Anda di halaman 1dari 188

Dasar Pendidikan Islam adalah sumber tempat seluruh bangunan sistem, konsep dan praksis

pendidikan Islam disusun dan diimplementasikan dalam kehidupan umat Muslim. Dasar
pendidikan Islam itu berupa Quran dan Hadits(sunnah), sebagaimana sabda Rasulullah saw
yang secara filosofik mengandung pandangan pokok tentang hakekat dasar pendidikan Islam,
yaitu Aku tinggalkan kepada kalian dua hal. Jika kalian berpegang pada keduanya maka
tidak akan tersesat selamanya. Dua hal itu adalah Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya. Dasar
tersebut tidak hanya fondasi yang menopang seluruh bangunan Pendidikan Islam, namun juga
menjadi sumber ilham, inspirasi, pedoman, tuntunan serta sumber arahan bagi seluruh
bangunan sistem, konsep atau teori dan implementasinya dalam kehidupan umat Muslim.
Dasar Pendidikan Islam dapat membedakan secara mendasar antara pendidikan Islam dengan
pendidikan pada umumnya karena perbedaan acuan dasar pendidikan. Setiap masyarakat,
umat, bangsa/negara mempunyai dasar pendidikan yang berbeda-beda. Bangsa Barat
memiliki dasar pendidikan tertentu yang didasarkan pada filsafat hidup dan agama yang
mereka anut. Bangsa Indonesia dengan tegas menyatakan sebagaimana termuat dalam pasal 2
UU no. 20 th 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional(Sisdiknas), bahwa Pendidikan
Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945.
Pasal tersebut menegaskan bahwa seluruh sistem pendidikan di Indonesia harus dilaksanakan
sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945,
sehingga seluruh komponen masyarakat dan bangsa Indonesia yang menyelenggarakan
pendidikan harus taat dan tunduk pada Undang-Undang tersebut.
Fungsi Pendidikan
Fungsi Pendidikan Islam adalah sebagai berikut:
1. Untuk menumbuhkan kreativitas. Secara antropologik dan sosial, masyarakat manusia
adalah masyarakat yang berkebudayaan dan berperadaban serta membutuhkan generasi-
generasi pelanjut sebagai pengembang kebudayaan peradaban mereka. Dalam hal ini,
Pendidikan Islam menciptakan generasi yang memiliki kreativitas sehingga mampu
membangun dan mengembangkan kebudayaan dan peradaban di masa mendatang. Dari segi
ini maka pendidkan menjadi sangat penting bagi pengembangan potensi-potensi qiwam pada
diri manusia sehingga benar-benar menjadi ahsanu taqwim bagi pembangunan masa depan
manusia yang lebih berperadaban.
2. Untuk memelihara dan melestarikan nilai-nilai insan dan ilahy. Kehidupan bersama dan
interaksi dalam masyarakat membutuhkan nilai-nilai yang disepakati antar manusia: saling
percaya, kejujuran dan amanah, saling tolong menolong, tanggung jawab, keadilan, dll.
Dalam fungsi ini, pendidikan merupakan usaha yang mampu menanamkan nilai-nilai tersebut
kepada peserta didik yang merupakan nilai-niali dasar yang diperlukan dalam merealisasikan
visi kekhalifahan dan misi manusia sebagai hamba Allah.
3. Untuk menyiapkan tenaga kerja produktif. Pendidikan berfungsi untuk menyiapkan subyek
didik menjadi calon tenaga kerja produktif, dengan pengertian: 1) tidak hanya dalam arti
ekonomi tetapi juga dalam arti sosial kultural ; 2) tidak hanya dalam rangka menyesuaikan
dengan prediksi ekonomik, melainkan mengantisipasi masa depan lebih terstruktur. Hal ini
sejalan dengan prinsip umat Muslim yang menekankan kepentingan dunia dan akhirat secara
harmoni.
Tujuan Pendidikan
Setiap kegiatan yang dilakukan oleh manusia pasti mempunyai tujuan yang hendak dicapai.
Adakalanya tujuan itu direncanakan untuk waktu pendek, adakalanya dalam jangka
menengah, adakalanya juga dalam jangka panjang. Tujuan-tujuan tersebut mempunyai fungsi
yang sangat penting, di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Untuk memberikan kejelasan mengenai ahir dari setiap kegiatan yang dilakukan.
2. Untuk mengarahkan usaha. Tujuan bagaikan sebuah titik akhir yang menjadi pusat
perhatian dan pemikiran sehingga seluruh pihak dan seluruh proses mengarah pada tujuan
tersebut.
3. Menjdi entry-point (titik-masuk)untuk tujuan-tujuan lain. Ibarat terminal, tujuan
merupakan suatu titik atau tempat tujuan dari berbagai kendaraan untuk dapat menuju
terminal di kota lain. Tanpa melewati terminal pertama maka tidak bisa menuju terminal
selanjutnya.
4. Untuk memberikan sifat-sifat atau nilai-nilai yang menjadi karakter dari seluruh proses dan
kegiatan yang dilakukan.
Sedangkan tujuan pendidikan Islam itu identik dengan tujuan asasi hidup manusia, yaittu
seperti yang tercantum dalam beberapa ayat di bawah ini:
1. QS. Al-Baqarah(2): 132
Dan Ibrahim telah Mewasiatkan Ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Yaqub.
(Ibrahim berkata): Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu,
Maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam.
2. QS. Al-Bayyinah(98): 5
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan
ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus[1595], dan supaya mereka
mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus.
3. QS. Adz-Dzariyat(51): 56
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.
Ayat-ayat tersebut menjelaskan tentang tujuan diciptakan yaitu untuk menghamba pada Allah
sebagai Pencipta manusia. Secara eksplisit penghambaan itu harus dilaksanakan dalam
bingkai Islam. Tujuan akhir pendidikan Islam menurut Ahmad D. Marimba adalah
membentuk kepribadian Muslim, sedangkan menurut Athiyah al-Abrasyi adalah maksud
pendidikan dan pengajaran itu bukan hanya untuk memenuhi otak anak didik dengan segala
macam ilmu yang belum mereka ketahui, tetapi mendidik akhlak dan jiwa mereka,
menanamkan rasa fadhilah(keutamaan), membiasakan mereka dengan kesopanan yang tinggi,
mempersiapkan mereka untuk suatu kehidupan yang suci, ikhlas dan jujur. Maka tujuan
pokok dalam pendidikan Islam adalah mendidik budi pekerti dan pendidikan jiwa.

Tujuan pendidikan islam (tarbiyah) dengan pendekatan tahapan turunnya wahyu ialah
membentuk kepribadian muslim yang utuh (takwin al-muslim al-mutakamil). Seluruh
aspek kemanusiaan diberdayakan secara sinergis dan optimal, sehingga akan
melahirkan potensi maksimal, baik segi ruhiyah (spiritual), fikriyah, aqliyah
(intelektual), khuluqiyah (moral), jasadiyah (fisik), dan amaliyah (operasional). Sosok
muslim mujtahid, mujahadah dan mujahid. Sosok muslim yang rasyid (memadukan
kecerdasan otak dan batin), dunia dan akhirat, spiritual dan material, doa dan usaha,
pikir dan zikir, memiliki daya cipta material dan daya kendalinya. Manusia yang
bertaqwa (inna akramakum indallahi atqaakum), meminjam istilah Muhammad Quthb.
Menurut Syekh Hasan al-Banna, pendidikan Islam mencakup seluruh aspek,
sebagaimana berikut :

1) Salim al-aqidah (bersihnya aqidah). Setiap individu muslim dituntut memiliki kelurusan
aqidah yang hanya dapat diperoleh melalui pemahaman yang luas dan utuh terhadap al-
Quran dan as-Sunnah.

2) Shahih al-Ibadah (lurusnya ibadah). Setiap individu dituntut untuk beribadah sesuai
dengan tuntunan syariat. Pada dasarnya ibadah bukanlah hasil ijtihad seseorang karena ibadah
tidak dapat diseimbangkan melalui penambahan, pengurangan, atau penyesuaian, dengan
kondisi dan kemajuan zaman (ghairu maqulil mana, atau tauqifi, paten).

3) Matin al-Khuluq (kokohnya akhlaq). Setiap individu dituntut untuk memiliki ketangguan
akhlaq sehingga mampu mengendalikan hawa nafsu, syhawat dan syubhat.

4) Qadir ala al-Kasb (mampu mencari penghidupan). Setiap individu dituntut untuk mampu
menunjukkan potensi dan kreativitasnya dalam kebutuhan hidup. Sehingga tidak menjadi
tanggungan orang lain. Muslim sejati ikut memecahkan persoalan, bukan bagian dari
persoalan.

5) Mutsaqaf al-Fikr (luas wawasan berfikirnya). Setiap individu muslim dituntut memiliki
keluasan wawasan. Ia mampu memanfaatkan kesempatan dan peluang untuk
mengembangkan diri.

6) Qawy al-Jism (kuat fisiknya). Setiap individu dituntut untuk memiliki kekuatan fisik
melalui sarana-sarana yang dipersiapkan Islam.

7) Mujahid li Nafsihi (pejuang diri sendiri). Setiap individu dituntut untuk memerangi hawa
nafsunya dan mengukuhkan diri di atas hukum-hukum Allah melalui ibadah dan amal shalih.
Bisa berjihad melawan tipudaya setan yang menjerumuskan manusia ke dalam kejahatan.

8) Munazham fii Syuunih (teratur urusannya). Setiap individu dituntut untuk mampu
mengatur segala urusannya sesuai dengan aturan Islam. Pada prinsipnya setiap pekerjaan
yang tidak teratur hanya akan berakhir dengan kegagalan.

9) Haaris ala Waqtih (memperhatikan waktunya). Setiap individu dituntut untuk mampu
memelihara waktunya sehingga akan terhindar dari kelalaian (taqshir). Mampu menghargai
waktu orang lain sehingga tidak akan membiarkan orang lain tidak produktif.

10) Nafi li Ghairih (bermanfaat bagi orang lain). Setiap individu muslim mampu
menumbuhkembangkan berbagai potensi, bakat dan kapasitasnya, sehingga menjadikan
dirinya bermanfaat bagi orang lain.

Dari kesepuluh komponen diatas, tergambarkan sosok muslim yang ideal. Shalih linafsihi dan
shalih lighoirihi, atau mushlih. Sholih untuk dirinya sendiri dan bisa mendorong perbaikan
untuk orang lain. Sosok mujtahid, sufi (mujahadah), sekaligus mujahid (pejuang). Wallahu
alam bish-shawab.
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pendidikan Agama Islam

Dalam melaksanakan pendidikan Agama perlu diperhatikan adanya faktor-faktor pendidikan


yang ikut menentukan berhasil atau tidaknya pendidikan agama tersebut.
Faktor-faktor pendidikan itu ada lima macam, dimana faktor yang satu dengan faktor yang
lainnya mempunyai hubungan yang erat. Kelima faktor tersebut adalah sebagai berikut:
a. Anak didik
b. Pendidik
c. Tujuan pendidikan
d. Alat-alat Pendidikan
e. Lingkungan[1]
Ad. A. Faktor Anak didik
Faktor anak didik merupaka salah satu faktor pendidikan yang sangat penting, karena
tanpa adanya faktor tersebut maka pendidikan tidak akan berlangsung. Oleh karena itu faktor
anak didik tidak dapat digantikan dengan faktor lain
Ad.b. Faktor Pendidik
Faktor pendidik adalah merupakaan salah satu faktor yang tidak kalah pentingnya,
karena pendidikan itulah yang akan bertanggung jawab dalam pembentukan pribadi anak
didik. Terutama pendidikan agama mempunyai tanggung jawab yang lebih berat
dibandingkan dengan pendidikan umum. Karena selain bertanggung jawab terhadap
pembentukan pribadi anak sesuai dengan ajaran Islam, ia juga bertanggung jawab kepada
Allah.
Ad. c. Faktor tujuan pendidikan
Tujuan pendidikan adalah merupakan suatu masalah fundamental, dinmana tujuan itu
menentukan corak dan isi pendidikan yaitu menentukan arah mana akan dituju bagi anak
didik setelah pendidikan itu berlangsung.
Ad.d. Faktor alat pendidikan
Alat pendidikan adalah segala perlengkapan yang digunakan dalam usaha mencapai
tujuan pendidikan.
Ad. e. Faktor lingkungan atau millu
Lingkungan mempunyai peranan penting terhadap keberhasilan atau tidaknya
pendidikan agama, karena perkembangan jiwa anak itu sangat dipengaruhi oleh keadaan
lingkungan. Lingkungan dapat memberi pengaruh positif atau negatif terhadap pertumbuhan
jiwa, sikap, mental, akhlak maupun perasaan agamanya.
Menurut Imam Barnadib dalam bukunya: Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematis,
mengatakaan bahwa lingkungan pendidikan itu terbagi menjadi tiga :
1. Lingkungan keluarga
2. Lingkungan sekolah
3. Lingkungan masyarakat[2]
Ad.1. Lingkungan keluarga
Lingkungan keluarga adalah merupakan lembaga pendidikan tertua, bersifat informal,
yang pertama dan utama dialami oleh anak. Lingkungan keluarga juga disebut lembaga
pendidikan yang bersifat kodrat.
Anak sebagai terdidik dalam keluarga memperoleh sikap, nilai dan ketrampilan serta
pengetahuan dari pengalaman sehari-hari.[3]
Keluarga juga merupakan tempat penbdidikan utam dan pertama, karena di dalam
keluarga anak pertama-tama menerima pendidikan yang diperoleh dalam keluarga adalah
merupakan pendidikan yang penting terhadap perkembangan pribadi anak, sebagai mana
dikemukakan oleh Zakiyah Daradjat :
Orang tua adalah pusat dari kegiatan kehidupan rohani bagi si anak dan sebagai penyebab
perkenalannya dengan alam luar, maka setiap reaksi emosi anak dan pemikirannya
dikemudian hari, terpengaruh oleh sikapnya terhadapa orang tua dipermulaan hidupnya
dahulu.[4]

Dari pendapat di atas jelaslah bahwa pendidikan dalam keluarga bersifat kodrat
artinya suasana dan struktur keluarga itu memberikan kemungkinan alami untuk terciptanya
situasi pendidikan. Situasi tersebut dapat terwujud berkat adanya pergaulan dan hubungan
pengaruh mempengaruhi secara timbal balik antara kedua orang tua, bapak, ibu dan anak.
Ad.2. Lingkungan sekolah
Tidak semua tugas dapat dilaksanakan oleh orang tua dalam keluarga, terutama ilmu
pengetahuan dan berbagai macam ketrampilan, oleh karena itu anak dimasukkan ke sekolah.
Pendidikan formal di sekolah merupakan lanjutan atau pengembangan pendidikan yang telah
diberikan oleh orang tua dan sekaligus merupakan jembatan bagi anak yang menghubungkan
kehidupan dalam keluarga dengan kehidupan dalam masyarakat.

Sumbangan sekolah kepada pendidikan sebagai mana dikemukakan oleh Sutari Imam
Barnadib adalah sebagai berikut :
Sekolah membantu orang tua mengerjakan kebiasaan-kebiasaan yang baik serta
m,enanamkan budi pekerti yang baik.
1. Sekolah memberikan pendidikan untuk kehidupan di dalam masyarakat yang sukar atau
tidak dapat diberikan dalam keluarga.
2. Sekolah melatih anak-anak memperoleh kecakapan, kecakapan seperti membaca, berhitung,
mengambar, serta ilmu-ilmu yang lain. Juga diberi pelajaran menghargai
keindahan,membedakan benar dan buruk, menghormati dan memilih agamanya masing-
masing.[5]

Dengan demikian jelaslah bagi kita bahwa peranan dan fungsi sekolah pertama-tama
ialah membantu keluarga dalam mendidik anak-anaaknya untuk memperoleh kecakapan-
kecakapan tertentu yang tidak didapat dalam lingkunagn keluarga. Sekolah merupakan
lembaga sosial yang tumbuh dan berkembang dari masyarakat untuk masyarakat. Lembaga
formal ini bisa disebut sebagai suatu organisasi, yaitu terikat pada tata aturan formal,
berpedoman dan bertarget ataau pada sasaran yang jelas, serta memiliki struktur
kepemimpinan yang pasti atau resmi, karena itu fungsi sekolah terikat pada target atau saran
yang dibutuhkan masyarakat.
Ad.3. Lingkungan masyarakat
Lingkungan masyarakat adalah merupakan lingkungan ketiga dalam proses
pembentukan kepribadian anak-anak sesuai dengan keberadaannya. Lingkungan massyarakat
akan memberikan sumabangan yang sangat berarti dalam diri anak apabila diwujudkan
dalam proses dan pola yang tepat.[6]
Tidak semua ilmu pengetahuan, sikap, ketrampilan dapat dikembangkan oleh sekolah
ataupun keluarga, karena keterbatasan dana dan kelengkapan tempat tersebut. Kekurangan
tersebut akan dapat diisi dan dilengkapi oleh lingkungan masyarakat dalam membina pribadi
anak didik atau individu secara utuh dan terpadu.
Pendidikan dalam masyarakat sebagai mana yang dikemukakan oleh Muri Yusuf,
bahwa pendidikan dalam masyarakat adalah berfungsi sebagai pelengkap, pengganti, dan
tambahan.[7]
Maksudnya sebagai pengganti adalah bahwa pendidikan masyarakat berfungsi
sama dengan pendidikan formal di sekolah, dan berfungsi sebagai taambahan karena
keterbatasan jam pelajaran, maka diadakan kursus di luar program pendidikan yang ada.
Dengan demikian jelaslah bagi kita bahwa lingkungan masyaraakat menetukan dan
memberikan pengaruh terhadap pembentukan pribadi tiap-tiap individu atau anakl dengan
mengingat ketiga fungsi tersebut

1. Hakekat Belajar Mengajar

Kegiatan belajar mengajar adalah suatu kondisi yang dengan sengaja diciptakan. Gurulah
yang menciptakannnya guna membelajarkan anak didik. Guru yang mengajar dan anak didik
yang belajar. Perpaduan dari kedua unsur manusiawi ini lahirlah interaksi edukatif dengan
memanfaatkan bahan sebagai mediumnya. Di sana semua komponen pengajaran diperankan
secara optimal guna mencapai tujuan pengajaran dilaksanakan.

Dalam kegiatan belajar mengajar, anak adalah sebagai subjek dan sebagai objek dari kegiatan
pengajaran. Tujuan pengajaran akan tercapai bila anak didik berusaha aktif untuk
mencapainya. Keaktifannya tidak hanya dituntut dari segi fisik, tetapi juga kejiwaan. Bila
fisik saja yang aktif kemungkinan besar tujuan pembelajaran tidak tercapai.

Sumantri dan Permana (1999) menyatakan mengajar adalah kegiatan penyampaian pesan
berupa pengetahuan, keterampilan dan penanaman sikap-sikap tertentu dari guru kepada
peserta didik. Raka Joni (1986: 3) merumuskan pengertian mengajar sebagai penciptaan suatu
sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar. Sistem lingkungan dalam
proses belajar akan saling mempengaruhi antar komponen seperti tujuan instruksional yang
ingin dicapai, guru dan peserta didik yang memainkan peranan senada dalam hubungan sosial
tertentu, materi yang diajarkan, bentuk kegiatan yang dilaksanakan serta sarana dan prasarana
belajar mengajar yang tersedia.

Sementara itu, Davis (dalam Sumantri dan Permana, 1999) mengungkapkan bahwa
pengertian mengajar sebagai suatu aktivitas profesional yang memerlukan keterampilan
tingkat tinggi dan mencakup pengambilan keputusan. Jadi diperlukan suatu keterampilan
khusus yang diperlukan dalam mengajar.

Mengajar merupakan kegiatan mutlak yang memerlukan keterlibatan individu anak didik.
Karena itu belajar mengajar merupakan istilah yang sudah baku dan menyatu di dalam
konsep pengajaran. Guru yang mengajar dan anak didik yang belajar adalah dwitunggal
dalam perpisahan raga jiwa bersatu antara guru dan anak didik. Mengajar adalah suatu proses
yaitu proses mengatur, mengorganisasi, lingkungan di sekitar anak didik sehingga
menumbuhkan dan mendorong anak didik melakukan proses belajar. Pada tahap berikutnya
mengajar adalah proses memberikan bimbingan /bantuan kepada anak didik dalam proses
belajar ( Nana Sudjana, 1991:29).

Jadi Belajar mengajar merupakan suatu proses adanya interaksi antara anak didik dan guru
mengenai transfer pengetahuan nilai-nilai dan sikap dalam kegiatan pendidikan di kelas.
Peranan guru sebagai pembimbing bertolak dari banyak anak didik yang bermasalah. Dalam
belajar ada anak didik yang cepat menerima pelajaran, ada yang sedang dan ada yang lamban
menerima pelajaran. Ketiga tipe belajar anak didik ini menghendaki agar guru yang mengatur
strategi pengajaran yang sesuai dengan gaya-gaya belajar anak didik. Akhirnya, bila hakikat
belajar adalah perubahan maka mengajar adalah proses pengaturan yang dilakukan oleh guru

1. Ciri-ciri Belajar Mengajar


Sebagai suatu proses pengaturan belajar mengajar tidak terlepas dari ciri-ciri tertentu, yang
menurut Edi Suardi sebagai berikut:

1. Belajar mengajar memiliki tujuan, yakni untuk membentuk anak didik dalam suatu
perkembangan tertentu.
2. Ada suatu prosedur yang diencanakan, didesain untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan
3. Kegiatan belajar mengajar ditandai dengan satu penggarapan materi khusus.
4. Adanya aktivitas anak didik
5. Dalam kegiatan belajar mengajar guru berperan sebagai pembimbing
6. Dalam kegiatan belajar mengajar dibutuhkan disiplin
7. Ada batas waktu
8. Evaluasi

1. Komponen-Komponen belajar mengajar

Sebagai suatu sistem tentu saja kegiatan belajar mengajar mengandung sejumlah komponen
yang meliputintujuan bahan pelajaran kegiatan belajar mengajar, metode, alat dan sumber
serta evaluasi.

1. Tujuan

Menurut Roestyah tujuan pengajaran adalah deskripsi tentang penampilan perilaku murid-
murid yang kita harapkan setelah mereka mempelajari bahan pelajaran yang kita ajarkan.
Suatu tujuan pengajaran mengatakan suatu hasil yang kita harapkan dari pengajaran itu dan
bukan sekedar proses dari pengajaran itu sendiri.

1. Bahan Pelajaran

Bahan pelajaran adalah substansi yang akan disampaikan dalam proses belajar mengajar.
Bahan pelajaran mencakup Bahan pelajaran pokok dan bahan pelajaran pelengkap. Bahan
pelajaran pokok adalah bahan pelajaran yang menyangkut bidang studi yang dipegang oleh
guru sesuai dengan profesinya. Sedangkan bahan pelajaran pelengkap bahan pelajaran yang
dapat membuka wawasan seorang guru.

1. Kegiatan Belajar Mengajar

Kegiatan belajar mengajar adalah inti kegiatan dalam pendidikan. Segala sesuatu yang
diprogramkan akan dilaksanakan dalam proses belajar mengajar. Dalam kegiatan belajar
mengajar, guru dan anak didik terlibat dalam sebuah interaksi dengan bahan pelajaran
sebagai mediumnya. Di dalam kegiatan ini anak didik dibimbing untuk aktif dalam proses
belajar sehingga meteri yang disampaikan bisa diterima siswa.

1. Metode

Metode adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Dalam kegiatan belajar mengajar diperlukan oleh guru dan penggunaan bervariasi sesuai
dengan tujuan yang hendak dicapai. Pengunaan metode yang tepat akan mempengaruhi
proses belajar serta tujuan yang hendak dicapai di akhir proses belajar.
1. Alat

Alat adalah segala sesuatu yang digunakan dalam rangka mencapai tujuan pengajaran.
Sebagai segala sesuatu yang dapat digunakan dalam mencapai tujuan pengajaran alat
mempunyai fungsi yaitu alat sebagai perlengkapan, alat sebagai pembantu mempermudah
usaha mencapai tujuan dan alat sebagi tujuan. Alat sendiri terbagi dua yakni, alat dan alat
bantu pengajaran. Yang dimaksud alat adalah suruhan, perintah, larangan dan sebagainya.
Sedangkan alat bantu pengajaran adalah papan tulis, batu kapur, diagram dsb.

1. Sumber

Udin Saripudin dan Rusatana mengatakan sumber adalah sesuatu yang dapat dipergunakan
sebagai tempat di mana bahan pengajaran terdapat atau asal untuk belajar seseorang. Jadi,
sumber belajar merupkan bahan/ materi untuk menambah ilmu pengetahuan yang
mengandung hal-hal baru bagi si pelajar.

Menurut Sudirman ada lima sumber belajar yakni :

manusia
bahan
lingkungan
alat dan perlengkapan
aktivitas

1. Evaluasi

Evaluasi merupakan suatu tindakan atau proses untuk menentukan nilai dari sesuatu. Evaluasi
pendidikan sendiri bermakna suatu proses untuk menentukan nilai sebagai sesuatu dalam
dunia pendidikan atau segala yang ada hubungannya dengan pendidikan.

Tujuan umum evaluasi :

mengumpulkan data-data yang membuktikan taraf kemajuan murid dalam mencapai


tujuan yang diharapkan.
memungkinkan pendidik/ guru menilai aktivitas atau pengalaman yang didapat
menilai metode mengajar yang digunakan

Tujuan khusus evaluasi

merangsang kegiatan siswa


menemukan sebab-sebab kemajuan atau kegagalan
memberikan bimbingan yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan dan bakat
siswa yang bersangkutan
memperoleh bahan laporan tentang perkembangan siswa yang diperlukan orang tua
dalam lembaga pendidikan
untuk memperbaiki mutu pelajaran dan metode mengajar.

KESIMPULAN
Belajar mengajar merupakan suatu proses adanya interaksi antara anak didik dan guru
mengenai tranfer pengetahuan nilai-nilai dan sikap dalam kegiatan pendidikan di kelas.
Peranan guru sebagai pembimbing bertolak dari banyak anak didik yang bermasalah. Dalam
belajar ada anak didik yang cepat menerima pelajaran, ada yang sedang dan ada yang lamban
menerima pelajaran. Ketiga tipe belajar anak didik ini menghendaki agar guru yang mengatur
strategi pengajaran yang sesuai dengan gaya-gaya belajar anak didik. Akhirnya, bila hakikat
belajar adalah perubahan maka mengajar adalah proses pengaturan yang dilakukan oleh guru.

Mengajar adalah kegiatan penyampaian pesan berupa pengetahuan, keterampilan dan


penanaman sikap-sikap tertentu dari guru kepada peserta didik. Mengajar sebagai penciptaan
suatu sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar. Sistem lingkungan
dalam proses belajar akan saling mempengaruhi antar komponen seperti tujuan instruksional
yang ingin dicapai, guru dan peserta didik yang memainkan peranan senada dalam hubungan
sosial tertentu, materi yang diajarkan, bentuk kegiatan yang dilaksanakan serta sarana dan
prasarana belajar mengajar yang tersedia.

Peran Guru Dalam Pembelajaran

A. Pengertian

Guru menurut UU no. 14 tahun 2005 adalah pendidik profesional dengan tugas utama
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta
didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah.

B. Peran Guru

Para pakar pendidikan di Barat telah melakukan penelitian tentang peran guru yang harus
dilakoni. Peran guru yang beragam telah diidentifikasi dan dikaji oleh Pullias dan Young
(1988), Manan (1990) serta Yelon dan Weinstein (1997). Adapun peran-peran tersebut adalah
sebagai berikut :

1. Guru Sebagai Pendidik

Guru adalah pendidik, yang menjadi tokoh, panutan dan identifikasi bagi para peserta didik,
dan lingkungannya. Oleh karena itu, guru harus memiliki standar kualitas tertentu, yang
mencakup tanggung jawab, wibawa, mandiri dan disiplin.

2. Guru Sebagai Pengajar

Kegiatan belajar peserta didik dipengaruhi oleh berbagai factor, seperti motivasi,
kematangan, hubungan peserta didik dengan guru, kemampuan verbal, tingkat kebebasan,
rasa aman dan keterampilan guru dalam berkomunikasi. Jika factor-faktor di atas dipenuhi,
maka melalui pembelajaran peserta didik dapat belajar dengan baik. Guru harus berusaha
membuat sesuatu menjadi jelas bagi peserta didik dan terampil dalam memecahkan masalah.
Ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh seorang guru dalam pembelajaran, yaitu :
Membuat ilustrasi, Mendefinisikan, Menganalisis, Mensintesis, Bertanya, Merespon,
Mendengarkan, Menciptakan kepercayaan, Memberikan pandangan yang bervariasi,
Menyediakan media untuk mengkaji materi standar, Menyesuaikan metode pembelajaran,
Memberikan nada perasaan. Agar pembelajaran memiliki kekuatan yang maksimal, guru-
guru harus senantiasa berusaha untuk mempertahankan dan meningkatkan semangat yang
telah dimilikinya ketika mempelajari materi standar.

3. Guru Sebagai Pembimbing

Guru dapat diibaratkan sebagai pembimbing perjalanan, yang berdasarkan pengetahuan dan
pengalamannya bertanggungjawab atas kelancaran perjalanan itu. Dalam hal ini, istilah
perjalanan tidak hanya menyangkut fisik tetapi juga perjalanan mental, emosional, kreatifitas,
moral dan spiritual yang lebih dalam dan kompleks.

Sebagai pembimbing perjalanan, guru memerlukan kompetensi yang tinggi untuk


melaksanakan empat hal berikut :

Pertama, guru harus merencanakan tujuan dan mengidentifikasi kompetensi yang


hendak dicapai.
Kedua, guru harus melihat keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran, dan yang
paling penting bahwa peserta didik melaksanakan kegiatan belajar itu tidak hanya
secara jasmaniah, tetapi mereka harus terlibat secara psikologis.
Ketiga, guru harus memaknai kegiatan belajar.
Keempat, guru harus melaksanakan penilaian.

4. Guru Sebagai Pelatih

Proses pendidikan dan pembelajaran memerlukan latihan keterampilan, baik intelektual


maupun motorik, sehingga menuntut guru untuk bertindak sebagai pelatih. Hal ini lebih
ditekankan lagi dalam kurikulum 2004 yang berbasis kompetensi, karena tanpa latihan tidak
akan mampu menunjukkan penguasaan kompetensi dasar dan tidak akan mahir dalam
berbagai keterampilan yang dikembangkan sesuai dengan materi standar.

5. Guru Sebagai Penasehat

Guru adalah seorang penasehat bagi peserta didik juga bagi orang tua, meskipun mereka tidak
memiliki latihan khusus sebagai penasehat dan dalam beberapa hal tidak dapat berharap
untuk menasehati orang. Peserta didik senantiasa berhadapan dengan kebutuhan untuk
membuat keputusan dan dalam prosesnya akan lari kepada gurunya. Agar guru dapat
menyadari perannya sebagai orang kepercayaan dan penasihat secara lebih mendalam, ia
harus memahami psikologi kepribadian dan ilmu kesehatan mental.

6. Guru Sebagai Pembaharu (Inovator)

Guru menerjemahkan pengalaman yang telah lalu ke dalam kehidupan yang bermakna bagi
peserta didik. Dalam hal ini, terdapat jurang yang dalam dan luas antara generasi yang satu
dengan yang lain, demikian halnya pengalaman orang tua memiliki arti lebih banyak daripada
nenek kita. Seorang peserta didik yang belajar sekarang, secara psikologis berada jauh dari
pengalaman manusia yang harus dipahami, dicerna dan diwujudkan dalam pendidikan. Tugas
guru adalah menerjemahkan kebijakan dan pengalaman yang berharga ini kedalam istilah
atau bahasa moderen yang akan diterima oleh peserta didik. Sebagai jembatan antara generasi
tua dan genearasi muda, yang juga penerjemah pengalaman, guru harus menjadi pribadi yang
terdidik.
7. Guru Sebagai Model dan Teladan

Guru merupakan model atau teladan bagi para peserta didik dan semua orang yang
menganggap dia sebagai guru. Terdapat kecenderungan yang besar untuk menganggap bahwa
peran ini tidak mudah untuk ditentang, apalagi ditolak. Sebagai teladan, tentu saja pribadi dan
apa yang dilakukan guru akan mendapat sorotan peserta didik serta orang di sekitar
lingkungannya yang menganggap atau mengakuinya sebagai guru. Ada beberapa hal yang
harus diperhatikan oleh guru : Sikap dasar, Bicara dan gaya bicara, Kebiasaan bekerja, Sikap
melalui pengalaman dan kesalahan, Pakaian, Hubungan kemanusiaan, Proses berfikir,
Perilaku neurotis, Selera, Keputusan, Kesehatan, Gaya hidup secara umum perilaku guru
sangat mempengaruhi peserta didik, tetapi peserta didik harus berani mengembangkan gaya
hidup pribadinya sendiri. Guru yang baik adalah yang menyadari kesenjangan antara apa
yang diinginkan dengan apa yang ada pada dirinya, kemudian menyadari kesalahan ketika
memang bersalah. Kesalahan harus diikuti dengan sikap merasa dan berusaha untuk tidak
mengulanginya.

8. Guru Sebagai Pribadi

Guru harus memiliki kepribadian yang mencerminkan seorang pendidik. Ungkapan yang
sering dikemukakan adalah bahwa guru bisa digugu dan ditiru. Digugu maksudnya bahwa
pesan-pesan yang disampaikan guru bisa dipercaya untuk dilaksanakan dan pola hidupnya
bisa ditiru atau diteladani. Jika ada nilai yang bertentangan dengan nilai yang dianutnya,
maka dengan cara yang tepat disikapi sehingga tidak terjadi benturan nilai antara guru dan
masyarakat yang berakibat terganggunya proses pendidikan bagi peserta didik. Guru perlu
juga memiliki kemampuan untuk berbaur dengan masyarakat melalui kemampuannya, antara
lain melalui kegiatan olah raga, keagamaan dan kepemudaan. Keluwesan bergaul harus
dimiliki, sebab kalau tidak pergaulannya akan menjadi kaku dan berakibat yang bersangkutan
kurang bisa diterima oleh masyarakat.

9. Guru Sebagai Peneliti

Pembelajaran merupakan seni, yang dalam pelaksanaannya memerlukan penyesuaian-


penyesuaian dengan kondisi lingkungan. Untuk itu diperlukan berbagai penelitian, yang
didalamnya melibatkan guru. Oleh karena itu guru adalah seorang pencari atau peneliti.
Menyadari akan kekurangannya guru berusaha mencari apa yang belum diketahui untuk
meningkatkan kemampuannya dalam melaksanakan tugas. Sebagai orang yang telah
mengenal metodologi tentunya ia tahu pula apa yang harus dikerjakan, yakni penelitian.

10. Guru Sebagai Pendorong Kreatifitas

Kreativitas merupakan hal yang sangat penting dalam pembelajaran dan guru dituntut untuk
mendemonstrasikan dan menunjukkan proses kreatifitas tersebut. Kreatifitas merupakan
sesuatu yang bersifat universal dan merupakan cirri aspek dunia kehidupan di sekitar kita.
Kreativitas ditandai oleh adanya kegiatan menciptakan sesuatu yang sebelumnya tidak ada
dan tidak dilakukan oleh seseorang atau adanya kecenderungan untuk menciptakan sesuatu.
Akibat dari fungsi ini, guru senantiasa berusaha untuk menemukan cara yang lebih baik
dalam melayani peserta didik, sehingga peserta didik akan menilaianya bahwa ia memang
kreatif dan tidak melakukan sesuatu secara rutin saja. Kreativitas menunjukkan bahwa apa
yang akan dikerjakan oleh guru sekarang lebih baik dari yang telah dikerjakan sebelumnya.
11. Guru Sebagai Pembangkit Pandangan

Dunia ini panggung sandiwara, yang penuh dengan berbagai kisah dan peristiwa, mulai dari
kisah nyata sampai yang direkayasa. Dalam hal ini, guru dituntut untuk memberikan dan
memelihara pandangan tentang keagungan kepada pesarta didiknya. Mengembangkan fungsi
ini guru harus terampil dalam berkomunikasi dengan peserta didik di segala umur, sehingga
setiap langkah dari proses pendidikan yang dikelolanya dilaksanakan untuk menunjang fungsi
ini.

12. Guru Sebagai Pekerja Rutin

Guru bekerja dengan keterampilan dan kebiasaan tertentu, serta kegiatan rutin yang amat
diperlukan dan seringkali memberatkan. Jika kegiatan tersebut tidak dikerjakan dengan baik,
maka bisa mengurangi atau merusak keefektifan guru pada semua peranannya.

13. Guru Sebagai Pemindah Kemah

Hidup ini selalu berubah dan guru adalah seorang pemindah kemah, yang suka memindah-
mindahkan dan membantu peserta didik dalam meninggalkan hal lama menuju sesuatu yang
baru yang bisa mereka alami. Guru berusaha keras untuk mengetahui masalah peserta didik,
kepercayaan dan kebiasaan yang menghalangi kemajuan serta membantu menjauhi dan
meninggalkannya untuk mendapatkan cara-cara baru yang lebih sesuai. Guru harus
memahami hal yang bermanfaat dan tidak bermanfaat bagi peserta didiknya.

14. Guru Sebagai Pembawa Cerita

Sudah menjadi sifat manusia untuk mengenal diri dan menanyakan keberadaannya serta
bagaimana berhubungan dengan keberadaannya itu. Tidak mungkin bagi manusia hanya
muncul dalam lingkungannya dan berhubungan dengan lingkungan, tanpa mengetahui asal
usulnya. Semua itu diperoleh melalui cerita. Guru tidak takut menjadi alat untuk
menyampaikan cerita-cerita tentang kehidupan, karena ia tahu sepenuhnya bahwa cerita itu
sangat bermanfaat bagi manusia. Cerita adalah cermin yang bagus dan merupakan tongkat
pengukur. Dengan cerita manusia bisa mengamati bagaimana memecahkan masalah yang
sama dengan yang dihadapinya, menemukan gagasan dan kehidupan yang nampak
diperlukan oleh manusia lain, yang bisa disesuaikan dengan kehidupan mereka. Guru
berusaha mencari cerita untuk membangkitkan gagasan kehidupan di masa mendatang.

15. Guru Sebagai Aktor

Sebagai seorang aktor, guru melakukan penelitian tidak terbatas pada materi yang harus
ditransferkan, melainkan juga tentang kepribadian manusia sehingga mampu memahami
respon-respon pendengarnya, dan merencanakan kembali pekerjaannya sehingga dapat
dikontrol. Sebagai aktor, guru berangkat dengan jiwa pengabdian dan inspirasi yang dalam
yang akan mengarahkan kegiatannya. Tahun demi tahun sang actor berusaha mengurangi
respon bosan dan berusaha meningkatkan minat para pendengar.

16. Guru Sebagai Emansipator

Dengan kecerdikannya, guru mampu memahami potensi peserta didik, menghormati setiap
insane dan menyadari bahwa kebanyakan insan merupakan budak stagnasi kebudayaan.
Guru mengetahui bahwa pengalaman, pengakuan dan dorongan seringkali membebaskan
peserta didik dari self image yang tidak menyenangkan, kebodohan dan dari perasaan
tertolak dan rendah diri. Guru telah melaksanakan peran sebagai emansipator ketika peserta
didik yang dicampakkan secara moril dan mengalami berbagai kesulitan dibangkitkan
kembali menjadi pribadi yang percaya diri.

17. Guru Sebagai Evaluator

Evaluasi atau penilaian merupakan aspek pembelajaran yang paling kompleks, karena
melibatkan banyak latar belakang dan hubungan, serta variable lain yang mempunyai arti
apabila berhubungan dengan konteks yang hampir tidak mungkin dapat dipisahkan dengan
setiap segi penilaian. Teknik apapun yang dipilih, dalam penilaian harus dilakukan dengan
prosedur yang jelas, yang meliputi tiga tahap, yaitu persiapan, pelaksanaan dan tindak lanjut.
Penilaian harus adil dan objektif.

18. Guru Sebagai Pengawet

Salah satu tugas guru adalah mewariskan kebudayaan dari generasi ke generasi berikutnya,
karena hasil karya manusia terdahulu masih banyak yang bermakna bagi kehidupan manusia
sekarang maupun di masa depan. Sarana pengawet terhadap apa yang telah dicapai manusia
terdahulu adalah kurikulum. Guru juga harus mempunyai sikap positif terhadap apa yang
akan diawetkan.

19. Guru Sebagai Kulminator

Guru adalah orang yang mengarahkan proses belajar secara bertahap dari awal hingga akhir
(kulminasi). Dengan rancangannya peserta didik akan melewati tahap kulminasi, suatu tahap
yang memungkinkan setiap peserta didik bisa mengetahui kemajuan belajarnya. Di sini peran
kulminator terpadu dengan peran sebagai evaluator. Guru sejatinya adalah seorang pribadi
yang harus serba bisa dan serba tahu. Serta mampu mentransferkan kebisaan dan
pengetahuan pada muridnya dengan cara yang sesuai dengan perkembangan dan potensi anak
didik.

Begitu banyak peran yang harus diemban oleh seorang guru. Peran yang begitu berat dipikul
di pundak guru hendaknya tidak menjadikan calon guru mundur dari tugas mulia tersebut.
Peran-peran tersebut harus menjadi tantangan dan motivasi bagi calon guru. Dia harus
menyadari bahwa di masyarakat harus ada yang menjalani peran guru. Bila tidak, maka suatu
masyarakat tidak akan terbangun dengan utuh. Penuh ketimpangan dan akhirnya masyarakat
tersebut bergerak menuju kehancuran.

2. Konsep Dasar Komponen-Komponen Pembelajaran

Pengajaran adalah suatu sistem artinya keseluruhan yang terdiri dari komponen-komponen
yang berinteraksi antara satu dengan yang lainnya secara keseluruhan untuk mencapai tujuan
pengajaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Komponen merupakan bagian dari suatu
sistem yang memiliki peran dalam keseluruhan berlangsungnya suatu proses untuk mencapai
tujuan sistem. Jadi, komponen pendidikan adalah bagian-bagian dari sistem proses

pendidikan yang menentukan berhasil atau tidaknya proses pendidikan (Slameto, 2010).
Adapun komponen-komponen tersebut meliputi:

1. Tujuan pendidikan
2. Peserta didik
3. Pendidik
4. Bahan atau materi pelajaran
5. Pendekatan dan metode
6. Media atau alat
7. Sumber belajar
8. Evaluasi

Semua komponen dalam sistem pengajaran saling berhubungan dan saling mempengaruhi
untuk mencapai tujuan pengajaran. Pada dasarnya, proses pengajaran dapat terselenggara
secara lancar, efisien, dan efektif berkat adanya interaksi yang positif, konstruktif, dan
produktif antara berbagai komponen yang terkandung di dalam sistem pengajaran tersebut.

1. B. Komponen Peserta Didik (Hamalik,2004)

Peserta didik adalah salah satu komponen dalam pengajaran, di samping faktor pendidik,
tujuan, dan metode pengajaran. Sebagai salah satu komponen maka dapat dikatakan bahwa
peserta didik adalah komponen yang terpenting diantara kelompok lainnya. Pada dasarnya
peserta didik adalah unsur penentu dalam proses belajar mengajar. Tanpa adanya peserta
didik, sesungguhnya tidak akan terjadi proses pengajaran. Sebab peserta didiklah yang
membutuhkan pengajaran dan bukan pendidik, pendidik hanya berusaha memenuhi
kebutuhan yang ada pada peserta didik. Tanpa adanya peserta didik, pendidik tak akan
mungkin mengajar. Sehingga peserta didik adalah komponen yang penting dalam hubungan
proses belajar mengajar ini.

1. 1. Peserta didik adalah pribadi yang kompleks

J. Looke berpandangan bahwa jiwa anak bagaikan tabu rasa, sebuah meja lilin yang
dapat ditulis dengan apa saja bagaimana keinginan si pendidik. J.J.

Rousseau memandang anak sebagai seseorang yang memiliki jiwa yang bersih dan karena
lingkungan maka ia jadi kotor.

Berbeda dengan pandangan di atas maka menurut psikologi modern, anak adalah
suatu organisme yang hidup, yang mereaksi, berbuat, dan sebagainya. Organisme yang hidup
memiliki suatu kebutuhan, minat, kemampuan, dan masalah-masalah tertentu. Ia bersifat
unik, memiliki bakat dan kematangan berkat adanya pengaruh-pengaruh dari luar, sehingga
membentuk pribadi anak menjadi kompleks.

1. 2. Tujuan mengenal peserta didik

Pendidik mengenal peserta didik dengan maksud agar pendidik dapat membantu
pertumbuhan dan perkembangannya secara efektif. Mengenal dan memahami peserta didik
sangat penting agar pendidik dapat menentukan bahan-bahan yang akan diberikan,
menggunakan prosedur belajar yang serasi, mengadakan diagnosis atas kesulitan.
Banyak aspek dari pribadi peserta didik yang perlu dikenal, namun demi
mempermudah studi dalam hal ini maka aspek-aspek tersebut diklasifikasikan sebagai
berikut:

1. Latar belakang masyarakat

Kultur masyarakat dimana peserta didik tinggal, besar pengaruhnya terhadap sikap peserta
didik. Latar belakang kultur ini menyebabkan para peserta didik memiliki sikap yang
berbeda-beda tentang agama, politik, masyarakat lain, dan cara bertingkah lakunya.

1. Latar belakang keluarga

Situasi di dalam keluarga, besar pengaruhnya terhadap emosi, penyesuaian sosial, minat,
sikap, tujuan, disiplin, dan perbuatan peserta didik di sekolah. Semua masalah apapun yang
ada di dalam keluarga akan berpengaruh terhadap sikap, tujuan, dan tingkah laku peserta
didik di sekolah. Sehingga pendidik sering mengalami kesulitan untuk memahaminya.
Pendidik perlu mengenal situasi dan kondisi dalam keluarga peserta didik, agar dapat
merencanakan kegiatan-kegiatan yang serasi.

1. Tingkat inteligensi

Inteligensi seseorang dipengaruhi oleh perasaan dorongan, rasa aman dan sebagainya. Faktor
lingkungan yang berpengaruh terhadap kematangan daripada IQ. Tingkat inteligensi dapat
digunakan untuk memperkirakan keberhasilan seorang peserta didik.

1. Hasil belajar

Pendidik perlu mengenal hasil belajar dan kemajuan belajar peserta didik yang telah
diperoleh sebelumnya. Hal yang perlu diketahui itu ialah penguasaan pelajaran dan
keterampilan belajar. Dengan pengenalan tersebut pendidik dapat mendiagnosis kesulitan
belajar peserta didik, dapat memperkirakan hasil dan kemajuan hasil belajar selanjutnya.

1. Kesehatan badan

Keadaan kesehatan dan pertumbuhan ini besar pengaruhnya terhadap hasil pendidikan dan
penyesuaian sosial mereka. Kalau pendidik mengenal data yang lengkap tentang kesehatan
dan pertumbuhan jasmaninya maka pendidik dapat memikirkan dan mengusahakan
pemberian bantuan kepada mereka seperti: memperbaiki prosedur mengajar, mengatur tempat
duduk, memberikan bantuan seperlunya.

1. Hubungan-hubungan antarpribadi

Hubungan-hubungan pribadi saling aksi dan mereaksi, penerimaan oleh anggota kelompok,
kerja sama dengan teman-teman sekelompok akan menentukan perasaan puas dan rasa aman
di sekolah. Hal-hal ini sangat berpengaruh pada kelakuan dan motivasi belajarnya. Kalau
pendidik mengetahui tentang kebutuhan sosial di kalangan peserta didik maka pendidik dapat
menyelidiki masalah-masalah yang dihadapi peserta didik.

1. Kebutuhan-kebutuhan emosional
Di antara kebutuhan emosional yang penting di kalangan para peserta didik pada umumnya,
ialah ingin diterima (acceptance), berteman/ mencintai (affection), dan rasa aman (security).
Kebutuhan ini perlu mendapat kepuasan, dan apabila tidak berhasil memberikan kepuasan
atas kebutuhan-kebutuhan tersebut maka ia akan menimbulkan frustasi dan gangguan mental
lainnya. Dengan mengenal kondisi emosional peserta didik, pendidik dapat memberikan
bimbingan yang diperlukan dan berusaha memelihara sifat-sifat pribadi yang baik, guna
menjamin stabilitas emosional para peserta didik.

1. Sifat kepribadian

Pendidik perlu mengenal sifat-sifat kepribadian peserta didik agar pendidik mudah
mengadakan pendekatan pribadi dengan mereka. Dengan demikian, hubungan pribadi
menjadi lebih dekat dan akan mendorong pengajaran lebih efektif.

1. Bermacam-macam minat belajar

Pendidik perlu sekali mengenal minat-minat peserta didiknya, karena ini penting bagi
pendidik untuk memilih bahan pelajaran, merencanakan pengalaman-pengalaman belajar,
menuntun mereka kearah pengetahuan, dan untuk mendorong motivasi belajar mereka.

1. 3. Cara dan alat untuk mengenal peserta didik

Untuk mengenal peserta didik, pendidik dapat menggunakan bermacam-macam alat. Dalam
uraian berikut ini dapat kita tinjau alat-alat untuk mengenal peserta didik:

1. Cumulative record

Sistem cumulative record berisikan banyak macam keterangan tentang peserta didik. Bentuk
catatan itu ada bermacam-macam, ada yang menggunakan sistem kartu ukuran 3 X 5 dengan
sebanyak 8 pertanyaan, ada juga dengan menggunakan folder (10 X 6) yang di dalamnya
terdapat sejumlah kartu dan sejumlah pertanyaan.

1. Anecdotal records

Anecdotal records ialah catatan tertulis tentang satu atau lebih observasi-observasi pendidik
terhadap kelakuan dan reaksi-reaksi peserta didik dalam berbagai situasi. Catatan ini dibuat
sekali atau dua kali dalam seminggu selama setahun, catatan ini meliputi keterangan yang
diperoleh melalui percakapan informal antara pendidik dan peserta didik.

1. Percakapan-percakapan dan wawancara informal

Dalam percakapan secara informal dengan peserta didik sebelum masuk sekolah, dalam
waktu istirahat dan waktu-waktu lainnya, pendidik dapat mengarahkan pokok pembicaraan
untuk mengungkapkan minat, reaksinya terhadap sekolah, pengalaman-pengalaman yang
didapat di luar sekolah, motivasi, dan aspirasi mereka. Selain dari itu, pendidik juga
mengadakan wawancara secara informal dengan setiap peserta didik guna mengetahui segala
sesuatu tentang pribadi peserta didik.

1. Observasi
Pendidik dapat menggunakan setiap kesempatan yang ada setiap hari untuk mengamati
tingkah laku peserta didiknya. Melalui observasi yang terus-menerus, pendidik dapat
memperoleh tentang abilitas, sikapnya terhadap kegiatan-kegiatan sekolah, partisipasinya
terhadap berbagai kegiatan, hubungan antara peserta didik dalam berbagai kelompok.

1. Angket

Angket terdiri dari sejumlah pertanyaan tertulis yang disampaikan kepada peserta didik untuk
mendapatkan jawaban yang tertulis. Melalui angket, pendidik dapat mengenal tentang minat,
masalah kebutuhan, kecemasan, ambisi anak, dan sebagainya.

1. Diskusi informal

Para peserta didik mengadakan diskusi secara informal, dan pendidik mendengarkannya.
Dalam diskusi ini setiap peserta didik bebas mengemukakan pengalaman-pengalaman dan
hal-hal yang telah diamatinya. Diskusi dilaksanakan secara informal penuh persahabatan,
saling memberi dan menerima.

1. Tes

Tes tertulis, baik yang dibuat oleh pendidik maupun tes yang telah disusun oleh para ahli atau
lembaga tertentu, pendidik dapat mengetahui tentang hasil pendidikan para peserta didik,
tingkat inteligensi, sifat-sifat kepribadian, sikap dan abilitas peserta didik.

1. Projective techniques

Dengan teknik ini akan menyebabkan peserta didik mengekspresikan atau memproyeksikan
minat, keinginan, sikap, dan pendapatnya. Dengan menggunakan alat tersebut pendidik akan
memperoleh sejumlah data tentang pribadi peserta didik.

1. Sosiometri

Tes sosiometri digunakan untuk memperoleh gambaran tentang hubungan antara pribadi
peserta didik atau hubungan sosial diantara peserta didik di dalam satu kelas. Hasil dari
sosiometri pada sosiologi disebut sosiogram. Sosiogram menunjukkan hubungan antara
anggota di dalam suatu kelas/ kelompok, tetapi tidak menjelaskan mengapa terjadi hubungan
itu.

1. Konferensi antara orang tua dan pendidik

Dalam kesempatan mengunjungi orang tua peserta didik dan mengadakan pertemuan dengan
orang tua peserta didik tersebut untuk melaporkan kemajuan belajar peserta didik maka
pendidik sebaiknya menggunakan kesempatan itu untuk mempelajari situasi keluarganya.

1. Studi kasus

Dengan studi kasus, pendidik dapat menghimpun banyak informasi tentang seorang peserta
didik dari berbagai sumber di dalam satu kesatuan pola. Manfaatnya ialah pendidik dapat
memahami peserta didik secara menyeluruh dari individu peserta didik. Dengan demikian,
pola perkembangan peserta didik juga dapat diamati secara kontinu.
1. 4. Pertumbuhan dan perkembangan peserta didik

Pendidik yang efektif perlu memahami pertumbuhan dan perkembangan peserta didik secara
komprehensif. Pemahaman ini akan memudahkan pendidik untuk menilai kebutuhan peserta
didik dan merencanakan tujuan, bahan, prosedur belajar mengajar dengan tepat.

Konsep-konsep dasar tentang perkembangan peserta didik

1. Pertumbuhan

Pertumbuhan ialah pertumbuhan secara kuantitatif dari substansi atau struktur yang umumnya
ditandai dengan perubahan-perubahan biologis pada diri seseorang yang menuju kearah
kematangan. Pertumbuhan organisme ini bersumber dari bakat dan pengaruh lingkungan.
Pada umumnya peranan bakat lebih menonjol jika dibandingkan dengan peranan pengaruh
lingkungan.

1. Kematangan dan Maturasi

Kematangan adalah tingkat atau keadaan yang harus dicapai dalam proses perkembangan
perorangan sebelum ia dapat melakukan sebagaimana mestinya pada bermacam-macam
tingkat pertumbuhan mental, fisik, sosial, dan emosional. Kedewasaan (maturation) ialah
kemajuan pertumbuhan yang normal kearah kematangan. Proses maturasi disebabkan oleh
faktor pertumbuhan dari dalam pada berbagai kapasitas dan struktur.

1. Perkembangan

Perkembangan menggambarkan perubahan kualitas dan abilitas dalam diri seseorang, yakni
adanya perubahan dalam struktur, kapasitas, fungsi, dan efisiensi. Perkembangan itu bersifat
keseluruhan, misalnya perkembangan intelektual, emosional, spiritual. Perkembangan
umumnya berjalan lambat, karena itu pendidik harus memperhatikan dengan teliti, jangan
hanya melihat pertumbuhan fisiknya saja, karena belum tentu sejalan dengan perkembangan
dalam segi-segi mental, emosionalnya, dan sebagainya.

1. Perkembangan Normal

Pengertian perkembangan ini dapat ditinjau dari dua segi. Pertama perkembangan normal
dilihat dari segi pola perkembangan individu peserta didik. Perkembangan ini berbeda untuk
setiap individu.Kedua perkembangan normal dilihat dari segi usia kronologis. Tingkat usia
peserta didik dijadikan dasar untuk menentukan normal atau tidaknya perkembangan seorang
peserta didik.

1. 5. Prinsip-prinsip pertumbuhan dan perkembangan

Di antara prinsip-prinsip pertumbuhan dan perkembangan yang penting ialah sebagai berikut:

1. Belajar ialah mengalami.


2. Belajar menunjukkan adanya perubahan kelakuan dan sikap.
3. Kesiapan untuk sesuatu tugas belajar ditentukan oleh pertumbuhan peserta didik
secara keseluruhan.
4. Tiap-tiap komponen (sifat) mental, fisik, sosial, emosional perkembangan dengan rute
yang berlainan. Masing-masing memiliki keunikan tersendiri.
5. Para peserta didik itu bermacam-macam, baik dalam hal perkembangan dalam dirinya
maupun dilihat dari norma -norma yang ada.
6. Setiap peserta didik memiliki keunikan dalam pola perkembangannya.
7. Seorang peserta didik akan menyerap pengaruh lingkungannya dan demikian ia
memperoleh pengalaman dan persiapan.
8. Proses pertumbuhan dan perkembangan berlangsung secara beruntun menurut pola
tertentu.
9. Pertumbuhan dalam diri seseorang berjalan secara kontinu.
10. Reaksi-reaksi emosional kerapkali dipengaruhi oleh perkembangan motorik.

1. 6. Kebutuhan-kebutuhan peserta didik

Dalam tahap-tahap perkembangan peserta didik, dan satu aspek yang paling menonjol ialah
adanya bermacam ragam kebutuhan yang meminta kepuasan. Beberapa ahli telah
mengadakan analisis tentang jenis-jenis kebutuhan peserta didik, antara lain:

1. Prescott, mengadakan klasifikasi kebutuhan sebagai berikut.

1) Kebutuhan fisiologis : bahan-bahan dan keadaan yang esensial, kegiatan dan istirahat.

2) Kebututuhan-kebutuhan sosial atau status: menerima dan diterima, dan menyukai orang
lain.

3) Kebutuhan-kebutuhan ego atau integratif: kontak dengan kenyataan, , menambah


kematangan diri sendiri, keseimbangan antara berhasil dan gagal, menemukan
individualitasnya sendiri.

1. Maslow menyatakan bahwa kebutuhan-kebutuhan psikologis akan timbul setelah


kebutuhan-kebutuhan psikologis terpenuhi. Ia mengadakan klasifikasi kebutuhan
dasar sebagai berikut:

1) Kebutuhan akan keselamatan

2) Kebutuhan memiliki dan mencintai

3) Kebutuhan akan penghargaan

4) Kebutuhan untuk menonjolkan diri

1. C. Komponen Pendidik (Slameto, 2010)

Sebelum memulai tugasnya, pendidik harus terlebih dahulu mempelajari kurikulum sekolah
itu dan memahami program pendidikan yang sedang dilaksanakan. Setiap akan mengajar,
pendidik perlu membuat persiapan mengajar dalam rangka melaksanakan sebagian dari
rencana bulanan dan rencana tahunan. Karena itu harus memahami benar tentang tujuan
pengajaran, cara merumuskan tujuan mengajar, secara khusus memilih dan menentukan
metode mengajar sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, memahami bahan pelajaran
sebaik mungkin dengan menggunakan berbagai sumber, cara memilih, menentukan dan
menggunakan alat peraga, cara membuat tes dan menggunakannya, dan pengetahuan tentang
alat-alat evaluasi lainnya.

Dengan melaksanakan tugasnya, ia perlu mengadakan kerja sama dengan orang tua peserta
didik, dengan badan-badan kemasyarakatan dan sekali-sekali membawa peserta didik
mengunjungi objek-objek yang kiranya perlu diketahui peserta didik.

1. 1. Peranan pendidik

Pandangan modern seperti yang dikemukakan oleh Adams dan Dickey bahwa peran
pendidik sesungguhnya sangat luas, meliputi:

1. Pendidik sebagai pengajar

Pendidik bertugas memberikan pengajaran di dalam kelas. Ia menyampaikan pelajaran agar


peserta didik memahami dengan baik semua pengetahuan yang telah disampaikan itu. Selain
itu ia juga berusaha agar terjadi perubahan sikap, keterampilan, kebiasaan, hubungan sosial,
apresiasi, dan sebagainya melalui pengajaran yang diberikannya.

1. Pendidik sebagai pembimbing

Pendidik berkewajiban memberikan bantuan kepada peserta didik agar mereka mampu
menemukan masalahnya sendiri, memecahkan masalahnya sendiri, mengenal dirinya sendiri,
dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Pendidik perlu memahami dengan baik
tentang teknik bimbingan kelompok, penyuluhan individual, teknik mengumpulkan
keterangan, teknik evaluasi, statistik penelitian, psikologi kepribadian, dan psikologi belajar.

1. Pendidik sebagai pemimpin

Pendidik berkewajiban mengadakan supervisi atas kegiatan belajar peserta didik, membuat
rencana pengajaran bagi kelasnya, mengadakan manajemen belajar sebaik-baiknya,
melakukan manajemen kelas, mengatur disiplin kelas secara demokratis. Pendidik harus
punya jiwa kepemimpinan yang baik, seperti hubungan sosial, kemampuan berkomunikasi,
ketenagaan, ketabahan, humor, tegas, dan bijaksana.

1. Pendidik sebagai ilmuwan

Pendidik dipandang sebagai orang yang berpengetahuan. Dia bukan saja berkewajiban
menyampaikan pengetahuan yang dimilikinya kepada peserta didik, tetapi juga berkewajiban
mengembangkan pengetahuan itu dan terus-menerus memupuk pengetahuan yang telah
dimilikinya.

1. Pendidik sebagai pribadi

Sebagai pribadi setiap pendidik harus memiliki sifat-sifat yang disenangi oleh peserta
didiknya, oleh orang tua, dan oleh masyarakat. Sifat-sifat itu sangat diperlukan agar ia dapat
melaksanakan pengajaran secara efektif.

1. Pendidik sebagai penghubung


Sekolah berdiri diantara dua lapangan, yakni satu pihak mengemban tugas menyampaikan
dan mewariskan ilmu, teknologi, dan kebudayaan yang terus menerus berkembang dengan
lajunya, dan di pihak lain bertugas menampung aspirasi, masalah, kebutuhan, minat, dan
tuntutan masyarakat. Di antara kedua lapangan inilah pendidik memegang peranannya
sebagai pelaksana.

1. Pendidik sebagai pembaharu

Pendidik memegang peranan sebagai pembaharu, oleh karena melalui kegiatan pendidik
penyampaian ilmu dan teknologi, contoh-contoh yang baik dan lain-lain maka akan
menanamkan jiwa pembaruan di kalangan peserta didik.

1. Pendidik sebagai pembangunan

Sekolah turut serta memperbaiki masyarakat dengan jalan memecahkan masalah-masalah


yang dihadapi oleh masyarakat dan dengan turut melakukan kegiatan-kegiatan pembangunan
yang sedang dilaksanakan oleh masyarakat itu. Pendidik baik secara pribadi dan professional
dapat menggunakan setiap kesempatan yang ada untuk membantu berhasilnya rencana
pembangunan masyarakat. Partisipasinya di dalam masyarakat akan turut mendorong
masyarakat lebih bergairah untuk membangun.

1. 2. Tanggung Jawab Pendidik


2. Pendidik harus membantu peserta didik belajar

Tanggung jawab pendidik yang terpenting ialah merencanakan dan membantu peserta didik
melakukan kegiatan-kegiatan belajar guna mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang
diinginkan. Pendidik harus membimbing peserta didik agar mereka memperoleh
keterampilan-keterampilan, pemahaman, perkembangan berbagai kemampuan, kebiasaan-
kebiasaan yang baik, dan perkembangan sikap yang serasi.

1. Turut serta membina kurikulum sekolah

Sesungguhnya pendidik merupakan seorang key person yang paling mengetahui tentang
kebutuhan kurikulum yang sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik. Karena itu,
sewajarnya apabila dia turut aktif dalam pembinaan kurikulum di sekolahnya. Akan lebih
baik pula apabila pendidik melakukan langkah-langkah tertentu dalam penilaian terhadap
buku-buku pelajaran yang sedang digunakan.

1. Melakukan pembinaan terhadap diri peserta didik (kepribadian, watak dan jasmaniah)

Mengembangkan watak dan kepribadian peserta didik sehingga mereka memiliki kebiasaan,
sikap, cita-cita, berpikir dan berbuat, berani dan bertanggungjawab, ramah dan mau bekerja
sama, bertindak atas dasar nilai-nilai moral yang tinggi, semuanya menjadi tanggung jawab
pendidik agar aspek-aspek kepribadian ini dapat berkembang maka pendidik perlu
menyediakan kesempatan kepada peserta didik untuk mengalami, menghayati situasi-situasi
yang hidup dan nyata. Selain itu, kepribadian, watak, dan tingkah laku pendidik sendiri akan
menjadi contoh konkret bagi peserta didik.

1. Memberikan bimbingan kepada peserta didik


Bimbingan kepada peserta didik agar mereka mampu mengenal dirinya sendiri, memecahkan
masalahnya sendiri, mampu menghadapi kenyataan dan memiliki stamina emosional yang
baik, sangat diperlukan. Mereka perlu dibimbing kearah terciptanya hubungan pribadi yang
baik dengan temannya dimana perbuatan dan perkataan pendidik dapat menjad contoh yang
hidup. Karena itu pendidik harus memahami benar tentang masalah bimbingan belajar,
bimbingan pendidikan, bimbingan pribadi, dan terampil dalam memberikan penyuluhan yang
tepat.

1. Melakukan diagnosis atas kesulitan-kesulitan belajar dan mengadakan penilaian atas


kemajuan belajar

Pendidik bertanggung jawab menyesuaikan semua situasi belajar dengan minat, latar
belakang, dan kematangan peserta didik. Juga bertanggung jawab mengadakan evaluasi
terhadap hasil belajar dan kemajuan belajar serta melakukan diagnosis dengan cermat
terhadap kesulitan dan kebutuhan peserta didik.

1. Mengenal masyarakat dan ikut serta aktif

Pendidik tak mungkin melaksanakan pekerjaannya secara efektif, jika ia tidak mengenal
masyarakat seutuhnya dan secara lengkap. Harus dipahami dengan baik tentang pola
kehidupan, kebudayaan, minat dan kebutuhan masyarakat, karena perkembangan sikap,
minat, aspirasi anak sangat banyak dipengaruhi oleh masyarakat sekitarnya. Ini berarti bahwa
dengan mengenal masyarakat, pendidik dapat mengenal peserta didik dan menyesuaikan
pelajarannya secara efektif. Pendidik sebaiknya turut aktif dalam kegiatan-kegiatan yang ada
dalam masyarakat. Apabila hal ini dikerjakan maka pendidik akan mendapat peluang yang
baik untuk menjelaskan tentang keadaan sekolah kepada masyarakat itu, sehingga mendorong
masyarakat untuk turut memikirkan kemajuan pendidikan anak-anak mereka.

1. Turut serta membantu terciptanya kesatuan dan persatuan bangsa dan perdamaian
dunia

Pendidik bertanggung jawab untuk mempersiapkan peserta didik menjadi warga Negara yang
baik, yang memiliki rasa persatuan dan kesatuan sebagai bangsa. Perasaan demikian dapat
tercipta apabila para peserta didik didik saling menghargai, mengenal daerah, masyarakat,
adat istiadat, seni budaya, sikap, hubungan-hubungan sosial, keyakinan, kepercayaan dan
peninggalan-peninggalan historis setempat, keinginan, dan minat daerah-daerah lainnya di
seluruh Nusantara. Dengan pengenalan, pemahaman yang cermat maka akan tumbuh rasa
persatuan dan kesatuan bangsa.

1. Turut menyukseskan pembangunan

Pembangunan adalah cara yang paling tepat guna membawa masyarakat ke arah
kesejahteraan dan kemakmuran bangsa. Pembangunan itu meliputi pembangunan dalam
bidang mental spiritual dan bidang fisik materiil. Turut serta dalam kegiatan-kegiatan
pembangunan yang sedang berlangsung di dalam masyarakat termasuk tanggung jawab
pendidik yang efektif.

1. Tanggung jawab meningkatkan peranan profesional pendidik


Tanpa adanya kecakapan yang maksimal yang dimiliki oleh pendidik, maka kiranya sulit bagi
pendidik tersebut mengemban dan melaksanakan tanggung jawabnya dengan cara yang
sebaik-baiknya. Peningkatan kemampuan itu meliputi kemampuan untuk melaksanakan
tanggung jawab dalam melaksanakan tugas-tugas di dalam sekolah dan kemampuan yang
diperlukan untuk merealisasikan tanggung jawabnya di luar sekolah. Kemampuan itu harus
dipupuk dalam diri pribadi pendidik sejak ia mengikuti pendidikan pendidik sampai ia
bekerja.

1. 3. Tuntutan Pendidik

Pendidik yang dapat berperan sebagai pembimbing yang tidak menimbulkan


pertentangan:

1. Mengajar mata pelajaran, yaitu pendidik yang :

1) Dapat menimbulkan minat dan semangat belajar peserta didik melalui mata pelajaran
yang diajarkannya

2) Memiliki kecakapan untuk memimpin

3) Dapat menghubungkan materi pelajaran dengan contoh-contoh praktis.

1. Hubungan peserta didik dengan pendidik yaitu pendidik yang:

1) Dicari oleh peserta didik untuk memperoleh nasihat dan bantuan

2) Mencari kontak denga peserta didik di luar kelas

3) Memiliki minat dalam pelayanan sosial

4) Membuat kontak dengan orang tua peserta didik

1. Hubungan pendidik dengan pendidik, yaitu pendidik yang:

1) Menunjukkan kecakapan bekerja sama dengan pendidik lain

2) Tidak menimbulkan pertentangan

3) Menunjukkan kecakapan untuk berdiri sendiri

4) Menunjukkan kepemimpinan yang baik dan tidak mementingkan diri sendiri

1. Pencatatan dan penelitian, yaitu pendidik yang:

1) Mempunyai sikap ilmiah objektif

2) Lebih suka mengukur dan tidak menebak

3) Berminat dalam masalah-masalah penelitian


4) Efisien dalam pekerjaan-pekerjaan tulis-menulis

5) Melihat kesempatan untuk penelitian dalam kegiatan tulis menulis

1. Sikap professional, yaitu pendidik yang:

1) Sukarela untuk melakukan pekerjaan ekstra

2) Telah menunjukkan dapat menyesuaikan diri dan sabar

3) Memiliki sikap yang konstruktif dan rasa tanggung jawab

4) Berkemauan untuk melatih diri

5) Memiliki semangat untuk memberikan layanan kepada peserta didik, sekolah dan
masyarakat

1. D. Komponen Tujuan

Tujuan adalah suatu cita-cita yang ingin dicapai dari pelaksanaan suatu kegiatan. Tidak ada
suatu kegiatan yang diprogamkan tanpa tujuan, karena hal itu adalah suatu hal yang tidak
memiliki kepastian dalam menentukan ke arah mana kegiatan itu akan dibawa. Sebagai unsur
penting untuk suatu kegiatan, maka dalam kegiatan apapun tujuan tidak bisa diabaikan.
Demikian juga halnya dalam kegiatan belajar mengajar, tujuan adalah suatu cita-cita yang
dicapai dalam kegiatannya. Tujuan merupakan komponen yang dapat mempengaruhi
komponen pengajaran lainnya seperti: bahan pelajaran, kegiatan belajar mengajar, pemilihan
metode, alat, sumber dan evaluasi. Semua komponen itu harus bersesuaian dan
didayagunakan untuk mencapai tujuan seefektif dan seefisien mungkin. Bila salah satu
komponen tidak sesuai dengan tujuan, maka pelaksanaan kegiatan belajar mengajar tidak
akan dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Tujuan memiliki nilai yang sangat penting di dalam pengajaran. Bahkan barangkali dapat
dikatakan bahwa tujuan merupakan faktor yang terpenting dalam kegiatan dan proses belajar
mengajar. Nilai-nilai tujuan dalam pengajaran diantaranya adalah sebagai berikut
(Dimyati,dkk, 2009):

1. Tujuan pendidikan mengarahkan dan membimbing kegiatan pendidik dan peserta


didik dalam proses pengajaran;
2. Tujuan pendidikan memberikan motivasi kepada pendidik dan peserta didik;
3. Tujuan pendidikan memberikan pedoman dan petunjuk kepada pendidik dalam
rangka memilih dan menentukan metode mengajar atau menyediakan lingkungan
belajar bagi peserta didik;
4. Tujuan pendidikan penting maknanya dalam rangka memilih dan menentukan alat
peraga pendidikan yang akan digunakan; dan
5. Tujuan pendidikan penting dalam menentukan alat/ teknik penilaian pendidik
terhadap hasil beajar peserta didik.

Ada bermacam-macam tujuan pendidikan menurut M. J. Langeveld (Siswoyo, 2007: 26),


yaitu:
1. Tujuan umum

Tujuan umum adalah tujuan paling akhir dan merupakan keseluruhan/ kebulatan tujuan yang
ingin dicapai oleh pendidikan. Bagi Langeveld tujuan umum atau tujuan akhir, akhirnya
adalah kedewasaan, yang salah asatu cirinya adalah tetap hidup dengan pribadi mandiri. Dan
menurut Hoogveld (Soekarlan, 1969: 29) mendidik itu berarti membantu manusia agar
mampu menunaikan tugas hidupnya secara berdiri sendiri.

1. Tujuan khusus

Tujuan khusus adalah pengkhususan tujuan umum atas dasar berbagai hal. Misalnya usia,
jenis kelamin, intelegensi, bakat, minat, lingkungan sosial budaya, tahap-tahap
perkembangan, tuntutan persyaratan pekerjaan dan sebagainya.

1. Tujuan tak lengkap

Tujuan tak lengkap adalah tujuan yang hanya menyangkut sebagian aspek kehidupan
manusia. Misalnya aspek psikologis, biologis, sosiologis saja. Salah satu aspek psikologis
misalnya hanya mengembangkan emosi dan pikiran saja.

1. Tujuan sementara

Tujuan sementara adalah tujuan yang hanya dimaksudkan untuk sementara saja, sedangkan
kalau tujuan sementara itu sudah tercapai maka ditinggalkan dan diganti dengan tujuan yang
lain. Misalnya: orang tua ingin agar anaknya berhenti merokok, dengan dikurangi uang
sakunya. Kalau sudah tidak merokok, lalu ditingalkan dan diganti dengan tujuan lain
misalnya agar tidak suka begadang.

1. Tujuan intermedier

Tujuan intermedier yaitu tujuan perantara bagi tujuan lainnya yang pokok. Misalnya: anak
yang dibiasakan untuk menyapu halaman, maksudnya agar klak ia mempunyai rasa tanggung
jawab. Membiasakan mmbagi-bagi tugas pada anak satu dngan lainnya juga berarti melatih
tanggung jawab dengan maksud agar kelak mereka memiliki rasa tanggung jawab.

1. Tujuan insidental

Tujuan insidental yaitu tujuan yang dicapai pada saat-saat tertentu, seketika atau spontan.
Misalnya: pendidik menegur anak yang bermain kasar ketika bermain sepak bola. Selain itu,
orang tua yang menegur anaknya untuk duduk dengan sopan.

Dalam bukunya, Djamarah (2010: 42) mengatakan bahwa suatu tujuan pengajaran adalah
deskripsi tentang penampilan perilaku (performance) peserta didik-peserta didik yang kita
harapkan setelah mereka mempelajari bahan pelajaran yang kita ajarkan. Suatu tujuan
pengajaran mengatakan suatu hasil yang kita harapkan dari pengajaran itu dan bukan sekedar
suatu proses dari pengajaran itu sendiri. Akhirnya, pendidik tidak bisa mengabaikan masalah
perumusan tujuan bila ingin memprogamkan pengajaran.

1. E. Komponen Bahan/ Materi


Bahan pelajaran adalah substansi yang akan disampaikan dalam proses belajar mengajar.
Tanpa bahan pelajaran proses belajar mengajar tidak akan berjalan. Karena itu, pendidik yang
akan mengajar pasti memiliki dan menguasai bahan pelajaran yang akan disampaikannya
pada anak didik. Ada dua persoalan dalam penguasaan bahan pelajaran ini, yakni penguasaan
bahan pelajaran pokok dan bahan pelajaran pelengkap. Bahan pelajaran pokok adalah bahan
pelajaran yang menyangkut bidang studi yang dipegang pendidik sesuai dengan profesinya
(disiplin keilmuannya). Sedangkan bahan pelajaran pelengkap atau penunjang adalah bahan
pelajaran yang dapat membuka wawasan seorang pendidik agar dalam mengajar dapat
menunjang penyampaian bahan pelajaran pokok. Bahan penunjang ini biasanya bahan yang
terlepas dari disiplin keilmuan pendidik, tetapi dapat digunakan sebagai penunjang dalam
penyampaian bahan pelajaran pokok. Pemakaian bahan pelajaran penunjang ini harus
disesuaikan dengan bahan pelajaran pokok yang dipegang agar dapat memberikan motivasi
kepada sebagian besar atau semua anak didik.

Bahan pelajaran merupakan unsur inti yang ada di dalam kegiatan belajar mengajar, karena
memang bahan pelajaran itulah yang diupayakan untuk dikuasai olek anak didik. Karena itu,
pendidik khususnya atau pengembang kurikulum umumnya, tidak boleh lupa harus
memikirkan sejauh mana bahan-bahan yang topiknya tertera dalam silabus berkaitan dengan
kebutuhan anak didik pada usia tertentu dan dalam lingkungan tertentu pula. Minat anak
didik akan bangkit bila suatu bahan diajarkan sesuai dengan kebutuhan anak didik. Maslow
berkeyakinan bahwa minat seseorang akan muncul bila sesuatu itu terkait dengan
kebutuhannya (Djamarah, 2010: 44). Jadi, bahan pelajaran yang sesuai dengan kebutuhan
anak didik akan memotivasi anak didik dalam jangka waktu tertentu. Dengan demikian,
bahan pelajaran merupakan komponen yang tidak bisa diabaikan

dalam pengajaran, sebab bahan adalah inti dalam proses beajar mengajar yang akan
disampaikan kepada anak didik.

Proses belajar mengajar memang merupakan bagian terpenting dalam mengimplementasikan


kurikulum, termasuk memahami prinsip-prinsip pembelajaran itu sendiri. Adapun untuk bisa
mengetahui efektivitas dan juga efisiensi suatu pembelajaran bisa kita lihat melalui kegiatan
pembelajaran ini. Oleh karena itu, dalam melakukan pembelajaran sudah sepatutnya seorang
pengejar mengetahui bagaimana cara untuk membuat kegiatan belajar bisa berjalan dengan
baik serta bisa mencapai tujuan sesuai dengan yang diinginkan.

Memang, prinsip-prinsip pembelajaran adalah bagian terpenting yang wajib diketahui para
pengajar sehingga mereka bisa memahami lebih dalam prinsip tersebut dan seorang pengajar
bisa membuat acuan yang tepat dalam pembelajarannya. Dengan begitu pembelajaran yang
dilakukan akan jauh lebih efektif serta bisa mencapai target tujuan. Untuk mengetahui lebih
jelas mengenai apa saja prinsip-prinsip pembelajaran tersebut, sebaiknya simak ulasan
berikut :

Prinsip motivasi dan perhatian


Dalam sebuah proses pembelajaran, di sini perhatian sangatlah berperan penting sebagai
awalan dalam memicu kegiatan belajar. Sementara motivasi memiliki keterkaitan dengan
minat siswa, sehingga mereka yang mempunyai minat tinggi terhadap mata pelajaran tertentu
juga bisa menimbulkan motivasi yang lebih tinggi lagi dalam
belajar.

Prinsip keaktifan
Pada hakikatnya belajar itu merupakan proses aktif yang mana seseorang melakukan kegiatan
untuk mengubah perilaku dan
pemikiran menjadi lebih baik.

Prinsip berpengalaman atau keterlibatan secara langsung


Jadi prinsip ini erat kaitannya dengan prinsip aktivitas di mana masing-masing individu
haruslah terlibat langsung untuk merasakan atau mengalaminya. Adapun sebenarnya di setiap
kegiatan pembelajaran itu haruslah melibatkan diri kita secara langsung.

Prinsip pengulangan
prinsip pengulangan di sini memang sangatlah penting yang mana teori yang bisa kita jadikan
petunjuk dapat kita cermati dari dalil yang di kemukakan Edward L Thorndike mengenai law
of learning.

Prinsip tantangan
Penerapan bahan belajar yang kita kemas dengan lebih menantang seperti halnya
mengandung permasalahan yang harus dipecahkan, maka para siswa pun juga akan tertantang
untuk terus mempelajarinya.

Prinsip penguat dan balikan


Kita tahu bahwa seorang siswa akan lebih semangat jika mereka mengetahui serta
mendapatkan nilai yang baik. Terlebih lagi jika hasil yang didapat sangat memuaskan
sehingga itu bisa menjadi titik balik yang akan sangat berpengaruh untuk kelanjutannya.

Prinsip perbedaan individual


Proses belajar masing-masing individu memang tidaklah sama baik secara fisik maupun
psikis. Untuk itulah di dalam proses pembelajaran mengandung penerapan bahwa masing-
masing siswa haruslah dibantu agar lebih memahami kelemahan serta kekuatan yang ada
pada dirinya dan kemudian bisa mendapatkan perlakuan yang sesuai dengan kemampuan dan
kebutuhan masing-masing.

Jadi itulah beberapa prinsip-prinsip pembelajaran yang patut anda ketahui, sehingga kita juga
bisa lebih memahami arti dari proses pembelajaran itu sendiri.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses Dan Hasil Belajar - Proses Pembelajaran dan
Hasil Belajar siswa di sekolah tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhinya,
faktor-faktor tersebut bisa dari diri siswa atau bahkan dari lingkungan siswa itu sendiri,
berikut faktor-faktor yang mempengaruhi Proses dan hasil Belajar Siswa

1. Faktor Lingkungan
Dalam lingkunganlah anak didik hidup dan berinteraksi dalam mata rantai kehidupan yang di
sebut Ekosistem. Dua lingkungan yang pengaruh cukup signifikan terhadap belajar anak
didik di sekolah:
- Lingkungan Alami
Pencemaran lingkungan hidup merupakan mala petaka bagi anak didik yang hidup di
dalamnya.
- Lingkungan Sosial Budaya
Lingkungan sosial budaya di luar sekolah ternyata sisi kehidupan yang mendatangkan
problem sendiri bagi kehidupan anak didik di sekolah. Pembangunan gedung sekolah yang
tak jauh dari hiruk pikuk lalu lintas menimbulkan kegaduhan suasana kelas.
2. Faktor Instrumental
Setiap sekolah mempunyai tujuan yang akan dicapai. Tujuan tentu saja pada tingkat
kelembagaan,agar dapat mencapai ke arah itu diperlukan seperangkat kelengkapan
dalam berbagai bentuk dan jenisnya. Sarana dan fasilitas yang tersedia harus
dimanfaatkan sebaik-baik agar berdaya guna dan berhasil untuk kemajuan belajar
anak didik di sekolah:
-Kurikulum
-Program
-Sarana dan fasilitas
-Guru
-Kondisi Psikologis pendidik dan peserta didik
3. Kondisi Fisikologis (KeadaanJasmani)
Kondisi fisikologis pada umumnya sangat berpengaruh terhadap kemampuan belajar
seseorang. Orang yang dalam keadaan segar jasmaninya, akan berlainan belajarnya
dari orang yang dalam keadaan kelelahan.
3. Kondisi psikologis (Keadaan Mental)
Semua keadaan dan fungsi psikologis tentu saja mempengaruhi belajar seseorang.
Berarti belajar bukanklah berdiri sendiri, terlepas dari faktor lain seperti faktor luar
dan faktor dari dalam. Faktor psikologis sdebagai faktor dari dalam tentu saja
merupakan hal yang utama dalam menentukan intensitas belajar seorang anak.

Minat, kecerdasan, bakat, motivasi, dan kemampuan-kemampuan kognitif adalah


faktor-faktor psikologis yang utama mempengaruhiproses dan hasil belajar peserta
didik.

- Minat
Menurut Slameto (1991 : 182), minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa
ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh minat pada
dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendir dengan suatu di
luar diri. Semakin kuat atau dekat hubungan tersebut semakin besar minat.

- Kecerdasan
Raden cahaya Prabu (1986) pernah mengatakan dalam mottonya bahwa :Didiklah
anak sesuai taraf umurnya, Pendidikan yang berhasil karena menyelami jiwa anak
didiknya. Yang menarik dari ungkapan ini adalah tentang umur dan menyelami jiwa
peserta didik.

- Bakat
Bakat merupakan faktor yang besar pengruhnya terhadap proses dan hasil belajar
seseorang. Hampir tidak ada yang membantah, bahwa belajar pada bidang yang sesai
dengan bakat memperbesar kemungkinan berhasilnya usaha itu.

- Motivasi
Menurut Noehi Nasution (1993 : 8 ) motivasi adalah kondisi psikologis yang
mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Jadi motivasi untuk belajar adalah
kondisisi psikologis yang mendorong seorang untuk belajar. Penemuan penemuan
penelitian menunjukan bahwa hasil belajar pada umumnya meningkat jika motivasi
untuk belajar bertambah.

- Kemampuan Kognitif
Dimana orang menyadari bahwa pengetahuannya berasal dari masa lampau atau atau
berdasarkan kesempatan yang diperoleh di masa lampau.
Pengertian KBK
Kurikulum berbasis kompetensi (KBK) adalah suatu konsep kurikulum yang
menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan
standar performansi tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa
penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu. Dengan demikian, implementasi
kurikulum dapat menumbuhkan tanggung jawab, dan partisipasi peserta didik untuk belajar
menilai dan mempengaruhi kebijakan umum (public policy), serta memberanikan diri
berperan serta dalam berbagai kegiatan, baik di sekolah maupun dimasyarakat.

MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH

A. Dasar dan Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah.

Manajemen Berbasis sekolah merupakan suatu manajemen sekolah yang disebut juga
dengan otonomi sekolah (school autonomy) atau site-based management (Beck & Murphy,
1996). Sejalan dengan belakunya otonomi daerah dalam dunia pendidikan, MBS atau school-
based management (SBM) menuntut terjadinya perubahan dalam manajemen sekolah. Karena
itu, pengelolaan suatu sekolah diserahkan kepada sekolah tersebut, atau sekolah diberikan
kewenangan besar untuk mengelola sekolahnya sendiri dengan menggunakan Manajemen
Berbasis Sekolah ini.

Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yaitu model pengelolaan yang memberikan


otonomi atau kemandirian kepada sekolah atau madrasah dan mendorong pengambilan
keputusan partisipatif yang melibatkan secara langsung semua warga sekolah atau madrasah
sesuai dengan standar pelayanan mutu yang ditetapkan oleh pemerintah pusat, Provinsi,
Kabupaten dan Kota.[1]

Pada prinsipnya MBS bertujuan untuk memberdayakan sekolah dalam menetapkan


berbagai kebijakan internal sekolah yang mengarah pada peningkatan mutu dan kinerja
sekolah secara keseluruhan.[2]

MBS merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mencapai keunggulan masyarakat
bangsa dalam penguasaan ilmu dan teknologi, yang dinyatakan dalam GBHN.

MBS, yang ditandai dengan otonomi sekolah dan pelibatan masyarakat merupakan
respon pemerintah terhadap gejala-gejala yang muncul di masyarakat, bertujuan untuk
meningkatkan efisiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan. peningkatan efisiensi, antara lain,
diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumber daya partisipasi masyarakat dan
penyederhanaan birokrasi. Sementara peningkatan mutu dapat diperoleh, antara lain, melalui
partisipasi orang tua terhadap sekolah, fleksibilitas pengelolaan sekolah dan kelas,
peningkatan profesionalisme guru dan kepala sekolah. peningkatn pemerataan antara lain
diperoleh melalui peningkatan partisipasi masyarakat yang memungkinkan pemerintah lebih
berkonsentrasi pada kelompok tertentu.

Dalam MBS, tanggung jawab pengambilan keputusan tertentu seperti anggaran,


personel, dan kurikulum lebih banyak diletakkan pada tingkat sekolah daripada di tingkat
pusat, provinsi, atau bahkan juga kabupaten/ kota. Dengan pemberlakuan MBS diharapakan
setidaknya dapat diperoleh beberapa keuntungan antara lain, yaitu:

1. Mendorong kreativitas kepala sekolah untuk mengelola sekolahnya menjadi lebih baik.

2. Dapat lebih mengaktifkan atau meningkatkan kepedulian masyarakat untuk ikut bertanggung
jawab terhadap kinerja dan keberhasilan sekolah atau madrasah.

3. Dapat mengembangkan tugas pengelolaan sekolah atau madrasah tersebut menjadi tanggung
jawab sekolah dan masyarakat.

Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah yakni:

1. Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah atau madrasah
dalam mengelola dan membedayakan sumber daya yang tersedia;

2. Meningkatkan kepedulian warga sekolah atau madrasah dan masyarakat dalam


penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama;

3. Meningkatkan tanggung jawab sekolah atau madrasah kepada orang tua, pemerintah tentang
mutu sekolah atau madrasah;

4. Meningkatkan kompetensi yang sehat antar madrasah dan sekolah lain untuk pencapaian mutu
pendidikan yang diharapkan.[3

B. PRINSIP-PRINSIP MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH


Prinsip utama pelaksanaan MBS ada 5 (lima) hal yaitu:
1. Fokus pada mutu
2. Bottom-up planning and decision making
3. Manajemen yang transparan
4. Pemberdayaan masyarakat

5. Peningkatan mutu secara berkelanjutan

Dalam mengimplementasikan MBS terdapat 4 (empat) prinsip yang harus difahami yaitu:

1. kekuasaan;
2. pengetahuan;
3. sistem informasi; dan
4. sistem penghargaan.
Kekuasaan Kepala sekolah memiliki kekuasaan yang lebih besar untuk mengambil keputusan
berkaitan dengan kebijakan pengelolaan sekolah dibandingkan dengan sistem pendidikan
sebelumnya. Kekuasaan ini dimaksudkan untuk memungkinkan sekolah berjalan dengan
efektif dan efisien. Kekuasaan yang dimiliki kepala sekolah akan efektif apabila mendapat
dukungan partisipasi dari berbagai pihak, terutama guru dan orangtua siswa. Seberapa besar
kekuasaan sekolah tergantung seberapa jauh MBS dapat diimplementasikan. Pemberian
kekuasaan secara utuh sebagaimana dalam teori MBS tidak mungkin dilaksanakan dalam
seketika, melainkan ada proses transisi dari manajemen yang dikontrol pusat ke MBS.

Kekuasaan yang lebih besar yang dimiliki oleh kepala sekolah dalam pengambilan
keputusan perlu dilaksanakan dengan demokratis antara lain dengan:

1. Melibatkan semua fihak, khususnya guru dan orangtua siswa.

2. Membentuk tim-tim kecil di level sekolah yang diberi kewenangan untuk mengambil
keputusan yang relevan dengan tugasnya

3. Menjalin kerjasama dengan organisasi di luar sekolah.

Pengetahuan Kepala sekolah dan seluruh warga sekolah harus menjadi seseorang
yang berusaha secara terus menerus menambah pengetahuan dan keterampilan dalam rangka
meningkatkan mutu sekolah. Untuk itu, sekolah harus memiliki sistem pengembangan
sumber daya manusia (SDM) lewat berbagai pelatihan atau workshop guna membekali guru
dengan berbagai kemampuan yang berkaitan dengan proses belajar mengajar.

Pengetahuan yang penting harus dimiliki oleh seluruh staf adalah:

1. Pengetahuan untuk meningkatkan kinerja sekolah,

2. Memahami dan dapat melaksanakan berbagai aspek yang berkaitan dengan pelaksanaan
kegiatan quality assurance, quality control, self assessment, school review, bencmarking,
SWOT,dll)

Sistem Informasi Sekolah yang melakukan MBS perlu memiliki informasi yang jelas
berkaitan dengan program sekolah. Informasi ini diperlukan agar semua warga sekolah serta
masyarakat sekitar bisa dengan mudah memperoleh gambaran kondisi sekolah. Dengan
informasi tersebut warga sekolah dapat mengambil peran dan partisipasi. Disamping itu
ketersediaan informasi sekolah akan memudahkan pelaksanaan monitoring, evaluasi, dan
akuntabilitas sekolah. Infornasi yang amat penting untuk dimiliki sekolah antara lain yang
berkaitan dengan: kemampuan guru dan Prestasi siswa.

Sistem Penghargaan Sekolah yang melaksanakan MBS perlu menyusun sistem


penghargaan untuk memberikan penghargaan kepada warga sekolah yang berprestasi. Sistem
penghargaan ini diperlukan untuk mendorong karier warga sekolah, yaitu guru, karyawan dan
siswa.

C. PROSES PENERAPAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH

Banyak manfaat yang telah dapat dirasakan baik oleh pemerintah daerah maupun
pihak sekolah yang secara langsung menjadi sasaran pelaksanaan. Hal ini karena dalam
melaksanakan program-program ini diterapkan prinsip-prinsip manajemen berbasis sekolah
(MBS), mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, sampai dengan proses pelaporan dan
umpan baliknya.
Dengan kata lain program-program yang dilaksanakan menganut prinsip-prinsip
demokratis, transparan, profesional dan akuntabel. Melalui pelaksanaan program ini para
pengelola pendidikan di sekolah termasuk kepala sekolah, guru, komite sekolah dan tokoh
masyarakat setempat dilibatkan secara aktif dalam setiap tahapan kegiatan. Disinilah proses
pembelajaran itu berlangsung dan semua pihak saling memberikan kekuatan untuk
memberikan yang terbaik bagi kemajuan sekolah.
Adapun proses penerapan MBS dapat ditempuh antara lain dengan langkah-langkah
sbb :
Memberdayakan komite sekolah/majelis madrasah dalam
peningkatan mutu pembelajaran di sekolah
Unsur pemerintah Kab/Kota dalam hal ini instansi yang terkait
antara lain Dinas Pendidikan, Badan Perencanaan Kab/Kota, Departemen Agama
(yang menangani pendidikan MI, MTs dan MA), Dewan Pendidikan Kab/Kota
terutama membantu dalam mengkoordinasikan dan membuat jaringan kerja (akses) ke
dalam siklus kegiatan pemerintahan dan pembangunan pada umumnya dalam bidang
pendidikan.
Memberdayakan tenaga kependidikan, baik tenaga pengajar
(guru), kepala sekolah, petugas bimbingan dan penyuluhan (BP) maupun staf kantor,
pejabat-pejabat di tingkat kecamatan, unsur komite sekolah tentang Manajemen
Berbasis Sekolah, pembelajaran yang bermutu dan peran serta masyarakat.
Mengadakan pelatihan dan pendampingan sistematis bagi para
kepala sekolah, guru, unsur komite sekolah pada pelaksanaan peningkatan mutu
pembelajaran
Melakukan supervisi dan monitoring yang sistematis dan
konsisten terhadap pelaksanaan kegiatan pembelajaran di sekolah agar diketahui
berbagai kendala dan masalah yang dihadapi, serta segera dapat diberikan
solusi/pemecahan masalah yang diperlukan.
Mengelola kegiatan yang bersifat bantuan langsung bagi setiap
sekolah untuk peningkatan mutu pembelajaran, Rehabilitasi/Pembangunan sarana dan
prasarana Pendidikan, dengan membentuk Tim yang sifatnya khusus untuk
menangani dan sekaligus melakukan dukungan dan pengawasan terhadap Tim
bentukan sebagai pelaksana kegiatan tersebut.

Faktor Pendukung Keberhasilan Manajemen Berbasis Sekolah

1. Kepemimpinan dan manajemen sekolah yang baik


MBS aan berhasi jika ditopang oleh kemampuan professional kepala sekolah atau madrasah
dalam memimpin dan mengelola sekolah atau madrasah secara efektif dan efisien, serta
mampu menciptakan iklim organisasi yang kondusif untuk proses belajar mengajar.

2. Kondisi social, ekonomi dan apresiasi masyarakat terhadap pendidikan

Faktor eksternala yang akan turut menentukan keberhasilan MBS adalah kondisi tingkat
pendidikan orangtua siswa dan masyarakat, kemampuan dalam membiayai pendidikan, serta
tingkat apresiasi dalam mendorong anak untuk terus belajar.

3. Dukungan pemerintah

Faktor ini sangat membantu efektifitas implementasi MBS terutama bagi sekolah atau
madrasah yang kemampuan orangtua/ masyarakatnya relative belum siap memberikan
kontribusi terhadap penyelenggaraan pendidikan. alokasi dana pemerintah dan pemberian
kewenangan dalam pengelolaan sekolah atau madrasah menjadi penentu keberhasilan.

4. profesionalisme

Faktor ini sangat strategis dalam upaya menentukan mutu dan kinerja sekolah atau madrasah.
Tanpa profesionalisme kepala sekolah atau madrasah, guru, dan pengawas, akan sulit dicapai
program MBS yang bermutu tinggi serta prestasi siswa.[4]

DESAIN MANAJEMEN PENDIDIKAN BERBASIS MASYARAKAT DI


TENGAH ERA DESENTRALISASI

Agil Mahmud (dalam http://etd.eprints.ums.ac.id, 2005) mengemukakan bahwa


pendidikan berbasis masyarakat (society-based education) merupakan mekanisme yang
memberikan peluang bagi setiap orang untuk memperkaya ilmu pengetahuan dan teknologi
melalui pembelajaran seumur hidup. Kemunculan paradigma pendidikan berbasis masyarakat
dipicu oleh arus besar modernisasi yang menghendaki terciptanya demokratisasi dalam segala
dimensi kehidupan manusia, termasuk di bidang pendidikan. Mau tak mau pendidikan harus
dikelola secara desentralisasi dengan memberikan tempat seluas-luasnya bagi partisipasi
masyarakat.
Sebagai implikasinya, pendidikan menjadi usaha kolaboratif yang melibatkan
partisipasi masyarakat di dalamnya. Partisipasi pada konteks ini berupa kerjasama antara
warga dengan pemerintah dalam merencanakan, melaksanakan, menjaga dan
mengembangkan aktivitas pendidikan. Sebagai sebuah kerja sama, maka masyarakat
diasumsikan mempunyai aspirasi yang harus diakomodasi dalam proses perencanaan dan
pelaksanaan suatu program pendidikan.

Lebih jauh, era desentralisasi juga berdampak pada semakin terbukanya kebebasan
yang dimiliki masyarakat untuk merancang dan melaksanakan pendidikan sesuai kebutuhan
sendiri. Akibatnya, upaya-upaya menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat (society-
based education) dewasa ini seakan menjadi sebuah kebutuhan di tengah era desentralisasi.

Konsep Pendidikan Berbasis Masyarakat

Fadli Yanur (dalam http://fadliyanur.multiply.com, 2007) mengemukakan bahwa


pendidikan berbasis masyarakat merupakan perwujudan dari demokratisasi pendidikan
melalui perluasan pelayanan pendidikan untuk kepentingan masyarakat. Pendidikan berbasis
masyarakat menjadi sebuah gerakan penyadaran masyarakat untuk terus belajar sepanjang
hayat dalam mengatasi tantangan kehidupan yang senantiasa terus berubah.

Maryono (dalam http://library.uny.ac.id, 2003) mengemukakan bahwa secara


konseptual, pendidikan berbasis masyarakat adalah model penyelenggaraan pendidikan yang
bertumpu pada prinsip dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat. Pendidikan
dari masyarakat artinya pendidikan memberi jawaban atas kebutuhan masyarakat. Pendidikan
oleh masyarakat artinya masyarakat ditempatkan sebagai subyek/ pelaku pendidikan, bukan
obyek pendidikan. Pada konteks ini masyarakat dituntut peran dan partisipasi aktif dalam
setiap program pendidikan. Adapun pengertian pendidikan untuk masyarakat artinya
masyarakat diikutsertakan dalam semua program yang dirancang untuk menjawab kebutuhan
mereka. Secara singkat dapat dikatakan, bahwa masyarakat perlu diberdayakan, diberi
peluang dan kebebasan untuk mendesain, merencanakan, membiayai, mengelola dan menilai
sendiri apa yang diperlukan secara spesifik didalam, untuk dan oleh masyarakat sendiri.

Abu Hadfi Effendi (dalam http://re-searchengines.com, 2008) menyatakan bahwa


tujuan dari pendidikan berbasis masyarakat mengarah pada isu-isu masyarakat yang khusus
seperti pelatihan keterampilan, perhatian terhadap lingkungan, pendidikan dasar, budaya dan
sejarah etnis, kebijakan pemerintah, pendidikan politik dan kewarganegaraan, pendidikan
keagamaan, penanganan masalah kesehatan seperti korban narkotika, HIV/AIDS dan
sejenisnya. Serta, lembaga yang memberikan pendidikan kemasyarakatan bisa dari kalangan
bisnis dan industri, lembaga-lembaga berbasis masyarakat, organisasi pelayanan
kemanusiaan, lembaga keagamaan dan lain-lain. Jadi munculnya pendidikan berbasis
masyarakat didorong oleh kebutuhan belajar keterampilan dalam berbagai bidang dan
pengetahuan baru dalam rangka mengatasai berbagai masalah sosial yang ada.

Dari sini dapat ditarik pemahaman bahwa pendidikan dianggap berbasis masyarakat
jika tanggung jawab perencanaan hingga pelaksanaan berada ditangan masyarakat. Konteks
berbasis masyarakat disini menunjuk pada derajat kepemilikian masyarakat. Masyarakat
memiliki otoritas dalam mengambil keputusan dan menentukan tujuan pendidikan, sasaran,
pembiayaan, kurikulum, standar dan ujian, kualifikasi guru, persyaratan siswa, tempat
penyeleggaraan dan lain-lain.

Dengan demikian, pendidikan berbasis masyarakat merupakan sebuah proses dan


terprogram. Secara esensial, pendidikan berbasis masyarakat adalah munculnya kesadaran
tentang bagaimana hubungan-hubungan sosial bisa membantu mengembangkan interaksi
sosial yang membangkitkan concern terhadap pembelajaran, sosial, politik, lingkungan,
ekonomi dan faktor-faktor lain. Sementara pendidikan berbasis masyarakat sebagai program
harus berlandaskan pada keyakinan dasar bahwa partisipasi aktif dari warga masyarakat
adalah hal yang pokok. Untuk memenuhinya, maka partisipasi warga harus didasari
kebebasan dan atau tanpa tekanan, kemampuan berpartisipasi dan keinginan untuk
berpartisipasi.

Penerapan Manjemen Pendidikan Berbasis Masyarakat

Achmad Munib (2011: 106) menyatakan bahwa lembaga pendidikan formal masih
dinilai lamban dalam merespon tuntutan dan kebutuhan masyarakat dalam memenuhi
kebutuhan dasar yaitu, terkait dengan kesejahteraan. Oleh karena itu, dunia pendidikan
dituntut untuk membuka diri dalam merespon perubahan di antaranya dengan memodernisasi
manajemen pengelolaannya. Sudah saatnya dioptimalkan manajemen pendidikan ditangani
secara rapi sesuai prinsip-prinsip manajemen yang benar berbasis kemasyarakatan.
Manajemen pada konteks ini dimaksudkan sebagai proses perencanaan dan pembuatan
keputusan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian keuangan, fisik, dan sumber
informasi untuk memanfaatkan sumber daya yang ada guna mencapai tujuan yang telah
ditetapkan secara efektif dan efisien. (dalam Kamisa 1997: 49) efektif dan efisien
dimaksudkan ketepatan cara, usaha, kerja dalam menjalankan sesuatu dengan tidak
membuang waktu, tenaga, biaya; kedayagunaan; ketepatgunaan.

Zubaedi (2007: 156) menyatakan bahwa desain manajemen pendidikan berbasis


masyarakat meliputi; perencanaan, pengorganisasian, pengawasan dan pengembangan yang
terus-menerus melalui budgeting dan evaluasi. Berikut dijelaskan secara rinci penerapan
desain manajemen pendidikan berbasis masyarakat.

a. Perencanaan (planning)

Abad milenium sekarang ini, yang menjadi perhatian serius adalah sebuah realita
bahwa nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat semakin terkikis
eksistensinya. Hal ini terjadi karena generasi muda sebagai penerus bangsa dalam konteks
siswa sudah tidak lagi mendapatkan pendidikan karakter dalam dunia pendidikan, misal
pengajaran tentang akhlak, tata krama, sopan santun dan budaya. Karena pendidikan berbasis
sekolah sekarang yang ada mayoritas hanya berorientasi pada nilai rapor (hasil daripada
proses) dan kurang mengedepankan keterampilan hidup bersosial (nilai-nilai iman dan
moral). Sehingga moralitas bangsa, salah satunya nilai-nilai kesopanan dan kesantunan di
dalam dirinya, berangsur-angsur pudar. Keidentikan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang
ramah perlahan terkikis bersamaan tergerusnya nilai-nilai moral lain.

Maka, untuk menjawab permasalahan tersebut sebagai sebuah kebutuhan adalah


konsep pendidikan berbasis masyarakat harus mengedepankan nilai-nilai moral
kemasyarakatan sebagai upaya pembangunan karakter siswa yang pandai juga baik dalam arti
luas. Pendidikan tidak hanya menghasilkan orang pandai tetapi tidak baik, begitu juga
sebaliknya. Pendidikan tidak cukup hanya untuk membuat anak pandai, tetapi juga harus
mampu menciptakan nilai-nilai luhur atau karakter.

b. Pengorganisasian (Organizing)
Zubaedi (2007: 158) menyatakan bahwa pengorganisasian merupakan aktivitas
menyusun dan membentuk hubungan-hubungan kerja antara orang-orang sehingga terwujud
suatu kesatuan usaha dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pada tahap
pengorganisasian ini, merupakan pengaturan dan pembagian tugas-tugas pada seluruh
pengurus atau pengelola lembaga pendidikan untuk dilaksanakan dalam rangka mencapai
tujuan yang telah ditetapkan.

Tujuannya dirangkai dalam Visi dan Misi pendidikan berbasis masyarakat sebagai
berikut; visinya adalah Mencetak generasi juara yang kompetitif, deduktif dan berakhlak
mulia. Generasi juara tersebut dimaksudkan pada tatanan mind set yaitu terciptanya generasi
yang tangguh, pantang menyerah, berani mencoba, optimis, sportif, jujur, dan tak kenal putus
asa yang memiliki jiwa kompetitif (daya saing yang berkualitas) deduktif (sikap deduksi) dan
beakhlak mulia (bermoral, beradab dan berbudaya).

Sedangkan Misi yang ditempuh adalah menyelenggarakan konsep pendidikan


berdasarkan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003, yang
berbunyi Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung
jawab. Hal ini telah selaras (balance) antara menekankan kecakapan keilmuan umum dan
nilai-nilai kesusilaan.

c. Pengendalian (Controlling)

Kembali pada dasar pendidikan berbasis masyarakat yaitu pendidikan dari


masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat, maka dalam proses penyelenggaraan
pendidikan pengendalian dilakukan secara bersama-sama antara pengurus, pengelola dan
masyarakat.

Pada tataran implementasi pendidikan berbasis masyarakat, menjadi keharusan


masyarakat untuk berpartisipasi melakukan pengendalian dan pengawasan dalam proses
pengambilan keputusan yang menyangkut pendayagunaan dan pengelolaan pendidikan.
d. Penganggaran (budgeting)

Setiap Organisasi membutuhkan dana untuk membiayai kegiatannya. Begitu halnya


dengan organisasi pendidikan, baik pendidikan formal maupun pendidikan non formal.
Organisasi pendidikan harus mengadakan perencanaan budget secara berkala untuk
mengalokasi dana yang tersedia, agar dana itu dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh setiap
unit kerja dalam lembaga tersebut.

Menurut Koontz (dalam Zubaedi 2007: 160) penganggaran (budgeting) merupakan


satu langkah perencanaan dan juga sebagai instrumen perencanaan yang fundamental.
Anggaran dapat diartikan sebagai suatu rencana operasi dari suatu kegiatan atau proyek yang
mengandung perincian pengeluaran biaya untuk suatu periode tertentu. Selanjutnya koontz
(dalam Zubaedi 2007: 160) membatasi bahwa budgeting adalah formulasi perencanaan untuk
periode tertentu dibutuhkan sejumlah dana.

e. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi sebagai fungsi dari administrasi pendidikan merupakan aktivitas untuk


meneliti dan mengetahui sampai di mana pelaksanaan yang dilakukan didalam proses
keseluruhan ketercapaian program organisasi. Untuk mengukur hasil kesesuaian dengan
rencana atau program yang telah ditetapkan dalam rangka pencapai tujuan pendidikan
berbasis masyarakat tersebut.

Evaluasi mencakup input, proses dan produk (IPP), penilaian input memfokuskan
pada kemampuan sistem dan strategi pencapaian tujuan. Penilaian proses memiliki fokus
yaitu pada penyediaan informasi untuk pembuatan keputusan dalam melaksanakan program.
Sedangkan penilaian produk berfokus pada mengukur pencapaian proses dan akhir program.

Jika input yang telah menjalani proses kemudian menghasilkan produk yang sesuai
dengan visi dan misi yang telah dicanangkan maka konsep tersebut tetap dan terus
dikembangkan. Namun jika tidak sesuai dengan visi dan misi yang telah dicanangkan maka
konsep tersebut harus ditinjau ulang dan proses pembelajaran harus ditingkatkan dengan
melihat kualitas sarana dan prasarana baik fisik (Kurikulum, gedung, peralatan, bahan kajian,
media, metode dan evaluasi) maupun non fisik (kualitas sumber daya guru).
PRINSIP-PRINSIP PENGEMBANGAN KURIKULUM

Kurikulum di Indonesia mengalami perubahan dari masa ke masa sesuai dengan


perkembangan ilmu pengetahuan dan tuntutan dalam masyarakat. Penerapan prinsip-prinsip
pengembangan kurikulum salah satunya dijelaskan oleh Dr. Wina Sanjaya dalam kurikulum
berbasis kompetensi dimana dalam prinsip pengembangan ini juga memperhatikan beberapa
aspek mendasar tentang karakteristik bangsa. Dalam makalah ini juga disebutkan prinsip-
prinsip pengembangan kurikulum yang harus dijadikan acuan oleh pendidik dalam kurikulum
tingkat satuan pendidikan yang telah ditetapkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan
(BSNP), serta prinsip-prinsip pengembangan kurikulum pada pendidikan anak usia dini.

Prinsip-prinsip dalam pengembangan kurikulum menurut Prof. Dr. Nana Syaodih


Sukmadinata terdiri dari dua hal yaitu prinsip-prinsip umum dan prinsip-prinsip khusus.
Prinsip-prinsip umum meliputi :

Relevansi

Dalam hal ini dapat dibedakan relevansi keluar yang berarti bahwa tujuan, isi, dan proses
belajar harus relevan dengan tuntutan, kebutuhan dan perkembangan masyarakat dan
relevansi ke dalam berarti bahwa terdapat kesesuaian atau konsistensi antara komponen-
komponen kurikulum, yaitu antara tujuan, isi, proses penyampaian dan penilaian yang
menunjukkan keterpaduan kurikulum.

Fleksibilitas

Kurikulum harus dapat mempersiapkan anak untuk kehidupan sekarang dan yang akan
datang, di sini dan di tempat lain, bagi anak yang memiliki latar belakang dan kemampuan
yang berbeda. Hal ini berarti bahwa kurikulum harus berisi hal-hal yang solid, tetapi dalam
pelaksanaannya memungkinkan terjadinya penyesuaian-penyesuaian berdasarkan kondisi
daerah, waktu maupun kemampuan, dan latar belakang anak.

Kontinuitas
Terkait dengan perkembangan dan proses belajar anak yang berlangsung secara
berkesinambungan, maka pengalaman belajar yang disediakan kurikulum juga hendaknya
berkesinambungan antara satu tingkat kelas dengan kelas lainnya, antara satu jenjang
pendidikan dengan jenjang lainnya, serta antara jenjang pendidikan dengan pekerjaan.

Praktis/efisiensi

Kurikulum harus praktis, mudah dilaksanakan, menggunakan alat-alat sederhana dan


biayanya murah. Dalam hal ini, kurikulum dan pendidikan selalu dilaksanakan dalam
keterbatasan-keterbatasan, baik keterbatasan waktu, biaya, alat, maupun personalia.

Efektifitas

Efektifitas berkenaan dengan keberhasilan pelaksanaan kurikulum baik secara kuantitas


maupun kualitasnya. Kurikulum merupakan penjabaran dari perencanaan pendidikan dari
kebijakan-kebijakan pemerintah. Dalam pengembangannya, harus diperhatikan kaitan antara
aspek utama kurikulum yaitu tujuan, isi, pengalaman belajar, serta penilaian dengan
kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan.

Prinsip-prinsip khusus dalam pengembangan kurikulum meliputi:

Prinsip berkenaan dengan tujuan pendidikan

Tujuan pendidikan merupakan pusat dan arah semua kegiatan pendidikan sehingga
perumusan komponen pendidikan harus selalu mengacu pada tujuan pendidikan yang telah
ditetapkan. Tujuan ini bersifat umum atau jangka panjang, jangka menengah dan jangka
pendek. Perumusan tujuan pendidikan bersumber pada ketentuan dan kebijakan pemerintah,
survey mengenai persepsi orangtua / masyarakat tentang kebutuhan mereka, survey tentang
pandangan para ahli dalam bidang-bidang tertentu, survey tentang manpower, pengalaman-
pengalaman negara lain dalam masalah yang sama, dan penelitian.
Prinsip berkenaan dengan pemilihan isi pendidikan

Dalam perencanaan kurikulum perlu mempertimbangkan beberapa hal, yaitu perlunya


penjabaran tujuan pendidikan ke dalam bentuk perbuatan hasil belajar yang khusus dan
sederhana, isi bahan pelajaran harus meliputi segi pengetahuan, sikap, dan keterampilan, dan
unit-unit kurikulum harus disusun dalam urutan yang logis dan sistematis.

Prinsip berkenaan dengan pemilihan proses belajar-mengajar

Pemilihan proses belajar mengajar hendaknya mempertimbangkan beberapa hal, yaitu apakah
metode yang digunakan cocok, apakah dengan metode tersebut mampu memberikan kegiatan
yang bervariasi untuk melayani perbedaan individual siswa, apakah metode tersebut juga
memberikan urutan kegiatan yang bertingkat-tingkat, apakah penggunaan metode tersebut
dapat mencapai tujuan kognitif, afektif dan psikomotor, apakah metode tersebut lebih
menaktifkan siswa, apakah metode tersebut mendorong berkembangnya kemampuan baru,
apakah metode tersebut dapat menimbulkan jalinan kegiatan belajar di sekolah dan rumah
sekaligus mendorong penggunaan sumber belajar di rumah dan di masyarakat, serta perlunya
kegiatan belajar yang menekankan learning by doing, bukan hanya learning by seeing and
knowing.

Prinsip berkenaan dengan pemilihan media dan alat pengajaran

Proses belajar mengajar perlu didukung oleh penggunaan media dan alat-alat bantu
pengajaran yang tepat. Untuk itu perlu diperhatikan beberapa hal berikut, yaitu alat/media apa
yang dibutuhkan, bila belum ada apa penggantinya, bagaimana pembuatannya, siapa yang
membuat, bagaimana pembiayaannya, dan kapan dibuatnya, bagaimana pengorganisasiannya
dalam keseluruhan kegiatan belajar, serta adanya pemahaman bahwa hasil terbaik akan
diperoleh dengan menggunakan multi media

Prinsip berkenaan dengan pemilihan kegiatan penilaian

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan kegiatan penilaian meliputi kegiatan
penyusunan alat penilaian harus mengikuti beberapa prosedur mulai dari perumusan tujuan
umum, menguraikan dalam bentuk tingkah laku siswa yang dapat diamati, menghubungkan
dengan bahan pelajaran dan menuliskan butir-butir tes. Selain itu, terdapat bebarapa hal yang
perlu juga dicermati dalam perencanaan penilaian yang meliputi bagaimana kelas, usia, dan
tingkat kemampuan siswa yang akan dites, berapa lama waktu pelaksanaan tes, apakah tes
berbentuk uraian atau objective, berapa banyak butir tes yang perlu disusun, dan apakah tes
diadministrasikan guru atau murid. Dalam kegiatan pengolahan haisl penilaian juga perlu
mempertimbangkan beberapa hal yaitu norma apa yang digunakan dalam pengolahan hasil
tes, apakah digunakan formula guessing bagaimana pengubahan skor menjadi skor masak,
skor standar apa yang digunakan, serta untuk apa hasil tse digunakan

Menurut Drs. Subandijah, prinsip-prinsip dalam pengembangan kurikulum meliputi:

1. Prinsip relevansi
Lulusan pendidikan harus memiliki nilai relevansi dengan tuntutan dan kebutuhan
masyarakat dan dunia kerja karena pendidikan merupakan invested of man power resources.
Untuk itu diperlukan kurikulum yang dapat mengantisipasi apa yang terjadi pada masa yang
akan dating. Relevansi adalah kesesuaian dan keserasian pendidikan dengan tuntutan
masyarakat (Subandijah, 1993; 48). Relevansi pendidikan dalam hal ini berkenaan dengan:

Relevansi pendidikan dengan lingkungan kehidupan peserta didik

Dalam hal ini, pengembangan kurikulum harus disesuaikan dengan kehidupan nyata di
sekitar peserta didik, sehingga peserta didik tidak merasa asing dengan kehidupan di
sekitarnya.

Relevansi pendidikan dengan kehidupan sekarang dan kehidupan yang akan datang

Dalam kegiatan pengembangan kurikulum harus memperhatikan bahwa apa yang diajarkan
kepada peserta didik pada saar ini bermanfaat baginya untuk menghadapi kehidupannya di
masa yang akan datang, atau dengan kata lain kurikulum harus bersifat anticipatory.

Relevansi pendidikan dengan tuntutan dunia kerja

Hasil pendidikan juga harus sesuai dengan kebutuhan dunia kerja. Dalam hal ini tidak saja
terkait dengan segi bahan atau isi tetapi juga menyangkut segi belajar dan pengalaman
belajar.
Relevansi pendidikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

Pendidikan harus menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang berjalan
sangat cepat dan dapat memberi sumbangan terhadap perkembangan tersebut. Pendidikan
harus menyiapkan peserta didik baik sebagai produsen ilmu pengetahuan, tidak hanya sebagai
konsumen iptek.

2. Prinsip efektitifas dan efisiensi


Prinsip efektifitas

Efektifitas dalam dunia pendidikan berkenaan dengan sejauh mana apa yang direncanakan
atau diinginkan dapat dilaksanakan atau dicapai. Hal ini terkait dengan efektifitas mengajar
guru dan efektifitas belajar murid. Efektifitas mengajar guru dapat dicapai dengan menguasai
keahlian dan keterampilan dalam mengelola dan melaksanakan proses belajar-mengajar yang
dapat ditingkatkan dengan kegiatan pembinaan baik melalui penataran maupun penyediaan
buku-buku. Efektifitas belajar murid terkait dengan sejauhmana tujuan pelajaran yang
diinginkan telah dicapai melalui kegiatan belajar-mengajar. Hal ini sangat tergantung pada
kemampuan guru dalam menyediakan suasana pembelajaran yang kondusif, yang dapat
dicapai dengan menyesuaikan bahan pengajaran dengan minat, kemampuan dan kebutuhan
peserta didik serta lingkungan, dan adanya dukungan sarana prasarana yang memadai serta
metode yang tepat.

Prinsip efisiensi

Efisiensi dalam proses belajar-mengajar berarti bahwa waktu, tenaga dan biaya yang
digunakan untuk menyelesaikan program pengajaran dapat merealisasikan hasil yang
optimal.

3. Prinsip kesinambungan
Kesinambungan dalam pengembangan kurikulum menyangkut kesaling hubungan antara
berbagai tingkat dan jenis program pendidikan atau bidang studi. Untuk mencapai
kesinambungan, kurikulum harus disusun dengan mempertimbangkan :
Bahan pelajaran yang diperlukan untuk sekolah yang lebih tinggi harus sudah
diajarkan di sekolah sebelumnya
Bahan yang sudah diajarkan di sekolah yang lebih rendah tidak perlu diajarkan
lagi di sekolah yang lebih tinggi
Kesinambungan antar berbagai bidang studi berarti bahwa dalam mengembangkan kurikulum
harus mempertimbangkan keterkaitan antara bidang suti yang satu dengan bidang studi
lainnya.

4. Prinsip fleksibilitas
Kurikulum harus memberikan ruang gerak yang memberikan kebebasan guru dalam
mengembangkan program pengajaran. Guru dalam hal ini memiliki otoritas dalam
pengembangan kurikulum yang sesuai dengan minat, kebutuhan peserta didik dan kebutuhan
daerah lingkungannya. Disamping itu, peserta didik harus diberi kebebasan dalam memilih
program pendidikan yang sesuai dengan minat, bakat, kebutuhan dan lingkungan dengan
membuka program-program pendidikan pilihan misalnya jurusan, program spesialisasi, atau
program keterampilan.

5. Prinsip berorientasi pada tujuan


Guru harus menentukan tujuan pengajaran sebelum menentukan bahan. Hal ini berarti bahwa
guru dapat menentukan dengan tepat metode mengajar, alat pengajaran dan evaluasi yang
digunakan dalam proses belajar-mengajar.

6. Prinsip pendidikan seumur hidup


Dalam hal ini, pendidikan harus dapat memberi pengetahuan dan keterampilan yang
diperlukan pada saat peserta didik tamat dari sekolah dan memberikan bekal kemampuan
untuk dapat menumbuh-kembangkan dirinya sendiri.

7. Prinsip dan model pengembangan kurikulum


Pengembangan kurikulum dilakukan secara bertahap dan terus-menerus dengan mengadakan
perbaikan terhadap pelaksanaan dan hasil yang telah dicapai untuk melakukan perbaikan,
pemantapan dan pengembangan lebih lanjut.

Dalam kegiatan pengembangan kurikulum, Drs. Hendyat Soetopo dan Drs. Wasty
Soemanto mengemukakan adanya prinsip-prinsip dasar yang utama yang harus diperhatikan,
yaitu meliputi;

1. Relevansi
Relevansi pendidikan meliputi tiga hal yaitu relevansi dengan lingkungan hidup murid,
relevansi dengan perkembangan kehiudpan sekarang dan yang akan datang, serta relevansi
dengan tuntutan dunia kerja.

2. Efektifitas
Kegiatan efektifitas terkait dengan efektifitas mengajar guru dan efektifitas belajar murid.

3. Efisiensi
Prinsip efisiensi perlu diperhatikan utamanya terkait dengan efisiensi waktu, tenaga, peralatan
yang akan menghasilkan efisiensi biaya.

4. Kesinambungan dan fleksibilitas


Kesinambungan terkait dengan dua hal yaitu adanya kesinambungan antara berbagai tingkat
sekolah dan kesinambungan antara berbagai bidang studi. Sedangkan fleksibilitas terkait
dengan pemilihan program pendidikan, dan dalam pengembangan program pendidikan.
Dr. Wina Sanjaya, M.Pd mengemukakan terdapat beberapa prinsip yang harus
dipertimbangkan dalam mengembangkan kurikulum berbasis kompetensi. Prinsip-prinsip
tersebut, meliputi:

Peningkatan keimanan, budi pekerti luhur, dan penghayatan nilai-nilai budaya


Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan nasional dan filsafat bangsa

Keseimbangan etika, logika, estetika, dan kinestetika


Keseimbangan ini terkait dengan tujuan utama pendidikan untuk membentuk manusia yang
utuh yaitu manusia yang seimbang antara kemampuan intelektual, sikap dan moral, serta
keterampilan.

Penguatan integritas nasional


Indonesia adalah negara yang terdiri dari berbagai suku dengan latar belakang budaya yang
sangat beragam. Pendidikan harus dapat menanamkan pemahaman dan penghargaan terhadap
perkembangan budaya dan peradaban bangsa yang majemuk.

Perkembangan pengetahuan dan teknologi informasi


Dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang begitu cepat, anak
diharapkan memilik kemampuan berpikir dan belajar dengan cara mengakses, memilih, dan
menilai pengetahuan untuk mengatasi situasi yang cepat berubah dan penuh tantangan serta
ketidakpastian melalui perkembangan pengetahuan dan teknologi informasi

Pengembangan kecakapan hidup


Kecakapan hidup terdiri dari personal skill, social skill, academic skill, dan vocational skill.
Kurikulum mengembangkan kecakapan hidup melalui pembudayaan membaca, menulis,
berhitung, sikap dan perilaku adaptif, kreatif, kooperatif, dan kompetitif.
Pilar pendidikan
Kurikulum mengorganisasikan fondasi belajar dalam empat pilar pendidikan yaitu

1. belajar untuk memahami


2. belajar untuk berbuat kreatif
3. belajar hidup dalam kebersamaan
4. belajar untuk membangun dan mengekspresikan jati diri yang dilandasi oleh
ketiga pilar sebelumnya
Komprehensif dan berkesinambunga
Komprehensif mencakup keseluruhan dimensi kemampuan dan substansi yang disajikan
secara berkesinambungan mulai dari usia Taman Kanak-kanak hingga pendidikan menengah.
Kemampuan mencakup pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap, pola pikir dan perilaku.
Substansi mencakup norma, nilai-nilai, konsep, serta fenomena dan kenyataan yang
berkembang dalam kehidupan masyarakat.

Belajar sepanjang hayat


Pendidikan diarahkan pada proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang
berlangsung sepanjang hayat.

Diversifikasi kurikulum
Kurikulum dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan,
potensi daerah, dan peserta didik.

Badan Standar Nasional Pendidikan menetapkan prinsip-prinsip pengembangan


kurikulum tingkat satuan pendidikan yang meliputi :
Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta
didik dan lingkungannya
Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki potensi sentral
untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan
tersebut, pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi,
perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan.

Beragam dan terpadu


Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik,
kondisi daerah, dan jenjang serta jenis pendidikan, tanpa membedakan agama, suku, budaya,
dan adat-istiadat, serta status sosial ekonomi dan gender. Kurikulum meliputi substansi
komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara terpadu,
serta disusun dalam keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna dan tepat antar substansi.

Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni


Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
berkembang secara dinamis, dan oleh karena itu semangat dan isi kurikulum mendorong
peserta didik utnuk mengikuti dan memanfaatkan secara tepat perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni.

Relevan dengan kebutuhan kehidupan


Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan
(stakeholder) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk
di dalamnya kehidupan masyarakat, dunia usaha dan dunia kerja. Oleh karena itu,
pengembangan keterampilan pribadi, keterampilan berfikir, sosial, akademik dan vokasioanl
merupakan keniscayaan.
Menyeluruh dan berkesinambungan
Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian keilmuan,
dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antar semua
jenjang pendidikan.

Belajar sepanjang hayat


Kurikulum diarahkan pada proses pengembangan, pembudayaan dan pemberdayaan peserta
didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-
unsur pendidikan formal, nonformal, dan informal, dengan memperhatikan kondisi dan
tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.

Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah


Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan kepentingan
daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kepentingan
nasional dan kepentingan daerah harus saling mengisi dan memberdayakan sejalan dengan
motto Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pada pendidikan anak usia dini, dalam Laporan Eksekutif Seminar dan Lokakarya
Pendidikan Anak Usia Dini disebutkan bahwa kurikulum pada pendidikan anak usia dini
dikembangkan berdasarkan pada prinsip-prinsip :

Relevansi
Kurikulum anak usia dini harus relevan dengan kebutuhan dan perkembangan anak secara
individual

Adaptasi
Kurikulum anak usia dini harus memperhatikan dan mengadaptasi perubahan psikososial,
IPTEK, dan seni
Kontinuitas
Kurikulum anak usia dini harus disusun secara berkelanjutan antara satu tahapan
perkembangan ke tahapan perkembangan berikutnya dalam rangka mempersiapkan anak
memasuki pendidikan selanjutnya

Fleksibilitas
Kurkulum anak usia dini harus dipahami, dipergunakan dan dikembangkan secara fleksibel
sesuai dengan keunikan dan kebutuhan anak serta kondisi lembaga penyelenggara

Kepraktisan dan akseptabilitas


Kurikulum anak usia dini harus memberi kemudahan bagi praktisi dan masyarakat dalam
melaksanakan pendidikan pada anak usia dini

Kelayakan (feasibility)
Kurikulum anak usia dini harus menunjukkan kelayakan dan keberpihakkan pada anak usia
dini

Akuntabilitas
Kurikulum anak usia dini harus dapat dipertanggung jawabkan pada masyarakat sebagai
pengguna jasa pendidikan anak usia dini

PENGERTIAN PENDEKATAN PENGEMBANGAN KURIKULUM dan PENDEKATAN


PENGEMBANGAN KURIKULUM
Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang seseorang terhadap
suatu proses tertentu. Istilah pendekatan merujuk kepada pandangan tentang terjadinya suatu
proses yang sifatnya masih sangat umum. Dengan demikian pendekatan pengembangan
kurikulum menunjuk pada titik tolak atau sudut pandang secara umum tentang proses
pengembangan kurikulum. Pengembangan kurikulum mempunyai makna yang cukup luas.
Menurut sukmadinata (2000:1), pengembangan kurikulum bisa berarti penyusun kurikulum
yang sama sekali baru (curriculum construction), bisa juga menyempurnakan kurikulum yang
telah ada (curuculum improvement). Selanjutnya beliau juga menjelaskan, pada satu sisi
pengembangan kurikulum berarti menyusun seluruh perangkat kurikulum mulai dari dasar-
dasar kurikulum, struktur dan sebaran mata pelajaran, garis-garis besar program pengajaran,
sampai dengan pedoman-pedoman pelaksanaan (macro curriculum). Pada sisi lainnya
berkenaan dengan penjabaran kurikulum yang telah disusun oleh tim pusat menjadi rencana
dan persiapan-persiapan mengajar yang lebih khusus, yang dikerjakan oleh guru-guru di
sekolah, seperti penyusunan rencana tahunan, semester, satuan pelajaran, dan lain-lain (micro
curriculum). Yang dimaksud pengembangan kurikulum dalam bahasan ini mencakup
keduanya, tergantung pada konteks pendekatan dan model pengembangan kurikulum itu
sendiri.
Pendekatan, lebih menekankan pada usaha dan penerapan langkah-langkah atau cara
kerja dengan menerapkan suatu strategi dan beberapa metode yang tepat, yang dijalankan
sesuai dengan langkah-langkah yang sistematik untuk memperoleh hasil kerja yang lebih
baik. Kurikulum merupakan suatu perangkat pernyataan yang memberikan makna terhadap
kurikulum sekolah, makna tersebut terjadi karena adanya penegasan hubungan antara unsur-
unsur kurikulum, karena adanya petunjuk perkembangan, penggunaan dan evaluasi
kurikulum. Caswell mengartikan pengembangan kurikulum sebagai alat untuk membantu
guru dalam melakukan tugas mengerjakan bahan, menarik minat murid dan memenuhi
kebutuhan masyarakat. Jadi pendekatan pengembangan kurikulum adalah cara kerja dengan
menerapkan strategi dan metode yang tepat dengan mengikuti langkah-langkah
pengembangan yang sistematis untuk menghasilkan kurikulum yang lebih baik.
Menurut Zainal Arifin (2011) dalam bukunya Konsep dan Model Pengembangan
Kurikulum, jika dilihat dari aspek perencanaannya ada beberapa pendekatan yang dapat
digunakan dalam pengembangan kurikulum, antara lain sebagai berikut.
1. Pendekatan Kompetensi (Competency Approach)
Kompetensi adalah jalinan terpadu yang unik antara pengetahuan, keterampilan, sikap
dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam pola berfikir dan pola bertindak. Pendekatan
kompetensi menitikberatkan pada semua ranah, yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Ciri-
ciri pokok pendekatan kompetensi adalah berfikir teratur dan sistematik, sasaran penilaian
lebih difokuskan pada tingkat penguasaan, dan kemampuan memperbarui diri (regenerative
capability).
Prosedur penggunaan pendekatan ini adalah (a) menetapkan standar kompetensi lulusan
yang harus dikuasai oleh para lulusan pada setiap jenis dan jenjang pendidikan, (b)
memerinci perangkat kompetensi yang diharapkan dimiliki oleh para lulusan, (c) menetapkan
bentuk dan kuantitas pengalaman belajar melalui bidang studi atau mata pelajaran dan
kegiatan-kegiatan lainnya yang relevan, (d) mengembangkan silabus, (e) mengembangkan
skenario pembelajaran, (f) mengembangkan perangkat lunak pembelajaran, dan (g)
mengembangkan sistem penilaian.
Selanjutnya, langkah-langkah pengembangan kurikulum berdasarkan pendekatan
kompetensi, yaitu mengidentifikasi kompetensi, merumuskan tujuan pendidikan, menyusun
pengalaman belajar, menetapkan topik dan subtopik, menetapkan waktu, mengalokasikan
waktu, member nama mata pelajaran, dan menetapkan bobot SKS.
Dalam penilaian penguasaan kompetensi, ada tiga hal penting yang harus diperhatikan
guru, yaitu sebagai berikut :
a. Sasaran penilaian tidak hanya terfokus pada kemampuan tertulis dan lisan saja, tetapi juga
tingkat untuk kerja (performance) pelaksanaan tugas yang telah ditetapkan.
b. Kriteria penilaian adalah persyaratan minimal pelaksanaan tugas-tugas.
c. Sasaran utama adalah penguasaan kemampuan (exit requirements) dan bukan pada cara atau
waktu pencapaian.
Ciri pendekatan kompetensi yang tidak kalah pentingnya adalah penjaringan dan
pengelolaan informasi balikan (feedback) secara teratur untuk melakukan perbaikan secara
berkesinambungan sehingga kurikulum memiliki mekanisme untuk memperbaiki diri
(regenerative capability), baik tingkat lembaga maupun tingkat nasional.

2. Pendekatan Sistem (System Approach)


Sistem adalah totalitas atau keseluruhan komponen yang saling berfungsi, berinteraksi,
dan interdepensi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Ciri-ciri sistem adalah adanya
tujuan, fungsi, komponen, interaksi dan interdepensi, penggabungan yang menimbulkan
jalinan keterpaduan, proses transformasi, umpan balik untuk perbaikan, dan lingkungan.
Pendekatan sistem adalah penggunaan berbagai konsep yang serasi dari teori sistem yang
umum untuk memahami teori organisasi dan praktek manajemen. Pendekatan sistem terdiri
atas beberapa aspek, antara lain: (a) filsafat sistem, yaitu sebagai cara berfikir (way of
thingking) tenang fenomena secara keseluruhan, (b) analisis sistem, yaitu metode atau teknik
dalam memecahkan masalah (problem solving) atau pengambilan keputusan (decision
making), dan (c) manajemen sistem, yaitu aplikasi teori sistem ditengah mengelola
organisasi.
Model Intructional Development Institute (IDI) yang dikembangkan oleh University
Consortium on Intructional Development and Technology (UCIDT) memiliki langkah
langkah pendekatan sistem sebagai berikut :
a. Merumuskan masalah, yang meliputi :
1) Menentukan masalah: analisis kebutuhan, menentukan prioritas, merumuskan masalah.
2) Menganalisis latar: ciri peserta didik, kondisi (hambatan), sumber-sumber.
3) Mengatur pengelolaan: analisis tugas, tanggung jawab dan penjadwalan.
b. Mengidentifikasi strategi pemecahan masalah, yang meliputi :
1) Menentukan tujuan pembelajaran: tujuan akhir dan tujuan antara.
2) Menentukan strategi: pendekatan metode, media, dan sumber belajar.
3) Membuat prototipe: bahan-bahan pembelajaran dan evaluasi.
c. Melaksanakan evaluasi, yang meliputi :
1) Uji coba prototipe: melakukan uji coba, mengumpulkan data, dan evaluasi.
2) Analisis hasil uji coba: tujuan pembelajaran, metode dan teknik evaluasi.
3) Penyempurnaan langkah-langkah terdahulu: review, menetapkan, melaksanakan.

3. Pendekatan Klarifikasi Nilai (Value Clarification Approach)


Klarifikasi nilai adalah langkah pengambilan keputusan tentang prioritas atas keyakinan
sendiri berdasarkan pertimbangan yang rasional, logis, sesuai dengan perasaannya dan
perasaan orang lain serta aturan yang berlaku.
Ciri pengembangan kurikulum berdasarkan pendekatan klarifikasi nilai, antara lain: (a)
peran guru kurang dominan dalam pembelajaran, (b) guru lebih sedikit member informasi
dan lebih banyak mendengarkan penjelasan dari peserta didik, (c) guru lebih sring
menggunakan metode tanya-jawab, (d) tidak banyak kritik destruktif, (e) kurang menekankan
faktor kegagalan dan lebih menerima kesalahan-kesalahan, (f) menanggapi dan menghayati
pekerjaan peserta didik, (g) merumuskan tujuan dengan jelas, (h) dalam batas tertentu peserta
didik diberi kebebasan untuk bekerja dan bertanggunag jawab, (i) peserta didik bebas
mengungkapkan apa yang mereka rasakan, (j) adanya keseimbangan antara tugas
kelompokmdengan tugas perseorangan, (k) belajar bersifat individual, (l) evaluasi bukan
terfokus pada prestasi akademik, tetapi juga proses pertukaran pengalaman, dan (m) peserta
didik menemukan sistem nilainya sendiri. Raths dalam John Jarolimek (1974)
mengemukakan langkah-langkah pendekatan klarifikasi nilai sebagai berikut :
a. Kebebasan memilih (bagi peserta didik), yang meliputi :
1) Memilih sesuatu secara bebas menurut kemauan, kesukaan, dan minatnya.
2) Memilih berbagai alternatif yang ada
3) Menentukan pilihan dan pertimbangan yang rasional sesuai dengan pikiran dan pendapat
masing-masing.
b. Membina kebanggaan (prizing), diantaranya :
1) Merasakan gembira atas ketepatan memilih
2) Mengukuhkan pilihan sesuai dengan pendapat pada dirinya masing-masing
c. Melaksanakan (acting) :
1) Melakukan percobaan atau melaksanakan pilihan
2) Mengulangi perbuatan tersebut dalam kehidupan sehari-hari dan menjadikannya sebagai
pola kehidupan.

4. Pendekatan Komprehensif (Comprehensive Approach)


Pendekatan ini melihat, memperhatikan, dan menganalisis kurikulum secara
keseluruhan. Semua masalah yang berkaitan dengan kurikulum diidentifikasi secara global
oleh pengembang kurikulum. Pengembang kurikulum dapat menetapkan langkah pertama
yang akan dilakukan dan apa yang akan dicapai sebagai sasaran dengan merumuskan filsafat
pendidikan, visi-visi dan tujuan pendidikan serta sasaran yang ingin dicapai.

5. Pendekatan yang Berpusat pada Masalah (Problem-Centered Approach)


Pengembangan kurikulum dengan pendekatan ini dilakukan dengan cara
mengidentifikasi berbagai masalah kurikulum secara khusus. Para guru diminta berbagai
informasi tentang masalah-masalah, keinginan, harapan, dan kesulitan-kesulitan yang mereka
hadapi dalam mata pelajaran, seperti perbaikan cara penampilan, penggunaan multimetode
dan media dalam pembelajaran, serta sistem penilaian.
6. Pendekatan Terpadu
Pendekatan terpadu adalah suatu pendekatan yang memadukan keseluruhan bagian dan
indikator-indikatornya dalam suatu bingkai kurikulum untuk mencapai tujuan tertentu.
Bagian tersebut menggambarkan :
a. Hasil belajar,
b. Tahap pengembangan kurikulum, dan
c. Program pendidikan yang ditawarkan.

Dalam studi tentang kurikulum terdapat dua jenis pendekatan, yaitu :


a. Pendekatan Sentralisasi (Centralized Approach)
Pendekatan ini disebut juga pendekatan Top-Down, yaitu pedekatan yang menggunakan
sistem komando (dari atas ke bawah). Artinya, kurikulum dikembangkan oleh pemerintah
pusat (c.q. Balitbang Kemdiknas) dan sesuai dengan garis komando.
b. Pendekatan Disentralisasi (Dicentralized Approach)
Pendekatan ini disebut juga pendekatan grass-rooth, yaitu suatu sistem pendekatan yang
dimulai dari akar rumput, dalam hal ini adalah guru sebagai ujung tombak pengembang
kurikulum ditingkat sekolah, baik secara individual maupun secara kelompok.

B. PENGERTIAN MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM dan MODEL


KONSEP KURIKULUM
Model merupakan ulasan teoritis tentang suatu konsepsi dasar. Model konsep
kurikulum tidak terlepas dari apa yang dikemukakan Hilda Taba bahwa terdapat tiga fungsi
kurikulum, yaitu (1) sebagai transmisi, yaitu mewariskan nilai-nilai kebudayaan, (2) sebagai
transformasi, yaitu melakukan perubahan atau rekontrusi sosial, dan (3) sebagai
pengembangan individu.
Menurut Zainal Arifin (2011) dalam bukunya Konsep dan Model Pengembangan
Kurikulum, model konsep kurikulum muncul sebagai implikasi dari adanya berbagai aliran
dalam pendidikan, antara lain aliran pendidikan klasik-tradisional melahirkan konsep
rasionalisasi atau subjek akademis, aliran pendidikan intraksioal melahirkan konsep
kurikulum rekontruksi social, aliran pendidikan pribadi melahirkan konsep kurikulum
aktualisasi diri atau humanistik, dan pendidikan teknologis melahirkan konsep kurikulum
teknologis.

1. Konsep Kurikulum Humanistik (Aktualisasi Diri)


Kurikulum ini lebih mengutamakan perkembangan anak sebagai individu dalam segala
aspek kepribadiannya. Anak merupakan satu kesatuan yang utuh. Tujuan pendidikan adalah
untuk membina anak secara utuh, baik fisik, mental, intelektual, maupun aspek-aspek afektif
lainnya, seperti sikap, minat, bakat, motivasi, emosi, perasaan, dan nilai.
Kurikulum humanistik bersifat child-centered yang menekankan ekspresi diri secara
kreatif, individualitas, dan aktifitas pertumbuhan dari dalam, bebas paksaan dari luar.
Menurut Mc.Neil ciri-ciri kurikulum humanistic adalah :
a. Partisipasi, artinya peserta didik terlibat secara aktif merundingkan apa yang akan dipelajari.
b. Integrasi, artinya ada interpenetrasi dan integrasi antara pikiran, perasaan dan tindakan.
c. Relevansi, artinya terdapat kesesuaian antara materi pelajaran dan kebutuhan pokok serta
kehidupan anak ditinjau daari segi emosional dan intelektual.
d. Diri anak, merupakan sasaran utama yang harus dipelajari agar anak dapat mengenal dirinya.
e. Tujuan, yaitu mengembangkan diri anak sebagai suatu keseluruhan dalam masyarakat
manusiawi.

Ditinjau dari kerangka dasar kurikulum, konsep dasar kurikulum juga mempunyai ciri
tersendiri, antara lain :
a. Tujuan pendidikan, yaitu mengembangkan pribadi yang utuh dan dinamis agar memiliki
integrasi tinggi dan sikap positif.
b. Materi, yaitu menyediakan pengalaman yang berharga bagi setiap anak yang dapat
membantu pertumbuahn dan perkembangannya pribadinya secara utuh.
c. Proses, yaitu terbangunnya hubungan emosional yang kondusif antara guru dan siswa.
d. Evaluasi, yaitu lebih mengutamakan proses daripada hasil, karena sifatnya subjektif baik dari
guru maupun siswa.

Kurikulum humanistik memandang aktualisasi diri sebagai suatu kebutuhan yang


mendasar. Tiap anak memiliki self masing-masing yang harus dibangkitkan dan
dikemangkan, sekalipun sering tidak dikenali dan tidak disadari bahkan cenderung
tersembunyi.

2. Konsep Kurikulum Subjek Akademis (Rasionalisasi)


Kurikulum rasionalisasi atau subjek akademik berisi tentang pengetahuan. Pengetahuan
merupakan warisan budaya pada masa lampau dan akan tetap diwariskan kepada generasi
yang akan datang. Pengetahuan tersebut berisi sejumlah mata pelajaran.
Peserta didik yang berada disekolah harus mempelajari semua mata pelajaran.
Tujuannya adalah agar peserta didik menguasai pengetahuan. Dengan demikian, pendidikan
lebih bersifat pengembang intelektual.
Kurikulum ini lebih menekankan isi (content). Kegiatan belajarnya lebih banyak
diarahkan untuk menguasai isi sebanyak-banyaknya. Isi kurikulum diambil dari disiplin-
disiplin ilmu yang telah direorganisasi sesuai dengan tujuan pendidikan.
Ditinjau dari kerangka dasar kurikulum, konsep kurikulum subjek akademis memiliki
karakteristik tertentu, antara lain :
a. Tujuan, yaitu mengembangkan kemampuan intelektual anak melalui penguasaan disiplin
ilmu.
b. Isi/materi, yaitu mengambil dari berbagai disiplin ilmu yang telah disusun oleh para ahli,
kemudian direorganisasikan sesuai kebutuhan pendidikan.
c. Metode, yakni menggunakan metode ekspositori, inkuiri-diskoveri dan pemecahan masalah.
d. Evaluasi, yaitu menggunakan jenis dan bentuk evaluasi yang bervariasi, seperti formatif dan
sumatif, tes dan nontes.

Konsep kurikulum ini mendapat kritikan tajam dari berbagai aliran pendidikan lainnya.
Kritikan tersebut sekaligus menunjukan kelemahan dari konsep kurikulum ini, yakni :
a. Konsep kurikulum ini terlalu menonjolkan domain kognitif akademis sehingga domain
afektif, psikomotorik, social, esosional menjadi terabaikan.
b. Konsep yang dikembangkan belu m tentu sesuai dengan minat dan kebutuhan anak.
c. Tidak semua peserta idik dapat memahami dan menggunakan metode ilmiah untuk
mempelajari disiplin ilmu.
d. Tidak semua anak akan menjadi ilmuawan profesioal.
e. Guru tidak atau jarang terlibat dalam penelitian karena tidak menguasai metode ilmiah
(scienitific method)

3. Konsep Kurikulum Rekontruksi Sosial


Kurikulum ini bersumber dari aliran pendidikan intraksional yang menekankan
interaksi dan kerja sama antara siswa, guru, kepala sekolah, orang tua dan masyarakat.
Menurut pemahaman kurikulum rekontruksi sosial bahwa kepentingan sosial harus
diletakkan diatas kepentingan pribadi atau golongan. Asumsinya adalah perubahan sosial
merupakan tangguang jawab masyarakat dan masih ada kesenjangan antara kurikulum
dengan masyarakat.
Tujuan utama kurikulum ini adalah mengembangkan kemampuan siswa untuk
menghadapi masalah-masalah yang ada dalam masyarakat. Menurut S. Nasution (1991),
konsep kurikulum ini memiliki dua kelompok, yaitu "bersifat adaptif dan reformatories".
Adaptif dimaksudkan agar individu dapat menyesuaikan diri dalam menghadapi segala
macam bentuk perubahan. Ia harus kuat fisik dan mental dalam mempertahankan dinamika
hidupnya, sedangkan kelompok reformis menginginkan agar individu tidak hanya mampu
menghadapi masalah-masalah yang akan datang, tetapi harus turut aktif dalam mengadakan
perubahan yang diinginkan.

4. Konsep Kurikulum Teknologis


Konsep kurikulum teknologis dapat berbentuk aplikasi teknologi pendidikan dan dapat
juga berbentuk penggunaan perangkat keras dan lunak dalam pendidikan. Prosedur
pembelajaran didasarkan pada psikologi behaviourisme dan teori stimulus-respon. Artinya,
tujuan yang dirumuskan harus berbentuk perilaku yang dapat diukur dan diamati serta
diarahkan untuk menguasai sejumlah kompetensi.
Perkembangan teknologi pada abad ini sangatlah pesat. Perkembangan teknologi
tersebut mempengaruhi semua bidang, termasuk bidang pendidikan. Sejak dulu pendidikan
telah menggunakan teknologi, seperti papan tulis, kapur, dan lain-lain. Namun, sekarang
seiring dengan kemajuan teknologi banyak alat (tool) seperti audio,video, overhead projector,
film slide, dan motion film, serta banyak alat-alat lainnya.
Penerapan teknologi dalam bidang pendidikan khususnya kurikulum dibagi dalam dua
bentuk, yaitu:
a. Perangkat lunak (software) atau disebut juga teknologi sistem (system technology). Pada
bentuk ini, lebih menekankan kepada penggunaan alat-alat teknologis yang menunjang
efisiensi dan efektivitas pendidikan.
b. Perangkat keras (hardware) atau sering disebut juga teknologi alat (tools technology). Pada
bentuk ini, lebih menekankan kepada penyusuna program pengajaran atau rencana pelajaran
dengan menggunakan pendekatan sistem.

Ciri-ciri kurikulum yang dikembangkan dari konsep teknologis pendidikan (kurikulum


teknologis), yaitu:
a. Tujuan diarahkan pada penguasaan kompetensi, yang dirumuskan dalam bentuk perilaku.
Tujuan-tujuan yang bersifat umum yaitu kompetensi dirinci menjadi tujuan-tujuan khusus,
yang disebut objektif atau tujuan instruksional.
b. Metode yang digunakan biasanya bersifat individual, kemudian pada saat tertentu ada tugas-
tugas yang harus dikerjakan secara kelompok. Pelaksanaan pengajaran mengikuti langkah-
langkah sebagai berikut.
- Penegasan tujuan kepada siswa.
- Pelaksanaan pengajaran
- Pengetahuan tentang hasil
- Organisasi bahan ajar
- Evaluasi

Pengembangan kurikulum teknologis berpegang pada beberapa kriteria, yaitu:


a. Prosedur pengembagan kurikulum dinilai dan disempurnakan oleh pengembang kurikulum
yang lain.
b. Hasil pengembangan terutama yang berbentuk model adalah yang bisa diuji coba ulang, dan
hendaknya memberikan hasil yang sama.

Inti dari pengembangan kurikulum teknologis adalah penekanan pada kompetensi.


Pengembangan dan penggunaan alat dan media pengajaran bukan hanya sebagai alat bantu
tetapi bersatu dengan program pengajaran dan ditujukan pada penguasaan kompetensi. Dalam
pengembangan kurikulum teknologis kerjasama dengan para penyusun program dan penerbit
media elektronik serta media cetak. Pengembangan pengajaran yang betul-betul berstruktur
dan bersatu dengan alat dan media membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Ini merupakan
hambatan utama dalam pengembangan kurikulum teknologis.
Sebagaimana konsep kurikulum yang lain, konsep kurikulum teknologis juga
mempunyai kelemahan, antara lain sulit menyampaikan bahan pelajaran yang bersifat
kompleks atau materi pelajaran yang membutuhkan tingkat berfikir tinggi, sulit
mengembangkan domain afektif, sulit melayani kebutuhan siswa secara perseorangan (bakat,
sikap, minat) dan siswa cepat bosan.

C. MODEL-MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM


Model atau konstruksi merupakan ulasan teoritis tentang suatu konsepsi dasar. Dalam
pengembangan kurikulum, model dapat merupakan ulasan teoritis tentang suatu proses
kurikulum secara menyeluruh atau dapat pula merupakan ulasan mengenai salah satu bagian
kurikulum. Disamping itu, ada model yang mempersoalkan proses dan ada pula model yang
hanya menitikberatkan pandangannya pada mekanisme penyusunan kurikulum. Ulasan
teoritis demikian dapat pula mengutamakan uraiannya pada segi organisasi kurikulum dan
ada pula yang menitikbertkan ulasannya hanya pada hubungan anatarpribadi orang-orang
yang terlibat dalam pengembangan kurikulum.
Robert S. Zais dalam Zainal Arifin (2011) mengemukakan delapan model
pengembangan kurikulum. Secara singkat, model-model tersebut akan dikemukakan sebagai
berikut:
1. The Administrative (Line Staff) Model
Model pengembangan kurikulum yang paling awal dan sangat umum dikenal adalah
model administrative karena model ini menggunakan prosedur "garis-staf" atau garis
komando "dari atas ke bawah" (top-down). Maksudnya inisiatif pengembangan kurikulum
berasal dari pejabat tinggi (Kemdiknas), kemudian secara stuktural dilaksanakan ditingkat
bawah.

2. The Grass-Roots Model


Inisiatif pengembangan kurikulum ini berada ditangan guru-guru sebagai pelaksana
kurikulum disekolah, baik yang bersumber dari satu sekolah maupun dari berbagai sekolah
sekaligus. Model ini didasarkan oleh dua pandangan pokok, yaitu Pertama, implementasi
kurikulum akan lebih berhaasil apabila guru-guru sebagai pelaksana sudah dari sejak semula
terlibat secara langsung dala pengembangan kurikulum. Kedua, pengembangan kurikulum
tidak hanya melibatkan personel yang professional (guru) saja, tetapi juga siswa, orang tua
dan masyarakat.

Model grass-roots ini didasarkan atas empat prinsip, yaitu :


a. Kurikulum akan bertambah baik, jika kemampuan keprofesionalan guru bertambah baik.
b. Kompetensi guru akan bertambah baik, jika guru terlibat secara priadi didalam merevisi
kurikulum.
c. Jika guru terlibat dalam merumuskan tujuan yang ingin dicapai, menyeleksi, mendefinisikan
dan memecahkan masalah, mengevaluasi hasil, maka hasil pengembangan kurikulum akan
lebih bermakna.
d. Hendaknya diantara guru-guru terjadi kontak langsung sehigga mereka dapat saling
memahami dan mencapai suatu konsesus tentang prinsip-prinsip dasar, tujuan dan rencana.

3. The Demonstartion Model


Model ini dikembangkan untuk memperkenalkan suatu inovasi kurikulum dalam skala
kecil. Dalam pelaksanaanya, model ini menuntut para guru dalam satu sekolah untuk
mengorganisasikan dirinya dalam memperbaruhi kurikulum. Model demonstrasi dapat
dilaksanakan baik secara formal maupun tidak formal.
Keuntungan model demontrasi antara lain :
a. Disebabkan kurikulum yang dihasilkan telah melalui ujicoba dalam praktik yang nyata,
maka dapat memberikan alternatif yang dapat bekerja.
b. Perubahan kurikulum pada bagian tertentu cenderung lebih mudah disepakati dan diterima
daripada perubahan secara keseluruhan.
c. Mudah untuk mengatasi hambatan.
d. Menempatkan guru sebagai penagmbil inisiatif dan narasumber sehingga para administrator
dapat mengarahkan minat dan kebutuhan guru untuk mengembangkan program-program
baru.

Kelemahan utama model ini adalah dapat menghasilkan antagonisme guru. Guru-guru
yang tidak terlibat dalam proses pengembangan cenderung bersikap apatis, tidak percaya dan
cemburu. Akibatnya, mereka akan menerima kurikulum baru itu dengan setengah hati
4. Beauchamp's System Model
Sistem yang diformulasikan oleh G.A Beauchamp mengemukakan adanya lima langkah
kritis dalam mengambil keputusan pengembangan kurikulum, yaitu :
a. Menentukan arena pengembangan kurikulum. Arena itu bisa berupa kelas, sekolah, sistem
persekolahan regional atau sistem pendidikan nasional.
b. Memilih dan mengikutsertakan pengembang kurikulum.
c. Pengorganisasian dan penentuan prosedur perencanaan kurikulum yang meliputi
menetapkan tujuan kurikulum, memilih materi pelajaran, mengembangkan kegiatan
pembelajaran dan mengembangkan desain.
d. Pelaksanaan kurikulum secara sistematis.
e. Evaluasi kurikulum, yang meliputi empat dimensi: penggunaan kurikulum oleh guru, desain
kurikulum, hasil belajar peserta didik, dan sistem kurikulum.

5. Taba's Inverted Model


Model ini dimulai dengan melaksanakan eksperimen, diteorikan, kemudian
diimplementasikan. Hal ini dilakukan untuk menyesuaikan antara teori dan praktek, serta
menghilangkan sifat keumuman dan keabstrakan kurikulum, sebagaimana sering terjadi
apabila tanpa kegiatan eksperimen.
Hilda Taba mengembangkan lima langkah pengembangan kurikulum secara berurutan,
diantaranya yaitu :
a. Kelompok guru terlebih dahulu menghasilkan unit-unit kurikulum untuk dieksperimenkan.
Untuk menghasilkan unit-unit itu ditempuh cara mendiagnosa kebutuhan, merumuskan tujuan
khusus, memilih materi, mengorganisasikan materi, memilih pengalaman belajar,
mengorganisasikan pengalaman belajar, mengevaluasi dan mengecek keseimbangan dan
urutan materi.
b. Uji coba unit-unit eksperimen untuk menemukan validitas dan kelayakan pembelajaran.
c. Merevisi hasil uji coba dan mengonsolidasikan unit-unit kurikulum.
d. Mengembangkan kerangka kerja teoritis
e. Pengasemblingan dan desiminasi hasil yang telah diperoleh.

6. Roger's Interpersonal Relations Model


Model ini berasal dari seorang psikolog Carl Rogers. Dia berasumsi bahwa "kurikulum
diperlukan dalam rangka mengembangkan individu yang terbuka, luwes daan adaptif
terhadaap situsi perubahan." Kurikulum demikian hanya dapat disusun dan diterapkan oleh
pendidik yang berpengalaman, luwes dan berorientasi pada proses.
Langkah-langkah dalam model ini adalah sebagai berikut :
a. Memilih suatu sasaran administrator dalam sistem pendidikan dengan syarat bahwa individu
yang terlibat hendaknya ikut aktif berpartisipasi dalam kegiatan kelompok secara intensif
agar mereka dapat berkenalan secara akrab.
b. Mengikutsertakan guru-guru dalam pengalaman kelompok secara intensif.
c. Mengikutsertakan unit kelas dalam pertemuan lima hari.
d. Menyelenggarakan pertemuan secara interpersonal antara administrator, guru dan orangtua
peserta didik.
e. Pertemuan vertical yang mendobrak hierarki, birokrasi dan situs sosial.

7. The Systematic Action-Reasearch Model


Tiga faktor utama yang dijadikan bahan pertimbangan dalam model ini adalah adanya
hubungan antarmanusia, organisasi sekolah dan masyarakat, serta otoritas ilmu. Langkah-
langkah dalam model ini antara lain :
a. Merasakan adanya suatu masalah dalam kelas atau sekolah yang perlu diteliti secara
mendalam.
b. Mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya.
c. Merencanakan secara mendalam tentang bagaimana pemecahan masalahnya.
d. Menentukan keputusan-keputusan apakah yang perlu diambil sehubungan dengan masalah
tersebut.
e. Melaksanakan keputusan yang diambil dan menjalankan rencana yang isusun.
f. Mencari fakta secara meluas
g. Menilai tentang kekuatan dan kelemahannya.

8. Emerging Technical Model


Model teknologis ini terdiri dari tiga variasi model, yaitu model analisis tingkah laku,
model analisis sistem, dan model berdasarkan komputer.
a. Model analisis tingkah laku memulai kegiatannya dengan jalan melatih kemampuan anak
mulai dari yang sederhana sampai pada yang kompleks secara bertahap.
b. Model analisis sistem memulai kegiatannya dengan jalan menjabarkan tujuan-tujuan secara
khusus (output), kemudian menyusun alat-alat ukur untuk menilai keberhasilannya, kemudian
mengidentifikasi sejumlah faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses
penyelenggaraannya.
c. Model berdasarkan komputer memulai kegiatannya dengan jalan mengidentifikasi unit-unit
kurikulum lengkap dengan tujuan-tujuan pembelajaran khususnya.

D. ANALISIS TERHADAP MODEL-MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM


Ada tiga faktor yang digunakan untuk menganalisis model-model pengembangan
tersebut menurut Zainal Arifin (2011) dalam bukunya Konsep dan Model Pengembangan
Kurikulum, yaitu :
a. Penekanan pada suatu titik pandangan tertentu.
b. Keuntungan keuntungan yang diperoleh melalui model tersebut
c. Kekurangan-kekurangannya.

Pada model administratif penekanan diberikan pada orang-orang yang terlibat dalam
pengembangan kurikulum dengan uraian tugas dan fungsinya masing-masing, disamping
pengarahan kegiatan yang bercirikan dari atas ke bawah. Kekurangannya terletak pada
kurangnya dampak perubahan kurikulum, karena hasil kegiatannya seolah-olah dilaksanakan
dari atas tanpa memperhatikan people change.
Titik pandangan model dari bawah diletakkan pada pengembangan kurikulum yang
diselenggarakan secara demokratis yaitu dari bawah. Keuntungannya yaitu proses
pengambilan keputusan terletak pada para pelaksana, mengikutsertakan banyak pihak dari
bawah, yaitu guru-guru. Berdasarkan hal itu, maka terbukalah tirai broken front sebagaimana
lazim ditemui apabila pembaruan kurikulum disodorkan dari atas. Kekurangan yang paling
menonjol model ini mengabaikaan segi teknis dan professional tentang kurikulum.
Model demonstrasi jelas mengutamakan pemberian contoh dan teladan yang baik
dengan harapan agar yang didemonstrasikan akan diadopsi oleh guru/sekolah lain.
Keuntungannya terletak pada suatu segmen kurikulum yang panjang dan tetunya sudah
melalui testing sehingga terjamin akurasi dan validitasnya. Sebagaimana model dari bawah,
maka model ini juga menembus broken front. Ekses yang timbul dari model ini adalah guru-
guru yang tidak ikut serta dalam pengembangan kurikulum bisa menentang gagasan-gagasan
yang telah dihasilkan.
Model beachamp melihat dari segi keseluruhan proses kurikulum. Keuntungan yang
menonjol adalah penegasan arena sehingga mudah dan jelaslah rung lingkup kegiatan.
Kerugiannya sama dengan model top down.
Model terbalik Hilda Taba mendekatkan kurikulum dengan realitas pelaksanaannya
melalui pengujian terlebih dahulu oleh guru-guru professional. Model ini sungguh
mengintegrasikan teori dengan praktik, tetapi sulit mengorganisasikannya karena
memerlukan kemampuan teoritis dan profesionalan yang tinggi. Model hubungan
interpersonal dari Roger mengutamakan hubungan antarpribadi dengan harapan dapat
menghasilkan beberapa penerapan kurikulum yang lebih luas dan sukses. Model ini
mendekatkan permasalahan dengan para pelaksanannya sehingga memudahkan
pemecahannya.
Model Action Reasearch mengutamakan penelitian sistematis oleh orang lapangan
tentang masalah-masalah kurikulum. Kesukaran dari model ini adalah penerapannya
memerluakan staf professional khusus yang terlatih dalam penelitian dan dengan sendirinya
dalam pelaksanaanya memerlukan biaya yang tinggi. Model teknologisdiselenggarakan
secara sistematis dan dapat pula menjangkau kawasan yang luas. Meskipun demikian,
keahlian serta spesialisasi professional merupakan penghambat bila model ini digunakan.

E. MACAM-MACAM KURIKULUM DAN PERKEMBANGANNYA


a) Rencana Pelajaran 1947
Kurikulum pertama pada masa kemerdekaan namanya Rencana Pelajaran 1947. Ketika
itu penyebutannya lebih populer menggunakan learn plan (rencana pelajaran) ketimbang
istilah curriculum dalam bahasa Inggris. Rencana Pelajaran 1947 bersifat politis, yang tidak
mau lagi melihat dunia pendidikan masih menerapkan kurikulum Belanda, yang orientasi
pendidikan dan pengajarannya ditujukan untuk kepentingan kolonialis Belanda. Asas
pendidikan ditetapkan Pancasila. Situasi perpolitikan dengan gejolak perang revolusi, maka
Rencana Pelajaran 1947, baru diterapkan pada tahun 1950. Oleh karena itu Rencana Pelajaran
1947 sering juga disebut kurikulum 1950. Susunan Rencana Pelajaran 1947 sangat sederhana,
hanya memuat dua hal pokok, yaitu daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, serta garis-
garis besar pengajarannya. Rencana Pelajaran 1947 lebih mengutamakan pendidikan watak,
kesadaran bernegara, dan bermasyarakat, daripada pendidikan pikiran. Materi pelajaran
dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian, dan pendidikan
jasmani.

b) Rencana Pelajaran Teruai 1952


Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut Rencana Pelajaran
Terurai 1952. Silabus mata pelajarannya jelas sekali. seorang guru mengajar satu mata
pelajaran, kata Djauzak Ahmad, Direktur Pendidikan Dasar Depdiknas periode 1991-1995.
Ketika itu, di usia 16 tahun Djauzak adalah guru SD Tambelan dan Tanjung Pinang, Riau. Di
penghujung era Presiden Soekarno, muncul Rencana Pendidikan 1964 atau Kurikulum 1964.
Fokusnya pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral (Pancawardhana).
Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan,
emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan dasar lebih
menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.

c) Kurikulum 1968
Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis: mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang
dicitrakan sebagai produk Orde Lama. Tujuannya pada pembentukan manusia Pancasila
sejati. Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok
pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah pelajarannya 9.
Djauzak menyebut Kurikulum 1968 sebagai kurikulum bulat. Hanya memuat mata pelajaran
pokok-pokok saja, katanya. Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tak mengaitkan dengan
permasalahan faktual di lapangan. Titik beratnya pada materi apa saja yang tepat diberikan
kepada siswa di setiap jenjang pendidikan.

d) Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif.
Yang melatarbelakangi adalah pengaruh konsep di bidang manejemen, yaitu MBO
(management by objective) yang terkenal saat itu, kata Drs. Mudjito, Ak, MSi, Direktur
Pembinaan TK dan SD Depdiknas. Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam
Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Zaman ini dikenal istilah satuan
pelajaran, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi:
petunjuk umum, tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan
belajar-mengajar, dan evaluasi. Kurikulum 1975 banyak dikritik. Guru dibikin sibuk menulis
rincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran.

e) Kurikulum 1984 (CBSA)


Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan
proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut Kurikulum 1975
yang disempurnakan. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati
sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara
Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL). Tokoh penting dibalik
lahirnya Kurikulum 1984 adalah Profesor Dr. Conny R. Semiawan, Kepala Pusat Kurikulum
Depdiknas periode 1980-1986 yang juga Rektor IKIP Jakarta sekarang Universitas Negeri
Jakarta periode 1984-1992. Konsep CBSA yang elok secara teoritis dan bagus hasilnya di
sekolah-sekolah yang diujicobakan, mengalami banyak deviasi dan reduksi saat diterapkan
secara nasional. Sayangnya, banyak sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA. Yang
terlihat adalah suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di sana-sini ada
tempelan gambar, dan yang menyolok guru tak lagi mengajar model berceramah. Penolakan
CBSA bermunculan.

f) Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999


Kurikulum 1994 bergulir lebih pada upaya memadukan kurikulum-kurikulum
sebelumnya. Sayang, perpaduan tujuan dan proses belum berhasil. Kritik bertebaran, lantaran
beban belajar siswa dinilai terlalu berat. Dari muatan nasional hingga lokal. Materi muatan
lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasa daerah
kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. Berbagai kepentingan kelompok-kelompok
masyarakat juga mendesakkan agar isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum. Walhasil,
Kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum super padat. Kejatuhan rezim Soeharto pada
1998, diikuti kehadiran Suplemen Kurikulum 1999. Tapi perubahannya lebih pada menambal
sejumlah materi.

g) Kurikulum 2004 (KBK)


Bahasa kerennya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Setiap pelajaran diurai
berdasar kompetensi apakah yang mesti dicapai siswa. Sayangnya, kerancuan muncul bila
dikaitkan dengan alat ukur kompetensi siswa, yakni ujian. Ujian akhir sekolah maupun
nasional masih berupa soal pilihan ganda. Bila target kompetensi yang ingin dicapai,
evaluasinya tentu lebih banyak pada praktik atau soal uraian yang mampu mengukur seberapa
besar pemahaman dan kompetensi siswa. Meski baru diujicobakan, toh di sejumlah sekolah
kota-kota di Pulau Jawa, dan kota besar di luar Pulau Jawa telah menerapkan KBK. Hasilnya
tak memuaskan. Guru-guru pun tak paham betul apa sebenarnya kompetensi yang diinginkan
pembuat kurikulum.

h) KTSP 2006
Awal 2006 ujicoba KBK dihentikan. Muncullah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
Pelajaran KTSP masih tersendat. Tinjauan dari segi isi dan proses pencapaian target
kompetensi pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi tidaklah banyak perbedaan dengan
Kurikulum 2004. Perbedaan yang paling menonjol adalah guru lebih diberikan kebebasan
untuk merencanakan pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan kondisi siswa serta kondisi
sekolah berada. Hal ini disebabkan karangka dasar (KD), standar kompetensi lulusan (SKL),
standar kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD) setiap mata pelajaran untuk setiap satuan
pendidikan telah ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Jadi pengambangan
perangkat pembelajaran, seperti silabus dan sistem penilaian merupakan kewenangan satuan
pendidikan (sekolah) dibawah koordinasi dan supervisi pemerintah Kabupaten/Kota.

i) Kurikulum 2013
Dalam pemaparannya di Griya Agung Gubernuran Sumatera Selatan (kemdikbud.go.id)
, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Prof. Ir. Muhammad Nuh, DEA menegaskan bahwa
kurikukulum terbaru 2013 ini lebih ditekankan pada kompetensi dengan pemikiran
kompetensi berbasis sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Adapun ciri kurikulum 2013 yang
paling mendasar ialah menuntut kemapuan guru dalam berpengetahuan dan mencari tahu
pengetahuan sebanyak-banyaknya karena siswa zaman sekarang telah mudah mencari
informasi dengan bebas melalui perkembangan teknologi dan informasi. Sedangkan untuk
siswa lebih didorong untuk memeiliki tanggung jawab kepada lingkungan, kemampuan
interpersonal, antarpersonal, maupun memiliki kemampuan berpikir kritias. Tujuannya
adalah terbentuk generasi produktif, kreatif, inovatif, dan afektif. Khusus untuk tingkat SD,
pendekatan tematik integrative member kesempatan siswa untuk mengenal dan memahami
suatu tema dalam berbagai mata pelajaran. Pelajaran IPA ndan IPS diajarkan dalam mata
pelajaran Bahasa Indonesia.
Seperti yang dirilis kemdikbud dalam kemdikbud.go.id ada empat aspek yang harus diberi
perhatian khusus dalam rencana implementasi dan keterlaksanaan kurikulum 2013.
1. Kompetensi guru dalam pemahaman substansi bahan ajar, yang menyangkut metodologi
pembelajaran, yang nilainya pada pelaksanaan uji kompetensi guru (UKG) baru mencapai
rata-rata 44,46
2. Kompetensi akademik di mana guru harus menguasai metode penyampaian ilmu
pengetahuan kepada siswa.
3. Kompetensi sosial yang harus dimiliki guru agar tidak bertindak asocial kepada siswa
dan teman sejawat lainnya.
4. Kompetensi manajerial atau kepemimpinan karena guru sebagai seorang yang akan
digugu dan ditiru siswa.

Kesiapan guru sangat urgen dalam pelaksanaan kurikulum ini. Kesiapan guru ini akan
berdampak pada kegiatan guru dalam mendorong mampu ;ebih baik dalam melakukan
observasi, bertanya, bernalar, dan mengkomunikasikan apa yang telah mereka peroleh setelah
menerima materi pembelajaran.
DESAIN PENGEMBANGAN KURIKULUM

Posted on November 16th, 2012 in Dok. Kuliah by Prio

Kurikulum sebagai jalan untuk mencapai tujuan pendidikan hendaknya mendapat perhatian
khusus bagi pemerhati dan pelaksana pendidikan. Pembentukan kurikulum yang baik
diharapkan mampu mengantar peserta didik pada tujuan pendidikan dengan baik yang
mencakup 3 aspek; kognitif, afektif dan psikomotorik. Sedangkan perkembangan kurikulum
di negeri ini (indonesia) memang masih selalu mengadakan perbaikan seperti yang sudah
mafhum bagi kita dari kurikulum 1994, KBK (kurikulum berbasis kompetensi), CBSA (Cara
Belajar Siswa Aktif) hingga yang terakhir yaitu KTSP (kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan).

KTSP sebagai kurikulum yang masih digunakan hingga saat ini memberi kelelauasan bagi
pihak sekolah untk mengembangkan dan memodivikasi sistem pembelajaran dalam sekolah.
Namun di sampin itu semua, tentu masih banyak plus minus yang disebabkan oleh kurikulum
tersebut. beberapa sekolah mampu dengan pesat melaju dengan kurikulum ini, namun
sebagaian besar sekolah juga terseok-seok memajukan sekolah karena beberapa hal yang
berbeda. Diantaranya disebabkan oleh; kwalitas kependidikan yang berbeda, perbedaan
ekonomi, minimya kuantitas murid, dll.

Dalam mengelola kurikulum hendaknya memang tidak jauhdari konsep pengembangan mutu.
Dan hendaknya kurikulum selalu dikontrol dengan pola POAC (Planning, Organizing,
Acting, Controlling).

1. Planning (perencanaan). Peencanaan kurikulum pada umumnya sudah dipersiapkan oleh


sekolah di awal masa pembelajaran. Kurikulum disusun untuk proses pembelajaran satu
tahun kedepan dan selalu ada perbaikan perbaikan di setiap tahun sehingga PBM (proses
belajar mengajar) dapat dilakukan dengan baik.

2. Organizing (pengorganisasian). Setelah kurikulum selesai dibentuk, ada pembagian


pembagian di setiap lini pendidikan dalam pengajaran, ektrakurikuler, dan kegiatan sekolah
lainnya.

3. Acting (pelaksanaan). Pelaksanaan kurikulum tersebut dimaksimalkan di setiap bagian,


dan seharusnya semua bekerja pada jalannya.

4. Controlling (kontrol/evaluasi). Setelah pelaksanaan kegiatan (kurikulum) tersebut tidak


dibiarkan begitu saja akan tetapi tetap dikontrol dan dievaluasi.

A. PENGERTIAN ADMINISTRASI PENDIDIKAN


Administrasi pendidikan tersusun dari dua kata yakni administrasi dan pendidikan. Secara
etimologi kata administrasi berasal dari bahasa Latin yaitu ad yang berarti kepada dan
ministro yang berarti melayani. Secara garis besar dan bebas kata administrasi dapat
diartikan dengan pengabdian atau pelayanan terhadap suatu objek tertentu.
Secara istilah Administrasi adalah upaya pencapaian tujuan secara efektif dan efisien dengan
memanfaatkan orang-orang dalam suatu pola kerjasama. Di dalam pengertian tersebut, kata
efektif merujuk kepada hal yang telah menjadi tujuan dan dihasilkan adalah sama dengan
tujuan yang ditetapkan sebelumnya. Sedangkan kata efisien merujuk pada penggunaan dan
pemanfaatan sumberdaya, dana, material, tenaga dan waktu secara ekonomis.
Sedangkan kata pendidikan menurut Abdurrahman An-Nahlawi (1998) adalah proses yang
mempunyai tujuan, sasaran, dan objek. Abdurahman An-Nahlawi juga memeberikan
gambaran tentang pendidikan sebagai berikut :

secara mutlak, pendidik yang sebenarnya adalah Allah, pencipta fitrah dan pemberi berbagai
potensi;
pendidikan menurut adanya langkah-langkah yang secara bertahap harus dilalui oleh berbagai
kegiatan pendidikan dan pengajaran, sesuai dengan urutan yang telah disusun secara
sistematis.
Kerja pendidikan harus mengikuti aturan penciptaan dan pengadaan yang dilakukan Allah,
sebagaimana harus mengikuti syara dan din Allah.

Mengacu pada gambaran-gambaran tersebut, bahwa pendidikana adalah suatu proses yaitu
suatu rangkaian kegiatan yang menuju pada suatu hasil tertentu. Kegiatan atau perbuatan
tersebut bisa berupa sesuatu yang nampak atau tidak nampak. Pada dasarnya pendidikan
adalah suatu yang tidak nampak namun pada kenyataannya sesuatu yang kita kerjakan dalam
pendidikan hampir semuanya adalah hal-hal yang bersifat formal, dalam artian bahwa
perbuatan yang dilakukan tersebut terjadi dengan sengaja dan memiliki tujuan.
Dalam pendidikan terjadi dua proses, yaitu proses pendidikan atau yang sering disebut
dengan proses teknik dan proses non pendidikan atau yang sering disebut dengan proses non
teknik. An-Nahlawi mengatakan bahwa proses pendidikan adalah pengembangan
pengembangan kepribadian manusia.
Dari kedua pengertian tentang administrasi dan pendidikan di atas, terdapat beberapa
pengertian administrasi pendidikan dan beberapa pendapat dari para ahli pendidikan
mengenai pengertan administrasi pendidikan, diantaranya :

Jesse B. Sears (1950 : The Nature of Administration Process), administrasi pendidikan adalah
sebuah proses yang didalamnya terdapat aktivitas-aktivitas perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan, pengoordinasian dan pengendalian.
Drs. M. Ngalim Parwanto (1997 : Administrasi Pendidikan), administrasi pendidikan adalah
segenap proses pengarahan dan pengitregasian segala sesuatu baik yang personel, sepititual
dan material yang bersangkut paut dengan pencapaian tujuan pendidikan.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Administrasi pendidikan adalah suatu proses
keseluruhan, kegiatan bersama dalam bidang pendidikan yang meiliputi perencanaa,
pengorganisasian, pengarahan, pengoordinasian, pengawasan, pembiayaan, dan pelaporan
dengan menggunakan atau memanfaatkan fasilitas yang tersedia, baik personel, material,
maupun sepiritual untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien.
Administrasi pendidikan ialah suatu cara bekerja dengan orang-orang, dalam rangka usaha
mencapai tujuan pendidikan yang efektif, yang berarti mendatangkan hasil yang baik dan
tepat, sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah ditentukan.
Administrasi pendidikan adalah semua kegiatan sekolah dari yang meliputi usaha-usaha besar
seperti perumusan polis, pengarahan usaha, koordinasi, konsultasi, korespondensi, kontrol
dan seterusnya, sampai kepada usaha-usaha kecil dan sederhana seperti menjaga sekolah,
menyapu halaman dan sebagainya.

Mengacu pada beberapa pengertian di atas, maka perlu ditegaskan bahwa :

Administrasi pendidikan merupakan proses keseluruhan dan kegiatan-kegiatan bersama yang


harus dilakukan oleh semua pihak yang ada sangkut-pautnya dengan tugas-tugas pendidikan.
Administrasi pendidikan itu mencakup kegiatan-kegiatan yang luas, yang meliputi : kegiatan
perencanaan, pengoganisasian, pengarahan dan pengawasan, khususnya dalam bidang
pendidikan yang diselenggarakan di sekolah-sekolah.
Administrasi pendidikan bukan hanya sekedar kegiatan tata usaha seperti yang dilakukan di
kantor-kantor tata usaha sekolah maupun kantor-kantor invasi pendidikan lainnya.

Mencakup beberapa pengertian di atas, secara sederhana dapat disimpulkan bahwa


administrasi pendidikan adalah suatu ilmu tentang penyelenggaraan pendidikan di sekolah
agar tercapai tujuan pendidikan di sekolah tersebut. Singkatnya, administrasi pendidikan
adalah pembinaan, pengawasan, dan pelaksanaan dari segala sesuatu yang berhubungan
dengan urusan-urusan sekolah.
B. DASAR-DASAR DAN TUJUAN ADMINISTRASI PENDIDIKAN

1. Dasar-dasar Administrasi Pendidikan

Suatu administrasi pendidikan akan dapat berjalan dengan baik dan berhasil mencapai tujuan
apabila memiliki dasar-dasar yang tepat. Dasar dalam hal ini pada hakekatnya adalah suatu
kebenaran yang bersifat fundamental yang dapat dijadikan pedoman dan landasan yang tepat
untuk bertindak.
Dalam lingkup dunia pendidikan, dasar dalam administrasi pendidikan digunakan untuk
menjadi acuan dan pedoman bagi seorang administrator untuk mendapatkan sukses dalam
tugasnya.
Dalam lingkup administrasi pendidikan terdapat banyak sekali dasar-dasar, antara lain :

a. Prinsip Efisiensi

Seorang administrator akan berhasil mendapatkan kesuksesan bila mana seoarang


administrator tersebut mampu menggunakan sember daya atau sumber tenaga dan fasilitas
yang ada secara efisien.

b. Prinsip Pengelolaan

Seorang administrator akan mendapatkan hasil yang efektif dan efisien, yakni hasil yang
sesuai dengan tujuan yang ditetapkan sebelumnya dari semua sumber daya dan fasilitas yang
ada apa bila ia melakukan pekerjaan manajemen, yakni merencanakan, mengorganisasikan,
mengarahkan, dan mengontrol semua kegiatan dalam proses pencapaian tujuan pendidikan.

c. Prinsip Pengutamaan Tugas Penglolaan

Prinsip pengutamaan ini pada dasarnya penghindaran diri seorang administrator dari hal-hal
yang cenderung bersifat negatif dalam melakukan administrasi pendidikan. Misalnya bila
suatu pekerjaan yang bersifat manajemen dan pekerjaan yang bersifat operatif dilakukan
secara bersamaan maka seorang administrator akan cenderung melakukan hal-hal yang
bersifat operatif. Hal ini lah yang harus dihindari oleh seorang adiministrator, karena prinsip
ini berimplikasi pada taraf suatu penorganisasian dalam organisasi, semakin rendah taraf
organisasi yang dimiliki maka akan semakin banyak kegiatan operatif yang dilakukan oleh
seorang administrator.

d. Prinsip Kepemimpinan yang Efektif


Seorang administrator akan berhasil dengan baik jika ia menggunakan prinsip kepemimpinan
yang efektif, yakni kepemimpinan yang memperhatikan dimensi-dimensi hubungan antar
manusia (Human Relationship), dimensi pelaksanaan tugas dan dimensi situasi dan kondisi
yang ada.
Dalam prinsip ini, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh seorang administrator untuk
mencapai keberhasilan dalam melaksanakan tugasnya, antara lain:

seorang pemimpin harus mempunyai hubungan yang baik dengan bawahannya, dalam artian
dia harus mengenal bawahannya sehingga terjalin hubungan yang baik antara atasan dengan
bawahannya;
pengawasan terhadap penyelesaian tugas dari setiap anggota dalam oarganisasi sesuai dengan
pertelaan tugas, dalam artian jangan hanya karna mementingkan hubungan baik antara atasan
dengan bawahan, seorang pemimpin mengabaikan terselesaikannya pekerjaan dengan baik
yang dilakukan oleh anggotanya dan sebaliknya, jangan sampai terlalu mementingkan
kewajiban kerja sampai-sampai melupakan kepentingan pribadi setiap anggota organisasi.
seorang administrator harus memiliki gaya kepemimpinan yang tepat, yakni mampu
memperhitungkan taraf kematangan pada anggota organisasi dan situasi yang ada, misal
seorang administrator menemukan tidak adanya gairah pada setiap diri pekerja, maka dalam
hal ini seorang administrator harus mampu membangkitkan gairah setiap pekerjanya untuk
penyelesaian tugas yang baik.

e. Prinsip Kerjasama

Seorang administrator akan berhasil dengan baik jika ia mampu mengembangkan kerjasama
yang baik diantara setiap orang yang terlibat dalam organisasinya tersebut baik secara
vertikal maupun horizontal.
Dalam kegiatan administrasi pendidikan terdapat dua azas penting yang dapat diterapkan,
antara lain :

Azas Idiil

Pelaksanaan administrasi pendidikan di suatu negara tergantung pada sistem pendidikan yang
dianut. Di Indonesia, sistem pendidikan yang digunakan adalah sistem pendidikan pancasila,
yakni sistem pendidikan yang berdasar pada pancasila dan UUD 1945. Karena pada dasarnya
administrasi pendidikan adalah sub sistem dari sistem pendidikan secara luas, maka landasan
idiil yang harus digunakan di dalamnya harus berlandaskan pancasila dan UUD 1945.

Azas Operasiona atau Prinsip

Untuk mencapai tujuan pendidikan nasional yang telah tercantum dalam Garis-garis Besar
Haluan Negara (GBHN), sistem pendidikan sekolah di Indonesia telah mengalami
pembaharuan. Upaya pembaharuan ini tadak lain dilakukan untuk meningkatkan mutu
pendidikan di tingkat sekolah.
Bentuk pembaharuan ini tercantum dalam bentuk kurikulum 1975, dan kurikulum inilah yang
menjadi landasan operasional dalam menyelenggarakan pendidikan di Indonesia. Dalam
kurikulum 1975 ini di landasi oleh lima prinsip yang menjadi landasan operasional jalannya
administrasi pendidikan di sekolah, yakni :
Prinsip fleksibilitas, yakni dalam pelakasanaan administrasi pendidikan di sekolah harus
dilakukan dengan mengingat faktor-faktor dan kemampuan untuk menyediakan fasilitas bagi
berlangsungnya proses pendidikan di sekolah.
Prinsip efisien dan efektivitas, yakni tidak hanya penggunaan waktu dengan tepat, melainkan
juga pendayagunaan tenaga secara tepat.
Prinsip Berorientasi dan tujuan, sesuai dengan sistem maka semua kegiatan pendidikan harus
berorientasi pada tujuan, dalam artian tujuan pendidikan yang telah dirumuskan menjadi
gantungan orientasi bagi pelaksanaan kegiatan administrasi pendidikan di sekolah.
Prinsip kontinuitas, terdapat hubungan kelanjutan di setiap jenjang pendidikan yang lebih
tinggi dengan pendidikan sebelumnya. Misalnya pendidikan di sekolah dasar berbeda dengan
pendidikan di sekolah menengah pertama, tetapi masih terdapat hubungan hierarkinya.
Prinsip pendidikan seumur hidup, prinsip ini berarti setiap manusia Indonesia harus tetap
berkembang sepanjang hidupnya.

3. Tujuan Administrasi Pendidikan

Secara umum, yakni bila ditinjau dari prinsip-prinsip dan azas administrasi pendidikan,
tujuan administrasi pendidikan adalah untuk tercapainya tujuan pendidikan.
Sergiovanni dan Carver (1975), merumuskan terdapat empat tujuan administrasi, yaitu :
efektivitas produksi, efisiensi, kemampuan menyesuaikan diri, dan kepuasan kerja. Keempat
tujuan tersebut dapat digunakan sebagai kriteria untuk menentukan keberhasilan suatu
penyelenggaraan sekolah.Dalam sebuah lembaga atau sekolah, administrasi pendidikan
merupakan subsistem dalam sistem pendidikan sekolah. Tujuan administrasi pendidikan
adalah berusaha untuk menunjang tercapainya tujuan pendidikan sekolah tersebut.
Secara khusus administrasi pendidikan di sekolah adalah untuk mempersiapkan situasi di
sekolah agar pendidikan dan pengajaran di dalamnya berlangsung dengan baik. Sehingga
dapat dirumuskan bahwa tujuan administrasi pendidikan di sekolah adalah :

Supaya anak-anak tamatan suatu sekolah memiliki pengetahuan dan pengertian dasar,
mengenai hak dan kewajiban sebagai manusia Pancasila sesuai dengan ketetapan MPRS No.
IV/ 1973 dan berbuat selaras dengan pengertian itu.
Supaya anak-anak tamatan suatu sekolah memiliki salah satu keterampilan atau kecakapan
khusus yang merupakan bekal untuk hidupnya dalam masyarakat. Dan dengan demikian
dapat berdiri sendiri serta menyumbangkan kecakapannya bagi pembangunan masyarakat
berpancasila.
Supaya anak-anak tamatan suatu sekolah memiliki dasar-dasar ilmu pengetahuan yang kokoh
serta keterampilan untuk melanjutkan pendidikannya ke sekolah yang lebih tinggi.

Secara singkat dapat dikatakan administrasi pendidikan di sekolah bertujuan untuk


menciptakan situasi yang memungkinkan anak-anak memmpunyai pengetahua dasar yang
kuat untuk melanjutkan pendidikan dan mempunyai suatu kecakapan dan keterampilan
khusus untuk dapat hidup mandiri dalam masyarakat serta mempunyai sikap hidup sebagai
manusia pancasila dengan pengabdian untuk membangun manusia pancasila Indonesia.

C. RUANG LINGKUP ADMINISTRASI PENDIDIKAN


Bidang-bidang yang terdapat dalam administrasi pendidikan sangatlah banyak, namun yang
paling penting untuk diketahui oleh seorang administrator adalah sebagai berikut :

Bidang Tata Usaha Sekolah, meliputi :


Bidang personalia murid, meliputi :
Bidang personalia guru, meliputi :
Bidang pengawasan (supervisi), meliputi :
Bidang pelaksanaan dan pengembangan kurikulum

organisasi dan struktur pegawai tata usaha sekolah;


anggaran belanja keuangan sekolah;
masalah kepegawaian dan personalia sekolah;
keuangan dan pembukuannya;
korespondensi atau surat menyurat;
masalah pengangkatan, pemindahan, penempatan, laporan, pengisia buku induk, rapot dan
sebagainya.

organisasi murid;
masalah kesehatan murid;
masalah kesejahteraan murid;
evaluasi kemajuan murid;
bimbingan dan penyuluhan bagi murid.

penganggkatan dan penempatan tenaga guru;


organisasi personel guru;
masalah kepegawaian;
masalah kondite dan kemajuan guru;
refreshing dan up-grading guru-guru.

usaha membuktikan semangat guru-guru dan pegawai tata usaha dalam menjalankan
tugasnya masing-masing sebaik-baiknya;
mengusahakan dan mengembangkan kerjasama yang baik antara guru, murid dan pegawai
tata usaha sekolah;
mengusahakan dan membuat pedoman cara-cara menilai hasil-hasil pendidikan dan
pengajaran;
usaha mempertinggi mutu dan pengalaman guru-guru pada umumnya.

berpedoman dan mengetrapkan apa yang tercantum dalam kurukulum sekolah yang
bersangkutan, dalam usaha mencapai dasar-dasar dan tujuan pendidikan dan pengajaran;
melaksanakan organisasi kurikulun beserta metode-metodenya, disesuaikan dengan
pembaruan pendidikan dan lingkungan masyarakat.

Secara singkat bidang-bidang tersebut dapat digolongkan dalam :

Bidang administrasi material, yaitu kegiata administrasi yang mencakup bidang-bidang


materi, seperti ketatausahaan sekolah, administrasi keuangan, alat-alat perlengkapan, dan
lain-lain.
Bidang administrasi personal, yang mencakup di dalamnya administrasi personal guru dan
pegawai sekolah, dan sebagainya.
Bidang administrasi kurikulum, yang mencakup di dalamnya pelaksanaan kurikulum,
penyusunan silabus, persiapan harian dan lain sebagainya.

Dr. Hadai Nawawi menyatakan, bahwa secara umum ruang lingkup administrasi pendidikan
adalah sebagai berikut :
Manajemen administratif, yakni kegiatan-kegiatan yang bertujuan mengarahkan agar semua
orang dalam organisasi atau kelompok kerjasama mengerjakan hal-hal yang tepat sesuai
dengan tujuan yang hendak dicapai.
Manajemen operatif, yakni kegiatan-kegiatan yang bertujuan mengarahkan dan membina
agar dalam mengerjakan pekerjaan yang menjadi bahan tugas masing-masing setiap orang
melaksanakan dengan tepat dan benar.[14]

Log In
Sign Up

docx

Penyusunan Program Tahunan, Program Semester

5 Pages

Penyusunan Program Tahunan, Program Semester

Uploaded by

Alimat Bang
Views

12,353

Pages

READ PAPER

Penyusunan Program Tahunan, Program Semester


Download

Penyusunan Program Tahunan, Program Semester dan Pekan Efektif

A.

Pendahuluan

Dalam kegiatan pendidikan seharusnya para pendidik mengetahui tentang perencanaan untuk
memperlancar suatu system pendidikan dan pembelajaran yang efektif dan efisien, dan
dengan perencanaan yang matang maka kegiatan pendidikan akan mampu berjalan dengan
baik dan dapat mencapai tujuan yang ingin dicapai Program tahunan, program semester, dan
pekan efektif merupakan rancangan kegiatan yang akan dilaksanakan dalam sistem
pendidikan dalam suatu lembaga pendidikan. Dengan adanya kebutuhan sebagaimana diatas
maka kami akan memaparkan mengenai program tahunan, program semester dan pekan
efektif serta langkah-langkah penyusunannya

B.

Pengertian 1.

Pengertian Program Tahunan

Program adalah sederetan kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai suatu tujuan
tertentu.[1]Dalam pengertian program tahunan terdapat beberapa pendapat yang menjelaskan
tentang pengertian tersebut. Program tahunan adalah rencana penetapan alokasi waktu satu
tahun ajaran untuk mencapai tujuan (standar kompetensi dan kompetensi dasar) yang telah
ditetapkan. Penetapan alokasi waktu diperlukan agar seluruh kompetensi dasar yang ada
dalam kurikulum seluruhnya dapat dicapai oleh siswa.[2] Program tahunan merupakan
program umum setiap mata pelajaran untuk setiap kelas, yang dikembangkan oleh guru mata
pelajaran yang bersangkutan. Program ini perlu dipersiapkan dan dikembangkan oleh guru
sebelum tahun ajaran, karena merupakan pedoman bagi pengembangan program-program
berikutnya, seperti program semester, program mingguan, dan program harian atau program
pembelajaran setiap pokok bahasan, yang dalam KBK dikenal modul.[3] Dalam program
perencanaan menetapkan alokasi waktu untuk setiap kompetensi dasar yang harus dicapai,
disusun dalam program tahunan. Dengan demikian, penyusunan program tahunan pada
dasarnya adalah menetapkan jumlah waktu yang tersedia untuk setiap kompetensi dasar .[4]

2.

Pengertian Program Semester

Semester adalah satuan waktu yang digunakan untuk penyelenggaraan program pendidikan.
Kegiatan yang dilaksanakan dalam semester itu ialah kegiatan tatap muka, praktikum, keraja
lapangan, mid semester, ujian semester dan berbagai kegiatan lainya yang diberi penilaian
keberhasilan.[5] Dalam program pendidikan semester dipakai satuan waktu terkecil, yaitu
satuan semester untuk menyatakan lamanya satu program pendidikan.Masing-masing
program semester sifatnya lengkap dan merupakan satu kebulatan dan berdiri sendiri. Pada
setiap akhir semester segenap bahan kegiatan program semester yang disajikan harus sudah
selesai dilaksanakan dan mahasiswa yang mengambil program tersebut sudah dapat
ditentukan lulus atau tidak. Program semester berisikan garis-garis besar mengenai hal-hal
yang hendak dilaksanakan dan dicapai dalam semester tersebut. Program semester ini
merupakan penjabaran dari program tahunan.[6]

Kalau program tahunan disusun untuk menentukan jumlah jam yang diperlukan untuk
mencapai kompetensi dasar, maka dalam program semester diarahkan untuk menjawab
minggu keberapa atau kapan pembelajaran untuk mencapai kompetensi dasar itu
dilakukan.[7] Pada umumnya program semester ini berisikan tentang bulan, pokok bahasan
yang hendak disampaikan, waktu yang direncanakan, dan keterangan-keterangan.[8]

3.Pengertian Analisis pekan evektif

Pekan efektif adalah hitungan hari-hari efektif yang ada pada tahun pelajaran berlangsung.
Untuk membantu kemajuan belajar peserta didik, di samping modul perlu dikembangkan
program mingguan dan harian. Program ini merupakan penjabaran dari program semster dan
program modul. Melalui program ini dapat diketahui tujuan-tujuan yang telah dicapai dan
yang perlu diulang, bagi setiap peserta didik. Melalui program ini juga diidentifikasi
kemajuan belajar setiap peserta didik, sehingga dapat diketahui peserta didik yang mendapat
kesulitan dalam setiap modul yang dikerjakan, dan peserta didik yang memiliki kecepatan
belajar di atas rata-rata kelas. Bagi peserta didik yang cepat bisa diberikan pengayaan, sedang
bagi yang lambat dilakukan pengulangan modul untuk mencapai tujuan yang belum dica[ai
dengan menggunakan waktu cadangan.[9] Cara menentukan Pekan efektif Menentukan
jumlah minggu selama satu tahun. Menghitung jumlah minggu tidak efektif selama 1 tahun.
Menghitung jumlah minggu efektif dengan cara jumlah minggu dalam 1 th dikurang jumlah
minggu tidak efektif . Menghitung jumlah jam efektif selama satu tahun dengan cara jumlah
minggu efektif dikali jumlah jam pelajaran per minggu.

C.

Langkah-Langkah Menyusun Program Tahunan Dan Program Semester

Dalam penyusunan program tahunan ada beberapa langkah yang perlu untuk di perhatikan

1. Langkah-langkah Penyusunan Program Tahunan[10]

a) Menelaah kalender pendidikan, dan ciri khas sekolah/madrasah berdasarkan kebutuhan


tingkat satuan pendidikan. b) Menandai hari-hari libur, permulaan tahun pelajaran, minggu
efektif,belajar, waktu pembelajaran efektif (per minggu). Hari-hari libur meliputi a. Jeda
tengah semester b. Jeda antar semester c. Libur akhir tahun pelajara d. Hari libur keagaman
e. Hari libur umum termasuk hari-hari besar nasional f. Hari libur khusus

c) Menghitung jumlah minggu efektif setiap bulan dan semester dalam satu tahun dan
memasukkan dalam format matrik yang tersedia. d) Medistribusikan olokasi waktu yang
disediakan untuk suatu mata pelajaran, pada setiap KD dan topik bahasannya pada minggu
efektif, sesuai ruang lingkup cakupan maeri, tingkat kesulitan dan pentingnya materi
tersebut, serta mempertimbangkan waktu untuk ulangan serta review materi.

2. Langkah-langkah Penyusunan Program Semester[11]

a) Memasukkan KD, topik dan sub topik bahasan dalam format Program Semester b)
Menentukan jumlah jam pada setiap kolom minggu dan jumlah tatap muka per minggu untuk
mata pelajaran c) Mengalokasikan waktu sesuai kebutuhan bahasan topik dan sub topik pada
kolom minggu dan bulan. d) Membuat catatan atau keterangan untuk bagian-bagian yang
membutuhkan penjelasan

D.

Contoh Format Analisis Pekan Efektif, Program Tahunan, dan Program Semerster

1. Format Analisis Pekan Efektif Semester Bulan Jumlah Minggu Minggu efektif Minggu
tdk efektif Keterangan I Juli Agustus September Oktober November Desember

Jumlah

II Januari Februari Maret April Mei Juni


Jumlah

Jakarta, ................... 2011 Guru Mata Pelajaran (----------------------------) 2. Format Program


Tahunan[12] Satuan Pendidikan : Mata Pelajaran :

TRICK MENYUSUN JAD


W
AL PELAJARAN
Oleh Syaifullah
A.
Pendahuluan
Menyusun
jadwal
pelajaran adalah salah satu kegiatan dalam manajemen
kurikulum di sekolah pada proses pengorganisasian (organizing). Pekerjaan tersebut
umumnya dilakukan o
leh petugas khusus penyusun
jadwal
(di Sekolah Dasar), Seksi
Kurikulum (di SMP), atau wakil kepala sekolah bidang kurikulum (di SMA/SMK/MA).
Jadwal
pelajaran berfungsi sebagai pedoman mengajar bagi guru dan pedoman
belajar bagi siswa. Di
dalam
jadwal
pelajaran menjabarkan seluruh program
pengajaran di sekolah, karena dengan melihat
jadwal
pelajaran akan diketahui: (1)
mata pelajaran apa yang akan diajarkan, (2) kapan pelajaran itu diajarkan, (3) di
mana (ruang) pelajaran diajarkan
, dan (4) siapa (guru) yang mengajar pada suatu
kelas tertentu selama satu minggu.
Jadwal
pelajaran dibedakan menjadi dua macam yaitu
jadwal
pelajaran
umum dan
jadwal
pelajaran khusus.
Jadwal
pelajaran umum memuat pengaturan
pemberian
mata pelajaran pada seluruh kelas dan menunjukkan pembagian waktu
mengajar bagi seluruh guru di sekolah itu. Sedangkan
jadwal
pelajaran khusus
adalah kegiatan pemberian mata pelajaran yang hanya berlaku bagi suatu kelas
tertentu/sek
elompok siswa tertentu pada hari
-
hari tertentu (Suryosubroto, 2004:43).
Mengingat menyusun
jadwal
pelajaran harus dibutuhkan ketelitian,ketelatenan,
serta dihasilkan
jadwal
yang memperlancar proses pembelajaran untuk mempercepat
ketercapaian t
ujuan pemb
elajaran, maka harus
diperlukan
beberapa tip and trick
tertentu. Tip and trick penyusunan
jadwal pelajaran
adalah penyusun
jadwal
pelajaran
harus: 1) memp
erhatikan persyaratan tertentu
dalam penyusunan
jadwal
pelajaran, 2)
memah
ami langkah
-
langkah penyusu
nan jadwal
, serta 3) memilih alat bantu atau
perangkat lunak/software yang tepat.
B.
Hal
-
hal yang harus diperhatikan dalam penyusunan
jadwal
pelajaran
Tip and trick pertama dalam penyusunan
jadwal
pelajaran adalah
memperhatikan persya
ratan tertentu dalam penyusunan
jadwal
pelajaran.
Dalam
Tip dan trick menyusun
jadwal
pelajaran/oleh
SYAIFULLAH
1
penyusunan
jadwal
pelajaran harus memperhatikan
beberapa
hal,
yaitu:
1.
adanya selingan antara mata pelajaran satu
dengan lainnya agar tidak
menjemukan (untuk memenuhi persyaratan ini dapat dilakukan dengan 2 cara
yaitu pemberian jeda waktu tiap ganti pelajaran atau pindah ruang setiap ganti
pelajaran (moving class),
2.
pelajaran jangan terlalu lama
(kelas I dan II SD 30 menit/jam pelajaran, kelas
III
-
IV SD 40 menit/jam pelajaran, dan sekolah lanjutan 45 menit/jam pelajaran),
3.
masing
-
masing pelajaran dicarikan waktu yang tepat
(mata pelajaran yang
membutuhkan daya pikir dan tenaga sep
erti MIPA di
jadwal
kan pada jam
permulaan),
4.
harus disediakan waktu istirahat agar siswa tidak telalu lelah,
5.
jangan sampai kegiatan di suatu kelas mengganggu kegiatan kelas sebelahnya,
dan
6.
untuk kelas
-
kelas
pada mata pel tertentu dapat d
igabung / dipisah untuk
melakukan kegiatan
.
7. Dapat dilakukan Team Teaching untuk mata pelajaran tertentu.
C.
Langkah
-
Langkah Penyusunan
Jadwal
Pelajaran
Tip and trick kedua dalam penyusunan
jadwal
pelajaran adalah memahami
la
ngkah
-
langkah penyusu
nan
jadwal
pelajaran. Kegiatan penyusunan
jadwal
pelajaran akan terasa mudah dan cepat apabila mengikuti langkah
-
langkah
sistematik penyusunan
jadwal
pelajaran. Langkah
-
langkah penyusunan
jadwal
pelajaran
dalam manajemen kurikulum adalah sebagai beriku
t:
1)
penyusunan struktur program kurikulum masing
-
masing mata pelajaran ( jenis
mata pelajaran yang diajarkan dan jumlah jam perminggu masing
-
masing mapel
tiap jenjang kelas),
2)
penyusunan pembagian tugas jam mengajar guru (berisi nama guru, jenis m
ata
pelajaran yang diajarkan, jumlah jam masing
-
masing mapel, dan kelas yang
diajar)
3)
penentuan hari
-
hari atau jam
-
jam kosong masing
-
masing mata pelajaran dan
guru (misalnya; pelajaran Penjasorkes hanya jam ke 1 s.d 4, hari untuk kegiatan
MGMP, pe
mbinaan, dan kegiatan sekolah lainnya),
4)
penentuan jumlah jam pelajaran sekolah tiap hari atau tiap minggu (misalnya
senin s.d kamis: 8 jam pelajaran, jumat dan sabtu: 6 jam pelajaran; jadi jumlah
jam pelajaran sekolah perminggu adalah 44 jam pelaja
ran),
Tip dan trick menyusun
jadwal
pelajaran/oleh
SYAIFULLAH
2

Peranan dan Fungsi Psikologi dalam Pendidikan


Oleh : Andika Yulianto

Pengertian Psikologi Pendidikan


Psikologi pendidikan terdiri dari dua suku kata Psikologi dan Pendidikan. Utuk lebih

mudah mendefinisikan kata Psikologi Pendidikan maka kita definisikan secara terpisah

terlebih dulu. Psikologi berasal dari perkataan Yunani psyche yang artinya jiwa, dan

logos yang artinya ilmu pengetahuan. Jadi secara etimologi (menurut arti kata) psikologi

artinya ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai macam-macam gejalanya,

prosesnya maupun latar belakangnya, atau disebut dengan ilmu jiwa.1[1]

Pengertian psikologi secara terminologi menurut para ahli

Pengertian Psikologi menurut Ensiklopedi Nasional Indonesia Jilid 13 (1990),

Psikologi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dan binatang baik yang dapat

dilihat secara langsung maupun yang tidak dapat dilihat secara langsung.2[2]
Pengertian Psikologi menurut Sartain, Psikologi adalah ilmu yang mempelajari

tingkah laku organisme yang hidup, terutama tingkah laku manusia.3[3]

Pengertian Psikologi menurut Bruno ( 1987 ) yang dikutip oleh Muhibbin Syah

(2001), psikologi mempunyai 3 prinsip penting yang saling berkaitan. Pertama , Psikologi

adalah Studi mengenai Ruh. Kedua, Psikologi adalah Ilmu Pengetahuan mengenai

kehidupan mental. Ketiga , Psikologi adalah Ilmu pengetahuan mengenai Perilaku

organisme.4[4]

Dari pengertian psikologi yang dikemukan oleh para ahli dapat kita kesimpulkan bahwa

psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang tingkah laku individu (

manusia) dalam interaksi dengan lingkungannya. Tingkah laku disini dimaksudkan

keseluruhan kehidupan yang meliputi motorik, kognitif, konatif, dan afektif.

Pengertian Pendidikan itu sendiri dalam UU. No.20 th 2003 adalah Usaha sadar dan

terencana untuk mewujudkan suasana belajar dengan proses pembelajaran agar peserta didik

secara aktif mengembangkan potensi dirinya untk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, Akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan

dirinya, Masyarakat, Bangsa dan Negara.5[5]

Setalah mendefinisikan masing- masing kata dalam Psikologi pendidikan selanjutnya

mencari pengertian Psikologi pendidikan secara utuh.

Pengertian psikologi pendidikan menurut para ahli :


1. Menurut Muhibin Syah (2002), pengertian psikologi pendidikan adalah sebuah

subdisiplin psikologi yang menyelidiki masalah psikologis yang terjadi dalam dunia

pendidikan.

2. Menurut ensiklopedia amerika, Pengertian psikologi pendidikan adalah ilmu yang

lebih berprinsip dalam proses pengajaran yang terlibat dengan penemuan penemuan

dan menerapkan prinsip prinsip dan cara untuk meningkatkan keefisien di dalam

pendidikan.6[6]

3. Tardif juga mengatakan bahwa Pengertian Psikologi Pendidikan adalah sebuah bidang

studi yang berhubungan dengan penerapan pengetahuan tentang perilaku manusia

untuk usaha-usaha kependidikan.

4. Menurut Witherington, Pengertian Psikologi pendidikan adalah studi sistematis

tentang proses-proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan pendidikan

manusia.7[7]

Dari uraian diatas dapat kita simpulkan pengertian Psikologi Pendidikan adalah sebuah

disiplin psikologi yang menyelidiki masalah psikologis yang terjadi dalam dunia pendidikan.

Yang artinya adalah ilmu yang lebih berprinsip dalam proses pengajaran yang terlibat dengan

penemuan penemuan dan menerapkan prinsip prinsip dan cara untuk meningkatkan

keefisien di dalam pendidikan.8[8]

Sejarah Psikologi pendiddikan


Perkembangan Psikologi Pendidikan pada permulaan abad ke-18 ditandai penelitian-

penelitian psikologi yang lebih khusus yang memberikan dampak besar terhadap teori-teori

dan praktek pendidikan. Menurut David ( 1972) pada umumnya para ahli Psikologi

memandang bahwa Johan Friedrich Herbert adalah bapak psikologi pendididkan , beliau

seorang filosof dan pengarang yang ternama yang lahir di oldenburg, Jerman, Lahir 4 mei

1776 . Herbert mempunyai pandangan bahwa proses belajar atau memeahami sesuatu

bergantung pada pengenalan individu terhadap hubungan hubungan antara ide ide baru

dengan pengetahuan yang telah dia miliki. 9[9] Tokoh- tokoh antara lain adalah Termann,

Thorndike, dan Jude. Aliran-aliran Psikologi yang berkembang pada permulaan abad ke-18

yang mempelajari perilaku dan proses belajar dari sudut pandang yang berbeda-beda, juga

telah memberikan penagaruh terhadap perkembangan teori dan praktek pendidikan, seperti :

Behaviorisme (Watson), Psikoanalisis (Freud), dan Gestalt(Kohler,Koffka). Teori-teori ini

tidak ada yang terbaik karena sifatnya komplementer/melengkapi.

Pengujian, pengklasifikasian, dan penilaian pertimbangan metode-metode pendidikan

telah dilakukan beberapa abad sebelum lahirnya psikologi pada akhir tahun 1800-an.

Kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan oleh ahli-ahli filsafat pendidikan seperti Democritos,

Quantilian, Vives, dan Cominius. Oleh karena itu, psikologi pendidikan tidak dapat mengakui

sebagai yang pertama yang melakuakan analisis sistematis proses pendidikan. Namun

aspirasi-aspirasi tentang disiplin baru berhenti pada aplikasi metode-metode ilmiah mengenai

observasi dan eksperimentasi untuk masalah-masalah pendidikan. Bahkan pada tahun-tahun

awal disiplin ilmu ini, para ahli psikologi pendidikan, mengemukakan ketebatasan

pendekatan baru ini.


William James, pemuka ahli psikologi Amerika, mengemukakan dalam seri kuliahnya

yang terkenal, bahwa psikologi adalah ilmu, sedangkan mengajar adalah seni atau kiat, dan

ilmu tidak pernah menurunkan langsung seni atau kiat diluar keilmuannya sendiri. Suatu

pemikiran inventif intermediet harus membuat aplikasi itu, dengan menggunakan keasliannya

sebagai sebuah ilmu pengetahuan.10[10]

Kenyataan yang telah membuktikan kemajuan perkembangan psikologi pendidikan

adalah semakin banyaknya ragam cabang psikologi dan aliran pemikiran yang turut kiprah

dalam riset- riset psikologi pendidikan. Diantara yang paling menonjol adalah :

1. Aliran Humanisme dengan tokoh utama J.J Rousseau, Abraham Maslow, C. Rogers.

2. Aliran Behaviorisme dengan tokoh utama J.B Watson, E.L Thorndike dan B.F. Skinner.

3. Aliran Psikologi Kognitif dengan tokoh utama J. Piaget, J. Bruner dan D. Ausubel.11[11]

Peranan Psikologi dalam dunia pendidikan sangatlah penting dalam rangka

mewujudkan tindakan psikologis yang tepat dalam interaksi antara setiap faktor pendidikan.

Pengetahuan psikologis tentang peserta didik menjadi hal yang sangat penting dalam

pendidikan. Karena itu, pengetahuan tentang psikologi pendidikan seharusnya menjadi

kebutuhan bagi para guru, bahkan bagi tiap orang yang menyadari dirinya sebagai pendidik.

Oleh sebab itu, psikologi pendidikan berfungsi diantaranya :

1. Sebagai proses Perkembangan siswa.

2. Mengarahkan cara belajar siswa

3. Sebagai penghubung antara mengajar dengan belajar

4. Sebagai pengambilan keputusan untuk Pengelolaan Proses Belajar Mengajar.


Psikologi pendidikan memberikan banyak kontribusi kepada pendidik dan calon

pendidik untuk meningkatkan efisiensi proses pembelajaran pada kondisi yang berbeda-beda

seperti di bawah ini:

a. Memahami Perbedaan Individu (Peserta Didik);

Seorang pendidik harus berhadapan dengan sekelompok siswa di dalam kelas dengan

hati-hati karena karakteristik masing-masing siswa berbeda-beda. Oleh karena itu, sangat

penting untuk memahami perbedaan karakteristik siswa tersebut pada berbagai tingkat

pertumbuhan dan perkembangan guna menciptakan proses pembelajaran yang efektif dan

efisien. Psikologi pendidikan dapat membantu pendidik dan calon pendidik dalam memahami

perbedaan karakteristik siswa tersebut.

b. Penciptaan Iklim Belajar yang Kondusif di Dalam Kelas;

Pemahaman yang baik tentang ruang kelas yang digunakan dalam proses pembelajaran

sangat membantu pendidik untuk menyampaikan materi kepada siswa secara efektif. Iklim

pembelajaran yang kondusif harus bisa diciptakan oleh pendidik sehingga proses belajar

mengajar bisa berjalan efektif. Seorang pendidik harus mengetahui prinsip-prinsip yang tepat

dalam proses belajar mengajar, pendekatan yang berbeda dalam mengajar untuk hasil proses

belajar mengajar yang lebih baik. Psikologi pendidikan berperan dalam membantu pendidik

agar dapat menciptakan iklim sosio-emosional yang kondusif di dalam kelas, sehingga proses

pembelajaran di dalam kelas bisa berjalan efektif.

c. Pemilihan Strategi dan Metode Pembelajaran;

Metode pembelajaran didasarkan pada karakteristik perkembangan siswa. Psikologi

pendidikan dapat membantu pendidik dalam menentukan strategi atau metode pembelajaran

yang tepat dan sesuai, dan mampu mengaitkannya dengan karakteristik dan keunikan

individu, jenis belajar dan gaya belajar dan tingkat perkembangan yang sedang dialami

peserta didik.
d. Memberikan Bimbingan kepada Peserta Didik;
Seorang pendidik harus memainkan peran yang berbeda di sekolah, tidak hanya dalam

pelaksanaan pembelajaran, tetapi juga berperan sebagai pembimbing bagi peserta didik.

Bimbingan adalah jenis bantuan kepada siswa untuk memecahkan masalah yang mereka

hadapi. Pengetahuan tentang psikologi pendidikan memungkinkan pendidik untuk

memberikan bimbingan pendidikan dan kejuruan yang diperlukan untuk siswa pada tingkat

usia yang berbeda-beda.

e. Mengevaluasi Hasil Pemb\elajaran;


Pendidik harus melakukan dua kegiatan penting di dalam kelas seperti mengajar dan

mengevaluasi. Kegiatan evaluasi membantu dalam mengukur hasil belajar siswa. Psikologi

pendidikan dapat membantu pendidik dan calon pendidik dalam mengembangkan evaluasi

pembelajaran siswa yang lebih adil, baik dalam teknis evaluasi, pemenuhan prinsip-prinsip

evaluasi maupun menentukan hasil-hasil evaluasi.12[12]

Hubungan Pendidikan dan Pengajaran

Sebelum kita mengetahui hubungan pendidikan dan pengajaran selayaknya kita

mengetahui makna masing masing istilah tersebut. Seperti yang sudah kami jelas kan diatas

tentang pendidikan, dalam bahasa inggris pendidikan disebut Education yang memiliki dua

arti , Pertama arti dari sudut orang yang menyelenggarakan pendidikan ( pendidik ), bahwa

education bermakna perbuatan atau proses yang diberikan pengetahuan atau mengajarkan

pengetahuan. Kedua arti dari orang yang dididik ( peserta didik ), bahwa education

bermakna proses atau perbuatan memperoleh pengetahuan.

Selanjutnya, istilah pengajaran dalam bahasa inggris disebut instruction atau teaching.

Yakni bermakna memberikan pengarahan agar dapat melakukan sesuatu; Mengajarkan agar
melakukan sesuatu; memberikan informasi. Menurut Tardif ( 1987) mengemukakan arti

Pengajaran adalah Sebuah proses kependidikan yang sebelumnya direncanakan dan

diarahkan untuk mencapai tujuan serta dirancang untuk mempermudah belajar.

Hasbullah ( 2012 ) mengemukan tentang perbedaan pendidikan dan pengajaran yang

ditinjau dari pengertiannya. Pendidikan menurutnya tidak hanya berupa proses pemberian

ilmu pengetahuan kepada peserta didik, tetapi lebih jauh berupa pemberian nilai. Sedangka

pengajaran hanyalah dapat diartikan suatu proses pemberian ilmu pengetahuan saja, tanpa

menyangkut nilai.13[13]

Menurut Muhibbin Syah hal itu merupakan persepsi yang salah atau keliru.

Menurutnya pengajaran boleh jadi tidak sama persis dengan pendidikan, tetapi tidak berarti

diantara keduanya terdapat jurang pemisah yang mengakibatkan timbulnya perbedaan yang

mencolok. Pendidikan boleh juga dipandang lebih utama daripada pengajaran dalam arti

sebagai konsep ideal. Namun, sulit dipercaya apabila ada sebuah sistem pendidikan dapat

berjalan tanpa adanya pengajaran. Alhasil, menurut muhibbin hakikat hubungan antara

pendidikan dengan pengajaran itu kira-kira ibarat dua sisi uang koin yang satu sama lain

saling memerlukan.14[14]

Dalam arti sempit pendidikan adalah pengajaran yang diselenggarakan umumnya di

sekolah sebagai lembaga pendidikan dan dapat diketahui bahwa pengajaran hanyalah salah

satu usaha yang hanya dilakukan melalui pendidikan dalam mendidik anak didiknya.

Pendidik dalam rangka pengajaran dituntut untuk melakukan kegiatan yang bersifat

edukatif dan ilmiah. Oleh karena itu, peran pendidik tidak hanya sebagai pengajar, tetapi
sekaligus sebagai pembimbing yaitu sebagi wali yang membantu anak didik mengatasi

kesulitan dalam studynya dan pemecahan bagi permasalahan lainnya. Bila usaha-usaha selain

pengajaran amat kurang dilakukan disekolah, kiranya dapat diduga hasil pendidikan tidak

akan sempurna. Artinya, pendidikan tidak akan berhasil dalam mengembangkan anak didik

secara utuh dan maksimal

Diagram
Hakikat Hubungan Pendidikan dengan Pengajaran
Alat Pencetak SDM

Fungsi
Pengajaran
Proses Belajar Mengajar guru dan peserta didik
Pendidikan
Penjabaran Penjabaran

Perubahan positif perilaku, kognitif, afektif dan psikomotorik siswa


Terciptanya SDM yang berkualitas
Tujuan Hasil
Hasil

A. Pengertian Agama
Kata agama dalam bahasa Indonesia berarti sama dengan din dalam bahasa Arab
dan Semit, atau dalam bahasa Inggris religion. Dari arti bahasa (etimologi) agama berasal
dari bahasa Sansekerta yang berarti tidak pergi, tetap ditempat, diwarisi turun temurun.
Sedangkan kata din menyandang arti antara lain menguasai, memudahkan, patuh, utang,
balasan atau kebiasaan.
Secara istilah (terminologi) agama, seperti ditulis oleh Anshari bahwa walaupun
agama,din, religion, masing-masing mempunyai arti etimologi sendiri-sendiri, mempunyai
riwayat dan sejarahnya sendiri-sendiri, namun dalam pengertian teknis terminologis ketiga
istilah tersebut mempunyai makna yang sama, yaitu:
a. Agama, din, religion adalah satu sistem credo (tata keimanan atau tata keyakinan) atas
adanya Yang Maha Mutlak diluar diri manusia;
b. Agama juga adalah sistem ritus (tata peribadatan) manusia kepada yang dianggapnya
Maha Mutlak tersebut.
c. Di samping merupakan satu sistema credo dan satu sistema ritus, agama juga adalah
satu sistem norma (tata kaidah atau tata aturan) yang mengatur hubungan manusia sesama
manusia dan hubungan manusia dengan alam lainnya, sesuai dan sejalan dengan tata
keimanan dan tata peribadatan termaktub diatas.
Menurut Durkheim, agama adalah sistem kepercayaan dan praktik yang dipersatukan
yang berkaitan dengan hal-hal yang kudus. Bagi Spencer, agama adalah kepercayaan
terhadap sesuatu yang Maha Mutlak. Sementara Dewey, menyatakan bahwa agama adalah
pencarian manusia terhadap cita-cita umum dan abadi meskipun dihadapkan pada tantangan
yang dapat mengancam jiwanya; agama adalah pengenalan manusia terhadap kekuatan gaib
yang hebat. Dengan demikian, mengikuti pendapat Smith, tidak berlebihan jika kita katakan
bahwa hingga saaat ini belum ada definisi agama yang benar dan dapat diterima secara
universal.[1]
Eksistensi agama merupakan sarana pemenuhan kebutuhan esoteris manusia yang
berfungsi untuk menetralisasi seluruh tindakannya. Tanpa bantuan agama manusia senantiasa
bingung, resah, bimbang dan gelisah. Sebagai akibatnya manusia tidak mampu menperoleh
arti kebahagiaan dan kesejahteraan hidupnya.
Kondisi jiwa yang tidak tenang, seperti gelisah, resah, bingung dan sebagainya dapat
dikategorikan dalam gangguan jiwa atau dalam istilah psikopatoplogi disebut neurosis.
Dalam Al-quran (ajaran agama Islam) disebutkan dengan jelas, bahwa dengan mengingat
Allah, jiwa manusia akan menjadi tenang, Al-quran sebagai petunjuk dan sebagai obat.
Dalam memahami Islam sebagai agama, terdapat tiga paradigma yang bisa
dikembangkan, yaitu:
a. Agama dalam dimensi subjektif, yaitu kesadaran keimanan umat (aqidah).
b. Agama dalam dimensi objektif, yaitu berupa alamiah atau perilaku pemeluk agama (akhlak)
c. Agama dalam dimensi simbolik, yaitu ajaran keagamaan atau biasa disebut dengan syariat.
Ketiga dimensi tersebut merupakan satu kesatuan yang integral. Apabila perilaku umat Islam
tidak mampu mencerminkan ketiga dimensi tersebut, ia tidak akan mampu menghayati dan
menjadikan agama Islam sebagai alternatif terapi dalam berbagai persoalan yang
dihadapinya.[2]
B. Pengertian Psikoterapi
Istilah Psikoterapi (Psychotherapy) mempunyai pengertian cukup banyak dan kabur,
terutama karena istilah tersebut digunakan dalam berbagai bidang operasional ilmu empiris
seperti psikiartri, psikologi, bimbingan dan penyuluhan, kerja sosial, pendidikan dan ilmu
agama. Secara harfiah Psikoterapi berasal dari kata psycho yang artinya jiwa, dan therapy
yang artinya penyembuhan, pengobatan, dan perawatan. Oleh karena itu psikoterapi disebut
juga dengan istilah terapi kejiwaan, terapi mental atau terapi pikiran. Jadi, psikoterapi sama
dengan penyembuhan jiwa.[3]
Secara terminologi psikoterapi (psychotherapy) adalah pengobatan alam pikiran, atau
lebih tepatnya, pengobatan dan perawatan gangguan psikis melalui metode psikologis.
Pengertian psikoterapi mencakup berbagai teknik yang bertujuan untuk membantu individu
dalam mengatasi gangguan emosional dengan cara memodifikasi perilaku, pikiran, dan
emosinya seperti halnya proses redukasi (pendidikan kembali), sehingga individu tersebut
mampu mengembangkan dirinya dalam mengatasi masalah psikisnya.[4]
Orang yang melakukan psikoterapi disebut Psikoterapis (Psychotherapist). Seorang
psikoterapis bisa dari kalangan dokter, psikolog atau orang dari latar belakang apa saja yang
mendalami ilmu psikologi dan mapu melakuka psikoterapi. Psikoterpi bisa diartikan sebagai
suatu interaksi antara dua orang atau yang lebih yang hasilnya adlah mengubah pikiran,
perasaan atau perilaku seseorang menjadi lebih baik.
James P. Chaplin membagi pengertian psikoterapi dalam dua sudut pandang. Secara
khusus, psikoterapi diartikan sebagai penerapan teknik khusus pada penyembuhan penyakit
mental atau pada kesulitan-kesulitan penyesuain diri setiap hari. Secara luas, psikoterapi
mencakup penyembuhan lewat keyakinan agama melalui pembicaraan nonformal atau
diskusi personal dengan guru atau teman.
Pengertian psikoterapi selain digunakan untuk penyembuhan penyakit mental, juga
dapat digunakan untuk membantu, mempertahankan dan mengembangkan integritas jiwa,
agar ia tetap tumbuh secara sehat dan memiliki kemampuan penyesuaian diri lebih efektif
terhadap lingkungannya. Dengan demikian, tugas utama psikoterapis di sini adalah memberi
pemahaman dan wawasan yang utuh mengenai diri pasien serta memodifikasi atau bahkan
mengubah tingkah laku yang dianggap menyimpang.
Menurut Carl Gustav Jung pengertian psikoterapi telah melampaui asal-usul medisnya
dan tidak lagi merupakan suatu metode perawatan orang sakit. Psikoterapi kini digunakan
untuk orang yang sehat atau pada mereka yang mempunyai hak atas kesehatan psikis yang
penderitaannya menyiksa kita semua. Berdasarkan pendapat Jung ini, bangunan psikoterapi
selain digunakan untuk fungsi kuratif (penyembuhan), juga berfungsi preventif (pencegahan)
dan konstruktif (pemeliharaan dan pengembangan jiwa yang sehat). Ketiga fungsi tersebut
mengisyaratkan bahwa usaha-usaha untuk berkonsultasi pada psikoterapis tidak hanya ketika
psikis seseorang dalam kondisi sakit. Alangkah lebih baik jika dilakukan sebelum datangnya
gejala atau penyakit mental, karena hal itu dapat membangun kepribadian yang sempurna.
Pengetahuan tentang psikoterapi sangat berguna untuk:
1. Membantu penderita memahami dirinya, mengetahui sumber-sumber psikopatologi dan
kesulitan penyesuaian diri, serta memberikan perspektif masa depan yang lebih cerah dalam
kehidupan jiwanya;
2. Membantu penderita mendiagnosis bentuk-bentuk psikopatologi;
3. Membnatu penderita dalam menentukan langkah-langkah praktis dan pelaksanaan
terapinya.[5]
Diakui atau tidak, banyak seseorang yang sebenarnya telah mengidap penyakit jiwa,
namun ia tidak sadar akan sakitnya, bahkan ia tidak mengerti dan memahami bagaimana
seharusnya yang diperbuat untuk menghilangkan penyakitnya. Karenanya dibutuhkan
pengetahuan tentang psikoterapi.
Psikoterapi berbeda dengan pengobatan tradisional yang sering memandang gangguan
psikologis sebagai gangguan karena sihir, kesurupan jin atau karena roh jahat. Anggapan-
anggapan yang kurang tepat tersebut karena sebagian masyarakat terlalu mempercayai
tahayul dan kurang wawasan ilmiahnya. Dalam psikoterapi, gangguan psikologis
diidentifikasi secara ilmiah dengan standar tertentu kemudian dilakukan proses psikoterapi
menggunakan cara-cara modern yang terbukti berhasil mengatasi hambatan psikologis.
Dalam psikoterapi tidak ada hal-hala yang bersifat mistik, klien psikoterapi juga tidak diberi
obat karena yang sakit adalah jiwanya, bukan fisiknya.
Muhammad Mahmud membagi psikoterapi dalam dua macam, yaitu:
1) Bersifat duniawi, yaitu terapi yang memberikan kerangka pendekatan dan teknik
pengobatan serta pemahaman dasar-dasar penciptaan manusia.
2) Bersifat ukhrawi, yaitu dengan memberikan kerangka asasi terhadap nilai-nilai agama,
moral dan spiritual.[6]
C. Hubungan Agama dengan Psikoterapi
Pada dasarnya bahwa manusia terdiri dari dua substansi yang berbeda, yaitu tubuh
yang bersifat materi dan jiwa yang bersifat immateri (al-nafs). Yang menjadi hakekat
manusia adalah al-nafs yang mempunnyai dua daya, yaitu daya berpikir yang disebut rasio
(akal) yang berpusat di kepala dan daya rasa yang berpusat di dada.
Cara pengembangan dua daya ini telah diatur oleh Islam sedemikian rupa. Daya pikir
atau akal yang berpusat di kepala, dipertajam oleh ayat kaunniyat, ayat yang mengandung
perintah agar manusia meneliti, merenung, berpikir, menganalisis dan menyimpulkan demi
lahirnya gagasan-gagasan inovatif. Sementara daya rasa yang berpusat di dada dipertajam
melalui ibadat shalat, puasa, zakat, dan haji.
Tanpa agama, jiwa manusia tidak mungkin dapat merasakan ketenangan dan
kebahagiaan dalam hidup. Jadi, agama dan percaya pada Tuhan adalah kebutuhan pokok
manusia, yang akan menolong orang dalam memenuhi kekosongan jiwanya.
Setidaknya ada empat fungsi agama dalam kehidupan, yaitu:
a. Agama memberi bimbingan dan petunjuk dalam hiduup.
b. Agama adalah penolong dalam kesukaran.
c. Agama menentramkan batin.
d. Agama mengendalikan moral.
Ada beberapa cara untuk mencegah munculnya penyakit kejiwaan dan sekaligus
menyembuhkannya, melalui konsep-konsep dalam Islam. Adapun upaya tersebut, adalah:
1. Menciptakan kehidupan yang islami dan religius.
2. Mengintensifkan kualitas ibadah.
3. Meningkatkan kualitas dan kuantitas dzikir.
4. Melaksanakan rukun Islam, rukun Iman dan berbuat ihsan.
5. Menjauhi sifat-sifat tercela (akhlak mazmumah).
6. Mengembangkan sifat-sifat terpuji (akhlak mahmudah).
Psikoterapi dan agama sama-sama memandang manusia secara utuh sebagai terapi.
Ada beberapa kasus gangguan mental yang dapat disembuhkan melalui perilaku keagamaan.
Walaupun agama tidak identik dengan psikoterapi, namun perilaku keagamaan mempunyai
peran sangat besar untuk mengatasi gangguan mental. Bahkan agama dapat dijadikan
landasan untuk membina kesehatan mental serta mampu membentuk dan mengembangkan
kepribadian seseorang melalui kegiatan peribadatan

PENGERTIAN, TUJUAN, DAN FUNGSI EVALUASI PENDIDIKAN


Pengertian, Tujuan, dan Fungsi Evaluasi Pendidikan

1. Pengertian Evaluasi Pendidikan.


Evaluasi pendidikan menurut Bloom et.al adalah pengumpulan kenyataan secara sistematis
untuk menetapkan apakah dalam kenyataannya terjadi perubahan dalam diri siswa dan
menetapkan sajauh mana tingkat perubahan dalam pribadi siswa.
Dua langkah yang dilalui sebelum mengambil sebuah keputusan, itulah yang disebut
pengadaan evaluasi, yakni pengukuran dan penilaian.kita dapat
mengadakan penilaian sebelum mengadakan pengukuran.
Disini mengukur adalah membandingkan sesuatu dengan suatu ukuran (bersifat
kuantitatif).Sedangkan menilai adalah mengambil keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran
baik buruknya (penilaian bersifat kualitatif). Maka dari itu dapat di simpulkan bahwa
Evaluasi itu adalah kegiatan yang terdiri dari pengukuran daln penilaian.
Dalam evaluasi pendidikan atau pembelajaran di sekolahan dapat digambarkan adanya input
(bahan mentah yaitu calon siswa yang akan masuk sekolah), transformasi (mesin yang
bertugas mengubah bahan mentah menjadi bahan jadi dalam istilah pendidikan sekolahlah
yang di sebut transformasi), dan output (bahan jadi yang dihasilkan oleh transformasi) ada
pula yang di sebut dengan umpan balik (segala informasi baik yang menyangkut output
maupun transformasi).
Oleh karena itu Evaluasi di sekolahan meliputi: Calon siswa, lulusan, dan proses secara
menyeluruh.

2. Tujuan Evaluasi Pendidikan.


Pendidikan disebuah lembaga pendidikan sangat diperlukan adanya evaluasi kerena hal
tersebut dapat memajukan lembaga dan proses pendidikan di sekolahan itu.
Manfaat atau tujuan diadakannya evaluasi pendidikan adalah:
a. Bagi siswa.
Dengan diadakannya evaluasi atau penilaian maka siswa dapat mengetahui apakah hasil
pekerjaannya memuaskan atau tidak.
b. Bagi guru.
Guru akan mengetahui siswa mana yang berhak melanjutkan dan mana tang tunda atau
tinggal.
Guru akan mengetahui apakah materi yang di ajarkan suadah tepat atau belum.
Guru akan mengetahui apakah metode yang gunakan untuk mengajar sudah tepat atau belum.
c. Bagi sekolahan.
Sekolahan dapat mengetahui kondisi belajar yang ada di sekolahan sudah tepat atau belum.
Informasi dari guru tentang tepat tidaknya kurikulum sesuai tidaknya .
Informasi penilaian yang diperoleh dari tahun ketahun, sehingga dapat digunakan sebagai
pedoman.
Tujuan utamanya dalam proses belajar mengajara adalah mendapatkan informasi yang akurat
mengenai tingkat tujuan instruksional oleh siswa, sehingga dapat di upayakan tindak
lanjutnya.
3. Fungsi Evaluasi Pendidikan.
Fungsi evaluasi ada beberapa hal :
a. Evaluasi berfungsi selektif.
Guru mempunyai cara untuk megadakan seleksi bagi calon siswa, untu memilih siswa naik
tidaknya ke tingkat lanjut, untuk memilih siwa yang seharusnya dapat biasiswa, untuk
memilih siswa yang berhak meninggalkan sekolah.
b. Evaluasi berfungsi diagnostik.
Guru akan mengetahui kelemaha-kelemahan pada siswa dan tahu penyebabanya serta
mengetahui bagaiman cara mengatasinya.
c. Evaluasi berfungsi sebagai penempatan.
Guru dapat menmpatkan siswanya yang mempunyai kemempuan yang sama dan kelompok
yang sama.
d. Evaluasi berfungsi sebagai pengukuran keberhasilan.
Hal ini bermaksud utuk mengetahui sejauh mana keberhasilan suatu program.

Fungsi evaluasi dalam proses pengembangan sistem pendidikan dimaksud


untuk:perbaikan sistem, pertanggung jawaban terhadap pemerintah dan masyarakat,
penentuan tindak lanjut hasil pengembangan.
PEMBAHASAN
Pendahuluan

Suatu realita sehari-hari, di dalam suatu ruang kelas ketika sesi kegiatan belajar-
mengajar (KBM) berlangsung, terlihat beberapa atau sebagian besar siswa belum belajar
sewaktu guru mengajar. Sebagian besar siswa belum mampu mencapai kompetensi individual
yang diperlukan untuk mengikuti pelajaran lanjutan. Juga, beberapa siswa belum belajar
sampai pada tingkat pemahaman. Siswa baru mampu mempelajari (baca: menghafal) fakta,
konsep, prinsip, hukum, teori, dan gagasan inovatif lainnya pada tingkat ingatan, mereka
belum dapat menggunakan dan menerapkannya secara efektif dalam pemecahan masalah
sehari-hari yang kontekstual. Salah satu penyebabnya adalah guru belum optimal
memberdayakan tambang emas potensi masing-masing siswa yang sering kali tersembunyi.
Keluar dari permasalahan tersebut, telah diketahui bahwa pola umun terjadinya
interaksi belajar mengajar adalah terjadinya ineraksi antara tiga unsure, yaitu guru, bahan dan
anak didik. Bahan, sebagai isi dari proses belajar mengajar disampaikan guru untuk diterima
oleh anak didik. Bahan disini sebagai perantara untuk terjadinya interaksi belajar mengajar
antara guru dengan anak didik. Itu berarti tanpa adanya bahan tidak akan terjadi interaksi
belajar mengajar.
Bahan pelajaran yang perlu dikuasi guru bukan hanya bahan pokok yang sesuai
dengan keahlian, melainkan juga bahan penunjang di luar keahlian. Guru yang hanya
menguasai bahan pokok akan melahirkan kegiatan belajar mengajar yang kaku. Situasi
pengajaran kurang menggairahkan bagi bagi anak didik sebab bahan pelajaran yang
disampaikan oleh guru kurang menyentuh apersepsi anak didik. Kondisi pengajaran yang
demikian akan kurang mendapatkan tanggapan dari anak didik sehingga akan sulit untuk
mendapatkan umpan balik yang diharapkan.

A. Pengertian Umpan Balik


Umpan balik merupakan sebuah proses di kelas yang telah menjadi daya tarik
tersendiri bagi para peneliti praktik pembelajaran sejak tahun 1970-an. Secara konsisten, para
peneliti telah menemukan bukti-bukti bahwa ketika guru mampu menggunakan prosedur
umpan balik yang efektif ternyata dapat meningkatkan prestasi belajar siswanya. Bahkan,
hasil studi yang dilakukan Bellon, Bellon, dan Blank menunjukkan bahwa dibandingkan
dengan berbagai perilaku mengajar lainnya, pemberian umpan balik akademik ternyata lebih
berkorelasi dengan prestasi belajar siswa. Dengan tanpa memandang kelas, status sosial
ekonomi, ras, atau keadaan sekolah, korelasi ini cenderung konsisten. Ketika umpan balik
dan prosedur korektif digunakan secara tepat ternyata sebagian besar siswa dapat
meningkatkan prestasi belajarnya hingga di atas 20% .
Umpan balik yang efektif merupakan merupakan bagian integral dari sebuah dialog
instruksional antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa, maupun siswa dengan dirinya
sendiri, dan bukanlah sebuah praktik yang terpisahkan. Sebagai upaya untuk mendapatkan
umpan balik dari anak didik, dapat dilakukan dengan memanfaatkan bahan penunjang di
dalam menyampaikan bahan pokok pelajaran. Kebanyakan kegagalan seorang guru tidak
selamanya terpulang pada masalah penguasaan bahan pokok, tetapi juga disebabkan oleh
masalah penguasaan bahan penunjang. Guru yang hanya menguasai bahan pelajaran pokok
belum tentu berhasil megajar tanpa ditunjang oleh bahan penunjangnya. Karena pengetahuan
yang telah dikuasai oleh anak didik bermacam-macam, maka bahan penunjang sangat
membantu guru dalam menyampaikan bahan pelajaran pokok guna mendapatkan umpan
balik secara optimal dari anak didik di kelas.

B. Komponen Yang Terdapat Dalam Umpan Balik


Terkait dengan umpan balik yang efektif ini, Black dan Wiliam mencatat tiga
komponen penting yaitu:
(1) Recognition of the desired goal.
Umpan balik diberikan sebagai respons atas kinerja siswa. Kinerja siswa adalah
kesanggupan siswa untuk dapat menunjukkan penguasaannya atas berbagai tujuan
pembelajarannya. Guru harus dapat merumuskan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai
secara jelas dan dapat mengkomunikasikannya pada awal pembelajaran, baik tentang wilayah
materi, indikator kurikuler maupun penguasaan tujuan.
Salah satu metode yang cukup efektif untuk memastikan bahwa siswa memahami
tujuan pembelajarannya yaitu dengan cara melibatkan mereka dalam menetapkan kriteria
keberhasilan yang bisa dilihat atau didengar. Misalnya, guru dapat memperlihatkan beberapa
contoh produk sebagai tujuan pembelajaran yang patut ditiru oleh para siswa, menunjukkan
kalimat-kalimat yang benar dengan ditulis menggunakan huruf kapital, kesimpulan yang
diambil dari data, penyajian tabel atau grafik dan sejenisnya.
Apabila para siswa telah dapat memahami tentang kriteria keberhasilan
pembelajarannya, mereka akan terbantu untuk mengarahkan belajarnya dan mereka akan
lebih mampu untuk melaksanakan proses pembelajarannnya
Selain memberikan pemahaman yang jelas tentang tujuan pembelajaran, guru juga
perlu memberikan kesempatan kepada siswa untuk memahami indikator dari tingkat
penguasaan tujuan pembelajarannya, baik secara lisan, tertulis maupun dalam bentuk lainnya.
(2) Evidence about present position
Istilah bukti di sini menunjuk kepada informasi atau fakta tentang kinerja yang
berkaitan dengan tujuan pembelajaran, khusunya tentang sejauhmana tujuan pembelajaran
telah tercapai dan sejauhmana tujuan pembelajaran itu belum tercapai.
Grant Wiggin mengemukakan bahwa umpan balik bukanlah tentang pemberian pujian
atau celaan, persetujuan atau ketidaksetujuan, tetapi sebagai usaha untuk memberikan nilai
atau makna. Umpan balik pada dasarnya bersifat netral yang menggambarkan apa yang telah
dilakukan dan tidak dilakukan siswa. Selain itu, bahwa umpan balik juga harus bersifat
obyektif, deskriptif dan disampaikan pada waktu yang tepat yakni pada saat tujuan
pembelajaran masih segar dalam benak siswa.
Salah satu cara pemberian umpan balik yang cukup bermakna yaitu dengan
membandingkan produk siswa dengan kriteria keberhasilan telah telah dikomunikasikan
sebelumnya. Contoh sederhana pemberian umpan balik yaitu dengan membuat sebuah format
tentang Daftar Kriteria Keberhasilan. Dalam daftar tersebut, guru dapat memberikan tanda
+ (plus) untuk menunjukkan tentang kriteria yang telah berhasil dipenuhi siswa dan
memberikan catatan tertentu untuk yang belum dipenuhinya.
(3) Some understanding of a way to close the gap between the two.
Umpan balik yang efektif harus dapat memberikan bimbingan kepada setiap siswa
tentang bagaimana melakukan perbaikan. Black dan Wiliam menegaskan bahwa setiap siswa
harus diberi bantuan dan kesempatan untuk melakukan perbaikan. Guru tidak hanya
memberikan umpan balik yang mencerminkan tentang kinerja yang berkaitan dengan tujuan
pembelajaran siswanya, tetapi juga harus dapat memberikan strategi dan tips tentang cara
yang lebih efektif untuk mencapai tujuan, serta kesempatan untuk menerapkan umpan balik
yang diterimanya.
Wiggins meyakini bahwa melalui siklus umpan balik ini dapat menghasilkan
keunggulan kinerja siswa. Oleh karena itu, siswa harus senantiasa memiliki akses rutin
terhadap kriteria dan standar-standar tugas yang harus dituntaskannya; mereka juga harus
memperoleh umpan balik dalam upaya menyelesaikan tugas-tugasnya, mereka harus
memiliki kesempatan untuk memanfaatkan umpan balik untuk memperbaiki kerjanya serta
mengevaluasi kembali terhadap standar
C. Teknik-Teknik mendapatkan Umpan Balik
Untuk mendapatkan umpan balik dari anak didik diperlukan beberapa teknik yang
sesuai dan tepat dengan diri setiap anak didik sebagai makhluk individual, teknik-teknik
tersebut antara lain:
1. Memancing Apersepsi Anak Didik
2. Memanfaatkan Teknik Alat Bantu yang Akseptabel
3. Memilih Bentuk Motivasi yang Akurat
4. Menggunakan Metode yang Bervariasi

1. Memancing Apersepsi Anak Didik


Disekolah guru berperan sebagai perancang atau perencana, pengelola pengajaran dan
pengelola hasil pembelajaran siswa. Peranan guru di sekolah ditentukan oleh kedudukannya
sebagai orang dewasa, sebagai pengajar dan pendidik, yakni sebagai guru. Berdasarkan
kedudukannya sebagai guru, ia harus menunjukkan perilaku yang layak (bisa dijadikan
teladan oleh siswanya). Tuntutan masyarakat khususunya siswa dari guru dalam aspek etis,
intelektual dan sosial lebih tinggi daripada yang dituntut dari orang dewasa lainnya. (Tohirin,
2005: 152).

Pengajar perlu mengetahui sejauh mana bahan yang telah dijelaskan dapat dimengerti
oleh murid, karena dari sinilah tergantung apakah ia dapat melanjutkan pelajaran atau
kuliahnya dengan bahan berikutnya. Bilamana murid belum mengerti bagian-bagian tertentu,
pengajar haurs mengulangi lagi penjelasannya. Pada umumnya murid juga tidak tahu sejauh
mana bahan yang diterangkan dapat mereka pahami. Hal ini kiranya dapat dimaklumi, karena
mereka tidak mempunyai waktu untuk memikirkan pengetahuan yang baru saja mereka
peroleh dari bahan yang diterangkan. Bagaimana hal tersebut dapat dilakukan? Ada berbagai
cara untuk itu. Cara paling sederhana adalah mengajukan pertanyaan-pertanyaan selama atau
pada akhir jam pelajaran. Dengan cara itu pengajar akan menemukan apa saja yang belum
tersampaikan secara jelas.

Segala hal yang ternyata belum dimengerti secara jelas oleh pihak murid. Hendaknya
dicatat dan diulangi lagi pada kesempatan berikutnya. Cara lain yang lebih baik dan akan
memberi keterangan lebih pasti adalah mengadakan ujian singkat. Serupa dengan yang
disebut kuis, di akhir jam pelajaran. Dengan ujian singkat itu murid dipaksa menuliskan.
Sejauh mana bahan yang telah diterangkan dapat mereka mengerti. Sering kali cara demikian
tidak mungkin terlaksana, karena memerlukan waktu cukup banyak. Namun kadang kala cara
tersebut dapat sangat bermanfaat, karena itu salah satu cara memancing apersepasi anak
didik.

Umpan balik tidak sama dengan penilaian. Umpan balik hanya dimaksudkan untuk
mencari informasi sampai dimana murid mengerti bahan yang telah dibahas. Selain itu murid
atau mahasisiwa juga diberi kesempatan untuk memeriksa diri sampai di mana mereka
mengerti bahan tersebut. Sehingga mereka dapat melengkapi pengertian-pengertian yang
belum lengkap.

Itulah tadi bentuk-bentuk umpan balik yang dimaksudkan untuk melihat. Sejauh mana
suatu penjelasan dapat tersampaikan secara baik. Dan dari sini kiranya telah mengetahui
bahwa ada berbagai macam bentuk umpan balik. Pilihan tentu saja paling tergantung pada
pengajar yang bersangkutan sendiri. Hal yang paling penting adalah sejauh mana uraian yang
diberikan dapat diterima secara jelas oleh murid. Pada umumnya pengajar kurang
memikirkan perlunya mengadakan umpan balik seperti itu. Setelah seluruh kursus atau
seluruh rangkaian pelajaran selesai diberikan. Terlihat pada waktu ujian bahwa murid belum
mengerti secara baik bahan yang diajarkan. Dan itu berarti suatu keterlambatan. Sebaliknya,
bilamana pengajar menyadari pentingnya umpan balik, maka pengajaran yang ia berikan akan
menjadi lebih efektif.
Jam pelajaran selanjutnya tidak mungkin diberikan kalau pengajar tidak tahu secara
pasti hasil pelajaran sebelumnya. Pengajar dapat mengetahui hasil pelajaran sebelumnya
dengan cara:

1. Lewat kesan yang diperoleh selama jam pelajaran itu sendiri


2. Lewat informasi sederhana dari pihak murid melalui pertanyaan-pertanyaan lisan
yang diajukan oleh pengajar selama atau setelah jam pelajaran
3. Lewat informasi tertulis dari pihak murid yang diperoleh melalui ujian singkat
4. Mempelajari hasil tentamen atau ujian yang diadakan pada akhir kursus (di sini murid
dinilai).

Tiga hal yang pertama berhubungan dengan umpan balik yang dilakukan terhadap
tiap jam pelajaran atau jam kuliah. Kita sebut hal itu sebagai umpan balik pelajaran atau
kuliah. Sedangakan hal yang keempat berhubungan dengan evaluasi pada akhir kursus. Maka
kita sebut penilaian kursus. Setiap umpan balik pengajaran menentukan isi pelajaran
berikutnya, oleh karena itu jelas, bahwa umpan balik tidak hanya perlu bagi guru, tetapi bagi
murid. (Rooijakkers,1993: 10-12)

Peserta didik adalah sang anak yang merupakan milik Sang Pencipta dan milik dirinya
sendiri, keberhasilannya akan sangat tergantung dari pemanfaatan potensi yang dia miliki.
Karenanya keaktifan peserta didik dalam menjalani proses belajar mengajar merupakan salah
satu kunci keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan.
Peserta didik akan aktif dalam kegiatan belajarnya bila ada motivasi, baik itu motivasi
ekstrinsik maupun instrinsik. Beberapa hal yang dapat merangsang tumbuhnya motivasi
belajar aktif pada diri peserta didik, antara lain :
a. Penampilan guru yang hangat dan menumbuhkan partisipasi positif

Sikap guru tampil hangat, bersemangat, penuh percaya diri dan antusias, serta dimulai
dan pola pandang bahwa peserta didik adalah manusia-manusia cerdas berpotensi, merupakan
faktor penting yang akan meningkatkan partisipasi aktif peserta didik. Segala bentuk
penampilan guru akan membias mewarnai sikap para peserta didiknya. Bila tampilan guru
sudah tidak bersemangat maka jangan harap akan tumbuh sikap aktif pada diri peserta didik.
Karena itu hendaknya seorang guru dapat selalu menunjukkan keseriusannya terhadap
pelaksanaan proses, serta dapat meyakinkan bahwa materi pelajaran serta kegiatan yang
dilakukan merupakan hal yang sangat penting bagi peserta didik, sehingga akan tumbuh
minat yang kuat pada diri para peserta didik yang bersangkutan.
b. Peserta didik mengetahui maksud dan tujuan pembelajaran
Bila peserta didik telah mengetahui tujuan dari pembelajaran yang sedang mereka
ikuti, maka mereka akan terdorong untuk melaksanakan kegiatan tersebut secara aktif. Oleh
karena itu pada setiap awal kegiatan guru berkewajiban memberi penjelasan kepada peserta
didik tentang apa dan untuk apa materi pelajaran itu harus mereka pelajari serta apa
keuntungan yang akan mereka peroleh. Selain itu hendaknya guru tidak lupa untuk
mengadakan kesepakatan bersama dengan para peserta didiknya mengenai tata tertib belajar
yang berlaku agar kegiatan pembelajaran dapat berlangsung lebih efektif.
c. Tersedia fasilitas, sumber belajar, dan lingkungan yang mendukung
Bila di dalam kegiatan pembelajaran telah tersedia fasilitas dan sumber belajar yang
menarik dan cukup untuk mendukung kelancaran kegiatan belajar mengajar maka hal itu
juga akan menumbuhkan semangat belajar peserta didik. Begitu pula halnya dengan faktor
situasi dan kondisi lingkungan yang juga penting untuk diperhatikan, jangan sampai faktor itu
memperlunak semangat dan keaktifan peserta didik dalam mengikuti kegiatan belajar.
d. Adanya prinsip pengakuan penuh atas pribadi setiap peserta didik
Agar kesadaran akan potensi, eksistensi, dan percaya diri pada diri peserta didik dapat
terus tumbuh, maka guru berkewajiban menjaga situasi interaksi agar dapat berlangsung
dengan berlandaskan prinsip pengakuan atas pribadi setiap individu. Sehingga kemampuan
individu, pendapat atau gagasan, maupun keberadaannya perlu diperhatikan dan dihargai.
Dan yang penting lagi guru hendaknya rajin memberikan apresiasi atau pujian bagi para
peserta didik, antara lain dengan mengumumkan hasil prestasi, mengajak peserta didik yang
lain memberikan selamat atau tepuk tangan, memajang hasil karyanya di kelas atau bentuk
penghargaan lainnya.

e. Adanya konsistensi dalam penerapan aturan atau perlakuan oleh guru di dalam proses
belajar mengajar.
Perlu diingat bahwa bila terjadi kesalahan dalam hal perlakuan oleh guru di dalam
pengelolaan kelas pada waktu yang lalu maka hal itu berpengaruh negatif terhadap kegiatan
selanjutnya. Penerapan peraturan yang tidak konsisten, tidak adil, atau kesalahan perlakuan
yang lain akan menimbulkan kekecewaan dari para peserta didik, dan hal ini akan
berpengaruh terhadap tingkat keaktifan belajar peserta didik. Karena itu di dalam
memberikan sanksi harus sesuai dengan ketentuannya, memberi nilai sesuai kriteria, dan
memberi pujian tidak pilih kasih.
f. Adanya pemberian penguatan dalam proses belajar-mengajar.
Penguatan adalah pemberian respon dalam interaksi belajar-mengajar baik berupa
pujian maupun sanksi. Pemberian penguatan ini dimaksudkan untuk lebih meningkatkan
keaktifan belajar dan mencegah berulangnya kesalahan dari peserta didik. Penguatan yang
sifatnya positif dapat dilakukan dengan kata-kata; bagus! baik!, betul!, hebat! Namun semua
itu tidak disajikan dengan cara berpura-pura tetapi harus tulus dari nurani guru. Dan
sebagainya, atau dapat juga dengan gerak; acungan jempol, tepuk tangan, menepuk-nepuk
bahu, menjabat tangan dan lain-lain. Ada pula dengan cara memberi hadiah seperti hadiah
buku, benda kenangan atau diberi hadiah khusus berupa; boleh pulang duluan atau pemberian
perlakuan menyenangkan lainnya.
g. Jenis kegiatan Pembelajaran menarik atau menyenangkan dan menantang
Agar peserta didik dapat tetap aktif dalam mengikuti kegiatan atau melaksanakan
tugas pemebelajaran perlu dipilih jenis kegiatan atau tugas yang sifatnya menarik atau
menyenangkan bagi peserta didik di samping juga bersifat menantang. Pelaksanaan kegiatan
hendaknya bervariasi, tidak selalu harus di dalam kelas, diberikan tugas yang dikerjakan di
luar kelas seperti di perpustakaan, dan lain-lain. Penerapan model belajar sambil bekerja
(learning by doing) sangat dianjurkan, di jenjang sekolah dasar antara lain dilakukan belajar
sambil bernyanyi atau belajar sambil bermain. Untuk lebih mengaktifkan peserta didik secara
merata dapat diterapkan pemberian tugas pembelajaran secara individu atau kelompok belajar
(group learning) yang didukung adanya fasilitas/sumber belajar yang cukup. Sekiranya
tersedia dianjurkan penggunaan media pembelajaran sehingga pelaksanaan pembelajaran
dapat lebih efektif.
h. Penilaian hasil belajar dilakukan serius, obyektif, teliti dan terbuka
Penilaian hasil belajar yang tidak serius akan sangat mengecewakan peserta didik, dan
hal itu akan memperlemah semangat belajar. Karena itu, agar kegiatan penilaian ini dapat
membangun semangat belajar para peserta didik maka hendaknya dilakukan serius, sesuai
dengan ketentuannya, jangan sampai terjadi manipulasi, sehingga hasilnya dapat obyektif.
Hasil penilaiannya diumumkan secara terbuka atau yang lebih baik dibuatkan daftar
kemajuan hasil belajar yang ditempel di kelas. Dari daftar kemajuan belajar tersebut setiap
peserta didik dapat melihat prestasi mereka masing-masing tahap per tahap.
Jika siswa belum biasa bekerja efektif dalam kelompok, maka guru boleh menetapkan
tugas masing-masing anggota kelompok dengan mempertim-bangkan beberapa hal seperti :
kelompok itu kecil (dua sampai tiga siswa) dan guru menetapkan anggota kelompok
tugas itu dapat dilaksanakan dalam waktu yang singkat saja
tugas itu sederhana
perintah-perintah jelas dan diberikan selangkah-demi-selangkah
guru perlu menyediakan sumber belajar
guru menerangkan dengan jelas peran setiap siswa di dalam kelompok
penilaian bersifat informal dan guru perlu membahas dan mendiskusikan tugas itu
dengan siswa
Hal penting dari tugas ini adalah belajar bekerjasama. Untuk siswa-siswa yang sudah
lebih berpengalaman bekerja dengan cara ini, guru dapat menetapkan tugas dan karakteristik
kelompok yang lebih tinggi/ komplek seperti :
kelompok dapat lebih besar dan kadang-kadang siswa boleh memilih siapa anggota
kelompoknya
tugas dapat ditambahkan lebih banyak, tetapi dengan batas waktu yang jelas dan
ditetapkan oleh guru
tugas dapat dibagi dalam bagian-bagian atau merupakan suatu pilihan dari sejumlah
pilihan yang ditetapkan guru
beberapa perintah/instruksi pengerjaan tugas membolehkan siswa untuk memberikan
saran, misalnya dalam pendekatan, memilih metode eksperimen, atau memutuskan bentuk
produk pekerjaan yang akan mereka hasilkan
beberapa sumber belajar dapat dipilih oleh siswa
peran siswa dalam kelompok dapat beragam dan beberapa keputusan tentang peran ini
dapat dibuat oleh siswa-siswa
penilaian dapat dibicarakan dengan siswa melalui diskusi informal dengan kriteria
terstruktur formal, serta penilaian individual atau kelompok dapat dilakukan kondisi ini,
keterampilan bekerjasama turut dikembangkan. Kalau kemandirian siswa/ kelompok mulai
tampak, tugas dapat ditingkatkan menjadi tugas-tugas yang lebih luwes, yang mulai
melimpahkan sebagian tugas dan penyelesaiannya kepada siswa/ kelompok. Dengan cara
seperti ini, siswa akan terdorong untuk melakukan kegiatan lebih mandiri yang dicirikan
dengan beberapa hal antara lain;
mereka memutuskan jumlah dan anggota kelompok
tugas dapat tersebar untuk masa yang panjang atau lama melalui siswa-siswa berunding
dengan guru membahas jumlah waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas
tugas mungkin rumit, para siswa perlu memilah-milah perincian setepatnya dari beberapa
bagian pekerjaan
sumber belajar dapat meliputi beragam media dan bahan
peran setiap siswa dalam kelompok ditetapkan secara musyawarah untuk mufakat
(konsensus) ( Harlen, W. 1987: 9-12)
Ada bebarapa perilaku guru yang disarankan untuk diimplementasikan agar
pengajaran yang efektif bisa terwujud, dan bisa memancing apersepsi anak didik, perilaku
tersebut adalah:

Menggunakan suatu system aturan tertentu dalam menghadapi hal-hal atau prosedur
tertentu.
Mencegah agar perilaku siswa yang salah tidak berketerusan.
Mengarahkan tindakan dengan disiplin secara tepat.
Bergerak ke seluruh ruang kelas untuk mengamati siswa.
Situasi-situasi yang menggangu diatasi dengan cara-carayang bijaksana (dengan cara-
cara non verbal, isyarat, pesan-pesan, kedekatan, kontak mata, dan lain-lain).
Memberikan tugas-tugas yang menarik minat siswa, terutama apabila mereka bekerja
secara bebas.
Menggunakan cara yang memungkinkan siswa melaksanakan tugas-tugas belajar dengan
arahan seminimal mungkin.
Memanfaatkan waktu pembelajaran sebaik mungkin dan siswa harus terlibat aktif dan
produktif dalam melaksanakan tugas-tugas pembelajaran.
Menggunakan cara-cara tertentu untuk mendapatkan perhatian siswa.
Tidak memulai berbicara kepada kepada kelas sebelum semua siswa memeberikan
perhatian.
Menggunakan suatu system pemeriksaan tugas-tugas.
Menghubungkan bahan yang diajarkan dengan aktifitas yang harus dilakukan siswa.
Menggunakan teknik-teknik yang memberikan kemudahan perpindahan secara beragsur
dari aktifitas yang konkret ke yang lebih abstrak.
Menggunakan campuran pertanyaan dari peringkat yang rendah dan tinggi.
Menyadari apa yang sedang berlangsung di dalam kelas.
Dapat memotivasi siswa dalam pembelajaran.
Menunjukkan sikap memelihara, menerima, dan menghargai anak.
Memberikan respon yang memdai terhadap makna, perasaan, dan penggalaman peserta
didik.
Mengarahkan pertanyaan kepada banyak siswa yang berbeda-beda, dan bukan hanya
kepada siswa tertentu.
Menggunakan berbagai teknik untuk membantu siswa dalam memperbaiki respons yang
keliru atau salah.
Memberikan penghargaan dan ganjaran untuk memotivasi siswa.
Menggunakan kritik yang halus dalam mengomunikasikan harapan kepada siswa yang
lebih pandai.
Menerima insiatif siswa yang disampaikan melalui pertanyaan, bahasan, atau saran-
saran. (Surya: 1997: 144-115)

2. Memanfaatkan Teknik Alat Bantu yang Akseptabel


Ada beberapa macam alat Bantu yang dapat diterima oleh siswa, agar mereka mudah
memahami pelajaran diantaranya adalah:

1. Audio-Visual
Cara ini menyajikan contoh situasi nyata atau contoh situasi buatan dalam sajian
tayangan hidup (film). Tentu saja, cara ini lebih mudah menjadi pengalaman belajar kalau
sajian tayangan mengandung unsur cerita yang berkaitan dengan pengalaman dan imajinasi
siswa. Pencapaian kompetensi tentang sikap/attitude seperti pada mata pengajaran
Kewarganegaraan dan Pendidikan Agama, akan sangat membantu kalau dikemas dalam suatu
cerita tayangan hidup yang menyentuh dimensi emosi dan perasaan. Alat audio visual dapat
membantu anak-anak belajar dengan menyajikan dalam bentuk yang kongkrit. Film, film
strip, model-model, dan lain memepermudah pengertian tentang konsep dan proses tertentu.
Pengalaman belajar berupa eksperimen dalam laboratorium bermanfaat sekali untuk
memahami ide atau pengartian yang sulit. (Brooks, J.G. & Brooks, M.G. 1993: 9)
Tak semua murid sanggup belajar dengan cara verbal yang abstrak. Alat audio-visual
diperlukan untuk membantu mereka. Akan tetapi tak semua bahan harus disampaikan secara
kongkrit. Kebanyakan pelajar dapat dan harus disampaikan secara verbal akan tetapi untuk
bagian-bagian tertentu alat audio-visual atau alat intruksional pada umumnya sangat berguna
untuk mempermudah dan memepercepat pemahaman bagi murid-murid tertentu.apa yang
dikemukakan diatas merupakan usaha uantuk mempertinggi mutu mengajar agar murid-
murid dapat memahami apa yang diajarkan tanpa komunikasi yang baik antara guru dan
murid proses mengajar-belajar tidak akan berjalan dengan efektif. Sekalipun terdapat
komunikasi yang baik masih dapat diharapkan bahwa selalu terdapat kekurang pahaman. Itu
sebabnya perlu adanya evaluasi untuk membantu menemukan kekurangan atau kesalahan
murid yang dinginkan sebagai Feedbeck atau umpan balik agar dapat membantu tiap anak
secara individual untuk mengatasi kesulitan belajar dan memahami dengan mencari jalan-
jalan lain yang lebih sesuai bagi mereka, tersedia berbagai lat intruksional membuka jalan
bagi guru untuk mencari metode-metode lain untuk membantu murid-muridnya.
Dengan demikian guru maupun murid tak perlu lekas putus asa atau jengkel bila
dengan metode tertentu tidak tercapai keberhasilan yang harapkan dan jika tidak berhasil
menurut cara tertentu masih banyak bagian-bagian lain yang tersedia, bahkan dapat di cari
cara-cara baru. Membantu murid bearti memberikan kesanggupan menolong diri sendirir
mengatsasi kesuliatannya sendiri serta kemampuan untuk belajar sendiri. Karena itu guru
senantiasa membantu murid untuk mengenal proses belajar, cara belajar atau belajar-belajar
yang membawanya kepada penguasaan bahan sampai taraf yang setinggi-tingginya. Dengan
demikian perkembangan akan menjadi self propelling growt yaitu berkembang atas
dorongan dan kemauan sendiri yang kita harapkan akan berlangsung sepanjang hidup.
(Nazulia, 1982: 43)
2. Visualisasi Verbal
Cara ini banyak berkaitan dengan membaca buku pelajaran, buku sumber,
ensiklopedia, lembar kegiatan/lembar kerja, carta, grafik, table. Pada beberapa buku biasanya
tidak hanya menyajikan uraian teks, tetapi juga dilengkapi dengan beragam ilustrasi
(gambar). Dengan demikian, siswa yang memiliki daya abstraksi lemah dapat terbantu
dengan keberadaan ilustrasi/gambar tersebut.
3. Audio Verbal
Guru terbiasa menggunakan cara audio-verbal dalam bentuk ceramah. Pada keadaan
ini, siswa senantiasa diam-pasif sambil mendengarkan penjelasan guru. Kekurangan atau
kelemahan cara ini adalah ada sebagian siswa tidak mudah untuk menyamakan informasi
yang diceramahkan guru dengan pengetahuan awal siswa. Kalau keadaan ini berkelanjutan,
peristiwa belajar cenderung tidak berlangsung. Untuk mengatasinya, guru harus mengurangi
cara ini, atau kalau terpaksa perlu berceramah cukup antara 20 25 menit saja dan diselingi
dengan kegiatan yang mendorong Lihat Raba Bau Rasa. Materi yang diceramahkan pun
perlu kontekstual dengan pengalaman sebagian besar siswa. ( Harlen, W. 1987: 12)
a. Buku pelajaran, tak semua sama baiknya, hendaknya ada beberapa buku yang harus
dimiliki dalam satu pelajaran karena dalam buku yang satu mungkin lebih jelas dan mudah
dipahami dalam buku yang lain.
b. Buku kerja, di samping buku pelajaran ada buku kerja untuk membantu murid mengenang
dan mengelolah buah pikiran pokok dari buku pelajaran.
c. Media cetak, seperti buku, modul dan lain-lain. (Nazulia, 1982: 45)
Dalam mengelola kegiatan pembelajaran, guru perlu merencanakan tugas dan alat
belajar yang menantang, pemberian umpan balik, dan penyediaan program penilaian yang
memungkinkan semua siswa mampu unjuk kemampuan/ mendemonstrasikan kinerja
(performance) sebagai hasil belajar. Inti dari penyediaan tugas menantang ini adalah
penyediaan seperangkat pertanyaan yang mendorong siswa bernalar atau melakukan kegiatan
ilmiah. Para ahli menyebutkan jenis pertanyaan ini sebagai pertanyaan produktif. Karena
itu, dalam pengelolaan kegiatan pembelajaran ini guru perlu memiliki kemampuan
merancang pertanyaan produktif dan mampu menyajikan pertanyaan sehingga
memungkinkan semua siswa terlibat baik secara mental maupun secara fisik.
Dengan demikian, sedikitnya ada tiga hal strategis yang perlu dikuasai guru dalam
pengelolaan kegiatan pembelajaran yaitu, penyediaan pertanyaan yang mendorong berpikir
dan berproduksi, penyediaan umpan balik yang bermakna, dan penyediaan penilaian yang
memberi peluang semua siswa mampu melakukan unjuk-perbuatan.
1. Penyediaan Pertanyaan yang Mendorong Siswa Berpikir dan Berproduksi
Alat mengajar yang paling murah tetapi ampuh adalah bertanya. Pertanyaan dapat membuat
siswa berpikir. Apa tujuan Saudara sebagai guru bertanya kepada siswa?
Mengharap jawaban benar? Seberapa besar

Tujuan bertanya kemungkinan siswa


menjawab jika mereka
tidak yakin jawabannya
benar?

Merangsang siswa berpikir Akibatnya siswa sering tak


dan berbuat? berani menjawab
pertanyaan guru sekalipun
jawabannya mudah

jika salah satu tujuan mengajar adalah mengembangkan potensi siswa untuk berpikir,
maka tujuan bertanya hendaknya lebih pada merangsang siswa berpikir. Merangsang
berpikir dalam arti merangsang siswa menggunakan gagasan sendiri dalam menjawabnya
bukan mengulangi gagasan yang sudah dikemukakan guru. Kategori pertanyaan yang
termasuk jenis pertanyaan ini antara lain pertanyaan produktif, terbuka, dan imajinatif.
Pertanyaan ini dapat digunakan untuk tujuan merangsang siswa berpikir.
Pertanyaan hendaknya dirumuskan sedemikian rupa sehingga siswa melakukan
kegiatan meramal (prediksi), mengamati (observasi), menilai diri/ karya sendiri (introspeksi),
atau menemukan pola/hubungan. Ada yang menyatakan Jika Anda mengajukan pertanyaan
yang baik, sungguh Anda telah mengajar secara baik. Tujuan guru bertanya hendaknya tidak
sekedar, bahkan mungkin harus dihindari, mengharapkan jawaban benar, tetapi lebih untuk
merangsang siswa berpikir dan berbuat. Mengharapkan jawaban benar hanya akan membuat
siswa tidak berani menjawab jika mereka tidak merasa yakin bahwa jawabannya benar.
Berikut kategori pertanyaan beserta contohnya yang diperkirakan dapat merangsang siswa
berpikir.

Kategori Arti Contoh

Pertanyaan yang memiliki 1. Mengapa Ibukota


Terbuka lebih dari satu jawaban Indonesia Jakarta ?
benar 2. Apa yang akan terjadi jika
di kota besar tidak ada
pemulung sampah?

Pertanyaan yang hanya 1. Apa perbedaan gerak


Produktif dapat dijawab melalui bekicot di lantai licin
pengamatan, percobaan, dengan di lantai kasar?
atau penyelidikan. 2. Berapa banyak biji buah
pepaya ini?

Imajinatif / Pertanyaan yang jawaban (Diperlihatkan gambar gadis


Interpretatif nya diluar benda / gambar / termenung di pinggir laut)
kejadian yang diamati
1. Apa yang dipikirkan gadis
itu?
2. Mengapa ia berdiri di situ?

(Brooks, J.G. & Brooks, M.G. 1993: 12


3. Memilih Bentuk Motivasi yang Akurat
Proses belajar mengajar adalah suatu proses yang dengan sengaja diciptakan untuk
kepentingan anak didik. Agar anak didik senang dan bergairah belajar, guru berusaha
menyediakan lingkungan belajar yang kondusif dengan memanfaatkan semua potensi kelas
yang ada.
Motivasi merupakan faktor yang mempunyai arti penting bagi seoranga anak didik.
Apalah artinya anak didik pergi ke sekolah tanpa motivasi untuk belajar. Dalam usaha untuk
membangkitkan gairah belajar anak didik, ada enam hal yang dapat dikerjakan oleh guru,
yaitu:
1. Membangkitkan dorongan kepada anak didik untuk belajar
2. Menjelaskan secara konkret kepada anak didik apa yang dapat dilakukan pada akhir
pengajaran
3. Memberikan ganjaran terhadap prestasi yang dicapai anak didik sehingga dapat merangsang
untuk mendapat prestasi yang lebih baik dikemudian hari
4. Membentuk kebiasaan belajar ang baik
5. Membantu kesulitan belajar anak didik secara individual maupun kelompok
6. Menggunakan metode yang bervariasi
Kemudian ada beberapa bentuk motivasi yang dapat guru gunakan guna
mempertahankan minat anak didik terhadap bahan pelajaran yang diberikan, yaitu :
a. Memberi Angka; Angka dimaksud sebagai simbol atau nilai dari hasil aktivitas belajar anak
didik.
b. Hadiah; Sesuatu yang diberikan kepada orang lain sebagai penghargaan/ cinderamata
c. Pujian; alat motivasi yang positif
d. Gerakan tubuh; bentuk mimik yang cerah, dengan senyum, mengangguk,acungan jempol,
tepuk tangan, memberi salam, menaikkan bahu, menggelengkan kepala, menaikkan tangan
dan lain-lain
e. Memberi Tugas; suatu pekerjaan yang menuntut pelaksanaan untuk diselesaikan
f. Memberi Ulangan; Salah satu strategi yang penting dalam pengajaran
g. Mengetahui Hasil
h. Hukuman
Peserta didik akan aktif dalam kegiatan belajarnya bila ada motivasi, baik itu motivasi
ekstrinsik maupun instrinsik. Beberapa hal yang dapat merangsang tumbuhnya motivasi
belajar aktif pada diri peserta didik, antara lain :
A. Penampilan guru yang hangat dan menumbuhkan partisipasi positif
Sikap guru tampil hangat, bersemangat, penuh percaya diri dan antusias, serta dimulai
dan pola pandang bahwa peserta didik adalah manusia-manusia cerdas berpotensi, merupakan
faktor penting yang akan meningkatkan partisipasi aktif peserta didik. Segala bentuk
penampilan guru akan membias mewarnai sikap para peserta didiknya. Bila tampilan guru
sudah tidak bersemangat maka jangan harap akan tumbuh sikap aktif pada diri peserta didik.
Karena itu hendaknya seorang guru dapat selalu menunjukkan keseriusannya terhadap
pelaksanaan proses, serta dapat meyakinkan bahwa materi pelajaran serta kegiatan yang
dilakukan merupakan hal yang sangat penting bagi peserta didik, sehingga akan tumbuh
minat yang kuat pada diri para peserta didik yang bersangkutan.
B. Peserta didik mengetahui maksud dan tujuan pembelajaran
Bila peserta didik telah mengetahui tujuan dari pembelajaran yang sedang mereka
ikuti, maka mereka akan terdorong untuk melaksanakan kegiatan tersebut secara aktif. Oleh
karena itu pada setiap awal kegiatan guru berkewajiban memberi penjelasan kepada peserta
didik tentang apa dan untuk apa materi pelajaran itu harus mereka pelajari serta apa
keuntungan yang akan mereka peroleh. Selain itu hendaknya guru tidak lupa untuk
mengadakan kesepakatan bersama dengan para peserta didiknya mengenai tata tertib belajar
yang berlaku agar kegiatan pembelajaran dapat berlangsung lebih efektif.
C. Tersedia fasilitas, sumber belajar, dan lingkungan yang mendukung
Bila di dalam kegiatan pembelajaran telah tersedia fasilitas dan sumber belajar yang
menarik dan cukup untuk mendukung kelancaran kegiatan belajar mengajar maka hal itu
juga akan menumbuhkan semangat belajar peserta didik. Begitu pula halnya dengan faktor
situasi dan kondisi lingkungan yang juga penting untuk diperhatikan, jangan sampai faktor itu
memperlunak semangat dan keaktifan peserta didik dalam mengikuti kegiatan belajar.
D. Adanya prinsip pengakuan penuh atas pribadi setiap peserta didik
Agar kesadaran akan potensi, eksistensi, dan percaya diri pada diri peserta didik dapat
terus tumbuh, maka guru berkewajiban menjaga situasi interaksi agar dapat berlangsung
dengan berlandaskan prinsip pengakuan atas pribadi setiap individu. Sehingga kemampuan
individu, pendapat atau gagasan, maupun keberadaannya perlu diperhatikan dan dihargai.
Dan yang penting lagi guru hendaknya rajin memberikan apresiasi atau pujian bagi para
peserta didik, antara lain dengan mengumumkan hasil prestasi, mengajak peserta didik yang
lain memberikan selamat atau tepuk tangan, memajang hasil karyanya di kelas atau bentuk
penghargaan lainnya.
E. Adanya konsistensi dalam penerapan aturan atau perlakuan oleh guru di dalam proses belajar
mengajar.
Perlu diingat bahwa bila terjadi kesalahan dalam hal perlakuan oleh guru di dalam
pengelolaan kelas pada waktu yang lalu maka hal itu berpengaruh negatif terhadap kegiatan
selanjutnya. Penerapan peraturan yang tidak konsisten, tidak adil, atau kesalahan perlakuan
yang lain akan menimbulkan kekecewaan dari para peserta didik, dan hal ini akan
berpengaruh terhadap tingkat keaktifan belajar peserta didik. Karena itu di dalam
memberikan sanksi harus sesuai dengan ketentuannya, memberi nilai sesuai kriteria, dan
memberi pujian tidak pilih kasih.
Macam-macam bentuk motivasi di atas dapat dimanfaatkan oleh guru untuk
mendapatkan umpan balik dari anak didik dalam proses belajar mengajar.

4. Menggunakan Metode yang Bervariasi


Dengan cara mengajar yang biasa guru tidak akan mencapai penguasaan tuntas oleh
murid. Usaha guru itu harus di Bantu dengan mengunakan bantuan seperti feedback atau
umpan balik yang terperinci kepada guru maupun murid, sumber dan metode-metode
pengajaran tamabahan di mana saja diperlukan usaha tambahan itu dimaksud untuk
memperbaiki mutu pengajaran dan meningkatkan kemampuan anak memahami apa yang
diajarkan dan dengan demikian mengurangi jumlah waktu untuk menguasai bahan pelajaran
sepenuhnya.

Feedback atau umpan balik diberikan melalui test-test formatif. Mula-mula bahan
pelajaran di bagi dalam satuan-satuan pelajaran. Suatu satuan pelajaran misalnya meliputi
bahan pelajaran satu baba atau buku yang dapat dikuasai dalam waktu satu atau dua minggu.
Test formatif itu bersifat diagnostik dan serentak menunjukan kemajuan atau keberhasilan
anak.

Test formatif ini bermacam-macam fungsinya:

1. test formatif mempercepat anak belajar dan memberikan motivasi untuk bekerja
dengan sungguh-dungguh dalam waktu secukupnya. Test formatif itu menjamin
bahwa tugas pelajaran tertentu di kuasai sepenuhnya sebelum beralih kepada tugas
berikutnya.
2. test formatif di berikan untuk menjamin bahwa semua anak menguasai sepenuhnya
syarat-syarat atau bahan apersepsi yang diperlukan untuk memahami bahan pelajaran
yang baru. Pada tarap permulaan pelajaran baru test formatif lebih sering diberikan
untuk menjamin penguasaan bahan yang diperlukan untuk memahami pelajaran itu
selanjutnya. Pada akhir tiap satu pelajaran, test formatif merupakan alat Bantu untuk
menjamin penguasaan atas bahan itu secara tertentu.
3. test formatif juga berguna bagi mereka yang telah memiliki bahan apresepsi yang
diperlukan untuk memberi rasa kepastian atas penguasaannya, dengan demikian ia
mempunyai rasa percaya akan diri sendiri yang lebih terutama untuk menghadapi
pelajaran selanjutnya.
4. bagaimana murid yang masih kurang menguasai bahan pelajaran test formatif
merupakan alat untuk meningkatkan di mana sebetulnya letak kesulitannya. Jadi test
formatif adalah alat untuk mendiagnosisi kelemahan, kesulitan dan kekurangan murid,
sehingga ia dapat memperbaikinya, disamping menunjukan kekurangan murid perlu
pula diberikan petunjuk bagaimana caranya ia dapat memperbaikinya.
5. test formatif sebaiknya jangan disertai oleh angka. Tujuan yang harus di capai adalah
penguasaan penuh. Test formatif dimaksudkan sebagai alat assessment yaitu
memperoleh keterangan dengan maksud perbaikan, karena itu test formatif
merupakan bagian yang integral dari proses belajar. Penguasaan tuntas tidak mungkin
tanpa test formatif.

6. test formatif juga memberikan umpan balik pada guru, ia mengetahui dimana terdapat
kelemahan-kelemahan dalam metodenya mengajar sehingga ia dapat memperbaikinya atau
mencari metode lain (Nazulia, 1982: 47-49)
Banyak sekali metode-metode yang dapat digunakan dalam menimbulkan feedback antara
lain:

1. Belajar kelompok, belajar atau saling membantu dalam pelajaran. Merid sering lebih
paham akan apa yang disampaikan oleh temannya, dari pada guru, biasa cara belajar
yang digunakan oleh murid lebih mudah ditangkap oleh murid lain. Maka
memanfaatkan batuan murid dapat meningkatkan pemahaman dan penguasaan bahan
pelajaran.
2. Bantuan tutor, yaitu orang yang dapat membantu murid secara individual. Sebaiknya
orang itu jangan gurunya sendiri sehingga ia dapt memberi bantuan dengan cara yang
lain dari pada guru itu. Hendaknya di usahakan agar murid selekas mungkin dapat
membebaskan diri dari bantuan tutor. Jadi tutor harus mendidik anak agar dapat
belajar sendiri.
3. Pelajaran beprogram, ini juga merupakan bantuan agar murid menguasai bahan
pelajaran melalui langkah-langkah pendek, tanpa bantuan guru pelajar akan
mengalami kesulitan dalam memahami pelajaran. (Syaipul Bahri Djamarah, 2002: 25)

Secara singkat dan umum, metode sering dipahami sebagai cara atau jalan yang
ditempuh seseorang dalam melakuan suatu kegiatan. Berkaitan dengan psikologi belajar,
termasuk psikologi pembelajaran Pendidikan Agama Islam, metode-metode tertentu untuk
memgumpulkan berbagai data dan informasi penting yang bersifat psikologis dan berkaitan
dengan kegiatan proses pembelajaran. Di dalam proses pembelajaran, termasuk proses
pembelajaran pendidikan agama Islam, sangat banyak data psikologis. Data itu bisa
dikumpulkn dengan berbagai cara

Riset-riset berkenaan dengan pembelajaran, dapat memanfaatkan berbagai metode tertentu


seperti:

Metode Eksperimen
Pada prinsipnya, metode eksperimen merupakan serangkaian percobaan yang
dilakukan eksperimenter di dalam laboratorium atau ruang tertentu lainnya. Teknik
pelaksanaan metode eksperimen dengan menyesuaikan data yang akan diangkat, seperti data
pendengaran siswa, penglihatan siswa dan gerak mata siswa ketika sedang membaca. Selain
itu eksperimen dapat pula digunakan untuk mengukur kecepatan bereaksi seorang peserta
didik terhadap stimulus tertentu dalam proses belajar.

Alat utama yang sering digunakan dalam eksperimen pada jurusan psikologi
pendidikan atau fakultas psikologi di berbagai universitas terkemuka adalah computer dengan
berbagai programnya, seperti program cognitive psychology test. Metode eksperimen bagi
para psikolog, termasuk psikologi pendidikan, dianggap sebagai metode pilihan, artinya lebih
utama untuk digunakan dalam berbagai riset.

Metode Kuesioner
Penggunaan metode kuesioner dalam riset-riset pendidikan termasuk pendidikan
islam dan psikologi pembelajran Pendidikan Agama Islam, relative lebih menonjol apabila
dibandingkan penggunaan metode-metode lainnya.
Metode Studi Kasus
Riset Psikologi Pembelajaran Pendidkan Agama Islam selain menggunakan metode
studi kasus. Studi kasus (Icase study) dalam kakian psikologi merupakan sebuah metode
penelitian yang digunakan untuk memperoleh gambaran yang terperinci mengenai aspek-
aspek psikologi seoarang siswa atau sekelompok siswa tertentu.

Metode Klinis
Metode klinis (clinical method) hanya digunakan oleh para ahli psikologi klinis atau
psikiater. Dalam metode ini, terdapat prosedur diagnosis dan penggolongan penyakit kelainan
jiwa serta cara-cara memberi perlakuan pemulihan (psychological treatment) terhadap
kelainan jiwa tersebut.

Dalam pelaksanaan penggunaan metodeklinis, peneliti menyediakan benda-benda dan


memberi tugas-tugas serta pertanyaan-petanyaan tertentu yang boleh diselesaikan oleh anak
secara bebas menurut persepsi dan kehendaknya.selanjutnya, setelah data dari hasil
penyelidikan pertama diangkat dan diberi perlakuan khusus, peneliti mengajukan lagi
pertanyaan atau tugas tambahan untuk mendukung data yang dihimpun sebelumnya.

Yang perlu dicatat adalah metode klinis pada umumnya hanya diberlakukan untuk
menyelidiki anak atau individu yang mengalami penyimpangan perilaku psikologi termasuk
perilaku maladaptive behavior atau misbehavior.

Oleh karena itu, penggunaan sarana dan cara yang dikaitkan dengan metode
eksperimen yang dilakukan dalam laboratorium, metode klinis juga mementingkan intensitas
dan ketelitian yang sungguh-sungguh. Sasaran yang akan dicapai oleh peneliti dengan
menggunakan meode klinis, terutama untuk memastikan sebab-sebab timbulnya
ketidaknormalan perilaku seseorang siswa atau kelompok kecil siswa. Seterusnya,
berdasarkan kepastian faktor penyebab itu, peneliti berupaya memilih dan menentukan cara
mengatasi penyimpangan perilaku tersebut.

Metode Observasi Naturalistik


Metode obsevasi naturalistik merupakan jenis obsevasi yang dilakukan secara
alamiah. Dalam hal ini, peneliti berada di luar objek yang diteliti atau ia tidak menampakkan
diri sebagai orang yang melakukan penelitian. Awalnya, metode naturalistik lebih banyak
digunakan oleh para ahli ilmu hewan untuk mempelajari perilaku hewan tertentu. Dalam
perkembangan selanjutnya, metode observasi naturalistic digunakan oleh para psikolog
perkembangan, psikolog kongnitif, an psikolog pendidikan.

Seorang peneliti atau guru yang menjai asistennya dapat mengaplikasikan metode ini
lewat kegiatan belajar mengajar atau belajar mengajar dalam kelas-kelas regular, yakni kelas
tata dan biasa, bukan kelas yang diadakan secara khusus. Selama proses belajar mengajar
berlansung, jenis perilaku siswa diteliti, (misalnya kecepatan membaca), dicatat dalam
lembaran format observasi yang khusus dirancang sesuai dengan data dan informasi yang
akan dihimpun. (Hamalik, 1992:15)

Beberapa contoh keragaman pengalaman belajar yang mungkin dipilih guru untuk
beberapa mata pelajaran meliputi antara lain;

1. Menggubah syair lagu dan bernyanyi


2. Melakukan Permainan
3. Bermain peran
4. Diskusi (bertanya, menjawab, berkomentar, mendengar penjelasan, menyanggah)
5. Menggambar dan mengarang
6. Menulis prosa, puisi, pantun, gurindam
7. Membaca bermakna
8. Menyimak untuk menangkap gagasan pokok
9. Mengisi teka teki
10. Mengajukan pertanyaan penelitian
11. Mengajukan pendapat dengan alasan yang logis
12. Mengomentari
13. Bercerita
14. Mendengarkan cerita
15. Mengamati persamaan dan perbedaan untuk mencari ciri benda
16. Mendengarkan penjelasan sambil membuat catatan penting
17. Membuat rangkuman/ sinopsis
18. Mendemonstrasikan hasil temuan
19. Mencari pemecahan soal-soal Matematika
20. Membuat soal cerita
Kerja praktik selalu menjadi bagian penting dari pembelajaran beberapa mata
pelajaran, khususnya mata pelajaran sains. Namun, kerja praktik tradisional pola-resep atau
dengan selangkah-demi-selangkah bukanlah strategi belajar yang efektif.

Ada beberapa cara yang menjamin bahwa siswa-siswa secara aktif terlibat dalam
kerja praktik mereka dan bahwa mereka belajar dari pengalaman itu. Cara cara itu antara
lain adalah :

1. Satu strategi sederhana adalah memberi para siswa perintah-perintah dalam suatu
susunan acak. Mereka diberitahu apa yang mereka coba temukan dan kemudian
diminta untuk memisahkan perintah-perintah ke dalam susunan yang dapat dikerjakan
sebelum mereka memulai eksperimen.
2. Sebelum memulai eksperimen, mereka hendaklah diminta untuk meramalkan hasil-
hasilnya. Pada waktu hasil-hasil sudah diperoleh, mereka diminta untuk memutuskan
apakah hasil-hasil sesuai atau tidak dengan ramalan-ramalan mereka. Jika hasil-hasil
sesuai dengan ramalan, maka mereka hendaklah menjelaskan mengapa mereka
mengharapkan hasil-hasil itu. Jika hasil-hasil tidak sesuai dengan harapan, siswa
hendaklah diminta untuk memikirkan-ulang metode eksperimen untuk memutuskan
apakah ramalan yang salah atau terdapat kesalahan dalam cara pelaksanaan prosedur
eksperimen.
3. Mereka dapat diberi suatu kumpulan peralatan yang tepat dan suatu pertanyaan untuk
diselidiki. Kelas dapat mendiskusikan jenis data yang perlu dikumpulkan. Kemudian,
mereka merancang prosedur eksperimennya sendiri, mengumpulkan data dan
selanjutnya menyusun suatu kesimpulan.
4. Mereka dapat diberi pertanyaan penelitian eksperimen terbuka (tidak terbatas), yakni
diberi hanya rincian topik yang sedang dibicarakan dan mungkin beberapa gagasan
tentang beberapa aspek topik yang akan mereka selidiki. dalam kegiatan seperti itu,
mereka perlu merumuskan hipotesis, merancang metode eksperimen, memilih
peralatan yang tepat, mengumpulkan data, mengatur data dan menyusun suatu
kesimpulan. (Soemanto Wasty, 2003: 43)
5. A. TES URAIAN (ESSAY TEST)
6. 1. Pengertian
7. Tes uraian adalah tes (seperangkat soal yang berupa tugas, pertanyaan) yang menuntut
peserta didik untuk mengorganisasikan dan menyatakan jawabannya menurut kata-
kata (kalimat sendiri).
8.
9. 2. Jenis-Jenis Tes Uraian
10.
11. Dilihat dari ruang lingkup, tes uraian dibedakan menjadi:
12. a) Uraian terbatas (restricted response items)
13. b) Uraian Bebas (Extended response items)
14. Dilihat dari Penskorannya, tes uraian dibedakan menjadi:
15. a) Uraian objektif
16. b) Uraian non-objektif
17.
18. 3. Kelebihan Tes Uraian
19. Kelebihan tes uraian dibandingkan tes objektif antara lain:
20. a) Untuk mengukur proses berfikir tingkat tinggi
21. b) Untuk mengukur hasil belajar yang kompleks dan tidak dapat diukur dengan tes
objektif
22. c) Waktu yang digunakan untuk menulis soal lebih cepat
23. d) Menulis tes uraian yang baik relatif lebih mudah dari pada menulis tes obyektif
yang baik
24.
25. 4. Kelemahan Tes Uraian
26. Kelemahan tes uraian dibandingkan tes objektif antara lain:
27. a) Terbatasnya sampel materi yang ditanyakan
28. b) Sukar memeriksa jawaban siswa
29. c) Hasil kemampuan siswa dapat terganggu oleh kemampuan menulis
30. d) Hasil pemeriksaannya cenderung tidak tetap
31.
32. 5. Cara Pengembangan Tes Uraian
33. Cara pengembangan tes uraian adalah sebagai berikut:
34. a) Merumuskan tujuan tes
35. Tes uraian dapat dibuat untuk bermacam-macam tujuan, seperti:
36. Pertama, tes yang bertujuan untuk mengadakan evaluasi belajar tahap akhir (EBTA)
atau ujian lain yang sejenis dengan EBTA.
37. Kedua, tes yang bertujuan untuk mengadakan seleksi , misalnya untuk saringan
masuk perguruan tinggi atau untuk penerimaan beasiswa untuk murid yang berbakat.
38. Ketiga, tes yang bertujuan untuk mendiagnosis kesulitan belajar murid, yang dikenal
dengan tes diagnostic.
39. b) Analisis Kurikulum atau Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GBPP)
40. Analisis kurikulum bertujuan untuk menentukan bobot setiap pokok bahasan yang
akan dijadikan dasar dalam menentukan item atau butir soal dalam membuat kisi-kisi
soal
41. c) Analisis Buku Pelajaran dan Sumber dari Materi Belajar Lainnya
42. Analisis buku pelajaran digunakan untuk menentukan bobot setiap pokok bahasan
berdasarkan jumlah halaman materi yang termuat dalam buku pelajaran atau sumber
materi belajar lainnya.
43. d) Mengidentifikasi materi-materi yang cocok untuk dibuat dengan soal uraian
44. Tes uraian biasanya dibuat dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan
menganalisis yang dimiliki oleh siswa, atau menjelaskan prosedur, hubungan sebab-
akibat, atau memberikan argumen-argumen yang relevan.
45. e) Membuat kisi-kisi
46. Manfaat kisi-kisi adalah untuk menjamin sampel soal yang baik, dalam arti mencakup
semua pokok bahasan secara proporsional.
47. f) Penulisan soal disertai pembuatan kunci jawaban dan pedoman penskoran
48. Ada beberapa petunjuk dalam penulisan butir-butir soal seperti valid, dapat dikerjakan
dengan kemampuan yang spesifik, dan berikan petunjuk pengerjaan soal secara
lengkap dan jelas.
49. g) Penelaahan kembali rumusan soal (oleh sendiri atau orang lain)
50. h) Reproduksi tes terbatas
51. Tes yang sudah dibuat diperbanyak dalam jumlah yang cukup menurut jumlah sampel
uji coba atau jumlah peserta
52. i) Uji Coba Tes
53. Sampel uji coba harus mempunyai karakteristikyang kurang lebih sama dengan
karakteristik peserta tes yang sesungguhnya.
54. j) Analisis hasil uji coba
55. Berdasarkan data hasil uji coba dilakukan analisis, terutama analisis butir soal yang
meliputi validitas butir, tingkat kesukaran, dan fungsi pengecoh.
56. k) Revisi soal
57. Apabila soal-soal yang valid belum memenuhi syarat berdasarkan hasil konfirmasi
dengan kisi-kisi, dapat dilakukan perbaikan atau revisi soal.
58. l) Merakit soal menjadi tes
59.
60. 6. Contoh
61. Contoh format kisi-kisi soal:
62.

No. Kompetensi Materi Indikator No. Soal


1.
2.
3.

63.
64. Contoh kartu Telaah Soal Uraian:
65.

No. Soal Perangkat


No. Aspek yang Ditelaah Ya Tidak
A. Materi
1. Soal sesuai dengan indikator
2. Batasan pertanyaan dan jawaban yang diharapkan jelas
3. Isi materi sesuai dengan tujuan pengukuran
4. Isi materi yang ditanyakan sudah sesuai dengan jenjang, jenis sekolah

atau tingkat kelas


B. Konstruksi
5. Rumusan kalimat soal atau pertanyaan harus menggunakan kata tanya

atau perintah yang menuntut jawaban terurai


6. Ada petunjuk yang jelas tentang cara mengerjakan soal
7. Ada pedoman penskoran
8. Gambar, grafik, table, diagram dan sejenisnya disajikan dengan jelas dan
terbaca
C. Bahasa
9. Rumusan kalimat soal komunikatif
10. Butir soal menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar
11. Rumusan soal tidak menggunakan kata /kalimat yang menimbulkan
penafsiran ganda atau salah pengertian
12. Tidak menggunakan bahasa yang berlaku setempat
13. Rumusan soal tidak mengandung kata-kata yang dapat menyinggung
perasaan siswa
Catatan:

66.
67. Contoh Soal dan Pedoman Penskoran:
68. Indikator: Siswa dapat menghitung isi bangun ruang (balok) dan mengubah satuan
ukurannya.
69. Butir soal: Sebuah bak penampung air berbentuk balok berukuran panjang 150 cm,
lebar 80 cm, dan tinggi 75 cm. Mampu menyimpan berapa literkah isi bak penampung
air tersebut?
70. Alternatif kunci jawaban dan penskoran
71.

Langkah Kunci Jawaban Skor


1. Rumus isi balok= panjang x lebar x tinggi 1
2. =150 x 80 x 75 1
3
3. =900.000 cm 1
4. Isi balok dalam liter= 900.000/1.000 1
5. = 900 liter 1
Skor maksimum 5

72.
73. B. NONTES
74. 1. Pengertian Nontes
75. Teknik penilaian nontes berarti melaksanakan penilaian dengan tidak menggunakan
tes.
76.
77. 2. Jenis-Jenis Nontes
78. a. Observasi
79.
80. Observasi merupakan suatu pengamatan langsung terhadap siswa dengan
memperhatikan tingkah lakunya. Secara umum observasi adalah cara menghimpun
bahan-bahan keterangan (data) yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan
pencatatan secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang sedang dijadikan
sasaran pengamatan.
81. Menurut cara dan tujuannya, obsevasi dapat dibedakan menjadi 3 macam:
82. 1) Partisipatif dan nonpartisipatif
83. 2) Observasi sistematis dan nonsistematis
84. 3) Observasi eksperimental
85. Cara pengembangan observasi:
86. 1) Merumuskan tujuan
87. 2) Merumuskan kegiatan
88. 3) Menyusun langkah-langkah
89. 4) Menyusun kisi-kisi
90. 5) Menyusun panduaan obsevasi
91. 6) Menyusun alat penilaian
92. Contoh observasi:
93. Guru mengamati cara anak melukis sudut 300.
94.
95. b. Wawancara (Interview)
96. Wawancara adalah suatu teknik penilaian yang dilakukan dengan cara percakapan
(dialog) yang berisikan pertanyaan-pertanyaan yang sesuai dengan tujuan informasi
yang hendak digali.
97. Wawancara dibedakan menjadi 2 macam:
98. 1) Wawancara bebas
99. 2) Wawancara terpimpin
100. Cara pengembangan wawancara:
101. 1) Perumusan tujuan yang ingin dicapai dari wawancara
102. 2) Perumusan kegiatan atau aspek-aspek yang dinilai
103. 3) Penyusunan kisi-kisi dan bentuk wawancara
104. 4) Penyusunan pedoman dan pertanyaan wawancara
105. 5) Lembaran penilaian
106. Contoh wawancara:
107. Guru menanyakan ke siswa :
108. Bagaimana cara kamu menghitung volum dari gambar balok ini?
109. Mengapa kamu menggunakan cara tersebut?
110. Dari mana kamu mengetahui cara tersebut?
111.
112. c. Angket (Questionaire)
113.
114. Angket adalah daftar pertanyaan yang terbagi dalam beberapa kategori.
115. Ditinjau dari segi yang memberikan jawaban, angket dibedakan menjadi
2 macam:
116. 1) Angket langsung
117. 2) Angket tidak langsung
118. Ditinjau dari segi cara memberikan jawaban, angket dibedakan menjadi
2 macam:
119. 1) Angket tertutup
120. 2) Angket terbuka
121. Ditinjau dari strukturnya, angket dibedakan menjadi 2 macam:
122. 1) Angket terstruktur
123. 2) Angket tidak terstruktur
124. Cara pengembangan angket:
125. 1) Merumuskan tujuan
126. 2) Merumuskan kegiatan
127. 3) Menyusun langkah-langkah
128. 4) Menyusun kisi-kisi
129. 5) Menyusun panduan angket
130. 6) Menyusun alat penilaian
131.
132. Contoh angket:
133. ANGKET MINAT SISWA
134. TERHADAP PEMBELAJARAN
135. Mata Pelajaran : Kelas/ Semester :

136. Hari/tanggal :
137. Petunjuk
138. 1. Pada angket ini terdapat 34 pernyataan. Pertimbangkan baik-baik setiap
pernyataan dalam kaitannya dengan materi pembelajaran yang baru selesai kamu
pelajari, dan tentukan kebenaranya.
139. 2. Berilah jawaban yang benar sesuai dengan pilihanmu.
140. 3. Pertimbangkan setiap pernyataan secara terpisah dan tentukan
kebenarannya. Jawabanmu jangan dipengaruhi oleh jawaban terhadap pernyataan lain.
141. 4. Catat responmu pada lembar jawaban yang tersedia, dan ikuti petunjuk-
petunjuk lain yang mungkin diberikan berkaitan dengan lembar jawaban. Terima
kasih.
142. Keterangan Pilihan jawaban:
143. 1. = sangat tidak setuju
144. 2. = tidak setuju
145. 3. = ragu-ragu
146. 4. = setuju
147. 5. = sangat setuju
148. PERNYATAAN

Pilihan Jawaban
NO Pertanyaan
1 2 3 4 5
1. Guru benar-benar mengetahui bagaimana membuat kami menjadi
antuasias terhadap materi pelajaran
2. Hal-hal yang saya pelajari dalam pembelajaran ini akan bermanfaat
bagi saya
3. Saya yakin bahwa saya akan berhasil dalam pembelajaran ini
4. Pembelajaran ini kurang menarik bagi saya
5. Guru membuat materi pelajaran ini menjadi penting
6. Saya perlu beruntung agar mendapat nilai yang baik dalam
pembelajaran ini
7. Saya harus bekerja sangat keras agar berhasil dalam pembelajaran
ini.
8. Saya tidak melihat bagaimana hubungan antara isi pelajaran ini
dengan sesuatu yang telah saya ketahui
9. Guru membuat suasana menjadi tegang apabila membangun
sesuatu pengertian
10. Materi pembelajaran ini terlalu sulit bagi saya
11. Apakah saya akan berhasil/tidak berhasil dalam pembelajaran ini,
hal itu tergantung pada saya
12. Saya merasa bahwa pembelajaran ini memberikan banyak
kepuasan kepada saya
13. Dalam pembelajaran ini, saya mencoba menentukan standar
keberhasilan yang sempurna
14. Saya berpendapat bahwa nilai dan penghargaan lain yang saya
terima adalah adil jika dibandingkan dengan yang diterima oleh
siswa lain
15. Siswa di dalam pembelajaran ini tampak rasa ingin tahunya
terhadap materi pelajaran
16. Saya senang bekerja dalam pembelajaran ini
17. Sulit untuk memprediksi berapa nilai yang akan diberikan oleh
guru untuk tugas-tugas yang diberikan kepada saya
18. Saya puas dengan evaluasi yang dilakukan oleh guru dibandingkan
dengan penilaian saya sendiri terhadap kinerja saya
19. Saya merasa puas dengan apa yang saya peroleh dari pembelajaran
ini
20. Isi pembelajaran ini sesuai dengan harapan dan tujuan saya
21. Guru melakukan hal-hal yang tidak lazim dan menakjubkan yang
menarik
22. Para siswa berperan aktif di dalam pembelajaran
23. Untuk mencapai tujuan saya, penting bagi saya untuk berhasil
dalam pembelajaran ini
24. Guru menggunakan bermacam-macam teknik mengajar yang
menarik
25. Saya tidak berpendapat bahwa saya akan memperoleh banyak
keuntungan dari pembelajaran ini
26. Saya sering melamun di dalam kelas.
27. Pada saat saya mengikuti pembelajaran ini, saya percaya bahwa
saya dapat berhasil jika saya berupaya cukup keras
28. Manfaat pribadi dari pembelajaran ini jelas bagi saya
29. Rasa ingin tahu saya sering kali tergerak oleh pertanyaan yang
dikemukakan dan masalah yang diberikan guru pada materi
pembelajaran ini
30. Saya berpendapat bahwa tingkat tantangan dalam pembelajaran ini
tepat, tidak terlalu gampang dan tidak terlalu sulit
31. Saya merasa agak kecewa dengan pembelajaran ini
32. Saya merasa memperoleh cukup penghargaan terhadap hasil kerja
saya dalam pembelajaran ini, baik dalam bentuk nilai, komentar
atau masukan lain
33. Jumlah tugas yang harus saya lakukan adalah memadai untuk
pembelajaran semacam ini
34. Saya memperoleh masukan yang cukup untuk mengetahui tingkat
keberhasilan kinerja saya

149.
150. Sumber:
151. http://suhadinet.files.wordpress.com/2008/06/angket-model-arcs-untuk-
mengukur-motivasi-belajar-dan-minat-belajar-siswa1.pdf
152. d. Pemeriksaan Dokumen (Documentary Analysis)
153. Pemeriksaan dokumen adalah evaluasi mengenai kemajuan siswa atau objek
yang diteliti dengan cara melakukan pemeriksaan terhadap dokumen-dokumen,
misalnya: riwayat hidup
154.
155. e. Sosiometri
156.
157. Sosiometri adalah suatu penilaian untuk menentukan pola pertalian dan
kedudukan seseorang dalam suatu kelompok. Sosiometri merupakan alat yang tepat
untuk menilai hubungan sosial dan tingkah laku sosial dari murid-murid dalam suatu
kelas, yang meliputi struktur hubungan individu, susunan antar individu dan arah
hubungan sosial.
158. Cara pengembangan sosiometri:
159. 1) Pemilihan teman
160. 2) Pembuatan tabel
161. 3) Pembuatan gambar/sosiogram
162.
163. f. Skala Bertingkat (Rating Scale)
164. Skala bertingkat menggambarkan suatu nilai dalam bentuk angka. Angka-
angka diberikan secara bertingkat dari angka terendah sampai angka paling tinggi.
Angka-angka tersebut kemudian dapat dipergunakan untuk melakukan perbandingan
terhadap angka yang lain.
165. Jenis-Jenis Evaluasi Dalam Pembelajaran
166. hakim azhari Senin, 07 April 2014 22.58
167. Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
168.
169. 0
170.
171.
172. A. Bentuk Tes sebagai Instrument Evaluasi
173. 1. Pengertian tes
174. Secara harfiah, kata tes berasal dari bahasa Perancis Kuno: testum dengan
arti :piring untuk menyisihkan logam-logam mulia, dalam bahasa Inggris ditulis
dengan test yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan
tes,ujian,ataupercobaan. Testing berarti saat dilaksanakannya atau peristiwa
berlangsungnya pengukuran dan penilaian. Tester adalah orang yang melaksanakan
tes atau pembuat tes. Testee adalah pihak yang dikenai tes (peserta tes).
175. Dari segi istilah, menurut Anne Anastasi yang dimaksud dengan tes adalah
alat pengukur yang mempunyai standar yang obyektif sehingga dapat digunakan
secara meluas, serta dapat betul-betul digunakan untuk mengukur dan
membandingkan keadaan psikis atau tingkah laku individu.
176. Dalam dunia evaluasi pendidikan, yang dimaksud dengan tes adalah cara atau
prosedur dalam pengukuran dan penilaian di bidang pendidikan, yang berbentuk
pemberian tugas atau serangkaian tugas, baik berupa pertanyaan-pertanyaan yang
harus dijawab, atau perintah-perintah oleh testee, sehingga dapat dihasilkan nilai yang
melambangkan tingkah laku atau prestasi testee, nilai mana dapat dibandingkan
dengan nilai-nilai yang dicapai oleh testee lainnya, atau dibandingkan dengan nilai
standar tertentu.15[1]
177. Sehingga kami dapat menyimpulkan bahwa tes merupakan suatu teknik atau
cara yang digunakan dalam rangka melaksanakan kegiatan pengukuran, yang
didalamnya terdapat berbagai pertanyaan, pernyataan, atau serangkaian tugas yang
harus dikerjakan atau dijawab oleh peserta didik untuk mengukur aspek perilaku
peserta didik.
178. Banyak alat atau instrument yang dapat digunakan dalam kegiatan evaluasi.
Salah satunya adalah tes. Di sekolah juga sering disebut dengan tes prestasi belajar.
Tes banyak digunakan untuk mengukur prestasi belajar peserta didik dalam bidang
kognitif, seperti pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, dan evaluasi.
Penggunaan tes dalam dunia pendidikan sudah dikenal sejak dahulu kala, sejak orang
mengenal pendidikan itu sendiri.
179.
180. 2. Fungsi Tes
181. a. Fungsi untuk Kelas:16[2]
182. 1) Mengadakan diagnosis terhadap kesulitan belajar siswa.
183. 2) Mengevaluasi celah antara bakat dengan pencapaian.
184. 3) Menaikkan tingkat prestasi.
185. 4) Mengelompokkan siswa dalam kelas pada waktu metode kelompok.
186. 5) Merencanakan kegiatan proses belajar-mengajar untuk siswa secara
perseorangan.
187. 6) Menentukan siswa mana yang memerlukan bimbingan khusus.
188. 7) Menentukan tingkat pencapaian untuk setiap anak.
189. b. Fungsi untuk Bimbingan:17[3]
190. 1) Menentukan arah pembicaraan dengan orang tua tentang anak-anak
mereka.
191. 2) Membantu siswa dalam menentukan pilihan.
192. 3) Membantu siswa mencapai tujuan pendidikan dan jurusan.
193. 4) Memberi kesempatan kepada pembimbing, guru, dan orang tua dalam
memahami kesulitan anak.
194. c. Fungsi untuk Administrasi:
195. 1) Memberi petunjuk dalam pengelompokan siswa.
196. 2) Penempatan siswa baru.
197. 3) Membantu siswa memilih kelompok.
198. 4) Menilai kurikulum.
199. 5) Memperluas hubungan masyarakat (public relation).
200. 6) Menyediakan informasi untuk badan-badan lain di luar sekolah.
201. 3. Langkah-langkah dalam Penyusunan Tes
202. Urutan langkah yang dilakukan dalam penyusunan tes adalah:
203. a. Menentukan tujuan mengadakan tes.
204. b. Mengadakan pembatasan terhadap bahan yang akan dijadikan tes.
205. c. Merumuskan tujuan instruksional khusus dari tiap bagian bahan.
206. d. Menderetkan semua indikator dalam tabel persiapan yang memuat pula
aspek tingkah laku yang terkandung dalam indikator itu.
207.
208. 4. Bentuk-bentuk tes
209. a. Berdasarkan Fungsinya
210. Ditinjau dari segi fungsi yang dimiliki oleh tes sebagai alat pengukur
perkembangan belajar peserta didik, tes ini dapat dibedakan menjadi enam golongan:
211. 1) Tes seleksi
212. Tes seleksi sering dikenal dengan istilah ujian saringan atau ujian masuk.
Tes ini dilaksanakan dalam rangka penerimaan calon siswa baru, dimana hasil tes
digunakan untuk memilih calon peserta didik yang tergolong paling baik dari sekian
banyak calon yang mengikuti tes. Materi pada tes seleksi ini merupakan materi
prasyarat untuk mengikuti program pendidikan yang akan diikuti oleh calon.
213. Sesuai dengan sifatnya, yaitu menyeleksi atau melakukan penyaringan, maka
materi tes seleksi terdiri atas butir-butir soal yang cukup sulit, sehingga hanya calon-
calon yang tergolong memiliki kemampuan tinggi sajalah yang dimungkinkan dapat
menjawab butir-butir soal tes dengan betul. Tes seleksi dapat dilaksanakan secara
lisan, secara tertulis, dengan tes perbuatan, dan dapat pula dilaksanakan dengan
mengkombinasikan ketiga jenis tes tersebut secara serempak. Sebagai tindak lanjut
dari hasil tes seleksi, maka para calon yang dipandang memenuhi batas persyaratan
minimal yang telah ditentukan dinyatakan sebagai peserta tes yang lulus dan dapat
diterima sebagai siswa baru, dinyatakan tidak lulus dan karenanya tidak dapat
diterima sebagai siswa baru.
214. 2) Tes awal
215. Tes awal sering dikenal dengan istilah pre-test. Tes jenis ini dilaksanakan
dengan tujuan untuk mengetahui sejauh manakah materi atau bahan pelajaran yang
akan diajarkan telah dapat dikuasai oleh para peserta didik. Jadi tes awal adalah tes
yang dilaksanakan sebelum bahan pelajaran diberikan kepada peserta didik. Karena
itu maka butir-butir soalnya dibuat yang mudah-mudah. Setelah tes awal berakhir,
maka sebagai tindak lanjutnya adalah :
216. a) Jika dalam tes awal itu semua materi yang ditanyakandalam tes sudah
dikuasai dengan baik oleh peserta didik, maka materi yang telah ditanyakan dalam tes
awal itu tidak diajarkan lagi,
217. b) Jika materi yang dapat dipahami oleh peserta didik baru sebagian saja,
maka yang diajarkan adalah materi pelajaran yang belum cukup dipahami oleh para
peserta didik tersebut.
218. 3) Tes akhir
219. Tes akhir sering dikenal dengan istilah post-test. Tes akhir dilaksanakan
dengan tujuan untuk mengetahui apakah semua materi pelajaran yang tergolong
penting sudah dapat dikuasai dengan sebaik-baiknya oleh para peserta didik.
220. 4) Tes diagnostik
221. Tes diagnostik (diagnostic test) adalah tes yang digunakan untuk menentukan
secara tepat, jenis kesukaran yang dihadapi oleh peserta didik dalam suatu mata
pelajaran tertentu.
222. 5) Tes formatif
223. Tes formatif adalah tes hasil belajar yang bertujuan untuk mengetahui, sudah
sejauh manakah peserta didik telah terbentuk setelah mereka mengikuti proses
pembelajaran dalam jangka waktu tertentu. Tes formatif ini biasanya dilaksanakan di
tengah-tengah perjalanan program pengajaran, yaitu dilaksanakan pada setiap kali
satuan pelajaran atau subpokok bahasan berakhir atau dapat diselesaikan. Di sekolah-
sekolah tes formatif ini biasa dikenal dengan istilah ulangan harian. Tindak lanjut
yang perlu dilakukan setelah diketahuinya hasil tes formatif adalah:
224. a) Jika materi yang diteskan itu telah dikuasai dengan baik, maka
pembelajaran dilanjutkan dengan pokok bahasan yang baru.
225. b) Jika ada bagian-bagian yang belum dikuasai, maka sebelum dilanjutkan
dengan pokok bahasan baru, terlebih dahulu diulangi atau dijelaskan lagi bagian-
bagian yang belum dikuasai oleh peserta didik.
226. 6) Tes sumatif
227. Tes sumatif adalah tes hasil belajar yang dilaksanakan setelah sekumpulan
satuan program pengajaran selesai diberikan.18[4] Tes sumatif dilaksanakan secara
tertulis, agar semua siswa memperoleh soal yang sama. Butir-butir soal yang
dikemukakan dalam tes sumatif ini pada umumnya juga lebih sulit atau lebih berat
daripada butir-butir soal tes formatif. Yang menjadi tujuan utama tes sumatif adalah
untuk menentukan nilai yang melambangkan keberhasilan peserta didik setelah
mereka menempuh proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu.
228. b. Berdasarkan aspek psikis yang ingin diungkap
229. Ditilik dari aspek kejiwaan yang ingin diungkap, tes setidak-tidaknya dapat
dibedakan menjadi lima golongan, yaitu:
230. 1) Tes intelegensi, yakni tes yang dilaksanakan dengan tujuan untuk
mengungkap atau mengetahui tingkat kecerdasan seseorang.
231. 2) Tes kemampuan, yakni tes yang dilaksanakan dengan tujuan untuk
mengungkap kemampuan dasar atau bakat khusus yang dimiliki oleh testee.
232. 3) Tes sikap, yakni salah satu jenis tes yang dipergunakan untuk
mengungkap predisposisi atau kecenderungan seseorang untuk melakukan suatu
respon tertentu terhadap dunia sekitarnya, baik berupa individu-individu maupun
obyek-obyek tertentu.
233. 4) Tes kepribadian, yakni tes yang dilaksanakan dengan tujuan mengungkap
ciri-ciri khas dari seseorang yang banyak sedikitnya bersifat lahiriah.
234. 5) Tes hasil belajar, yang juga sering dikenal dengan istilah tes pencapaian,
yakni tes yang biasa digunakan untuk mengungkap tingkat pencapaian atau prestasi
belajar.
235. c. Penggolongan lain-lain
236. Ditilik dari banyaknya orang yang mengikuti tes, dapat dibedakan menjadi 2
golongan, yaitu:
237. 1) Tes individual, yaitu tes dimana tester hanya berhadapan dengan satu
orang testee saja.
238. 2) Tes kelompok, yaitu tes dimana tester berhadapan dengan lebih dari satu
orang testee.
239. Ditilik dari segi waktu yang disediakan bagi testee untuk menyelesaikan tes,
yaitu:
240. 1) Power test, yakn tes dimana waktu yang disediakan buat testee untuk
menyelesaikan tes tersebut tidak dibatasi.
241. 2) Speed test, yaitu tes dimana waktu yang disediakan buat testee untuk
menyelesaikan tes tersebut dibatasi.
242. Ditilik dari segi bentuk responnya, tes dapat dibedakan menjadi dua golongan
yaitu:
243. 1) Verbal test, yaitu suatu tes yang menghendaki respon (jawaban) yang
tertuang dalam bentuk ungkapan kata-kata atau kalimat, baik secara lisan ataupun
tertulis.
244. 2) Nonverbal test, yakni tes yang menghendaki respon (jawaban) dari testee
bukan berupa ungkapan kata-kata atau kalimat, melainkan berupa tindakan atau
tingkah laku.
245. Akhirnya, apabila ditinjau dari segi cara mengajukan pertanyaan dan cara
memberikan jawabannya,l tes dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu:
246. 1) Tes tertulis, yakni jenis tes dimana tester dalam mengajukan butir-butir
pertanyaan atau soalnya dilakukan secara tertulis dan testee memberikan jawabannya
juga secara tertulis.
247. 2) Tes lisan, yakni tes dimana tester didalam mengajukan pertanyaan-
pertanyaan atau soalnya dialkukan secara lisan, dan testee memberikan jawabannya
secara lisan juga.
248.
249. B. Bentuk Non Tes Sebagai Instrumen Evaluasi
250. Nontes adalah cara penilaian hasil belajar peserta didik yang dilakukan tanpa
menguji peserta didik tetapi dengan melakukan pengamatan secara sistematis. Teknik
evaluasi non tes berarti melaksanakan penilain dengan tidak menggunakan tes. Teknik
penilaian ini umumnya untuk menilai kepribadian anak secara menyeluruh meliputi
sikap, tingkah laku, sifat, sikap sosial, dan lain-lain. Yang berhubungan dengan
kegiatan belajar dalam pendidikan, baik secara individu maupun secara kelompok.
251. Pada prinsipnya, setiap melakukan evaluasi pembelajaran, kita dapat
menggunakan teknik tes dan nontes, sebab hasil belajar atau aspek-aspek
pembelajaran bersifat aneka ragam. perlu diketahui bahwa tes bukanlah satu-satunya
cara untuk melakukan evaluasi hasil belajar siswa, teknik lain yang dapat dilakukan
adalah teknik non tes. Dengan teknik ini evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan
tanpa menguji peserta didik tersebut, melainkan dilakukan dengan pengamatan secara
sistematis (observation), melakukan wawancara (interview), penyebaran angket
(questionnaire), memeriksa atau meneliti dokumen-dokumen (documentari analysis).
Teknik non tes ini memegang peranan penting terutama dalam rangka evaluasi hasil
belajar peserta didik dalam ranah sikap hidup (affective domain) dan ranah
keterampilan (psychomotoric domain)19[5], sedangkan teknik tes sering digunakan
untuk mengevaluasi hasil belajar peserta didik dari segi ranah berfikirnya (cognitive
domain)20[6]. Berikut ini adalah beberapa jenis evaluasi non tes:
252. Ada beberapa teknik non tes, yaitu :
253. 1) Skala bertingkat (rating scale)
254. 2) Kuesioner (questionaire)
255. 3) Daftar cocok (check-list)
256. 4) Wawancara (interview)
257. 5) Pengamatan (observation)
258. 6) Riwayat hidup
259. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut :
260. a. Skala bertingkat (rating scale)
261. Skala menggambarkan nilai yang berbentuk angka terhadap suatu hasil
pertimbangan. Biasanya angka-angka yang digunakan diterangkan pada skala dengan
jarak yang sama. Meletakkannya secara bertingkat dari yang rendah ke yang tinggi.
262. Kita dapat menilai hampir segala sesuatu dengan skala. Dengan maksud agar
pencatatannya dapat objektif, maka penilaian terhadap penampilan atau
penggambaran kepribadian seseorang disajikan dalam bentuk skala.
263. b. Kuesioner
264. Kuesioner juga sering dikenal sebagai angket. Pada dasarnya kuesioner adalah
Sebuah daftar pertanyaan yang harus diisi oleh orang yang akan diukur (responden).
Dengan kuesioner ini orang dapat diketahui tentang keadaan atau data diri,
pengalaman, pengetahuan sikap atau pendapatnya dan lain-lain.
265. Ditinjau dari segi cara menjawabnya maka dibedakan menjadi dua, yaitu
kuesioner tertutup dan kuesioner terbuka. Kuesioner tertutup adalah kuesioner yang
disusun dengan menyediakan pilihan jawaban langkah sehingga pengisi hanya tinggal
memberi tanda pada jawaban yang dipilih. Sedangkan kuesioner terbuka adalah
kuesioner yang disusun sedemikian rupa sehingga para pengisi bebas mengemukakan
pendapatnya. Kuesioner terbuka disusun apabila macam jawaban pengisi belum
terperinci dengan jelas sehingga jawabannya akan beraneka ragam.
266. c. Daftar cocok (check list)
267. Yang dimaksud dengan daftar cocok adalah deretan pernyataan (yang
biasanya singkat-singkat), dimana responden yang dievaluasi tinggal membubuhkan
tanda cocok () di tempat yang sudah disediakan. Ada pendapat yang mengatakan
bahwa sebenarnya skala bertingkat dapat digolongkan ke dalam daftar cocok karena
dalam skala bertingkat, responden juga diminta untuk memberikan tanda cocok pada
pilihan yang tepat.
268. d. Wawancara (interview)
269. Wawancara adalah suatu cara yang digunakan untuk mendapatkan jawaban
dari responden dengan jalan tanya jawab sepihak. Dikatakan sepihak karena dalam
wawancara ini responden tidak diberi kesempatan sama sekali untuk mengajukan
pertanyaan. Pertanyaan hanya diajukan oleh subjek evaluasi.
270. Ada dua macam interview, yaitu interview bebas dan interview terpimpin.
Inteview bebas merupakan di mana responden mempunyai kebebasan untuk
mengutarakan pendapatnya, tanpa dibatasi oleh patokan-patokan yang telah dibuat
oleh subjek evaluasi. Sedangkan interview terpimpin adalah interview yang dilakukan
oleh subjek evaluasi dengan cara mengajukan pertanyaan-petanyaan yang udah
disusun terlebih dahulu. Jadi dalam hal ini responden pada waktu menjawab
pertanyaan tinggal memilih jawaban yang sudah dipersiapkan oleh penanya.
Pertanyaan itu kadang-kadang bersifat sebagai pemimpin, mengarahkan dan penjawab
sudah dipimpin oleh sebuah daftar cocok, sehingga dalam menuliskan jawaban, ia
tinggal membubuhkan tanda cocok di tempat yang sesuai dengan keadaan responden.
271. e. Pengamatan (observation)
272. Pengamatan adalah suatu teknik yang dilakukan dengan cara mengadakan
pengamatan secara teliti serta pencatatan secara sistematis. Ada 3 macam observasi :
273. 1) Observasi partisipan, yaitu observasi yang dilakukan oleh pengamat,
tetapi dalam pada itu pengamat memasuki dan mengikuti kegiatan kelompok yang
sedang diamati. Observasi partisipan dilaksanakan sepenuhnya jika pengamat betul-
betul mengikuti kegiatan kelompok, bukan hanya pura-pura. Dengan demikian ia
dapat menghayati dan merasakan seperti apa yang dirasakan orang-orang dalam
kelompok yang diamati.
274. 2) Observasi sistematik, yaitu observasi di mana faktor-faktor yang
diamati sudah diatur menurut kategorinya. Berbeda dengan observasi partisipan, maka
dalam observasi ini pengamat berada di luar kelompok. Dengan demikian maka
pengamat tidak dibingungkan oleh situasi yang melingkungi dirinya.
275. 3) Observasi eksperimental, pengamatan ini terjadi jika pengamatan tidak
berpartisipasi dalam kelompok. Dalam hal ini ia dapat mengendalikan unsur-unsur
penting dalam situasi sedemikian rupa sehingga situasi itu dapat diatur sesuai dengan
tujuan evaluasi.
276. f. Riwayat hidup
277. Riwayat hidup adalah gambaran tentang keadaan seseorang selama dalam
masa kehidupannya. Dengan mempelajari riwayat hidup, maka subjek evaluasi akan
dapat menarik suatu kesimpulan tentang kepribadian kebiasaan dan sikap dari objek
yang dimulai.
PEMBAHASAN

Evaluasi dilakukan untuk menentukan kualitas atau nilai dari kegiatan


pembelajaran yang telah dilaksanakan baik menyangkut tujuan, materi, metode, media,
sumber belajar, lingkungan maupun sistem penilaian itu sendiri. Agar dapat mengukur
dengan benar dan tepat apa yang hendak diukur maka alat ukur (tes) yang digunakan
harus memenuhi kriteria standar pengukuran. Ada beberapa pendapat para ahli tentang
ciri-ciri tes yang baik diantaranya :
Menurut Mudjijo ada 4 ciri tes yang baik yaitu : Validitas, reliabilitas, kemudahan
dan kepraktisan. Kemudahan dalam hal ini yaitu mudah dilaksanakan dan kepraktisan
dalam hubungannya dengan biaya dan waktu untuk melaksanakan dan yang terakhir
analisis butir soal. Tes yang baik berarti soal tersebut memiliki butir soal yang baik.[1]
Menurut Suharsimi Arikunto suatu tes dapat dikatakan baik apabila memenuhi
lima persyaratan, yaitu :

1. Validitas

Kata valid sering diartikan dengan : tepat, benar, absah dan shahih. Jadi kata validitas
ketepatan, kebenaran, keabsahan. Apabila dikaitkan dengan fungsi tes sebagai alat
pengukur maka sebuah tes dikatakan valid apabila alat ukur tersebut dapat dengan tepat
mengukur apa yang hendak diukur atau diungkap lewat tes tersebut. Jadi tes hasil belajar
dapat dinyatakan valid (alat pengukur keberhasilan) dengan secara tepat dapat mengukur
atau mengungkap hasil-hasil belajar yang telah dicapai oleh peserta didik setelah
menempuh proses belajar mengajar dalam waktu tertentu[2]
Contoh : Diperoleh informasi bahwa Si A beratnya 80 kg setelah diukur dengan
timbangan beras yang benar memang hasilnya demikian beratnya berdasarkan hasil
timbangan.
Untuk tes hasil belajar aspek validitas yang paling penting adalah validitas isi. Yang
dimaksud dengan validitas isi adalah ukuran yang menunjukkan sejauh mana skor dalam
tes yang berhubungan dengan penguasaan peserta tes dalam bidang studi yang diuji
melalui perangkat tes tersebut. Untuk mengetahui tingkat validitas isi tes, diperlukan
adanya penilaian ahli yang menguasai bidang studi tersebut.

2. Reliabilitas

Kata reliabilitas dari kata reliability (Inggris) yang artinya dapat dipercaya. Tes yang
reliable jika memberikan hasil yang tetap (consistent) apabila diteskan berkali-kali. Jika
kepada siswa diberikan tes yang sama yang pada waktu yang berlainan, maka setiap siswa
akan tetap berada dalam urutan rangking yang sama tetap (ajeg) dalam kelompoknya.
Validitas berhubungan dengan ketepatan sedangkan reliabilitas berhubungan dengan
ketetapan atau keajekan.`
Sebuah tes dikatakan relibel apabila hasil-hasil pengukuran yang dilakukan
dengan menggunakan tes tersebut secara berulang kali terhadap subyek yang sama
hasilnya tetap sama atau sifatnya stabil.[3] Yang dimaksud Stabil disini yaitu tetap
berada pada urutan kelompoknya ketika tes dilakukan berulang-ulang meskipun terjadi
perubahan nilai secara keseluruhan oleh kelompoknya tetapi pada posisi urutan
rangkingnya tetap atau berubah tetapi perubahannya tidak berarti. Jadi penekannanya
bukan pada tetapnya nilai tetapi pada tetapnya posisi urutan nilai atau rangking dalam
kelompoknya. Walaupun tampaknya hasil tes pada tes kedua lebih baik karena
kenaikannnya dialami oleh semua siswa maka tes yang digunakan dapat dikatakan
memiliki reliabilitas yang tinggi. Kenaikan hasil yang kedua bisa jadi disebabkan
adanya pengalaman yang diperoleh pada waktu mengerjakan tes pertama.
Contoh
Tabel Nilai Tes Pertama dan Kedua

Nama Siswa Pengetesan Pertama Pengetesan Kedua


Ahmad 5,5 6,6

Arman 6 7

Cahya 8 9

Darma 5 6
Elvi 6 7

Firda 7 8

Pada tabel tersebut di atas menunjukkan hasil tes pertama dan hasil tes kedua
yang dicapai oleh siswa secara keseluruhan cenderung mengalami kenaikan tetapi
pada posisi rangkingnya tetap yang berarti alat tes yang digunakan dalam menilai hasil
belajar tersebut reliable atau dapat dipercaya.
Menurut Ngalim Purwanto suatu tes disebut andal (reliability) jika ia dapat
dipercaya, konsisten atau stabil.[4]

3. Objectivitas

Objektif berarti tidak adanya unsur pribadi yang mempengaruhinya bukan subjectif.
Sebuah tes dikatakan memiliki objectivitas apabila dalam melaksanakan tes tidak ada faktor
subjectif yang mempengaruhi terutama dalam sistem skornya.
Apabila dikaitkan dengan reliabilitas maka objectivitas menekankan ketetapan
(consistency) pada sistem skoring, sedangkan reliabilitas menekankan ketetapan dalam hasil
tes. Ada 2 faktor yang mempengaruhi subjectivitas dari sesuatu tes yaitu bentuk tes dan
penilai :

1. Bentuk Tes

Tes yang berbentuk uraian akan memberi banyak kemungkinan kepada sipenilai
untuk memberikan penilaian menurut caranya sendiri. Untuk menghindari masuknya unsur
subjektivitas dari penilai maka sistem skoringnya dapat dilakukan dengan cara sebaik-
baiknya antara lain lain dengan membuat pedoman skoring terlebih dahulu.

2. Penilai

Subjectivitas dari penilai akan dapat masuk secara agak leluasa terutama dalam tes
bentuk uraian. Faktor-faktor yang mempengaruhi subjectivitas antara lain kesan penilai
terhadap siswa, tulisan bahasa, kelelahan untuk menghindari subjektivitas maka harus
mengacu pedoman terutama menyangkut masalah pengadministrasian yaitu kontinuitas dan
komprehensivitas.
Sedangkan Menurut Prof. Drs. Anas Sujiono Suatu tes belajar dapat disebut tes
belajar yang obyektif apabila tes tersebut disusun dan dilaksanakan menurut apa adanya.
Ditinjau dari segi isi atau materinya artinya bahwa materi tes diambilkan atau
bersumber dari materi atau bahan pelajaran yang telah diberikan sesuai dengan
instruksional khusus yang telah ditentukan atau bahan pelajaran yang telah dipelajari
oleh peserta didik yang dijadikan acuan dalam penyusunan hasil belajar tersebut.[5]
4. Praktibilitas (practibility)
Sebuah tes disebut memiliki praktibilitas yang tinggi apabila tes tersebut bersifat
praktis, Tes yang praktis adalah tes yang :

1. Mudah dilaksanakan, tidak menuntut peralatan yang banyak dan memberi kebebasan
kepada siswa mengerjakan terlebih dahulu bagian yang dianggap mudah. Karena
bersifat sederhana dalam arti tidak memerlukan peralatan yang sulit
pengadaannya[6]
2. Mudah pemeriksaannya artinya bahwa tes itu dilengkapi kunci jawaban maupun
pedoman skoringnya. Dilengkapi dengan petunjuk-petunjuk yang jelas sehingga dapat
diberikan atau diawali orang lain.
3. Dilengkapi dengan petunjuk-petunjuk yang jelas sehingga dapat diberikan atau
diawasi oleh orang lain

5. Ekonomis
Pelaksaan tes tersebut tidak membutuhkan ongkos atau biaya yang mahal, tenaga yang
banyak serta waktu yang lama.[7]

Ilmu Pendidikan Islam

Pendidikan adalah salah satu upaya yang sangat berperan penting dalam mencetak generasi
muslim yang kaffah. Pendidikan Islam merupakan pendidikan yang melihat pendidikan dari
dua aspek yakni aspek jasmani dan aspek rohani. Tulisan ini banyak sedikitnya berkontribusi
untuk Pendidikan Islam. Semoga bermanfaat.

Senin, 10 Desember 2012

Sejarah Pendidikan Islam

NAMA : RIO NATA MANGKU NUGRAHA


NIM : 10.21.0125
FAK/JUR : TARBIYAH / PAI

MATA KULIAH : SEJARAH PERADABAN ISLAM (tuGAS MID)

I.

A. Jelaskan pengertian dari sejarah, pendidikan dan islam. Secara etimologi, terminology dan
efistimologi?
B. Jelaskan dari sejarah pendidikan Islam, urgensi, tujuan dan komponen-komponennya?
II.

A. Jelaskan secara singkat sejarah pendidikan Islam pada masa Rasulullah, Khulafaurrasyidin,
Dinasti Umayyah dan Dinati Abbasiyah?
B. Jelaskan lembaga-lembaga pendidikan yang didirikan?
C. Bagaiman metode pendidikannya?
III. Apa kelemahan dan kelebihan pendidikan Islam pada masa terseburt? beserta solusi
dari anda !

JAWABAN

I.

A. Pengertian Sejarah Secara Etimologi


Kata sejarah secara etimologi dapat diungkapkan dalam bahasa Arab yaitu Tarikh,
sirah atau ilmu tarikh, yang maknanya ketentuan masa atau waktu, sedang ilmu tarikh berarti
ilmu yang mengandung atau yang membahas penyebutan peristiwa dan sebab-sebab
terjadinya peristiwa tersebut. atau asal katanya Sejarah diambil dari berbagai macam bahasa.
Diantaranya:
Kata dalam bahasa Arab yaitu syajaratun artinya pohon.

Mereka mengenal juga kata syajarah annasab, artinya pohon silsilah.

Pohon dalam hal ini dihubungkan dengan keturunan atau asal usul keluarga raja/ dinasti
tertentu. Hal ini dijadikan elemen utama dalam kisah sejarah pada masa awal. Dikatakan
sebagai pohon sebab pohon akan terus tumbuh dan berkembang dari tingkat yang sederhana
ke tingkat yang lebih komplek/ maju. Sejarah seperti pohon yang terus berkembang dari akar
sampai ke ranting yang terkecil.
Dalam bahasa Jerman, yaitu Geschichte berarti sesuatu yang telah terjadi.

Dalam bahasa Belanda yaitu Geschiedenis, yang berarti terjadi.

Dalam bahasa Inggris yaitu History, artinya masa lampau umat manusia.

Kata History sebenarnya diturunkan dari bahasa latin dan Yunani yaitu Historia artinya
informasi/pencarian, dapat pula diartikan Ilmu. Hal ini menunjukkan bahwa pengkajian
sejarah sepenuhnya bergantung kepada penyelidikan terhadap perkara-perkara yang benar-
benar pernah terjadi.

Istor dalam bahasa Yunani artinya orang pandai Istoria artinya ilmu yang khusus untuk
menelaah gejala-gejala dalam urutan kronologis.
(http://www.freewebs.com/rinanditya/pengertiansejarah.htm)

sejarah dalam bahasa Arab disebut Tarikh, yang bermakna ketentuan masa. Kata tarikh
bermakna juga perhitungan tahun. Dalam Al-Quran sejarah disebut dengan qihash,
sebagaimana firman Allah SWT : maka bacalah kisah-kisah tersebut. (Q.S. 6 :130). Al-
Quran mengandung nilai-nilai transhistoris artinya Al-Quran diturunkan dalam realita
sejarah. Sebab Al-Quran turun sebagai respon kongkrit terhadap sejarah kurun waktu,
pristiwa tertentu, dan tempat tertentu. Literatur inggris menyebut sejarah dengan history,
yang berarti pengalaman massa lampau dari umat manusia. (Ramayulis, 2011).
Pengertian Sejarah secara terminologi,
Adapun secara terminologi berarti sejumlah keadaan dan peristiwa yang terjadi di
masa lampau dan benar-benar terjadi pada diri individu dan masyarakat

berbagai macam istilah sebagai berikut:


Istilah sejarah, dalam pengertian terminologis atau istilahi, juga memiliki beberapa variasi
redaksi. R.G. Collingwood, misalnya mendefinisikan sejarah dengan ungkapan history is the
history of thought (Sejarah adalah sejarah pemikiran); history is a kind of research or inquiry
(Sejarah adalah sejenis penelitian atau penyelidikan). Pada kesempatan lain, Collingwood
memaknakan sejarah (dalam artian penulisan sejarah atau historiografi), seperti membangun
dunia fantasi (are peaple who bulid up a fantasy-word).
Nouruzzaman Shiddiqie mendifinisikan sejarah sebagai peristiwa masa lampau yang tidak
hanya sekadar memberi informasi tentang terjadinya peristiwa itu, tetapi juga memberikan
interpretasi atas peristiwa yang terjadi dengan melihat hukum sebab-akibat.( Nouruzzaman
Shiddiqie, 1983)
Jauh sebelumnya, Ibn Khaldun (1332 1406), dalam kitabnya al-Muqaddimah, telah
mendefinisikan sebagai catatan tentang masyarakat umat manusia atau peradaban dunia;
tentang perubahan-perubahan yang terjadi pada watak masyarakat itu, seperti kelahiran,
keramah-tamahan, dan solidaritas golongan; tentang revolusi dan pemberontakan rakyat
melawan golongan lain; akibat timbulnya kerajaan-kerajaan dan negara dengan tingkatan
bermacam-macam kegiatan dan kedudukan orang, baik untuk mencapai kemajuan
kehidupannya, berbagai macam ilmu pengetahuan, dan pada umunya tentang segala macam
perubahan yang terjadi di dalam masyarakat karena watak masyarakat itu sendiri
(Abdurrahman Ibn Khaldun, 1986).
Secara Terminologi sejarah berarti keterangan yang telah terjadi dikalangan masyarakat pada
masa lampau atau masa sekarang. Pengertian sejarah selanjutnya adalah catatan yang
berhubungan dengan kejadian yang masa lampau yang diabadikan dalam laporan-laporan
tertulis dan ruang lingkup yang luas (Ramayulis, 2011).
Pengertian Sejarah secara efistimologi
Secara epistimologi Sejarah adalah ilmu pengetahuan dengan umumnya yang
berhubungan dengan cerita bertarikh sebagai hasil penfsiran kejadian-kejadian dalam
masyarakat manusia pada waktu yang telah lampau atau tanda-tanda yang lain.

Berdasarkan asal kata dan istilah tersebut maka sejarah dapat diartikan sebagai
sesuatu yang telah terjadi pada waktu lampau dalam kehidupan umat manusia. Sejarah tidak
dapat dilepaskan dari kehidupan manusia dan bahkan berkembang sesuai dengan
perkembangan kehidupan manusia dari tingkat yang sederhana ke tingkat yang lebih maju
atau modern. Berdasarkan bahasa Indonesia, sejarah mengandung 3 pengertian: Sejarah
adalah silsilah atau asal-usul, Sejarah adalah kejadian atau peristiwa yang benar-benar terjadi
pada masa lampau, Sejarah adalah ilmu, pengetahuan, dan cerita pelajaran tentang kejadian
atau peristiwa yang benar-benar terjadi di masa lampau. Jadi pengertian sejarah adalah suatu
ilmu pengetahuan yang mempelajari segala peristiwa atau kejadian yang telah terjadi pada
masa lampau dalam kehidupan umat manusia.
Pengertian Pendidikan secara etimologi,
Pendidikan berasal dari kata 'didik' yang artinya memberi latihan (ajaran, tuntunan,
pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Secara gamblang pendidikan bisa
diartikan sebagai proses pengubahan sikap dan tatalaku seseorang atau kelompok orang
dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan : proses, cara,
perbuatan mendidik. Berikut ini arti pendidikan dari beberapa bahasa:
Bahasa Yunani : berasal dari kata Pedagogi, yaitu dari kata paid artinya anak dan agogos
artinya membimbing. Itulah sebabnya istilah pedagogi dapat diartikan sebagai ilmu dan seni
mengajar anak (the art and science of teaching children).

Bahasa Romawi : berasal dari kata educare, yaitu mengeluarkan dan menuntun, tindakan
merealisasikan potensi anak yang dibawa waktu dilahirkan di dunia.

Bangsa Jerman : berasal dari kata Erziehung yang setara dengan educare, yaitu :
membangkitkan kekuatan terpendam atau mengaktifkan kekuatan/potensi anak.

Bahasa Jawa : berasal dari kata panggulawentah (pengolahan), mengolah, mengubah


kejiwaan, mematangkan perasaan, pikiran, kemauan dan watak, mengubah kepribadian sang
anak (http://id.scribd.com/doc/7592955/Definisi-Pendidikan).

Pengertian Pendidikan secara terminologi,

Mendefinisikan pengertian pendidikan ditinjau dari berbagai tokoh tentu memiliki


berbagai perbedaan, tetapi untuk memahami pengertian pendidikakn paling tidak dibutuhkan
beberapa pengertian :

Menurut Ngalim Purwanto yang dikutip oleh Akmal Hawi Pendidikan adalah pimpinan yang
diberikan denga sengaja oleh orang dewasa kepada anak-anak, dalam pertumbuhannya
(jasmani dan rohani) agar berguna bagi diri sendiri dan bagi masyarakat.
Menurut Hasan Langgulung dikutip oleh Akmal Hawi Pendidikan merupakan proses
pemindahan nilai pada suatu masyarakat kepada setiap individu yang ada di dalamnya dan
proses pemindahan niali-nilai budaya itu melalui pengajaran dan indoktrinasi (Akmal Hawi,
2008)
Pengertian Pendidikan secara efistimologi,
Secara epistimologi adalah ilmu yang mempelajari serta memperoses pengubahan
sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia
melalui pengajaran dan pelatihan.

Pendidikan adalah usaha sadar dan t e r e n c a n a u n t u k m e w u j u d k a n


suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
a k t i f m e n g e m b a n g k a n p o t e n s i d i r i n y a u n t u k m e m i l i k i kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya dan masyarakat. (UU.SISDIKNAS, 2008)
Pengertian Islam secara etimologi
Secara etimologis (asal-usul kata, lughawi) kata Islam berasal dari bahasa Arab:
salima yang artinya selamat. Dari kata itu terbentuk aslama yang artinya menyerahkan diri
atau tunduk dan patuh. Sebagaimana firman Allah SWT,
Bahkan, barangsiapa aslama (menyerahkan diri) kepada Allah, sedang ia berbuat
kebaikan, maka baginya pahala di sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap
mereka dan tidak pula bersedih hati (Q.S. 2:112).

Ada juga pendapat, akar kata yang membentuk kata Islam setidaknya ada empat yang
berkaitan satu sama lain

Aslama. Artinya menyerahkan diri. Orang yang masuk Islam berarti menyerahkan diri kepada
Allah SWT. Ia siap mematuhi ajaran-Nya.

Salima. Artinya selamat. Orang yang memeluk Islam, hidupnya akan selamat.

Sallama. Artinya menyelamatkan orang lain. Seorang pemeluk Islam tidak hanya
menyelematkan diri sendiri, tetapi juga harus menyelamatkan orang lain (tugas dakwah atau
amar maruf nahyi munkar).

Salam. Aman, damai, sentosa. Kehidupan yang damai sentosa akan tercipta jika pemeluk
Islam melaksanakan asalama dan sallama (Nasruddin Razak,1989).

Pengertian Islam secara terminologi


Adapun pengertian Islam dari segi istilah, banyak para ahli yang mendefinisikannya;
di antaranya Prof. Dr. Harun Nasution. Ia mengatakan bahwa Islam menurut istilah (Islam
sebagai agama) adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada masyarakat
manusia melalui Nabi Muhammad saw. sebagai Rasul. Islam pada hakikatnya membawa
ajaran-ajaran yang bukan hanya mengenal satu segi, tetapi menganal berbagai segi dari
kehidupan manusia (Harun Nasution, 2002)

Sementara itu Maulana Muhammad Ali mengatakan bahwa Islam adalah agama
perdamaian; dan dua ajaran pokoknya, yaitu keesaan Allah dan kesatuan atau persaudaraan
umat manusia menjadi bukti nyata bahwa agama Islam selaras benar dengan namanya. Islam
bukan saja dikatakan sebagai agama seluruh Nabi Allah, sebagaimana tersebut dalam Al
Quran, melainkan pula pada segala sesuatu yang secara tak sadar tunduk sepenuhnya pada
undang-undang Allah (Muhammad Ali, 2003).
Pengertian Islam secara efistimologi
Sedangkan Islam menurut kaca mata Epistemologi adalah Islam sebagai ilmu. Islam
memang mempunyai banyak aspek yang bisa melahirkan disiplin ilmu berbeda, seperti
hukum, seni, dan sebagainya.

Islam adalah di ucapkan dengan lisan, di benarkan dengan hati dan di buktikan
dengan perbuatan bahwa tiada tuhan selain Allah SWT dan Muhammad SAW adalah
utusannya. Islam juga di artikan sebagai ketundukan pada Allah SWT, Islam adalah Wahyu
Allah, Islam adalah Agama Para Nabi dan Rasul, Islam adalah Hukum-hukum Allah di dalam
Alquran dan Sunnah, Islam adalah Jalan Allah Yang Lurus Islam merupakan satu-satunya
pedoman hidup bagi seorang muslim, Islam Pembawa Keselamatan Dunia dan Akhirat
(Harun Nasution, 2002)

B. Pengertian Sejarah Pendidikan Islam

Pengertian sejarah pendidikan Islam yaitu:

Keterangan mengenai pertumbuhan dan perkembangan pendidikan islam didunia islam dari
waktu kewaktu, dari suatu Negara kenegara lain dari masa Rasulullah SAW samapai masa
sekarang.

Sebagai cabang ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan
pendidikan islam didunia islam baik dari segi ide dan konsepsi maupun segi intitusi dan
oprasional sejak masa Rasulullah SAW hingga sekarang (Ramayulius, 2011)
Kronologi kapan, dimana, siapa, mengapa dan apa yang terjadi dalam pendidikan Islam pada
masa yang lampau.

Urgensi dari mempelajari Sejarah Pendidikan Islam

Urgensi mempelajari sejarah pendidikan islam Dari mengkaji sejarah kita dapat
memperoleh informasi tentang pelaksaan pendidikan islam dari zaman Rosulullah sampai
sekarang, mulai dari pertumbuhan, perkembangan, kemajuan, kemunduran dan kebangkitan
kembali dari pendidikan islam. Dari sejarah dapat diketahui bagaimana yang terjadi dalam
penyelenggaraan pendidikan islam dengan segala ide, konsep, institusi, sistem, dan
opersionalnya yang terjadi dari waktu ke waktu.

Ada beberapa urgensi akademis lainnya dari studi sejarah pendidikan Islam:
Sejarah pendidikan dapat membedakan mana yang bernilai tinggi dan mana yang tidak,
sehingga terhindar dari tindakan-tindakan menyesatkan dan salah di dalam melaksanakan
usaha-usaha pendidikan.
Sejarah pendidikan dapat memberikan pegangan sehingga tidak terjadi anggapan bahwa yang
sudah lama itu memiliki nilai rendah dan yang baru itu bernilai tinggi.
Sejarah pendidikan dapat memberikan kesadaran bahwa pendidikan hendaknya disesuaikan
dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam ilmu pengetahuan dan teknologi.
Sejarah pendidikan dapat memberikan keinsyafan bahwa pendidikan dan tugas pendidik itu
sangat berat tapi berarti.
Dengan mempelajari sejarah pendidikan akan diperoleh model-model sistem pendidikan yang
baik.
Urgensi dalam mempelajari sejarah pendidikan islam adalah Dari mengkaji sejarah
kita dapat memperoleh informasi tentang pelaksaan pendidikan islam dari zaman Rosulullah
sampai sekarang, mulai dari pertumbuhan, perkembangan, kemajuan, kemunduran dan
kebangkitan kembali dari pendidikan islam. Dari sejarah dapat diketahui bagaimana yang
terjadi dalam penyelenggaraan pendidikan islam dengan segala ide, konsep, institusi, sistem,
dan opersionalnya yang terjadi dari waktu ke waktu (Hanun Asrohah, 2001).

Tujuan dari mempelajari Sejarah Pendidikan Islam

Sejarah Pendidikan Islam mempunyai tujuan sebegai berikut:

Sebagai cermin ilmu sejarah pendidikan islam berusaha menafsirkan pengalaman masa
lampau pendidikan Islam dalam berbagai kegiatan. Akan tetapi sejalan dengan perkembangan
bahwa tidak semua kagiatan pendidikan Islam berjalan mulus terkadang menemukan
rintangan-rintangan tertentu sehingga dalam proses kegiatannya mendapat sesuatu yang tidak
diharapkan, maka kita perlu bercermin atau dengan kata lain mengambil pelajaran dari
kejadian-kejadian masa lampau sehingga sejarah pendidikan Islam itu bagi masa menjadi
cermindan dapat diambil manfaatnya khususnya bagi perkembangan pendidikan islam.

Sebagai pembanding, suatu peristiwa yang berlangsung dari masa ke masa tentu memiliki
kesamaan dan kekhususan. Dengan demikian hasil proses pembanding antara masa silam,
sekarang, dan yang akan datang diharapkan dapat memberi andil bagi perkembangan
pendidikan islam karena sesungguhnya tarikh itu menjadi cermin perbandingan bagi masa
yang baru.

Sebagai perbaikan, setelah berusaha menafsirkan pengalaman masa lampau manusia dalam
berbagai kegiatan kita berusaha pula untuk memperbaiki keadaan yang sebelumnya kurang
konstruktif menjadi lebih konstruktif (Enung K Rukiati, 2006).

Mengetahui dan memahami pertumbuhan dan perkembangan pendidikan islam, sejak zaman
lahirnya sampai masa sekarang.

Mengambil manfaat dari proses pendidikan islam, guna memecahkan problematika


pendidikan islam pada masa kini.

Memiliki sikapn positif terhadap perubahan-perubahan dan pembaharuan-pembaharuan


sistem pendidikan islam.

Selain itu sejarah pendidikan islam akan mempunyai kegunaan dalam rangka pembangunan
dan pengembangan pendidikan islam. Dalam hal ini, sejarah pendidikan islam akan
memberikan arah kemajuan yang pernah dialami sehingga pembangunan dan pengembangan
itu tetap berada dalam kerangka pandangan yang utuh dan mendasar (Zuhairini, 1997)

Tujuan pendidikan Islam tidak terlepas dari tujuan hidup manusia dalam Islam, yaitu untuk
menciptakan pribadi-pribadi hamba Allah yang selalu bertakwa kepadaNya, dan dapat
mencapai kehidupan yang berbahagia di dunia dan akhirat.

Tujuan khusus yang lebih spesifik menjelaskan apa yang ingin dicapai melalui pendidikan
Islam. Sifatnya lebih praktis, sehingga konsep pendidikan Islam jadinya tidak sekedar
idealisasi ajaran-ajaran Islam dalam bidang pendidikan. Dengan kerangka tujuan ini
dirumuskan harapan-harapan yang ingin dicapai di dalam tahap-tahap tertentu proses
pendidikan, sekaligus dapat pula dinilai hasil-hasil yang telah dicapai. Menurut Abdul Fatah
Jalal, tujuan umum pendidikan Islam ialah terwujudnya manusia sebagai hamba Allah

Komponen-komponen Sejarah Pendidikan Islam

Sejarah pendidikan merupakan uraian sistematis dari segala sesuatu yang telah
dipikirkan dan dikerjakan dalam lapangan pendidikan pada waktu yang telah lampau. Sejarah
pendidikan menguraikan perkembangan pendidikan dari dahulu hingga sekarang. Oleh
karena itu, sejarah pendidikan sangat erat kaitannya dengan beberapa ilmu antara lain:

1. Sosiologi

Interaksi yang terjadi baik antara individu maupun antara golongan, dimana dalam hal
ini menimbulkan suatu dinamika. Dinamika dan perubahan tersebut bermuara pada terjadinya
mobilitas sosial semua itu berpengaruh pada sistem pendidikan islam. Serta kebijaksanaan
pendidikan islam yang dijalankan pada suatu masa.

2. Ilmu sejarah

Membahas tentang perkembangan peristiwa-peristiwa atau kejadian kejadian penting


di masa lampau dan juga dibahas segala ikhwal orang-orang besar dalam struktur
kekuasaan dalam politik karena umumnya orang-orang yang besar cukup dominan
pengaruhnya dalam menetukan sistem, materi, tujuan pendidikan, yang berlaku pada masa
itu.

3. Sejarah kebudayaan

Dalam hubungan ini pendidikan berarti pemindahan isi kebudayaan untuk


menyempurnakan segala dan kecakapan anak didik guna menghadapi persoalan-persoalan
dan harapan-harapan kebudayaannya, pendidikan islam adalah usaha mewariskan nilai-nilai
budaya dari suatu generasi ke generasi selanjutnya. Oleh karenanya mempelajari sejarah
kebudayaan dalam rangka memahami sejarah islam adalah sangat penting

II.

A. Sejarah Pendidikan Islam pada masa Rasulullah, Khulafaurrasyidin, Dinasti


Umayyah, Dinasti Abbasiyah

SEJARAH PENDIDKAN ISLAM PADA MASA RASULULLAH :


Pendidikan islam pada masa nabi muhammad saw. Dibedakan menjadi dua periode
yaitu periode mekkah dan periode madinah. Pokok pembinaan pendidikan islam di kota
Makkah adalah pendidikan tauhid, titik beratnya adalah menanamkan nilai-nilai tauhid ke
dalam jiwa setiap individu muslim, agar jiwa mereka terpancar sinar tauhid dan tercermin
dalam perbuatan dan tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari.

Pokok pembinaan pendidikan islam di kota Madinah dapat dikatakan sebagai


pendidikan sosial dan politik. Yang merupakan kelanjutan dari pendidikan tauhid di Makkah,
yaitu pembinaan di bidang pendidikan sosial dan politik agar dijiwai oleh ajaran , merupakan
cermin dan pantulan sinar tauhid tersebut.

Kondisi sosial budaya, ekonomi, politik, keberagaman, dan pendidikan masyarakat arab
sebelum islam :
1. Sosial Budaya
msyarakat arab sebelum islam disebut masyarakat jahiliyah. Masyarakat jahiliyah menerut
phillip k. Hitti adalah suatu masyarakt yang dikelnal dengan masa kebodohan, ketidaktahuan,
atau kebiadaban. Pada saat itu masyarakat arab tidak pandai baca-tulis. Mereka juga memeluk
agma watsani, yang bertuhanan kepada banyak berhala serta dikenal dengan prilaku kasar,
bermoralitas rendah.kekuasaan yang berlaku saat iu adalah sistem diktator. Hasan ibrahim
hasan, menjelaskan lebih lanjut, bahwa kondisi kemasyarakatan arab jahiliyah adalah, adanya
solidaritas atara sesama anggota auatu kabilah lain sama sekali tidak ada.
2. Ekonomi
Ekonomi mengikuti kondisi sosial, yang bisa dilihat dan jalan kehidupan bangsa arab.
Pandangan merupakan sarana yang paling dominan untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Sementara kondisi yang aman sebenarya tidak perna terwujud dijazirah arab kecuali bulan-
bulan suci. Menurut abudin nata dan fauzan, dalam hal perekonomian bangsa arab pra-islam,
berada dalam kondisi kesesatan, terlihat dari sikap mereka dalam menghalalkan segala cara
untuk mendapatkan uang atau sesuatu yang diperlukan, seperti mencuri, berjudi, merampok,
menipu,mmeras, atau melipatgandakan bunga (riba) kepada orang yang meminjam uang
kepadanya.
3. Politik
Bangsa arab sebelum islam, belum mengenal sistem pemerintahan yang lengkap seperti pada
masa sekarang, kalaupun ada belum belum sempurna oraganisasi politiknya, menurut hasan
ibrahim, mereka tidak memiliki peradilan tempat memperoleh kepastian hukum tentang suatu
kasus atau memvonis suatu tindakan pelangaran. Kesesatan dalam bidang politik antara lain
terlihat dalam sikap mereka (para penguasa) yang diktator, otoriter, zalim, dan korup.
4. Keberagamaan
Keberagamaan mayoritas bangsa arab jahiliyah sudah jauh dari kekayaan yang dibawa oleh
nabi ibrahim yaitu menyakini adanya Allah SWT sebagai rabb al-alamin. Mereka menganut
agama watsani (penyembah bahala). Setiap kabilah atau suku mempunyai patung (bahala)
sendiri sebagai pusat penyembahan. Diantaranya ada yang disebut shanam, berhala
berbentuk manusia, terbuat dari logam atau kayu, wathan terbuat dan batu dan nushud adalah
batu karang tanpa suatu bentuk tertentu.
Pada masa rasulullah dibagi menjadi dua periode, yaitu periode Mekkah dan periode
Madinah.
Periode Mekkah
Lembaga Pendidikan Islam, adapun lembaga pendidikan Islam adalah rumah Al-
Arqom Ibn Abi Arqom. Rumah Al-Arqom ibn Abi Arqam adalah tempat pertama
berkumpulnya kaum muslimin beserta Rasulullah untuk beajar hokum-hukum dan dasar-
dasar ajaran Islam. Rumah ini merupakan lembaga pendidikan pertama atau madarasah yang
pertama sekali dalam Islam, adapun yang mengajar di lembaga tersebut adalah Rasulullah
sendiri.
Materi pendidikan Islam, dengan turunnya perintah kepada Nabi supaya mengajarkan
Islam kepada kerabat nabi dan umatnya secara luasdan terang-terangan maka nabi bukan
hanya berdakwah di lingkungan keluarga dan dikalangan penduduk Mekkah saja, tetapi juga
pada penduduka di luar Mekkah, terutama mereka yang dating ke Mekkah. Baik dalam
rangka ibadah haji maupun perdagangan. Sedangkan materi pendidikan Islam pada waktu itu
adalah:
Tauhid: Bahwa Allah pencipta alam semesta yang sebenarnya, Allah yang
memberikan Nikmat, Allah telah membimbing dan mendidika manusia dengan kasih sayang,
Allah adalah Malik (Raja), Allah yang membimbing dan member pettunjuk pada manusia.
Al-Quran: dalam pembelajaran Al-Quran kepada umatnya Nabi Muhammmad
SAW selalu menganjurkan pada umatnya supaya Al-Quran di hafal dan selalu di baca, dan
diwajibkan membacanya dan ayat-ayatnya dalam shalat. Selanjutnya untuk memantapakan
al-quran dalam hafalan mereka, nabi Muhammad SAW selalu mengadakan evaluasi
terhadap hafalan sahabat tersebut.
Periode Madinah
Lembaga Pendidikan Islam setelah Nabi Hijrah Ke Madinah, disamping kuttab adalah
masjid dan Suffah.
Masjid, sebagai kegiatan Nabi Muhammad SAW bersama kaum muslimin, Nabi
secara bersama membina masyarakat baru, masyarakat yang disinari oleh tauhid, dan
mencerminkan persatuan dan kesatuan umat. Di masjid itulah beliau bermusyawarah
mengenai berbagai urusan, mendirikan shalat berjamaah, membacakan al-quraan maupun
membacakan ayat-ayat yang baru diturunkan. Dengan demikian, masjid itu merupakan pusat
pendidikan pusat pendidikan dan pengajaran.
Suffah, pada masa Rasulullah SAW, shuffah adalah suatu tempat yang telah dipakai
utnuk aktifitas pendidikan. Biasanya tempat ini menyediakan pemondokan bagi pendatang
baru dan mereka yang tergolong miskin. Disini para siswa diajarkan membaca dan
menghapalkan al-quran secra benar, dan diajarakan pula islam dibawah bimbingan langsung
dari nabi. (Ramayulius,2011)
SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA KHULAFA AL-RASYIDIN :
ketika Rasulullah SAW masih hidup, ia tidak meninggalkan pesan apapun sebagai
pengantinya. Sewaktu Rasulullah wafat masalah tersebut cukup serius dibicarakan oleh kaum
muslimin. Para pembuka islam bahwa pengganti beliau disebut khalifah. Berate pengganti
khalifah sebagai pengganti hanya menggantikan nabi Muhammad sebagai pemimpin agama
dan pemimpin pemerintahan. Sedangkan sebagai nabi dan Rasul Muhammad tidak bisa
digantikan karena beliau adalah Nabi dan Rasul yang terakhir.ada empat orang khalifah
pengganti beliau, dan keempat khalifah tersebut disebut khulafah Al-Rasidin. Keempat
khalifah tersebut adalah Abu Bakar Sidiq, Abu Bakar Umar bin Khattab, Usman Bin Affan,
dan Ali Bin Abi Thalib.
Pada Masa Abu Bakar Ash-sidiq
Banyak para sahabat yang hafal Al-Quran meninggal atau gugur dalam menegakkan
agama Islam. Pendidikan Islam pada masa itu belum ada yang secara formal, maka Umar bin
Khattab menyarankan khalifah Abu Bakkar Ash-sidiq untuk mengumpulkan ayat-ayat Al-
Quran, kemudian untuk merealisasikan saran tersebut, di putuskan Zaid bin Tsabit
ditugaskan untuk mengumpulkan semua tulisan Al-Quran yang masih berserakan. lembaga
pendidikan masih sama dengan lembaga pendidikan pada masa Nabi, namun dari segi
kualitas dan kuantitasnya sudah banyak mengalami perkrmbangan, diantaranya: 1) Kuttab,
pada masa Abu Bakar lembaga pendidikan mencapai tingkat kemajuan yang berarti.
Kemajuan lembaga kuttab ini terjadi ketika umat muslim telah menaklukan beberapa daerah
dan menjalin kontak dengan bangsa-bangsa yang lebih maju lembaga pendidikan ini menjadi
sangat penting sehingga para ulama berpendapat bahwa mengajarkan Al-Quran merupakan
fardhu kifayah. Materi pendidikannya: membaca, menulis dan menghafal Al-Quran , pokok-
poko agama seperti keimana, ibadah, akhlak dan muamalat. 2) Masjid, merupakan lembaga
pendidikan lanjutan setelah anak-anak tamat belajar dari kuttab. Di masjid ini ada dua tingkat
pendidikan, yaitu tingkat menengah dan tingkat tinggi. Yang membedakan kedua tingkat
tersebut adalah tingkat menengah, gurunya belum mencapai status guru besar. Sedangkan
pada tingkat tinggi, pengajarnya adalah ulam yang mempunyai pengetahuan yang mendalam
dan integritas kesalehan dan keimanan yang diakui oleh masyarakat. Materinya adalah Al-
Quran dan tafsirnya, hadis dan syarahnya serta fiqh.
Pada Masa Umar bin Khattab,
Lembaga pendidikan pada masa khalifah Umar bin Khattab, sama dengan masa Abu
Bakar. Namun dari segi kemajuan pendidikan begitu pesat, sebab selama Umar bin Khattab
pemerintah Negara dalam keadaan stabil dan aman, hal ini menyebabkan ditetapkannya
masjid sebagai pusat pendidikan, dan juga terbentuknya pusat-pusat pendidikan di berbagai
kota. Materi pendidikan pada masa Umar bin Khattab adalah materi pada kuttab pada masa
Abu Bakar dan di tambah dengna beberapa mata pelajaran dan keterampilan. Ketika Umar
bin Khattab di angkat menjadi khalifah, ia menginstruksikan pada pendidik agar anak-anak di
ajarkan: berenag, mengendarai onta, memanah, membaca, menghafal syair-syair yang mudah
dan pribahasa. Materi pendidikan pada tingkat menengah dan tingkat tinggi terdiri dari adalah
Al-Quran dan tafsirnya, hadis dan syarahnya serta fiqh (tasyri). Ilmu-ilmu yang berkaitan
dengan duniawi dan ilmu filsafat belum dikenal pada masa itu. Hal ini dimungkinkan
mengingat konstruk social masyarakat ketika itu masih dalam pengembangan wawasan
keislaman yan lebih difokuskan pada pemahaman al-quran dan hadist secara literal. Pendidik
pada masa Umar bin Khattab pada masa khalifah umar yang menjadi pendidik adalah beliau
sendiri, serta guru-guru yang beliau angkat. Umra merupakan seorang pendidik yang sering
melakukn penyukuhan pendidikan dikota madinah. Beliau juga menerapkan pendidikan
dimasjid-masjid dan ;pasar-pasar serta mengangkat dan menunjuk guru-guru untuk tiap
daerah yang ditaklukan itu, dengan mengajar tugas isi al-quran dan ajaran islam lainya,
seperti fiqih kepada penduduk yang baru masuk islam, disamping bekiau sendiri sebagai
pendidikan.
Pada Masa Usman bin Affan
Pada masa khalifah Usman kedudukan peradaban Islam tidak jauh berbeda demikian
juga pendidikan Islam tidak jauh berbeda dengan masa sebelumnya. Para sahabat
diperbolehkan dan diberi kelonggaran meninggalkan Madinah untuk mengajarkan ilmu-ilmu
yang dimiliki. Dengan tersebarnya sahabat-sahabat besar keberbagai daerah meringankan
umat Islam untuk belajar Islam kepada sahabat-sahabat yang tahu banyak ilmu Islam di
daerah mereka sendiri atau daerah terdekat.
Pada masa khalifah usman bin affan pelaksanaan pendidikan islam ditinjau dari aspek
lembaga dan materi, tidak jauh berbeda dengan sebelumnya. pendidikan dimasa ini hanya
melanjutkan apa yang telah ada sebelumnya, namun sedikit terjadi perubahan yang mewarnai
pendidikan islam. Pola pendidikan pada masa usman ini lebih merakyat dan lebih mudah
dijangkau oleh seluaruh peserta didik yang ingin yang mempelajari ajaran islam karena pusat
pendidikan lebih banyak, sebab pada masa ini para sahabat bisa memilih tempat yang mereka
inginkan untuk memberikan pendidikan kepada masayarakat. Pelaksanaan pendidikan pada
masa ini diserahkan pada masyarakat, dengan masyarakatla yang lebih banyak inisiatif dalam
melaksanakan pendidikan termaksud pengangkatan para pendidik. Walaupun demikian ada
usaha yang sangat cemerlang yang menentukan yang dilakukan Usman bin Affan, yang
sangat besar pengaruhnya terhadap pendidikan islam dimasa yang akan dating, usaha tersebut
adalah terjadinya kodifikasih al-quran.

Pada Masa Khalifah Ali bin Abi Thalib

Pada masa Ali bin abi Thalib tidak terlihat perkembangan pendidikan yang berarti
karena pada masa ini telah terjadi kekacawan politik dan pemberontakan, sehingga dimasa ia
berkuasa pemerintahannya tidak setabil. Dengan kericuan politik pada masa Ali berkuasa,
kegiatan pendidikan islam terdapat hambatan dan ganguan. Pada saat itu Ali bin Thalib tidak
sempat lagi memikirkan masalah pendidikan sebab keseluruan perhatianya ditumpakan
kepada masalah keamanan didalam pemerintahanya. Menurut Mahmud Yunub bahwa pusat
pendidikan pada masa Khulafah Rasidin adalah sebagai berikut : Madrasah mekkah,
madrasah madinah, madrasah basrah, madrasah kuffah, madrah damsyik, madrasah fistab.
(Mahmud Yunus, 1989).

SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA DINASTI UMAYYAH :


Selama lebih kurang 90 tahun Daulah Umayyah berkuasa telah banyak perubahan dan
pembaharuan yang mereka lakukan. Khalifah-khalifah besar Daulah Umayyah adalah
Muawiyah ibn Abi Sofyan (661-680M), Abdul Malik ibn Marwan (685-705 M), Al Walid
ibn Abdul Malik (705-715M), Umar ibn Aziz (717-720 M) dan Hisyam ibn al-Malik (724-
743). Secara umum kemajuan-kemajuan yang telah dilakukan oleh DaulahUmayyah adalah
perluasan daerah-daerah kekuasaan islam, pertumbuhan partai politik, penyusunan organisasi
negara dan pemerintah, perkembangan ilmu pengetahuan, pertumbuhan dan perkembangan
hukum islam, dan perkembangan seni budaya. Pada masa yang kurang seabad itu islam telah
tersebar hampir mengenai separuh dunia. Dan tak sampai dua abad dari detik kelahiranya
bendera islam telah berkibar anatar pegunungan pyrenia dan Himalaya, antara padnag pasir di
tengah Asia sampai kepadang pasir dibenua Afrika.
Pada masa Dinasti Umayyah , terdapat berbagai kebijakan yang dilakukan oleh para
khalifah, yang menyebabkan berkembangnya system pemerintahan. Diantara kebijakan yang
dilakukan adalah : pemisahan kekuasaan, pembagian wilayah, bidang administrasi
pendidikan, organisasi keuangan, organisasi ketentaraan, organisasi kehakiman, bidang social
dan budaya, bidang seni dan sastra, bidang seni rupa dan bidang arsitektur.
SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA DINASTI ABBASIYAH :
Kemajuan yang dicapai oleh Daullah Abbasiyyah, khususnya dalam bidang ilmu
merupakan puncak kejayaan islam sepanjang sejarah. Hal ini disebabkan karena (1) situasi
dan kondisi yang sangat menunjang (2) keterlibatan semua pihak secara ikhlas secara
bersunggu-sunggu (3) adanya kemerdekaan dan kebebasan berpikir membuat umat islam
mejadi sangat dinamis dan kreatif, jauh dari sikap fatalis dan taklid, perkembangan ini juga
membawa Daulah Abbasiyyah ketempat utama dan terhormat dalam kebudayaan, peradaban
serta dunia pemikiran atau filsafat.
Pada masa ini telah dilahirkan Ulama-Ulama besar seperti Imam Malik, Iman Abi
Hanifah, Imam Syafei dan Imam Hambal dalam bidnag hukum, Imam Asyari, Imam
Almaturidi, pembuka-pembuka mutazila seperti wasil bin Atha, Abu Alhuzail, Alnazam dan
Aljubbai dlaam bidang teologi, zunnun Almisri, abu yazid, Albustami dll.

B. Lembaga Pendidikan Islam yang di dirikan pada masa Rasulullah,


Khulafaurrasyidin, Dinasti Umayyah, Dinasti Abbasiyah
PADA MASA RASULULLAH SAW
Lembaga-lembaga pendidikan yang didirikan pada pada masa masa rosulullah saw. Yaitu
berupa masjid,suffah dan halaqoh.
Periode Mekkah
Lembaga Pendidikan Islam, adapun lembaga pendidikan Islam adalah rumah Al-
Arqom Ibn Abi Arqom. Rumah Al-Arqom ibn Abi Arqam adalah tempat pertama
berkumpulnya kaum muslimin beserta Rasulullah untuk beajar hokum-hukum dan dasar-
dasar ajaran Islam. Rumah ini merupakan lembaga pendidikan pertama atau madarasah yang
pertama sekali dalam Islam, adapun yang mengajar di lembaga tersebut adalah Rasulullah
sendiri.
Periode Madinah
1. Kuttab
Kuttab berasal dari bahasa Arab Katattib yang berarti Mengajar Menulis tempat
belajar yang lahir pada masa awal Islam. Pada awalnya kuttab berfungsi sebagai tempat
memberikan pengajaran, menulis, dan membaca pada anak-anak.
2. Masjid
Masjid, sebagai kegiatan Nabi Muhammad SAW bersama kaum muslimin, Nabi
secara bersama membina masyarakat baru, masyarakat yang disinari oleh tauhid, dan
mencerminkan persatuan dan kesatuan umat. Di masjid itulah beliau bermusyawarah
mengenai berbagai urusan, mendirikan shalat berjamaah, membacakan al-quraan maupun
membacakan ayat-ayat yang baru diturunkan. Dengan demikian, masjid itu merupakan pusat
pendidikan pusat pendidikan dan pengajaran.
3. Suffah
Pada masa Rasulullah SAW, shuffah adalah suatu tempat yang telah dipakai utnuk
aktifitas pendidikan. Biasanya tempat ini menyediakan pemondokan bagi pendatang baru dan
mereka yang tergolong miskin. Disini para siswa diajarkan membaca dan menghapalkan al-
quran secra benar, dan diajarakan pula islam dibawah bimbingan langsung dari nabi.
(Ramayulius,2011)
4. Halaqoh,
Halaqoh pada zaman nabi yang membentuk lingkaran dan Rosulullah menjelaskan
pendidikan Islam.
PADA MASA KHULAFAURRASYIDIN
Khalifah Abu Bakar RA
1. Kuttab,
Pada masa Abu Bakar lembaga pendidikan mencapai tingkat kemajuan yang berarti.
Kemajuan lembaga kuttab ini terjadi ketika umat muslim telah menaklukan beberapa daerah
dan menjalin kontak dengan bangsa-bangsa yang lebih maju lembaga pendidikan ini menjadi
sangat penting sehingga para ulama berpendapat bahwa mengajarkan Al-Quran merupakan
fardhu kifayah. Materi pendidikannya: membaca, menulis dan menghafal Al-Quran , pokok-
poko agama seperti keimana, ibadah, akhlak dan muamalat.
2. Masjid,
Merupakan lembaga pendidikan lanjutan setelah anak-anak tamat belajar dari kuttab.
Di masjid ini ada dua tingkat pendidikan, yaitu tingkat menengah dan tingkat tinggi. Yang
membedakan kedua tingkat tersebut adalah tingkat menengah, gurunya belum mencapai
status guru besar. Sedangkan pada tingkat tinggi, pengajarnya adalah ulam yang mempunyai
pengetahuan yang mendalam dan integritas kesalehan dan keimanan yang diakui oleh
masyarakat. Materinya adalah Al-Quran dan tafsirnya, hadis dan syarahnya serta fiqh.
Khalifah Umar Bin Khattab
Lembaga pendidikan pada masa khalifah Umar bin Khattab, sama dengan masa Abu Bakar
yaitu Masjid dan Kuttab. Namun dari segi kemajuan pendidikan begitu pesat, sebab selama
Umar bin Khattab pemerintah Negara dalam keadaan stabil dan aman, hal ini menyebabkan
ditetapkannya masjid sebagai pusat pendidikan, dan juga terbentuknya pusat-pusat
pendidikan di berbagai kota.
Kuttab, Materi pendidikan pada masa Umar bin Khattab adalah materi pada kuttab pada
masa Abu Bakar dan di tambah dengna beberapa mata pelajaran dan keterampilan. Ketika
Umar bin Khattab di angkat menjadi khalifah, ia menginstruksikan pada pendidik agar anak-
anak di ajarkan: berenag, mengendarai onta, memanah, membaca, menghafal syair-syair yang
mudah dan pribahasa. Materi pendidikan pada tingkat menengah dan tingkat tinggi terdiri
dari adalah Al-Quran dan tafsirnya, hadis dan syarahnya serta fiqh (tasyri). Ilmu-ilmu yang
berkaitan dengan duniawi dan ilmu filsafat belum dikenal pada masa itu.
Khalifah Usman Bin Affan RA
Pada masa khalifah Usman bin Affan Pelaksanaan pendidikan yaitu di pusatkan pada
Masjid dan Kuttab, akan tetapi pada masa ini pendidikan diserahkan pada masyarakat,
dengan masyarakatla yang lebih banyak inisiatif dalam melaksanakan pendidikan termaksud
pengangkatan para pendidik. Walaupun demikian ada usaha yang sangat cemerlang yang
menentukan yang dilakukan Usman bin Affan, yang sangat besar pengaruhnya terhadap
pendidikan islam dimasa yang akan dating, usaha tersebut adalah terjadinya kodifikasih al-
quran.

Khalifah Ali bin Abi Thalib

Pada masa Ali bin abi Thalib tidak terlihat perkembangan pendidikan yang berarti
karena pada masa ini telah terjadi kekacawan politik dan pemberontakan, sehingga dimasa ia
berkuasa pemerintahannya tidak setabil. Dengan kericuan politik pada masa Ali berkuasa,
kegiatan pendidikan islam terdapat hambatan dan ganguan. Pada saat itu Ali bin Thalib tidak
sempat lagi memikirkan masalah pendidikan sebab keseluruan perhatianya ditumpakan
kepada masalah keamanan didalam pemerintahanya.
PADA MASA DINASTI UMAYYAH
Pada masa ini didirikan lembaga pendidikan:
1. Kuttab, kuttab sebenarnya sudah ada semenjak pada masa khulafah rasidin, namun pada
masa ini kuttab dilaksanakan didekat masjid dan gurunya tidak dibayar. Pada masa khalifah
umayah, kuttab bukan hanya didekat masjid tetapi juga dirumah guru dan istana.
2. Istana, pendidikan diistana tidak hanya tingkat rendah, tapi berlanjut pada pengajaran
tingkat tinggi sebgai mana halaqah, masjid, dan masdrasah. Guru istana dinamakan muaddib.
Tujuan pendidikan istana bukan saja mengajarkan ilmu pengetahuan bahkan muaddib harus
mendidik akal, hati, dan jasmani anak.
3. Badiah, dengan adanya arabisasi oleh Khalifah Abdul Malik ibn Marwan, maka munculah
istilah Badiah yaitu dusun badui di Padang Sahara yang masih fasih dan fmurni bahasa
arabnya sesuai dengan kaidah bahasa arab itu. Akibat dari arabisasi inilah muncul ilmu
qawaid dan cabang ilmu lainnya untuk mempelajari bahasa Arab. Bahasa arab ini sudah
samapai ke Irak, Syiria, Mesir, Libanon, Libya, Tunisia, Aljazair, Maroko, di samping Sadi
Arabia, Yaman, Emirat Arab, dan sekitarnya di samping Saudi Arabia.
4. Perpustakaan, Al-Hakam Ibn Nasir (350 H/ 961 M) mendirikan perpustakaan yang besar
di Qutubah (Cordova). Perpustakaan ini tidak hanya dipergunakan untuk membaca buku,
tetapi juga disana disediakan ruangan untuk melaksanakan proses pembelajaran yang
dibimbing oleh para ulama sesuai dengan bidang keahlaiannya.
5. Bamarista (Rumah Sakit), rumah sakit selain berfungsi untuk mengobati dan merawat
orang sakit, tetapi juga tempat mendidik para calon tenaga medis dan perawat, dan juga
mempelajar ilmu kedokteran.
Pola pendidikan pada masa Dinasti Umayyah
Pada masa daulah umayyah pola pendidikan bersifat desentralisasi, tidak memiliki
tingkatan dan standar umur. Kajian keilmuan pada priode ini didamaskus, kuffah, mekkah,
madinah, mesir, cordova, dan beberapa kota lainya seperti : bassrah dan kuffah, damsyik, dan
palestina serta fistat. (Bachtiar Zabri
Pengembangan Ilmu Pengetahuan pada Masa Dinasti Umayyah
Di antara ilmu pengetahuan yang berkembang pada masa itu adalah:

1) Ilmu Agama, seperti Al-Quran, Hadis, dan Fiqh.

2) Ilmu Sejarah dan Geografi, yaitu segala ilmu yang membahas tentang perjalanan hidup,
kisah dan riwayat.

3) Ilmu pengetahuan bidang bahasa.

4) Bidang filsafat
5) Seni sastra arab

6) Seni kaligrafi dan seni arsitektur (Ramayulius, 2011)

PADA MASA DINASTI ABBASIYAH


Pada masa Abbasiyah sekolah-sekolah terdiri dari beberapa tingkat, yaitu:
1. Tingkat sekolah rendah,

Namanya Kuttab sebagai tempat belajar bagi anak-anak. Di samping Kuttab ada pula
anak-anak belajar di rumah, di istana, di took-toko dan di pinggir-pinggir pasar. Adapun
pelajaran yang diajarkan meliputi: membaca Al-Quran dan menghafalnya, pokok-pokok
ajaran islam, menulis, kisah orang-orang besar islam, membaca dan menghafal syair-syair
atau prosa, berhitung, dam juga pokok-pokok nahwu shorof ala kadarnya (Badri Yatim,
2000)

2. Tingkat sekolah menengah

yaitu di masjid dan majelis sastra dan ilmu pengetahuan sebagai sambungan pelajaran
di kuttab. Adapun pelajaran yang diajarkan melipuri: Al-Quran, bahasa Arab, Fiqih, Tafsir,
Hadits, Nahwu, Shorof, Balaghoh, ilmu pasti, Mantiq, Falak, Sejarah, ilmu alam, kedokteran,
dan juga music.

3. Tingkat perguruan tinggi,

Seperti Baitul Hikmah di Bagdad dan Darul Ilmu di Mesir (Kairo), di masjid dan lain-
lain. Pada tingkatan ini umumnya perguruan tinggi terdiri dari dua jurusan:

1) Jurusan ilmu-ilmu agama dan Bahasa Arab serta kesastraannya. Ibnu Khaldun menamainya
ilmu itu dengan Ilmu Naqliyah. Ilmu yang diajarkan pada jurusan ini meliputi: Tafsir Al-
Quran, Hadits, Fiqih, Nahwu, Sharaf, Balaghoh, dan juga Bahasa Arab.

2) Jurusan ilmu-ilmu hikmah (filsafat), Ibnu Khaldun menamainya dengan Ilmu Aqliyah. Ilmu
yang diajarkan pada jurusan ini meliputi: Mantiq, ilmu alam dan kimia, Musik, ilmu-ilmu
pasti, ilmu ukur, Falak, Ilahiyah (ketuhanan), ilmu hewan, dan juga kedokteran (Musyrifah
Sunanto, 2004).

Perkembangan ilmu pengetahuan di masa Abbasiyah


Pada masa abbsiyah ini terdapat perkembangan ilmu pengetahuan, antara lain sebagai
berikut:

1. Menerjemahkan buku-buku dari bahasa asing (Yunani,Syiria Ibrani, Persia, India, Mesir,
dan lain-lain) ke dalam bahasa Arab. Buku-buku yang diterjemahkan meliputi ilmu
kedokteran, mantiq (logika), filsafat, aljabar, pesawat, ilmu ukur, ilmu alam, ilmu kimia, ilmu
hewan, dan ilmu falak.

2. Pengetahuan keagamaan seperti fikih, usul fikih, hadis, mustalah hadis, tafsir, dan ilmu
bahasa semakin berkembang karena di zaman Bani Umayyah usaha ini telah dirintis. Pada
masa ini muncul ulama-ulama terkenal seperti Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam
SyafiI, Imam Hambali, Imam Bukhari, Imam Muslim, Hasan Al Basri, Abu Bakar Ar Razy,
dan lain-lain

3. Sejak upaya penerjemahan meluas, kaum muslim dapat mempelajari ilmu-ilmu ilmu-ilmu
itu langsung dalam bahasa arab sehingga muncul sarjana-sarjana muslim yang turut
memperluas peyelidikan ilmiah, memperbaiki atas kekeliruaan pemahaman kesalahan pada
masa lampau, dan menciptakan pendapat-pendapat atau ide baru (Zuhairini, Moh. Kasiran.
Dkk, 1985)

Pada intinya lembaga-lembaga pendidikan yang didirikan pada pada masa masa
rosulullah saw. Yaitu berupa masjid,suffah dan halaqoh. Pada masa khulafaur rosydin
lembaga-lembaga pendidikan tidak jauh berbeda dari masa rosullullah saw. yaitu berupa
masjid,suffah,halaqoh, dan kuttab atau maktab,,selanjutnya pada masa bani umayyah
disinilah mulai banyak didirikan lembaga-lembaga yaitu diantarnya, madrasah
mekah,madrasah madinah,madrasah
kuffah,madrasahkuffah,madrasahdamsyik(syam),madrsah fistat(mesir).selanjutnya pada masa
abbasiyah lembaga-lembaga pendidikanb lebih maju yaitu diantaranya. Madrasah baitul
hikmah,madrasah nidhamiyyah,majlis munadaroh,rumah sakit,gedung perpustakaan.

C. Metode Pendidikan Pada Masa Rasulullah, Khulafaurrasyidin, Dinasti


Umayyah dan Dinasti Abbasiyah
Pada Masa Rasulullah lembaga pendidikan islam adalah rumah al-Arqam ibn Abi
Arqam. Rumah al-Arqam ibn Abi Arqam adalah lembaga pendidikan pertama atau Madrasah
yang pertama kali dalam islam, pada masa itu metode pendidikan islam dirumah Al-Arqam
sangat sederhana sekali dan pendidikan dilembaga ini dilaksanakan dalam bentuk ceramah
dan kemudian diikuti dengan praktek beragama yang berkaitan dengan ibadah, terutama
ibadah shalat (Ramayulius, 2011). Metode yang digunakan Rasulullah dalam mendidik
sahabatnya antara lain: (1) metode ceramah, menyampaikan wahyu yang baru diterimanya
dan memberikan penjelasan-penjelasanserta keterangan-keterangannya; (2) dialog, misalnya
dialg antara Rasulullah dengan Muaz ibn Jabal ketika Muaz akan diutus sebagai kadi ke
negeri Yaman; (3) diskusi ata tanya jawab, sering sahabat bertanya kepada Rasulllah tentang
suatu hukaum, kemudian rsul menjawab; (4) metode perumpamaan, misalnya orang mukmin
itu laksana satutubuh, bila sakit salah satu anggota tubuh maka anggota tubuh lainnya akan
turut merasakannya; (5)metode kisah, misalnya kisah beliau dalam perjalanan isra dan miraj;
(6) metode pembiasaan, membiasakan kaum muskimin shalat berjamaah; (7) metode hafalan,
misalnya para sahabat dianjurkan untuk menjaga al-Quran dengan menghafalnya (Moh.
Untung Slamet, 2005)

Pada Masa Khulafahurrasydin lembaga pendidikan islam pada masa itu sudah
berkembang, lembaga pendidikannya sama dengan masa abu bakar, pendidikan pada masa itu
berada di bawah pengaturan Guburnur. Disamping itu kemajuan dalam bidang pendidikan
juga terdapat kemajuan berbagai bidang, seperti pos pengiriman surat, kepolisian, baitul mal,
dan sebagainya. Pada masa khulafaur rosyidin metode-metode yang digunakan yaitu dengan
membaca,menulis dan menghafalkan,diskusi atau

Pada Masa Dinasti Umayyah dan Dinasti Abbasiyah, pada masa umayyah dan
abbasiyah,tidak bjauh beda dari sebelumnya yaitu menulis,ceramah, menghafal,diskusi
kelompok,halaqoh,halaqoh dan lain sebagainya.

III. Apa kelemahan dan kelebihan pendidikan Islam pada masa tersebut, beserta solusi
dari anda?

Pada Masa Rosulullah Saw

Kelemahan pada masa rosullah saw yaitu pendidikan lebih banyak bertumpu kepada
rosullah sehingga para sahabat yang jauh dengan rosulullah akan sedikit ketinggalan
informasi disbanding yang dekat. Selain belum ada pembagian jenjang atau kelas.

Sedangkan kelebihannya adalah dimana rosullah saw mengajar dan memberi contoh
teladan yang baik bagi para sahabat dan terjadi hubungan langsung antara ara sahabat dan
rosulullah sehinga ini berpengaruh pada karakter sahabat.
Solusinya adalah bagaimana para sahabat harus mendekatkan diri kepada rosulullah
kepada rosulullah dan banyak bertanya sehingga ketinggalan apa-apa yang telah disampaikan
rosullah saw.

Pada Masa Khulafu Ar-Rasyidin

Kelemahannya adalah sebagian dari masa pemerintahan khulafaurrasyidin itu terjadi


kekacauan politik. Sehingga menyebabkan pendidikan Islam pada masa itu di kesampingkan
dan membuat pendidikan Islam belum berkembang pesat daan belum mengacu pada
pendidikan umum masih terpaku untuk pendidikan yang bernuansa Islami.

Kelebihannya, pendidikan pada masa khlufaurrasyidin lebih mudah di jangkau dan


tanggung jawab pendidikan tidak sepenuhnya di bebankan pada pemerintah. Akan tetapi
dalam bidang pendidikan, masyarakat juga mempunyai andil untuk mengembangkan
pendidikan Islam.

Solusinya, pada zaman itu harus menstabilkan politik, sehingga antara ranah politik
dan ranah pendidikan menjadi prioritas utama untuk memajukan dan mengembangkan
pendidikan Islam.

Pada Masa Dinasti Umayyah

Kelemahan Pada masa umayyah pendidikan besifat desentrasi yaitu bersifat otonomi
daerah sehingga ini akan menyulitkan pemerintah pusat mengontrol pendidikan yang ada.
Dan sitem pengajaran masih tidak jauh berbeda dengan masa khulafaur rosydin.

Adapun kelebihannya yaitu Pemerintah dinasti Umayyah menaruh perhatian dalam


bidang pendidikan. Memberikan dorongan yang kuat terhadap dunia pendidikan dengan
penyediaan sarana dan prasarana. sudah ada tingkat pengajaran dan sudah dibangun
beberapa lembaga pendidikan seperti madrasah mekah,madrasah madinah,madrasah
kuffah,madrasah kuffah,madrasah damsyik(syam),madrsah fistat(mesir).

Solusinya adalah turun tangannya pemerintah pusat dengat mengontrol dan


mengawasi serta menyediakan kebutuhan-kebutuhan yang dibutuhkan oleh lembaga
pendidikan yang ada di daerah dan serta memberi pelatihan-pelatiahan kepada guru-guru
untuk mengajar dengan metode yang baik.

Pada Masa Dinasti Abbasiyah


Kelemahan pada masa ini yaitu terjadinya terjadi perebutan kekuasaan antara keluarga
bani abbasiyah dan banyak pembrontakan serta konflik keagamaan yang sangat berpengaruh
pada dunia pendidikan dan akibat itu pendidikan kurang mendapat perhatian sehingga
mempelambat pada kemjuan dunia pendidikan

Adapun kelebihannya yaitu sudah berdiri madrasah madrasa seperti madrasah


nidhmiyah dan sudah banyak perpustakaan yang besar dan banyaknya buku-buku yang
diterjemahkan dalam bahsa arab sehingga ini akan mempermudah untuk mempelajarinya.

Solusinya adalah bagaimana kita harus menjaga perdamain dan pemerintah pusat
lebih memusatkan perhatiannya pada dunia pendidikan sehingga nantinya pendidikan akan
lebih maju dan secara otomatis Negara akan maju juga.

Pendidikan Pada Masa Daulah Bani Umaiyah dan Abbasiyah

A. Pendidikan Masa Daulah Bani Umaiyah


1. Sejarah Pendidikan Islam Masa Bani Umayyah
Sejarah pendidikan Islam pada hakekatnya sangat berkaitan erat dengan sejarah Islam.
Periodesasi pendidikan Islam selalu berada dalam periode sejarah Islam itu sendiri. Secara
garis besarnya Harun Nasution membagi sejarah Islam ke dalam tiga periode. Yaitu periode
Klasik, Pertengahan dan Modern. Kemudian perinciannya dapat dibagi lima periode, yaitu:
Periode Nabi Muhammad SAW (571-632 M), periode Khulafa ar Rasyidin (632-661 M),
periode kekuasaan Daulah Umayyah (661-750 M), periode kekuasaan Abbasiyah (750-1250
M) dan periode jatuhnya kekuasaan khalifah di Baghdad (1250-sekarang). Dalam makalah ini
penulis mencoba untuk menggambarkan tentang pola pendidikan Islam pada periode Dinasti
Umayyah.
Kekuasaan Bani Umayyah berumur kurang lebih 90 tahun. Ibu kota negara dipindahkan
Muawiyyah dari Madinah ke Damaskus, tempat ia berkuasa sebagai gubernur sebelumnya.
Muawwiyah Ibn Abi Sofyan adalah pendiri Dinasti Umayyah yang berasal dari suku Quraisy
keturunan Bani Umayyah yang merupakan khalifah pertama dari tahun 661-750 M, nama
lengkapnya ialah Muawwiyah bin Abi Harb bin Umayyah bin Abdi Syam bin Manaf.
Setelah Muawwiyah diangkat jadi khalifah ia menukar sistem pemerintahan dari Theo
Demikrasi menjadi Monarci(Kerajaan/Dinasti) dan sekaligus memindahkan Ibu Kota Negara
dari Kota Madinah ke Kota Damaskus. Muawwiyah lahir 4 tahun menjelang Nabi
Muhammad SAW menjalankan Dakwah Islam di Kota Makkah, ia beriman dalam usia muda
dan ikut hijrah bersama Nabi ke Yastrib. Disamping itu termasuk salah seorang pencatat
wahyu, dan ambil bagian dalam beberapa peperangan bersama Nabi.
Pada dinasti Umayyah perluasan daerah Islam sangat luas sampai ke timur dan barat. Begitu
juga dengan daerah Selatan yang merupakan tambahan dari Daerah Islam di zaman Khulafa
ar Rasyidin yaitu: Hijaz, Syiria, Iraq, Persia dan Mesir. Seiring dengan itu pendidikan pada
priode Danasti Umayyah telah ada beberapa lembaga seperti: Kuttab, Masjid dan Majelis
Sastra. Materi yang diajarkan bertingkat-tingkat dan bermacam-macam. Metode
pengajarannya pun tidak sama. Sehingga melahirkan beberapa pakar ilmuan dalam berbagai
bidang tertentu.
2. Pola Pendidikan Islam Pada Priode Dinasti Umayyah
Pada masa dinasti Umayyah pola pendidikan bersifat desentrasi. Desentrasi artinya
pendidikan tidak hanya terpusat di ibu kota Negara saja tetapi sudah dikembangkan secara
otonom di daerah yang telah dikuasai seiring dengan ekspansi teritorial. Sistem pendidikan
ketika itu belum memiliki tingkatan dan standar umur. Kajian ilmu yang ada pada periode ini
berpusat di Damaskus, Kufah, Mekkah, Madinah, Mesir, Cordova dan beberapa kota lainnya,
seperti: Basrah dan Kuffah (Irak), Damsyik dan Palestina (Syam), Fistat (Mesir). Diantara
ilmu-ilmu yang dikembangkannya, yaitu: kedokteran, filsafat, astronomi atau perbintangan,
ilmu pasti, sastra, seni baik itu seni bangunan, seni rupa, maupun seni suara.
Pola pendidikan Islam pada periode Dinasti Umayyah telah berkembang bila dibandingkan
pada masa Khulafa ar Rasyidin yang ditandai dengan semaraknya kegiatan ilmiah di masjid-
masjid dan berkembangnya Khuttab serta Majelis Sastra. Jadi tempat pendidikan pada
periode Dinasti Umayyah adalah:
a. Khuttab
Khuttab atau Maktab berasal dari kata dasar kataba yang berarti menulis atau tempat menulis,
jadi Khuttab adalah tempat belajar menulis. Khuttab merupakan tempat anak-anak belajar
menulis dan membaca, menghafal Al Quran serta belajar pokok-pokok ajaran Islam.
b. Masjid
Setelah pelajaran anak-anak di khutab selesai mereka melanjutkan pendidikan ke tingkat
menengah yang dilakukan di masjid. Peranan Masjid sebagai pusat pendidikan dan
pengajaran senantiasa terbuka lebar bagi setiap orang yang merasa dirinya tetap dan mampu
untuk memberikan atau mengajarkan ilmunya kepada orang-orang yang haus akan ilmu
pengetahuan.
Pada Dinasti Umayyah, Masjid merupakan tempat pendidikan tingkat menengah dan tingkat
tinggi setelah khuttab. Pelajaran yang diajarkan meliputi Al Quran, Tafsir, Hadist dan Fiqh.
Juga diajarkan kesusasteraan, sajak, gramatika bahasa, ilmu hitung dan ilmu perbintangan.
Diantara jasa besar pada periode Dinasti Umayyah dalam perkembangan ilmu pengetahuan
adalah menjadikan Masjid sebagai pusat aktifitas ilmiah termasuk syair. Sejarah bangsa
terdahulu diskusi dan akidah. Pada periode ini juga didirikan Masjid ke seluruh pelosok
daerah Islam. Masjid Nabawi di Madinah dan Masjidil Haram di Makkah selalu menjadi
tumpuan penuntut ilmu diseluruh dunia Islam dan tampak juga pada pemerintahan Walid ibn
Abdul Malik 707-714 M yang merupakan Universitas terbesar dan juga didirikan Masjid
Zaitunnah di Tunisia yang dianggap Universitas tertua sampai sekarang.
Pada Dinasti Umayyah ini, masjid sebagai tempat pendidikan terdiri dari dua tingkat yaitu:
tingkat menengah dan tingkat tinggi. Pada tingkat menengah guru belumlah ulama besar
sedangkan pada tingkat tinggi gurunya adalah ulama yang dalam ilmunya dan masyhur
kealiman dan keahliannya. Umumnya pelajaran yang diberikan guru kepada murid-murid
seorang demi seorang, baik di Khuttab atau di Masjid tingkat menengah. Sedangkan pada
tingkat pelajaran yang diberikan oleh guru adalah dalam satu Halaqah yang dihadiri oleh
pelajar bersama-sama.
c. Majelis Sastra
Majelis sastra merupakan balai pertemuan yang disiapkan oleh khalifah dihiasi dengan hiasan
yang indah, hanya diperuntukkan bagi sastrawan dan ulama terkemuka. Menurut M. Al
Athiyyah Al Abrasy Balai-balai pertemuan tersebut mempunyai tradisi khusus yang mesti
diindahkan seseorang yang masuk ketika khalifah hadir, mestilah berpakaian necis bersih dan
rapi, duduk di tempat yang sepantasnya, tidak tertawa terbahak-bahak, tidak meludah, tidak
mengingus dan tidak menjawab kecuali bila ditanya. Ia tidak boleh bersuara keras dan harus
bertutur kata dengan sopan dan memberi kesempatan pada sipembicara menjelaskan
pembicaraannya serta menghindari penggunaan kata kasar dan tawa terbahak-bahak. Dalam
balai-balai pertemuan seperti ini disediakan pokok-pokok persoalan untuk dibicarakan,
didiskusikan dan diperdebatkan.
d. Pendidikan Istana
Pendidikan yang diselenggarakan dan diperuntukkan khusus bagi anak-anak khalifah dan
para pejabat pemerintahan. Kurikulum pada pendidikan istana diarahkan untuk memperoleh
kecakapan memegang kendali pemerintahan atau hal-hal yang ada sangkut pautnya dengan
keperluan dan kebutuhan pemerintah, maka kurikulumnya diatur oleh guru dan orang tua
murid.
Pada periode Dinasti Umayyah ini terkenal sibuk dengan pemberontakan dalam negeri dan
sekaligus memperluas daerah kerajaan tidak terlalu banyak memusatkan perhatian pada
perkembangan ilmiah, akan tetapi muncul beberapa ilmuwan terkemuka dalam berbagai
cabang ilmu seperti yang dikemukana oleh Abd. Malik Ibn Juraid al Maki dan cerita
peperangan serta syair dan Kitabah. Dibidang syair yang terkenal dikalangan orang Arab
diantaranya adalah tentang pujian, syairnya adalah:
Artinya : Engkau adalah pengendara kuda yang paling baik, engkau adalah orang yang
pemurah di atas dunia ini.
Periode Dinasti Umayyah pada bidang pendidikan, adalah menekankan ciri ilmiah pada
Masjid sehingga menjadi pusat perkem\bangan ilmu pengetahuan tinggi dalam masyarakat
Islam. Dengan penekanan ini di Masjid diajarkan beberapa macam ilmu, diantaranya syair,
sastra dan ilmu lainnya. Dengan demikian periode antara permulaan abad ke dua hijrah
sampai akhir abad ketiga hijrah merupakan zaman pendidikan Masjid yang paling cemerlang.
Nampaknya pendidikan Islam pada masa periode Dinasti Umayyah ini hampir sama dengan
pendidikan pada masa Khulafa ar Rasyiddin. Hanya saja memang ada sisi perbedaan
perkembangannya. Perhatian para Khulafa dibidang pendidikan agaknya kurang
memperhatikan perkembangannya sehingga kurang maksimal, pendidikan berjalan tidak
diatur oleh pemerintah, tetapi oleh para ulama yang memiliki pengetahuan yang mendalam.
Kebijakan-kebijakan pendidikan yang dikeluarkan oleh pemerintah hampir tidak ditemukan.
Jadi sistem pendidikan Islam ketika itu masih berjalan secara alamiah karena kondisi ketika
itu diwarnai oleh kepentingan politis dan golongan.
Walaupun demikian pada periode Dinasti Umayyah ini dapat disaksikan adanya gerakan
penerjemahan ilmu-ilmu dari bahasa lain ke dalam bahasa Arab, tetapi penerjemahan itu
terbatas pada ilmu-ilmu yang mempunyai kepentingan praktis, seperti ilmu kimia,
kedokteran, ilmu tata laksana dan seni bangunan. Pada umumnya gerakan penerjemahan ini
terbatas keadaan orang-orang tertentu dan atas usaha sendiri, bukan atas dorongan negara dan
tidak dilembagakan. Menurut Franz Rosenthal orang yang pertama kali melakukan
penerjemahan ini adalah Khalid ibn Yazid cucu dari Muawwiyah.
Selain kemajuan seperti di atas ilmu pengetahuan yang berkembang pada masa ini adalah:
1. Ilmu agama, seperti: Al-Quran, Haist, dan Fiqh. Proses pembukuan Hadist terjadi pada
masa Khalifah Umar ibn Abdul Aziz sejak saat itulah hadis mengalami perkembangan pesat.
2. Ilmu sejarah dan geografi, yaitu segala ilmu yang membahas tentang perjalanan hidup,
kisah, dan riwayat. Ubaid ibn Syariyah Al Jurhumi berhasil menulis berbagai peristiwa
sejarah.
3. Ilmu pengetahuan bidang bahasa, yaitu segla ilmu yang mempelajari bahasa, nahu, saraf,
dan lain-lain.
4. Bidang filsafat, yaitu segala ilmu yang pada umumnya berasal dari bangsa asing, seperti
ilmu mantik, kimia, astronomi, ilmu hitung dan ilmu yang berhubungan dengan itu, serta
ilmu kedokteran.
3. Sistem Pergantian Kholifah
Pada masa-masa Awal Muawiyah menjadi penguasa kekuasaan masih berjalan secara
demokratis, tetapi setelah berjalan dalam beberapa waktu, Muawiyah mengubah model
pemerintahnya dengan model pemerintahan monarchiheredetis (kerajaan turun temurun).
yaitu sebagai berikut:
NO NAMA MASA BERKUASA
1. Muawiyah ibnu Abi Sufyan 661-681 M
2 Yazid ibn Muawiyah 681-683 M
3 Muawiyah ibnu Yazid 683-685 M
4 Marwan ibnu Hakam 684-685M.
5 Abdul Malik ibn Marwan 685-705 M
6 Al-Walid ibnu Abdul Malik 705-715 M
7 Sulaiman ibnu Abdul Malik 715-717 M
8 Umar ibnu Abdul Aziz 717-720 M
9 Yazid ibnu Abdul Malik 720-824 M
10 Hisyam ibnu Abdul Malik 724-743 M
11 Walid ibn Yazid 734-744 M
12 Yazid ibn Walid [ Yazid III] 744 M
13 Ibrahim ibn Malik 744 M
14 Marwan ibn Muhammad 745-750 M

B. Pendidikan Islam Pada Masa Bani Abbasiyah


1. Sejarah Pendidikan Islam Pada Masa Bani Abbasiyah
Sejak lahirnya agama islam, lahirlah pendidikan dan pengajaran islam, pendidikan dan
pengajaran islam itu terus tumbuh dan berkembang pada masakhulafaurasyidin dan masa
bani Umayyah. Pada permulaan masa Abbasiyah pendidikan dan pengajaran berkembang
dengan sangat hebatnya di seluruh negara islam. Sehingga lahir sekolah-sekolah yang tidak
terhitung banyaknya, tersebar di kota sampai ke desa-desa. Anak-anak dan pemuda
berlomba-lomba untuk menuntut ilmu pengetahuan, pergi kepusat-pusat pendidika,
meninggalkan kampung halamannya karena cinta akan ilmu pengetahuan.Kerajaan islam di
Timur yang berpusat di Bagdad dan Cordova telah menunjukan dalam segala cabang ilmu
pengetahuan sehingga kalau kita buka lembaran sejarah dunia pada masa keemasan, yang
bermula dengan berdirinya kerajaan Abbasiyah di Bagdad, pada tahun 750 M dan berakhir
dengan kerajaanAbbasiyah pada tahun 1258 Masehi.

2. Pendidikan Islam dan Segala Aspeknya


Kekuasaan dinasti bani abbas, sebagaimana disebutkan melanjutkan kekuasaan dinasti bani
Umayyah. Dinamakan khilafah Abbasiyah karena para pendiridan penguasa dinasti ini adalah
keturunan Al-Abbas paman Nabi Muhammad Saw,dinasti didirikan oleh Abdullah Alsaffah
Ibnu Muhammad Ibn Ali Ibn Abdullah IbnAl- Abbas.
Dinasti Abbasiyah merupakan dinasti islam yang sempat membawa kejayaan umat islam
pada masanya. Zaman keemasan islam dicapai pada masa dinasti-dinasti ini berkuasa. Pada
masa ini pula umat islam banyak melakukan kajian kritis terhadap ilmu pengetahuan.
Akibatnya pada masa ini banyak para ilmuan dan cendikiawan bermunculan sehingga
membuat ilmu pengetahuan menjadi maju pesat.Popularitas daulah Abbasiyah mencapai
puncaknya di zaman khalifah Harun Al-Rasyid (786-809 M) dan puteranya Al-Mamum
(813-833 M). Kekayaan yang dimanfaatkan Harun Arrasyid untuk keperluan sosial, rumah
sakit, lembaga pendidikan, dokter, dan farmasi didirikan, pada masanya sudah terdapat paling
tidak sekittar 800 orang dokter. Disamping itu, pemandian-pemandian umum juga dibangun.
Tingkat kemakmuran yang paling tinggi terwujud pada zaman khalifah ini.Kesejahteraan
sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan serta kesusasteraan berada
pada zaman keemasannya.pada masa inilah Negara islam menempatkan dirinya sebagai
Negara terkuat dan tak tertandingi. Al- Mamun pengganti Al- Rasyid, dikenal sebagai
khalifah yang sangat cinta kepada ilmu. Pada masa pemerintahannya, penerjemahan buku-
buku asing digalakan, untuk menerjemahkan buku-buku Yunani, ia mengkaji penerjemah-
penerjemah dari golongan kristen dan penganut golongan lain yang ahli. Ia juga banyak
mendirikan sekolah, salah satu karya besarnya yang terpenting adalah pembangunan Bait Al-
Hikmah, pusat penerjemah yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan
yang besar dan menjadi perpustakaan umum dan diberi nama DarulIlmi yang berisi buku-
buku yang tidak terdapat di perpustakaan lainnya. Pada masa Al-Mamun inilah Bagdad
mulai menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan,kekota inilah para pencari datang
berduyun-duyun, dan pada masa ini pula kotaBagdad dapat memancarkan sinar kebudayaan
dan peradaban islam keberbagai penjuru dunia.
Diantara bangunan-bangunan atau sarana untuk penndidikan pada masa Abbasiyah yaitu:
1) Madrasah yang terkenal ketika itu adalah madrasah Annidzamiyah, yang didirikan oleh
seorang perdana menteri bernama Nidzamul Muluk (456-486M). Bangunan madrasah
tersebut tersebar luas di kota Bagdad, Balkan, Muro,Tabaristan, Naisabur dan lain-lain.
2) Kuttab, yakni tempat belajar bagi para siswa sekolah dasar dan menengah.
3) Majlis Munadharah, tempat pertemuan para pujangga, ilmuan, para ulama,cendikiawan
dan para filosof dalam menyeminarkan dan mengkaji ilmu yang mereka geluti.
4) Darul Hikmah, gedung perpustakaan pusat.

3. Tujuan Pendidikan Pada Masa Abbasiyah


Pada masa Nabi masa khoilfah rasyidin dan umayah, tujuan pendidikan satu saja, yaitu
keagamaan semata. Mengajar dan belajar karena Allah dan mengharap keridhoan-Nya.
Namun pada masa abbasiyah tujuan pendidikan itu telah bermacam-macam karena pengaruh
masyarakat pada masa itu. Tujuan itu dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. Tujuan keagamaan dan akhlak
Sebagaiman pada masa sebelumnya, anak-anak dididik dan diajar membaca atau menghafal
Al-Quran, ini merupakan suatu kewajiban dalam agama, supaya mereka mengikut ajaran
agama dan berakhlak menurut agama.
b. Tujuan kemasyarakatan
Para pemuda pada masa itu belajar dan menuntut ilmu supaya mereka dapat mengubah dan
memperbaiki masyarakat, dari masyarakat yang penuh dengan kejahilan menjadi masyarakat
yang bersinar ilmu pengetahuan, dari masyarakat yang mundur menuju masyarakat yang
maju dan makmur. Untuk mencapai tujuan tersebut maka ilmu-ilmu yang diajarkan di
Madrasah bukan saja ilmu agama dan Bahasa Arab, bahkan juga diajarkan ilmu duniawi yang
berfaedah untuk kemajuan masyarakat.
c. Cinta akan ilmu pengetahuan
Masyarakat pada saat itu belajar tidak mengaharapkan apa-apa selain dari pada memperdalam
ilmu pengetahuan. Mereka merantau ke seluruh negeri islam untuk menuntut ilmu tanpa
memperdulikan susah payah dalam perjalanan yang umumnya dilakukan dengan berjalan
kaki atau mengendarai keledai. Tujuan mereka tidak lain untuk memuaskan jiwanya untuk
menuntut ilmu.
d. Tujuan kebendaan
Pada masa itu mereka menuntut ilmu supaya mendapatkan penghidupan yang layak dan
pangkat yang tinggi, bahkan kalau memungkinkan mendapat kemegahan dan kekuasaan di
dunia ini, sebagaimana tujuan sebagian orang pada masa sekarang ini.
4. Kurikulum Pendidikan Pada Masa Abbasiyah
a. Kurikulum pendidkan dasar (kuttab), pelajarannya adalah:
1. Membaca Alquran dan menghafalnya
2. Pokok-pokok agama islam, seperti cara berwudhu, shalat, puasa, dsb
3. Menulis
4. Kisah atau riwayat orang-orang besar islam
5. Membaca dan menghafal syair-syair atau natsarl (prosa)
6. Berhitung
7. Pokok-pokok nahwu dan sharaf ala kadarnya
b. Kurikulum pendidikan menengah, pelajarannya adalah:
1. Alquran 8. mantiq
2. Bahasa Arab dan kesusastraanya 9. Ilmu falak
3. Fiqih 10. Tarikh (sejarah)
4. Tafsir 11. Ilmu-ilmu alam
5. Hadist 12. kedokteran
6. Nahwu/sharaf/balagoh 13. musik
7. Ilmu-ilmu pasti
c. Kurikulum pendidikan tinggi
Rencana pelajaran pada perguruan tinggi islam, dibagi 2 jurusan, yaitu:
1. Jurusan ilmu-ilmu agama dan bahasa serta sastra arab atau disebut ilmu-ilmu naqliyah
2. Jurusan ilmu-ilmu umum, atau disebut ilmu aqliyah

PENDIDIKAN ISLAM DI ANDALUSIA DAN SISILIA

1. PEMBAHASAN
1. A. Lintas Sejarah Masuknya Islam Di Andalusia

Al-Andalus (Arab: al-andalus) adalah nama dari bagian Semenanjung Iberia (Spanyol
dan Portugal) yang diperintah oleh orang Islam, atau orang Moor, dalam berbagai waktu
antara tahun 711 dan 1492.Al-Andalus juga sering disebut Andalusia, namun penggunaan ini
memiliki keambiguan dengan wilayah administratif di Spanyol modern Andalusia.[3]

Kondisi Andalusia pra kedatangan Islam sungguh sangat memprihatinkan, terutama ketika
masa pemerintahan raja Ghotic yang melaksanakan pemerintahannya dengan besi. Kondisi
ini menyebabkan rakyat Andalusia menderita dan tertekan. Mereka sangat merindukan
datangnya kekuatan ratu adil sebagai sebuah kekuatan yang mampu mengeluarkan mereka
saat itu, kerinduan mereka akhirnya menemukan momentumnya ketika kedatangan Islam di
Andalusia.

Ketika Dinasti Umayah dipegang oleh Khalifah al- Walid bin Abdul Malik (al-Walid I ) (naik
takhta 86 H 1705 M ), khalifah keenam. la menunjuk Musa bin Nusair sebagai gubernur di
Afrika Utara Pada masa kepemimpinan Musa bin Nusair, Afrika sebagian barat dapat di
kuasai kecuali Sabtah (Ceuta ) yang pada waktu itu berada di bawah kekuasaan Bizantium.
Ketika inilah pasukan Islam mampu menguasai bagian barat sampai Andalusia.[4]

Penaklukan Islam di Andalusia tidak terlepas dari kepiawaian tiga heroic Islam, yaitu Tharif
Ibn Malik, Thariq bin Ziyad, Musa bin Nushair. Perluasan bani umayyah ke Andalusia
diawali oleh rintisan Tharif ibn Malik yang berhasil menguasai ujung paling selatan eropa,
upaya ini kemudian dilanjutkan oleh Thariq bin Ziyad yang berhasil menguasai ibu kota
Andalusia, Toledo. Kemudian ia juga menguasai Archidona, Elfiro dan Cordova. Bahkan raja
Roderick (raja terakhir Vichigothic) berhasil ia kalahkan pada tahun 711 M[5].
Keberhasilan Thariq dalam melumpuhkan penguasa di Andalusia dalam sejarah Islam dicatat
sebagai acuan resmi penaklukan Andalusia oleh Islam. Kemudian ekspansi ini dilanjutkan
pada waktu yang sama oleh Musa bin Nushair yang akhirnya mampu menguasai Andalusia
bagian barat yang belum dilalui oleh Thariq, tanpa memperoleh perlawanan yang berarti.
Keberhasilan ekspansi ini akhirnya bermuara dengan dikuasainya seluruh wilayah Andalusia
ke tangan Islam. Pada saat itu kekhalifahan dinasti umayyah pada masa pemerintahan Walid
bin Abdul Malik hanya menjadikan daerah Andalusia sebagai sebuah keamiran saja. Ia
menunjuk Musa bin Nushair sebagai amir di sana yang berkedudukan di Afrika Utara. Ketika
dinasti umayyah di damaskus runtuh, perkembangan Andalusia kemudian dipegang oleh
seorang pangeran umayyah Abdurrahman Ibn Muawiyah ibn Hisyam yang berhasil lolos
dari buruan bani abbas. Tokoh inilah yang kemudian berhasil mendirikan kembali daulah
bani umayyah di Andalusia[6].

Islam masuk ke Spanyol (Cordova) pada tahun 93 H (711 M) dibawah pimpinan Tariq bin
Ziayad yang memimpin angkatan perang Islam untuk membuka Andalusia dengan membawa
7000 orang pasukan. Dengan kekuatan tambahan, Thariq yang mengepalai 12.000 pasukan,
pada 19 Juli 711 berhadapan dengan pasukan Raja Roderick di mulut Sungai Barbate
dipesisir laguna janda[7] dan berhasil mengalahkan tentara Gotik yang merupakan
kemenangan penting untuk memudahkan pasukan muslim melintasi dan penaklukan kota-
kota Spanyol lainnya tanpa mengalami perlawanan berarti.

1. B. Pola Pendidikan Islam di Andalusia.

Berdasarkan literatur-lteratur yang membahas sejarah pendidikan dan sejarah peradaban


Islam secara garis besarnya pendidikan Islam di Andalusia terbagi dua bagian yaitu :

1. 1. Kuttab

Sejak Islam pertama kali menginjakkan kakinya di Andalusia hingga jatuhnya kerajaan Islam
terakhir dan sekitar tujuh setengah abad lamanya, Islam memainkan peranan yang besar, baik
dalam bidang Intelektual (filsafat, sains, fikih, musik dan kesenian, bahasa dan sastra) juga
kemegahan bangunan fisik (Cordova dan Granada)[8].

Umat muslim Andalusia telah menoreh catatan sejarah yang mengagumkan dalam bidang
intelektual, banyak perestasi yang mereka peroleh khususnya perkembangan pendidikan
Islam. Pertumbuhan lembaga-lembaga pendidikan Islam sangat tergantung pada penguasa
yang menjadi pendorong utama bagi kegiatan pendidikan. Di Andalusia menyebar lembaga
pendidikan yang dinamakan Kuttab selain Masjid. Kuttab termasuk lembaga pendidikan
terendah yang sudah tertata dengan rapi dan para siswa mempelajari berabagai macam
disiplin Ilmu Pengetahuan diantaranya :

1. Fikhi.

Oleh karena umat Islam di Andalusia penganut Mazhab Maliki, maka para siswa
mendapatkan materi materi pelajaran fikhi dari Imam Mazhab Maliki. Yang
memperkenalkan mazhab ini adalah Ziyad ibn Abd. Al-Rahman, perkembangan selanjutnya
dilakukan seorang qadhi pada masa Hisyam ibn abd. Al-Rahman yaitu Ibnu Yahya. Dan
masih banyak ahli-ahli fikhi lainnya diantaranya Abu Bakr ibn al-Quthiyah, Munzir ibn Said
al-Baluthi dan ibn Hazam.[9] Yang sangat populer saat itu.
1. Bahasa dan Arab

Bahasa Arab telah menjadi bahasa administrasi dalam pemerintahan Islam di Andalusia, hal
ini dapat diterima oleh orang-orang Islam dan non Islam, bahkan penduduk asli
menomorduakan bahasa asli mereka, para siswa diwajibkan berdialog dengan melalui bahasa
arab, sehingga bahasa ini cepat populer dan menjadi bahasa keseharian. Mereka yang ahli dan
mahir bahasa Arab baik keterampilan berbicara maupun tata bahasa adalah Ibn Sayyidih, Ibn
Malik yang mengarang Al-fiyah, Ib Khuruf, Ibn Al-Hajj, Abu Ali al-Isybili, Abu al-Hasan
Ibn Usfur dan Abu Hayyan al- Gharnathi. Seiring kemajuan di bidang bahasa , muncul
banyak karya sastra seperti Al-qd al-Farid karya Ibn Abd. Rabbih, al-Dzakhirah fi Mahasin
ahl al-Jazirah oleh Ibn Bassam, Kitab al-Qalaid buah karya al-Fath ibn Khaqan[10] dan
banyak lagi yang lain.

1. Seni Musik Dan Seni Suara

Dalam bidang musik dan suara, Islam di Andalusia mencapai kecemerlangan dengan
tokohnya al-Hasan ibn Nafi yang dijuluki Zaryab. Ia selalu tampil mempertunjukan
kebolehannya. Kepawaiannya bermusik dan seni membuat ia menjadi orang termasyhur
dikala itu, ilmu yang dimilikinya diajarkan kepada anak-anaknya, baik laki-laki maupun
perempuan dan juga kepada para budak, sehingga kemasyhurannya tersebar luas.[11]

2 Pendidikan Tinggi

Di kawasan Andalusia yang pernah menjadi pusat pemerintahan Islam, juga banyak dibangun
banyak perguruan tinggi terkenal seperti Universitas Cordoba, Sevilla, Malaga, Granada dan
yang lainnya. Orang-orang Eropa yang pertama kali belajar sains dan ilmu pengetahuan
banyak tertarik untuk belajar di berbagai perguruan tinggi di Andalusia. Sehingga, lahirlah
kemudian murid-murid yang menjadi para pemikir dan filosof terkenal Eropa. Sejak itu,
dimulailah zaman Renaissance-nya Eropa. Perguruan Tinggi Oxford dan Cambridge di
Inggris merupakan tiruan dari lembaga pendidikan di daerah Andalusia yang menggabungkan
pendidikan, pusat riset, dan perpustakaan.[12]

Sebagaimana halnya siswa belajar pendidikan pada tingkat rendah (Kuttab) juga mempunyai
kesempatan seluas-luasnya melanjutkan pendidikan pada tingkat tinggi yaitu Universitas
Cordova yang berdiri megah di Andalusia. Unversitas Cordova berdiri tegak bersanding
dengan Masjid Abdurrahman III[13] yang akhirnya berkembang menjadi lembaga pendidikan
tinggi yang terkenal yang setara dengan Uniersitas Al-Azhar di Cairo dan Universitas
Nizamiyah di Bagdad[14]. Unversitas Cordova memiliki perpustakaan yang menampung
sekitar empat juta buku dan meliputi buku astronomi, matematika, kedokteran,teologi dan
hukum, jumlah muridnya mencapai seribu orang. Selain itu terdapat Universitas Sevilla,
Malaga dan Granada[15]. Para mahasiswa diajarkan tiologi, hukum Islam, kedokteran, kima,
filsafat dan astronomi.

1. Filsafat

Puncak pencapaian intelektual Muslim Spanyol terjadi dalam pemikiran filsafat. Dalam
bidang ini, Muslim Andalusia merupakan mata rantai yang menghubungkan antara filsafat
Yunani klasik dengan pemikiran Latin-Barat. Perhatian dan minat pada masa Islam Andalusia
baik terhadap filsafat pada khususnya maupun terdapat Ilmu pengetahuan pada umumnya
telah mulai dikembangkan pada abad ke-9 M. Selama pemerintahan bani Umayyah yang ke-
5, Muhammad ibn Abd. Rahman (832-886 M)[16], sehingga tercatat pada abad ke-12 M
Islam di Andalusia mempunyai peran sebagai jembatan penyeberangan yang dilalui ilmu
pengeahuan Yunani Arab ke Eropa.

Selain itu, muslim Andalusia juga turut andil besar dalam mendamaikan antara agama dengan
ilmu, akal dengan iman yang sekaligus menandai akhir abad kegelapan Eropa. Pada
kekhalifahan al-Hakam II (961-976M) ribuan karya ilmiah filosofis di impor dari Timur.
Karya-karya tersebut terhimpun dalam perpustakaan pribadinya. Kebijakan al-Hakam yang
mendukung terciptanya lingkungan intelektual inilah yang pada akhirnya turut serta
membidani lahirnya folosof-filosof besar sesudahnya, sehingga Cordova dengan
perpustakaan dan universitas-universitasnya mampu menyaingi Bagdad sebagai pusat utama
ilmu pengetahuan di dunia Islam.

Apa ynag dilakukan oleh pemimpin Dinasti Umayyah di Andalusia ini merupakan persiapan
untuk melahirkan filosof-filosof besar pada masa sesudahnya. Tokoh utama dalam sejarah
filsafat Arab Spanyol adalah Abu Bakar Muhammad ibnu al-Sayigh yang lebih dikenal
dengan. ibnu Bajjah, dilahirkan di Saragosa, ia pindah ke Sevilla dan Granad, meninggal kare
na keracunan di Fez tahun 1138 M dalam usia yang masih muda. Seperti Al-Farabi dan Ibnu
Sina di Timur, masalah yang dikemukakannya bersifat etis dan eskatologis. Ibnu Bajjah
banyak menulis tafsir mengenai filsafat Aristoteles. Bukunya yang terkenal adalah Tadbir al-
Mutawwahid yang berisi tentang kritik terhadap filsafat al-Gazali yang mengatakan bahwa
kebenaran itu dicapai melalui jalan sufi[17]. Tokoh yang lainnya terdapat nama Abu Bakr
ibnu Thufil, penduduk asli Wadi Asy, sebuah dusun kecil sebelah timur Granada dan wafat
pada usia lanjut pada tahun 1185 M, ia banyak menulis masalah kedokteran, astronomi dan
filasafat. Karya folsafatnya yang tekenal adalah Hay ibn Yaqzhan.

Pada akhir abad ke-12 M muncul seorang pengikut Aristoteles yang terbesar dalam kalangan
filsafat Islam, dia adalah Abu al-Walid Muhammad ibnu Ahmad ibnu Muhammad Ruyd
dilahirkan di Cordova, Andalus pada tahun 510 H/1126 M,[18]. Beliau terkenal dengan nama
singkat Ibn Rusyd, ia ahli dalam ilmu hukum sehingga diangkat menjadi ketua Mahkamah
Agung di Cordova.

Meskipun Ibnu Rusyd banyak memusatkan perhatiannya pada filsafat Aristoteles, ia juga
menulis beberapa buku. Dalam bidang kedokteran misalnya menulis buku yang berjudul Al-
Kulliat, selanjutnya bidang filsafat bukunya berjudul Tahaful al-Tahaful dan filsafat al Naql
dan dalam bidang ilmu terdapat Karya besarnya yang termasyhur berjudul Bidayah al-
Mujtahid[19].

1. Sains

Membicarakan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Andalusia, tak bisa lepas
dari kerja besar pembangunan peradaban yang dilakukan para pembawa risalah Islam ke
kawasan Eropa itu. Tak bisa juga dipisahkan dari kajian etika serta syariat Islam yang
didakwahkan para dai. Itulah yang mendorong semangat para ilmuwan Muslim Andalusia:
Pengetahuan itu satu karena dunia juga satu, dunia satu karena Allah juga satu. Prinsip
tauhid semacam ini yang menjadi koridor berpikir para ilmuwan muslim dalam
mengembangkan sains dan teknologi.[20]

Perkembangan sains di Andalusia sangat pesat yang ditandai dengan munculnya berbagai
macam bidang ilmu pengetahuan diantaranya ilmu kedokteran, matematika, kimia, musik,
astronomi dan lain-lainya. Adapun tokoh termasyhur pada saat itu adalah Abbas ibn Farnas
dalam ilmu kimia dan astronomi, ia orang pertama yang menemukan pembuatan kaca dari
batu[21].

Dalam bidang astronomi, terkenal nama- nama az- Zarqali (1.1029). Di toledo Abdul Qasim
Maslama bin Ahmad al- Farabi al- Habib al- Majriti (w.1007) di Cordoba yang merupakan
terkemuka muslim Andalusia angkatan pertama. Selain itu, muncul Jabir bin Aflah Abu
Muhammad (w.1204), di Sevilla yang menulis kitab al- Haia , yang membuat angka -angka
trigomometrik yang masih di gunakan sampai sekarang, dan Nuruddin Abu Ishaq al- Bitruji
(w. 1204 ). yang menulis kitab Al- Haia[22]. Karya- karya para Astronom muslim ini telah
banyak menyumbangkan istilah yang berasal dari bahasa Arab ke dalam pembendaharaan
ilmu Astronomi dan matematika.

1. C. Lintas Sejarah Masuknya Islam di Sisilia

Sisilia adalah sebuah pulau di laut tengan, letaknya berada di sebelah selatan semenanjung
Italia, dipisahkan oleh selat Messina. Pulau ini bentuknya menyerupai segitiga dengan luas
25.708 km persegi. Sebelah utara terdapat teluk Palermo dan sebelah timur terdapat teluk
Catania. Pulau ini di sebelah barat dan selatannya adalah kawasan laut Mediterranian, sebelah
utara berbatasan dengan laut Tyrrhenian dan sebelah timurnya berbatasan dengan laut
Ionian[23]. Pulau sisilia bergunung gunung dan sangat indah, iklimnya yang baik, tanahnya
subur, dan penuh dengan kekayaan alamnya. Pulau ini di bagi menjadi tiga bagian : Val di
Mazara di sebelah barat, Val di Noto di sebelah tenggara dan Val Demone di bagian timur
laut . Islam hanya menjadi agama resmi di Val di Mazara sedangkan di bagian yang lainnya
mayoritas beragama kristen[24].

Sementara itu penaklukan umat Islam atas kepulauan Sisilia (bahasa Arab, Siqilliyah)
merupakan buih terakhir dari gelombang serbuan yang dibawa bangsa Arab ke Afrika Utara
dan Andalusia. Karena masuknya Islam di Sisilia sangat terkait dengan masuknya Islam di
Andalusia, bahkan disinyalir apa yang dicapai oleh dunia Eropa diabad modern sekarang ini
tidak lain adalah warisan umat Islam di Andalusia dan Sisilia[25]. Sisilia adalah sebuah pulau
subur di Italia Selatan pernah dikuasai oleh bangsa Yunani, Romawi, Byzantium, Arab dan
akhirnya jatuh ke dalam kerajaan Kristen Normandia serta kini menjadi bagian dari Italia.[26]

Usaha untuk menjadi wilayah penguasaan Islam atas pulau ini dimulai sejak Khalifah Usman
bin Affan dengan mengirim gubernur Muawiyah bin Abi Sufyan pada tahun 652 M, dan pada
waktu Muawiyah menjadi Khalifah juga menyerang pulau Sisilia pada tahun 667 M[27],
kemudian disempurnakan tahun 827 M, oleh amir Bani Aghlabi yang bernama Ziyadatullah
bin Ibrahim (817-838 M) menyampaikan undangan salah seorang tokoh sisilia yang bernama
Ephemius ke pemerintahan pusat di Bagdad d bawah khalifah Al-Mamun[28]. Dan akhirnya
amir Ziyadatullah bin Ibrahim berangkat bersama pasukannya menuju Sisilia dengan
kekuatan yang sangat besar umlahnya berhasil menduduki Sisilia. Pulau ini selama 189 tahun
merupakan satu propinsi daulah bani Aghlabi dengan ibu Kotanya Palermo[29].

Ketika Islam datang penguasa Sisilia melawan dengan gigih dan pantang menyerah, berbeda
ketika Islam datang ke Andalusia, tidak sulit ditaklukkan dan memilih damai. Seluruh Sisilia
dikuasai oleh kaum muslimin di bawah pimpinan Bani Aghlab dan sejak itu berdiri dinasti
Bani Aghlabiyah selama 6 tahun ( 903 909 M ) dan Palermo sebagai ibu kota . kemudian
dinasti Fathimiyah selama setengah abad ( 909 965 M ) , dinasti Kalbiyah selama 80 tahun (
965 1044 M ) dan dinasti Normandia. Dinasti Aghlabiyah mampu memperluas kekuasaan
sampai ke Benua Eropa dengan silih berganti tentara Islam berlabuh di pantai selatan Italia di
Laut tengah, sampai Italia, Prancis, Sardinia, Malta dan Sisilia.

1. D. Pola Pendidikan Islam di Sisilia

Seperti halnya di Andalusia pola pendidikan Islam di Sisilia juga terbagi dua tingkatan yaitu :

1. 1. Kuttab

Kuttab adalah lembaga pendidikan tingkat rendah yang banyak terdapat di Sisilia. Oleh Abu
Bakar ibnu Arabi dikatakan bahwa pola pendidikan Islam di kuttab adalah anak belajar
menulis, berhitung dan bahasa Arab[30]. Di Kota Palermo terdapat 300 orang guru kuttab,
dengan banyaknya kuttab-kuttab yang berkembang di Sisilia dapat mewujudkan impiannya
sebagai bangsa yang menjunjung tinggi peradaban Islam dan ilmu pengetahuan pada saat itu.
Dan terbukti Sisilia sebagai negara Islam independen dengan ibukotanya Palermo yang
diperintah oleh dinasti Aglabiyah pada masa dinasti Abbasiyah ini sangat membantu dalam
kemajuan peradaban dan kebudayaan Islam karena penguasa di negara tesebut melindungi
ilmu pengetahuan.

1. 2. Pendidikan Tinggi

Jatuhnya Sisilia ke tangan umat Islam, justru menjadi berkah bagi Eropa, ketika Eropa sedang
berada di abad pertengahan yang oleh mereka sendiri disebut dengan era kegelapan,
peradaban Islam sedang berada di puncak masa keemasannya. Ilmu pengetahuan berkembang
dengan pesat dan pembangunan disaksikan di mana-mana. Sisilia juga kebagian. Melalui
negeri ini, ilmu pengetahuan dan sains mengalir dari dunia Islam ke Eropa. Transfer ilmu
pengetahuan Islam ke Eropa ini mulai dilakukan oleh Frederick II (1194 M 1250 M) yang
berkuasa di Sicilia. Frederick yang beragama Kristen sangat terpengaruh oleh ajaran dan
kebudayaan Islam. Ketika berkuasa, raja ini mendirikan University of Naples pada tahun
1224 M, yang merupakan Universitas Pertama di Eropa dengan menggunakan sistem
pendidikan yang dikembangkan perguruan tinggi Islam[31].

Sililia merupakan salah satu pusat ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam yang ditandai
bermunculnya ilmuawan Islam. Hal ini melihat latar belakang sang penakluk sisilia, Asad bin
Fhurat yang merupakan ulama besar[32], sehingga pada masa itu banyak didirikan perguruan
tinggi dan masjid. Salah satu perguruan tinggi yang didirikan adalah Universitas Kedokteran
di Palermo yang menandingi Universitas Cordova.

Perkembangan sains dan teknologi serta kehidupan intlektual di Sisilia tidak berbeda dengan
gerakan intelektual di Andalusia dan dunia Islam saat itu pada umumnya. Ada dua jalur
utama penyebaran sains dan teknologi dari dunia Islam ke Eropa yaitu pertama, melalui
jalan Cordova di Andalusia. Melalui Universitas Cordova banyak mahasiswa Kristen
terutama dari prancis melakukan alih sains dan teknologi ke negeri mereka yang pada waktu
itu terbelakangan. Kedua melalui jalur Palermo pusat peradaban Islam di Sisilia terjadi
transformasi sains dan teknologi ke Italia secara besar-besaran. Banyak ilmuan Muslim
dibayar mahal untuk mengajar di Universitas ini dan merupakan bahasa pengantar pertama
kali digunakan adalah bahasa Arab.[33]

Dunia Islam bahkan dikalangan non Muslim telah mengakui kehebatan seorang panglima
perang dalam strategi militer yang berasal dari sisilia yaitu Jawhar al-Siqli. Dalam bidang
bahasa dan nahwu, ilmu-ilmu al-Qurn dan Hadits dikenal nama Muhammad bin Khurasan ia
wafat di Sisilia pada tahun 996 M, juga Ismail bin Khalaf, pengarang Kitab al-Uyun fi al-
Qirat, kitab ini masih terhimpun di sebuah perpustakaan di Berlin dan Istambul, ia wafat
1063 M, sedangkan ahli hadist tekenal adalah Abu al-Abbas, abu Bakar Muhammad bin
Ibrahim al-Tamimi, ia juga murid al-Junaidi dalam tasawuf. Tokoh lain dalam bidang hadis
adalah ibnu al-Farrah dan Musa bin Hasan. Dalam Ilmu Kalam tekenal nama abu al-Haqq bin
Muhammad ibnu Zaffar dan Mazari, dalam bidang sastra terkenal nama Ali Hamzah al-
Bashri, pengarang al-Mutanabbi sastrawan arab klasik.[34]

Dengan masuknya Islam ke Eropa, Ilmu yang selama ini didominasi dan monopoli dunia
Islam mulai bergerak pelan kearah masyarakat Eropa. Merekapun mulai belajar dan
mengembangakan pengetahuan itu dengan giat.

Kedatangan Islam ke Eropa tidak saja berhasil mengadakan perbaikan-perbaikan dalam


sistem ekonomi dan sosial masyarakat Eropa, tetapi Islam juga telah berhasil membebaskan
bangsa Eropa dari tekanan-tekanan para kaum imperalis serta menggugah kesadaran mereka
bahwa mereka pada saat yang sama telah tertinggal dalam kompetisi Ilmu Pengetahuan
dengan dunia lainnya. Dengan terjadinya konflik Perang ini orang-orang Eropa mulai
mengenal banyak barang-barang material yang telah ada didunia Islam tetapi mereka bangsa
Eropa tidak pernah mengenalnya.

Kontak Dunia Barat dengan Islam terjadi melalui tiga jalur pokok, yaitu :

1. Andalusia di Spanyol yang banyak mempunyai universitas-universitas yang banyak


dikunjungi orang-orang Eropa untuk belajar. Kota Toledo mempunyai peranan yang
sangat penting dalam hal ini.
2. Sisilia yang pernah dikuasai Islam dari tahun 881 M s/d 1091 M.. Sebagaimana di
Toledo Spanyol, kota Palermo merupakan tempat yang penting bagi kegiatan
penterjemahan buku-buku ulama Islam ke dalam bahasa latin;

Perang Salib, tetapi dibandingkan dengan dua jalur tadi, peranan perang salib dalam
memindahkan Ilmu Pengetahuan Islam ke Barat tidak sebesar dua kota (Harun Nasution,
Islam Rasional (Bandung: Mizan, 1995 M.) hal. 302)

1. PENDAHULUAN

Pendidikan diIndonesiatelah berlangsung jauh-jauh hari sebelum terbentuknya


RepublikIndonesia. Pendidikan di Indonesia sudah ada sejak zaman kuno, oleh sebab itu
sejarah pendidikan diIndonesiabisa dibilang cukup panjang. Pada awalnya pendidikan
diIndonesiamuncul sejak zaman kuno, kemudian mulai berkembang saat agama hindu-budha
masuk keIndonesia. Masuknya agama hindhu keIndonesiamemberi dampak yang cuckup
signifikan terhadap system pendidikan diIndonesia. Sistem pendidikan Hindu-Buddha
dikenal dengan istilah karsyan. Karsyan adalah tempat yang diperuntukan bagi betapa dan
untuk orang-orang yang mengundurkan diri dari keramaian dunia dengan tujuan
mendekatkan diri dengan dewa tertinggi. Karsyan dibagi menjadi dua bentuk yaitu patapan
dan mandala. Pendidikan terus berkembang terutama di daerah-daerah yang menjadi pusat
kerajaan, seperti di Sriwijaya yang berdiri sebuah universitas.

Pada abad ke-14 saat agama Islam masuk keIndonesiadibawa oleh para pedagang dari
Gujarab-india. Masuknya Islam mulai menggeser kedudukan agama Hindu, lebih lagi saat
kerajaan majapahit runtuh dan digantikan kerajaan Demak. Masuknya islam membentuk
budaya baru dalam masyarakat. Salah satunya adalah system pendidikan. Islam memberi
warna baru dalam dunia pendidikan saat itu. Bisa dikatakan sistem pendidikan pada masa
Islam merupakan bentuk akulturasi antara sistem pendidikan patapan Hindu-Buddha dengan
sistem pendidikan Islam yang telah mengenal istilah uzlah (menyendiri). Akulturasi tersebut
tampak pada sistem pendidikan yang mengikuti kaum agamawan Hindu-Buddha, saat guru
dan murid berada dalam satu lingkungan permukiman. Dalam Hindu-Budha tempat itu
dikenal dengan mandala, sedangkan dalam islam biasa disebut sebagai pesantren atau
padepokan. Padepokan berasal dari kata petepan yang artinya tempat pendidikan, istilah itu
sudah dikenal sejak zaman Hindu-Budha.

Pendidikan islam pada umumnya muncul dan berkembang karena pengaruh seorang tokoh
agama, yang sering di sebut kiayi. Khusus di pulau jawa, tokoh agama itu disebut wali. Pada
umumnya para wali mendirikan sebuah pesantren untuk mengajarkan agama islam.[1]

Pendidikan Islam semakin berkembang sejalan dengan adanya ide-ide cemerlang dari para
tokoh Islam itu sendiri dalam mengembangkan pendidikan Islam.

Pada pembahasan kali ini, pemakalah akan mencoba mengkupas seputar lembaga dan sarana-
sarana pendidikan islam.

1. PEMBAHASAN
2. 1. Lembaga dan sarana-sarana Pendidikan Islam di Indonesia

1) Masjid dan Langgar

Mesjid fungsi utamanya adalah untuk tempat shalat yanglimawaktu ditambah dengan sekali
dalam satu minggu shalat Jumat dan dua kali dalam satu tahun untuk shalat hari raya. Selain
dari mesjid ada juga tempat ibadah yang disebut dengan langgar bentuknya lebih kecil dari
mesjid dan hanya di gunakan untuk shalatlimawaktu, bukan untuk shalat jumat.

Selain dari fungsi utama mesjid dan langgar di fungsikan juga untuk tempat pendidikan di
tempat ini dilakukan pendidikan buat orang dewasa maupun anak-anak. Pengajian buat orang
dewasa adalah penyampaian-penyampaian ajaran Islam oleh mubaligh kepada para jamaah
dalam bidang yang berkenaan dengan akqidah, ibdah dan akhlak. Sedangkan pengajian yang
dilaksanakan ialah anak-anak berpusat kepada pengajian Al-Quran menitik beratkan kepada
kemampuan membaca dengan baiksesuai dengan kaidah-kaidah bacaan, selain dari itu anak-
anak juga diberikan pendidikan keimanan, ibadah dan akhlak.[2]

Sistem pengajaran di masjid, sering memakai sistem halaqah, yaitu guru membaca dan
menerangkan pelajaran sedangkan siswa mempelajari atau mendengar saja, hampir mirip
dengan sistem klasikal yang berlaku sekarang. Salah satu sisi baik dari sistem halaqah ialah
pelajar-pelajar diminta terlebih dahulu mempelajari sendiri materi-materi yang akan diajarkan
oleh gurunya, sehingga seolah-olah pelajar meselaraskan pemahamannya dengan pemahaman
gurunya tentang maksud dari teks yang ada dalam sebuah kitab. Sistem ini mendidik palajar
belajar secara mandiri.

Adapun metode yang digunakan adalah metode bandongan atau sorogan. metode bandongan
adalah metode dimana seorang guru membacakan dan menjelaskan isi sebuah kitab,
dikerumuni oleh sejumlah murid yang masing-masing memegang kitab yang serupa,
mendengarkan dan mencatat keterangan yang diberikan gurunya berkenaan dengan bahasan
yang ada dalam kitab tersebut pada lembaran kitab atau pada kertas catatan yang lain.
Sedagkan metode sorogan merupakan metode dimana santri menyodorkan sebuah kitab
dihadapan gurunya, kemudian guru memberikan tuntunan bagaimana cara membacanya,
menghafalkannya, dan pada jenjang berikutnya bagaimana menterjemahkan serta
menafsirkannya[3]

Di samping hal diatas, Ada beberapa hal yang bisa diperhatikan dalam sistem pendidikan
Islam di masjid, yaitu:

1. Tenaga pendidik, mereka adalah orang-orang yang tidak meminta imbalan jasa, tidak ada
spesifikasi khusus dalam keahlian mengajar, mendidik bukan pekerjaan utama, dan tidak
diangkat oleh siapapun.

2. Mata pelajaran yang diajarkan terutama ilmu-ilmu yang bersumber kepada al-Quran dan
al-Sunnah, namun dalam perkembangan berikutnya ada bidang kajian lain, seperti: tafsir,
fikih, kalam, bahasa Arab, sastra maupun yang lainnya.

3. Siswa atau peserta didik, mereka adalah orang-orang yang ingin mempelajari Islam, tidak
dibatasi oleh usia, dari segala kalangan dan tidak ada perbedaaan.

4. Sistem pengajaran yang dilakukan memakai sistem halaqah.

5. Metode pengajaran yang diterapkan memakai 2 metode, yakni metode bandongan dan
metode sorogan

6. Waktu pendidikan, tidak ada waktu khusus dalam proses pendidikan di masjid, hanya
biasanya banyak dilakukan di sore hari atau malam hari, karena waktu tersebut tidak
mengganggu kegiiatan sehari-hari dan mereka mempunyai waktu yang cukup luang.

2) Meunasah, Rangkang dan Dayah

Secara etimologi meunasah, secara etimologi berasal dari bahasa Arab, yakni madrasah,
yang berarti tempat belajar. Dalam perjalanan waktu kata madrasah itu oleh masyarakat
Aceh berobah menjadi meunasah.[4] Terminologinya adalah tempat untuk salat dan juga
digunakan untuk belajar tentang ilmu keislaman pada tingkat dasar termasuk orang yang baru
belajar membaca al Quran. Ismuha mengungkapkan bahwa keberadaan meunasah yang ada
di setiap desa atau kampung di seluruh Aceh , sejak zaman kerajaan Aceh, digunakan sebagai
tempat belajar agama, mengaji, sebagai tempat salat lima waktu, tempat musyawarah, tempat
penyelesaian sengketa yang terjadi di tengah-tengah masyarakat dan sebagai tempat untuk
berbagai kegiatan sosial dan keagamaan lainnya. Jadi kalau disebut sesorang sebagai teungku
meunasah, maka dia adalah orang yang mengajar mengaji al Quran dan sering menjadi
imam salat di meunasah. Taufik Abdullah, dalam Ismail Sunni, mengatakan bahwa sebelum
suatu kampung dibangun, mereka (masyarakat Aceh) terlebih dahulu membangun meunasah
sebagai tempat beribadah dan belajar, baru kemudian mendirikan perkempungan. Di samping
sebagai tempai beribadah, meunasah juga berfungsi sebagai suatu tempat belajar tingkat
dasar dalam tiap-tiap gampoung (kampung/desa) ketika itu.[5]

Di tinjau dari segi pendidikan, meunasah adalah lembaga pendidikan awal bagi aanak-anak
yang dapat di samakan dengan tingkatan sekolah dasar. Di meunasah para murid di ajar
menulis/membaca huruf Arab, ilmu agama dalam bahasa Jawi (Melayu), akhlak. Disetiap
gampong di Aceh ada meunasah, sebagai tempat belajar bagi anak-anak.

Rangkang adalah tempat tinggal murid, yang di bangun di sekitar mesjid. Sistem pendidikan
di Rangkang ini sama dengan sistem pendidikan di pesantren, murid-murid duduk
membentuk lingkaran dan si guru menerangkan pelajaran, berbentuk halakah, metode yang
disampaikan di dunia pesantren di sebut namanya dengan sorogan dan wetonan.

Rangkang itu dalam bentuk rumah, tetapi lebih sederhana, memiliki satu lantai saja, di kanan
kiri gang pemisah (blog) masing-masing untuk 1-3 murid, kadang-kadang rumah yang tidak
dipakai lagi oleh rang shaleh diwakafkan untuk siswa. Rumah tersebut di serahkan kepada
guru untuk dijadikan sebagai rangkang.[6]

Lembaga pendidikan khas Aceh yang selanjutnya disebut Dayah merupakan sebuah lembaga
yang pada awalnya memposisikan dirinya sebagai pusat pendidikan pengkaderan ulama.
Kehadirannya sebagai sebuah institusi pendidikan Islam di Aceh bisa diperkirakan hampir
bersamaan tuanya dengan Islam di Nusantara. Kata Dayah berasal dari bahasa Arab, yakni
zawiyah, yang berarti pojok Istilah zawiyah, yang secara literal bermakna sudut, diyakini oleh
masyarakat Aceh pertama kali digunakan sudut mesjid Madinah ketika Nabi Muhammad saw
berdakwah pada masa awal Islam. Pada abad pertengahan, kata zawiyah difahami sebagai
pusat agama dan kehidupan mistik dari penganut tasawuf, karena itu, didominasi hanya oleh
ulama perantau, yang telah dibawa ke tangah-tengah masyarakat. Kadang-kadang lembaga ini
dibangun menjadi sekolah agama dan pada saat tertentu juga zawiyah dijadikan sebagai
pondok bagi pencari kehidupan spiritual. Dhus, sangat mungkin bahwa disebarkan ajaran
Islam di Aceh oleh para pendakwah tradisional Arab dan sufi; Ini mengidentifikasikan
bagaimana zawiyah diperkenalkan di Aceh. Di samping itu, nama lain dari dayah adalah
rangkang. Perbedaannya, eksistensi dan peran rangkang dalam kancah pembelajaran lebih
kecil dibandingkan dengan dayah.[7]

Dayah atau rangkang dianggap sama dengan pesantren di Jawa atau surau di Sumatera
Barat, namun ketiga lembaga pendidikan ini tidaklah persis sama. Setidaknya bila ditnjau dari
segi latar belakang historisnya. Pesantren sudah ada sebelum Islam tiba di
Indonesia.Masyarakat Jawa kuno telah mengenal lembaga pendidikan yang mirip denagn
pesantren yang diberi nama dengan pawiyatan. Di lembaga ini guru yang disebut Ki ajar
hidup dan tinggal bersama dengan muridnya yang disebut Cantrik. Disinilah terjadi proses
pendidikan, dimana Ki ajar mentransfer ilmunya dan nilai-nilai kepada cantriknya.Kata
pesantren berasal dari santri yang berarti seorang yang belajar agama Islam, demikian
pesantren mempunyai arti tempat orang berkumpul untuk belajar agama Islam. Sedangkan
surau di Minangkabau merupakan suatu institusi penduduk asli Minangkabau yang telah ada
sebelum datangnya Islam ke wilayah tersebut. Di era Hindu Budha di Minangkabau, suarau
mempunyai kedudukan penting dalam struktur masyarakat. Fungsinya lebih dari sekedar
tempat aktifitas keagamaan. Menurut ketentuan Adat, suarau berfungsi sebagai tempat
berkumpulnya para remaja, laki-laki dewasa yang belum kawin atau duda.Dengan demikian
ketiga institusi ini pada prinsipnya memiliki latar belakang historis yang berbeda, namun
mempunyai fungsi yang sama.[8]

Keberadaan lembaga dayah dan meunasah bagi pengembangan pendidikan di Aceh sangatlah
urgen, dan kebermaknaan kehadirannya sangat dibutuhkan dalam membentuk umat yang
berpengetahuan, jujur, cerdas, rajin dan tekun beribadah yang kesemuanya itu sarat dengan
nilai. Sejarah membuktikan bahwa Sultan pertama di kerajaan Peureulak (840 M.), meminta
beberapa ulama dari Arabia, Gujarat dan Persia untuk mengajar di lembaga ini. Untuk itu
sultan membangun satu dayah yang diberi nama Dayah Cot Kala yang dpimpin oleh
Teungku Muhammad Amin, belakangan dikenal dengan sebutan Teungku Chik Cot Kala.
Lembaga ini merupakan lembaga pendidikan tinggi Islam pertama di kepulauan
Nusantara.[9]

Pada masa kesultanan Aceh, dayah menawarkan tiga tingkatan pengajaran, yakni rangkang
(junior), balee (senior), dan dayah manyang (universitas). Di beberapa dayah hanya terdapat
rangkang dan balee, sedangkan di tempat lain hanya ditemui tingkat dayah manyang saja.
Meskipun demikian di tempat tertentu juga terdapat tiga tingkatan sekaligus, mulai junior
sampai universitas. Sebelum murid belajar di dayah, mereka harus sudah mampu membaca al
Quran yang mereka pelajari di rumah atau di meunasah dari seorang teungku. Kepergian
untuk menuntut ilmu agama di dayah sering disebut dengan meudagang. Metode mengajar di
dayah pada dasarnya dengan oral, meudrah dan metode hafalan. Pada kelas yang lebih
tinggi, metode diskusi dan debat (meudeubat) sangat dianjurkan dalam segala aktifitas proses
belajar mengajar, dan ruang kelas hampir merupakan sebuah ruang seminar. Para teungku
biasanya berfungsi sebagai moderator, yang kadang-kadang juga berperan sebagai pengambil
keputusan.

Santri (aneuk dayah) biasanya terdiri dari dua kelompok, yaitu santri kalong dan santri
mukin/meudagang. Santri kalong merupakan bagian aneuk dayah yang tidak menetap dalam
pondok, tetap pulang ke rumah masing-masing setelah belajar. Mereka biasanya berasal dari
daerah sekitar dayah tersebut. Sementara santri meudagang adalah putra dan putri yang
tinggal menetap dalam dayah dan biasanya berasal dari daerah jauh.

Pendidikan dayah terkesan sangat monoton dalam penyusunan kurikulum yang masih
berorientasi kepada sistem lama. Artinya kitab yang diajarkan adalah kitab-kitab abad
pertengahan. Secara keseluruhan di bidang kurikulum ternyata tidak ada perubahan dan
perkembangan, yang ada hanyalah pengulangan. Hal ini disebabkan pengaruh dari pendahulu
yang begitu kuat sehingga tidak ada tokoh dayah yang berani untuk mengembangkan
kurikulum yang representatif.[10]

Sistem pendidikan yang dikembangkan di dayah atau rangkang tidak berbeda dengan apa
yang dikembang di pesantren-pesantren di Jawa atau surau-surau di Sumatera Barat, yakni
bisa ditinjau dari berbagai segi, yaitu:

1. Ditinjau dari segi materi pelajarannya, yang diajarkan adalah mata pelajaran agama
semata-mata yang bertitik tolak kepada kitab-kitab klasik (kitab kuning). Pada
umumnya, pelajaran dimulai dengan kitab-kitab yang sederhana (kitab jawoe/kitab
arab melayu) kemudian dilanjutkan dengan kitab-kitab yang lebih mendalam,
tingkatan suatu dayah dapat diketahui dari jenis kitab-kitab yang diajarkan. Ada
delapan macam bidang pengetahuan dalam kitab-kitab Islam klasik yang di ajarkan di
dayah, yakni 1) nahwu dan saraf (morfologi), 2) fiqh, 3) Ushul fiqh, 4) Hadist, 5)
Tafsir, 6) Tauhid, 7) tasawuf dan etika, dan cabang-cabang lain seperti tarikh dan
balaghah. Tinggi rendahnya ilmu seseorang diukur dari kitab yang dipelajarinya.[11]
2. Ditinjau dari segi metodenya adalah hafalan, meudrah dan muedeubat. Dalam tradisi
pesantren di Jawa sering disebut sorogan dan wetonan.
3. Ditinjau dari segi sistem pembelajaran adalah non-klasikal. Yakni santri (aneuk
dayah) tidak dibagi berdasarkan tingkatan kelas, tetapi berdasarkan kitab yang
dipelajarinya.
4. Ditinjau dari segi manajemen pendidikan, maka di lembaga pendidikan ini tidak
mengenal nomor induk pelajar, ada rapor, ada sertifikat dan lain sebagainya.[12]

Kebiasaan orang Aceh, belajar di dayah, atau sering disebut meudagang, biasanya
membutuhkan waktu yang tak terbatas. Artinya seorang murid datang dan meninggalkan
dayah kapan ia suka. Beberapa aneuk dayah (santri) belajar di beberapa dayah, berpindah
dari satu dayah ke dayah lainnya, setelah belajar beberapa tahun. Jumlah tahun yang
dihabiskan oleh seorang murid tergantung pada ketekunannya atau pengakuan guru bahwa
murid itu telah selesai dalam studinya. Kadang-kadang murid tersebut ingin melanjutkan
studinya di dayah sampai ia sanggup mendirikan dayahnya sendiri. Dalam kaitan ini, tidak
ada penghargaan secara diploma. Karena itu, setelah belajar dan mendapat pengakuan dari
teungku chik (pimpinan dayah) mereka terjun ke dunia masyarakat dan bekerja sebagai
teungku di meunasah-meunasah , menjadi dai atau imam-imam di mesjid-mesjid.

Adapun signifikasi lembaga daya itu adalah

1. Sebagai pusat belajar agama. (the central of religious learning)


2. Sebagai benteng terhadap kekuatan melawan penetrasi penjajah.
3. Sebagai Agen Pembangunan.
4. Sebagai Sekolah Bagi Masyarakat

3) Surau

Dalam kamus bahasa Indonesia, surau di artikan tempat (rumah) ummat islam melakukan
ibadahnya (shalat, mengaji dan sebagainya), pengertian apabila dirinci mempunyai arti bahwa
surau berarti suatu tempat bangunan kecil untuk tempat shalat, tempat belajar mengaji anak,
tempat wirid (pengajian agama) bagi orang dewasa.

Di pandang dari sudut budaya keberadaan suarau sebagai perwujudan dari budaya
Minagkabau yang matriachat. Anak-anak yang sudah akil baligh, tidak lagi layak tinggal
dirumah orang tuanya, sebab saudara-saudara perempuannya akan kawin.

Surau berfungsi sebagai lembaga sosial budaya, dalah fungsinya sebagai tempat pertemuan
par apemuda dalam upaya mensosialisasikan diri mereka. Selain dari itu suarau juga
berfungsi sebagai tempat persinggahan dan peristirahatan para musafir yang sedng
menempuh perjalanan, dengan demikian suarau mempunya multifungsi.

Sistem pendidikan disuaru banyak kemiripannya dengan sistem pendidikan di pesantren.


Murid tidak terikat dengan sistem administrasi yang ketat. Syekh atau guru mengajar dengan
metode bendongan dan sorongan, ada juga murid yang berpindah kesurau lain dia sudah
merasa cukup memperoleh ilmu di surau terdahulu.
Dari segi mata pelajaran yang diajarkan di surau sebelum masuknya ide-ide pembaruan
pemikiran islam pada awal abad ke-20 adalah mata pelajaran agama yang berbasis kepada
kitab-kitab klasik.

Surau sebagaimana layaknya pesantren juga memiliki kekhususan-kekhususan. Ada suarua


yang kekhususannya dalam ilmu alat, seperti surau kamang, ada spesialis ilmu mantik,
maani, suarau kota godang, dalam ilmu tafisr dan faraid, surau sumantik, sedangkan suarau
Talang spesialis dalam ilmu nahu.[13]

Surau sebagai tempat praktik sufi atau tarekat bukanlah sesuatu yang aneh, sebab surau yang
pertama yang dibangun di Minangkanau oleh Burhanuddin Ulakan adalah adalah untuk
memperaktekkan ajaran tarekat di kalangan masyarakat Minangkabau, khususnya pengikut
syekh Burhanuddin Ulakan.

Surau Ulakan sebagaimana yang di tuliskan Azumardi Azra, adalah merupakan pusat tarekat,
murid-murid yang belajar di Surau Ulakan itu, membangun pulau surau di tempat-tempat lain
yang mencontoh Surau Ulakan itu sendiri yang merupakan prototipe dari surau tarekat.[14]

Dengan demikian surau memiliki fungsi ganda, dan yang utama di antaranya adalah fungsi
pendidikan. Pendidikan yang ada di surau mirip dengan apa yang ada di pesantren. Inti
pelajarannya adalah ilmu-ilmu agama, yang pada tingkat-tingkat tertentu mendasarkannya
kepada pengajian kitab-kitab klasik.

4) Pesantern

Sejarah Pesantren di Indonesia

Pesantren adalah sekolah Islam berasrama yang terdapat di Indonesia yang bertujuan untuk
memperdalam pengetahuan tentang al-Quran dan Sunnah Rasul dengan mempelajari bahasa
Arab dan kaidah-kaidah tata bahasa-bahasa Arab. Pesantren merupakan pendidikan islam
tertua di Indonesia yang berfungsi sebagai pusat dakwah dan pengembangan agama islam.
Kata pesantren berasal dari bahsa tamil yang berarti guru mengaji namun ada juga yang
menyebut berasal dari bahsa sansekerta shstri yang berarti orang-orang yang mempelajari
buku-buku suci atau orang yang melek huruf.

Ada dua dua pendapat mengenai asal-usul berdirinya pesantren di Indonesia. Pertama,
pesantren berasal dari tradisi tarekat. Penyiaran agama islam di indoensia pada walnya lebih
banyak dikenal dalam bentuk kegiatan tarekat yang melaksanakan amalan-amalan zikir dan
wirid-wirid tertentu. Pemimpin tarekat yang disebut Kiai itu mewajibkan pengikutnya untuk
melaksanakan suluk, selama empat puluh hari dalam satu tahun dengan cara tinggal bersama
dalam sebuah masjid untuk melaksanakan ibadah-ibadah dibawah bimbingan Kiai. Untuk
keperluan suluk ini para Kiai menyediakan ruangan khusus untuk penginapan dan tempat-
tempat khusus yang terdapat di kiri kanan masjid. Disamping itu juga diajarkan kitab-kitab
berbagai cabang ilmu pengetahuan agama islam. Aktifitas yang dilakukan oleh pengikut-
pengikut tarekat ini kemudian dinamakan pengajian. Dalam perkembangan selanjutnya
lembaga pengajian ini tumbuh dan berkembang menjadi lembaga Pesantren.[15]

Kedua, pesantren yang ada saat ini merupakan akulturasi dari mandala atau patapan pada
zaman Hindu-Budha. Anggapan ini muncul karena model pendidikan yang sama seperti
pesantren telah ada sejak zaman Hindu-Budha. Zaman sebelum islam itu, sudah dikenal
mandala, yaitu tempat suci berupa komplek pusat kegiatan keagamaan untuk wiku, pendeta,
murid dan pengikutnya. Mereka hidup di dalam mandala dengan dipimpin oleh dewa guru.
Konsep mandala ini dianggap sama dengan pesantren. Santri dan kaiayi hidup dalam satu
tempat yang sama untu belajar agama islam, dan pimpinan tertinggi pesantren berada di
tangan Kiayi. Anggapan ini diperkuat dengan tidak ditemukannya system pendidikan seperti
pesantren di Negara-negara islam, tetapi sebaliknya, system seperti ini banyak ditemukan di
Negara-negara penganut Hindu-Budha seperti India, Myanmar dan Thailand.

Secara terminologis dapat dijelaskan bahwa pendidikan pesantren, dilihat dari segi bentuk
dan sistemnya berasal dari India. Sebelum proses penyebaran Islam di Indonesia, sistem
tersebut telah dipergunakan secara umum untuk pendidikan dan pengajaran agama Hindu di
Jawa. Belum diketahui secara persis pada tahun berapa pertama kali pesantren muncul
sebagai pusat pendidikan agama islam di Indonesia. Agama islam mulia menyebar ke seluruh
Indonesia pada abad ke-15, tetapi Islam diduga telah masuk ke Indonesia sejak abad ke-8,
tepatnya di daerah Perlak dekat selat Malaka. Namun, pesantren di Indonesia baru diketahui
keberadaannya dan berkembang pada abad ke-16. Pesantren yang dianggap sebagai pesantren
pertama yang muncul di Indonesia adalah Pesantren Ampel Denta yang didirikan oleh Sunan
Ampel. Dari pesantrennya ini lahirlah para wali yang menyebarkan agama islam di pulau
jawa khususnya, yaitu sunan Giri, sunan bonang dan sunan drajat.[16]

Prinsip Dan Unsur Pendidikan Pesantren

Walaupun setiap pesantren mempunyai ciri khas masing-masing namun ada lima prinsip
dasar pendidikannya yang tetap sama, yaitu:[17]

1. Adanya hubungan yang akrab antara santri dan Kiyai


2. Santri taat dan patuh kepada Kiyainya, karena kebijaksanaan yang dimiliki oleh Kiai
3. Santri hidup secara mandiri dan sederhana
4. Adanya semangat gotong royong dalam suasana penuh persaudaraan.
5. Para santri terlatih hidup berdisiplin dan tirakat

Pada umunya pesantren terdiri dari beberapa element atau unsure, yaitu:

1. Pondok

Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam tradisional yang lebih menekankan
aspek moralitas kepada santri dalam kehidupan ini karenanya untuk nilai-nilai tersebut
diperlukan bimbingan yang matang kepada santri, untuk memudahkan itu diperlukan sebuah
asrama sebagai tempat tinggal dan belajar di bawah bimbingan seorang kiayi.

1. Masjid

Masjid merupakan elemen yang paling penting, sebab masjid merupakan tempat pusat
kegiatan yang ada bagi umat Islam. Masjid di jadikan sebagai pusat pendidikan. Seorang
kiyai yang ingin mengembangkan pasantren, bisanya yang pertama didirikan adalah masjid di
dekat rumahnya, karena dengan demikian berarti Ia telah memulai sesuatu dengan simbol
keagaman, yaitu Masjid yang merupakan rumah Allah, dimana di dalamnya dipenuhi dengan
rahmat dan ridho Allah SWT .

1. Santri
Santri adalah siswa yang tinggal di pesantrenseorang santri harus memperoleh kerelaan sang
kyai, dengan mengikuti segenap kehendaknya dan melayani segenap kepentingannya.
Pelayanan harus dianggap sebagai tugas kehormatan yang mrupakan ukuran penyerahan diri
itu. Kerelaan kyai ini, yang dikenal dipesantren dengan nama barokah, adalah alasan
tempat berpijaknya santri di dalam menuntut ilmu.

1. Kitab kuning

Kitab Kuning, pada umumnya dipahami sebagai kitab- kitab keagamaan berbahasa Arab,
mengunakan aksara Arab, yang dihasilkan oleh para ulama dan pemikir muslim lainnya di
masa lampau, hususnya yang berasal dari Timur Tengah. Kitab Kuning mempunyai format
sendiri yang khas dan warna kertas kekuning-kuningan.pada umunya isinya menyinggung
masalah syariaat atau fiqih dan masalah-masalah keimanan.

1. Kiayi

kyai merupakan unsur kunci dalam pesantren, karena itu sikap hormat (takzim) dan
kepatuhan mutlak terhadap kyai adalah salah satu nilai pertama yang ditanamkan kepada
santri. Kyai dengan karomahnya, adalah orang yang senantiasa dapat memahami keagungan
Allah dan rahasia alam. Dengan demikian, kyai dianggap memiliki kedudukan yang tidak
terjangkau, utamanya oleh orang biasa. Karena karomahnya, santri dan masyarakat
menyerahkan kekuasaan yang luas pada kyai, dan biasanya mereka percaya hanya orang-
orang tertentu yang bisa mewarisi karomahnya tersebut seperi keturunannya dan santri
kepercayaannya.

Pola Pendidikan Pesantren

Pendidikan dan ajaran islam diberikan melalui pemberian contoh, perbuatan dan sauri
teladan. Para guru yang juga kiayi berlaku sopan santun, ramah-tamah, tulus ikhlas, amanah
percaya, welas asih, jujur adil, tepat janji serta menghormati adat istiadat dan orang lain. Pada
awalnya pendidikan islam dilakukan di surau-surau, langgar masjid atau bahkan di serambi
rumah sang guru. Disana murid-murid belajar mengaji. Waktu belajarnya biasanya pada
waktu petang atau malam hari. Mereka duduk dilantai, melingkar menghadap sang guru dan
belajar membaca Al-Quran. Tempat-tempat pendidikan islam seperti ini yang menjdi cikal-
bakal pendidikan pesantren.

System pendidikan pesantren masih sama seperti system pendidikan di surau atau langgar
masjid, hanya saja lebih intensif dan dalam waktu yang lebih lama. Pada awalnya tujuan
pokok dari pesantren adalah agar anak-anak dapat membaca Al-Quran dan mengetahui
pokok-pokok ajaran islam yang perlu dilaksanakan sehari-hari, seperti shalat, puasa, dan
zakat, maka sekarang disamping memberi pokok ajaran itu juga diberikan ilmu dan alat untuk
mempelajari agama Islam dari sumber yang asli yaitu Al-Quran dan Hadist. Alat yang
digunakan untuk mendalami itu adalah bahasa arab. Dengan menguasai bahasa arab orang
akan dapat menggali ajaran-ajaran islam dari sumbernya, sehingga dapat mengembangkan
agama islam dengan lebih baik.
Ada dua metode yang sering digunakan dalam pendidikan pesantren, yaitu:

1. Metode Wetonan
Yaitu metode dimana Kiai membaca suatu kitab dalam waktu tertentu, dan santri dengan
membawa kitab yang sama mendengarkan dan menyimak bacaan kiai tersebut. Dalam sistem
pengajaran yang semacam ini tidak mengenal absen. Santri boleh datang dan tidak boleh
datang, juga tidak ada ujian. Apakah santri itu memahami apa yang dibaca Kiai atau tidak,
hal itu tidak bisa diketahui. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa sistem pengajaran di
Pondok Pesantren itu adalah bebas, yaitu bebas mengikuti kegiatan belajar dan bebas untuk
tidak mengikuti kegiatan belajar.

1. Metode Sorongan

Yaitu metode dimana santri (biasanya yang pandai) menyedorkan sebuah kitab kepada kiai
untuk dibaca di hadapan kiai itu. Dan kalau ada kesalahan langsung dibetulkan oleh kiai itu.
Di Pondok Pesantren yang besar, mungkin untuk dapat tampil di depan kiainya dalam
membawakan/ menyajikan materi yang ingin disampaikan, dengan demikian santri akan
dapat memahami dengan cepat terhadap suatu topik yang telah ada papa kitab yang
dipegangnya.[18]

Klasifikasi Pesantren

lasifikasi pesantren berdasarkan keputusan menteri agama No.3 tahun 1979 adalah :

1) Pesantren tipe A, yaitu dimana para santri belajar dan bertempat tinggal di asrama
lingkungan ponpes dengan pengajaran yang berlangsung secara tradisional (dengan system
weton atau sorongan)

2) Pesntren tipe B, yaitu dengan menyelanggarakan pelajaran secara klasikal dan


pengajaran oleh kiayi bersifat aplikasi diberikan pada waktu tertentu. Santri tinggal di asrama
lingkungan ponpes.

3) Pesantren tipe C, yaitu pesantren yang merupakan asrama sedangkan para santri belajar
di luar, baik di madrasah maupun di sekolah umum. Kiayi hanya mengawasi dan sebagai
Pembina para santri tersebut.

4) Pesantren tipa D, yaitu pesantren yang menyelenggarakan system ponpes seklaigus


system sekolah atau madrasah. Dalam penyelenggaraannya pendidikan dan pengajaran bagi
santrinya, pesantren dibagi menjadi dua, yaitu:

5) Tipe salafiyah, yaitu yang menyelanggarakan pendidikan dan pengetahuan keislaman,


Al-Quran dan ilmu-ilmu agama lain yang metujuak pada kitab-kitab klasik (kitab kuning)
dengan menggunakan cara-cara sebagaimana awal pertumbuhannya.

6) Tipe khalfiyah, yaitu pesantren disamping menyelanggarakan kegiatan kepesantrenan


pada umumnya juga menyelenggarakan kegiatan pendidikan formal.

5) Madrasah

1. Pengertian Madrasah
Kata madrasah dalam bahasa Arab berarti tempat atau wahana untuk mengenyam proses
pembelajaran.[19] Dalam bahasa Indonesia madrasah disebut dengan sekolah yang berarti
bangunan atau lembaga untuk belajar dan memberi pengajaran.[20]

Dari pengertian di atas maka jelaslah bahwa madrasah adalah wadah atau tempat belajar
ilmu-imu keislaman dan ilmu pengetahuan keahlian lainnya yang berkembang pada
zamannya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa istilah madrasah bersumber dari
Islam itu sendiri.

2. Latar Belakang Timbulnya Madrasah

Madrasah mulai didirikan dan berkembang pada abad ke 5 H atau abad ke-10 atau ke-11 M.
pada masa itu ajaran agama Islam telah berkembang secara luas dalam berbagai macam
bidang ilmu pengetahuan, dengan berbagai macam mazhab atau pemikirannya. Pembagian
bidang ilmu pengetahuan tersebut bukan saja meliputi ilmu-ilmu yang berhubungan dengan
al-Quran dan hadis, seperti ilmu-ilmu al-Quran, hadits, fiqh, ilmu kalam, maupun ilmu
tasawwuf tetapi juga bidang-bidang filsafat, astronomi, kedokteran, matematika dan berbagai
bidang ilmu-ilmu alam dan kemasyarakatan.[21]

Aliran-aliran yang timbul akibat dari perkembangan tersebut saling berebutan pengaruh di
kalangan umat Islam, dan berusaha mengembangkan aliran dan mazhabnya masing-masing.
Maka terbentuklah madrasah-madrasah dalam pengertian kelompok pikiran, mazhab atau
aliran. Itulah sebabnya sebahagian besar madrasah didirikan pada masa itu dihubungkan
dengan nama-nama mazhab yang masyhur pada masanya, misalnya madrasah Syafiiyah,
Hanafiyah, Malikiyah atau Hanbaliyah.[22]

3. Madrasah di Indonesia

Tumbuh dan kembangnyaa madrasah di Indonesia tidak dapat dipisahkan dengan


tumbuh dan berkembangnya ide-ide pembaharuan di kalangan ummat Islam.
Dipermulaan abad ke-20 timbul beberapa perubahan bagi ummat Islam Indonesia
dengan masuknya ide-ide pembaruan.

Di antara ulama yang berjasa dalam mengagas tumbuhnya madrasah di Indonesia


antara lain Syekh Abdul Ahmad, pendiri madrasah Adabiyah di Padang pada tahun
1909. Pada tahun 1915 madrasah ini menjadi HIS Adabiyah yang tetap mengajarkan
agama.

Di kalangan organisasi Islam pun giat pula melaksanakan pembaruan dalam bidang
pendidikan, tercatat di antaranya yang termashur adalah Muhammadiyah didirikan di
Yogyakarta oleh KH. Ahmad Dahlan pada tanggal 18 November 1912.[23]

Sejak timbulnya madrasah dan menjadikannya sebagai lembaga pendidikan yang mandiri,
tanpa bimbingan dan bantuan pemerintah kolonial Belanda. Setelah Indonesia merdeka,
madrasah dan pesantren mulai mendapatkan perhatian dan pembinaan dari pemerintah RI.
UUD 1945 mengamanatkan, agar mengusahakan terbentuknya suatu sistem pendidikan dan
pengajaran yang bersifat nasional yang diatur undang-undang.[24]

Untuk melaksanakan amanat tersebut, BPKNIP (Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia
Pusat) sebagai Badan Pekerja Majelis Permusyawaratan Rakyat pada masa itu, merumuskan
pokok-pokok usaha pendidikan dan pengajaran yang terdiri dari 10 pasal. Pada pasal 5 (b)
sebagaimana dikutip oleh Hasbullah, menetapkan bahwa madrasah dan pesantren yang pada
hakikatnya adalah suatu alat dan sumber pendidikan dan pencerdasan rakyat jelata yang
sudah berurat akar dalam masyarakat Indonesia pada umumnya, hendaknya juga mendapat
perhatian dan bantuan materil dari pemerintah.[25]

Dalam hal ini wewenang pembinaan dan pemberian bantuan dan tuntunan tersebut
diserahkan kepada Kementerian Agama. Tujuan pembinaan dan bantuan adalah agar
madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam berkembang secara terintegrasi dalam sistem
pendidikan nasional, sebagaimana yang dikehendaki oleh UUD 1945.

Usaha integrasi tersebut ternyata tidak berjalan mudah. Sikap mandiri dan sikap non-
kompromi dengan pemerintah pada masa sebelumnya, masih tetap berakar dalam masyarakat.
Oleh karena itu pembinaan dan pengembangan madrasah tersebut dilaksanakan dengan penuh
kebijaksanaan dan dilaksanakan secara bertahap.

Selanjutnya dalam rangka meningkatkan madrasah sesuai dengan sasaran BPKNIP agar
madrasah dapat bantuan materil dan bimbingan dari pemerintah, maka kementerian agama
mengeluarkan peraturan Menteri Agama No. I tahun 1952. Menurut ketentuan ini, yang
dinamakan madrasah ialah tempat pendidikan yang telah diatur sebagai sekolah dan memuat
pendidikan dan ilmu pengetahuan agama Islam menjadi pokok pengajarannya.[26]

Dengan persyaratan tersebut, maka diadakanlah pendaftaran madrasah-madrasah yang


memenuhi syarat. Pada tahun 1954 tampak madrasah yang memenuhi persyaratan untuk
seluruh Indonesia berjumlah 13.849 buah sebagaimana dikemukakan dalam tabel di bawah
ini.

Tingkat Madrasah Jumlah Madrasah Jumlah Murid

Madrasah 13.057776 1.927.77787.932


IbtidaiyahMadrasah
Tsanawiyah 16 1.881

Madrasah Aliyah
Jumlah 13.849 2.017.590

Data tersebut diambil dari Mahmud Yunus.[27]

Dalam upaya pemerintah untuk menyediakan guru-guru agama untuk sekolah dan guru-guru
umum serta lembaga pendidikan lainnya pada tahun 1951 Kementerian Agama mendirikan
Sekolah Guru Agama Islam (SGAI) dan sekolah Guru dan Hakim Agama Islam (SGHAI) di
beberapa tempat. Berdirinya kedua jenis sekolah guru tersebut banyak manfaatnya bagi
perkembangan dan pembinaan madrasah, karena kedua jenis sekolah guru ini, memberikan
kesempatan bagi para alumni madrasah dengan persyaratan tertentu untuk memasukinya. Hal
tersebut telah mendorong penyelenggaraan madrasah untuk memenuhi persyaratan yang
ditetapkan pemerintah. Pada alumni kedua jenis sekolah guru agama tersebut, diperbantukan
pada madrasah-madrasah guna mempercepat proses pembinaan dan perkembangannya,
menuju kepada pengintegrasian ke dalam sistem pendidikan nasional.[28]
Kedua jenis sekolah guru itu, kemudian namanya diubah menjadi PGA (Pendidikan Guru
Agama) dan SGHA (Sekolah Guru dan Hakim Agama). PGA menyediakan calon guru agama
untuk sekolah dasar dan madrasah tingkat Ibtidaiyah, sedangkan SGHA menyediakan calon-
calon guru agama untuk tingkat sekolah menengah baik sekolah agama maupun sekolah
umum, dan hakim pada Pengadilan Agama. Pada tahun 1957 SGHA disebut sebagai PGA
dan untuk keperluan tenaga pendidikan hakim agama didirikan PHIN (Pendidikan Hakim
Negeri). Pada masa itu banyak madrasah tingkat Tsanawiyah dan Aliyah berubah menjadi
PGA. Dengan demikian, di samping PGA pertama (4 tahun), 9 buah PGA atas (2 tahun) dan
1 buah PHIN (3 tahun).[29]

Upaya pembinaan madrasah, menuju kesatuan sistem pendidikan nasional, semakin


ditingkatkan. Usaha tersebut tidak hanya merupakan tugas dan wewenang Departemen
Agama saja, tetapi merupakan tugas dan wewenang pemerintah secara keseluruhan bersama
masyarakat.

Pada tahun 1975, dikeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri antara Menteri
Dalam Negeri, Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, tentang
peningkatan mutu pendidikan pada madrasah. Hal ini dilatar belakangi bahwa siswa-siswa
madrasah sebagaimana halnya tiap-tiap warga negara Indonesia berhak memperoleh
kesempatan yang sama untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan dan pengajaran yang sama, sehingga lulusan madrasah, yang menghendaki
melanjutkan atau pindah ke sekolah-sekolah umum dari tingkat sekolah dasar sampai
perguruan tinggi.

Dalam rangka merealisasikan SKB 3 menteri tersebut, maka pada tahun 1976 Departemen
Agama mengeluarkan kurikulum sebagai standar untuk dijadikan acuan oleh madrasah, baik
untuk MI, MTs, maupun Madrasah Aliyah.

Hasil dari peningkatan civil efect ijazah madrasah sama dengan ijazah sekolah umum,
hakekat dari SKB tiga mentri adalah:

1. Ijazah madrasah mempunyai nilai yang sama dengan ijazah sekolah lebih umum
setingkat.
2. Lulusan madrasah dapat melanjutkan ke sekolah umum setingkat atas.
3. Siswa madrasah dapat berpindah ke sekolah umum yang setingkat.[30]

Berdasarkan uraian-uraian tersebut, maka dapatlah disimpulkan bahwa pembinaan dan


pengembangan madrasah tetap dilaksanakan semenjak munculnya istilah madrasah sampai
lahirnya SKB 3 Menteri, di mana madrasah dipersamakan dengan sekolah umum, yang dalam
hal ini adalah sekolah negeri umum yang berada di bawah naungan Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan yang sederajat. Dan demikian jelasnya bahwa pemerintah tetap
memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan madrasah di Indonesia.

Adapun sarana yang ada dimadrasah sama halnya dengan di pesantren hanya perbedaannya,
jika di PONPES ada pondok/asrama sebagai tempat tinggal, kiayi dan kitab-kitab
kuning/klasik sedangkan di madrasah tidak ada, dan dimadrasah sistem pembelajarannya di
kelas. Maka diperlukan adanya fasilitas ruangan, seperti meja, kursi, papan tulis dan lain-lain.

Adapun struktur program kurikulum madrasah Aliyah tahun 1984, pendidikan agama terdiri
dari mata pelajaran:
1. Quran Hadits
2. Akidah Akhlak
3. Fikih
4. Sejarah dan Peradaban Islam
5. Bahasa arab, semua program ini di golongkan kepada program inti.[31]

6) Sekolah-Sekolah Dinas

Setelah indonesia merdeka, ditetapkan departemen yang membidangi dan mengurus


masalah agama adalah departemen agama. Departemen agama berdiri sejak tanggal 3
Januari 1946, dengan Mentri Agamanya yang pertama M. Rasyidi, BA. Dari sekian
banyak tugas Departemen ini, salah diantaranya ada bidang pendidikan.

Dengan ditanda tanganinya SKB 3 Mentri yang berisikan tentang peraturan


pengajaran agama di sekolah-sekolah negeri yang berlaku mulai 1 Januari 1947.

Pada surat keputusan bersama ini dijelaskan:

1. 1. Guru-guru agama diangkat, diberhentikan dan sebagainya oleh Mentri


Agama, atas instansi agama yang bersangkutan
2. 2. Begitu pula segala biaya untuk pendidikan agama itu menjadi tanggungan
Kementirian Agama.

Berdasarkan SKB tersebut, maka Kementrian Agama berkewajiban untuk


mengangkat dan mengadakan guru agama, dalam hal mengadakan guru agama
menjadi persoalan bagaimana mendapatkan tenaga guru untuk mengajar agama
disekolah-sekolah.

Pada Tanggal 15 Agustus 1950 Kepala Bagian Pendidikan Agama mengeluarkan Surat
Edaran No. 277/C/C-9 yang berdasarkan anjuran pembukaan Sekolah Guru Agama
Islam (SGAI) yang dibagi kepada dua bagian, yaitu 5 tahun setelah tamat Sekolah
Rakyat, atau Madrasah Rendah dan 2 tahun setamat SMP atau Madrasah Lanjutan
Pertama. Disamping SGAI juga dianjurkan dibuka SGHAI (Sekolah Guru Hakim
Agama Islam) yang lama pelajarannya 4 tahun sesudah SMP atau Madrasah
Tsanawiyah. Dengan Penetapan Mentri Agama No. 7 Tgl. 15 Februari 1951 seluruh
SGAI di ubah namanya menjadi PGA (Pendidikan Guru Agama) yang lama belajarnya
5 tahun Sesudah Sekolah Rakyat atau Madrasah Rendah dan SGHAI di ubah menjadi
SGHA (Sekolah Guru Hakim Agama) yang pelajarannya 4 tahun setamat SMP atau
Madrasah Tsanawiyah.

Berdasarkan penetapan Mentri Agama No. 35 Tgl. 21 November 1953 terhitung mulai
tahun ajaran 1953/1954 lama belajar di PGA menjadi 6 tahun dan PGAP (Pendidikan
Guru Agama Pertama) PGAA (Pendidikan Guru Agama Atas) 2 tahun.

Penetapan Menteri Agama No. 14 Tgl. 19 Mei 1954 SGHA terdiri dari 4 bagian. Bagian
A (sastra), B (Ilmu Pasti), C (Ilmu Agama), D (Hukum Agama) berangsur di hapuskan
kecuali bagian D kemudian dijadikan PHIN (Pendidikan Hukum Islam Negeri) yang
lama belajarnya 3 tahun setelah PGAP.
PHIN yang sejak berdirinya hanya ada satu buah di Yogyakarta sedangkan PGA
berkembang, baik negeri maupun swasta di seluruh Indonesia.

Sekolah Dinas maksudnya adalah setelah lulus dari sekolah tersebut di angkat menjadi
pegawai negeri dan karena itu murid-murid di kedua sekolah ini harus berikatan dinas
sesuai dengan Peraturan Menteri Agama No. 8 Tahun 1951. Karena kekurangan
anggaran negara sejak tahun 1969 tidak lagi disediakan ikatan dinas.[32]

7) Perguruan Tinggi Islam

Ada beberapa lembaga dari perguruan tinggi islam, yaitu:

1. 1. Pendidikan Tinggi Islam

Mahmud Yunus mengemukakan bahwa di Padang Sumatera Barat pada tanggal 9


Desember 1940 telah berdiri perguruan tinggi Islam yang dipelopori oleh Persatuan
Guru-Guru Agama Islam (PGAI). Menurut Mahmud Yunus perguruan tinggi yang
pertama di Sumatera Barat bahkan di Indonesia. Tetapi, ketika Jepang masuk ke
Sumatera Barat pada tahun 1941, pendidikan tinggi ditutup sebab Jepang hanya
mengizinkan di buka tingkat dasar dan menengah.

Pendidikan ini di buka dari dua fakultas, yaitu:

1. 1. Fakultas Syariah (Agama)


2. 2. Fakultas Pendidikan dan Bahasa Arab[33]

Untuk lebih meningkatkan efektivitas keluasan jangkauan maka muncullah untuk


mengubah menjadi univesitas. Dan kemudian menjadian menjadi Universitas Islam
Indonesia (UII) dengan membuka 4 fakultas, yaitu Agama, Hukum, Pendidikan,
Ekonomi.

Dalam perkembangan berikutnya fakultas agama UII ini di negerikan, sehingga ia


terpisah dari UII menjadi PTAIN (Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri)

1. 2. Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN)

PTAIN yang berdiri diresmikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun


1950, baru beroperasi secara praktis pada tahun 1951. Dimulailah perkuliahan perdana
pada tahun tersebut dengan jumlah siswa 67 orang dan 28 orang siswa persiapan
dengan pimpinan fakultasnya adalah KH. Adnan.

PTAIN ini mempunyai jurusan Tarbiyah, Qadha, dan Dakwah dengan lama belajar 4
tahun pada tinggkat bakalaureat dan doktoral. Mata pelajaran agama didampingi
mata pelajaran umum terutama yang berkenaan dengan jurusan. Mahasiswa Jurusan
Tarbiyah diperlukan pengetahuan umum mengenai ilmu pendidikan, dan begitu juga
jurusan lainnya diberikan pula pengetahuan umum yang sesuai dengan jurusannya.
1. 3. Akademi Dinas Ilmu Agama (ADIA)

Dengan di tetapkannya peraturan bersama Menteri Agama, Pendidikan Pengajaran


dan Kebudayaan pada tahun 1951 No. K/651 tanggal 20 Januari 1951(Agama) dan No.
143/K tanggal 20 Januari 1951 (pendidikan), maka pendidikan agama dengan resmi di
masukkan kesekolah-sekolah negeri dan swasta. Berkenaan dengan itu, dan berkaitan
dengan peraturan-peraturan sebelumnya, maka departemen agama untuk kesuksesan
pendidikan agama di sekolah-sekolah. Sehubungan dengan itu untuk merealisasikan
salah satu tugas tersebut pemerintah mendirikan Akademi Dinas Ilmu Agama (ADIA)
dengan maksud dan tujuan guna mendidik dan mempesiapkan pegawai negeri akan
mencapai ijazah pendidikan semi akademi dan akademi untuk dijadikan ahli didik
agama pada sekolah-sekolah lanjutan, baik umum maupun kejuruan dan agama.

Lama belajar di ADIA 5 tahun yang dibagi kepada 2 tingkatan, tingkatan semi
akedemik belajar 3 tahun, sedangkan tingkatan akademik lama bnelajarnya 2 tahun.
Masing-masing tingkat terdiri dari 2 jurusan, yakni jurusan pendidikan agama dan
jurusan sastra Arab.[34]

Syarat untuk diterima menjadi mahasiswa ADIA adalah lulusan atau berijazah SGAA,
PGAA, atau PHIN, mempunyai masa kerja sekurang-kurangnya 2 tahun dan berumur
tidak lebih dari 30 tahun.

1. 4. Institut Agama Islam Negeri (IAIN)

Setelah PTAIN berusaha kuranag lebih 9 tahun, maka lembaga pendidikan tinggi di
maksud telah mengalami perkembangan. Dengan perkembangan tersebut dirasakan
bahwa tidak mampu menampung keluasan cakupan ilmu-ilmu keislaman tersebut
kalau hanya berada di bawah satuan payung fakultas saja. Berkenaan dengan itu
timbullah ide-ide, gagasan-gagasan untuk mengembangkan cakupan PTAIN kepada
yang lebih luas.

Untuk menciptakan IAIN memerlukan proses yang cukup serius, ringkasnya


penggabungan dua lembaga yang pada mulanya berdiri masing-masing PTAIN dan
ADIA , berdasarkan pasal 2 peraturan Perisiden No. 11 Tahun 1960 tersebut Mentari
agama mengeluarkan sebuah ketetapan Menteri Agama No. 43 Tahun 1960 tentang
penyelenggaraan Institut Agama Islam Negeri dan sebagai pelaksanaannya di
keluarkanlah Peraturan Menteri Agama No. 8 tahun 1961 tentang pelaksanaan
penyelenggaraan IAIN.

Beberapa pasal dari ketetapan Mentri Agama No. 43 tahun 1960 Peraturan Menteri
Agama No. 15 tahun 1961 dapat di kemukakan sebagai berikut:

1. 1. IAIN Al-Jamiah ini teridiri dari:


1. a. Fakultas Ushuluddin yang mempunyai 4 jurusan

1.) Dakwah
2.) Tasawuf

3.) Filsafat

4.) Perbandingan Agama

1. b. Fakultas syariah mempunyai 3 jurusan

1.) Tafsir/Hadits

2.) Fikih

3.) Qasdha

1. c. Fakultas Tarbiyah terdiri dari 8 jurusan

1.) Pendidikan Agama

2.) Paedagogis

3.) Bahasa Indonesia

4.) Bahasa Inggris

5.) Bahasa Arab

6.) Khusus (imam tentara)

7.) Etnologi dan Sosiologi

8.) Hukum dan Ekonomi

1. d. Fakultas Adab, yang mempunyai 4 jurusan

1.) Sastra Arab

2.) Sastra Weda

3.) Sastra Pesia

4.) Sejarah Kebudayaan Islam

1. 2. Tentang pengajaran
2. 3. Mereka yang lulus ujian bakalaureat dengan baakalarius/sarjana muda,
dan berhak memakai titel BA (Bachelar of Arts). Sedangkan yang lulusan
doktoral memperoleh sebutan Doktorandus/sarjana

IAIN Al-Jamiah diresmikan berdirinya pada tanggal 2 Rabiul Awal tahun 1380 H.
Dalam perkembangan berikutnya IAIN Sunan Kali Jaga yogyakarta berkembang
menjadi 16 fakultas yang tersebar di beberapa tempat seperti Banjarmasin, Palembang,
Surabaya, Serang, Banda Aceh, Jambi, Padang. Perkembangan fakultas agama di
beberapa daerah merupakan realisasi ketatapan MPRS tanggal 3 Des. 1960 No.
11/MPRS/1960 tentang garis-garis besar pola pembangunan nasional semesta
berencana.

1. 5. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN)

IAIN-IAIN pada awalnya cabang dari Yogyakarta atau Jakarta menjadi IAIN yang
berdiri sendiri. Demikianlah hingga tahu 1973 IAIN tercatat 14 di seluruh Indonesia.

IAIN yang berdidri sendiri itu, berdasarkan kebutuhan berbagai daerah membuka
cabang pula di luar IAIN induknya sehingga IAIN menjadi berkembang di berbagai
daerah, dalam perkembangan itu muncullah duplikasi fakultas.

Untuk menyahuti jiwa dan peraturan, yakni untuk menghindari terjadinya duplikasi
tersebut serta untuk menjadikan fakultas-fakultas tersebut mandiri dan lebih dapat
mengembangkan diri tidak terikat kepada peraturan yang mengengkang oleh IAIN
induknya maka, maka fakultas-fakultas tersebut dilepasskan dari IAIN induknya
masing-masing yang secara administrasi tidak lagi memiliki ikatan dengan IAIN
induknya masing-masing. Setelah dipisahkan itu bernamalah lembaga ini menjadi
STAIN. Yang dulunya bernama Fakultas Tarbiyah IAIN Sumatera Utara
Padangsidimpuan, berubah menjadi STAIN Padangsidimpuan, demikian seterusnya.

Beda IAIN dengan STAIN adalah. Jika Institut menyelenggarakan program akademik
dan/atau profesional dalam sekelompok disiplin ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau
kesenian yang sejenis. Sedangkan sekolah tinggi menyelenggarakan program
pendidikan akademik dan/profesional dalam lingkup satu disiplin ilmu tertentu.[35]

1. 6. Universitas Islam Negeri

Beberapa tahun belakangan ini ada pikiran yang ingin mengembangkan IAIN menjadi
Universitas. Rintisan kearah itu telah mulai di laksanakan. Perubahan tersebut tidak
begitu sulit selama pihak berwenang setuju. Ada beberapa modal dasar yang dimiliki
IAIN yang menjadikan landasannya bagi pengembangannya.

1.) Landasan filosofis dan konstitusional

2.) Sosiologis

3.) Edukatif

Dasar pemikiran yang paling penting tentang pembukaan IAIN ke UIN itu adalah:

1.) Integrasi antara bidang ilmu agama dengan bidang ilmu umum sehingga kedua
ilmu itu menjadi menyatu sehingga tidak menjadi dikhonomi
2.) Berobahnya Madrasah sebagai sekolah yang berci khas agama Islam, sehingga
tamatan Madrasah Aliyah lebih dipersiapkan untuk memasuki universitas madrasah di
ajarkan ilmu-ilmu yang sama dengan apa yang di ajarkan di sekolah.

3.) Alumni UIN lebih terbuka kesempatan untuk mobilitas vertikal ketimbang alumni
IAIN dan lebih beragam lapangan kerja yang bisa dimasuki mereka.

1. 7. Perguruan Tinggi Agama Islam Swasta (PTAIS)

UII setelah dinegerikan menjadi PTAIN tahun 1950, kemudian PTAIN digabungkan
dengan ADIA menjadi IAIN, dan dari IAIN dari fakultas-fakultas daerahnya menjadi
STAIN, fakultas yang non agama UII (ekonomi, hukum, dan pendidikan) tetap menjadi
fakultas swasta. Fakultas swasta menjadi berkembang dan sekarang ditambah dengan
fakultas-fakultas lain.

Universitas Islam yang semacam ini sudah tersebar luas di Indonesia, ada yang di asuh
oleh organisasi-organisasi Islam dan ada pula yang brbentuk yayasan yang tidak
bernaung dalam satu organisasi Islam, seperti UISU (Universitas Islam Sumatera
Utara).

Universitas-Universitas Islam yang di bawah langsung organisasi Islam, tercatat


misalnya Universitas Muhammadiyah, Universitas Nahdatul Ulama dll, universitas
yang diasuh oleh organisasi maupun independen, fakultas keagamaan ini dibawah
pengawasan Koordinator Perguruan Tinggi Agama Islam Swasta (Kopertais) pada
wilayah setempat.

Untuk menetapkan ciri keislaman pada universitas-universitas Islam Swasta tersebut


pendidikan agama Islam pada fakultas nonkeagamaan tidak hanya terbatas di beri 2
SKS saja seperti yang dilaksanakan di universitas-universitas negeri. Di universitas
agama Islam swasta diberikan pendidikan agama Islam yang bervariasi di atas 2 SKS,
sebagai contohnya Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) Medan diberikan
Pendidikan Agama Islam di setiap semesternya.

Permasalahan pokok yang belum bisa di tuntaskan oleh universitas-universitas Islam


Swasta adalah inti dari permasalahannya bagaimana memasukkan nilai-nilai Islam
kedalam disiplin ilmu sekuler. Praktik yang dilakukan sekarang diberbagai
Universitas Islam tersebut masih tampak pilahnya antara ilmu keagamaan dengan
ilmu non keagamaan. Sebetulnya idealitasnya adalah menyatukan kedua rumpun ilmu
itu dalam satu kesatuan. Untuk lebih memperdalam hal ini dapat kita cari informasi
nya di buku Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Islam di Indonesia karangan Prof.
Dr. H. Haidar Putra Daulay, MA. [36]

8) Pendidikan Islam Non-Formal

Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Pasal 26 telah memberikan batasan tentang apa
yang dimaksud dengan pendidikan nonformal tersebut, satuan pendidikan non formal
tersebut terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat
kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim serta satuan pendidikan sejenisnya.

Di Indonesia, jauh sebelumnya adanya pendidikan Islam formal di pesantren, sekolah,


madrasah dan pendidikan tinggi, telah berlangsung pendidikan non formal. Para
Mubaligh berdatangan dari luar Indonesia melakukan pendidikan secara non formal.
Mesjid atau tempat-tempat lain merupakan pusat kegiatan pendidikan tersebut.
Pendidikan nonformal ini ditunjukkan kepada masyarakat ramai, sedangkan untuk
mendidika murid-murid mereka, mereka lakukan dengan cara khusus.

Selain dari kegiatan pendidikan formal tersebut di kalangan masyarakat terdapat pula
pendidikan agama nonformal. Pendidikan agama nonformal ini di Indonesia lebih
terkenal dengan sebutan majelis taklim.

Kegiatan majlis taklim ini adalah bergerak dalam bidang dakwah Islam, lazimnya
disampaikan dalam bentuk ceramah, tanya jawab oleh seorang ustadz atau kiai di
hadapan para jamaahnya. Kegiatan ini telah dijaadwalkan waktu dab ditentukan
tempatnya.

Ada beberapa esensi dari majlis taklim ini, yaitu:

1.) Lembaga pendidikan Islam nonformal

2.) Pendidik

3.) Peserta didik (jamaah)

4.) Adanya materi yang disampaikan

5.) Dilaksanakan secara teratur

6.) Tujuan untuk mencapai derajat ketakwaan kepada Allah SWT.[37]

Di pandang dari sudut teori pendidikan, bahwa majlis Taklim adaldah salah satu di
antara pusat pendidikan di samping rumah tangga dan sekolah. Ki Hajar Dewantara
menyebutkan ada tiga pusat pendidikan (tri pusat) pendidikan rumah tangga, sekolah,
dan masyarakat. Majlis Taklim ini tergolong pada pendidikan Islam di Masyarakat.

Selain dari Majlis Taklim di kalangan remaja muncul pula lembaga pendidikan
nonformal dalam bentuk pesantren kilat. Kegiatan berlangsung satu atau dua minggu,
yang lebih tepat dikelompokkan pada pelatihan.

Dengan demikian, pendidikan Islam itu bisa dilaksanakan dalam bentuk lembaga
kursus, misalnya kursus membaca dan menafsirkan Al-Quran, bisa dalam bentuk
pelatihan, misalnya pesantren kilat, bisa dalam bentuk kelompok belajar dan pusat
kegiatan belajar masyarakat serta yang terbanyak tersebar di masyarakat adalah
Majlis Taklim.[38]

Setelah Februari 1942 menyerang Sumatera Selatan, Jepang selanjutnya menyerang Jawa dan
akhirnya memaksa Belanda menyerah pada Maret 1942. Sejak itulah Jepang kemudian
menerapkan beberapa kebijakan terkait pendidikan yang memiliki implikasi luas terutama
bagi sistem pendidikan di era kemerdekaan. Hal-hal tersebut antara lain: 1. Dijadikannya
Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi pengantar pendidikan menggantikan Bahasa Belanda
2

Adanya integrasi sistem pendidikan dengan dihapuskannya sistem pendidikan berdasarkan


kelas sosial di era penjajahan Belanda. Sementara itu terhadap pendidikan Islam, Jepang
mengambil beberapa kebijakan antara lain: 1.

kantor urusan agama pada zaman belanda yang disebut dengan kantor Islamistiche yang
dipimpin oleh orang-orang orientalis belanda, diubah oleh jepang menjadi kantor sumubi
yang dipimpin oleh umat islam sendiri yakni K
.H. Hasyim Asyari dari jombang da didaerah dibentuk daerah sumuka.
2.

Pondok pesantren besar-besar yang sering mendapat kunjungan dan bantuan pemerintah
Jepang. 3.

Sekolahnegeri diberi pendidikan budi pekerti yang isinya identik dengan pelajaran agama. 4.

Pemerintah jepang Mengizinkan pembentukan barisan Hizbullah yang mengajarkan latihan


dasar seni kemiliteran bagi pemuda Islam di bawah pimpinan K.H. Zainal Arifin. 5.

Pemerintah jepang Mengizinkan berdirinya Sekolah Tinggi Islam di Jakarta di bawah asuhan
K.H. Wahid Hasyim, Kahar Muzakkir dan Bung Hatta. 6.

Diizinkannya ulama dan pemimpin nasionalis membentuk barisan Pembela Tanah Air
(PETA) yang belakangan menjadi cikal-bakal TNI di zaman kemerdekaan

7.

Diizinkannya Majelis Islam Ala Indonesia (MIAI) terus berop


erasi, sekalipun kemudian dibubarkan dan diganti dengan Majelis Syuro Muslimin Indonesia
(Masyumi) yang menyertakan dua ormas besar Islam, Muhammadiyah dan NU.
7
Lepas dari tujuan semula Jepang memfasilitasi berbagai aktivitas kaum muslimin ketika itu,
nyatanya hal ini membantu perkembangan Islam dan keadaan umatnya setelah tercapainya
kemerdekaan. Kepercayaan jepang ini dimanfaatkan juga oleh umat islam untuk bangkit
memberontak melawan jepang sendiri. Pada tanggal 8 juli 1945 berdirilah sekolah tinggi
islam di Jakarta. Kalau ditinjau dari segi pendidikan zaman jepang umat islam mempunya
kesempatan yang banyak untuk memajukan pendidikan islam, sehingga tanpa disadari oleh
jepang sendiri bahwa umat islam sudah cukup mempunyai potensi untuk maju dalam bidang
pendidikan ataupun perlawanan kepada penjajah. Sistem pendidikan pada masa pendudukan
Jepang itu kemudian dapat diikhtisarkan sebagai berikut: (1) Pendidikan Dasar (Kokumin
Gakko / Sekolah Rakyat). Lama studi 6 tahun. Termasuk SR adalah Sekolah Pertama yang
merupakan konversi nama dari Sekolah dasar 3 atau 5 tahun bagi pribumi di masa Hindia
Belanda. (2) Pendidikan Lanjutan. Terdiri dari Shoto Chu Gakko (Sekolah Menengah
Pertama) dengan lama studi 3 tahun dan Koto Chu Gakko (Sekolah Menengah Tinggi) juga
dengan lama studi 3 tahun. (3) Pendidikan Kejuruan. Mencakup sekolah lanjutan bersifat
vokasional antara lain di bidang pertukangan, pelayaran, pendidikan, teknik, dan pertanian.
(4) Pendidikan Tinggi
Disini beberapa tujauan pendidikan islam ketika zaman penjajahan antara lain: a.

azaz tujuan muhamadiyah: mewujudkan masyarakat islam yang sebenarnya


dan azaz perjuangan dakwah islamiyyah dan amar mar
uf nahi Munkar b.

INS(Indonesische Nadelanshe School) dipelopori oleh Muhammad syafii


)1899-1969) bertuan memdidik anak untuk berpikir rasional, mendidik anak agar bekerja
sungguh-sungguh, membentuk manusia yang berwatak dan menanam persatuan. c.

Tujuan
Nahdlatul Ulama, sebelum menjadi partai politik memgang teguh
mahzab empat, disamping mejadi kemaslahatan umat islam itu sendiri. Jepang membentuk
badan-badan pertahanan rakyat seperti Haihoo, Peta, Keibodan, Seinan dan lain sebagainya.
Sehingga penderitaan rakyat lahir dan batin makin tak tertahankan lagi, maka timbullah
pemberontakan-pemberontakan baik dari golongan peta di Blitar jawa timur dan lain-lain
maupun oposisi dari para alim ulama, banyak Kyai yang ditangkap dan dipenjarakan oleh
Jepang. Dunia pendidikan secara umum terbengkalai, karena murid-murid sekolah setiap
harinya disuruh gerak badan, baris berbaris, bekerja bakti (Romusha) bernyanyi dan lain
sebagainya. Yang masih agak beruntung adalah madrasah-madrasah yang berada
dilingkungan pondok pesantren yang bebas dari pengawasan langsung pemerintah jepang.
Pendidikan dalam pondok pesantren masih dapat berjalan dengan agak wajar
Kedudukan Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan Nasional (Kapita Selekta
Pendidikan Islam)

A. Sejarah UU Sisdiknas Dan Pendidikan Agama


Undang-Undang Nomor 54 tahun 1950 sebagai Undang-Undang pertama yang
mengatur pendidikan nasional tidak memberikan tempat bagi pendidikan keagamaan.
Pun terhadap pendidikan agama yang saat itu diistilahkan dengan pengajaran agama
Undang-Undang ini cenderung bersikap liberal dengan menyerahkan keikutsertaan
siswa dalam pengajaran kepada keinginan dan persetujuan orang tua. Namun
demikian, Undang-Undang ini mengamanatkan tersusunnya undang-undang tersendiri
yang mengatur pendidikan agama ini. Secara sederhana sikap pemerintah saat itu
dapat disimpulkan sebagai tidak memihak dan tidak menunjukkan concern yang tinggi
terhadap pendidikan agama.

Sejak saat itu, isu pendidikan agama ramai dibicarakan dan diperdebatkan. Akumulasi
perdebatan ini memberikan pengaruh terhadap Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989
sebagai Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional jilid dua yang disahkan pada
tanggal 27 Maret 1989. Dalam Undang-Undang yang muncul 39 tahun kemudian dari
Undang-Undang pertama ini, pendidikan keagamaan dan pendidikan agama mulai
mendapat tempat yang cukup signifikan di bandingkan dengan sebelumnya.
Pendidikan keagamaan diakui sebagai salah satu jalur pendidikan sekolah. Pendidikan
agama menjadi mata pelajaran wajib dalam setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan.

B. Jejak Religiusitas UU Sisdiknas 2003


Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 adalah implementasi dari amanat
Undang-Undang Dasar 1945 pada Bab XIII tentang Pendidikan dan Kebudayaan Pasal
13 yang mengamanatkan bahwa : Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan
satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta
akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan
undang-undang.

C. Kedudukan Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan Nasional


Dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, tersebut dalam Bab Vi Jalur,
Jenjang dan Jenis Pendidikan pada Bagian ke Sembilan Pendidikan Keagamaan Pasal
30 isinya adalah :
1. Pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh pemerintah dan/atau kelompok
masyarakat dari pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2. Pendidkan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota
masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamnya dan/atau
menjadi ahli ilmu agama.
3. Pendidkan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal,
informal dan nonformal.
4. Pendidikan keagamaan berbentuk pendidikan diniyah, pesantren, pasraman,
pabhaja samanera dan bentuk lain yang sejenis.
5. Ketentuan mengenai pendidikan keagmaan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1,2,3
dan 4 diatur lebih lanjut dengan Peraturan pemerintah.

D. Analisa Penulis Makalah


Dari hasil pandangan Penulis dapat dikatakan bahwa : implikasi Undang-Undang No.
20 Tahun 2003 terhadap sistem pendidikan Islam, secara konseptual memberikan
landasan kuat dalam mengembangkan dan memberdayakan sistem pendidikan Islam
dengan prinsip demokrasi, desentralisasi, pemerataan/keadilan, mutu dan relevansi,
dan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Sehingga terwujud akuntabilitas pendidikan
yang mandiri menuju keunggulan. Implikasi tersebut mengindikasikan upaya
pembaharuan sistem pendidikan Islam baik kandungan, proses maupun manajemen.
Karena itu, konsep yang ditawarkan dan sekaligus sebagai konsekuensi berlakunya
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003, adalah mereformulasikan konsep pendidikan
Islam yang berwawasan semesta, dengan langkah-langkah membangun kerangka
filosofis-teoritis pendidikan, dan membangun sistem pendidikan Islam yang
diproyeksikan melalui Laboratorium fungsi ganda, yakni peningkatan mutu akademik
dan pengembangan usaha bisnis. Upaya ini dilakukan dalam kerangka mewujudkan
akuntabilitas lembaga pendidikan Islam yang mandiri menuju keunggulan, sehingga
diharapkan mampu memberikan kontribusi nyata dalam membangun bangsa dan
negara Indonesia

Anda mungkin juga menyukai