Laporan SGD Yolanda
Laporan SGD Yolanda
Disusun Oleh:
NIM : 020.06.0073
Blok SP : Integumen
Kelas/SGD : B/6
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR
MATARAM
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan Laporan Tutorial LBM
1 “PERSIAPANKU SEBELUM MASUK BLOK INTEGUMEN” Blok Integumen dan dapat
diselesaikan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan laporan
dengan baik.
2. dr. Denta Haritsa Apriliana, S.Ked selaku fasilitator dalam SGD kelompok 6 atas segala
masukan, bimbingan dan kesabaran dalam menghadapi keterbatasan kami.
3. Keluarga dan teman yang saya cintai yang senantiasa memberikan dorongan dan
motivasi.
Saya menyadari bahwa dalam proses pembuatan laporan ini sampai dengan selesai masih
banyak kekurangannya, maka dari itu kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat
diharapkan demi kesempurnaan laporan ini. Saya berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat
bagi kita semua.
Penyusun
BAB I
Skenario
LBM 1
PERSIAPANKU SEBELUM MASUK BLOK INTEGUMEN
Siti adalah mahasiswa Kedokteran yang sedang menempuh Semester 5 dan saat ini
masuk di Blok Integument. Dua hari sebelum hari pertama masuk Siti belajar mengenai Sistem
Integumen di rumah Bersama teman-teman belajarnya. Sebelum memulai belajar mereka
sempat saling berdiskusi dan salah satu temannya berkata “apa ya sebenarnya fungsi kulit itu?
Mengapa di kulit terdapat daerah yang berambut dan ada yang tidak?”. Dan Sitipun
menambahkan “mengapa juga pada remaja kulit itu terlihat kencang dan pada usia tua kulit itu
menjadi keriput? lalu saat terluka bagaimana kulit bisa menutup Kembali?”. Setelah itu sisti dan
teman-teman memutuskan untuk membaca buku referensinya masing-masing.
Beberapa literatur telah di baca oleh Siti dan teman-temannya mereka kembali lagi
untuk berdiskusi untuk menjawab kebingungan-kebingungan mereka tadi dan saling
menambahkan serta melengkapi satu sama lain. Salah satu tambahan juga yang mereka pelajari
adalah terkait efloresensi kulit yang ternyata harus mereka ketahui terlebih dahulu untuk
menentukan diagnosis suatu gangguan dari sistem integument.
DESKRIPSI MASALAH
Dari skenario tersebut menjelaskan bahwa, Siti ingin mempelajari terkait sistem
Integumen. Sistem integumen terdiri dari kulit dengan kelenjar-kelenjarnya, rambut, kuku, dan
reseptor-reseptor khusus pada kulit. Salah satu hal menarik juga yaitu kulit merupakan organ
terbesar dalam tubuh manusia. Di skenario juga siti dan temannya penasaran terkait fungsi kulit,
mengapa dikulit terdapat daerah yang berambut dan tidak, mengapa saat muda kulit terlihat
lebih kencang, dan bagaimana kulit bisa menutup Kembali jika terluka. Mengenai pertanyaan
dari siti dan temannya maka dalam laporan ini akan dibahas terkait anatomi, embriologi,
histologi, dan fisiologi dari sistem integument supaya bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan
tersebut.
Setelah siti dan teman-temannya belajar dan mendapati kebingungan yang lain lagi,
yaitu terkait efloresensi. Efloresensi merupakan kelainan kulit yang dapat dilihat dengan mata
telanjang atau biasa dikenal dengan ruam. Efloresensi terbagi menjadi 2 yaitu, primer dan
sekunder, yang akan dibahas secara lengkap pada BAB 2 dan akan dijelaskan pula terkait sifat-
sifat efloresensi ini.
BAB II
PEMBAHASAN
Folikel rambut terbentuk pada minggu 9 – 12. Berasal dari sel-sel yang
berbentuk kantong disebut tunas rambut yang berinvaginasi ke dermis dimana tunas
rambut berdiferensiasi menjadi bulbus rambut, glandula sebacea dan struktur lainnya.
Papila rambut berasal dari diferensiasi sel mesenkim yang berlokasi disekitar sel
epitel bulbus rambut yang akhirnya rambut tumbuh disebabkan aktivitas sel epitel
dari bulbus rambut. Rambut ini dikenal sebagai lanugo, yang dilepas waktu lahir dan
diganti oleh rambut yang lain.
Hipodermis atau lapisan subkutis (tela subcutanea) tersusun atas jaringan ikat
dan jaringan adiposa yang membentuk fasia superficial yang tampak secara anatomis.
Hipodermis ini terdiri dari sel-sel lemak, ujung saraf tepi, pembuluh darah dan
pembuluh getah bening, kemudian dari beberapa kandungan yang terdapat pada
lapisan ini sehingga lapisan hipodermis ini memiliki fungsi sebagai penahan terhadap
benturan ke organ tubuh bagian dalam, memberi bentuk pada tubuh, mempertahankan
suhu tubuh dan sebagai tempat penyimpan cadangan makanan (Sherwood, 2018).
Kuku adalah bagian tubuh yang terdapat atau tumbuh di ujung jari. Kuku
tumbuh dari sel mirip gel lembut yang mati, mengeras, dan kemudian terbentuk saat
mulai tumbuh dari ujung jari. Kulit ari pada pangkal kuku berfungsi melindungi dari
kotoran. Fungsi utama kuku adalah melindungi ujung jari yang lembut dan penuh urat
saraf, serta mempertinggi daya sentuh. Secara kimia, kuku sama dengan rambut yang
antara lain terbentuk dari keratin protein yang kaya akan sulfur. (Tortora, 2019)
Pada kulit di bawah kuku terdapat banyak pembuluh kapiler yang memiliki
suplai darah kuat sehingga menimbulkan warna kemerah-merahan. Seperti tulang dan
gigi, kuku merupakan bagian terkeras dari tubuh karena kandungan airnya sangat
sedikit. (Tortora, 2019)
Kuku terdiri dari lapisan protein yang disebut dengan keratin. Jenis protein ini
bisa juga ditemukan pada rambut dan kulit. Setiap kuku terdiri dari beberapa bagian,
termasuk:
Rambut merupakan salah satu komponen khas pada mamalia yang memiliki
beberapa fungsi, seperti faktor-faktor eksternal dan regulasi suhu. Selain itu, rambut
juga berfungsi sebagai reservoir untuk sel induk epitel dan melanosit, di mana mampu
menjadi salah satu proteksi pada tubuh manusia karena letaknya yang menyebar
hampir seluruh permukaan tubuh. Manusia memilliki sekitar 5 juta folikel rambut dan
100.000 di antaranya terletak di kulit kepala. Terdapat beberapa struktur rambut yang
penting, di antaranya folikel rambut, batang rambut, dan papilla dermal (Sherwood,
2018).
Folikel Rambut Folikel memiliki dua bagian yang berbeda, yaitu bagian atas
yang terdiri dari infundibulum dan isthmus, sedangkan bagian bawah terdiri dari umbi
rambut dan regio suprabulbar. Folikel bagian atas tetap konstan, sedangkan bagian
bawah bergenerasi terus menerus. Infundibulum adalah struktur berbentuk seperti
corong yang diisi sebum yang memanjang dari kelenjar sebasea ke permukaan kulit.
Isthmus adalah struktur yang memanjang dari kelenjar sebasea ke insersi muskulus
arrector pili. Regio suprabulbar yang terdiri dari dua lapisan dari luar ke dalam, yaitu
outer root sheath (ORS) dan inner root sheath (IRS) (Sherwood, 2018)).
Papilla Dermal Papilla dermal adalah inti dari jaringan yang diturunkan secara
mesenkim yang diselubungi oleh epitel matriks. Bagian ini terdiri dari fibroblast,
ikatan kolagen, stroma yang kaya mukopolisakarida, serabut saraf, dan pembuluh
kapiler. Bagian ini terhubung dengan selubung selubung perifolikuler dari jaringan
ikat yang menyelubungi folikel bawah. Percobaan rekombinasi jaringan telah
menunjukkan bahwa papilla dermal memiliki sifat induksi yang kuat, termasuk
kemampuan untuk menginduksi pembentukan folikel rambut. Pada folikel rambut
manusia, volume papilla berkorelasi dengan jumlah sel matriks dan ukuran batang
rambut yang dihasilkan. Banyak faktor pertumbuhan pada sel-sel matriks epitel di
atasnya yang berasal dari papilla dermal, seperti keratinocytes growth factor (KGF)
yang diperlukan untuk morfogenesis folikel rambut dan tampaknya perannya tidak
dapat digantikan oleh faktor pertumbuhan lainnya (Difiore, 2018).
Histologi
A. Kulit, Kelenjar Keringat dan Sebasea
1. Epidermis
Epidermis merupakan lapisan paling luar kulit dan terdiri atas epitel
berlapis gepeng dengan lapisan tanduk. Epidermis hanya terdiri dari jaringan
epitel, tidak mempunyai pembuluh darah maupun limf; oleh karenaitu semua
nutrien dan oksigen diperoleh dari kapiler pada lapisan dermis. Epitel berlapis
gepeng pada epidermis ini tersusun oleh banyak lapis sel yang disebut
keratinosit. Sel-sel ini secara tetap diperbarui melalui mitosis sel-sel dalam
lapis basal yang secara berangsur digeser ke permukaan epitel. Selama
perjalanannya, sel-sel ini berdiferensiasi, membesar, dan mengumpulkan
filamen keratin dalam sitoplasmanya. Mendekati permukaan, selsel ini mati
dan secara tetap dilepaskan (terkelupas). Waktu yang dibutuhkan untuk
mencapai permukaan adalah 20 sampai 30 hari. Modifikasi struktur selama
perjalanan ini disebut sitomorfosis dari sel-sel epidermis. Bentuknya yang
berubah pada tingkat berbeda dalam epitel memungkinkan pembagian dalam
potongan histologik tegak lurus terhadap permukaan kulit. (Difiore, 2018)
Epidermis terdiri atas 5 lapisan yaitu, dari dalam ke luar, stratum basal,
stratum spinosum, stratum granulosum, stratum lusidum, dan stratum
korneum.
g. Keratinosit
Keratinosit merupakan sel terbanyak (85-95%), berasal dari ektoderm
permukaan. Merupakan sel epitel yang mengalami keratinisasi,
menghasilkan lapisan kedap air dan perisai pelidung tubuh. Proses
keratinisasi berlangsung 2-3 minggu mulai dari proliferasi mitosis,
diferensiasi, kematian sel, dan pengelupasan (deskuamasi). Pada tahap
akhir diferensiasi terjadi proses penuaan sel diikuti penebalan membran
sel, kehilangan inti organel lainnya. Keratinosit merupakan sel induk bagi
sel epitel di atasnya dan derivat kulit lain. (Difiore, 2018)
h. Melanosit
Melanosit meliputi 7-10% sel epidermis, merupakan sel kecil dengan
cabang dendritik panjang tipis dan berakhir pada keratinosit di stratum
basal dan spinosum. Terletak di antara sel pada stratum basal, folikel
rambut dan sedikit dalam dermis. Dengan pewarnaan rutin sulit dikenali.
Dengan reagen DOPA (3,4- dihidroksi-fenilalanin), melanosit akan
terlihat hitam. Pembentukan melanin terjadi dalam melanosom, salah satu
organel sel melanosit yang mengandung asam amino tirosin dan enzim
tirosinase. Melalui serentetan reaksi, tirosin akan diubah menjadi melanin
yang berfungsi sebagai tirai penahan radiasi ultraviolet yang berbahaya.
(Difiore, 2018)
i. Sel Langerhans
Sel Langerhans merupakan sel dendritik yang bentuknya ireguler,
ditemukan terutama di antara keratinosit dalam stratum spinosum. Tidak
berwarna baik dengan HE. Sel ini berperan dalam respon imun kulit,
merupakan sel pembawa-antigen yang merangsang reaksi hipersensitivitas
tipe lambat pada kulit. (Difiore, 2018)
j. Sel Merkel
Jumlah sel jenis ini paling sedikit, berasal dari krista neuralis dan
ditemukan pada lapisan basal kulit tebal, folikel rambut, dan membran
mukosa mulut. Merupakan sel besar dengan cabang sitoplasma pendek.
Serat saraf tak bermielin menembus membran basal, melebar seperti
cakram dan berakhir pada bagian bawah sel Merkel. Kemungkinan badan
Merkel ini merupakan mekanoreseptor atau reseptor rasa sentuh. (Difiore,
2018)
2. Dermis
Dermis terdiri atas stratum papilaris dan stratum retikularis, batas antara
kedua lapisan tidak tegas, serat antaranya saling menjalin.
a. Stratum papilaris
Lapisan ini tersusun lebih longgar, ditandai oleh adanya papila dermis
yang jumlahnya bervariasi antara 50 – 250/mm2. Jumlahnya terbanyak
dan lebih dalam pada daerah di mana tekanan paling besar, seperti pada
telapak kaki. Sebagian besar papila mengandung pembuluh-pembuluh
kapiler yang memberi nutrisi pada epitel di atasnya. Papila lainnya
mengandung badan akhir saraf sensoris yaitu badan Meissner. Tepat di
bawah epidermis serat-serat kolagen tersusun rapat. (Difiore, 2018)
b. Stratum retikularis
Lapisan ini lebih tebal dan dalam. Berkas-berkas kolagen kasar dan
sejumlah kecil serat elastin membentuk jalinan yang padat ireguler. Pada
bagian lebih dalam, jalinan lebih terbuka, rongga-rongga di antaranya
terisi jaringan lemak, kelenjar keringat dan sebasea, serta folikel rambut.
Serat otot polos juga ditemukan pada tempat-tempat tertentu, seperti
folikel rambut, skrotum, preputium, dan puting payudara. Pada kulit wajah
dan leher, serat otot skelet menyusupi jaringan ikat pada dermis. Otot-otot
ini berperan untuk ekspresi wajah. Lapisan retikular menyatu dengan
hipodermis/fasia superfisialis di bawahnya yaitu jaringan ikat longgar
yang banyak mengandung sel lemak. (Difiore, 2018)
c. Sel-sel dermis
Jumlah sel dalam dermis relatif sedikit. Sel-sel dermis merupakan sel-sel
jaringan ikat seperti fibroblas, sel lemak, sedikit makrofag dan sel mast.
(Difiore, 2018)
3. Hipodermis
Sebuah lapisan subkutan di bawah retikularis dermis disebut hipodermis.
Ia berupa jaringan ikat lebih longgar dengan serat kolagen halus terorientasi
terutama sejajar terhadap permukaan kulit, dengan beberapa di antaranya
menyatu dengan yang dari dermis. Pada daerah tertentu, seperti punggung
tangan, lapis ini meungkinkan gerakan kulit di atas struktur di bawahnya. Di
daerah lain, serat-serat yang masuk ke dermis lebih banyak dan kulit relatif
sukar digerakkan. Sel-sel lemak lebih banyak daripada dalam dermis.
Jumlahnya tergantung jenis kelamin dan keadaan gizinya. Lemak subkutan
cenderung mengumpul di daerah tertentu. Tidak ada atau sedikit lemak
ditemukan dalam jaringan subkutan kelopak mata atau penis, namun di
abdomen, paha, dan bokong, dapat mencapai ketebalan 3 cm atau lebih.
Lapisan lemak ini disebut pannikulus adiposus. (Difiore, 2018)
4. Kelenjar Sebasea
Kelenjar sebasea atau kelenjar rambut merupakan kelenjar holokrin yang
terdapat pada seluruh kulit yang berambut. Hampir semua kelenjar sebasea
bermuara ke dalam folikel rambut kecuali yang terdapat pada puting susu,
kelopak mata, glans penis, klitoris, dan labium minus. Kelenjar sebasea yang
berhubungan dengan folikel rambut biasanya terdapat pada sisi yang sama
dengan otot penegak rambut (m. arrector pili). (Difiore, 2018)
5. Kelenjar Keringat
Kelenjar keringat ada dua jenis, yaitu kelenjar keringat merokrin dan
apokrin, yang berbeda cara sekresinya. Kelenjar merokrin bergetah encer
(banyak mengandung air), terdapat di seluruh permukaan tubuh kecuali daerah
yang berkuku; fungsinya menggetahkan keringat yang berguna untuk ikut
mengatur suhu tubuh. Kelenjar apokrin hanya terdapat pada kulit daerah
tertentu, misalnya areola mamma, ketiak, sekitar dubur, kelopak mata, dan
labium mayus. Kelenjar ini bergetah kental dan baru berfungsi setelah
pubertas. Kelenjar bergetah lilin seperti kelenjar serumen dan kelenjar Moll
juga tergolong kelenjar ini. Baik kelenjar merokrin maupun apokrin
dilengkapi dengan sel mioepitel. (Difiore, 2018)
B. Kuku
Lempeng kuku yang sesuai dengan stratum korneum kulit, terletak diatas
dasar epidermis yang disebut dasar kuku. Pada dasar kuku ini hanya terdapat
stratum basale dan stratum spinosum. Stratum ujung kuku yangmelipat di
atas pangkal kuku disebut sponychium, sedangkan di bawah ujung bebas
kuku terdapat penebalan stratum corneum membentuk hyponychium. (Difiore,
2018)
C. Rambut
1. Medula rambut
Medula rambut terletak paling tengah, biasanya terlihat lebih terang
daripada bagian lain. Sel-selnya berbentuk poligobal, tersusun jarang satu
sama lain. Di dalam sitoplasmanya dapat terlihat sedikit pigmen melanin.
Perlu diperhatikan bahwa tidak semua rambut mempunyai medula. (Difiore,
2018)
2. Korteks rambut
Korteks rambut merupakan bagian terbesar rambut, mengandung beberapa
lapisan konsentris yang terdiri atas sel panjang terkeratinisasi. Melanin
biasanya terjepit di antara dan di dalam sel-sel ini, sehingga mewarnai rambut.
(Difiore, 2018)
3. Kutikula rambut
Kutikula rambut merupakan bagian paling luar akar dan batang rambut
mengandung sel-sel paling tipis, mirip sisik, dengan ujung bebas ke arah
ujung distal. Sel-sel yang menyusun kutikula rambut sangat pipih, saling
berselisip, dan berhimpitan dengan sel-sel kutikula sarung akar rambut dalam,
sehingga sulit dibedakan satu sama lain. (Difiore, 2018)
Fisiologi
Air.
Garam.
Urea.
Keringat sendiri diproduksi oleh kelenjar keringat yang terdapat pada lapisan
dermis kulit dan dikeluarkan melalui saluran keringat, kemudian keluar melalui
pori-pori kulit. Pada dasarnya, keringat diproduksi dan dilepaskan bukan tanpa
alasan (Sharewood, 2020).
Dengan kata lain, proses termoregulasi yang terdapat pada kulit bertujuan
untuk menurunkan dan menyesuaikan suhu tubuh. Sebaliknya, apabila kondisi
tubuh berada di lingkungan dingin, maka keringat tidak akan diproduksi. Saat
kondisi dingin berlangsung, tubuh akan memecah lemak yang ada dalam lapisan
kulit. Kemudian, lemak akan diubah menjadi energi panas. Dengan begitu, tubuh
pun akan terasa lebih (Sharewood, 2020).
Fungsi proteksi
Kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisik atau mekanik
(tarikan, gesekan, dan tekanan), gangguan kimia ( zat-zat kimia yang iritan), dan
gagguan bersifat panas (radiasi, sinar ultraviolet), dan gangguan infeksi luar
(Sharewood, 2020).
Fungsi absorpsi
Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan dan benda padat tetapi
cairan yang mudah menguap lebih mudah diserap, begitupun yang larut lemak.
Permeabilitas kulit terhadap O2, CO2 dan uap air memungkinkan kulit ikut
mengambil bagian pada fungsi respirasi. Kemampuan absorpsi kulit dipengaruhi
oleh tebal tipisnya kulit, hidrasi, kelembaban, metabolisme dan jenis vehikulum
(Sharewood, 2020).
Fungsi ekskresi
Kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna lagi atau sisa
metabolisme dalam tubuh berupa NaCl, urea, asam urat, dan ammonia
(Sharewood, 2020).
Fungsi persepsi
Sel pembentuk pigmen (melanosit) terletak di lapisan basal dan sel ini berasal
dari rigi saraf. Jumlah melanosit dan jumlah serta besarnya butiran pigmen
(melanosomes) menentukan warna kulit ras maupun individu (Sharewood, 2020).
Fungsi kreatinisasi
Fungsi ini memberi perlindungan kulit terhadap infeksi secara mekanis fisiologik.
Di atas lokalisasi tersebut dicari efloresensi atau ruam kulitnva. Ada 2 jenis ruam kulit:
o Kanalikuli yaitu ruam kulit berupa saluran-saluran pada stratum korneum, yang
timbul sejajar dengan permukaan kulit, seperti yang terdapat pada skabies.
o Milia (= white head) ialah penonjoian di atas permukaan kulit yang berwarna putih
yang ditimbulkan oleh penyumbatan saluran kelenjar sebasea, seperti pada akne
sistika.
o Komedo (= blackhead) ialah ruam kulit berupa bintik-bintik hitam yang timbul akibat
proses oksidasi udara terhadap sekresi kelenjar sebasea di permukaan kulit, seperti
pada akne.
o Eksantema adalah ruam permukaan kulit yang timbul serentak dalam waktu singkat
dan tidak berlangsung lama, biasanya didahului demam, seperti pada demam
berdarah.
o Roseola ialah eksantema lentikular berwarna merah tembaga seperti pada sifilis dan
frambusia.
o Purpura yaitu perdarahan di dalam/di bawah kulit yang tampak kemerahan, dan tidak
hilang pada penekanan kulit, seperti pada dermatitis medikamentosa.
Sifat-sifat efloresensi
1. Tahap inflamasi
- Suatu respon protektif yang ditujukan untuk menghentikan perdarahan dan
membersihkan area luka dari benda asing, sel-sel mati, dan bakteri
- Fase ini dimulai dari saat terjadinya luka sampai 3 hari atau 0-3 hari
- Proses terjadinya inflamasi ini ada 2:
a. Hemostasis
Pengehntian perdarahan, jadi ketika terbentuknya suatu luka yang
menyebabkan terjadinya kerusakana pembuluh darah secara
otomatis akan ada platelet atau trombosit yg keluar dari pembuluh
darah, yang menuju ke daerah luka tersebut, untuk membentuk suatu
bekuan darah sehingga darah tidak mengalir kembali.
Selain pembekuan platelet akan terjadi juga vasokontriksi
(penyempitan pembuluh darah) pembuluh darah akan tertutup.
(Jurnal Biomedik (JBM), 2018)
b. Fagositosis
Setelah 5-10 menit terjadinya hemostasis terjadilah proses fagositosis
Terjadi vasodilatasi pembuluh darah, jadi jaringan yg rusak akan
melepaskan histamin merangsang pembuluh darah untuk
vasodilatasi dengan melebarnya pembuluh darah / permeabilitasnya
meningkat, akan memudahkan sel darah putih untuk keluar, sel darah
putih yang berperan adalah makrofag dan neutrofil keluar
menuju ke area luka sel- sel fagosit ini akan memakan bakteri dan
benda asing dari sekitar luka
Tujuan dari fagosit ini dalah menghancurkan bakteri dan debris atau
sel-sel mati yang maih berada di sekitar luka. (Jurnal Biomedik (JBM),
2018)
1. Rubor (kemerahan)
2. Color (hangat), karena banyaknya darah, bisa juga karena ada suatu
substansi di aderah luka, yg dapat menimbulkan panas di luka krn
menggangu kerja dari hipotalamus
3. Tumor (pembengkakan), pada fase fagositosis tadi, akan ada sel darh putih
yg akan keluar menuju luka dan berkumpul disana mmbntk suatu massa
bengkak
4. Dolor (nyeri), karena massa di area di area tersebut menggangu resptr
saraf di area tersebut
5. Functio laesa (hilangnya fungsi). (Jurnal Biomedik (JBM), 2018)
2. Proliferasi
Memperbaiki dan menyembuhkan luka ditandai dengan proliferasi
(pembentukan) sel
Dimulai dari hari ke-3 sampai 21 hari (bergantung respon tubuh setiap orang)
Terdapat beberap aproses lagi:
a. Angiogenesis pembentukan pembuluh darah baru, ketika adalnya luka yg
menyebabkan p.d rusak, maka p.d akan dibuat ulang, angiogenesis ini
terbentuk oleh sel endotel yg akan menuju ke luka lalu kemudian membuat
p. d baru, p.d baru diperlukan untuk proses penyembuhan luka, sehingga
oksigen mudah terhantarkan.
b. Granulasi, yg berperan adalah fibroblas, akan menuju ke daerah luka untuk
membentuk jaringan granulasi, fibroblas diperantarai oleh makrofag untuk
membentuk jaringan granulasi, yang akan mensintesis kolagen, adanya
kolagen membantu dalam proses penyembuhan luka dan menguatkan
jaringan, dan luka dapat menutup dengan baik
c. Epitelisasi (arahnya ke samping), pembentukan sel epitel di daerah luka.
(Jurnal Biomedik (JBM), 2018)
3. Maturasi
Proses pematangan yang bertujuan untuk menyempurnakan terbentuknya
jaringan baru yang kuat dan bermutu
Dimulai ari hari ke-21 sampai 1-2 tahun
Terjadi beberapa hal:
a. Fibroblast terus mensintesis kolagen
b. Struktur kolagen menjadi kuat
c. Terdapat bekas luka, dari warna merah jadi putih
d. Kekuatan regangan luka meningkat. (Jurnal Biomedik (JBM), 2018)
6. Tipe-tipe kulit pada tubuh?
Tipe kulit diklasifikasikan oleh Fitzpatrick berdasarkan reaksinya terhadap
paparan sinar matahari serta radiasi sinar UV. Klasifikasi Fitzpatrick saat ini
menggolongkan kulit menjadi enam tipe warna kulit, mulai dari sangat pucat
(tipe kulit I) hingga sangat gelap (tipe kulit VI). Warna alami atau pigmentasi kulit
ditentukan oleh jumlah, tipe dan susunan melanin di kulit. Pigmen melanin memberikan
perlindungan alami terhadap paparan sinar UV yakni Sun Protection Factor (SPF).
(Periodical of Dermatology and Venereology Journal, 2018)
- Tipe I (skor 0–6) kulit selalu terbakar, tidak bisa menggelap (kulit bulai, putih belak,
putih bintik-bintik)
- Tipe II (skor 7-13) kulit biasanya terbakar, bisa sedikit menggelap (kulit terang, putih
bahana)
- Tipe III (skor 14-20) kadang-kadang luka bakar ringan, menggelap secara merata
(kuning langsat, kulit cokelat pucat)
- Tipe IV (skor 21-27) risiko terbakar sangat minim, mudah menggelap dengan baik
(sawo matang, kulit coklat menengah)
- Tipe V (skor 28-34) sangat jarang terbakar, sangat mudah menggelap (kulit hitam
manis, kulit cokelat perunggu)
- Tipe VI (skor 35-36) tidak pernah terbakar (Kulit gelap, hitam jangat). (Periodical of
Dermatology and Venereology Journal, 2018)
Type Deskripsi
Type 1 Selalu terbakar, tidak kecoklatan
Type 2 Biasanya terbakar, namun tidak kecoklatan
Type 3 Kadang kadang mudah terbakar, kulit mencoklat secara
bertahap, menjadi coklat muda
Type 4 Jarang terbakar ketika terkena sinar matahari, kulit
mudah berubah menjadi coklat hingga coklat sedang
Type 5 Tidak terbakar, tetapi mudah menciklat dan sangat
berpigmen
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, skenario pada LBM 1 ini dibahas
terkait dengan sistem Integumen (Anatomi, Fisiologi, Histologi, Embriologi) dan Efloresensi.
Sistem integumen adalah sistem organ yang membedakan, memisahkan, dan menginformasikan
kita dari lingkungan sekitar. Sistem ini seringkali merupakan bagian dari sistem organ terbesar
yang mencakup kulit, rambut, kuku, kelenjar keringat, kelenjar minyak dan kelenjar susu. Pada
tubuh manusia dewasa, berat kulit pada kurang lebih sama dengan 16 persen dari berat tubuh
manuasia. Kulit merupakan organ yang pada dasarnya kulit terbuat dari beberbagai jenis
jaringan yang bekerja bersama membentuk suatu struktur yang melakukan fungsi tertentu. Kulit
dan aksesorisnya merupakan sistem integumen, yang berperan dalam perlindungan menyeluruh
bagi tubuh. Kulit terbuat dari beberapa lapisan sel dan jaringan, yang diikat oleh struktur yaitu
jaringan ikat. Sistem integumen mampu memperbaiki dirinya sendiri apabila terjadi kerusakan
yang tidak terlalu parah (self-repairing) dan mekanisme pertahanan tubuh pertama (pembatas
antara lingkungan luar tubuh dengan dalam tubuh). Lapisan kulit dibagi menjadi 3 lapisan yakni
epidermis, dermis dan subkutis (hipodermis).
Dermatologi gambaran klinis penyakit harus mengetahui morfologi (wujud kelainan kulit
yang terjadi) atau efloresensi dimana setiap penyakit kulit memiliki gejala tertentu. Efloresensi
terdiri dari primer dan sekunder. Efloresensi primer timbul pada awal penyakit dan menjadi
morfologi yang terutama ada, sedangkan efloresensi sekunder timbul pada perjalanan penyakit,
biasanya muncul akibat dari efloresensi primer. Efloresensi primer meliputi, macula, eritema,
papula, nodula, vesikula, bula, pustula, urtika, tumor dan kista. Efloresensi sekunder meliputi,
skuama, krusta, erosi, ekskoriasi, ulkus, rhagaden, parut, keloid, abses, likenifikasi, guma, dan
hiperpigmentasi.
DAFTAR PUSTAKA
Tortora, GJ., Derrickson, B. (2015). Principles of Anatomy and Physiology 12th Ed. Hoboken:
John Wiley & Sons, Inc.
Anggowarsito, J. L. 2014. Aspek fisiologi penuaan kulit. Jurnal Widya Medika, 2(1), 56-61.
Chalik, Raimundus 2016. Anatomi Fisiologi Manusia. Kementerian Kesehatan RI, Jakarta.
Guyton & Hall. 2016. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi revisi berwarna ke-13. Elsevier :
Singapore.
H. Netter, Frank., 2014. Atlas of Human Anatomy 6th Edition. Penerbit Elsevier. Philadelphia.
L. Mescher, Anthony. 2013. Junqueira's Basic Histology Text and Atlas Thirteenth Edition. Mc
Graw Hill Lange.
Linuwih SW Menaldi,S. 2016. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
Liwang, ferry et al 2020. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Edisi V. Media Aescalapius, Jakarta.
Sadler, T.W. 2012. Langman Embriologi Kedokteran Edisi 12. Lippincott Williams & Wilkins, a
Wolters Kluwer business.
Sherwood, Lauralee 2020. Fisiologi Manusia dari Sel Ke Sistem Edisi 9. Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Siregar, R.S. 2016. Saripati Penyakit Kulit Edisi 3. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiadi S, editors 2014. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Edisi VI. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Sylvia, P. 2016. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit vol. 2 edisi 6. EGC, Jakarta.