Disusun oleh :
KELOMPOK 6
PAI 2 D
Puji syukur senantiasa selalu kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan limpahan Rahmat, Taufik dan hidayah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini. Sholawat serta salam tak lupa kita curahkan
kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukan kebaikan dan kebenaran
didunia dan akhirat kepada umat manusia.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas kelompok "Filsafat Pendidikan
Islam"dan juga untuk khalayak ramai sebagai bahan penambah ilmu pengetahuan
serta informasi yang semoga bermanfaat.
Makalah ini kami susun dengan segala kemampuan kami dan semaksimal
mungkin. Namun, kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tentu
tidaklah sempurna dan masih banyak kekurangan. Maka dari itu kami sebagai
penyusun makalah ini mohon kritik, saran dan pesan dari semua yang membaca
makalah ini.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam perspektif pendidikan Islam, tujuan hidup seorang muslim nada
hakikatnya adalah mengabdi kepada Allah. Pengabdian pada Allah sebagai
realisasi dari keimanan yang diwujudkan dalam amal, tidak lain untuk mencapai
derajat orang yang bertaqwa disisi-Nya. Beriman dan beramal saleh merupakan
dua aspek kepribadian yang dicita-citakan oleh pendidikan Islam sedangkan
hakikat tujuan pendidikan Islam adalah terbentuknya insan yang memiliki
dimensi religius, berbudaya dan ber- kemampuan ilmiah, dalam istilah lain
disebut "insan kamil."
Untuk mengaktulisasikan tujuan tersebut, seorang pendidik memiliki
tanggungjawab untuk mengantarkan peserta didik ke arah tujuan tersebut, yaitu
dengan menjadikan sifat-sifat Allah sebagai bagian dari karakteristik
kepribadiannya. Untuk itu, keberadaan pendidik dalam dunia pendidikan sangat
krusial. Hal ini disebabkan kewajibannya tidak hanya mentransformasikan
pengetahuan (knowledge) belaka, akan tetapi juga dituntut menginternalisasikan
nilai-nilai (value/gimah) pada peserta didik. Bentuk yang ditransformasikan dan
disosialisasikan paling tidak meliputi: nilai nilai etis, nilai pragmatis, nilai effect
sensoric, dan nilai religius.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian peserta didik ?
2. Bagaimana potensi peserta didik ?
3. Apa kebutuhan peserta didik ?
4. Bagaimana dimensi peserta didik ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian peserta didik.
2. Untuk mengetahui potensi peserta didik.
3. Untuk mengetahui kebutuhan peserta didik.
4. Untuk mengetahui dimensi peserta didik.
1
BAB II
PEMBAHASAN
Peserta didik merupakan salah satu dari komponen pendidikan yang tidak
bisa ditinggalkan, karena tanpa adanya peserta didik tidak akan mungkin proses
pembelajaran dapat berjalan. Peserta didik merupakan komponen manusiawi
yang menempati posisi sentral dalam proses belajar-mengajar. Didalam proses
belajarmengajar, peserta didik sebagai pihak yang ingin meraih cita-cita,
memiliki tujuan dan kemudian ingin mencapainya secara optimal.
Disamping itu Oemar Hamalik (2004: 99) menjelaskan bahwa “Peserta didik
merupakan salah satu komponen dalam pengajaran, disamping faktor guru,
tujuan, dan metode pengajaran”. Sedangkan Samsul Nizar (2002: 47)
menjelaskan bahwa “Peserta didik merupakan orang yang dikembangkan”.
Dilain pihak Abu Ahmadi (1991: 251) juga menjelaskan tentang pengertian
peserta didik yaitu “Peserta didik adalah orang yang belum dewasa, yang
memerlukan usaha, bantuan, bimbingan orang lain untuk menjadi dewasa, guna
dapat melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Tuhan, sebagai umat manusia,
sebagai warga negara, sebagai anggota masyarakat dan sebagai suatu pribadi
atau individu”.
2
B. Potensi peserta didik
Manusia diciptakan Allah bukan tanpa latar belakang dan tujuan. Hal ini
tengambar dalam dialog Allah dan malaikat diawal penciptaannya. Tujuan
penciptaan Adam sebagai nenek moyang manusia adalah sebagai khalifah dalam
kedudukan ini, manusia tidak mungkin mampu melaksanakan tugas
kekhalifahannya, tanpa dibekali dengan potensi yang memungkinkan dirinya
mengemban tugas tersebut.
Dalam perspektif Islam, potensi atau fitrah dapat dipahami sebagai ke-
mampuan atau hidayah yang bersifat umum dan khusus yaitu:
3
Di samping potensi yang tersebut di atas, manusia dilengkapi dengan
potensi yang bersifat negatif yang merupakan kelemahan manusia, yaitu :
Pertama, potensi untuk terjerumus dalam godaan hawa nafsu dan syetan. Hal ini
digambarkan dengan upaya syetan menggoda Adam dan Hawa, sehingga
keduanya melupakan peringatan Tuhan untuk tidak mendekati pohon terlarang
(QS. 20: 15-27). Kedua, banyak masalah yang tak dapat dijangkau oleh pikiran
manusia, khususnya menyangkut diri, masa depan, dan banyak hal lain yang
menyangkut kehidupan manusia.
4
C. Kebutuhan Peserta Didik
Semua hal yang sangat perlu juga diperhatikan oleh seorang pendidik
dalam membimbing peserta didik adalah kebutuhan mereka. Al-Qussy)
membagi kebutuhan manusia dalam dua kebutuhan pokok yaitu:
a. Kebutuhan primer, yaitu kebutuhan jasmani seperti makan, minum, seks dan
sebagainya.
b. Kebutuhan sekunder, yaitu kebutuhan rohaniah
Selanjutnya ia membagi kebutuhan rohaniah kepada enam maca yaitu:
a. Kebutuhan kasing sayang
b. Kebutuhan akan rasa aman
c. Kebutuhan akan rasa harga diri
d. Kebutuhan akan rasa bebas
e. Kebutuhan akan sukses
f. Kebutuhan akan suatu kekuatan pembimbing atau pengendalian diri
manusia,seperti pengetahuan lain yang ada pada setiap manusia berakal.
5
bungan manusia dengan agama para ahli psikologi membahas pula secara ilmiah
hubungan manusia dengan agama.
Zakiah Daradjat, mengemukakan bahwa pada masa kanak-kanak pertama
(2 sampai 6 tahun), mungkin si anak menanyakan tentang Tuhan (rupa-Nya,
tempat-Nya dan kekuasaan-Nya). Mulai umur lebih kurang tujuh tahun,
pertanyaan anak-anak terhadap Tuhan telah berganti dengan cinta dan hormat.
Hubungannya dipengaruhi oleh rasa percaya dan iman. Pada akhir masa anak-
anak (10-12 tahun), fungsi Tuhan bagi anak telah meningkat. Bagi anak,
eksistensi Tuhan adalah zat penolong baginya dalam menghadapi dorongan jahat
dan baik dalam hatinya, serta melindungi vang lemah, terutama bila ia merasa
lemah dan merasa kekurangan. Gambaran Allah yang seperti itu akan menolong
si anak dalam kesukaran dan penderitaan. Sementara pada umur remaja,
kepercayaan kepada Tuhan kadang-kadang sangat kuat, akan tetapi pada saat
yang lain menjadi berkurang. Hal ini terlihat pada aktivitas ibadahnya yang
kadang-kadang rajin dan kadang-kadang malas. Perasaannya kepada Tuhan
tergantung pada perubahan emosi yang dialaminya. Kadang-kadang ia sangat
mem- butuhkan Tuhan ketika mereka akan menghadapi bahaya, takut akan gagal
atau merasa berdosa. Tapi kadang-kadang ia kurang membutuhkan Tuhan,
ketika merasa senang dan gembira."
Yamani, mengemukakan bahwa tatkala Allah membekali insan itu
dengan nikmat berfikir dan daya penelitian, dirinya juga rasa bingung dan
bimbang untuk memahami dan menganalisa alam sekitarnya di samping rasa
ketakutan terhadap kegarangan dan kebengisan alam. Hal ini mendorong
manusia mencari suatu kekuatan yang dapat melindungi dan bimbingnya disaat
yang gawat. Ketika manusia primitif menemukan apa yang dicarinya pada gejala
alam dan menetapkannya sebagai "tuhan". Dengan demikian timbullah
penyembahan terhadap api, matahari, bulan atau benda-benda laianya dan
gejala-gejala alam tersebut.
Berangkat dari penjelasan di atas, bila dikaitkan dengan pendidikan, aka
kebutuhan-kebutuhan peserta didik tersebut harus diperhatikan oleh setiap
pendidik. Dengan demikian, peserta didik akan tumbuh d berkembang mencapai
kematangan psikis dan fisik sesuai dengan Dil nilai ajaran yang benar. Di
samping memperhatikan kebutuhan-kebutuh biologis dan psikologis ataupun
kebutuhan primer dan sekunder sene yang dijelaskan di atas, pendidik
hendaknya ikut memperhatikan peme. nuhan kebutuhan psikologis peserta didik
terhadap agama yang diyakini dan persoalan-persoalan rohaniah lainnya yang
terjadi pada dirinya. Bila hal ini dilakukan, gejolak peserta didik terhadap
berbagai aktivitas negatif akan mampu dihindari. Akan tetapi, bila pendidik
hanya melaksanakan sebatas tugasnya sebagai transfor of knowledge belaka,
maka peserta didik akan mencari jawaban terhadap gejolak dirinya pada hal-hal
yang terlarang, baik agama maupun moral.
6
D. Dimensi Peserta Didik
Menurut Widodo Supriyono manusia merupakan makhluk multi-
dimensional yang berbeda dengan makhluk-makhluk lainnya. Secara besar, ia
membagi manusia pada dua dimensi yaitu dimens jasmani dan rohani. Secara
rohani, manusia mempunyai potensi kerohanian yang tak ter- hingga banyaknya.
Potensi-potensi tersebut nampak dalam bentuk memahami sesuatu (ulil albab)
meliputi kemampuan berfikir, mempergunakan akal, beriman, bertaqwa,
mengingat atau mengambil pelajaran, dan mentaati kebenaran firman Tuhan,
dan lain sebagainya. garis Zakiah Daradjat membagi manusia kepada tujuh
dimensi pokok yang masing-masingnya dapat dibagi kepada dimensi-dimensi
kecil. Ketujuh dimensi tersebut adalah : dimensi fisik, akal, agama, akhlak,
kejiwaan, keindahan dan sosial kemasyarakatan. Semua dimensi tersebut harus
tumbuh kembangkan melalui pendidikan Islam. Secara rinci, ketujuh dimensi
tersebut dapat terlihat pada penjabaran berikut.
a. Dimensi Fisik
Fisik atau jasmani terdiri atas organisme fisik. Organisme fisik manusia
lebih sempurna dibandingkan organisme-organisme makhluk- makhluk lainnya.
Pada dimensi ini, proses penciptaan manusia memiliki nkesamaan dengan
hewan ataupun tumbuhan, sebab semuannya termasuk bagian dari alam. Setiap
alam biotik memiliki unsur material yang sama, yakni terbuat dari unsur tanah,
api, udara dan air. Hasil penelitian telah membuktikan bahwa jasad manusia
tersusun dari sel- sel vang berbentuk dari bagian-bagian yang disebut organik
yang tersusun atas molekul-molekul, senyawa, dan unsur-unsur kimiawi pat di
bumi. 5) Namun demikian, meskipun memiliki kesamaan asal secara biologis,
susunan penciptaan biologis manusia lebih sempurna dibanding makhluk
ciptaan Allah lainnya. Hal ini sesuai dengan firman Allah "Sesungguhnya kami
telah menciptkan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya" (QS. At-Tim : 4)
terda- Keempat unsur-unsur di atas merupakan materi yang abiotik (tidak
hidup). Ia akan hidup jika diberi energi kehidupan yang bersifat fisik (thaqat al-
jismiyah). Energi kehidupan ini lazimnya disebut nyawa. Dalam hal ini Ibnu
Maskawaih menyebut nyawa manusia sebagai energi al-hayat (daya hidup).
Sedangkan al-Ghazali menyebutnya dengan ruh jasmaniyah (ruh material).
Daya hidup ini merupakan vitalitas tergantung sekali kepada konstruksi fisik
seperti susunan sel, fungsi kelenjer, alat pencernaan, susunan saraf sentral, urat,
darah, daging, tulang sumsum, kulit, rambut dan sebagainya. Dengan
kesempurnaan dan ruh yang diberikan Allah, manusia dapat bernafas, merasa
sakit, haus lapar, panas, dingin, keinginan seks dan sebagainya. Jadi, aspek
jasmani ini memiliki dua natur yaitu natur kongkrit berupa tubuh kasar yang
tampak dan natur abstrak berupa nyawa yang menjadi sumber kehidupan tubuh.
7
Aspek abstrak jasmani inilah berinteraksi dengan aspek rohani manusia. yang
yang mampu Dalam pelaksanaan pendidikan jasmani, di dalam al-Qur'an dan
hadis ditemukan prinsip-prinsip tentang pendidikan jasmani di antaranya :
8
b. Dimensi Akal
9
pengau. naan pengetahuan. Kognitif sebagai salah satu peranan
psikologis yang berpusat di otak meliputi setiap perilaku mental yang
berhubungan dengan pemahaman, pertimbangan, pengolahan informasi,
pemecahan masalah, kesenjangan dan keyakinan.
Mendidik akal, tidak lain adalah mengaktualkan potensi
dasarnya. Potensi dasar tersebut sudah ada sejak manusia lahir, tetapi
masih berada dalam alternatif berkembang menjadi akal yang baik, atau
sebaliknya tidak berkembang sebagaimana mestinya. Dengan pendidikan
yang baik, akal yang masih berupa potensi akhirnya menjadi akal yang
siap dipergunakan. Sebaliknya, membiarkan potensi akal tanpa
pengarahan yang positif, akibatnya bisa fatal. Karenanya eksistensi
pendidikan akal memiliki arti yang penting, maka eksistensinya perlu
dikembangkan dan dipelihara secara baik. Dengan demikian bimbingan
dan pengarahan yang baik, potensi akal akan terhindar dari cengkraman
hal-hal yang negatif dan merusak kemurniannya. Islam memberi
kemungkinan kepada manusia untuk mengetahui hal-hal yang gaib, tapi
hal tersebut merupakan kemampuan roh. Sementara akal hanya mampu
menangkap dan menghayati hal-hal indra, Untuk itu, dalam perspektif
Islam, sumber pengetahuan dan kebenaran bukan hanya bersumber dari
akal saja, akan tetapi juga dari al-galb. Setelah mengalami pendidikan
dalam arti yang luas, akal seseorang diharapkan mencapai tingkat
perkembangan yang optimal, sehingga mampu berperan sebagaimana
yang diharapkan, yaitu berfikir dan berzikir.
Dalam al-Qur'an, tidak kurang dari 300 kali Allah memperingat-
kan manusia untuk menggunakan akalnya, terutama dalam memper-
hatikan alam semesta. Di antaranya adalah seperti firman Allah SWT:
Artinya : "Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan
untukmu. Dan bintang-bintang itu ditundukkan (untukmu) terdapat
dengan perintah-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda (kekuasann Allah) bagi kaum kan akal". (QS. An-
Nahl: 12)
Melalui ayat di atas, Allah mengajak manusia untuk
mengembangkan dan mempergunakan akalnya semaksimal mungkin
untuk mengenal dan memanfaatkan alam semesta untuk kepentingan
hidupnya. Dengan dasar ini, jelas bahwa materi dalam pendidikan akal
adalah seluruh alam ciptaan Allah meneliti sekalian makhluk-Nya
dengan penuh kesempurnaan, memberi indikasi bahwa tujuan akal yang
sebenarnya adalah untuk meyakini, mengakui dan mempercayai
eksistensi Allah. Tujuan ini merupakan ciri khas pendidikan Islam, yaitu
internalisasi (penanaman) dan transformasi (pembentukan) nilai-nilai
ilahi ke da- lam diri peserta didik.
10
c. Dimensi Keberagamaan
11
yar dengan pendidikan di masa depan, dimana pendidikan diarahkan untuk
mengembangkan fitrah seoptimal mungkin dengan tidak mendikotomikan
materi. Kedua, tujuan (ultimate goal) pendidikan, yaitu ngantarkan peserta
didik pada predikat muttaqin. Posisi ini akan tercapai bila manusia
menjalankan fungsinya sebagai 'abd dan khalifah sekaligus secara harmonis.
Ketiga, muatan materi dan metodolog! pendidikan perlu diberikan dengan
menekankan spesialisasi tertentu dengan metode integralistik dan
disesuaikan dengan fitrah peserta didik sebagai manusia.
d. Dimensi Akhlak
12
berurat berakar pada dirinya. Akhlak menurut pengertian Islam adalah salah
satu hasil dari iman dan ibadat. Hal ini disebabkan, karena iman dan ibadat
manusia tidak sempurna kecuali kalau dari situ muncul akhlak yang mulia.
Untuk itu, eksistensi akhlak dalam Islam bersumber pada iman dan taqwa
tujuan langsung yaitu harga diri dan tujuan jauh yaitu ridha Allah.
13
Pendidikan akhlak dalam Islam telah dimulai sejak anak dilahir- kan,
bahkan sejak dalam kandungan. Perlu disadari bahwa pendidikan akhlak
terjadi melalui semua segi pengalaman hidup, baik melalui penglihatan,
pendengaran dan pengalaman atau perlakuan yang diterima atau melalui
pendidikan dalam arti yang luas. Pembentukan akhlak dilakukan setahap
demi setahap sesuai dengan irama pertum- gr buhan dan perkembangan,
serta proses yang alami.
14
Manusia memiliki kehendak bebas (the freedom of will) untuk mendekatkan
diri ke kutub "roh Ilahi" atau ke arah kutub "tanah". Firman Allah SWT:
Artinya: Demi jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah
mengilhamkan pada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwatannya.
Sesungguhnya beruntung lah orang yang mensucikan jiwa itu, dan se-
sungguhnya merugilah orang yang mengotorinya". (QS. Asy-Syam 7-10)
Seni adalah ekspresi roh dan berdaya manusia yang mengandung dan
mengungkapkan keindahan. Seni merupakan bagian dari hidup manusia.
Allah telah menganugerahkan kepada manusia berbagai potensi maupun
indrawi (mata, telinga dan lain sebagainya), maka nilai seni dapat
diungkapkan oleh perorangan sesuai dengan kecenderungan- nya, atau oleh
15
sekelompok masyarakat sesuai dengan budayanya, tanpa adanya batasan
yang ketat kecuali yang digariskan Allah. Firman Allah SWT
Artinya: "Maha Suci Allah dari segala kekurangan dan Maha Tinggi
dari apa yang mereka persekutukan". (QS. Al-Nahl : 1)
16
Sang Pencipta, yaitu Allah SWT. Islam tidak hanya mengajak manusia untuk
merasakan keindahan, mencintai dan menikmatinya, tapi juga menekankan
agar manusia mengungkapkan perasaan kecintaan tersebut dalam aktivitas
kehidupannya. Nilai keindanan sangat erat kaitannya dengan keimanan.
Semakin tinggi tingkat keimanan keindahan yang diciptakan Allah atas alam
semesta. Seorang mukmin mencintai keindahan karena Rabbnya mencintai
yang indah. Allah itu indah dan mencintai yang indah. Seni bagi seorang
mukmin adalah sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah dan
meningkatkan keimanan, bukan menjadi sesuatu yang dapat menimbulkan
kelalaian, kemungkaran, dan kesombongan yang dibenci oleh Allah dari
manusia. Oleh karena itu, seorang pendidik hendaknya mampu mengarahkan
peserta didiknya untuk dapat mengembangkan dimensi seni, baik dalam
bentuk bimbingan untuk merasakan dan menghayati nilai-nilai seni yang ada
pada alam ciptaan Allah (qurany dan kauniy), maupun memotivasi mereka
agar mampu mengungkapkan nilai-nilai sení tersebut sesuai dengan bakat
dan kemampuan mereka masing-masing, tanpa harus terlepas dari bingkai-
bingkai Ilahiah.
g. Dimensi Sosial
17
orang tua, baik yang tidak disadari terhadap keberadaannya) dan kemudian
dilanjutkan pendidikan setelah lahir.
"Demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman. Maka ditanyakan
oleh sahabat: "Siapakah ia, ya Rasulullah. Beliau menjawab para "Orang
yang tidur kekenyangan, sedangkan tetangganya kelaparan, padahal ia
mengetahuinya".
Masyarakat yang baik menurut pengertian Islam, adalah masyara kat ikut
merasakan kesulitan-kesulitan orang lain, serta tumbuh- nya rasa cinta dan
solider terhadap sesamanya. Orang kaya harus menolong yang miskin dan
orang yang kuat harus menolong kepada lemah. Disebutkan oleh Rasulullah
SAW, tentang dasar-dasar yang solidaritas sosial sebagaimana sabdanya:
18
Solidarias sosial mengandung pengertian yang dalam baik menyangkut
rasa mencintai dan merasakan kepada penderitaan orang lain, berusaha
meringankan beban yang dipikul mereka, sampai me- nyangkut sikap
menutupi kelemahan dan cacat dalam tubuh saudara- nya. Sikap ini tidak
mungkin timbul bila keimanan tidak tumbuh dalam diri yang muslim.
Karena itulah Rasulullah SAW bersabda: seorang "Tidak beriman salah
seorang dari kalian, hingga ia mencintai saudaranya, seperti mencintai
dirinya sendiri". (H.R. Bukhari Muslim)
19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa hakikat Peserta didik
merupakan salah satu dari komponen pendidikan yang tidak bisa ditinggalkan,
karena tanpa adanya peserta didik tidak akan mungkin proses pembelajaran
dapat berjalan. Semua hal yang sangat perlu juga diperhatikan oleh seorang
pendidik dalam membimbing peserta didik dengan melihat potensi yang
dimilikinya sesuai dengan kebutuhan mereka seperti kebutuhan jasmani dan
kebutuhan rohani.
Adapun seorang pendidik dalam pendidikan Islam adalah mendidik dan
sekaligus di dalamnya mengajar sesuai dengan keilmuwan yang dimilikinya
sesuai syariat dan norma-norma keislaman
Adapun peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha
mengembangkan potensi diri melalui melalui proses pembelajaran yang tersedia
pada jalur, jenjang, dan pendidikan islami.
B. Saran
Untuk menuju pendidikan yang maju dan islami perlu ada keseimbangan antara
wawasan keislaman dan umum. Untuk itu peserta didik benar-benar harus
melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan baik.
20
DAFTAR PUSTAKA
21