DOSEN PEMBIMBING
Dr. ZULKIFLI, MA
DISUSUN OLEH
Ashabiyah Az-Zahra
Salsabila Aulia Adha
2022/2023
1
]
A. PENDAHULUAN
Pendidikan islam merupakan hal yang tidak bisa terlepas dari kehidupan umat islam.
Pendidikan merupakan unsur terpenting bagi manusia untuk meningkatkan kadar
keimanannya terhadap Allah swt, karena semakin banyak orang yang mengerti tentang unsur-
unsur pendidikan islam maka kemungkinan besar mereka akan lebih tau dan lebih mengerti
akan terciptanya seorang hamba yang beriman.
Pendidikan adalah alat atau sarana bagi manusia untuk mengembangkan keilmuan
dipengetahuan, oleh karena itu pendidikan diharapkan memiliki setandart yang tertata,
dikurikulumkan, jelas teori-teori dan konsep-konsep pendidikan yang diharapkan adalah
konsep dan teori yang relevan dengan keadaan yang berlaku.
Dalam mejalani keidupan didunia ini, kita tidak lepas yang namanya pendidikan
islam. Mendidik anak, saudara, lingkungan, dan masyarakat adalah salah satucara untuk
meningkatkan kualitas hidup manusia pada umumnya. Tanpa adanya pendidikan islam yang
baik, sulit bagi manusia untuk mewujudkan kualitas hidup yang efektif, efesien, dan tepat
guna. Maka dari itu pendidikan islam sangat penting bagi manusia disegala kehidupan, entah
kalangan ke bawah, atau ke atas yang bergelimang harta.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa saja faktor-faktor pendidikan islam?
2. Bagaimana pengertian serta ruang lingkup dari masing-masing faktor pendidikan islam?
C. PEMBAHASAN
1. Faktor-faktor Pendidikan Islam
Dalam melaksanakan pendidikan agama, perlu diperhatikan adanya faktor-faktor
pendidikan yang ikut menentukan keberhasilan pendidikan agama tersebut.
Faktor-faktor pendidikan itu ada lima macam, dimana faktor-faktor yang satu dengan
yang lainnya mempunyai hubungan yang erat. Kelima faktor tersebut adalah:
1. Faktor tujuan
2. Faktor pendidik
3. Faktor anak didik
4. Faktor alat
5. Faktor lingkungan[1]
Jadi dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor pendidikan islam adalah sesuatu yang ikut
menentukan keberhasilan pendidikan islam yang memiliki beberapa bagian yang saling
mendukung satu sama lainnya. Faktor-faktor pendidikan selanjutnya juga disebut dengan
komponen-komponen pendidikan.
Kelima komponen diatas adalah sebuah sistem, artinya kelima komponen itu
merupakan satu kesatuan pendidikan yang masing-masing berdiri sendiri, tetapi berkaitan
satu sama lainnya, sehingga terbentuk satu kebulatan yang utuh dalam mencapai tujuan yang
diinginkan.[2]
2. Pengertian dan ruang lingkup dari masing-masing faktor pendidikan islam
1. Faktor Tujuan
· Pengertian Tujuan Pendidikan Islam
Sebelum lebih jauh menjelaskan tujuan pendidikan islam terlebih dahulu di jelaskan apa
sebenarnya makna dari “tujuan” tersebut. Secara etimologi, tujuan adalah “ Arah,
maksud atau haluan”. Dalam bahasa Arab ‘tujuan” diistilahkan dengan “ghayat, ahdaf,
atau maqosid”. Sementara dalam bahasa inggris diistilahkan dengan “goal, purpose,
objectives atau aim”. Secara terminologi, tujuan berarti “sesuatu yang diharapkan tercapai
setelah sebuah usaha atau kegiatan selesai”. H.M. Arifin menyebutkan, bahwa tujuan proses
pendidikan islam adalah idealitas (cita-cita) yang mengandung nilai-nilai islam yang hendak
dicapai dalam proses kepribadian yang berdasarkan ajaran islam secara bertahab.[3]
Menurut Al-Attas tujuan pendidikan islam adalah manusia yang baik.
Marimba berpendapat bahwa tujuan pendidikan islam adalah terbentuknya orang yang
berkepribadian muslim. Al-Abrasyi menghendaki bahwa tujuan akhir pendidikan islam adalah
manusia yang berakhlak mulia. Munir Musyri menyatakan bahwa tujuan akhir pendidikan
menurut islam adalah manusia yang sempurna. Menurut Abdul Fattah Jalal, dengan mengutip
surat at-Takwir ayat 27, Jalal menyatakan bahwa tujuan itu untuk semua manusia, menjadi
manusia yang menghambakan diri kepada Allah. Yang dimaksud dengan menghambakan diri
ialah beribadah kepada Allah.
Islam menghendaki agar manusia didik mampu merealisasika tujuan hidupnya
sebagaimana yang telah digariskan oleh Allah. Tujuan hidup manusia itu menurut Allah ialah
beribadah kepada Allah. Ini diketahui dari ayat 56 surat al-Dzariat:
َ ت ْال ِج َّن َو ْا ِال ْن
س اِالَّلِيَ ْعبُ ُدوْ ِن ُ َو َماخَ لَ ْق
Artinya: aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali supaya mereka beribadah
kepada-Ku.
Ayat al-Qur’an yang senada dengan ayat diatas dapat juga dilihat umpamanya pada surat
al-Baqarah ayat 21, al-Anbiya’ ayat 25, dan al-Nahl ayat 36. Jalal menyatakan bahwa
sebagian orang mengira ibadah itu terbatas pada menunaikan salat, saum pada bulan
Ramadhan, mengeluarkan zakat, ibadah haji, dan mengucapkan syahadat. Di luar itu bukan
ibadah. Sebenarnya ibadah itu mencakup semua amal, pikiran dan perasaan yang dihadapkan
kepada Allah. Ibadah adalah jalan hidup yang mencakup seluruh aspek kehidupan serta
segala yang dilakukan manusia berupa perkataan, perbuatan, perasaan, pemikiran yang
disangkutkan dengan Allah. Dalam kerangka inilah maka tujuan pendidikan haruslah
mempersiapkan manusia agar beribadah seperti itu, agar ia menjadi hamba Allah (‘ibad al-
rahman).[4]
Secara umum, tujuan pendidikan islam terbagi atas: tujuan umum, tujuan sementara,
tujuan akhir, dan tujuan operasional. Tujuan umum adalah tujuan yang akan dicapai dengan
semua kegiatan pendidikan baik dengan pengajaran atau dengan cara lain. Tujuan sementara
adalah tujuan yang akan dicapai setelah anak didik diberi sejumlah pengalaman tetentu yang
direncanakan dalam sebuah kurikulum. Tujuan akhir adalah tujuan yang dikehendaki agar
peserta didik menjadi manusia-manusia sempurna (insan kamil) setelah ia menghabisi sisa
umurnya. Sementara tujuan operasional adalah tujuan praktis yang akan dicapai dengan
sejumlah kegiatan pendidikan tertentu.
Menurut Abdurrahman Saleh Abdullah, mengatakan dalam bukunya “Educational
Theory a Qur’anic Outlook”, bahwa pendidikan islam bertujuan untuk membentuk
kepribadian sebagai khalifah Allah swt, atau sekurang-kurangnya mempersiapkan kejalan
yang mengacu kepada tujuan akhir,. Tujuan utama khalifah Allah adalah beriman kepada
Allah dan tunduk serta patuh secara total kepada-Nya.
Selanjutnya tujuan pendidikan islam menurutnya dibangun atas tiga komponen sifat dasar
manusia yaitu:
1. Tubuh
2. Ruh
3. Akal yang masing-masing harus dijaga
Berdasarkan hal tersebut maka tujuan pendidikan islam dapat dapat diklasifikasikan
kepada:
a. Tujuan Pendidikan Jasmani (ahdaf al-jismiyah)
Rasulullah saw, bersabda:
)ْف (الحديث ِ ي َخ ْير ٌَوا َحبُّ اِلَى هللاِ ِمنَ ْال ُمْؤ ِم ِن الض َِّعي
ٌ اَ ْل ُمْؤ ِمنُ ْالقَ ِو
Artinya:”orang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih disayangi Allah
daripada orang mukmin yang lemah”. (HR. Imam Muslim)
Oleh imam Nawawi menafsirkan hadis di atas sebagai kekuatan iman yang ditopang oleh
kekuatan fisik. Kekuatan fisik merupakan bagian pokok dari tujuan pendidikan, maka
pendidikan harus mempunyai tujuan ke arah keterampilan-keterampilan fisik yang dianggap
perlu bagi tumbuhnya keperkasaan tubuh yang sehat.
b. Tujuan Pendidikan Rohani (ahdaf al-ruhaniyah)
Orang yang betul-betul menerima ajaran islam tentu akan menerima seluruh cita-cita ideal
yang terdapat dalam al-Qur’an. Peningkatan jiwa dan kesetiaannya yang hanya kepada Allah
semata dan melaksanakan moralitas islam yang diteladani dari tingkah laku keidupan nabi
saw, merupakan pokok dalam tujuan pendidikan islam.
c. Tujuan Pendidikan Akal (al-ahdaf al-aqliyah).
Tujuan ini mengarah kepada perkembangan intelegensi yang mengarah setiap manusia
sebagai individu untuk dapat menemukan kebenaran yang sebenar-benarnya.
d. Tujuan Sosial (al-ahdaf al-ijtima’iyah).
Seorang khalifah mempunyai kepribadian utama dan seimbang, sehingga khalifah tidak akan
hidup dalam keterasingan dan ketersendirian. Oleh karena itu, aspek sosial dari khalifah harus
dijaga.
Fungsi tujuan pendidikan islam dalam mewujudkan tujuan sosial adalah
menitikberatkan pada perkembangan karakter-karakter manusia yang unik, agar manusia
mampu beradaptasi dengan standar-standar masyarakat bersama-sama dengan cita-cita yang
ada padanya. Keharmanisan menjadi karakteristik utama yang ingin dicapai dalam tujuan
pendidikan islam.
Menurut imamal-Ghazali, sebagaimana yang dikutip oleh Fatiyah Hasan Sulaiman
menjelaskan bahwa tujuan pendidikan islam dapat diklasifikasikan kepada:
a. Membentuk insan purna yang pada akhirnya dapat mendekatkan diri kepada Allah swt.
b. Membentuk insan purna untuk memperoleh kebahagiaan hidup, baik di dunia maupun di
akhirat.
Dari kedua tujuan di atas dapat dipahami bahwa tujuan pendidikan versi al-Ghazali
tidak hanya bersifat ukhrawi (mendekatkan diri kepada Allah), sebagaimana yang dikenal
dengan kesufannya , tetapi juga bersifat duniawi. Karena itu al-Ghazali memberi ruang yang
cukup luas dalam sistem pendidikannya bagi perkembangan duniawi. Namun dunia hanya
dimaksudkan sebagai jalan menuju kebahagiaan hidup di dalam akhirat yang lebih utama dan
kekal.
Menurut M. Djunaidi Dhany, tujuan pendidikan adalah sebagaimana yang dikutip
oleh Zainudin dkk, adalah sebagai berikut:
1. Pembinaan kepribadian anak didik yang sempurna.
2. Peningkatan moral, tingkah laku yang baik dan menanamkan rasa kepercayaan anak terhadap
agama dan kepada Tuhan.
3. Mengembangkan intelegensi anak secara efektif agar mereka siap untuk mewujudkan
kebahagiaan di masa mendatang.
Menurut Hasan Langgulung, tujuan pendidikan harus dikaitkan dengan tujuan hidup
manusia, atau lebih tegasnya, tujuan pendidikan adalah untuk menjawab persoalan-persoalan
“untuk apa kita hidup?”
Islam telah memberi jawaban yang tegas dalam hal ini, seperti firman Allah dalam
surat az-zariyat 56. Yang artinya. “dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka menyembah-Ku.”[5]
2. Faktor Pendidik
· Pengertian Pendidik dalam Pendidikan Islam
Dalam pendidikan islam, pendidik adalah orang yang bertanggung jawab terhadap
perkembangan peserta didik dengan upaya mengembangkan seluruh potensi peserta didik,
baik potensi afektif (rasa), kognitif (cipta), maupun psikomotorik (karsa).
Pendidik berarti juga orang dewasa yang bertanggung jawab memberikan pertolongan
kepada peserta didik dalam perkembangan jasmani dan ruhaninya, agar mencapai tingakat
kedewasaan, mampu mandiri dalam memenuhi tugasnya sebagai hamba Allah dan khalifah
Allah swt dan mampu melakukan tugas sebagai makhluk sosial dan sebagai makhluk individu
yang mandiri.
Pendidik terbagi menjadi dua, yaitu
1. Pendidik Kodrat. Di sini yang disebut pendidik kodrat adalah orang tua.
2. Pendidik jabatan. Di sini yang disebut pendidik jabatan yaitu guru di sekolah.
“dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran
kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".
Berdasarkan ayat di atas, dapat disimpulkan bahwa materi pelajaranyang disampaikan
kepada anak didik adalah:
a) Pendidikan ketauhidan
b) Pendidikan akhlak
c) Pendidikan amar ma’ruf nahi munkar
d) Pendidikan kesabaran
Rumusan kurikulum ini masih cenderung bernuansa akhirat oriented. Padahal, apabila
mengacu pada tujuan pendidikan Islam yakni pendidikan Islam tidak memilih-milih antara
dunia dan akhirat. Namun, bisa diprediksi bahwa kurikulum pendidikan Islam yang akhirat
oriented akan mengalami kendala besar apabila dihadapkan dengan masalah profesionalisme
dan keahlian. Dengan demikian, tuntutan terhadap perubahan kurikulum pendidikan Islam
merupakan hal yang logis dan tidak bisa ditunda-tunda lagi.
Agar kurikulum pendidikan Islam tetap relevan dan bisa berbuat banyak di masyarakat,
maka design kurikulum harus peka terhadap kebutuhan masyarakat dan dinamika zaman.
Untuk itu, setidak-tidaknya ada hal yang harus ada dalam kurikulum pendidikan Islam,
yaitu pertama, pendidikan perlu mengintregasikan kajian keagamaan, pengetahuan,
teknologi, seni dan budaya, dalam suatu program kurikulum yang integral baik dari segi
filosofis, teoritik, maupun oprasionalnya. Kedua, kurikulum pendidikan Islam harus
mengakomodasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK)dan dipadukan
dengan iman dan takwa dan harus relevan, responsif serta mampu mengantisipasi skenario
perubahan di masa yang akan datang.
b. Metode pendidikan Islam
Secara etimologi, kata metode berasal dari bahasa yunani metodos. Kata ini terdiri dari
dua suku kata yaitu “metha” yang berarti melalui atau melewati, dan “hodos” yang
bermakna jalan atau cara. Jadi, metode berarti suatu jalan yang dilalui untuk mencapai tujuan.
Dengan demikian, metode pendidikan Islam bisa diartikan sebagai suatu cara yang harus
dilalui dalam menyajikan bahan pelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan Islam.
H.M. Arifin menawarkan metode pendidikan Islam sebagai berikut:
a) Metode situasional dan kondisional dalam pembelajaran
b) Metode kebermaknaan
c) Metode dialog
d) Metode pemberian teladan yang baik
e) Metode diskusi
f) Metode demonstrasi
g) Metode hadiah dan hukuman
Jauh sebelumnya, Ibnu Khaldun juga menawarkan beberapa metode alternatif yang
bisa diterapkan dalam pendidikan Islam, antara lain:
a) Metode ilmiah modern
b) Metode gradasi dan penulangan
c) Menggunakan media audio- visual
d) Melakukan karya wisata
e) Menghindari sistem pengajaran materi pelajaran dalam bentuk rangkuman
f) Memberikan sanksi yang proporsional untuk menumbuhkan motivasi belajar
Senada dengan Ibnu Khaldun, al-Ghozali menyarankan agar membedakan metode
pengajaran yang dipakai untuk anak-anak, remaja, dan orang dewasa. Menurutnya, kewajiban
utama dari guru adalah mengajarkan kepada anak didik pelajaran yang mudah dipahami.
Sebab, masalah-masalah yang sulit bisa menyebabkan ‘merusak’ pikiran anak didik, dan
akibat terburuknya adalah mereka justru malas belajar.
Di era globalisasi, menurut Abdurrahman Mas’ud, seorang guru harus memilih
metode yang sesuai dengan nilai-nilai humanisme religius, meskipun pada akhirnya elemen-
elemen pendidikan menjadi kurang signifikan seiring dengan kemajuan teknologi informasi
dan sains. Dia menambahkan bahwa trend di masa mendatang adalah sejauh mana siswa
memanfaatkan komputer sebagai guru utama dan sejauh mana seorang guru mampu
mengantar siswanya untuk bukan sekedar memiliki teknologi seperti memiliki komputer,
melainkan bagaimana menggunakan dan memanfaatkannya sebagai media belajar.[14]
c. Evaluasi pendidikan Islam
Edwind Wendt dan Gerald W. Brown menyatakan bahwa evaluasi adalah totalitas
tindakan atau proses yang dilakukan untuk menilai sesuatu yang berkaitan dengan dunia
pendidikan. Yang dimaksud dengan penilaian dalam pendidikan adalah keputusan-keputusan
yang diambil dalam proses pendidikan secara umum: baik secara perencanaan, pengelolaan,
proses dan tindak lanjut pendidikan atau yang menyangkut perorangan, kelompok, maupun
kelembagaan. Jadi, yang dimaksud dengan evaluasi pendidikan Islam adalah pengambilan
sejumlah keputusan yang berkaitan dengan pendidikan Islam guna melihat sejauh mana
keberhasilan pendidikan yang selaras dengan nilai-nilai Islam sebagai tujuan dari pendidikan
Islam itu sendiri.
Menurut Armai Arief, fungsi evaluasi pendidikan Islam, antara lain:
a) Untuk mengetahui efektivitas cara belajar mengajar yang telah dilakukan
b) Untuk mengetahui prestasi belajar siswa
c) Untuk mengumpulkan informasi tentang taraf perkembangan dari anak didik
d) Sebagai bahan laporan kepada wali murid
e) Untuk membandingkan hasil pembelajaran yang diperoleh sebelumnya
Menurut Muhaimin, dkk, pelaksanaan evaluasi pendidikan Islam perlu dipegang
prinsip-prinsip sebagai berikut:
a) Agar evaluasi pendidikan sesuai dan dapat mencapai sasaran yang diharapkan
b) Evaluasi harus obyektif
c) Evaluasi dilakukan secara komprehensif
d) Evaluasi dilakukan secara kontinue[15]
5. Faktor Lingkungan
Lingkungan merupakan sesuatu yang mempengaruhi pada pertumbuhan dan
perkembangan jiwa anak. Adapun pengaruh lingkungan dapat dibagi menjadi dua sebagai
berikut:
a. Pengaruh lingkungan dapat dikatakan positif, bilamana lingkungan itu dapat memberikan
dorongan atau motivasi dan rangsangan kepada anak untuk berbuat hal-hal yang baik.
b. Sebaliknya pengaruh lingkungan dapat dikatakan negatif, bilamana keadaan sekitar anak itu
tidak dapat memberikan pengaruh baik.
Karena itu berhasil atau tidaknya pendidikan islam disekolah juga banyak ditentukan oleh
keadaan lingkungan daripada anak didik.[16]
D. KESIMPULAN
1. Faktor-faktor pendidikan islam adalah sesuatu yang ikut menentukan keberhasilanpendidikan
islam yang memiliki beberapa bagian yang saling meendukung satu sama lainnya.
2. Di dalam ilmu pendidikan islam kita mengenal beberapa macam faktor pendidikan,
diantaranya adalah sebagai berikut.
a. Faktor tujuan
b. Faktor pendidikan
c. Faktor anak didik
d. Faktor lingkungan.
E. DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Pespektif Islam, Bandung: PT. Remaja Rosda
Karya, 2005
Ahmad Tantowi, Pendidikan Islam, Semarang: Pustaka Rizqi Putra, 2002
Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat
Pres, 2002
Bukhori Umar, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Amzah, 2010
Dr. Zakiah Darajat, dkk, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Bumi
Angkasa, 2001
Suyanto, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana, 2006
Z. AG. S, Methodik Khusus Pendidikan Agama, Malang: Cetakan ke VIII, 1983
[1] Z. AG. S, Methodik Khusus Pendidikan Agama, Cetakan ke VIII, Malang, 1983, hal. 28
[2] Zakiyah Darajat, dkk, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Bumi Angkasa, Jakarta,
2001, hal. 11
[3] Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Ciputat Pers,
Jakarta: 2002, hal. 15-16
[4] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Persepektif Islam, PT. Remaja Rosdakarya,
Bandung: 1992, hal 46-47
[5] Armai Arief, Op. Cit, hal 18-25
[6] Bukhari Umar, Ilmu Pendidikan Islam, Amzah, Jakarta: 2010, hal. 83-86
[7] Ahmad Tafsir, Op.Cit, hal. 76
[8] Bukhari Umar, Op.Cit, hal.87
[9] Ahmad Tafsir, Op.Cit, hal.79-83
[10] Prof. Suyanto,Ph.D, Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana, 2006. Cet 1. Hal
103-106
[11] Ibid, hal 107-112
[12] Ibid hal 115
[13] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2005, hal. 92-94
[14] Ahmad Tantowi, Pendidikan Islam, Semarang: Pustaka Rizqi Putra, 2002, hal.24-29
[15] Ibid, hal.31-33
[16] Z. AG. S, Op.Cit, hal 54