Anda di halaman 1dari 18

FAKTOR-FAKTOR PENDIDIKAN ISLAM

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Pendidikan Islam

D
I
S
U
S
U
N
OLEH:
1. IBNU CHOIR
2. HILMAN
3. RISNA SARTIKA

Dosen Pembimbing: Dr. FICKY PADLI PARDEDE M.A

PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
STIT AL-HIKMAH KOTA TEBING TINGGI
TAHUN AJARAN 2022/2023

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………I
DAFTAR ISI…………………………………………….…………………..II
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang…………………………………………………….1.1
1.2. Rumusan Masalah…………………………………………………1.2
1.3. Tujuan Pembahasan……………………………………………….1.3

BAB ll PEMBAHASAN
2.1. Faktor-Faktor Pendididkan Islam…………………………………2.1
2.2. Pengertian Dan Ruang Lingkup Dari Masing-masing Faktor Pendidikan
Islam………………………………………………………2.2

BAB lll PENUTUP


3.1. Kesimpulan……………….……………………………………….3.1

DAFTAR PUSTAKA

II

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim
Syukur alhamdulillah kami haturkan atas kehadirat Allah SWT yang senantiasa
memberikan kami rahmat serta karunia-Nya, sehingga kami bisa menyelesaikan penyusunan
revisi tugas makalah ini dengan tepat waktu.
Pada revisi tugas makalah ini kami berkesempatan untuk memperbaikinya dengan tema
“Faktor-Faktor Pemdidikan Agama Islam”, kami berharap semoga revisi makalah ini dapat menjadi
salah satu rujukan bagi pembaca. Dalam penyusunan makalah ini kami mengakui masih banyak
kekurangan, karena kami masih kurang berpengalaman. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan
saran demi perbaikan yang akan datang.
Kami sangat berterima kasih kepada dosen pembimbing serta semua pihak yang telah
membantu menyusun makalah ini.

Tebing Tinggi, 15 September 2022


Kelompok 8

I
BAB l
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan islam merupakan hal yang tidak bisa terlepas dari kehidupan umat
islam. Pendidikan merupakan unsur terpenting bagi manusia untuk meningkatkan
kadar keimanannya terhadap Allah swt, karena orang semakin banyak
mengerti tentang unsur-unsur pendidikan islam maka kemungkinan besar mereka
akan lebih tau dan lebih mengerti akan terciptanya seorang hamba yang beriman.
Pendidikan adalah alat atau sarana bagi manusia untuk mengembangkan
keilmuan dipengetahuan, oleh karena itu pendidikan diharapkan memiliki setandart
yang tertata, dikurikulumkan, jelas teori-teori dan konsep-konsep pendidikan yang
diharapkan adalah konsep dan teori yang relevan dengan keadaan yang berlaku.
Dalam mejalani keidupan diduniaini, kita tidak lepas yang namanya
pendidikan islam. Mendidik anak, saudara, lingkungan, dan masyarakat adalah salah
satucara untuk meningkatkan kualitas hidup manusia pada umumnya. Tanpa adanya
pendidikan islam yang  baik, sulit bagi manusia untuk mewujudkan kualitas hidup
yang efektif, efesien, dan tepat guna. Maka dari itu pendidikan islam sangat penting
bagi manusia disegala kehidupan, entah kalangan ke bawah, ke atas yang bergelimang
harta. 

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa saja faktor-faktor pendidikan islam?
2. Bagaimana pengertian serta ruang lingkup dari masing-masing
faktor pendidikan islam?

1.3. Tujuan Pembahasan


1. Mahasiswa dapat mengetahui Faktor faktor pendidikan agama Islam
2. Mahasiswa mengetahui ruang lingkup faktor faktor pendidikan Islam
3. Mahasiswa dapat mengetahui fungsi faktor faktor pendidikan Islam

  

BAB ll
PEMBAHASAN

2.1.      Faktor-faktor Pendidikan Islam


Dalam melaksanakan pendidikan agama, perlu diperhatikan adanya faktor-faktor
pendidikan yang ikut menentukan keberhasilan pendidikan agama tersebut. 
Faktor-faktor pendidikan itu ada lima macam, dimana faktor-faktor yang satu
dengan yang lainnya mempunyai hubungan yang erat. Kelima faktor tersebut adalah:
1.      Faktor tujuan
2.      Faktor pendidik
3.      Faktor anak didik
4.      Faktor alat
5.      Faktor lingkungan[1]
Jadi dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor pendidikan islam adalah sesuatu
yang ikut menentukan keberhasilan pendidikan islam yang memiliki beberapa bagian
yang saling mendukung satu sama lainnya. Faktor-faktor pendidikan selanjutnya juga
disebut dengan komponen-komponen pendidikan.
Kelima komponen diatas adalah sebuah sistem, artinya kelima komponen itu
merupakan satu kesatuan pendidikan yang masing-masing berdiri sendiri, tetapi
berkaitan satu sama lainnya, sehingga terbentuk satu kebulatan yang utuh dalam
mencapai tujuan yang diinginkan.[2]
2.2.      Pengertian dan ruang lingkup dari masing-masing faktor pendidikan islam
1.      Faktor Tujuan
·         Pengertian Tujuan Pendidikan Islam
Sebelum lebih jauh menjelaskan tujuan pendidikan islam terlebih dahulu di
jelaskan apa sebenarnya makna dari “tujuan” tersebut. Secara etimologi, tujuan
adalah “ Arah, maksud atau haluan”. Dalam bahasa Arab ‘tujuan” diistilahkan
dengan “ghayat, ahdaf, atau maqosid”. Sementara dalam bahasa inggris diistilahkan
dengan “goal, purpose, objectives atau aim”. Secara terminologi, tujuan
berarti “sesuatu yang diharapkan tercapai setelah sebuah usaha atau kegiatan
selesai”. H.M. Arifin menyebutkan, bahwa tujuan proses pendidikan islam adalah
idealitas (cita-cita) yang mengandung nilai-nilai islam yang hendak dicapai dalam
proses kepribadian yang berdasarkan ajaran islam secara bertahab.[3]
   Menurut Al-Attas tujuan pendidikan islam adalah manusia yang baik.
Marimba berpendapat bahwa tujuan pendidikan islam adalah terbentuknya orang
yang berkepribadian muslim. Al-Abrasyi menghendaki bahwa tujuan akhir pendidikan
islam adalah manusia yang berakhlak mulia. Munir Musyrimenyatakan bahwa tujuan
akhir pendidikan menurut islam adalah manusia yang sempurna. Menurut Abdul
Fattah Jalal, dengan mengutip surat at-Takwir ayat 27, Jalal menyatakan bahwa tujuan
itu untuk semua manusia, menjadi manusia yang menghambakan diri kepada Allah.
2
Yang dimaksud dengan menghambakan diri ialah beribadah kepada Allah.
     Islam menghendaki agar manusia didik mampu merealisasika tujuan hidupnya
sebagaimana yang telah digariskan oleh Allah. Tujuan hidup manusia itu menurut
Allah ialah beribadah kepada Allah. Ini diketahui dari ayat 56 surat al-Dzariat: 
َ ‫ت ْال ِج َّن َو ْا ِال ْن‬
‫س اِالَّلِيَ ْعبُ ُدوْ ِن‬ ُ ‫َو َما َخلَ ْق‬
      Artinya: aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali supaya mereka beribadah
kepada-Ku.
      Ayat al-Qur’an yang senada dengan ayat diatas dapat juga dilihat umpamanya
pada surat al-Baqarah ayat 21, al-Anbiya’ ayat 25, dan al-Nahl ayat 36. Jalal
menyatakan bahwa sebagian orang mengira ibadah itu terbatas pada menunaikan
salat, saum pada bulan Ramadhan, mengeluarkan zakat, ibadah haji, dan
mengucapkan syahadat. Di luar itu bukan ibadah. Sebenarnya ibadah itu mencakup
semua amal, pikiran dan perasaan yang dihadapkan kepada Allah. Ibadah adalah jalan
hidup yang mencakup seluruh aspek kehidupan serta segala yang dilakukan manusia
berupa perkataan, perbuatan, perasaan, pemikiran yang disangkutkan dengan Allah.
Dalam kerangka inilah maka tujuan pendidikan haruslah mempersiapkan manusia
agar beribadah seperti itu, agar ia menjadi hamba Allah (‘ibad al-rahman).[4]
   Secara umum, tujuan pendidikan islam terbagi atas: tujuan umum, tujuan sementara,
tujuan akhir, dan tujuan operasional. Tujuan umum adalah tujuan yang akan dicapai
dengan semua kegiatan pendidikan baik dengan pengajaran atau dengan cara lain.
Tujuan sementara adalah tujuan yang akan dicapai setelah anak didik diberi sejumlah
pengalaman tetentu yang direncanakan dalam sebuah kurikulum. Tujuan akhir adalah
tujuan yang dikehendaki agar peserta didik menjadi manusia-manusia sempurna
(insan kamil) setelah ia menghabisi sisa umurnya. Sementara tujuan operasional
adalah tujuan praktis yang akan dicapai dengan sejumlah kegiatan pendidikan
tertentu. 
     Menurut Abdurrahman Saleh Abdullah, mengatakan dalam bukunya “Educational
Theory a Qur’anic Outlook”, bahwa pendidikan islam bertujuan untuk membentuk
kepribadian sebagai khalifah Allah swt, atau sekurang-kurangnya mempersiapkan
kejalan yang mengacu kepada tujuan akhir,. Tujuan utama khalifah Allah adalah
beriman kepada Allah dan tunduk serta patuh secara total kepada-Nya.
     Selanjutnya tujuan pendidikan islam menurutnya dibangun atas tiga komponen
sifat dasar manusia yaitu:
1.      Tubuh
2.      Ruh 
3.      Akal yang masing-masing harus dijaga
      Berdasarkan hal tersebut maka tujuan pendidikan islam dapat dapat
diklasifikasikan kepada:
a.        Tujuan Pendidikan Jasmani (ahdaf al-jismiyah)
          
3
 Rasulullah saw, bersabda:
ِ ‫ي َخ ْير ٌَوا َحبُّ اِلَى هللاِ ِمنَ ْال ُمْؤ ِم ِن الض َِّعي‬
)‫ْف (الحديث‬ ٌ ‫اَ ْل ُمْؤ ِمنُ ْالقَ ِو‬
   Artinya:”orang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih disayangi Allah   daripada
orang mukmin yang lemah”. (HR. Imam Muslim)
     Oleh imam Nawawi menafsirkan hadis di atas sebagai kekuatan iman yang
ditopang oleh kekuatan fisik. Kekuatan fisik merupakan bagian pokok dari tujuan
pendidikan, maka pendidikan harus mempunyai tujuan ke arah keterampilan-
keterampilan fisik yang dianggap perlu bagi tumbuhnya keperkasaan tubuh yang
sehat.
b.      Tujuan Pendidikan Rohani (ahdaf al-ruhaniyah)
Orang yang betul-betul menerima ajaran islam tentu akan menerima seluruh cita-cita
ideal yang terdapat dalam al-Qur’an. Peningkatan jiwa dan kesetiaannya yang hanya
kepada Allah semata dan melaksanakan moralitas islam yang diteladani dari tingkah
laku keidupan nabi saw, merupakan pokok dalam tujuan pendidikan islam.
c.       Tujuan Pendidikan Akal (al-ahdaf al-aqliyah).
Tujuan ini mengarah kepada perkembangan intelegensi yang mengarah setiap
manusia sebagai individu untuk dapat menemukan kebenaran yang sebenar-benarnya.
d.      Tujuan Sosial (al-ahdaf al-ijtima’iyah).
Seorang khalifah mempunyai kepribadian utama dan seimbang, sehingga khalifah
tidak akan hidup dalam keterasingan dan ketersendirian. Oleh karena itu, aspek sosial
dari khalifah harus dijaga.
Fungsi tujuan pendidikan islam dalam mewujudkan tujuan sosial adalah
menitikberatkan pada perkembangan karakter-karakter manusia yang unik, agar
manusia mampu beradaptasi dengan standar-standar masyarakat bersama-sama
dengan cita-cita yang ada padanya. Keharmanisan menjadi karakteristik utama yang
ingin dicapai dalam tujuan pendidikan islam.
            Menurut imamal-Ghazali, sebagaimana yang dikutip oleh Fatiyah Hasan
Sulaiman menjelaskan bahwa tujuan pendidikan islam dapat diklasifikasikan kepada:
a.  Membentuk insan purna yang pada akhirnya dapat mendekatkan diri kepada Allah
swt.
b.  Membentuk insan purna untuk memperoleh kebahagiaan hidup, baik di dunia
maupun di akhirat.
            Dari kedua tujuan di atas dapat dipahami bahwa tujuan pendidikan versi al-
Ghazali  tidak hanya bersifat ukhrawi (mendekatkan diri kepada Allah), sebagaimana
yang dikenal dengan kesufannya , tetapi juga bersifat duniawi. Karena itu al-Ghazali
memberi ruang yang cukup luas dalam sistem pendidikannya bagi perkembangan
duniawi. Namun dunia hanya dimaksudkan sebagai jalan menuju kebahagiaan hidup
di dalam akhirat yang lebih utama dan kekal.
       Menurut M. Djunaidi Dhany, tujuan pendidikan adalah sebagaimana yang dikutip
oleh Zainudin dkk, adalah sebagai berikut:
4
1.      Pembinaan kepribadian anak didik yang sempurna.
2.      Peningkatan moral, tingkah laku yang baik dan menanamkan rasa kepercayaan
anak terhadap agama dan kepada Tuhan.
3.      Mengembangkan intelegensi anak secara efektif agar mereka siap untuk
mewujudkan kebahagiaan di masa mendatang.
            Menurut Hasan Langgulung, tujuan pendidikan harus dikaitkan dengan tujuan
hidup manusia, atau lebih tegasnya, tujuan pendidikan adalah untuk menjawab
persoalan-persoalan “untuk apa kita hidup?”
            Islam telah memberi jawaban yang tegas dalam hal ini, seperti firman Allah
dalam surat az-zariyat 56. Yang artinya. “dan aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka menyembah-Ku.”[5]
2.      Faktor Pendidik
·         Pengertian Pendidik dalam Pendidikan Islam
Dalam pendidikan islam, pendidik adalah orang yang bertanggung jawab terhadap
perkembangan peserta didik dengan upaya mengembangkan seluruh potensi peserta
didik, baik potensi afektif (rasa), kognitif (cipta), maupun psikomotorik (karsa).
Pendidik berarti juga orang dewasa yang bertanggung jawab memberikan
pertolongan kepada peserta didik dalam perkembangan jasmani dan ruhaninya, agar
mencapai tingakat kedewasaan, mampu mandiri dalam memenuhi tugasnya sebagai
hamba Allah dan khalifah Allah swt dan mampu melakukan tugas sebagai makhluk
sosial dan sebagai makhluk individu yang mandiri.
                        Pendidik terbagi menjadi dua, yaitu 
1.      Pendidik Kodrat. Di sini yang disebut pendidik kodrat adalah orang tua.
2.      Pendidik jabatan. Di sini yang disebut pendidik jabatan yaitu guru di sekolah.
·         Kedudukan Pendidik dalam Pendidikan Islam
Pendidik mempunyai kedudukan yang tinggi dalam islam. Dalam beberapa hadis
disebutkan: “ Jadilah engkau sebagai guru, atau pelajar, atau pendengar, atau
pencinta, dan janganlah kamu menjadi yang kelima, sehingga kamu menjadi
rusak”. Dalam hadis Nabi saw yang lain: “ Tinta seorang ilmuan (yang menjadi
guru) lebih berharga ketimbang darah para syuhada”. Bahkan islam menempatkan
pendidik setinggkat dengan drajat seorang rasul. Asy-Syawki bersyair: “Berdiri dan
hormatilah guru dan berilah penghargaan, seorang guru itu hampir saja merupakan
seorang rasul”.[6]   
Dalam kitab-kitab hadis kita menemukan banyak sekali hadis yang menerangkan
betapa tingi kedudukan orang yang berpengetahuan, bahwa orang alim yang bersedia
mengamalkan pengetahuannya adalah bisa di ibaratkan seperti orang besar di semua
kerajaan langit; dia seperti matahari yang menerangi alam, ia mempunyai cahaya
dalam dirinya, dan seperti minyak wangi yang mengharumi orang lain karena ia
memang wangi. Kedudukan orang alim dalam islam dihargai tinggi bila orang itu
mengamalkan ilmunya.
5
Mengamalkan ilmu dengan cara mengajarkan ilmu itu kepada orang lain adalah
suatu pengalaman yang paling dihargai oleh islam.
Asma Hasan Fahmi mengutip kitab ihya’ al-Ghazali yang mengatakan bahwa
siapa yang memilih pekerjaan mengajar maka ia sesungguhnya telah memilih
pekerjaan besar dan penting.[7]
·         Tugas Pendidik dalam Pendidikan Islam
Menurut al-Ghazali, tugas pendidik yang utama adalah menyempurnakan,
membersihakan, menyucikan, serta membimbing hati manusia untuk mendekatkan
diri kepada Allah stw. Dalam paradikma jawa, pendidik diidentik dengan guru
(gu dan ru) yang berarti “digugu” dan “ditiru. Dikatakan digugu (dipercaya) karena
guru memiliki seperangkat ilmu yang memadai, yang karenannya ia memiliki
wawasan dan pandangan yang luas dalam melihat kehidupan ini.
Dikatakan ditiru (diikuti) karena guru memiliki kepribadian yang utuh, yang
karenanya segala tindak tanduknya patut dijadikan panutan dan suri teladan oleh
peserta didik. Pengertian ini diasumsikan bahwa tugas guru tidak sekedar transformasi
ilmu, tetapi bagaimana juga ia mampu menginternalisasikan ilmunya kepada peserta
didik.

Pada tataran ini terjadi sinkronisasi antara apa yang diucapkan oleh guru
(didengar oleh peserta didik) dan yang dilakukannya (dilihat oleh peserta didik).
Fungsi dan tugas pendidik dalam pendidikan dapat disimpulkan menjadi 3 bagian
yaitu;
1.      Sebagai pengajar (instuksional)
2.      Sebagai pendidik (educator)
3.      Sebagai pemimpin (managerial).[8]
Ag. Soejono merinci tugas pendidik dalam pendidikan islam sebagai berikut.
1. Wajib menemukan pembawaan yang ada pada anak-anak
didik dengan berbagai cara, seperti observasi, wawancara,
melalui pergaulan, angkeet dan sebagainya.
2. Berusaha menolong anak didik mengembangkan
pembawaan yang baik dan menekan perkembangan pembawaan
yang buruk agar tidak berkembang.
3. Memperlihatkan kepada anak didik tugas orang dewasa
dengan cara memperkenalkan berbagai bidang keahlian,
keterampilan, agar anak didik memilihnya dengan tepat.
4.  Mengadakan evaluasi setiap waktu unuk megetahui apakah perkembangan anak
didik berjalan dengan baik.
5.      Memberikan bimbingan dan penyuluhan tatkala anak didik menemui kesulitan
dalam mengembangkan potensinya.
·         Syarat Pendidik dalam Pendidikan Islam
      Menurut Ag. Soejono menyatakan bahwa syarat guru adalah sebagai berikut:
1.      Tentang umur, harus sudah dewasa
6
2.      Tentang kesehatan, harus sehat jasmani dan rohani
3.      Tentang kemampuan mengajar, ia harus ahli
4.      Harus berkesusilaan dan berdedikasi tinngi.
Syarat-syarat itu adalah sayarat-syarat guru pada umumnya. Syarat-syarat itu
dapat diterima dalam islam. Akan tetapi, mengenai syarat pada butir kedua, yaitu
tentang kesehatan jasmani, islam dapat menerima guru yang cacat jasmani, tetapi
sehat. Untuk guru di perguruan tinggi, misalnya, orang buta atau cacat jasmani
lainnya dapat diterima sebagai tenaga pengajar, asal cacat itu tidak merintangi
tugasnya dalam mengajar.
·         Sifat Pendidik dalam Pendidikan Islam
Al-Abrasyi menyebutkan bahwa guru dalam islam sebaiknya memiliki sifat-sifat
sebagai berikut.
Zuhud, bersih tubuhnya, bersih jiwanya, tidak ria, tidak memendam rasa
dengki dan iri hati, tidak menyenangi permusuhan, ikhlas dalam melaksanakan tugas,
sesuai dengan perbuatan dan perkataan, tidak malu mengakui ketidaktahuan,
bijaksana, tegas dalam perkataan dan perbuatan, rendah hati, lemah lembut, pemaaf,
sabar, berkepribadian, bersifat kebapaan/ keibuan, mengetahui karakter murid.[9]
3.                   Faktor Peserta Didik
·         Definisi peserta didik dalam pendidikan Islam
Peserta didik dalam pendidikikan Islam adalah individu  sedang tumbuh dan
berkembang, baik secara fisik, psikologi, sosial, dan religius dalam mengarungi
kehidupan di dunia dan di akirat kelak. Definisi tersebut memiliki arti bahwa peserta
didik  merupakan individu yang belum dewasa, yang  karenanya memerlukan orang
lain untuk menjadikan dirinya dewasa. Dalam istilah tasawuf, peserta didik sering kali
di sebut dengan” murid” atau  tholib. Secara etimologi, murid berarti” orang yang
mengheendaki”. Sedang menurut terminologi, murid adalah pencari hakiakat di
bawah bimbingan dan arahan seorang pembimbing spiritual(mursyid).istilah murid
atau  thalib   memiliki kedalaman makna  dari pada penyebutan siswa. Artinya, dalam
proses pendidikan itu terdapat individu yang secara  sungguh-sungguh menghendaki
dan mencari ilmu pengetahuan, serta menunjukkan bahwa adanya keaktifan  pada
peserta didik dalam proses  belajar mengajar, bukan pada pendidik sehingga proses
pendidikn agar tercapai hasil yang maksimal. 
·         Paradigma Peserta Didik dalam Pendidikan  Islam    
Dalam proses belajar mengajar, seorang pendidik harus sedapat mungkin
memahami hakikat peserta didiknya sebagai subjek dan objek pendidikan. Kesalahan
dalam memahami hakikat peserta didik menjadikan kegagalan dalam proses
pendidikan. Beberapa hal yang perlu di pahami mengenai karakteristik peserta didik
adalah  

7
Pertama, peserta didik bukan miniatur orang dewasa, ia mempunyai dunianya
sendiri, sehingga  metode belajar mengajar tidak boleh di samakan dengan orang
dewasa.
Orang dewasa tidak patut mengeksploitasi dunia peserta didik, dengan mematuhi
segala aturan dan keinginanya. Sehingga peserta didik  kehilangan dunianya. Peserta
didik yang kehilangan dunianya, maka menjadikan kehampaan hidup di kemudian
hari
Kedua, peserta didik memiliki kebutuhan dan menuntut untuk pemenuhan
kebutuhan itu semaksimal mungkin. 
Ketiga, peserta didik memiliki perbedaan antara individu dengan individu yang
lain, baik perbedaan yang di sebabkan dari faktor indogen (fitroh)  maupun dari faktor
eksogen (lingkungan) yang meliputi segi jasmani, intelegensi, sosial, bakat, minat,
dan lingkungan yang mempengaruhinya.
Keempat, peserta didik dipandang sebagai kesatuaan sistem manusia. Sesuai
dengan hakikat manusia, peserta didik sebagai makhluk monopluralis, maka pribadi 
peserta didik walaupun terdiri dari banyak segi, merupakan satu kesatuaan jiwa raga
(cipta, rasa dan karsa).[10]
Kelima, peserta didik merupakan subjek sekaligus dalam pendidikan yang
dimungkinkan dapat aktif, kreatif, serta produktif. Setiap peserta didik  memiliki
aktivitas sendiri (swadaya) dan kreatifitas sendiri (daya cipta), sehingga dalam
pendidikan tidak memandang anak sebagai objek pasif yang bisanya hanya menerima,
mendengar saja.
Keenam, peserta didik mengikuti  periode-periode perkembangan tertentu dan
mempunyai pola perkembangan serta tempo dan iramanya. Implikasi dalam
pendidikan adalah bagaimana proses pendidikan itu dapat di sesuaikan dengan pola
dan tempo, serta irama perkembangan peserta didik. Karena kadar kemampuan
peserta didik sangat di tentukan oleh usia atau periode perkembangan   
Peserta didik merupakan individu yang akan dipenuhi kebutuhan ilmu
pengetahuan, sikap, dan tingkah lakunya, sedangkan pendidik adalah  individu yang
akan memenuhi kebutuhan tadi. Akan tetapi, dalam proses kehidupan dan pendidikan
secara umum, batas antara keduanya sulit di tentukan, karena adanya saling mengisi
dan saling membantu, saling meniru dan di tiru, saling memberi dan menerima
inforormasi yang di hasilkan, akibat dari komunikasi yang di mulai dari kepekaan
indra, pikiran, daya aspersepsi, dan ketrampilan umtuk melakukan sesuatu yang
mendorong internalisasi dan individualisasi pada diri individu sendiri.
·         Sifat-Sifat dan Kode Etik Peserta Didik Dalam Pendidikan Islam
Sifat-sifat dan kode etik peserta didik merupakan kewajiban yang harus di
laksanakannya dalam proses belajar mengajar, baik langsung maupun tidak langsung.
Al-Ghozali, yang di kutip oleh

8
Fathiyah Hasan Sulaiman, merumuskan sebelas pokok kode etik peserata didik,
yaitu:
1.      Belajar dengan niat ibadah dalam rangka taqarrub kepada Allah SWT, sehingga
dalam kehidupan sehari-hari peserta didik dituntut untuk menyucikan jiwanya dari
akhlaq yang rendah dan watak yang tercela( takhalli) dan mengisi dengan akhlaq yang
terpuji ( tahalli) (perhatikan QS. Al-an’am: 162, al-Dzariyat:56).
2.      Mengurangi kecenderungan pada duniawi di bandingkan masalah ukhrawi( QS.
Adh-Dhuha: 4). Artinya, belajar tak semata-mata untuk  mendapatkan pekerjaan, tapi
juga belajar ingin berjihad melawan kebodohan demi mencapai derajat kemanusiaan
yang tinggai, baik di hadapan manusia dan Allah SWT.
3.      Bersikap tawadlu’ (rendah hati) dengan cara menaggalkan kepentingan pribadi
untuk kepentingan kepribadiaannya.sekalipun ia cerdas,tetapi ia bijak dalm
menggunakan kecerdasan itu  pada pendidiknya, termasuk juga bijak kepada  teman-
temannya yang IQ-nya lebih rendah.
4.      Menjaga pikiran dan pertentangan yang yang timbul dari berbagai aliran,sehingga
ia terfokus  dan dapat memperoleh satu kompetensi yang utuh dan mendalam dalam
belajar.[11]

5.      Mempelajari ilmu-ilmu yang terpuji( mahmudah ) baik untuk ukhrawi maupun


untuk duniawi, serta  meningalkan ilmu-ilmu duniawi, serta meninggalkan ilmu-ilmu
yang  tercela( madzmudah ). Ilmu terpuji dapat mendekatkan diri kepeda Allah,
sementara ilmu tercela akan menjauhkan dari Allah dan mendatangkan permusuhan
antar sesamanya.
6.      Belajar dengan bertahap atau berjenjang dengan memulai pelajaran yang mudah
menuju pelajaran yang sukar atau sulit atau ilmu yang fardu’ain menuju ilmu
yang fardu kifayah (QS.Insyiqaq: 19) 
7.      Belajar ilmu sampai tuntas untuk kemudian beralih pada ilmu yang lainnya,
sehingga peserta didik memiliki spesifikasi ilmu  pengetahuaan secara mendalam.
Dalam konteks ini,
spesialisasi jurusan diperlukan agar peserta didik  memiliki  keahlian dan kompetensi
khusus (QS. al-Insyirah: 7)
8.      Mengenal nilai-nilai  ilmiah atas ilmu pengetahuaan yang di pelajari, sehingga
mendatangkan objektivitas dalam memandang suatu masalah.
9.      Memprioritaskan ilmu diniyah yang terkait dengan  kewajiban sebagai makhluk
Allah SWT, sebelum memasuki ilmu duniawi.
10.  Mengenal nilai-nilai  pragmatis bagi suatu ilmu pengetahuaan,ilmu yang
bermanfaat dapat membahagikan, menyejahterakan serta memberi keselamatan dunia
akhirat.

9
11.  Peserta didik harus tunduk pada nasehat pendidik sebagaimana tunduknya orang
sakit terhadap dokternya, mengikuti  segala prosedur dan metode mazhab yang di
ajarkan oleh pendidik-pendidik pada umumnya.
Ali bin abi Thalib memberikan syarat bagi peserta didik dengan enam macam
sebagaimana dalam syairnya yang artinya: “ Ingatlah! Engkau tidak akan bisa
memperoleh ilmu kecuali karena enam syarat; aku akan menjelaskan keenam syarat
itu padamu, yaitu: kecerdasan, hasrat atau motivasi yang keras, sabar, modal (sarana),
petunjuk guru, dan masa yang panjang (kontinu).[12]
Menurut Muhammad bin Jamil Zainul dalam bukunya Solusi Pendidikan
Anak Masa Kini menjelaskan bahwa: Hendaknya murid memelihara beberapa etika
belajar sebagai berikut:
1.      Menghormati guru, karena beliau yang mengajarinya apa yang dapat bermanfaat
untuk agama dan dunianya.
2.      Memperhatikan dengan baik ketika guru menyampaikan pelajaran agar ia dapat
mengambil manfaat dari pelajaran itu.
3.      Tidak berbicara kecuali mendapatkan izin, ini di lakukan untuk menjaga proses
belajar agar tetap tentang dan tidak ada kegaduhan.
4.      Meminta izin ketika bertanya dan tidak banyak bertanya, ini dilakukan untuk
belajar dan tidak tidak membuang waktu yang ada.
5.  Melakukan perintah guru, menerima arahan-arahan dan nasihat darinya, selagi guru
tidak memerintahkan untuk bermaksiat kepada Allah.
6.Tidak melakukan hal-hal di luar pelajaran agar dapat memperoleh manfaat dari
pelajaran yang di sampaikan.
7. Memperhatikan dengan seksama apa yang di sampaikan guru dan tidak tidur pada
waktu belajar.
8.      Membuat daftar catatan yang penting dalam pelajaran pada buku tulis khusus
untuk mempermudah dalam mengulangi dan menghafalkan.
9.      Apabila ada siswa yang masuk pelajaran terlambat, hendaknya ia meminta izin
sebelum masuk, kemudian memberi salam kepada teman-temanya.
10.  Kepada murid yang perempuan sebaiknya memakai hijab dan murid menjaga
perilaku dan sopan santun terhadap teman-temannya.
4.      Faktor alat
·         Pengertian Faktor Alat
Dalam pengertian yang luas, peralatan pendidikan adalah semua yang
digunakan guru dan dalam proses pendidikan. Ini mencakup perangkat keras dan
perangkat lunak. Perangkat keras misalnya gedung sekolah dan alat laboratorium dan
perangkat lunak misalnya kurikulum, metode, dan evaluasi pendidikan Islam.
1.      Perangkat keras
Peralatan yang berupa gedung, perpustakaan, alat-alat yang digunakan tatkala belajar
di kelas, amat erat hubungannya dengan mutu sekolah, apalagi bila alat-alat peraga,
10
alat-alat laboratorium. Banyak sekali konsep pengetahuan yang harus dipelajari murid
yang amat sulit, bahkan tidak mungkin dipahami tanpa bantuan alat pelajaran.
Sekalipun sederhana, tokoh-tokoh pendidikan islam dahulu sudah mengetahui
pentingnya alat-alat bagi peningkatan mutu pendidikan. Dimulai dari yang amat
sederhana, sampai penggunaan alat yang amat moderen, dilihat dari sudut
perkembangan teori pendidikan ketika itu.
Pada masa permulaan islam, alat-alat yang digunakan dalam pengajaran amat
sederhana. Pengajarn diberikan di rumah. Kadang-kadang di masjid atau halaman
masjid. Orang Islam ketika itu mengirimkan anak-anaknya belajar di masjid.

Orang Islam Indonesia sekarang ini sudah mengetahui perlunya alat-alat


pendidikan untuk membangun sekolah yang bermutu. Jenis-jenis peralatan sekolah
pada umumnya sama, kecuali bagi sekolah-sekolah tertentu sesuai dengan tujuan
kurikulernya. 
Sekolah-sekolah islam sampai saat ini masih sering menghadapi kekurangan biaya
dalam pengadaan alat pelajaran. Kekuraangan dana itu pun ditambah dengan
kenyataan lemahnya perencanaan dan kurangnya penelitian. Dengan demikian, dana
yang kurang menjadi lebih besar dampaknya terhadap rendahnya mutu sekolah.
Peralatan sekolah harus dirancang secara menyeluruh dan teliti. Dahulukan alat-
alat yang sangat diperlukan. Seperti Tiruan tubuh manusia untuk memahami anatomi
manusia, rekaman video tentang salat dan wudlu alat-alat mutlak yang wajib ada
yakni buku-buku perpustakaan. Hal lain yang perlu mendapat perhatian ialah ruang
belajar. Ruang belajar yang baik tidak selalu mahal. Pengelolaannya itulah yang amat
menentukan.[13]
2.      Perangkat lunak
a.       Kurikulum pendidikan Islam
Dalam bahasa asalnya (bahasa latin), kata kurikulum berarti run a way, yaitu
lari menuju garis finish untuk mencapai kemenangan. Dari sini dapat diartikan bahwa
kurikulum adalah serangkaian mata pelajaran yang akan disampaikan kepada peserta
didik dengan tujuan tertentu.
Kurikulum dalam pendidikan Islam dikenal dengan istilah manhaj yang berarti
jalan terang yang dilalui oleh pendidik beserta anak didiknya untuk mengembangkan
pengetahuan, ketrampilan, dan sikap mereka (kognitif, afektif, dan psikomotorik)
yang berpijak kepada al-Qur’an dan hadits sebagai dasar utama pelaksanaan
pendidikan Islam.
Terkait dengan kurikulum yang akan disampaikan kepada peserta didik, sejumlah
pakar pendidikan seringkali merujuk kepada QS. Luqman: 13

11
“dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi
pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah,
Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".
Berdasarkan ayat di atas, dapat disimpulkan bahwa materi pelajaranyang
disampaikan kepada anak didik adalah:
a)      Pendidikan ketauhidan
b)      Pendidikan akhlak
c)      Pendidikan amar ma’ruf nahi munkar
d)     Pendidikan kesabaran
Rumusan kurikulum ini masih cenderung bernuansa akhirat oriented. Padahal,
apabila mengacu pada tujuan pendidikan Islam yakni pendidikan Islam tidak memilih-
milih antara dunia dan akhirat. Namun, bisa diprediksi bahwa kurikulum pendidikan
Islam yang akhirat oriented akan mengalami kendala besar apabila dihadapkan
dengan masalah profesionalisme dan keahlian. Dengan demikian, tuntutan terhadap
perubahan kurikulum pendidikan Islam merupakan hal yang logis dan tidak bisa
ditunda-tunda lagi.
Agar kurikulum pendidikan Islam tetap relevan dan bisa berbuat banyak di
masyarakat, maka design kurikulum harus peka terhadap kebutuhan masyarakat dan
dinamika zaman. Untuk itu, setidak-tidaknya ada hal yang harus ada dalam kurikulum
pendidikan Islam, yaitu pertama, pendidikan perlu mengintregasikan kajian
keagamaan, pengetahuan, teknologi, seni dan budaya, dalam suatu program
kurikulum yang integral baik dari segi filosofis, teoritik, maupun
oprasionalnya. Kedua, kurikulum pendidikan Islam harus mengakomodasi
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK)dan dipadukan dengan iman
dan takwa dan harus relevan, responsif serta mampu mengantisipasi skenario
perubahan di masa yang akan datang.
b.      Metode pendidikan Islam
Secara etimologi, kata metode berasal dari bahasa yunani metodos. Kata ini terdiri
dari dua suku kata yaitu “metha” yang berarti melalui atau melewati, dan
“hodos”yang bermakna jalan atau cara. Jadi, metode berarti suatu jalan yang dilalui
untuk mencapai tujuan. Dengan demikian, metode pendidikan Islam bisa diartikan
sebagai suatu cara yang harus dilalui dalam menyajikan bahan pelajaran untuk
mencapai tujuan pendidikan Islam.
H.M. Arifin menawarkan metode pendidikan Islam sebagai berikut:
a)      Metode situasional dan kondisional dalam pembelajaran
b)      Metode kebermaknaan
c)      Metode dialog
d)     Metode pemberian teladan yang baik
e)      Metode diskusi
f)       Metode demonstrasi
12
g)      Metode hadiah dan hukuma
Jauh sebelumnya, Ibnu Khaldun juga menawarkan beberapa metode alternatif
yang bisa diterapkan dalam pendidikan Islam, antara lain:
a)      Metode ilmiah modern
b)      Metode gradasi dan penulangan
c)      Menggunakan media audio- visual
d)     Melakukan karya wisata
e)      Menghindari sistem pengajaran materi pelajaran dalam bentuk rangkuman
f)       Memberikan sanksi yang proporsional untuk menumbuhkan motivasi belajar
Senada dengan Ibnu Khaldun, al-Ghozali menyarankan agar membedakan
metode pengajaran yang dipakai untuk anak-anak, remaja, dan orang dewasa.
Menurutnya, kewajiban utama dari guru adalah mengajarkan kepada anak didik
pelajaran yang mudah dipahami. Sebab, masalah-masalah yang sulit bisa
menyebabkan ‘merusak’ pikiran anak didik, dan akibat terburuknya adalah mereka
justru malas belajar.
Di era globalisasi,  menurut Abdurrahman Mas’ud, seorang guru harus
memilih metode yang sesuai dengan nilai-nilai humanisme religius, meskipun pada 
akhirnya elemen-elemen pendidikan menjadi kurang signifikan seiring dengan
kemajuan teknologi informasi dan sains. Dia menambahkan bahwa trend di masa
mendatang adalah sejauh mana siswa memanfaatkan komputer sebagai guru utama
dan sejauh mana seorang guru mampu mengantar siswanya untuk bukan sekedar
memiliki teknologi seperti memiliki komputer, melainkan bagaimana menggunakan
dan memanfaatkannya sebagai media belajar.[14]

c.       Evaluasi pendidikan Islam


Edwind Wendt dan Gerald W. Brown menyatakan bahwa
evaluasi adalah totalitas tindakan atau proses yang dilakukan
untuk menilai sesuatu yang berkaitan dengan dunia pendidikan.
Yang dimaksud dengan penilaian dalam pendidikan adalah
keputusan-keputusan yang diambil dalam proses pendidikan
secara umum: baik secara perencanaan, pengelolaan, proses
dan tindak lanjut pendidikan atau yang menyangkut
perorangan, kelompok, maupun kelembagaan. Jadi, yang
dimaksud dengan evaluasi pendidikan Islam adalah
pengambilan sejumlah keputusan yang berkaitan dengan
pendidikan Islam guna melihat sejauh mana keberhasilan
pendidikan yang selaras dengan nilai-nilai Islam sebagai tujuan
dari pendidikan Islam itu sendiri.
Menurut Armai Arief, fungsi evaluasi pendidikan Islam, antara lain:
a)      Untuk mengetahui efektivitas cara belajar mengajar yang telah dilakukan
b)      Untuk mengetahui prestasi belajar siswa
c)      Untuk mengumpulkan informasi tentang taraf perkembangan dari anak didik
d)     Sebagai bahan laporan kepada wali murid
13
e)      Untuk membandingkan hasil pembelajaran yang diperoleh sebelumnya
Menurut Muhaimin, dkk, pelaksanaan evaluasi pendidikan Islam perlu
dipegang prinsip-prinsip sebagai berikut:
a)      Agar evaluasi pendidikan sesuai dan dapat mencapai sasaran yang diharapkan
b)      Evaluasi harus obyektif
c)      Evaluasi dilakukan secara komprehensif
d)     Evaluasi dilakukan secara kontinue[15]

5. Faktor Lingkungan 
Lingkungan merupakan sesuatu yang mempengaruhi pada pertumbuhan dan
perkembangan jiwa anak. Adapun pengaruh lingkungan dapat dibagi menjadi dua
sebagai berikut:
a.       Pengaruh lingkungan dapat dikatakan positif, bilamana lingkungan itu dapat
memberikan dorongan atau motivasi dan rangsangan kepada anak untuk berbuat hal-
hal yang baik.
b.      Sebaliknya pengaruh lingkungan dapat dikatakan negatif, bilamana keadaan
sekitar anak itu tidak dapat memberikan pengaruh baik. 
Karena itu berhasil atau tidaknya pendidikan islam disekolah juga banyak
ditentukan oleh keadaan lingkungan daripada anak didik.[16]
14
BAB lll
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

  Faktor-faktor pendidikan islam adalah sesuatu yang ikut menentukan


keberhasilanpendidikan islam yang memiliki beberapa bagian yang saling
meendukung satu sama lainnya.
  Di dalam ilmu pendidikan islam kita mengenal beberapa macam faktor pendidikan,

diantaranya adalah sebagai berikut.


a.       Faktor tujuan
b.      Faktor pendidikan 
c.       Faktor anak didik 
d.      Faktor lingkungan.

15
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Pespektif Islam, Bandung: PT. Remaja
Rosda Karya, 2005
Ahmad Tantowi, Pendidikan Islam, Semarang: Pustaka Rizqi Putra, 2002
Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Jakarta:
Ciputat Pres, 2002
Bukhori Umar, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Amzah, 2010
Dr. Zakiah Darajat, dkk, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Bumi
Angkasa, 2001
Suyanto, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana, 2006
Z. AG. S, Methodik Khusus Pendidikan Agama, Malang: Cetakan ke VIII,
1983

16

Anda mungkin juga menyukai