Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

ANALISIS FILOSOFIS TENTANG PESERTA DIDIK DALAM


FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
“Filsafat Pendidikan Islam”
Dosen Pengampu : Euis Dewi Wijayanti,S.Pd,.M.Pd.I

Disusun oleh :
KELOMPOK 6

Listiani Fitria 19111391


Melia Nur Padila 19111401
Siska Nurul Rohmah 19111521
Agung Ilham Ismail 19111591
Sudirman 1802401

PAI 2 D

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM CIPASUNG
2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa selalu kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan limpahan Rahmat, Taufik dan hidayah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini. Sholawat serta salam tak lupa kita curahkan
kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukan kebaikan dan kebenaran
didunia dan akhirat kepada umat manusia.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas kelompok "Filsafat Pendidikan
Islam"dan juga untuk khalayak ramai sebagai bahan penambah ilmu pengetahuan
serta informasi yang semoga bermanfaat.
Makalah ini kami susun dengan segala kemampuan kami dan semaksimal
mungkin. Namun, kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tentu
tidaklah sempurna dan masih banyak kekurangan. Maka dari itu kami sebagai
penyusun makalah ini mohon kritik, saran dan pesan dari semua yang membaca
makalah ini.

Tasikmalaya, 19 Februari 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................... i


DAFTAR ISI ..................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1
A. Latar Belakang ....................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................. 1
C. Tujuan .................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................. 2
A. Pengertian Peserta didik ........................................................................ 2
B. Potensi peserta didik .............................................................................. 3
C. Kebutuhan Peserta Didik ....................................................................... 5
D. Dimensi Peserta Didik ........................................................................... 7
BAB III PENUTUP .......................................................................................... 20
A. Kesimpulan ............................................................................................ 20
B. Saran ...................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 21

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam perspektif pendidikan Islam, tujuan hidup seorang muslim nada
hakikatnya adalah mengabdi kepada Allah. Pengabdian pada Allah sebagai
realisasi dari keimanan yang diwujudkan dalam amal, tidak lain untuk mencapai
derajat orang yang bertaqwa disisi-Nya. Beriman dan beramal saleh merupakan
dua aspek kepribadian yang dicita-citakan oleh pendidikan Islam sedangkan
hakikat tujuan pendidikan Islam adalah terbentuknya insan yang memiliki
dimensi religius, berbudaya dan ber- kemampuan ilmiah, dalam istilah lain
disebut "insan kamil."
Untuk mengaktulisasikan tujuan tersebut, seorang pendidik memiliki
tanggungjawab untuk mengantarkan peserta didik ke arah tujuan tersebut, yaitu
dengan menjadikan sifat-sifat Allah sebagai bagian dari karakteristik
kepribadiannya. Untuk itu, keberadaan pendidik dalam dunia pendidikan sangat
krusial. Hal ini disebabkan kewajibannya tidak hanya mentransformasikan
pengetahuan (knowledge) belaka, akan tetapi juga dituntut menginternalisasikan
nilai-nilai (value/gimah) pada peserta didik. Bentuk yang ditransformasikan dan
disosialisasikan paling tidak meliputi: nilai nilai etis, nilai pragmatis, nilai effect
sensoric, dan nilai religius.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian peserta didik ?
2. Bagaimana potensi peserta didik ?
3. Apa kebutuhan peserta didik ?
4. Bagaimana dimensi peserta didik ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian peserta didik.
2. Untuk mengetahui potensi peserta didik.
3. Untuk mengetahui kebutuhan peserta didik.
4. Untuk mengetahui dimensi peserta didik.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Peserta didik

Peserta didik merupakan salah satu dari komponen pendidikan yang tidak
bisa ditinggalkan, karena tanpa adanya peserta didik tidak akan mungkin proses
pembelajaran dapat berjalan. Peserta didik merupakan komponen manusiawi
yang menempati posisi sentral dalam proses belajar-mengajar. Didalam proses
belajarmengajar, peserta didik sebagai pihak yang ingin meraih cita-cita,
memiliki tujuan dan kemudian ingin mencapainya secara optimal.

Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 peserta didik adalah anggota


masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses
pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.

Menurut Sudarwan Danim (2010: 1) “Peserta didik merupakan sumber


utama dan terpenting dalam proses pendidikan formal”. Peserta didik bisa
belajar tanpa guru. Sebaliknya, guru tidak bisa mengajar tanpa adanya peserta
didik. Oleh karena itu kehadiran peserta didik menjadi keniscayaan dalam proses
pendidikan formal atau pendidikan yang dilembagakan dan menuntut interaksi
antara pendidik dan peserta didik.

Disamping itu Oemar Hamalik (2004: 99) menjelaskan bahwa “Peserta didik
merupakan salah satu komponen dalam pengajaran, disamping faktor guru,
tujuan, dan metode pengajaran”. Sedangkan Samsul Nizar (2002: 47)
menjelaskan bahwa “Peserta didik merupakan orang yang dikembangkan”.

Dilain pihak Abu Ahmadi (1991: 251) juga menjelaskan tentang pengertian
peserta didik yaitu “Peserta didik adalah orang yang belum dewasa, yang
memerlukan usaha, bantuan, bimbingan orang lain untuk menjadi dewasa, guna
dapat melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Tuhan, sebagai umat manusia,
sebagai warga negara, sebagai anggota masyarakat dan sebagai suatu pribadi
atau individu”.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa peserta


didik adalah seseorang yang mengembangkan potensi dalam dirinya melalui
proses pendidikan dan pembelajaran pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan
tertentu. Peserta didik bertindak sebagai pelaku pencari, penerima dan
penyimpan dari proses pembelajaran, dan untuk mengembangkan potensi
tersebut sangat membutuhkan seorang pendidik/guru.

2
B. Potensi peserta didik

Manusia diciptakan Allah bukan tanpa latar belakang dan tujuan. Hal ini
tengambar dalam dialog Allah dan malaikat diawal penciptaannya. Tujuan
penciptaan Adam sebagai nenek moyang manusia adalah sebagai khalifah dalam
kedudukan ini, manusia tidak mungkin mampu melaksanakan tugas
kekhalifahannya, tanpa dibekali dengan potensi yang memungkinkan dirinya
mengemban tugas tersebut.

Dalam perspektif Islam, potensi atau fitrah dapat dipahami sebagai ke-
mampuan atau hidayah yang bersifat umum dan khusus yaitu:

a. Hidayah Wujdaniyah yaitu potensi manusia yang berwujud insting atau


naluri yang melekat dan langsung berfungsi pada saat manusia dilahirkan di
muka bumi.
b. Hidayah Hisysyiyah yaitu potensi Allah yang diberikan kepada manusia
dalam bentuk kemampuan indrawi sebagai penyempurnaan hidayah
wujudiyah.
c. Hidayah Aqliah yaitu potensi akal sebagai penyempurna dari kedua hidayah
di atas. Dengan potensi akal ini manusia mampu berpikir dan berkreasi
menemukan ilmu pengetahuan sebagai bagian dari fasilitas yang diberikan
kepadanya untuk fungsi kekhalifahannya.
d. Hidayah Diniyah yaitu petunjuk agama yang diberikan kepada manusia yang
berupa keterangan tentang hal-hal yang menyangkut keyakinan dan aturan
perbuatan yang tertulis dalam al-Quran dan Sunnah. yang berupa keterangan
tentang hal-hal yang menyangkut keyakinan
e. Hidayah Taufiqiyah yaitu hidayah yang sifatnya khusus. Sekalipun agama
telah diturunkan untuk keselamatan manusia, tetapi banyak manusia yang
tidak menggunakan akal dalam kendali agama. Untuk itu agama menuntut
agar manusia senantiasa berupaya memperoleh dan diberi petunjuk yang
lurus berupa hidayah dan taufiq guna selalu berada dalam keridhaan Allah.

Quraish Shihab berpendapat bahwa untuk menyukseskan tugas- tugas


kekhalifahan di muka bumi, Allah mempe engkapi manusia dengan potensi-
potensi tertentu, antara lain:

a. Kemampuan untuk mengetahui sifat-sifat, fungsi dan kegunaan segala


macam benda. Hal ini tergambar dalam Firman Allah SWT: "Dia telah
mengajarkan kepada Adam nama-nama benda seluruhnya" (QS. 2:31)
b. Ditundukkan bumi, langit dan segala isinya, binatang-binatang, planet dan
sebagainya oleh Allah kepada manusia (QS. 45:12-13).
c. Potensi akal fikiran serta panca indera (QS. 67:23).
d. Kekuatan positif untuk merobah corak kehidupan manusia (QS. 13:11)

3
Di samping potensi yang tersebut di atas, manusia dilengkapi dengan
potensi yang bersifat negatif yang merupakan kelemahan manusia, yaitu :
Pertama, potensi untuk terjerumus dalam godaan hawa nafsu dan syetan. Hal ini
digambarkan dengan upaya syetan menggoda Adam dan Hawa, sehingga
keduanya melupakan peringatan Tuhan untuk tidak mendekati pohon terlarang
(QS. 20: 15-27). Kedua, banyak masalah yang tak dapat dijangkau oleh pikiran
manusia, khususnya menyangkut diri, masa depan, dan banyak hal lain yang
menyangkut kehidupan manusia.

Dalam pandangan lain, Hasan Langulung memandang bahwa pada


prinsipnya potensi manusia menurut pandangan Islam tersimpul pada sifat- sifat
Allah (asma'ul husna). Sebagai contoh sifat al-ilmu yang dimiliki Allah, maka
manusia pun memiliki sifat tersebut. Dengan sifat al-ilmu, manusia senantiasa
berupaya untuk mengetahui sesuatu. Untuk mengaktifkan potensi ini, maka
Allah menjadikan alam dan isinya termasuk diri manusia sebagai ayat Allah
yang harus dibaca dan dianalisa. Namun demikian, bukan berarti kemanmpuan
manusia sama tingkatannya dengan kamampuan lah, Hal ini disebabkan karena
perbedaan hakekat keduanya. Manusia memiliki keterbatasan, sedangkan Allah
tanpa batas. Dan keterbatasan tarsebut, menjadikan manusia sebagai makhluk
yang memerlukan bantuan untuk memenuhỉ keinginannya. Keadaan ini
menyadarkan manusia akan keterbatasannya dan ke-Mahakuasaan Allah.
Dengan potensi ini, manusia dituntut untuk senantiasa memiliki jalinan rohani
kepada Allah, baik mela- lui zikir atau aktivitas zikir lainnya, mengingat
manusia adalah ciptaan Allah yang dependen pada Yang Maha Pencipta.

Karena adanya potensi negatif serta keterbatasan manusia, maka Allah


menganugerahkan kepada manusia berbagai potensi positif pada manusia agar ia
mampu mengetahui hakekat dan petunjuk-petunjuk Allah. Firman Allah SWT:
Artinya : "Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah
tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.
Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi ke-
banyakan nanusia tidak mengetahui".

Pengertian fitrah yang ditunjukkan ayat di atas memberi pengertian


bahwa manusia ciptaan Allah dengan naluri beragama tauhid yaitu Islam.
Namun dalam pengembangan selanjutnya, Hasan Langulung memberi dimiliki
pengertian fitrah oleh setiap manusia. Potensi tersebut merupakan embrio semua
kemam- puan manusia yang memerlukan penempaan lebih lanjut dan
lingkungan insani maupun non insani untuk bisa berkembang. Untuk
rnengaktualisasikan potensi yang dimilikinya tersebut, manusia memerlukan
bantuan lain yaitu proses pendidikan.

4
C. Kebutuhan Peserta Didik
Semua hal yang sangat perlu juga diperhatikan oleh seorang pendidik
dalam membimbing peserta didik adalah kebutuhan mereka. Al-Qussy)
membagi kebutuhan manusia dalam dua kebutuhan pokok yaitu:
a. Kebutuhan primer, yaitu kebutuhan jasmani seperti makan, minum, seks dan
sebagainya.
b. Kebutuhan sekunder, yaitu kebutuhan rohaniah
Selanjutnya ia membagi kebutuhan rohaniah kepada enam maca yaitu:
a. Kebutuhan kasing sayang
b. Kebutuhan akan rasa aman
c. Kebutuhan akan rasa harga diri
d. Kebutuhan akan rasa bebas
e. Kebutuhan akan sukses
f. Kebutuhan akan suatu kekuatan pembimbing atau pengendalian diri
manusia,seperti pengetahuan lain yang ada pada setiap manusia berakal.

Selanjutnya Law Head membagi kebutuhan manusia sebagai berikut:

a. Kebutuhan jasmani, seperti makan, minum, bernafas, perlindungan, seksual,


kesehatan dan lain-lain.
b. Kebutuhan rohani, seperti kasih sayang, rasa aman, penghargaan, belajar,
menghubungkan diri dengan dunia yang lebih luas (mengabdikan diri),
mengaktualisasikan dirinya sendiri dan lain- lain.
c. Kebutuhan yang menyangkut jasmani rohani, seperti istirahat, rekreasi,
butuh supaya setiap potensi-potensi fisik dapat dikembangkan semaksimal
mungkin, butuh agar setiap usaha/pekerjaan sukses dan lain-lain
d. Kebutuhan sosial, seperti supaya dapat diterima oleh teman-temannya
secara wajar, supaya dapat diterima oleh orang lebih tinggi dan dia seperti
orang tuanya, guru-gurunya dan pemimpin-pemimpinnya, seperti kebutuhan
untuk memperoleh prestasi dan posisi.
e. Kebutuhan yang lebih tinggi sifatnya (biasanya dirasakan lebih akhir)
merupakan tuntutan rohani yang mendalam yaitu, kebutuhan untuk
meningkatkan diri yaitu kebutuhan terhadap agama
Kutipan di atas menunjukkan bahwa kebutuhan yang paling esensi
adalah kebutuhan terhadap agama. Agama dibutuhkan manusia karena
memerlukan orientasi dan objek pengabdian dalam hidupnya. Oleh karena itu,
tidak ada seorangpun yang tidak membutuhkan agama, Para ahli tafsir
Mohammad Hijazi, Sayyid Muhammad Husin at-Thaba Thabai, dan Musthafa
at-Maraghi mempunyai pendapat yang sama bahwa fitrah beragama pada
hakekatnya adalah kebutuhan manusia. Oleh karena itu, para ahli menyebut
bahwa manusia adalah makhluk yang beragama "home ". Sementara religius

5
bungan manusia dengan agama para ahli psikologi membahas pula secara ilmiah
hubungan manusia dengan agama.
Zakiah Daradjat, mengemukakan bahwa pada masa kanak-kanak pertama
(2 sampai 6 tahun), mungkin si anak menanyakan tentang Tuhan (rupa-Nya,
tempat-Nya dan kekuasaan-Nya). Mulai umur lebih kurang tujuh tahun,
pertanyaan anak-anak terhadap Tuhan telah berganti dengan cinta dan hormat.
Hubungannya dipengaruhi oleh rasa percaya dan iman. Pada akhir masa anak-
anak (10-12 tahun), fungsi Tuhan bagi anak telah meningkat. Bagi anak,
eksistensi Tuhan adalah zat penolong baginya dalam menghadapi dorongan jahat
dan baik dalam hatinya, serta melindungi vang lemah, terutama bila ia merasa
lemah dan merasa kekurangan. Gambaran Allah yang seperti itu akan menolong
si anak dalam kesukaran dan penderitaan. Sementara pada umur remaja,
kepercayaan kepada Tuhan kadang-kadang sangat kuat, akan tetapi pada saat
yang lain menjadi berkurang. Hal ini terlihat pada aktivitas ibadahnya yang
kadang-kadang rajin dan kadang-kadang malas. Perasaannya kepada Tuhan
tergantung pada perubahan emosi yang dialaminya. Kadang-kadang ia sangat
mem- butuhkan Tuhan ketika mereka akan menghadapi bahaya, takut akan gagal
atau merasa berdosa. Tapi kadang-kadang ia kurang membutuhkan Tuhan,
ketika merasa senang dan gembira."
Yamani, mengemukakan bahwa tatkala Allah membekali insan itu
dengan nikmat berfikir dan daya penelitian, dirinya juga rasa bingung dan
bimbang untuk memahami dan menganalisa alam sekitarnya di samping rasa
ketakutan terhadap kegarangan dan kebengisan alam. Hal ini mendorong
manusia mencari suatu kekuatan yang dapat melindungi dan bimbingnya disaat
yang gawat. Ketika manusia primitif menemukan apa yang dicarinya pada gejala
alam dan menetapkannya sebagai "tuhan". Dengan demikian timbullah
penyembahan terhadap api, matahari, bulan atau benda-benda laianya dan
gejala-gejala alam tersebut.
Berangkat dari penjelasan di atas, bila dikaitkan dengan pendidikan, aka
kebutuhan-kebutuhan peserta didik tersebut harus diperhatikan oleh setiap
pendidik. Dengan demikian, peserta didik akan tumbuh d berkembang mencapai
kematangan psikis dan fisik sesuai dengan Dil nilai ajaran yang benar. Di
samping memperhatikan kebutuhan-kebutuh biologis dan psikologis ataupun
kebutuhan primer dan sekunder sene yang dijelaskan di atas, pendidik
hendaknya ikut memperhatikan peme. nuhan kebutuhan psikologis peserta didik
terhadap agama yang diyakini dan persoalan-persoalan rohaniah lainnya yang
terjadi pada dirinya. Bila hal ini dilakukan, gejolak peserta didik terhadap
berbagai aktivitas negatif akan mampu dihindari. Akan tetapi, bila pendidik
hanya melaksanakan sebatas tugasnya sebagai transfor of knowledge belaka,
maka peserta didik akan mencari jawaban terhadap gejolak dirinya pada hal-hal
yang terlarang, baik agama maupun moral.

6
D. Dimensi Peserta Didik
Menurut Widodo Supriyono manusia merupakan makhluk multi-
dimensional yang berbeda dengan makhluk-makhluk lainnya. Secara besar, ia
membagi manusia pada dua dimensi yaitu dimens jasmani dan rohani. Secara
rohani, manusia mempunyai potensi kerohanian yang tak ter- hingga banyaknya.
Potensi-potensi tersebut nampak dalam bentuk memahami sesuatu (ulil albab)
meliputi kemampuan berfikir, mempergunakan akal, beriman, bertaqwa,
mengingat atau mengambil pelajaran, dan mentaati kebenaran firman Tuhan,
dan lain sebagainya. garis Zakiah Daradjat membagi manusia kepada tujuh
dimensi pokok yang masing-masingnya dapat dibagi kepada dimensi-dimensi
kecil. Ketujuh dimensi tersebut adalah : dimensi fisik, akal, agama, akhlak,
kejiwaan, keindahan dan sosial kemasyarakatan. Semua dimensi tersebut harus
tumbuh kembangkan melalui pendidikan Islam. Secara rinci, ketujuh dimensi
tersebut dapat terlihat pada penjabaran berikut.
a. Dimensi Fisik

Fisik atau jasmani terdiri atas organisme fisik. Organisme fisik manusia
lebih sempurna dibandingkan organisme-organisme makhluk- makhluk lainnya.
Pada dimensi ini, proses penciptaan manusia memiliki nkesamaan dengan
hewan ataupun tumbuhan, sebab semuannya termasuk bagian dari alam. Setiap
alam biotik memiliki unsur material yang sama, yakni terbuat dari unsur tanah,
api, udara dan air. Hasil penelitian telah membuktikan bahwa jasad manusia
tersusun dari sel- sel vang berbentuk dari bagian-bagian yang disebut organik
yang tersusun atas molekul-molekul, senyawa, dan unsur-unsur kimiawi pat di
bumi. 5) Namun demikian, meskipun memiliki kesamaan asal secara biologis,
susunan penciptaan biologis manusia lebih sempurna dibanding makhluk
ciptaan Allah lainnya. Hal ini sesuai dengan firman Allah "Sesungguhnya kami
telah menciptkan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya" (QS. At-Tim : 4)
terda- Keempat unsur-unsur di atas merupakan materi yang abiotik (tidak
hidup). Ia akan hidup jika diberi energi kehidupan yang bersifat fisik (thaqat al-
jismiyah). Energi kehidupan ini lazimnya disebut nyawa. Dalam hal ini Ibnu
Maskawaih menyebut nyawa manusia sebagai energi al-hayat (daya hidup).
Sedangkan al-Ghazali menyebutnya dengan ruh jasmaniyah (ruh material).
Daya hidup ini merupakan vitalitas tergantung sekali kepada konstruksi fisik
seperti susunan sel, fungsi kelenjer, alat pencernaan, susunan saraf sentral, urat,
darah, daging, tulang sumsum, kulit, rambut dan sebagainya. Dengan
kesempurnaan dan ruh yang diberikan Allah, manusia dapat bernafas, merasa
sakit, haus lapar, panas, dingin, keinginan seks dan sebagainya. Jadi, aspek
jasmani ini memiliki dua natur yaitu natur kongkrit berupa tubuh kasar yang
tampak dan natur abstrak berupa nyawa yang menjadi sumber kehidupan tubuh.

7
Aspek abstrak jasmani inilah berinteraksi dengan aspek rohani manusia. yang
yang mampu Dalam pelaksanaan pendidikan jasmani, di dalam al-Qur'an dan
hadis ditemukan prinsip-prinsip tentang pendidikan jasmani di antaranya :

1) Firman Allah SWT.:


a. Bersihkanlah pakaianmu, jauhkanlah kejahatan. (QS. al-Mudat- sir 4-
5)
b. "Siapkan bagi mereka sesanggupmu suatu kekuatan". (QS. al- Anfal:
60)
c."Makan dan minumlah dan jangan kamu berlebih-lebihan.
Sesungguhnya Allah tidak suka orang-orang yang berlebik lebihan" (QS.
al-A'raf: 31)
d. "Ibu-ibu haruslah menyusukan anak-anaknya dua tahun penuk
2) Begitu pula Hadis Rasulullah SAW.
a. Sabda Rasulullah SAW: "Cukuplah dosa manusia bahwa ia menyia-
nyiakan orang yang harus diberinya makan". (Abu Daud, al-Nassaj dan
al-Mukmin).
b. Sabda Rasulullah SAW: "Jika anjing menjilat bejana kamu hen-
daklah ia menyiramnya kemudian dibasuhnya tujuh kali".
c. Sabda Rasulullah SAW: "Jika seseorang kamu minum jangan- lah ia
hernafas dalam bejana".
d. Sabda Rasulullah SAW : "Jika kamu mendengar berita ta'un di suatu
negeri maka janganlah kamu memasukinya dan jika kamu berada di
suatu negeri (sedang ta'un datang kesitu) janganlah kamu keluar dari
negeri itu".
e. Sabda Rasulullah SAW : "Kami adalah suatu kaum makan kecuali
kalau sudah lapar dan kalau kami makan kami tidak kenyang". yang
tidak
f. Sabda Rasulullah SAW: Anak Adam tidak mengisi suatu bejana yang
lebih buruk daripada perutnya".
g. Sabda Rasulullah SAW: "Berobatlah, sebab yang menciptakan
penyakit juga menciptakan obat". (H.R. Ahmad). Sabda Rasulullah
SAW: "Orang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih disukai oleh Allah,
daripada orang mukmin yang est lemah".
h. Sabda Rasulullah SAW: "Ajarkanlah kepada anak-anak kalian renang,
melempar lembing (tombak) dan menunggang kuda".
i. Sabda Rasulullah SAW: "Kebersihan itu adalah sebagian dari iman".
Mendidik jasmani dalam Islam, memiliki dua tujuan sekaligus yaitu :
Pertama, membina tubuh sehingga mencapai pertumbuhan secara
sempurna. Kedua, mengembangkan energi potensial yang dimiliki
manusia berlandaskan hukum fisik, sesuai dengan perkembangan fisik
manusia.

8
b. Dimensi Akal

Al-Ishfahami, membagi akal manusia kepada dua macam, yaitu:

1) Aql al-Mathbu, yaitu akal yang merupakan pancaran dari Allah


sebagai fitrah ilahi. Akal ini menduduki posisi yang sangat tinggi.
Namun demikian, akal ini tidak akan bisa berkembang dengan baik
secara optimal, bila tidak diharengi dengan kekuatan akal lainnya, yaitu
aql al-masmu'.
2) Aql al-masmu; yaitu akal yang merupakan kemampuan men yang
dapat dikembangkan oleh manusia. Akal ini bersifat aktif dan
berkembang sebatas kemampuan yang dimilikinya lewat bantuan proses
perinderaan, secara bebas. Untuk mengarahkan agar akal ini tetap berada
di jalan Tuhannya, maka keberadaan akal masmu' th tidak dapat
dilepaskan.
Sedangkan fungsi akal manusia terbagi kepada enam yaitu:
a. Akal adalah penahan nafsu. Dengan akal rnanusia dapat mengerti
apa yang tidak dikehendaki oleh amanat yang dibebankan
kepadanya sebagai sebuah kewajiban.
b. Akal adalah pengertian dan pemikiran yang berubah-ubah dalam
menghadapi sesuatu baik yang tampak jelas maupun yang tidak
jelas.
c. Akal adalah petunjuk yang dapat membedakan hidayah dan
kesesatan,
d. Akal adalah kesadaran batin dan pengaturan tingkah laku.
e. Akal adalah pandangan batin yang berdaya tembus melebihi
lihatan mata.
f. Akal adalah daya ingat mengambil dari yang telah lampau untuk
masa yang sedang dihadapi. Akal menghimpun semua pesan dan
apa yang pernah terjadi untuk menghadapi apa yang akan terjadi.
Ia menyimpan, mewadahi, memulai dan mengulangi semua
penger- yang pernah disimpan. Akal dapat memahami setiap
perintah kebajikan dan memahami setiap larangan mengenai
kejahatan,
Meskipun demikian, kemampuan akal cukup terbatas. Pada
dimensi ini, akal memerlukan bantuan al-qalb. Melalui potensi al-galb,
manusia dapat merasakan eksistensi arti immaterial dan kemudian me.
nganalisanya lebih lanjut.
Dalam dunia pendidikan, fungsi intelektual atau kemampuan akal
peserta didik dikenal dengan istilah kognitif. Istilah kognitif berasal
mengetahui, dari kata cognition yang padanannya knowing yang berarti
mengetahui.Dalam arti yang bias, kognisi ialah perolehan, penataan dan

9
pengau. naan pengetahuan. Kognitif sebagai salah satu peranan
psikologis yang berpusat di otak meliputi setiap perilaku mental yang
berhubungan dengan pemahaman, pertimbangan, pengolahan informasi,
pemecahan masalah, kesenjangan dan keyakinan.
Mendidik akal, tidak lain adalah mengaktualkan potensi
dasarnya. Potensi dasar tersebut sudah ada sejak manusia lahir, tetapi
masih berada dalam alternatif berkembang menjadi akal yang baik, atau
sebaliknya tidak berkembang sebagaimana mestinya. Dengan pendidikan
yang baik, akal yang masih berupa potensi akhirnya menjadi akal yang
siap dipergunakan. Sebaliknya, membiarkan potensi akal tanpa
pengarahan yang positif, akibatnya bisa fatal. Karenanya eksistensi
pendidikan akal memiliki arti yang penting, maka eksistensinya perlu
dikembangkan dan dipelihara secara baik. Dengan demikian bimbingan
dan pengarahan yang baik, potensi akal akan terhindar dari cengkraman
hal-hal yang negatif dan merusak kemurniannya. Islam memberi
kemungkinan kepada manusia untuk mengetahui hal-hal yang gaib, tapi
hal tersebut merupakan kemampuan roh. Sementara akal hanya mampu
menangkap dan menghayati hal-hal indra, Untuk itu, dalam perspektif
Islam, sumber pengetahuan dan kebenaran bukan hanya bersumber dari
akal saja, akan tetapi juga dari al-galb. Setelah mengalami pendidikan
dalam arti yang luas, akal seseorang diharapkan mencapai tingkat
perkembangan yang optimal, sehingga mampu berperan sebagaimana
yang diharapkan, yaitu berfikir dan berzikir.
Dalam al-Qur'an, tidak kurang dari 300 kali Allah memperingat-
kan manusia untuk menggunakan akalnya, terutama dalam memper-
hatikan alam semesta. Di antaranya adalah seperti firman Allah SWT:
Artinya : "Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan
untukmu. Dan bintang-bintang itu ditundukkan (untukmu) terdapat
dengan perintah-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda (kekuasann Allah) bagi kaum kan akal". (QS. An-
Nahl: 12)
Melalui ayat di atas, Allah mengajak manusia untuk
mengembangkan dan mempergunakan akalnya semaksimal mungkin
untuk mengenal dan memanfaatkan alam semesta untuk kepentingan
hidupnya. Dengan dasar ini, jelas bahwa materi dalam pendidikan akal
adalah seluruh alam ciptaan Allah meneliti sekalian makhluk-Nya
dengan penuh kesempurnaan, memberi indikasi bahwa tujuan akal yang
sebenarnya adalah untuk meyakini, mengakui dan mempercayai
eksistensi Allah. Tujuan ini merupakan ciri khas pendidikan Islam, yaitu
internalisasi (penanaman) dan transformasi (pembentukan) nilai-nilai
ilahi ke da- lam diri peserta didik.

10
c. Dimensi Keberagamaan

Manusia adalah makhluk yang berketuhanan atau disebut homodivinous


(makhluk yang percaya adanya Tuhan) atau disebut juga homoreligious
(makhluk yang beragama). Berdasarkan hasil riset dan observasi, hampir
seluruh ahli ilmu jiwa sependapat bahwa pada diri manusia terdapat
semacam keinginan dan kebutuhan universal. Kebutuhan ini melebihi
kebutuhan-kebutuhan lainnya, bahkan mengatasi kebutuhan akan kekuasaan.
Keinginan akan ke- butuhan tersebut merupakan kebutuhan kodrati, berupa
keinginan untuk mencintai dan dicintai Tuhan.

Dalam pandangan Islam, sejak lahir manusia telah mempunyai jiwa


agama, yaitu jiwa yang mengakui adanya zat yang Maha Pencipta dan Maha
Mutlak yaitu Allah SWT. Sejak di dalam roh, manusia telah mempunyai
komitmen bahwa Allah hanya tuhamınya. Pandangan ini bersumber pada
firman Allah SWT:

artinya : dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan anak-anak


Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian hadap jiwa mereka
(seraya berfirman) “Bukankah aku ini Tuhanmur Mereka menjawab: "Betul
(Engkau Tuhan Kami), kami menjadi sakesi Artinya: "Dan (ingatlah), ketika
Tuhan-mu mengeluarkan keturunan takan. "Sesungguhnyn kami (Bani
Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (Keesaan Allah)". (QS.
al-A'raf: 172).

Muhammad Hasan Hamshi menafsirkan fitrah pada ayat di atas dengan


ciptaan Allah, yaitu bahwa manusia diciptakan Allah nyai naluri beragama
yaitu, agama tauhid. Pandangan tersebut diperkuat oleh Syekh Muhammad
Abduh,20) dalam tafsirnya yang berpendapat bahwa agama islam adalah
agama fitrah: Demikian juga Abu 'Ala pat bahwa agama Islam adalah al-
Maududi, menyatakan bahwa agama Islam identik dengan watak tabi'i
(human nature.).

Islam memandang ada suatu kesamaan di antara sekian perbedaan


manusia. Kesamaan itu tidak pernah akan berubah karena pengaruh ruang
dan waktu, yaitu potensi dasar beriman (aqidah tauhid) kepada Allah.
Aqidah tauhid merupakan fitrah (sifat dasar) manusia sejak mitsaq dengan
Allah. Untuk itu, manusia pada prinsipnya selalu ingin kembali kepada sifat
dasarnya meskipun dalam keadaan beda. Pandangan Islam terhadap fitrah ini
membedakan kerangka nilai dasar pendidikan Islam dengan dasar
pendidikan umum. Dalam konteks makro pandangan Islam terhadap
kemanusiaan dapat dibagi atas tiga implikasi dasar, yaitu Pertama, implikasi

11
yar dengan pendidikan di masa depan, dimana pendidikan diarahkan untuk
mengembangkan fitrah seoptimal mungkin dengan tidak mendikotomikan
materi. Kedua, tujuan (ultimate goal) pendidikan, yaitu ngantarkan peserta
didik pada predikat muttaqin. Posisi ini akan tercapai bila manusia
menjalankan fungsinya sebagai 'abd dan khalifah sekaligus secara harmonis.
Ketiga, muatan materi dan metodolog! pendidikan perlu diberikan dengan
menekankan spesialisasi tertentu dengan metode integralistik dan
disesuaikan dengan fitrah peserta didik sebagai manusia.

Manusia adalah hasil dari proses pendidikan yang mempunyai tujuan


tertentu. Tujuan pendidikan akan mudah tercapai kalau konsep yang
dibangun mempunyai kesamaan dengan sifat-sifat dasar dan kecenderungan
manusia pada obyek-obyek tertentu. Menurut Abdurrahman Shaleh
Abdullah praktek kependidikan yang tidak dibangun di atas dasar kansep
yang jelas tentang sifat dasar manusia pasti akan gagal. Berkaitan dengan
sifat dasar tersebut, maka pendidikan Islam Hendaknya dirumuskan untuk
membentuk insan muttaqin yang memiliki keseimbangan dalam segala hal
berdasarkan iman yang mantap untuk mendapatkan kebahagiaan hidup di
dunia dan akhirat.

d. Dimensi Akhlak

Salah satu dimensi manusia yang sangat diutamakan dalam pendidikan


Islam adalah akhlak. Pendidikan dengan pendidikan akhlak. Tidak
berlebihan bila dikatakan bahwa pendidikan akhlak dalam pengertian Islam
adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pendidikan agama. Sebab
yang baik adalah yang dianggap baik oleh agama dan yang buruk adalah apa
yang dianggap buruk oleh agama. Artinya, nilai-nilai akhlak dan keutamaan
akhlak dalam masyarakat merupakan aturan yang diajarkan oleh agama.
Dengan konsepsi ini, seorang muslim dikatakan agama berkaitan rapat
sempurna dalam agamanya bila memiliki akhlak yang mulia, demikian pula
sebaliknya. Filosof pendidikan Islam sepakat, bahwa pendidikan akhlak
adalah jiwa pendidikan Islam. Sebab, tujuan tertinggi pendidikan Islam
adalah pembinaan akhlak al-karimah.

Menurut Imam al-Ghazali", akhlak merupakan tabiat manusia yang dapat


dilihat dalam dua bentuk, yaitu: Pertama, tabiat-tabiat fitrah, kekuatan tabiat
pada asal kesatuan tubuh dan berkelanjutan selama hidup. Sebagian tabiat
tersebut lebih kuat dan lebih lama dibandingkan dengan tabiat lainnya.
Seperti tabiat syahwat yang ada pada manusia. Sejak manusia dilahirkan,
tabiat syahwat lebih kuat dan lebih sulit diluruskan serta diarahkan
dibanding tabiat marah. Kedua, akhlak yang muncul dari suatu perangai
yang banyak diamalkan dan ditaati, menjadi bagian dari adat kebiasaan yang

12
berurat berakar pada dirinya. Akhlak menurut pengertian Islam adalah salah
satu hasil dari iman dan ibadat. Hal ini disebabkan, karena iman dan ibadat
manusia tidak sempurna kecuali kalau dari situ muncul akhlak yang mulia.
Untuk itu, eksistensi akhlak dalam Islam bersumber pada iman dan taqwa
tujuan langsung yaitu harga diri dan tujuan jauh yaitu ridha Allah.

Adapun ciri akhlaq islam antara lain : 1)Bersifat menyeluruh (universal).


Akhlak Islam adalah suatu metode (minhaj) yang sem purna, meliputi
seluruh gejala aktivitas biologic perseorangan dan masyarakat. Aktivitas
tersebut meliputi segala hubungan manusia dalam segala segi kehidupannya,
baik dalam hubungannya dengan Tuhan, sesama manusia, makhluk lainnya
dan dengan alam. 2) Ciri. ciri keseimbangan Islam dengan ajaran-ajaran dan
akhlaknya meng- hargai tabiat manusia yang terdiri dari berbagai dimensi
dengan mem- perhatikan seluruh tuntutannya dan kemaslahatan dunia dan
akhirat. 3)Bersifat sederhana. Akhlak dalam Islam berciri kesederhanaan dan
tidak berlebihan pada salah satu aspek. Ciri ini memastikan manusia berada
pada posisi pertengahan, tidak berlebih-lebihan dalam suatu urusan dan tidak
pula bakhil. 4) Realistis. Akhlak Islam sesuai dengan kemampuan manusia
dan sejalan dengan naluri yang sehat. Islam tidak membebankan manusia
kecuali sesuai dengan kemampuannya dan dalam batas-batas yang masuk
akal. 5) Kemudahan. Manusia tidak dibebani kecuali dalam batas-batas
kesanggupan dan kekuatannya. Manusia tidak dianggap bertanggungjawab
atas akhlak (moral) dan syara' kecuali jika berada dalam keamanan,
kebebasan dan kesadaran akal yang sempurna. 6) Mengikat kepercayaan
dengan amal, perkataan dan perbuatan dan teori dan praktek. 7) Tetap dalam
dasar-dasar dan prinsip-prinsip akhlak umum. Akhlak Islam kekal sesuai
dengan zaman dan cocok untuk segala waktu. Eksistensi akhlak tidak tunduk
pada perubahan dan pertukaran waktu sesuai dengan hawa nafsu.

Pembentukan akhlak yang mulia merupakan tujuan utama pend Adapun


ciri akhlak Islam antara lain: 1) bersifat menyeluruh diutus oleh Allah:

"Bahwasanya saya diutus untuk menyempurnakan budi pekerti". (HN


Bukhari)

Tujuan pendidikan akhlak dalam Islam adalah untuk membentuk uudos


manusia yang bermoral baik, memiliki kemauan yang keras, sopan, dalam
bicara dan perbuatan, mulia dalam tingkahlaku perangai, bersifat bijaksana,
beradab, ikhlas, jujur dan suci.Dengan kata lain, pendidikan akhlak bertujuan
untuk melahirkan manusia yang memiliki keutamaan
(alfadhilah).Berdasarkan tujuan ini, maka setiap saat, keadaan, pelajaran,
aktifitas, merupakan sarana pendidikan akhlak, Untuk itu, setiap pendidik
harus memelihara akhlak dan memperhatikan akhlak di atas segala-galanya.

13
Pendidikan akhlak dalam Islam telah dimulai sejak anak dilahir- kan,
bahkan sejak dalam kandungan. Perlu disadari bahwa pendidikan akhlak
terjadi melalui semua segi pengalaman hidup, baik melalui penglihatan,
pendengaran dan pengalaman atau perlakuan yang diterima atau melalui
pendidikan dalam arti yang luas. Pembentukan akhlak dilakukan setahap
demi setahap sesuai dengan irama pertum- gr buhan dan perkembangan,
serta proses yang alami.

e. Dimensi Rohani (Kejiwaan)

Dimensi kejiwaan merupakan suatu dimensi yang sangat penting dan


memiliki pengaruh dalam mengendalikan keadaan manusia agar dapat hidup
sehat, tentram dan bahagia. Penciptaan manusia mengalami kesempurnaan
setelah Allah meniupkan ruh-Nya atas ciptaan- Nya. Firman Allah SWT:
Artinya: "Maka apabila aku telah menyempurnakan kejadiannya dan telah
meniupkan kedalamnya ruh-Ku, maka tunduk sujudlah kamu kepadanya".
(QS. al-Hijjr: 29)

Sehubungan dengan ayat di atas, al-Ghazali menjelaskan, bahwa: "Insan


adalah makhluk yang diciptakan dari tubuh yang dapat dilihat oleh
pandangan dan jiwa yang bisa ditanggapi oleh akal dan bashirah, tetapi tidak
dengan panca indera. Tubuhnya dikaitkan dengan tanah dan ruhnya Allah
maksudkan ruh ialah apa yang diketahui sebagai jiwa atau an-nafs, Dalam
konteks ini Al-Ghazali membagi roh kepada dua bentuk: 1) al-ruh, yaitu
daya manusia untuk mengenal dirinya sendiri; mengenal tuhannya dan
mencapai ilmu pengetahuan, sehingga dapat menentukan manusia
berkepribadian, berakhlak mulia serta menjadi motivator sekaligus
penggerak bagi manusia dalam melaksanakan perintah Allah SWT. 2) al-
nafs (jiwa) yang berarti berarti panas alami yang mengalir pada pembuluh-
pembuluh nadi, otot-otot dan syaraf manusia Al-nafs (roh) merupakan tanda
adanya kehidupan pada diri manusia. perintah Allah SWT. 2) al-nafs (jiwa)
yang Al-nafs dalam konteks ini diistilahkan dengan nyawa (al-hayat) van
membedakan manusia dengan benda mati, tapi tidak membedakan nya
dengan makhluk lain seperti hewan dan tumbuhan, karena same sama
memiliki al-nafs. Akan tetapi, pada tingkat esensial eksistenei al-nafs
berbeda antara manusia sebagai makhluk mulia (taqwa) dengan makhluk
yang hina (sesat), meskipun sama-sama memiliki al-nafs.

Sedangkan Ali Shari'ati menyebut roh yang ditiupkan kepada 45 manusia


sebagai the spirit of God (ruh Ilahi). Roh ini bersifat metafisis n(gaib),
dinamis, menghidupkan dan luhur. Dengan sifatnya yang m dinamis,
memungkinkan manusia untuk meraih derajat yang setinggi- tingginya, atau
bisa pula menjerumuskan manusia pada derajat yang serendah-rendahnya.

14
Manusia memiliki kehendak bebas (the freedom of will) untuk mendekatkan
diri ke kutub "roh Ilahi" atau ke arah kutub "tanah". Firman Allah SWT:
Artinya: Demi jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah
mengilhamkan pada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwatannya.
Sesungguhnya beruntung lah orang yang mensucikan jiwa itu, dan se-
sungguhnya merugilah orang yang mengotorinya". (QS. Asy-Syam 7-10)

Berdasarkan ayat di atas dapat dilihat bahwa roh manusia bisa


berkembang ke taraf yang lebih tinggi apabila manusia berusaha ke arah itu.
Menurut al-Ghazali ke arah tersebut adalah dengan peningkatan iman, amal
dan mempererat hubungan yang terus menerus dengan Allah SWT. Upaya
ini dilakukan melalui ibadah terus menerus, zikir, tilawah al-Qur'an dan doa.
Dengan kata lain, melalui upaya pening- katan aktivitas keberagamaan.
Dengan memperbanyak ibadah, maka rohani manusia akan mencapai
kebahagiaan dan ketentraman yang tidak ada taranya.

Setiap manusia dalam hidupnya menginginkan kebahagiaan. Pada


hakekatnya setiap usaha yang dilakukan manusia adalah dalam rangka
mewujudkan kebahagiaan tersebut, Berbagai usaha telah dilakukan manusia
untuk mencari kebahagiaan. Dengan akal, ilmu pengetahuan, teknologi dan
berbagai fasilitas telah berhasil diciptakan manusia untuk menunjang
kehidupannya. Namun sayangnya, kebahagiaan tetap tidak diperoleh.
Malahan berbagai fasilitas tersebut dapat menimbulkan berbagai prolema
dan kesulitan. Secara fisik materil kebutuhan ma- nusia dapat terpenuhi,
namun secara mental spiritual mengalami pendangkalan. Padahal dimensi
mental spiritual merupakan media utama yang mampu menjamin
kebahagiaan manusia. Islam dengan enam pokok keimaman (arkānul iman)
dan lima pokok amalannya (arkānul Islam) memupuk dan mengembangkan
fungsi-fungsi kejiwaan, memelihara keseimbangannya, dan mampu
menjamin ketentraman batin.29) Oleh karena itu, dalam rangka terlaksana
usaha untuk me- wujudkan kebahagiaan tersebut adalah dengan pendidikan
agama, Pendidikan agama tidak hanya upaya untuk membekali peserta didik
dengan pengetahuan agama, tapi sekaligus upaya untuk menanamkan rasa
keagamaan dan membentuk sikap keagamaan sehingga menjadi bagian dari
kepribadian mereka.

f. Dimensi Seni (Keindahan)

Seni adalah ekspresi roh dan berdaya manusia yang mengandung dan
mengungkapkan keindahan. Seni merupakan bagian dari hidup manusia.
Allah telah menganugerahkan kepada manusia berbagai potensi maupun
indrawi (mata, telinga dan lain sebagainya), maka nilai seni dapat
diungkapkan oleh perorangan sesuai dengan kecenderungan- nya, atau oleh

15
sekelompok masyarakat sesuai dengan budayanya, tanpa adanya batasan
yang ketat kecuali yang digariskan Allah. Firman Allah SWT

Artinya: "Maha Suci Allah dari segala kekurangan dan Maha Tinggi
dari apa yang mereka persekutukan". (QS. Al-Nahl : 1)

Sebagai manifestasi dan refleksi dari kehidupan manusia, maka seni


merupakan sarana bagi manusia untuk mencapai tujuan hidupnya, yaitu
untuk beribadah kepada Allah dan melaksanakan fungsi ke khali- fahannya
di muka bumi. Untuk itu, tujuan seni bukan untuk seni belaka, akan tapi
memiliki tujuan jangka panjang yaitu kebahagiaan spiritual dan material
manusia di dunia dan di akhirat, serta menjadi rahmat bagi Segenap alam di
bawah naungan keridbaan Allah SWT.

Dimensi seni(keindahan) pada diri manusia tidak boleh diabaikan.


Dimensi seni perlu ditumbuhkan karena keindahan dapat meng gerakkan dan
menenangkan batin, memenuhi relung-relung hati ringankan beban
kehidupan yang kadang menjemukan, dan merasak Keberadaan seni dalam
Islam telah diperlihatkan langsung oleh Allah SWT lewat tuntunan-Nya
yaitu al-Qur'an. Nilai keindahan al-Quran yang demikian tinggi
menunjukkan kehadiran Ilahi dalam objek pence tahuan manusia. Hal ini
disebabkan al-Qur'an adalah ekspresi kebijaksanaan dan pengetahuan Allah,
tuntunan dan petunjuk-Nya, kehendak dan penintah-Nya) Keindahan al-
Qur'an dapat dilihat dari segi ke kuatan teksnya untuk menundukkan dan
mengatasi setiap perbandingan maupun dari segala sastranya, merupakan
bukti ke-Ilahian. Bukti autentik ini merupakan kemukjiztan al-Qur'an.
Sebuah mukjizat yang bersifat universal. Keautentikan dan ketinggian nilai
seninya ditunjuk- kan kepada seluruh manusia di setiap masa. Setiap orang
mampu untuk menangkap dan mengapresiasikannya jika ia mempunyai
pembawaan yang kuat untuk merasakan keindahan. Firman Allah SWT:

Artinya: "Allah telah memberikan kemampuan kepada manusia untuk


bisa merasakan keindahan dan hiasan sekaligus manfaat dari sesuatu. Allah
SWT berfirman menjelaskan karunia-Nya, yaitu tentang penciptaan binatang
ternak. "Dan Dia telah menciptakan binatang ternak untuk kamu, padanya
ada (bulu) yang menghangatkan dan berbagai manfaat, dan sebagiannya
kamu makan" (QS. An-Nahl : 5)

Artinya: "Dan kamu memperoleh pandangan yang indah padanya,


ketika kamu membawanya kembali ke kandang dan ketika kami
melepaskannya ke tempat pengembalaan". (QS. An-Nahl: 6)

Ayat di atas menjelaskan hikmah dan manfaat binatang dan


mengingatkan sisi keindahan Rabbani yang digambarkan langsung oleh

16
Sang Pencipta, yaitu Allah SWT. Islam tidak hanya mengajak manusia untuk
merasakan keindahan, mencintai dan menikmatinya, tapi juga menekankan
agar manusia mengungkapkan perasaan kecintaan tersebut dalam aktivitas
kehidupannya. Nilai keindanan sangat erat kaitannya dengan keimanan.
Semakin tinggi tingkat keimanan keindahan yang diciptakan Allah atas alam
semesta. Seorang mukmin mencintai keindahan karena Rabbnya mencintai
yang indah. Allah itu indah dan mencintai yang indah. Seni bagi seorang
mukmin adalah sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah dan
meningkatkan keimanan, bukan menjadi sesuatu yang dapat menimbulkan
kelalaian, kemungkaran, dan kesombongan yang dibenci oleh Allah dari
manusia. Oleh karena itu, seorang pendidik hendaknya mampu mengarahkan
peserta didiknya untuk dapat mengembangkan dimensi seni, baik dalam
bentuk bimbingan untuk merasakan dan menghayati nilai-nilai seni yang ada
pada alam ciptaan Allah (qurany dan kauniy), maupun memotivasi mereka
agar mampu mengungkapkan nilai-nilai sení tersebut sesuai dengan bakat
dan kemampuan mereka masing-masing, tanpa harus terlepas dari bingkai-
bingkai Ilahiah.

g. Dimensi Sosial

Seorang manusia adalah makhluk individual dan secara bersamaan


adalah makhluk sosial. Keserasian antar individu dan masyarakat tidak
mempunyai kontradiksi antara tujuan sosial dan tujuan individu. Dalam
Islam tanggungjawab tidak terbatas pada perorangan, tapi juga sosial
sekaligus. Tanggungjawab perorangan pada pribadi merupakan asas, tapi
pada saat bersamaan ia tidak mengabaikan tanggungjawab sosial yang
merupakan dasar pembentuk masyarakat.

Setiap individu adalah bagian dari kelompoknya. Kelompok terkecil


dalam masyarakat adalah keluarga. Kelompok yang paling penting dan besar
pengaruhnya adalah keluarga. Karena perkembangan dimensi sosial telah
dimulai semenjak lahir. Dalam perkembangan sosial, setiap individu
menempatkan dirinya diantara banyak individu lainnya. Agen sosialisasi
pertama dan utama bagi seorang anak ada- lah ibu dan bapaknya. Setiap
orang tua harus menyadari bahwa setiap interaksinya dengan anak
merupakan kesempatan baik untuk menanamkan benih-benih penyesuaian
sosial dan pembentukan watak yang dapat menghasilkan buah yaitu sesuatu
yang sangat berharga dalam interaksi kemanusiaan.Sebelum anak menyadari
dirinya sendiri dan dunia sekitarnya, stimuli sosial yang diberikan dalam
kehidupan keluarga sangat berpengaruh terhadap pembentukan jiwa sosial
selanjutnya. Bahkan kecepatan perkembangan sosial anak pada pemeliharaan
sebelum lahir, yaitu bagaimana reaksi orang di sekitarnya terutama kedua

17
orang tua, baik yang tidak disadari terhadap keberadaannya) dan kemudian
dilanjutkan pendidikan setelah lahir.

Pendidikan sosial ini melibatkan bimbingan terhadap tingkah laku sosial


ekonomi dan politik dalam rangka aqidah Islam. Ajaran dan hukum agama
yang dapat meningkatkan iman, taqwa, takut kepada Allah dan mengerjakan
ajaran agamanya. Aktivitas pendidikan yang demikian akan mendorong
seorang anak untuk memiliki aktivitas produksi menghargai waktu, jujur,
ikhlas dalam perbuatan adil, kasih sayang, ihsan, mementingkan orang lain,
tolong menolong, setia kawan, menjaga kemaslahatan umum, cinta tanah air
dan lain-lain lagi bentuk akhlak yang mempunyai nilai sosial.

Dalam al-Qur'an dan hadis, ditemukan prinsip-prinsip tentang


pendidikan sosial. Di antaranya dapat terlihat pada sabda Rasulullah
tergantung orang- disadari atau SAW:

"Perumpamaan orang-orang beriman yang saling cinta, tolong menolong,


dan kasih sayang diantara mereka adalah bagaikan suatu tubuh. Bila salah
satu bagian dari tubuh kita itu merasakan kesakitan, maka seluruh tubuh
akan merasakannya pula dengan menderita demam, dan tidak dapat tidur".

Ikatan kemasyarakatan yang kuat akan mendorong setiap orang Untuk


saling tolong menolong antar sesamanya,. Perbuatan yang demikian
merupakan pencerminan keimanan seseorang, seperti tercermin dalam
ungkapan Nabi melalui sabdanya:

"Demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman. Maka ditanyakan
oleh sahabat: "Siapakah ia, ya Rasulullah. Beliau menjawab para "Orang
yang tidur kekenyangan, sedangkan tetangganya kelaparan, padahal ia
mengetahuinya".

Masyarakat yang baik menurut pengertian Islam, adalah masyara kat ikut
merasakan kesulitan-kesulitan orang lain, serta tumbuh- nya rasa cinta dan
solider terhadap sesamanya. Orang kaya harus menolong yang miskin dan
orang yang kuat harus menolong kepada lemah. Disebutkan oleh Rasulullah
SAW, tentang dasar-dasar yang solidaritas sosial sebagaimana sabdanya:

Sabda Rasulullah SAW: "Barang siapa yang membebaskan seorang


mukmin dari suatu kesu- karan (musibah), maka Allah akan membebaskan
dirinya dari kesukaran- kesukaran hari kiamat". "Barang siapa yang
meringankan bebannya di dunia maka Allah meringankan bebannya di
akhirat".“Barang siapa yang menutupi cacat (kejelekan) orang Islam, maka
Allah akan menutupi cacatnya di dunia dan di akhirat". "Sesungguhnya
Allah akan menolong hamba-Nya selama hamba-Nya itu suka menolong
saudaranya".

18
Solidarias sosial mengandung pengertian yang dalam baik menyangkut
rasa mencintai dan merasakan kepada penderitaan orang lain, berusaha
meringankan beban yang dipikul mereka, sampai me- nyangkut sikap
menutupi kelemahan dan cacat dalam tubuh saudara- nya. Sikap ini tidak
mungkin timbul bila keimanan tidak tumbuh dalam diri yang muslim.
Karena itulah Rasulullah SAW bersabda: seorang "Tidak beriman salah
seorang dari kalian, hingga ia mencintai saudaranya, seperti mencintai
dirinya sendiri". (H.R. Bukhari Muslim)

Demikianlah sistem pendidikan Islam berupaya membentuk peserta didik


yang beriman, memiliki pribadi utama dan seimbang dalam keseluruhan
dimensi kehidupan peserta didik. Selaras dan seimbang, karena segenap
dimensi dan potensi yang ada padanya bekerja dan berfungsi sesuai dengan
batas kemampuan masing-masing.

19
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa hakikat Peserta didik
merupakan salah satu dari komponen pendidikan yang tidak bisa ditinggalkan,
karena tanpa adanya peserta didik tidak akan mungkin proses pembelajaran
dapat berjalan. Semua hal yang sangat perlu juga diperhatikan oleh seorang
pendidik dalam membimbing peserta didik dengan melihat potensi yang
dimilikinya sesuai dengan kebutuhan mereka seperti kebutuhan jasmani dan
kebutuhan rohani.
Adapun seorang pendidik dalam pendidikan Islam adalah mendidik dan
sekaligus di dalamnya mengajar sesuai dengan keilmuwan yang dimilikinya
sesuai syariat dan norma-norma keislaman
Adapun peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha
mengembangkan potensi diri melalui melalui proses pembelajaran yang tersedia
pada jalur, jenjang, dan pendidikan islami.

B. Saran
Untuk menuju pendidikan yang maju dan islami perlu ada keseimbangan antara
wawasan keislaman dan umum. Untuk itu peserta didik benar-benar harus
melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan baik. 

20
DAFTAR PUSTAKA

Imam Bawani,Segi-Segi Pendidikan Islam,Surabaya: al-ikhlas,1987.

Muzayin Arifin,Ilmu Pendidikan Islam,Jakarta:Bumi Aksara,1993.

Ramayulis,Filsafat Pendidikan Islam,Cet.-4,Jakarta:Kalam Mulia,2015.

Samsul Nizar,Pengantar Dasar-Dasar Pemikiran Pendidikan Islam,Jakarta:Gaya


Media Pratama,2001.

Widodo Supriyono,Filsafat Manusia dalam Islam,Reformasi Filsafat Pendidikan


Islam,Yogyakarta : Pustaka Pelajar,1996.

Zakiyah Daradjat,Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah,Jakarta:Ruhama,t.th.

21

Anda mungkin juga menyukai