boleh bekerja pada tegangan
maksimum sistem, tetapi mampu memutuskan arus susulan dari sistem secara
efektif. Tegangan pengenal arrester merupakan tegangan rms fasa ke fasa tertinggi
dikalikan dengan koefisien pembumian. Dalam sistem pembumian langsung
dengan koefisien pembumian adalah 0,8 maka :
- Tegangan sistem maksimum
= Vnominal × 10% (faktor toleransi)
= 20 × 1,1 = 22 kV
- Tegangan pengenal arrester
= 22 / = 13 kV
b. Menentukan tegangan terminal arrester
Arrester yang digunakan mempunyai tegangan pengenal 21 kV dengan
kecuraman surja (dv/dt) dari tabel 4.9 adalah 175 kV / µ detik.

Tabel 4.10 Karakteristik Arrester PT. PLN ( Persero ) Distribusi Bali

Pengenal Kecuraman 10 kA dan 5 kA 5 kA


Arrester FOW STD FOW STD FOW (kV)
(kV) (kV/µ det) (kV) (kV) (kV)
3 25 13 15 13 15
4,5 37 17,5 20 17,5 20
6 50 22,6 26 22,6 26
7,5 62 28 31 28 31
9 76 32,5 38 32,5 38
12 100 43 50 43 50
15 125 54 62 54 62
18 150 65 75 65 75
21 175 76 88 76 88
24 200 87 100 87 100
27 225 97 112 97 112
30 250 108 125 108 125
33 275 119 137 119 137

45
36 300 130 150 130 150

Jadi kecepatan naiknya tegangan surja adalah :


175kV /
= det ik
21kV
= 8,33 kV / µ detik
Dari karakteristik, didapat tegangan sela gagal = 3,6 kV/µ detik/kV
rating maka :
Tegangan terminal arrester = tegangan sela gagal x tegangan pengenal
V = 3,6 x 21
= 75,6 kV

Tabel 4.11 Perhitungan tegangan terminal LA PT. PLN ( Persero ) Distribusi Bali

Kec. Naik Teg.


Teg. Kerja Kecuraman Teg. Sela
No teg. Surja Terminal
Arrester (kV/µs) Gagal (kV)
(kV/µs) LA
1 18 150 3,6 8,333333 64,8
2 21 175 3,6 8,333333 75,6
3 24 200 3,6 8,333333 86,4

c. Menentukan tegangan percikan impuls maksimum


Untuk menentukan besar tegangan percikan impuls maksimum dengan
tegangan pengenal arrester 21 kV, maka dengan menggunakan tabel karakteristik
arrester diperoleh tegangan percikan impuls maksimum sebesar 100 kV.

Tabel 4.12 Tegangan maksimum sparking impuls

No Teg. Pengenal LA Teg. Impuls max


1 18 75
2 21 88
3 24 100

46
d. Menentukan tegangan kerja arrester
Untuk menentukan tegangan kerja arrester digunakan tabel 4.10 dari tabel ini
diperoleh tegangan kerja arrester sebesar 76 kV.
Tabel 4.13Tegangan kerja arrester

No Teg. Pengenal LA Teg. Kerja LA


1 18 65
2 21 76
3 24 87

4.9.2 Menentukan arus pelepasan arrester


a. Menentukan harga puncak surja
Tegangan lompatan api impuls yang diambil adalah 340 kV, maka :
Vpuncak = 1,2 x TID saluran
= 1,2 x 340 = 408 kV
b. Menentukan arus pelepasan arrester
Arus pelepasan arrester digunakan untuk menentukan kelas arrester. Arus pelepasan nominal
arrester yang diperoleh adalah :

Ia = 2Vpuncak V

Zs
= 2x408000 75600 = 1,649 kA

448,987
Dari hasil ini dipilih arrester dengan kelas arus 2,5 kA atau 5 kA. Untuk daerah
yang mempunyai frekuensi sambaran petir yang tinggi dan kemungkinan arus
surja dengan puncak yang tinggi maka kelas arus 2,5 kA tidak relevan digunakan.

Tabel 4.14 Arus pelepasan lightning arrester


Teg. Teg. Teg. Puncak Arus Kelas
No Kerja Terminal Pelepasan LA
Surja (kV)
Arrester LA (kV) (A) (kA)
1 18 64,8 408 1673,0997 5
2 21 75,6 408 1649,0455 5
3 24 86,4 408 1624,9914 5

47
c. Menentukan faktor perlindungan
Dalam menentukan faktor perlindungan, maka yang pertama-tama dihitung
adalah tingkat perlindungan arrester yaitu :
Tingkat perlindungan = Va x 110%
= 76 x 1,1 = 83,6 kV

Jadi diperoleh faktor perlindungannya adalah :


TID TP
FP = saluran

TID
saluran

= 340 83,6 = 75,41%


340

Tabel 4.15 Faktor perlindungan arrester


No Teg. Kerja Sparking Tingkat Faktor
Voltage Lindung Lindung
Arrester
(kV) LA (kV) (%)
1 18 65 71,5 79
2 21 76 83,6 75,41
3 24 87 95,7 71,9

Dari tabel di atas, maka rating 18 kV lebih cepat bekerja memotong gelombang
impuls petir di bandingkan tegangan kerja arrester 21 kV dan 24 kV.

48
BAB V
PENUTUP

5.1 Simpulan
Setelah melakukan analisa dan mendapat beberapa hasil perhitungan berdasarkan
dari data-data yang ada, maka dapat di simpulkan :
a. Berdasarkan hasil perhitungan kontruksi dan sudut lindung ground wire yang
paling cocok digunakan dengan kondisi pulau serangan yg dekat dengan laut
adalah kontruksi yang pertama dengan jumlah gangguan yg sangat kecil di
o.
bandingkan dengan kontruksi yang lain dengan membentuk sudut lindung 55
sehingga kontruksi tersebut dapat di katakan berhasil menurunkan jumlah
gangguan petir dan dapat di aplikasikan pada system penyulang yang sering
mengalami gangguan.
b. Dari hasil perhitungan untuk Penyulang serangan dengan panjang 12,34km,
dengan tinggi tiang JTM dari atas tanah 12,45 maka pengaruh pemasangan
kawat tanah myebabkan berkurangnya gangguan pada peralatan akibat
sambaran induksi dan sambaran langsung . Sebelum pemasangan kawat tanah
jumlah sambaran induksi sebesar 69 gangguan / 100 km / tahun dan sambaran
langsung 43 gangguan / 100 km / tahun dan setelah di pasang groundwire
mengalami pengurangan sambaran 39 gangguan / 100 km / tahun dan 28
gangguan / 100 km / tahun
c. Dari hasil perhitungan, maka di peroleh tegangan kerja 18 kV lebih cepat
bekerja memotong gelombang impuls petir di bandingkan tegangan kerja
arrester 21 kV dan 24 kV. Untuk tegangan kerja 18 kV faktor lindungnya 79%,
tegangan kerja 21 kV faktor lindungnya 75,41% , tegangan kerja 24 kV faktor
lindungnya 71,9% . Dalam mengoperasikan arrester, rated voltage arrester
disetting dibawah nilai BIL ( basic insulation level). Penyettingan arrester
dibawah nilai BIL (basic insulation level) ini dilakukan agar pada saat terjadi
lightning overvoltage dan switching overvoltages, arrester akan langsung
memotong tegangan lebih tanpa melewati nilai settingan BIL(basic insulation
level) . Dengan adanya arrester maka sistem dapat menyalurkan daya listrik
sesuai dengan tegangan sistem.

49
5.2 SARAN
a. Minimalisasi biaya penangkal petir internal dengan cara penyempurnaan
instalasi penangkal petir eksternal. Petir merupakan gejala alam yang
kejadiaannya tidak dapat dihindari, namun manusia diberi kemampuan
untuk memperkecil dampak bahaya yang ditimbulkan.
b. Sebagaimana yang telah di terangkan dalam penelitian ini, maka penulis
memberikan saran bahwa setiap kontruksi kawat tanah (groundwire)
o
sebaiknya sesuai dengan sudut proteksi 45 agar kegagalan proteksi
lebih kecil dan Pemasangan kawat tanah dengan tahanan tanah yang
serendah mungkin demi keamanan.

50
DAFTAR PUSTAKA

El – Hawary.M.E. Electrical Energy System.New York : Dalhousie University,


2000 : 153 - 169

Hinrichsen ,Volker.2001. Metal Oxide Surge Arrester . Berlin/Germany :


Siemens PTD

Hutahuruk, T.S. 1988. Perhitungan Gangguan Kilat pada Saluran Udara


Tegangan Menengah. Bandung : Jurusan Teknik Elektro, Fakultas
Teknologi Industri. Institut Teknologi Bandung.

Hutahuruk, T.S. 1991. Pengetanahan Netral Sistem Tenaga dan Pengetanahan


Peralatan. Jakarta : Erlangga.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral. 2009. Peraturan Menteri Energi dan
Sumber Daya Mineral Nomor 04 Tahun 2009 Tentang Aturan
Distribusi Tenaga Listrik. Jakarta : Departemen Energi dan Sumber
Daya Mineral

Moediyono, 2009. Jurnal Grounding Sistem Dalam Distribusi Tenaga Listrik


20 Kv. 13 Maret 2013

Pabla, A.S. 1994. Sistem Distribusi Daya Listrik. Terjemahan : Hadi, A. Jakarta:
Erlangga.

Panitia Revisi PUIL. 2000. Peraturan Umum Instalasi Listrik 2000. Jakarta :
Badan Standarisasi Nasional.

Pandjaitan, Bonar. 1999. Teknologi Sistem Pengendalian Tenaga Listrik


Berbasis SCADA. Jakarta : Prenhallindo..

PT PLN (Persero). 1987. SPLN 72 : Spesifikasi Desain Untuk Jaringan


Tegangan Menengah (JTM) dan Jaringan Tegangan Rendah

51
(JTR). Jakarta : Departemen Pertambangan dan Energi Perusahaan
Umum Listrik Negara.

PT PLN (Persero). 1991. SPLN 88 : Spembumian Netral Sistem 20 KV Dengan


Lebih Dari Satu Sumber. Jakarta : Departemen Pertambangan dan
Energi Perusahaan Umum Listrik Negara.

......... 2010 : Sistem Konstruksi Jaringan Distribusi Tegangan Menengah.


Denpasar : PT PLN (Persero) Distribusi Bali.

Suswanto , Daman .2009. Sistem Distribusi Tenaga Listrik . Padang :


Fakultas Teknik Universitas Negeri Padang

Syamsir ,Abduh. 13 februari 2009.Analisis Gangguan Petir Akibat Sambaran


Langsung Pada Saluran, ,07.30 am

Zoro, Reynaldo.2008. Power Engineering Research Group, Bandung:Institute


of Technology

52
53

Anda mungkin juga menyukai