Anda di halaman 1dari 12

1.

Seseorang yang sedang tidur nyenyak, dapat terbangun karena digigit nyamuk
dan yang bersangkutan dapat menepuk sampai mati nyamuk tersebut. Jelaskan
bagaimana mekanisme alur sensorik dan motorik bekerja pada kasus ini.
Gigitan nyamuk sebagai stimulus, kemudian saraf aferen menerima stimulasi dan
menerjemahkan impuls kedalam nosiseptif. Serabut yang berespon secara maksimal
terhadap stimulasi non noksius dikelompokkan sebagai serabut penghantar nyeri, atau
nosiseptor. Impuls neural melalui serabut A-delta dan C dibawa menuju ganglia
dorsalis kemudian menuju cornu posterior medula spinalis. Disubstansia grisea,
masuk di lapisan substansia gelatinosa, bersinap disubstansia gelatinosa kornu
dorsalis, menyilang di medula spinalis (kontralateral) dan naik secara ascendens ke
otak melalui traktus spinotalamikus. Cabang neospinotalamikus yang terutama
diaktifkan oleh aferen perifer A delta, bersinap di nukleus ventropostero lateralis
(VPN) talamus, di talamus baru kita menyadari ada sesuatu yang tidak nyaman dan
melanjutkan diri secara langsung ke kortek somatosensorik girus pasca sentralis,
tempat nyeri dipersepsikan sebagai sensasi yang tajam dan berbatas tegas, sehingga
diketahui lokasi dimana nyeri itu berasal. Cabang paleospinotalamikus, yang terutama
diaktifkan oleh aferen perifer serabut saraf C adalah suatu jalur difus yang mengirim
kolateral-kolateral ke formatio retikularis batang otak dan struktur lain. Serat-serat ini
mempengaruhi hipotalamus dan sistem limbik serta kortek serebri. Kemudian setelah
diterima, dihubungkan dengan respon motoris, seperti bangun dan menepuk nyamuk
tersebut.

Gambar 1. Traktur spinotalamikus


(Tanra, A.H. 2000. Nyeri. Hasanuddin University. p.5-6.)
2. Jelaskan bagaimana plastisitas susunan saraf terjadi melalui grafik pada
gambar ini ! (Lengkapi keterangan Gambar)

Pada Kurva diatas, ada stimulus dan respon, pada keadaan normal pada kurva kanan
(tidak ada kerusakan jaringan) ketika ada stimulus ringan misalnya cubitan maka
respon yang muncul misalnya 30, tapi jika ada stimulus kuat maka responnya bisa
lebih tinggi lagi.

Ketika terjadi kerusakan jaringan, jika diberikan stimulus nyeri hebat akan
memberikan respon nyeri yang lebih berat, pada hyperalgesia nyeri lebih berat
dibandingkan dengan keadaan normal. Jika diberikan stimulus yang kecil saja (non
noxious stimulus) sudah merasakan nyeri dengan respon nyeri sekali padahal dalam
keadaan normal tidak menimbulkan nyeri, hal ini disebut Allodinia. Jika diberikan
stimulus noksius, nyeri lebih berat dan disebut Hiperalgesia sekunder.
(Lolignier, S . 2014. Mecahnical Allodynia. European Journal of Physiology. Page
134)
3. Jelaskan apa yang kamu ketahui tentang low back pain ?
Low Back Pain atau Nyeri Punggung Bawah
Nyeri punggung bawah (NPB) merupakan nyeri, ketegangan otot, atau kekakuan yang
terlokalisir di antara batas iga bagian bawah dan lipatan gluteus inferior, dengan atau
tanpa penjalaran ke paha dan/atau tungkai (sciatica). NPB dapat terjadi dengan/tanpa
nyeri radikular atau nyeri alih yang menan dakan kerusakan jaringan organ lain. Pada
prinsipnya, NPB disebabkan oleh kerusakan jaringan saraf dan nonsaraf yang sangat
di pengaruhi oleh aspek psikologis.

PATOFISIOLOGI

Seperti nyeri pada umumnya, NPB dapat terjadi akibat adanya kerusakan jaringan
saraf dan/atau nonsaraf pada punggung bawah. Di samping saraf, kerusakan dapat
pula mengenai tulang vertebra, kapsul sendi apofisial, anulus fibrosus, otot, dan
ligamentum. Peregangan (stretching), robekan (tearing), atau kontusio jaringan-
jaringan tersebut dapat terjadi akibat aktivitas se perti mengangkat beban berat,
gerakan me mutar tulang belakang, dan whiplash injury. Patofisiologi yang mendasari
NPB sangat berkaitan dengan mekanisme nyeri nosi septif dan nyeri neuropatik
sebagai akibat dari kerusakan jaringan pada alinea sebelumnya. Pada NPB yang
kronik dan rekuren, terdapat proses patologis yang disebut sen sitisasi sentral.

Nyeri Nosiseptif dan Neuropatik

Nyeri nosiseptif timbul akibat kerusakan pada jaringan nonneural dan aktivasi
nosiseptor. Nyeri ini menyertai aktivasi peri pheral receptive terminals dari neuron
aferen primer sebagai respons terhadap stimulus kimiawi, mekanik, atau termal yang
berbahaya. Di lain pihak, nyeri neu ropatik didefinisikan sebagai nyeri yang
disebabkan karena lesi primer sistem saraf somatosensorik. Secara klinis, istilah nyeri
nosiseptif berarti nyeri yang timbul (output) sebanding dengan input nosiseptif,
berbeda dengan yang terjadi pada nyeri neuropatik.
Tabel 1. Penyakit yang Berkaitan dengan NPB yang Diklasifikasikan Berdasarkan
Etiologi
Etiologi Penyakit
Trauma  Hernia diskus intervertebralis lumbal
 Nyeri punggung bawah muskular/fasia
(nyeri punggung bawal muskalar akut
(sprain), nyeri punggung bawah
muskular kronik
 Nyeri punggung bawah yang terkaitan
dengan fraktur (fraktur akibat Trauma,
fraktur terkait osteoporosis)

Infeks/Inflamasi
 Spondilitis tuberkulosis
 Spondilitis purulen
 Ankylosing spondylitis
Tumor
 Metastasia spinal
 Mieloma mattipel
 Tumor medula spinalis
Degeneratif
 Spondylosis deformans
 Degenerasi diskus intervertebralis
 Nyeri punggung bawah artikular
intervertebral
 Spondilolistesis nonspondilulitik
lumbalis
 Ankylosing spinal hyperostosis
 Stenosis kanalis spinalis lumballs
 Osteoporosis
Organ Abdomen Psikologi
 Faret arthrosis/degenerative facet

 Penyakit hati, saluran empedu, pankreas,


dan lain-lain
 NPB psikogenik, fibromialgia, depresi,
dan lain-lain.
GEJALA DAN TANDA KLINIS

Pasien NPB datang biasanya dengan keluhan utama nyeri. Selain nyeri, keluhan lain
yang dapat timbul adalah rasa kaku, pegal, kesulitan bergerak, atau perubahan bentuk
punggung (deformitas). Keluhan utama nyeri pada NPB harus dieksplorasi karak
teristiknya lebih lanjut, antara lain jenis dan lokasi, durasi (menetap/intermiten),
intensitas (ringan/sedang/berat), hubungan temporal (akut/kronik), dan faktor yang
memperberat atau meringankan nyeri. Ada empat jenis nyeri yang harus diiden tifikasi
pada pasien NPB, yaitu nyeri lokal, nyeri alih, nyeri radikular, dan spasme otot
sekunder.

DIAGNOSIS

Berdasarkan Anamnesis dan Pemeriksaan fisik, Pemeriksaan penunjang seperti MRI


harus sesuai dengan indikasi. Pemeriksaan aboratorium seperti pemeriksaan darah
lengkap, laju endap darah dan C-reactive protein berguna jika dicurigai infeksi atau
adanya neoplasma di sumsum tulang. Pemeriksaan ini paling sensitif pada kasus-
kasus infeksi spinal karena pada ka sus tersebut biasanya tidak disertai demam dan
pemeriksaan darah lengkap menunjuk kan hasil yang normal. Diperlukan pemeriksaan
MRI dengan kontras serta biopsi pada kasus-kasus yang memiliki keterbatasan dalam
pemeriksaan laboratorium.

TATA LAKSANA
Tujuan pengobatan NPB akut adalah untuk mengurangi nyeri, mengembalikan pasien
ke dalam aktivitas sehari-hari, menurunkan hilangnya waktu kerja, dan mengembang
kan strategi untuk mengatasi nyeri melalui edukasi. Optimalisasi pengobatan nyeri
akut dapat mencegah berkembang menjadi kronik. Pada prinsipnya penatalaksanaan
untuk NPB dibagi menjadi tiga, yaitu pengo batan penyakit yang mendasarinya,
tindak an operasi, dan terapi konservatif.
1. Pada NPR yang berasal dari organ ab domen dan bagian posterior abdomen, serta
NPB akibat metastasis spinal, maka pengobatan ditujukan pada pengobatan penyakit
yang mendasari tersebut.
2. Pada NPB yang dapat disembuhkan dengan operasi, tentukan indikasi dan un tung
rugi tindakan operasi pada awal awitan NPB atau setelah terapi konser vatif terlebih
dahulu.
3. Pada NPB tanpa indikasi operasi:
a. Istirahat; membatasi aktivitas fisik, atau menggunakan korset
b. Terapi fisik; pada prinsipnya dilaku kan termoterapi, namun juga dengan traksi.
Terapi fisik ini harus didahului dengan penilaian yang tepat oleh ahlinya.
c. Terapi olah raga:
 Untuk meningkatkan kekuatan otot dan menghasilkan korset alami dari
otot-otot abdomen dan otot-otot punggung
 Untuk melakukan latihan peregangan dan relaksasi
 Untuk meningkatkan kekuatan tulang dengan memberikan beban mekanik
pada tulang-tulang
d. Orthoses; sebagai imobilisasi tulang be lakang serta mengkoreksi kifosis dan
skoliosis.
e. Terapi medikamentosa:
 Terapi kuratif dengan antibiotik, an tifungal, atau obat anti tuberkulosis
untuk kasus-kasus infeksi
 Terapi simptomatik dengan obat obatan antiinflamasi dan analgetik
 Menghilangkan nyeri dengan blok lo kal atau blok saraf
f. Psikoterapi, konseling untuk nyeri pung gung bawah kronik dan nyeri punggung
bawah psikogenik
g. Panduan untuk menjalankan kehidupan sehari-hari: panduan gaya hidup dan kerja
yang tidak baik yang dapat mem pengaruhi timbulnya atau memperberat nyeri
punggung bawah.

Daftar Pustaka : Aninditha T, 2017. Buku Ajar Neurologi. Departemen Neurologi


FK Universitas Indonesia.

4. A. Mengapa pada terapi nyeri neuropatik digunakan analgetik adjuvan ?

Analgetik adjuvant yang dmaksud bukan analgesik dalam arti kerja farmakologis
yang sebenarnya, tetapi dapat berkontribusi untuk menghilangkan rasa nyeri ketika
digunakan baik sendiri atau dalam kombinasi dengan analgesik lainnya. Mereka
terutama digunakan untuk nyeri opioid-tidak sensitif, terutama nyeri neuropatik.
Pada nyeri neuropatik muncul akibat proses patologi yang berlangsung berupa
perubahan sensitisasi baik perifer maupun sentral yang berdampak pada fungsi
sistem inhibitorik serta gangguan interaksi antara somatik dan simpatetik. Keadaan
ini memberikan gambaran umum berupa alodinia dan hiperalgesia. Permasalahan
pada nyeri neuropatik adalah menyangkut terapi yang berkaitan dengan kerusakan
neuron dan sifatnya ireversibel. Pada umumnya hal ini terjadi akibat proses
apoptosis yang dipicu baik melalui modulasi intrinsik kalsium di neuron sendiri
maupun akibat proses inflamasi sebagai faktor ekstrinsik. Rasa nyeri akibat sentuhan
ringan pada pasien nyeri neuropati disebabkan oleh karena respon sentral abnormal
serabut sensorik non noksious. Reaksi sentral yang abnormal ini dapat disebabkan
oleh faktor sensitisasi sentral, reorganisasi struktural, dan hilangnya inhibisi.
Gangguan keseimbangan antara eksitasi dan inhibisi akibat kerusakan jaringan
(inflamasi) atau sistem saraf (neuropatik). Eksitasi meningkat pada kedua jenis nyeri
tersebut pada nyeri neuropatik dari beberapa keterangan sebelumnya telah diketahui
bahwa inhibisi menurun yang sering disebut dengan istilah disinhibisi. Diinhibisi
dapat disebabkan oleh penurunan reseptor opioid di neuron kornu dorsalis terutama
di presinap serabut C. atas dasar inilah maka pada terapi analgetik adjuvant
contohnya antikonvulsan dan antidepresan trisiklik
B. Apa indikasi masing-masing penggunaan obat tersebut ?
 Anti Konvulsan

Anti konvulsan merupakan gabungan berbagai macam obat yang dimasukkan


kedalam satu golongan yang mempunyai kemampuan untuk menekan kepekaan
abnormal dari neuron-neuron di sistem saraf sentral. Seperti diketahui nyeri
neuropati timbul karena adanya aktifitas abnormal dari sistem saraf. Nyeri neuropati
dipicu oleh hipereksitabilitas sistem saraf sentral yang dapat menyebabkan nyeri
spontan dan paroksismal. Reseptor NMDA dalam influks Ca2+ sangat berperan
dalam proses kejadian wind-up pada nyeri neuropati. Prinsip pengobatan nyeri
neuropati adalah penghentian proses hiperaktivitas terutama dengan blok Si-Na atau
pencegahan sensitisasi sentral dan peningkatan inhibisi.

 Anti Depresan Trisiklik

Anti depresan trikliksik, seperti amitriptilin, imipramin, maprotilin, desipramin.


untuk terapi nyeri neuropatik utamanya, karena obat ini berfungsi untuk
menginhibisi pembentukan monoamine oxidase (MAO) yang diduga berperan dalam
kanal natrium (Na). Penggunaan antidepresan golongan selec tive serotonin re-
uptake inhibitors (SSRI) dan selective norepinephrine re-uptake inhibitors (SNRI)
bertujuan untuk menjamin keseimbangan 5-HT dan NA yang spesifik pada jaras
desending di medula spinalis. Antidepresan juga berperan dalam sekresi 5-HT
melalui re septornya, dalam proses modulasi kanal Na+.
 Karbamasepin dan Okskarbasepin

Mekanisme kerja utama adalah memblok voltage-sensitive sodium channels


(VSSC). Efek ini mampu mengurangi cetusan dengan frekuensi tinggi dari neuron.
Okskarbasepin merupakan anti konvulsan yang struktur kimianya mirip
karbamasepin maupun amitriptilin. Dari berbagai uji coba klinik, pengobatan dengan
okskarbasepin pada berbagai jenis nyeri neuropati menunjukkan hasil yang
memuaskan, sama, atau sedikit diatas karbamazepin, hanya saja okskarbasepin
mempunyai efek samping yang minimal.

 Lamotrigin

Merupakan anti konvulsan baru untuk stabilisasi membran melalui VSCC, merubah
atau mengurangi pelepasan glutamat maupun aspartat dari neuron presinaptik,
meningkatkan konsentrasi GABA di otak. Khusus untuk nyeri neuropati penderita
HIV, digunakan lamotrigin sampai dosis 300 mg perhari. Hasilnya, efektivitas
lamotrigin lebih baik dari plasebo, tetapi 11 dari 20 penderita dilakukan penghentian
obat karena efek samping. Efek samping utama lamotrigin adalah skin rash,
terutama bila dosis ditingkatkan dengan cepat.

 Duloxetine

Duloxetine diindikasikan untuk penanganan nyeri neuropatik yang berhubungan


dengan dpn, walaupun mekanisme kerjanya dalam mengurangi nyeri belum
sepenuhnya dipahami. Hal ini mungkin berhubungan dengan kemampuannya untuk
meningkatkan aktivitas norepinephrin dan 5-HT pada sistem saraf pusat, duloxetine
umumnya dapat ditoleransi dengan baik, dosis yang dianjurkan yaitu duloxetine
diberikan sekali sehari dengan dosis 60 mg, walaupun pada dosis 120 mg/hari
menunjukkan keamanan dan keefektifannya, tapi tidak ada bukti yang nyata bahwa
dosis yang lebih dari 60 mg/hari memiliki keuntungan yang signifikan, dan pada
dosis yang lebih tinggi  kurang dapat ditoleransi dengan baik

 Gabapentin

Gabapentine diindikasikan untuk penanganan PHN pada orang dewasa, molekulnya


secara struktural berhubungan dengan neurotransmitter gamma-amino butyric acid,
namun gabapentin tidak berinteraksi secara signifikan dengan neurotransmitter yang
lainnya, walaupun mekanisme kerja gabapentin dalam mengurangi nyeri pada PHN
belum dipahami dengan baik, namun salah satu sumber menyebutkan bahwa
gabapentin mengikat reseptor α2δ subunit dari voltage-activated calsium
channels, pengikatan ini menyebabkan pengurangan influks ca2+ ke dalam ujung
saraf dan mengurangi pelepasan neurotransmitter, termasuk glutamat dan
norepinephrin.

Pada orang dewasa yang menderita PHN, terapi gabapentin dimulai dengan dosis
tunggal 300 mg pada hari pertama, 600 mg pada hari kedua (dibagi dalam dua
dosis), dan 900 mg pada hari yang ketiga(dibagi dalam 3 dosis). Dosis ini dapat
dititrasi sesuai kebutuhan untuk mengurangi nyeri sampai dosis maksimum 1800
hingga 3600 mg(dibagi dalam 3 dosis). Pada penderita gangguan fungsi ginjal dan
usia lanjut dosisnya dikurangi.

 Pregabalin

Pregabalin diindikasikan pada penanganan nyeri neuropatik untuk DPN dan juga
PHN. Mekanisme kerja dari pregabalin sejauh ini belum dimengerti, namun diyakini
sama dengan gabapentin. Pregabalin mengikat reseptor α2δ subunits dari voltage
activated calsium channels,  memblok ca2+ masuk pada ujung saraf dan mengurangi
pelepasan neurotransmitter. Pada penderita DPN yang nyeri, dosis maksimum yang
direkomendasikan dari pregabalin adalah 100 mg tiga kali sehari (300mg/hari). Pada
pasien dengan creatinin clearance ≥ 60 ml/min, dosis seharusnya mulai pada 50 mg
tiga kali sehari (150mg/hari) dan dapat ditingkatkan hingga 300mg/hari dalam 1
minggu berdasarkan keampuhan dan daya toleransi dari penderita. Dosis pregabalin
sebaiknya diatur pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal. Pada penderita PHN,
dosis yang direkomendasikan dari pregabalin adalah 75 hingga 150 mg 2 kali sehari
atau 50 hingga 100 mg 3 kali sehari (150-300 mg/hari). Pada pasien dengan creatinin
clearance ≥ 60 ml/min, dosis mulai pada 75 mg 2 kali sehari, atau 50 mg 3 kali
sehari (150 mg/hari) dan dapat ditingkatkan hingga 300 mg/hari dalam 1
minggu  berdasarkan keampuhan dan daya toleransi penderita, jika nyerinya tidak
berkurang pada dosis 300 mg/hari, pregabalin dapat ditingkatkan hingga 600
mg/hari.
C. Bagaimana aspek klinis neuropatik?
Aspek Klinis Nyeri Neuropatik

- Kerusakan jaringan somatik tidak ada


- Kualitas nyeri sukar dilukiskan, umumnya digambarkan sebagai nyeri seperti
terbakar, terkena sengatan listrik, tertusuk-tusuk, dan lain-lain.
- Onset : dapat segera (contohnya Neuralgia pada Herpes Zoster), dapat timbul
lambat (contohnya Post Herpetic Neuralgia, nyeri thalamus yang muncul 2-3
tahun post infark serebri).
- Nyeri Neuropatik : meluas, di luar akar saraf yg relevan, hal ini merupakan
pertanda adanya mekanisme sensitisasi sentral.
- Stimulus evoked pain (Dapat terjadi allodinia, hiperalgesia, hiperpatia)
- Nyeri berbentuk serangan (ditikam, ditusuk)
- Abnormalitas lokal (+) atau regional aktifitas simpatis seperti pada causalgia dan
reflex simpatetic dystrophy.
Daftar Pustaka : Meliala L., 2008. Nyeri Neuropatik. Yogyakarta. Medikagama
Press. 18-20

D. Bagaimana Prinsip penatalaksanaan nyeri neuropatik ?

Pengobatan Nyeri neuropatik untuk lini pertama adalah MEDIKAMENTOSA

1. TUJUAN TERAPI : meningkatkan kwalitas hidup dengan

 upaya mengurangi nyeri minimal 50%


 tidak menimbulkan efek samping yang berat
 menjadikan penderita lebih fungsional
2. Dosis individual, senantiasa mulai dengan dosis rendah.
3. Lakukan titrasi setiap 3-14 hari, dengan memperhatikan : berkurangnya rasa
nyeri, efek samping, kadar toksisitas.

4. Di minum sampai kadar dalam serum stabil

5. Dose-response relationship (dosis meningkat nyeri berkurang )


6. Polifarmasi untuk mengurangi efek samping obat. Sampaikan efek samping
jangka panjang, tanamkan optimisme dan mampu menerima nyeri sebagai
bagian dari kehidupannya. Ajarkan melakukan penilaian reaksi pengobatan
(mengenal efek samping dan membuat catatan harian).
7. Menerima nyeri

8. Ajarkan penilaian reaksi pengobatan

 Terapi Farmakologi dari yang kurang invasif ke yang paling invasif


 Terapi Psikologik/psikis
 Terapi Topikal
 Terapi Oral
 Terapi Injeksi
 Terapi Intervensi

Daftar Pustaka : Nyeri neuropatik , Meliala L , hal : 176-206

5. Nyeri Bersifat subjektif

- Di fase mana dari nociceptive pathway yang membuat respons nyeri berbeda
antara satu orang dengan orang lain, jelaskan !

Pada fase Modulasi

• Proses interaksi antara sistem analgesik endogen dengan input nyeri yang masuk
kornu posterior medulla spinalis.

• Pada fase ini dihasilkan Analgesik endogen, meliputi :

 Opiat endogen

 Serotonergik

 Noradrenergik

• Melalui proses desenderen yang dikontrol oleh otak seseorang, kornu posterior
diibaratkan sebagai pintu gerbang yang dapat tertutup atau terbuka dalam
menyalurkan input nyeri. Pintu gerbang Terbuka jika analgetik endogen lebih
sedikit, pintu gerbang tertutup jika analgetik endogen yang dihasilkan lebih banyak.

• Proses modulasi ini dipengaruhi oleh kepribadian, motivasi, penderita, status


emosional dan kultur seseorang, Sehingga proses nyeri pada fase ini lebih subjektif.

Daftar pustaka : Tanra, A.H.. 2000. Nyeri. Hasanuddin University Press. p. 8-9

Anda mungkin juga menyukai