Anda di halaman 1dari 17

YAYASAN PENDIDIKAN ISLAM KARTAYUDA ( YPIK )

RAUDHATUL ATHFAL ASSALAM

Alamat : Desa Wado RT 03 RW 03 Kecamatan Kedungtuban Kabupaten Blora

Nomor : 010/RA.S / II/2023 Wado,18 Februari 2023


Lap :-
Hal : Permohonan pelatihan pemadam kebakaran tingkat TK/RA

Kepada
Yth. Field Manager PT Pertamina Region 4 zona 11 Cepu
Di Cepu

Dengan hormat
Sehubungan dengan rencana pelaksanaan kegiatan di RA ASSALAM Wado kedungtuban Blora
tentang tema alat transportasi dan air udara api, maka kami memohon Bapak/Ibu Kepala Dinas Field
Manager PT Pertamina Region 4 Zona 11 Cepu sekiranya dapat memberi pelatihan perihal Pemadam
Kebakaran bagi RA kami. Penentuan waktu pelaksanaan kami serahkan sepenuhnya kepada Bapak/Ibu.
Sebagai pertimbangan mengingat pelaksanaan tema tersebut berada dibulan Februari dan Maret tahun
2023. . Mungkin kiranya pelaksanaan kegiatan tersebut dapat dilaksanakan bulan Maret tgl 18 tahun
2023 (sebelum puasa ).
Demikian surat permohonan ini, atas kesediaan Bapak/ Ibu kami ucapkan terima kasih .

Kepala RA ASSALAM

Sriatiningsih,S.Pd
Rangkuman
Ilmu Pendidikan Islam

1. Pengertian Tarbiyah, Ta’lim dan Ta’dib


Adapun konsep dasar pendidikan islam mencakup pengertian
istilah tarbiyah, ta’lim dan ta’bid. Abdurrahman An-Nahlawi mengemukakan bahwa menurut
kamus Bahasa Arab, lafaz At-Tarbiyah berasal dari tiga kata, pertama, raba-yarbu yang berarti
bertambah dan bertumbuh. Makna ini dapat dilihat dalam Al-Qur’an Surat Ar-Rum ayat 39.
Kedua, rabiya-yarba yang berarti menjadi besar. Ketiga, rabba-yarubbu yang berarti
memperbaiki, menguasai urusan, menuntun, menjaga dan memelihara.
Dalam Pandangan Syaikh Muhammad An-Naquib Al- Attas, ada konotasi tertentu yang
dapat membedakan antara term at-tarbiyah dari at-ta’lim, yaitu ruang lingkup at-ta’lim lebih
universal dari pada ruang lingkup at-tarbiyah, karena at-tarbiyah tidak mencakup segi
pengetahuan dan hanya mengacu pada kondisi eksistensial. Lagi pula, makna at-tarbiyah lebih
spesifik karena ditujukan pada objek-objek pemilikan yang berkaitan dengan jenis relasional,
mengingat pemilikan yang sebenarnya hanyalah milik Allah semata. Akibatnya, sasarannya tidak
hanya berlaku bagi umat manusia, tetapi termasuk juga spesies-spesies lainnya.
Menurut Al-Attas, ta’dib adalah pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-
angsur ditanamkan kepada manusia tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu di
dalam tatanan penciptaan sedemikian rupa, sehingga membimbing ke arah pengenalan dan
pengakuan kekuasaan dan keagungan Tuhan di dalam tatanan wujud dan keberadaannya.
2. Pengertian Pendidikan Islam
Prof. Dr. Omar Mohammad al-Toumi al-Syaibany mendefinisikan pendidikan Islam
dengan “Proses mengubah tingkah laku individu pada kehidupan pribadi, masyarakat, dan alam
sekitarnya, dengan cara pengajaran sebagai suatu aktivitas asasi dan sebagai profesi di antara
profesi-profesi asasi dalam masyarakat (Al-Syaibany, 1979: 399). Pengertian tersebut
memfokuskan perubahan tingkah laku manusia yang konotasinya pada pendidikan etika. Selain
itu, pengertian tersebut menekankan pada aspek-aspek produktivitas dan kreativitas manusia
dalam peran dan profesinya dalam kehidupan dalam masyarakat dan alam semesta.
Dalam seminar pendidikan Islam se-Indonesia tahun 1960 didapatkan pengertian
pendidikan Islam, yaitu: “Bimbingan terhadap pertumbuhan rohani dan jasmani menurut ajaran
Islam dengan hikmah, mengarahkan, mengajarkan, melatih, mengasuh dan mengawasi
berlakunya semua ajaran Islam”. Pengertian ini mengandung arti bahwa dalam proses pendidikan
Islam terdapat usaha mempengaruhi jiwa anak didik melalui proses setingkat demi setingkat
menuju tujuan yang ditetapkan yaitu menanamkan takwa dan akhlak serta menegakkan
kebenaran, sehingga terbentuklah manusia yang berkepribadian dan berbudi luhur sesuai dengan
ajaran Islam. (Arifin, 1987: 13 14).
Dari beberapa pengertian di atas dikatakan bahwa pendidikan Islam itu adalah proses
transformasi dan internalisasi ilmu pengetahuan dan nilai-nilai pada diri anak didik melalui
penumbuhan dan pengembangan potensi fitrahnya guna mencapai keselarasan dan
kesempurnaan hidup dalam segala aspeknya. Pengertian tersebut mempunyai lima prinsip pokok,
yaitu:
1. Proses transformasi dan internalisasi, yaitu upaya pendidikan Islam harus dilakukan secara
bertahap, berjenjang, dan kontinu dengan upaya pemindahan, penanaman, pengarahan,
pengajaran, pembimbingan sesuatu yang dilakukan secara terencana, sistematis dan terstruktur
dengan menggunakan pola dan sistem tertentu.
2. Ilmu pengetahuan dan nilai-nilai, yaitu upaya yang diarahkan pada pemberian dan penghayatan,
serta pengamalan ilmu pengetahuan dan nilai-nilai.
3. Pada diri anak didik, yaitu pendidikan itu diberikan pada anak didik yang mempunyai potensi-
potensi rohani. Dengan potensi itu, anak didik dimungkinkan dapat dididik, sehingga pada
akhirnya, mereka dapat mendidik. Konsep ini berpijak pada konsepsi manusia sebagai makhluk
psikis.
4. Melalui penumbuhan dan pengembangan potensi fitrahnya, yaitu tugas pokok pendidikan Islam
hanyalah menumbuhkan, mengembangkan, memelihara, dan menjaga potensi laten manusia agar
ia tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat kemampuan, minat dan bakatnya. Dengan
demikian terciptalah dan terbentuklah daya kreativitas dan produktivitas anak didik.
5. Guna mencapai keselarasan dan kesempurnaan hidup dalam segala aspeknya, yaitu tujuan
akhir dari proses pendidikan Islam adalah terbentuknya “Insan Kamil”, yaitu manusia yang dapat
menyelaraskan kebutuhan hidup jasmani-rohani, struktur kehidupan dunia-akhirat,
keseimbangan pelaksanaan fungsi manusia sebagai hamba-khalifah Allah dan keseimbangan
pelaksanaan trilogi hubungan manusia. Akibatnya, proses pendidikan Islam yang dilakukan
dapat menjadikan anak didik hidup penuh bahagia, sejahtera, dan penuh kesempurnaan.
Rangkuman 2
A. Sumber Pendidikan Islam
Sumber pendidikan Islam yang dimaksudkan disini adalah semua acuan atau rujukan yang
darinya memancarkan ilmu pengetahuan dan nilai-nilai yang akan ditransinternalisasikan dalam
pendidikan Islam. Sumber pendidikan Islam terkadang disebut dengan dasar ideal pendidikan
Islam. Urgensi penentuan sumber disini adalah untuk:
1. Mengarahkan tujuan pendidikan Islam yang ingin dicapai.
2. Membingkai setiap kurikulum yang dilakukan dalam proses belajar mengajar, yang didalamnya
termasuk materi, metode, media, sarana dan evaluasi.
3. Menjadi setandar dan tolok ukur dalam evaluasi, apakah kegiatan pendidikan telah mencapai dan
sesuai dengan apa yang diharapkan atau belum.
Menurut Sa’id Ismail Ali sebagaimana yang dikutip oleh Hasan Langgulung,sumber
pendidikan islam terdiri atas enam macam, yaitu Al-Qur’an, As sunnah, kata-kata
sahabat (madzhab shahabi), kemaslahatan umat/sosial (mashalil al-mursalah), tradisi atau adat
masyarakat (‘uruf), dan hasil pemikiran para ahli dalam Islam (ijtihad). Keenam sumber
pendidikan Islam tersebut didukung secara hierarkis. Artinya, rujukan pendidikan Islam diawali
dari sumber pertama (Al-Qur’an) untuk kemudian dilanjutkan pada sumber-sumber berikutnya
secara berurutan.
a. Al-Qur’an
Al-qur’an dijadikan sebagai sumber ajaran Islam yang pertama dan utama karena ia memiliki
nilai absolut yang diturunkan dari Tuhan. Allah SWT. Menciptakan manusia dan Dia pula yang
mendidik manusia, yang mana isi pendidikan itu telah termaktub dalam wahyu-Nya. Nilai esensi
dalam Al-Qur’an selamanya abadi dan selalu relevan pada setiap waktu dan zaman, tanpa ada
perubahan sama sekali. Pendidikan Islam yang ideal harus sepenuhnya mengacu pada nilai dasar
Al-Qur’an, tanpa sedikitpun menghindarinya. Mengapa hal itu diperlukan? Karena Al-Qur’an
memuat tentang:
1) Sejarah Pendidikan Islam
Dalam Al-Qur’an disebutkan beberapa kisah nabi yang berkaitan dengan pendidikan. Kisah ini
menjadi suri teladan peserta didik dalam mengarungi kehidupan. Kisah itu misalnya: Kisah para
nabi seperti Nabi Isa as, Kisah Nabi Muhammad SAW, dan kisah-kisah orang yang saleh seperti
Luqman al-Hakim.
2) Nilai-nilai Normatif Pendidikan Islam

Al-qur’an memuat nilai normatif yang menjadi acuan dalam pendidikan Islam. Nilai yang
dimaksud terdiri atas tiga pilar utama, yaitu: I’tiqadiyyah, Khuluqiyyah, Amaliyyah. Al-Qur’an
secara normatif juga mengungkap lima aspek pendidikan dimensi-dimensi kehidupan manusia,
yang meliputi: Pendidikan menjaga Agama (hifdz al-din), pendidikan menjaga jiwa (hifdz al-
nafs), pendidikan menjaga akal pikiran),pendidikan menjaga keturunan (hifdz al-
nasb), pendidikan menjaga harta benda dan kehormatan (hifdz al-mal wa al- ‘irdh).
b. As-Sunnah
As-Sunnah adalah segala sesuatu yang dinukilkan kepada Nabi SAW. berikut
berupa perkataan, perbuatan, taqrir-nya, ataupun selain dari itu. Corak pendidikan Islam
yang diturunkan dari Sunnah Nabi Muhammad SWT, adalah sebagai berikut:
1) Disamping sebagai rahmat li al-‘alamin (rahmat bagi semua alam).(QS.al-Anbiya:107-108).
2) Disampaikan secara utuh dan lengkap, yang memuat berita gembira dan peringatan pada
umatnya. (QS. Saba’: 28).
3) Apa yang disampaikan adalah kebeneran mutlak (QS. al-Baqrah: 119) dan terpelihara
autentitasnya. (QS. al-Hijr: 9).
4) Kehadiran sebagai evaluator yang mampu mengawasi dan senantiasa bertanggung jawabatas
aktifitas pendidikan. (QS. asy Syura:48, al-Ahzab: 45, al-Fath: 8).
5) Perilaku Nabi SAW.
6) Dalam masalah teknik operasional dalam pelaksanaan pendidikan Islam diserahkan penuh pada
umatnya.
c. Kata-kata Sahabat (Madzhab Nabi)
Sahabat adalah orang yang pernah berjumpa dengan Nabi SAW. dalam keadaan beriman
dan mati dalam keadaan beriman juga.Upaya Sahabat Nabi SAW, dalam pendidikan Islam
sangat menentukan bagi perkembasngan pemikiran pendidikan dewasa ini.
d. Kemaslahatan Umat/Sosial (Mashalil al-Mursalah)
Mashalil al-Mursalah adalah menetapkan undang-undang, peraturan dan hukum tentang
pendidikan dalam hal-hal yang sama sekali tidak disebutkan didalam nash, dengan pertimbangan
kemaslahatan hidup bersama, dengan bersendika asas menarik kemaslahatan dan menolak
kemudaratan.
e. Tradisi atau Adat Kebiasaan Masyarakat (‘Uruf)
Tradisi (uruf/adat) adalah kebiasaan masyarakat, baik berupa perkataan maupun
perbuatan yang dilakukan secara kontinu dan seakan-akan merupakan hukum tersendiri, sehinga
jiwa merasa tenang dalam melakukannya karena sejalan dengan akal dan diterima oleh tabiat
yang sejahtera.
f. Hasil Pemikiran Para Ahli dalam Islam (Ijtihad)
Ijtihad menjadi penting dalam pendidikan Islam ketika suasana pendidikan mengalami
setagitu status quo, jumur, dan stagnan. Tujuan dilakukan ijtihad dalam pendidikan adalah untuk
dinamisasi, inovasi dan modernisasi pendidikan agar diperoleh pendididkan yang lebih
berkualitas.
B. Dasar Pendidikan Islam
Dasar pendidikan Islam merupakan landasan operasional yang dijadikan untuk
merealisasikan dasar idea/sumber pendidikan Islam. Menurut Hasan Langgulung, dasar
operasional pendidikan Islam terdapat enam macam, yaitu historis, sosiologis, ekonomis, politik
dan administrasi, psikologis, dan filosofis, yang mana keenam macam dasar itu berpusat pada
dasar filosofis.
1. Dasar historis
Dasar historos adalah dasar yang berorentasi pada pengalaman pendidikan masa lalu, agar
kebijakan yang ditempuh masa kini akan lebih baik. Dasar ini juga dapat dijadikan untuk
memprediksi masa depan, karena dasar ini memberi data info tentang kelebihan dan kekurangan
kebijkan serta maju mundurnya prestasi pendidikan yang telah ditempuh. Firman Allah SWT.
QS.al-Hasyr ayat 18:”Dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya
untuk hari esok.
2. Dasar Sosiologis

Dasar sosiologis adalah dasar yang memberikan kerangka sosial budaya yang mana dengan
sosial budaya itu pendidikan dilaksanakn. Dasar ini juga berfungsi sebagai tolak ukur dalam
prestasi belajar.
3. Dasar Ekonomi
Dasar ekonomi adalah yang memberiknan respektif tentang potensi-potensi finansial,
menggali dan mengatur sumber-sumber, serta bertanggung jawab terhadap rencana dan anggaran
pembelanjaanya. Oleh karena dianggap sebagai sesuatu yang luhur, maka sumber-sumber
finansial dalam menghidupkan pendidikan harus bersih, suci dan tidak bercampur dengan harta
benda yang syubhat.
4. Dasar Politik dan Administrasi

Dasar politiik dan administrasi adalah dasar yang memberikan bingkai ideologis, yang
digunakan sebagai tempat bertolak untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan dan direncakan
bersama.
5. Dasar Psikolog

Dasar pisikolog adalah yang memberikan informasi tentang bakat, minat, watak, karakter,
motivasi dan inofasi peserta didik, pendidik, tenaga administrasi,serta sumber daya manusia.
6. Dasar Filosofis

Dasar filosofis adalah dasar yang memberi kemampuan memilih yang terbaik, memberi
arah suatu sistem, mengontrol dan memberi arah kepada semua dasar-dasar operasional lainnya.
Rangkuman 3
A. Pengertian dan Fungsi Tujuan
Tujuan ialah sesuatu yang diharapkan tercapai setelah suatu usaha atau kegiatan selesai.
Pendidikan sebagai suatu usaha atau kegiatan yang berproses melalui beberapa tahap dan
tingkatan-tingkatan yang mempunyai tujuan yang bertahap dan bertingkat pula. Tujuan
pendidikan bukanlah suatu benda yang berbentuk tetap dan statis, melainkan suatu keseluruhan
dan kepribadian seorang berkenaan dengan seluruh aspek kepribadiannya.
Apabila dihubungkan dengan suatu usaha (proses) maka tujuan mempunyai beberapa fungsi.
A. Daing Marimba (1986,45-46) mengemukakan bahwa tujuan mempunyai beberapa fungsi,
yaitu:
1. Mengakhiri usaha, setiap usaha mempunyai awal dan akhir.
2. Mengarahkan usaha, dengan adanya tujuan, suatu usaha mempunyai arah yang jelas.
3. Merupakan titik pangkal untuk mencapai tujuan-tujuan lain
4. Member nilai (sifat) pada suatu usaha.
Berdasarkan fungsi-fungsi tujuan diatas dapat dikatakan bahwa perumusan tujuan pendidikan
islam secara jelas, sulit diketahui apakah suatu proses pendidikan sudah berakhiratau belum.
B. Prinsip-Prinsip Dalam Formulasi Tujuan Pendidikan Islam
Ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan. Menurut As-syaibani (1979:437-443). Prinsip-
prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
1. Prinsip universal (syumuliyyah).
2. Prinsip keseimbangan dan kesederhanaan (tawazun wa iqtishadiyyah).
3. Prinsip kejelasan (tabayan)
4. Prinsip tidak bertentangan
5. Prinsip realisme dan dapat dilaksanakan.
6. Prinsip perubahan yang diinginkan.
7. Prinsip menjaga perbedaan-perbedaan individu
8. Prinsip dinamis dalam menerima perubahan dan perkembangan yang terjadi pada pelaku
pendidikan,serta lingkungan dimana pendidikan itu dilaksanakan.
C. Komponen-Komponen Tujuan Pendidikan
Suatu hal yang ingin diwujudkan di akhir proses pendidikan adalah kristalisasi berbagai nilai
dalam pribadi peserta didik. Itulah yang disebut tujuan akhir.
D. Formulasi Tujuan Pendidikan
Upaya mencapai tujuan pendidikan harus dilaksanakan upaya semaksial mungkin, walaupun
pada kenyataannya manusia tidak mungkin menemukan kesempurnaaan dalam berbagai hal.

Rangkuman 4
Bab 5 (Fungsi Pendidikan Pendidikan Islam)
A. Pendidikan Sebagai Pengembangan Potensi
Dalam Islam, potensi laten yang dimiliki manusia banyak ragamnya. Abdul Mujib (2006:43-
48) menyebutkan tujuh macam potensi bawaan manusia, yaitu sebagai berikut:
1. Al- Fithrah (citra asli)
Fitrah merupakan citra asli manusia, yang berpotensi baik atau buruk, dimana aktualisasinya
tergantung pilihannya.
2. Struktur Manusia
Struktur adalah satu organisasi permanen, pola atau kumpulan unsure yang bersifat relative
stabil, menetap, dan abadi.
3. Al-Hayah (Vitality).
Hayah adalah daya, tenaga, energy, atau vitalitas hidup manusia yang karenanya manusia dapat
bertahap hidup. Al-Hayah ada dua macam yaitu jasmani yang intinya berupa nyawa (al-hayah),
atau energy fisik (ath-thaqat al-Jismiyyah) atau disebut ruh-jasmani, dan Ruhani yang intinya
berupa amanat dari Tuhan (al-amanah al-ilahiyyah) yang disebut juga ruh-ruhani.
4. Al-Khuluq (Karakter)
Khuluq (bentuk tunggal dari Akhlaq) adalah kondisi batiniah (dalam) bukan kondisi lahiriah
(luar) individu yang mencangkup ath-thab’u dan as-sajiyah.
5. Ath-Thab’u (Tabiat)
Tabiat yaitu citra batin individu yang menetap (as-sukun). Citra ini terdapat pada konstitusi
(al-jibilah) individu yang diciptakan oleh Allah Swt sejak lahir.
6. As-Sajiyah (Bakat)
As-Sajiyah adalah kebiasaan (‘adah) individu yang berasal dari hasil integrasi antara karakter
individu (fardiyyah) dengan aktivitas-aktivitas yang diusahakan (al-muktasab).
7. As-Sifat (sifat-sifat)
Sifat yaitu cirri khas individu yang relative menetap, secara terus-menerus dan konsekuen
yang diungkapkan dalam satu deretan keadaan.
8. Al-‘Amal (perilaku)
Amal ialah tingkah laku lahiriah individu yang tergambar dalam bentuk perbuatan nyata.
B. Pendidikan Sebagai Pewaris Budaya
Dalam pendidikan Islam, sumber nilai budaya dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu
sebagai berikut.
1. Nilai ilahiyyah: nilai yang dititahkan Allah Swt melalui para rasul-Nya yang diabadikan pada
wahyu.
2. Nilai Insaniyyah; nilai yang tumbuh atas kesepakatan manusia serta hidup dan berkembang dari
peradaban manusia.
C. Interaksi Antara Potensi Dan Budaya
Interaksi antara potensi dan budaya harus mendapatkan tempat dalam proses pendidikan, dan
jangan sampai salah satunya ada yang diabaikan. Tanpa interaksi tersebut, harmonisasi
kehidupan akan terhambat. Untuk harmonisasi interaksi antara potensi dan budaya, diperlukan
adanya ‘intervensi’ eksternal yang datang dari Sang Maha mutlak karena baik pengembangan
potensi maupun pewaris budaya, keduanya memiliki tingkat relativitas yang tinggi.
Rangkuman 5
Bab 6 (Pendidik Dalam Pendidikan Islam)
A. Konsep Pendidik Dalam Pendidikan Islam
Dalam pendidikan Islam, pendidik adalah orang yang bertanggung jawab terhadap
perkembangan peserta didik dengan upaya mengembangkan seluruh potensi peserta didik, baik
potensi afektif, kognitif, maupun psikomotor.Pendidik berarti juga orang dewasa yang
bertanggung jawab memberikan pertolongan kepada peserta pertolongan kepada peserta didik
dalam perkembangan jasmani dan rohaninya, agar mencapai tingkat kedewasaan, mampu
mandiri dalam memenuhi tugasnya sebagai hamba Allah dan khalifah Allah dan mampu
melakukan tugas sebagai makhluk sosial dan sebagai makhluk individu yang mandiri.
Pendidik terbagi menjadi dua, yaitu pendidik kodrat dan pendidik jabatan
1. Pendidik Kodrat
Yaitu orang dewasa yang mempunyai tanggung jawab utama terhadap anak adalah
orangtuanya.
2. Pendidik Jabatan
Yaitu pendidik di sekolah, seperti guru, konselor, dan administrator disebut pendidik karena
jabatan.
B. Kedudukan Pendidik Dalam Pendidikan Islam
Al-Ghazali menukil beberapa hadis Nabi SAW tentang keutamaan seorang pendidik. Ia
berkesimpulan bahwa pendidik disebut sebagai orang-orang besar (great individual) yang
aktivitasnya lebih baik dari padaibadah setahun. Selanjutnya Al-Ghazali menukil dari perkataan
para ulama yang menyatakan bahwa pendidik merupakan pelita (siraj) segala zaman, orang yang
hidup semasa dengannya akan memperoleh pancaran cahaya (nur) keilmiahannya. Andai kata
dunia tidak da pendidik, niscaya manusia seperti binatang, sebab mendidik adalah upaya
mengeluarkan manusia dari sifat kebinatangan k epada sifat insaniyyah dan ilahiyah.
C. Tugas Pendidik Dalam Pendidikan Islam
Menurut Al Ghazali, tugas pendidik yang paling utama adalah menyempurnakan,
membersihkan, menyucikan, serta membimbing hati manusia untuk mendekatkan diri (Taqarrub)
kepada Allah. Hal tersebut karena tujuan pendidikan Islam yang utama adalah upaya untuk
mendekatkan diri kepda Allah. Jika pendidik belum mampu menbiasakan dalam peribadatan
kepada peserta didik berarti ia mengalami kegagalan dalam tugasnya, sekalipun peserta didik
mengalami prestasi akademik yang luar biasa. Hal tersebut mengandung arti akan keterkaitan
antara ilmu dan amal sholeh.
D. Kompetensi Pendidik Dalam Pendidikan Islam
Berikut ini adalah kompetensi pendidik dalam pendidikan Islam
1. Kompetensi Personal-Religius
2. Kompetensi Sosial-Religius
3. Kompetensi Profesional-Religius
E. Kode Etik Pendidik Dalam Pendidikan Islam
Menurut Ibnu Jama’ah, yang dikutip oleh Abd Al-Amir Syams Ad-Din (1984:18-24),etika
pendidik terbagi atas tiga macam yaitu:
1. Etika yang terkait dengan dirinya sendiri
2. Memilik sifat-sifat akhlak yang mulia (akhlaqiyyah)
3. Etika dalam proses belajar mengajar.

Rangkuman 6
Bab 7 (Peserta Didik Dalam Pendidikan Islam)
A. Pengertian Peserta Didik
Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui
proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu (UU
Sisdiknas, ps. 1 ayat 4). Dalam pendidikan Islam, yang menjadi peserta didik itu bukan hanya
anak-anak, melainkan juga orang dewasa yang masih berkembang, baik fisik maupun psikisnya.
Hal itu sesuai dengan prinsip bahwa pendidikan Islam itu berakhir setelah seseorang meninggal
dunia. Buktinya, orang yang hampir wafat masih dibimbing mengucapkan kalimat tauhid.
Sebutan untuk peserta didik beragam. Di lingkungan rumah tangga, peserta didik disebut
anak. Di sekolah/madrasah, ia disebut siswa. Pada tingkat pedidikan tinggi, ia disebut
mahasiswa. Dalam lingkungan pesantren, sebutannya santri. Sedangkan di majelis taklim, ia
disebut jamaah (anggota).
Dalam bahasa Arab juga terdapat term yang bervariasi. Di antaranya thalib,
muta’allim, dan murid. Thalibberarti orang yang menuntut ilmu. Muta’allim berarti orang yang
belajar dan murid berarti orang yang berkehendak atau ingin tahu.
B. Kebutuhan Peserta Didik
Suatu hal yang sangat perlu juga diperhatikan oleh seorang pendidik dalam mengajar,
membimbing, dan melatih muridnya adalah “kebutuhan murid”.Al-Qussy membagi kebutuhan
manusia (peserta didik) dalam dua kebutuhan pokok yaitu:
1) Kebutuhan primer, yaitu kebutuhan jasmani seperti: makan, minum, seks, dan sebagainya
2) Kebutuhan sekunder, yaitu kebutuhan rohaniah.
Selanjutnya ia membagi kebutuhan rohaniah kepada enam macam yaitu:

a) Kebutuhan akan rasa kasih sayang


b) Kebutuhan akan rasa aman
c) Kebutuhan akan rasa harga diri
d) Kebutuhan akan rasa bebas
e) Kebutuhan akan rasa sukses
f) Kebutuhan akan suatu kekuatan pembimbing atau pengendalian diri manusia, seperti
pengetahuan lain yang ada pada setiap manusia yang berakal.
Selanjutnya Law Head membagi kebutuhan manusia sebagai berikut:

1. Kebutuhan jasmani, seperti makan, minum, bernafas, perlindungan, seksual, kesehatan dan lain-
lain.
2. Kebutuhan rohani, seperti kasih sayang, rasa aman, penghargaan, belajar, menghubungkan diri
dengan dunia yang lebih luas (mengembangkan diri), mengaktualisasi dirinya sendiri dan lain-
lain.
3. Kebutuhan yang menyangkut jasmani rohani, seperti istirahat, rekreasi, butuh supaya setiap
potensi-potensi fisik dapat dikembangkan semaksimal mungkin, butuh agar setiap
usaha/pekerjaan sukses dan lain-lain.
4. Kebutuhan sosial, seperti dapat diterima oleh teman-temannya secara wajar, supaya dapat
diterima oleh orang yang lebih tinggi dari dia seperti orang tuanya, guru-gurunya dan pemimpin-
pemimpinnya seperti kebutuhan untuk memperoleh prestasi dan posisi.
5. Kebutuhan yang lebih tinggi sifatnya (biasanya dirasakan lebih akhir) merupakan tuntutan
rohani yang mendalam yaitu kebutuhan untuk meningkatkan diri yaitu kebutuhan terhadap
agama (Jalaluddin, 1993: 63).
Rangkuman 7
Bab 8 (Fase/Periodesasi Pendidikan Islam)
A. Pendidikan Islam Masa Prakonsepsi
Pendidikan prakonsepsi merupakan awal dari suatu pernikahan atau disebut juga dengan
pemilihan jodoh, yaitu ketika seorang pria mencari seorang wanita yang dapat bekerjasama
dalam membina rumah tangga bahagia. Juga seorang wanita mencari calon suami yang memiliki
inteligensi yang tinggi karena inteligensi merupakan sarana utama untuk memperoleh sukses
dalam masyarakat luas. (kartono, 1977 : 204). Pemilihan calon istri atau suami berdasarkan
kriteria tertentu adalah dikarenakan keturunan berpengaruh terhadap pendidikan anak. Hal
tersebut sesuai dengan hadist Nabi Muhammad saw. sebagaimana dikutip oleh Muhammad Ali
Quthb (1993 : 2): pilihlah (calon istrimu) untuk tempat spermamu karena keturunan itu sangat
berpengaruh.
B. Pendidikan islam masa pranatal
Masa ini berlangsung sejak pertemuan sel telur seorang ibu. Dengan spermatozoid
seorang ayah sampai seorang bayi lahir secara sempurna. Masa pranatal ini sangat penting
artinya karena ia merupakan awal dari kehidupan. Pada masa ini, berhubungan janin sangat erat
dengan ibunya. Oleh karena itu, seorang ibu berkewajiban memelihara kandungannya, antara
lain dengan mengonsumsi makanan yang bergizi, menghindari benturan, menjaga emosi dan
perasaan sedih yang berlarut-larut, menjauhi minuman keras, dan banyak lagi hal yang harus
diperhatikan oleh seorang ibu pada masa hamil. (Nawawi, 1993: 151). Pembentukan iman
seharusnya mulai sejak dalam kandungan, sejalan dengan pertumbuhan kepribadian. Berbagai
hasil pengamatan pakar kejiwaan menunjukkan bahwa janin yang berada dalam kandungan telah
dapat pengaruh dari keadaan sikap dan emosi ibu yang mengandungnya. Hal tersebut tampak
dalam perawatan kejiwaan, dimana keadaan keluarga ketika si anak dalam kandungan,
mempunyai pengaruh terhadap kesehatan mental si janin dikemudian hari. (Zakiah Daradjat,
1995: 55)
C. Pendidikan islam masa bayi
Masa bayi ini berlangsung dari usia 0 sampai 3 tahun. Setelah anak lahir, perlu
dikumandangkan adzan dekat telinga, agar pengalaman pertama lewat pendengaran adalah
kalimat tauhid yang berintikan pengakuan dan keagungan Allah dan kerasulan Muhammad.
Ajaran kepada kemenangan dan seruan untuk beribadah di akhiri dengan pernyataan dan
keagungan serta keesaan Allah. Bayi yang baru lahir memang belum mengerti arti kata ”tauhid”
dalam adzan tersebut, namun dasar keimanan dan keislaman sudah masuk kedalam hatinya.
Menurut pandangan islam, manusia sejak dilahirkan telah dibekali oleh Allah dengan fitrah
keagamaan.
D. Pendidikan islam masa kanak-kanak
Pendidikan masa kanak-kanak berlangsung pada usia 3 sampai 12 tahun. Pada usia 3-6
tahun, anak memiliki sifat egosentris (raja kecil). Sebab, dirinya berada di pusat lingkungan yang
ditampilkan anak dengan sikap senang menantang atau menolak sesuatu yang datang dari orang
sekitarnya. Oleh karena itu, orang tua harus sabar dalam mendidik anaknya. (Daradjat, 1995:
155).Perkembangan pada masa ini berlangsung dari usia 3-12 tahun dan masa anak-anak ini
dibagi kepada tiga fase, yaitu sebagai berikut:
1) Permulaan masa anak-anak
Pada awal masa ini sekitar usia sampai dengan lima tahun. Perkembangan ditandai dengan
munculnya sikap egosentris pada diri setiap anak. Masa ini disebut juga dengan masa remaja
kecil. Masa ini juga merupakan krisis pertama yang sangat memerlukan kesabaran dan
kebijaksanaan bsertindak dari orangtua sebagai pendidik. Orang tua sebaiknya tidak
memaksakan kehendaknya pada anak-anak, namun didalam diri anak-anak harus ditumbuhkan
kebiasaan melakukan sesuatu yang baik dan dikenalkan disiplin. (Nawawi, 1993: 155).
Jika dilihat dari aspek keagamaan, pada masa ini anak-anak belum mempunyai kesadaran
beragama, tetapi ia telah memiliki potensi kejiwaan dan dasar-dasar kehidupan ber-Tuhan.
Perkembangan kesadaran dan beragama anak-anak sangat dipengaruhi oleh keimanan, sikap, dan
tingkah laku orang tuanya. (Ahyadi, 1988: 40).
2) Pertengahan masa anak-anak
Periode ini berlangsung dari umur 6 sampai dengan 9 tahun. Periode ini sangat penting
artinya bagi peletakan dasar untuk perkembangan selanjutnya melalui sekolah atau madrasah
sebagai lembaga pendidikan. Pada masa ini, anak yang pada mulanya tertuju kepada dirinya
sendiri dan bersifat egosentris mulai tertuju pada dunia luar, terutama perilaku orang-orang
disekitarnya, sopan santun, dan tata cara bertingkah laku yang sesuai dengan lingkungan rumah
dan sekolah. (Ahyadi, 1988: 43).
3) Akhir masa anak
Masa ini berlangsung pada usia 9 sampai dengan 12 tahun. Masa ini merupakan lanjutan
masa sebelumnya yang ditandai dengan berbagai kematangan aspek psikologis yang diperlukan
untuk dapat ikut serta dalam proses pendidikan formal.
4) Pendidikan islam masa remaja
Masa ini berlangsung dari usia 12 sampai dengan 21 tahun yang terdiri atas tiga fase, antara
lain sebagai berikut:
a. Masa pra-remaja
Fase ini berlangsung dari umur 12 sampai dengan 15 tahun. Fase ini ditandai dengan semakin
meningkatnya sikap sosial pada anak. Gejala yang dominan pada masa ini adalah kecenderungan
untuk bersaing yang berlansung antara teman sebaya dan lingkungan jenis kelamin yang sama.
Pada periode ini ada kesempatan yang sangat baik untuk membantu anak, disamping menguasai
ilmu dan teknologi yang sesuai dengan tingkat perkembangan intelektualnya. Juga
menumbuhkan sikap bertanggung jawab dan menghargai nilai-nilai, terutama yang bersumber
dari agama islam. Dalam konsep yang sederhana, anak-anak perlu dikenalkan dengan makna
atau maksud dari beberapa firman Allah tentang sikap dan kemampuan bertanggung jawab
dalam kehidupan. (Nawawi, 1993: 165).
b. Masa pubertas
Masa ini berlangsung pada usia 15 sampai dengan18 tahun. Masa ini merupakan tahap akhir
bagi individu dalam mempersiapkan dirinya untuk menjadi manusia dewasa yang berdiri sendiri.
Pada fase ini anak banyak mengalami krisis, namun krisis itu tidak dirasakan berat jika sejak
awal anak-anak dan para remaja telah hidup dalam keluarga yang menempatkan ajaran islam
sebagai penuntunnya. Jika dalam diri remaja telah tertanam nilai-nilai religi maka sebagai orang
yang beriman, ia akan selalu mampu menyikapi permasalahan hidup, baik yang muncul dari
dalam maupun dari luar dirinya.
c. Akhir masa remaja
Masa ini berlangsung antara usia 18 sampai dengan 21 tahun dan disebut juga masa awal
kedewasaan. Pada masa ini, pembentukan dan perkembangan suatu sistem moral pribadi sejalan
dengan pertumbuhan pengalaman keagamaan yang bersifat individual. Melalui kesadaran
beragama dan pengalaman ke-Tuhanan, akhirnya remaja akan menemukan Tuhannya yang
berarti menemukan keperibadiaannya. (Ahyadi, 1988: 48).
E. Pendidikan islam masa dewasa
Pada usia dewasa biasanya seseorang sudah memiliki sifat kepribadiaan yang matang.
Mereka sudah memiliki tanggung jawab terhadap sistem nilai yang dipilihnya, baik sistem nilai
yang bersumber dari norma-norma agama maupun yang berada dalam kehidupan ataupun ajaran
agama.
Rangkuman 8
Bab 13 ( Evaluasi Dalam Pendidikan Islam)
A. Pengertian Evaluasi Pendidikan Islam
Evaluasi menurut Edwind Wand dan Gerald W.Brown adalah the act or process to
determining the value of something (Qahar,1972:1). Maka, evaluasi pendidikan berarti
seperangkat tindakan atau proses untuk menentukan nilai sesuatu yang berkaitan dengan dunia
pendidikan .
Evaluasi pendidikan dalam islam dapat diberi batasan sebagai suatu kegiatan untuk
menentukan kemajuan sutu pekerjaan dalam proses pendidikan islam.(Nizar,2002:77) dalam
ruang lingkup terbatas, evaluasi dilakukan dalam rangka mengetahui tingkat keberhasilan
pendidik dalam menyampaikan materi pendidikan islam pada peserta didik .sedang dalam ruang
lingkup luas, evaluasi dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan tingkat kelemahan
suatu proses pendidikan islam(dengan seluruh komponen yang terlibat didalam nya) dalam
mencapai tujuan pendidikan yang dicita-citakan.
Penilaian dalam pendidikan dimaksudkan untuk menetapkan berbagai keputusan
kependidikan, baik yang menyaangkut perencanaan pengelolaan ,prosesdan tindak lanjut
pendidikan, baik yang menyangkut perorangan, kelompok maupun kelembagaan
(Depdikbud,1983/1984:1)
B. Tujuan Dan Fungsi Evaluasi Pendidikan Islam
Dalam pendidikan Islam, tujuan evaluasi lebih ditekankan pada penguasaan sikap (afektif
dan psikomotor) ketimbang aspek kognitif. Secara umum,ada empat fungsi evaluasi dalam
pendidikan islam:
1) Dari segi pendidikan ,evaluasi berfungsi untuk membantu seorang pendidik mengetahui sejauh
mana hasil yang dicapaidalam pelaksanaan tugasnya.
2) Dari segi peserta didik,evaluasi membantu peserta didik untuk dapat mengubah atau mengubah
tingkah laku nya secara sadar kearah yang lebih baik.
3) Dari segi ahli pemikir pendidikan islam,evaluasi berfumgsi untuk membantu para pemikir
pendidikan islam mengetahui kelemahan teori-teori pendidikan islam dan membantu mereka
dalam merumuskan kembali teori-teori pendidikan islam yang relevan dengan arus dinamika
zaman yang senantiasa berubah.
4) Dari segi politik pengambil kebijakan pendidikan islam (pemerintahan)evaluasi berfungsi untuk
membantu mereka dalam membenahi sistem pengawasan dan mempertimbangankan kebijakan
yang akan diterapkan dalam sistem pendidikan islam.
C. Prinsip-Prinsip Evaluasi Pendidikan Islam
1. Evaluasi Mengacu pada Tujuan
2. Evaluasi dilaksanakan secara Objektif
3. Evaluasi harus dilakukan secara komprehensif
4. Evaluasi harus dilakukan secara kontinu (terus-menerus)

Anda mungkin juga menyukai