Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN

TUTORIAL LBM 1 “PERSIAPANKU SEBELUM MASUK BLOK


INTEGUMEN”
BLOK INTEGUMEN

Disusun Oleh:

Nama : Rosalina Yolanda

NIM : 020.06.0073

Blok SP : Integumen

Kelas/SGD : B/6

Tutor : dr. Denta Haritsa Apriliana, S.Ked

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR
MATARAM
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan Laporan Tutorial LBM
1 “PERSIAPANKU SEBELUM MASUK BLOK INTEGUMEN” Blok Integumen dan dapat
diselesaikan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan laporan
dengan baik.
2. dr. Denta Haritsa Apriliana, S.Ked selaku fasilitator dalam SGD kelompok 6 atas segala
masukan, bimbingan dan kesabaran dalam menghadapi keterbatasan kami.
3. Keluarga dan teman yang saya cintai yang senantiasa memberikan dorongan dan
motivasi.
Saya menyadari bahwa dalam proses pembuatan laporan ini sampai dengan selesai masih
banyak kekurangannya, maka dari itu kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat
diharapkan demi kesempurnaan laporan ini. Saya berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat
bagi kita semua.

Mataram, 9 November 2022

Penyusun
BAB I

Skenario

LBM 1
PERSIAPANKU SEBELUM MASUK BLOK INTEGUMEN

Siti adalah mahasiswa Kedokteran yang sedang menempuh Semester 5 dan saat ini
masuk di Blok Integument. Dua hari sebelum hari pertama masuk Siti belajar mengenai Sistem
Integumen di rumah Bersama teman-teman belajarnya. Sebelum memulai belajar mereka
sempat saling berdiskusi dan salah satu temannya berkata “apa ya sebenarnya fungsi kulit itu?
Mengapa di kulit terdapat daerah yang berambut dan ada yang tidak?”. Dan Sitipun
menambahkan “mengapa juga pada remaja kulit itu terlihat kencang dan pada usia tua kulit itu
menjadi keriput? lalu saat terluka bagaimana kulit bisa menutup Kembali?”. Setelah itu sisti dan
teman-teman memutuskan untuk membaca buku referensinya masing-masing.
Beberapa literatur telah di baca oleh Siti dan teman-temannya mereka kembali lagi
untuk berdiskusi untuk menjawab kebingungan-kebingungan mereka tadi dan saling
menambahkan serta melengkapi satu sama lain. Salah satu tambahan juga yang mereka pelajari
adalah terkait efloresensi kulit yang ternyata harus mereka ketahui terlebih dahulu untuk
menentukan diagnosis suatu gangguan dari sistem integument.

DESKRIPSI MASALAH

Dari skenario tersebut menjelaskan bahwa, Siti ingin mempelajari terkait sistem
Integumen. Sistem integumen terdiri dari kulit dengan kelenjar-kelenjarnya, rambut, kuku, dan
reseptor-reseptor khusus pada kulit. Salah satu hal menarik juga yaitu kulit merupakan organ
terbesar dalam tubuh manusia. Di skenario juga siti dan temannya penasaran terkait fungsi kulit,
mengapa dikulit terdapat daerah yang berambut dan tidak, mengapa saat muda kulit terlihat
lebih kencang, dan bagaimana kulit bisa menutup Kembali jika terluka. Mengenai pertanyaan
dari siti dan temannya maka dalam laporan ini akan dibahas terkait anatomi, embriologi,
histologi, dan fisiologi dari sistem integument supaya bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan
tersebut.
Setelah siti dan teman-temannya belajar dan mendapati kebingungan yang lain lagi,
yaitu terkait efloresensi. Efloresensi merupakan kelainan kulit yang dapat dilihat dengan mata
telanjang atau biasa dikenal dengan ruam. Efloresensi terbagi menjadi 2 yaitu, primer dan
sekunder, yang akan dibahas secara lengkap pada BAB 2 dan akan dijelaskan pula terkait sifat-
sifat efloresensi ini. 
BAB II
PEMBAHASAN

1. Embriologi sistem integumen?


A. Kulit, Kelenjar Keringat dan Sebasea
Kulit terdiri atas 2 lapisan utama yaitu epidermis dan dermis. Epidermis
merupakan jaringan epitel yang berasal dari ektoderm, sedangkan dermis berupa
jaringan ikat agak padat yang berasal dari mesoderm. Di bawah dermis terdapat
selapis jaringan ikat longgar yaitu hipodermis, yang pada beberapa tempat terutama
terdiri dari jaringan lemak.
1. Epidermis
Pada awalnya (5 minggu), mudigah di lapisi oleh satu lapisan sel ectoderm.
Padaawal bulan kedua (7 minggu), epitel ini membelah, dan terbentuk suatu
lapisan sel gepeng yang disebut periderm atau epitrikium, di permukaannya. Pada
proliferasisel selanjutnya di lapisan basal, terbentuklah zona ketiga (zona
intermediet) yaitu pada embrio 4 bulan. Akhirnya pada bulan keempat, epidermis
memperoleh susunan definitifnya dan dapat dikenali empat lapisan yaitu pada saat
lahir.

a. Stratum basale atau stratum germinativum, berperan dalam


menghasilkan sel-sel baru. Lapisan ini kemudian membentuk
hubungan dan cekungan yang tercermin di permukaan kulit sebagai
sidik jari.
b. Stratum spinosum yang tebal terdiri dari sel-sel polyhedral besar
yang mengandung tonofibril halus.
c. Stratum granulosum mengandung granula kertohialin kecil di sel-
selnya.
d. Stratum korneum (lapisan tanduk) yang membentuk permukaan
mirip sisik keras pada epidermis, disusun oleh sel-sel mati yang
terkemas rapat dan mengandung keratin. Sel-sel periderm biasanya
dilepaskan sewaktu paruh kedua kehidupan intra uterus dan dapat
ditemukan di dalam cairan amnion. Selama 3 bulan pertama
perkembangan, epidermis diinvasi oleh sel-sel yang berasal dari
Kristaneuralis. Sel-sel ini mensintesis pigmen melanin dalam
melanosom.
2. Dermis
Dermis berasal dari mesoderm lempeng lateral dan dermatom dari somit.
Selama bulan ketiga dan keempat, jaringan ini (korium) membentuk banyak
struktur papilar ireguler, papilla dermis yang menonjol ke atas ke dalam
epidermis. Sebagian besar dari papilla ini mengandung kapiler halus atau end
organ (ujung) saraf sensorik. Lapisan dermis yang lebih dalam (subkorium),
mengandung banyak jaringan lemak. Saat lahir, kulit dilapisi oleh pasta
keputihan, verniks kaseosa, yang dibentuk oleh sekresi kelenjar sebasea dan sel
epidermis dan rambut yang mengalami degenerasi. Lapisan ini melindungi kulit
dari efek maserasi cairan ketuban.
3. Kelenjar keringat
Kelenjar keringat berasal dari seratum basalis epidermis, tetapi mulai
tumbuh pada dermis. Kelenjar keringat muncul pada minggu 20 pada tangan dan
kaki, kemudian baru pada daerah lain, dimana pars sekresi dari kelenjar ini
melingkar seperti perkembangan kelenjar didalam dermis
4. Kelenjar sebasea
Kelenjar sebasea berkembang sebagai pertumbuhan yang lebih besar dari
epidermis disisi folikel rambut. Kelenjar sebasea berkembang sebagai
pertumbuhan yang lebih besar dari epidermis disisi folikel rambut. Sebum
dihasilkan selama peride fetal dan sebum bercampur dengan sel yang dilepas dari
periderm untuk membentuk vernix caseosa.
B. Kuku
Kuku tangan dan kaki terbentuk pada minggu ke 10, dimana berawal dari
terbentuknya dasar kuku pada tiap puncak dari jari yang berasal dari rigi epitetelium
yang menebal. Dasar kuku kemudian dibungkus oleh lipatan epidermis yang disebut
lipatan kuku. Dimana kuku terbentuk dari bagian proximal yang tumbuh melewati
dasar kuku dan mengalami keratinisasi
C. Rambut

Folikel rambut terbentuk pada minggu 9 – 12. Berasal dari sel-sel yang
berbentuk kantong disebut tunas rambut yang berinvaginasi ke dermis dimana tunas
rambut berdiferensiasi menjadi bulbus rambut, glandula sebacea dan struktur lainnya.
Papila rambut berasal dari diferensiasi sel mesenkim yang berlokasi disekitar sel
epitel bulbus rambut yang akhirnya rambut tumbuh disebabkan aktivitas sel epitel
dari bulbus rambut. Rambut ini dikenal sebagai lanugo, yang dilepas waktu lahir dan
diganti oleh rambut yang lain.

2. Anatomi, histologi dan fisiologi sistem integumen?


 Anatomi
Gambar Anatomi Sistem Integumen

Pembahasan selanjutnya adalah mengenai Anatomi dari sistem Integumen.


Secara anatomis, kulit memiliki tiga lapisan yang terdiri atas lapisan paling atas yakni
epidermis (epi- = diatas), kemudian lapisan kedua yaitu dermis dan lapisan paling
dalam adalah hipodermis. (Tortora, 2019)

Epidermis terdiri dari lapisan epitel skuamosa bertingkat berkeratin. Epidermis


terdiri dari empat jenis sel utama yaitu keratinosit, melanosit, sel Langerhans dan sel
Merkel. Keratinosit merupakan sel yang akan menyusun 4/5 lapisan pada epidermis
yang memiliki fungsi untuk menghasilkan keratin untuk membantu melindungi kulit
dan jaringan di bawahnya dari abrasi. Melanosit merupakan sel epidermis yang akan
menghasil melanin yakni pigmen kuning-merah atau coklat-hitam yang memberi
warna kulit dan menyerap sinar ultraviolet (UV). Sel Langerhans, disebut juga sel
dendritik epidermal, berasal dari sumsm tulang merah dan bermigrasi di epidermis.
Sel ini berperan pada sistem imun melawan mikroba yang menyerang kulit dan
mudah rusak oleh sinar UV. Sel Merkel adalah sel epidermis yang paling sedikit. Sel-
sel ini terletak pada lapisan epidermis yang paling dalam. Di sini sel berhubungan
dengan prosesus pipih neuron sensorik (sel saraf), struktur yang disebut diskus
Merkel (taktil). Selain itu epidermis memiliki jumlah lapisan yang bergantung pada
jenis kulitnya. Pada kulit tipis memiliki 4 lapisan yakni stratum basalis, stratum
spinosum, stratum granulamatosum dan stratum korneum. Sedangkan pada ujung jari,
telapak tangan dan telapak kaki memiliki jenis kulit tebal dengan 5 lapisan yakni
stratum basalis, stratum spinosum, stratum granulamatosum, stratum lusidum dan
stratum korneum. (Tortorra, 2019)
Selanjutnya lapisan kedua yakni Dermis yang Terdiri dari bahan dasar serabut
kolagen dan elastin yang berada di dalam substansi dasar yang bersifat koloid dan
terbuat dari gelatin mukopolisakarida. Serabut kolagen dapat mencapai 72% dari
keseluruhan berat kulit manusia bebas lemak. Di dalam dermis terdapat adneksa-
adneksa kulit seperti folikel rambut, papila rambut, kelenjar keringat, saluran
keringat, kelenjar sebasea, otot penegak rambut, ujung pembuluh darah dan ujung
saraf, juga sebagian serabut lemak yang terdapat pada lapisan lemak bawah kulit.
(Sherwood, 2018).

Hipodermis atau lapisan subkutis (tela subcutanea) tersusun atas jaringan ikat
dan jaringan adiposa yang membentuk fasia superficial yang tampak secara anatomis.
Hipodermis ini terdiri dari sel-sel lemak, ujung saraf tepi, pembuluh darah dan
pembuluh getah bening, kemudian dari beberapa kandungan yang terdapat pada
lapisan ini sehingga lapisan hipodermis ini memiliki fungsi sebagai penahan terhadap
benturan ke organ tubuh bagian dalam, memberi bentuk pada tubuh, mempertahankan
suhu tubuh dan sebagai tempat penyimpan cadangan makanan (Sherwood, 2018).

Kuku adalah bagian tubuh yang terdapat atau tumbuh di ujung jari. Kuku
tumbuh dari sel mirip gel lembut yang mati, mengeras, dan kemudian terbentuk saat
mulai tumbuh dari ujung jari. Kulit ari pada pangkal kuku berfungsi melindungi dari
kotoran. Fungsi utama kuku adalah melindungi ujung jari yang lembut dan penuh urat
saraf, serta mempertinggi daya sentuh. Secara kimia, kuku sama dengan rambut yang
antara lain terbentuk dari keratin protein yang kaya akan sulfur. (Tortora, 2019)
Pada kulit di bawah kuku terdapat banyak pembuluh kapiler yang memiliki
suplai darah kuat sehingga menimbulkan warna kemerah-merahan. Seperti tulang dan
gigi, kuku merupakan bagian terkeras dari tubuh karena kandungan airnya sangat
sedikit. (Tortora, 2019)

Kuku terdiri dari lapisan protein yang disebut dengan keratin. Jenis protein ini
bisa juga ditemukan pada rambut dan kulit. Setiap kuku terdiri dari beberapa bagian,
termasuk:

 Matriks kuku, merupakan pembentuk jaringan kuku yang baru.


 Dinding kuku (Nail Wall), merupakan lipatan-lipatan kulit yang menutupi bagian
pinggir dan atas.
 Dasar kuku (Nail Bed), merupakan kulit yang berada di bawah nail plate. Sel-sel
pada dasar nail bed berfungsi untuk memproduksi nail plate baik di jari tangan
atau kaki. Selain itu, selsel ini juga berfungsi menggenggam nail plate.
 Alur kuku (Nail Grove), merupakan celah antar dinding dan dasar kuku.
 Akar kuku (Nail Root), merupakan bagian proksimal kuku.
 Lempeng kuku(Nail Plate), merupakan bagian dari kuku yang paling kelihatan.
Nail plate merupakan bagian keras yang Anda lihat saat memperhatikan kuku jari.
 Nail fold, merupakan kulit yang membingkai setiap nail plate dari ketiga sisi.
 Lunula, merupakan bagian lempeng kuku yang berwarna putih, didekat akar kuku
berbentuk bulan sabit, sering tertutup oleh kulit.
 Kutikula (Eponikium), merupakan dinding kuku bagian proximinal, kulit arinya
menutupi bagian permukaan lempeng kuku. Kutikula merupakan jaringan yang
melapisi nail plate pada dasar kuku Anda. Bagian ini berfungsi melindungi sel-sel
keratin baru yang muncul secara perlahan dari nail bed.
 Hiponikium, merupakan dasar kuku, kulit ari dibawah kuku yang bebas dari
daging (free edge) yang menebal. (difiore, 2018)

Ilustrasi Lapisan Penyusun pada Rambut

Rambut merupakan salah satu komponen khas pada mamalia yang memiliki
beberapa fungsi, seperti faktor-faktor eksternal dan regulasi suhu. Selain itu, rambut
juga berfungsi sebagai reservoir untuk sel induk epitel dan melanosit, di mana mampu
menjadi salah satu proteksi pada tubuh manusia karena letaknya yang menyebar
hampir seluruh permukaan tubuh. Manusia memilliki sekitar 5 juta folikel rambut dan
100.000 di antaranya terletak di kulit kepala. Terdapat beberapa struktur rambut yang
penting, di antaranya folikel rambut, batang rambut, dan papilla dermal (Sherwood,
2018).

Folikel Rambut Folikel memiliki dua bagian yang berbeda, yaitu bagian atas
yang terdiri dari infundibulum dan isthmus, sedangkan bagian bawah terdiri dari umbi
rambut dan regio suprabulbar. Folikel bagian atas tetap konstan, sedangkan bagian
bawah bergenerasi terus menerus. Infundibulum adalah struktur berbentuk seperti
corong yang diisi sebum yang memanjang dari kelenjar sebasea ke permukaan kulit.
Isthmus adalah struktur yang memanjang dari kelenjar sebasea ke insersi muskulus
arrector pili. Regio suprabulbar yang terdiri dari dua lapisan dari luar ke dalam, yaitu
outer root sheath (ORS) dan inner root sheath (IRS) (Sherwood, 2018)).

Batang Rambut Batang rambut muncul dari keratinosit matriks yang


berproliferasi secara cepat di dalam umbi dan terdiri dari tiga lapisan, yaitu kutikula,
korteks, dan medula (difiore, 2018).

Papilla Dermal Papilla dermal adalah inti dari jaringan yang diturunkan secara
mesenkim yang diselubungi oleh epitel matriks. Bagian ini terdiri dari fibroblast,
ikatan kolagen, stroma yang kaya mukopolisakarida, serabut saraf, dan pembuluh
kapiler. Bagian ini terhubung dengan selubung selubung perifolikuler dari jaringan
ikat yang menyelubungi folikel bawah. Percobaan rekombinasi jaringan telah
menunjukkan bahwa papilla dermal memiliki sifat induksi yang kuat, termasuk
kemampuan untuk menginduksi pembentukan folikel rambut. Pada folikel rambut
manusia, volume papilla berkorelasi dengan jumlah sel matriks dan ukuran batang
rambut yang dihasilkan. Banyak faktor pertumbuhan pada sel-sel matriks epitel di
atasnya yang berasal dari papilla dermal, seperti keratinocytes growth factor (KGF)
yang diperlukan untuk morfogenesis folikel rambut dan tampaknya perannya tidak
dapat digantikan oleh faktor pertumbuhan lainnya (Difiore, 2018).

 Histologi
A. Kulit, Kelenjar Keringat dan Sebasea
1. Epidermis
Epidermis merupakan lapisan paling luar kulit dan terdiri atas epitel
berlapis gepeng dengan lapisan tanduk. Epidermis hanya terdiri dari jaringan
epitel, tidak mempunyai pembuluh darah maupun limf; oleh karenaitu semua
nutrien dan oksigen diperoleh dari kapiler pada lapisan dermis. Epitel berlapis
gepeng pada epidermis ini tersusun oleh banyak lapis sel yang disebut
keratinosit. Sel-sel ini secara tetap diperbarui melalui mitosis sel-sel dalam
lapis basal yang secara berangsur digeser ke permukaan epitel. Selama
perjalanannya, sel-sel ini berdiferensiasi, membesar, dan mengumpulkan
filamen keratin dalam sitoplasmanya. Mendekati permukaan, selsel ini mati
dan secara tetap dilepaskan (terkelupas). Waktu yang dibutuhkan untuk
mencapai permukaan adalah 20 sampai 30 hari. Modifikasi struktur selama
perjalanan ini disebut sitomorfosis dari sel-sel epidermis. Bentuknya yang
berubah pada tingkat berbeda dalam epitel memungkinkan pembagian dalam
potongan histologik tegak lurus terhadap permukaan kulit. (Difiore, 2018)

Epidermis terdiri atas 5 lapisan yaitu, dari dalam ke luar, stratum basal,
stratum spinosum, stratum granulosum, stratum lusidum, dan stratum
korneum.

a. Stratum basal (lapis basal, lapis benih)


Lapisan ini terletak paling dalam dan terdiri atas satu lapis sel yang
tersusun berderet-deret di atas membran basal dan melekat pada dermis di
bawahnya. Selselnya kuboid atau silindris. Intinya besar, jika dibanding
ukuran selnya, dan sitoplasmanya basofilik. Pada lapisan ini biasanya
terlihat gambaran mitotik sel, proliferasi selnya berfungsi untuk regenerasi
epitel. Sel-sel pada lapisan ini bermigrasi ke arah permukaan untuk
memasok sel-sel pada lapisan yang lebih superfisial. Pergerakan ini
dipercepat oleh adalah luka, dan regenerasinya dalam keadaan normal
cepat. (Difiore, 2018)
b. Stratum spinosum (lapis taju)
Lapisan ini terdiri atas beberapa lapis sel yang besar-besar berbentuk
poligonal dengan inti lonjong. Sitoplasmanya kebiruan. Bila dilakukan
pengamatan dengan pembesaran obyektif 45x, maka pada dinding sel yang
berbatasan dengan sel di sebelahnya akan terlihat taju-taju yang seolah-
olah menghubungkan sel yang satu dengan yang lainnya. Pada taju inilah
terletak desmosom yang melekatkan sel-sel satu sama lain pada lapisan
ini. Semakin ke atas bentuk sel semakin gepeng. (Difiore, 2018)
c. Stratum granulosum (lapis berbutir)
Lapisan ini terdiri atas 2-4 lapis sel gepeng yang mengandung banyak
granula basofilik yang disebut granula keratohialin, yang dengan
mikroskop elektron ternyata merupakan partikel amorf tanpa membran
tetapi dikelilingi ribosom. Mikrofilamen melekat pada permukaan granula.
d. Stratum lusidum (lapis bening). (Difiore, 2018)
Lapisan ini dibentuk oleh 2-3 lapisan sel gepeng yang tembus cahaya, dan
agak eosinofilik. Tak ada inti maupun organel pada sel-sel lapisan ini.
Walaupun ada sedikit desmosom, tetapi pada lapisan ini adhesi kurang
sehingga pada sajian seringkali tampak garis celah yang memisahkan
stratum korneum dari lapisan lain di bawahnya. (Difiore, 2018)
e. Stratum korneum (lapis tanduk)
Lapisan ini terdiri atas banyak lapisan sel-sel mati, pipih dan tidak berinti
serta sitoplasmanya digantikan oleh keratin. Selsel yang paling permukaan
merupa-kan sisik zat tanduk yang terdehidrasi yang selalu terkelupas.
(Difiore, 2018)
f. Sel-sel epidermis
Terdapat empat jenis sel epidermis, yaitu: keratinosit, melanosit, sel
Langerhans, dan sel Merkel. (Difiore, 2018)

g. Keratinosit
Keratinosit merupakan sel terbanyak (85-95%), berasal dari ektoderm
permukaan. Merupakan sel epitel yang mengalami keratinisasi,
menghasilkan lapisan kedap air dan perisai pelidung tubuh. Proses
keratinisasi berlangsung 2-3 minggu mulai dari proliferasi mitosis,
diferensiasi, kematian sel, dan pengelupasan (deskuamasi). Pada tahap
akhir diferensiasi terjadi proses penuaan sel diikuti penebalan membran
sel, kehilangan inti organel lainnya. Keratinosit merupakan sel induk bagi
sel epitel di atasnya dan derivat kulit lain. (Difiore, 2018)
h. Melanosit
Melanosit meliputi 7-10% sel epidermis, merupakan sel kecil dengan
cabang dendritik panjang tipis dan berakhir pada keratinosit di stratum
basal dan spinosum. Terletak di antara sel pada stratum basal, folikel
rambut dan sedikit dalam dermis. Dengan pewarnaan rutin sulit dikenali.
Dengan reagen DOPA (3,4- dihidroksi-fenilalanin), melanosit akan
terlihat hitam. Pembentukan melanin terjadi dalam melanosom, salah satu
organel sel melanosit yang mengandung asam amino tirosin dan enzim
tirosinase. Melalui serentetan reaksi, tirosin akan diubah menjadi melanin
yang berfungsi sebagai tirai penahan radiasi ultraviolet yang berbahaya.
(Difiore, 2018)
i. Sel Langerhans
Sel Langerhans merupakan sel dendritik yang bentuknya ireguler,
ditemukan terutama di antara keratinosit dalam stratum spinosum. Tidak
berwarna baik dengan HE. Sel ini berperan dalam respon imun kulit,
merupakan sel pembawa-antigen yang merangsang reaksi hipersensitivitas
tipe lambat pada kulit. (Difiore, 2018)
j. Sel Merkel
Jumlah sel jenis ini paling sedikit, berasal dari krista neuralis dan
ditemukan pada lapisan basal kulit tebal, folikel rambut, dan membran
mukosa mulut. Merupakan sel besar dengan cabang sitoplasma pendek.
Serat saraf tak bermielin menembus membran basal, melebar seperti
cakram dan berakhir pada bagian bawah sel Merkel. Kemungkinan badan
Merkel ini merupakan mekanoreseptor atau reseptor rasa sentuh. (Difiore,
2018)
2. Dermis
Dermis terdiri atas stratum papilaris dan stratum retikularis, batas antara
kedua lapisan tidak tegas, serat antaranya saling menjalin.
a. Stratum papilaris
Lapisan ini tersusun lebih longgar, ditandai oleh adanya papila dermis
yang jumlahnya bervariasi antara 50 – 250/mm2. Jumlahnya terbanyak
dan lebih dalam pada daerah di mana tekanan paling besar, seperti pada
telapak kaki. Sebagian besar papila mengandung pembuluh-pembuluh
kapiler yang memberi nutrisi pada epitel di atasnya. Papila lainnya
mengandung badan akhir saraf sensoris yaitu badan Meissner. Tepat di
bawah epidermis serat-serat kolagen tersusun rapat. (Difiore, 2018)
b. Stratum retikularis
Lapisan ini lebih tebal dan dalam. Berkas-berkas kolagen kasar dan
sejumlah kecil serat elastin membentuk jalinan yang padat ireguler. Pada
bagian lebih dalam, jalinan lebih terbuka, rongga-rongga di antaranya
terisi jaringan lemak, kelenjar keringat dan sebasea, serta folikel rambut.
Serat otot polos juga ditemukan pada tempat-tempat tertentu, seperti
folikel rambut, skrotum, preputium, dan puting payudara. Pada kulit wajah
dan leher, serat otot skelet menyusupi jaringan ikat pada dermis. Otot-otot
ini berperan untuk ekspresi wajah. Lapisan retikular menyatu dengan
hipodermis/fasia superfisialis di bawahnya yaitu jaringan ikat longgar
yang banyak mengandung sel lemak. (Difiore, 2018)
c. Sel-sel dermis
Jumlah sel dalam dermis relatif sedikit. Sel-sel dermis merupakan sel-sel
jaringan ikat seperti fibroblas, sel lemak, sedikit makrofag dan sel mast.
(Difiore, 2018)
3. Hipodermis
Sebuah lapisan subkutan di bawah retikularis dermis disebut hipodermis.
Ia berupa jaringan ikat lebih longgar dengan serat kolagen halus terorientasi
terutama sejajar terhadap permukaan kulit, dengan beberapa di antaranya
menyatu dengan yang dari dermis. Pada daerah tertentu, seperti punggung
tangan, lapis ini meungkinkan gerakan kulit di atas struktur di bawahnya. Di
daerah lain, serat-serat yang masuk ke dermis lebih banyak dan kulit relatif
sukar digerakkan. Sel-sel lemak lebih banyak daripada dalam dermis.
Jumlahnya tergantung jenis kelamin dan keadaan gizinya. Lemak subkutan
cenderung mengumpul di daerah tertentu. Tidak ada atau sedikit lemak
ditemukan dalam jaringan subkutan kelopak mata atau penis, namun di
abdomen, paha, dan bokong, dapat mencapai ketebalan 3 cm atau lebih.
Lapisan lemak ini disebut pannikulus adiposus. (Difiore, 2018)
4. Kelenjar Sebasea
Kelenjar sebasea atau kelenjar rambut merupakan kelenjar holokrin yang
terdapat pada seluruh kulit yang berambut. Hampir semua kelenjar sebasea
bermuara ke dalam folikel rambut kecuali yang terdapat pada puting susu,
kelopak mata, glans penis, klitoris, dan labium minus. Kelenjar sebasea yang
berhubungan dengan folikel rambut biasanya terdapat pada sisi yang sama
dengan otot penegak rambut (m. arrector pili). (Difiore, 2018)

5. Kelenjar Keringat
Kelenjar keringat ada dua jenis, yaitu kelenjar keringat merokrin dan
apokrin, yang berbeda cara sekresinya. Kelenjar merokrin bergetah encer
(banyak mengandung air), terdapat di seluruh permukaan tubuh kecuali daerah
yang berkuku; fungsinya menggetahkan keringat yang berguna untuk ikut
mengatur suhu tubuh. Kelenjar apokrin hanya terdapat pada kulit daerah
tertentu, misalnya areola mamma, ketiak, sekitar dubur, kelopak mata, dan
labium mayus. Kelenjar ini bergetah kental dan baru berfungsi setelah
pubertas. Kelenjar bergetah lilin seperti kelenjar serumen dan kelenjar Moll
juga tergolong kelenjar ini. Baik kelenjar merokrin maupun apokrin
dilengkapi dengan sel mioepitel. (Difiore, 2018)
B. Kuku

Kuku adalah lempeng sel epitel berkeratin pada permukaan dorsal


setiapfalangs distal. Sebenarnya invaginasi yang terjadi pada kuku tidak jauh
berbeda dengan yang terjadi pada rambut, selanjutnya invaginasitersebut
membelah dan terjadilah sulcus matricis unguis, dan kemudian sel-sel di daerah
ini akan mengadakan proliferasi dan dibagian atas akan menjadi substansi kuku
sebagai keratin keras. Epitel yang terdapat dibawah lempeng kuku disebut nail
bed. Bagian proksimal kuku yang tersembunyi dalam alur kuku adalah akar kuku
(radix unguis).

Lempeng kuku yang sesuai dengan stratum korneum kulit, terletak diatas
dasar epidermis yang disebut dasar kuku. Pada dasar kuku ini hanya terdapat
stratum basale dan stratum spinosum. Stratum ujung kuku yangmelipat di
atas pangkal kuku disebut sponychium, sedangkan di bawah ujung bebas
kuku terdapat penebalan stratum corneum membentuk hyponychium. (Difiore,
2018)

C. Rambut

Folikel rambut dikelilingi pema-datan komponen fibrosa dermis. Di antara


komponen tersebut dengan epitel folikel terdapat membran vitrea non-seluler,
yang merupakan membran basal sangat tebal dari lapis luar epitel folikel, yang
disebut sarung akar rambut luar. Pada bagian bulbus pili, sarung akar rambut luar
ini hanya setebal satu sel sesuai stratum basal epidermis. Mendekati permukaan
kulit, tebalnya beberapa lapis sel dan memiliki strata menyerupai epidermis kulit
tipis. (Difiore, 2018)

Lapis-lapis konsentris berikut dari folikel adalah sarung akar rambut


dalam, yang memiliki tiga komponen: (1) lapis Henle, selapis sel gepeng yang
melekat erat pada sel-sel paling dalam dari sarung akar rambut luar, (2) lapis
Huxley, terdiri atas dua atau tiga baris sel-sel gepeng, (3) kutikula sarung akar
rambut dalam, terdiri atas sel-sel pipih mirip sisik tersusun mirip genteng dengan
tepi bebasnya mengarah ke bawah. (Difiore, 2018)

Pada permulaan perkembangan semua sel pada folikel aktif bermitosis


akan tetapi kemudian setelah folikel terdiferensiasi sempurna hanya sel-sel bagian
bawah bulbus, yaitu sel matriks, yang tetap aktif bermitosis. Sel-sel tersebutlah
yang akan mengisi berbagai bagian rambut, yaitu medula, korteks, dan kutikula.
(Difiore, 2018)

1. Medula rambut
Medula rambut terletak paling tengah, biasanya terlihat lebih terang
daripada bagian lain. Sel-selnya berbentuk poligobal, tersusun jarang satu
sama lain. Di dalam sitoplasmanya dapat terlihat sedikit pigmen melanin.
Perlu diperhatikan bahwa tidak semua rambut mempunyai medula. (Difiore,
2018)
2. Korteks rambut
Korteks rambut merupakan bagian terbesar rambut, mengandung beberapa
lapisan konsentris yang terdiri atas sel panjang terkeratinisasi. Melanin
biasanya terjepit di antara dan di dalam sel-sel ini, sehingga mewarnai rambut.
(Difiore, 2018)
3. Kutikula rambut
Kutikula rambut merupakan bagian paling luar akar dan batang rambut
mengandung sel-sel paling tipis, mirip sisik, dengan ujung bebas ke arah
ujung distal. Sel-sel yang menyusun kutikula rambut sangat pipih, saling
berselisip, dan berhimpitan dengan sel-sel kutikula sarung akar rambut dalam,
sehingga sulit dibedakan satu sama lain. (Difiore, 2018)
 Fisiologi

Kulit mempunyai fungsi bermacam-macam untuk menyesuaikan dengan


lingkungan. Adapun fungsi utama kulit adalah (Sharewood, 2020) :

 Fungsi pengaturan suhu tubuh (termoregulasi)


Jika didefinisikan secara umum, termoregulasi merupakan fungsi yang
berperan untuk mengatur suhu tubuh. Sebagai contoh, keringat manusia memiliki
kandungan sebagai berikut (Sharewood, 2020).

 Air.

 Garam.

 Urea.

Keringat sendiri diproduksi oleh kelenjar keringat yang terdapat pada lapisan
dermis kulit dan dikeluarkan melalui saluran keringat, kemudian keluar melalui
pori-pori kulit. Pada dasarnya, keringat diproduksi dan dilepaskan bukan tanpa
alasan (Sharewood, 2020).

Keringat di dalam tubuh dikeluarkan salah satunya untuk membantu tubuh


menurunkan suhu tubuh. Ketika keringat keluar melalui kulit, maka akan terjadi
proses penguapan, di mana suhu tubuh juga akan mengalami penguapan bersama
keringat (Sharewood, 2020).

Dengan kata lain, proses termoregulasi yang terdapat pada kulit bertujuan
untuk menurunkan dan menyesuaikan suhu tubuh. Sebaliknya, apabila kondisi
tubuh berada di lingkungan dingin, maka keringat tidak akan diproduksi. Saat
kondisi dingin berlangsung, tubuh akan memecah lemak yang ada dalam lapisan
kulit. Kemudian, lemak akan diubah menjadi energi panas. Dengan begitu, tubuh
pun akan terasa lebih (Sharewood, 2020).

 Fungsi proteksi

Kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisik atau mekanik
(tarikan, gesekan, dan tekanan), gangguan kimia ( zat-zat kimia yang iritan), dan
gagguan bersifat panas (radiasi, sinar ultraviolet), dan gangguan infeksi luar
(Sharewood, 2020).

 Fungsi absorpsi

Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan dan benda padat tetapi
cairan yang mudah menguap lebih mudah diserap, begitupun yang larut lemak.
Permeabilitas kulit terhadap O2, CO2 dan uap air memungkinkan kulit ikut
mengambil bagian pada fungsi respirasi. Kemampuan absorpsi kulit dipengaruhi
oleh tebal tipisnya kulit, hidrasi, kelembaban, metabolisme dan jenis vehikulum
(Sharewood, 2020).

 Fungsi ekskresi

Kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna lagi atau sisa
metabolisme dalam tubuh berupa NaCl, urea, asam urat, dan ammonia
(Sharewood, 2020).

 Fungsi persepsi

Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis sehingga


kulit mampu mengenali rangsangan yang diberikan. Rangsangan panas
diperankan oleh badan ruffini di dermis dan subkutis, rangsangan dingin
diperankan oleh badan krause yang terletak di dermis, rangsangan rabaan
diperankan oleh badan meissner yang terletak di papila dermis, dan rangsangan
tekanan diperankan oleh badan paccini di epidermis (Sharewood, 2020).

 Fungsi pembentukan pigmen

Sel pembentuk pigmen (melanosit) terletak di lapisan basal dan sel ini berasal
dari rigi saraf. Jumlah melanosit dan jumlah serta besarnya butiran pigmen
(melanosomes) menentukan warna kulit ras maupun individu (Sharewood, 2020).

 Fungsi kreatinisasi

Fungsi ini memberi perlindungan kulit terhadap infeksi secara mekanis fisiologik.

 Fungsi pembentukan/sintesis vitamin D


 Fungsi Pengembuhan Luka

Fase penyembuhan luka : 1. Vascular response : beberapa detik setelah


terjadinya luka pada tipe apapun, respon tubuh dengan penyempitan pembuluh
darah (konstriksi) untuk menghambat perdarahan dan mengurangi pajanan
terhadap bakteri. Pada saat yang sama, protein membentuk jaringan fibrosa untuk
menutup luka. Ketika trombosit bersama protein menutup luka, luka menjadi
lengket dan lemb membentuk fibrin. Setelah 10-30 menit setelah terjadinya luka,
pembuluh darah melebar karena serotonin yang dihasilkan trombosit. Plasma
darah mengaliri luka dan melawan toxin yang dihasilkan microorganisme,
membawa oksigen dan nutrisi yang dibutuhkan untuk penyembuhan luka dan
membawa agen fagosit untuk melawan bakteri maupun jaringagan yang rusak. 2.
Infmamasi : Bagian luka akan menjadi hangat dan merah karen aprose fagositosis.
Fase inflamasi terjadi 4-6 hari seteah injury. Tujuan inflamasi untuk membatasi
efek bakteri dengan menetralkan toksin dan penyebaran bakteri. 3.
Proliferasi/resolusi : penumpukan deposit kolagen pada luka, angiogenesis
(pembentukan pembuluh darah baru), proliferasi dan pengecilan lebar luka. Fase
ini berhenti 2 mgg setelah terjadinya luka, tetapi proses ini tetap berlangsung
lambat 1- 2 tahun. Fibroblast mensistesis kolagen dan menumbuhkan sel baru.
Miofibroblas menyebabkan luka menyempit, bila tidak terjadi penyempitan akan
terjadi kematian sel. Contohnya jika terjadi scar atau kontraktur. Epitelisasi adalah
perpindahan sel epitel dari area sekitar folikel rambut ke area luka. Perpingahan
tersebut terbatas 3 cm. Epitelisai akan lebih cepat jika luka dalam keadaan
lembab. 4. Maturasi/rekontruksi : fase terakhir penyembuhan dengan remodelling
scaryang terjadi. Biasanya terjadi selam asetahun atau lebih seteleh luka tertutup.
Selama fase ni fibrin di bentuk ulang, pembuluh darah menghilang dan jaringan
memerkuat susunananya. Remodeling ini mencakup sintesis dan pemecahan
kolagen (Sharewood, 2020).

 Fungsi mengatur Penuaan


Penuaan kulit merupakan fenomena penurunan ukuran, jumlah sel kulit dan
perubahan fungsi organik kulit yang disebabkan oleh banyak faktor. Penuaan kulit
dapat dihasilkan dari suatu proses kemunduran dari struktur kulit dan penurunan
fungsi kulit normal. Perubahan-perubahan fisiologis pada kulit lansia berupa
gangguan fungsi barrier, melambatnya pergantian sel epidermal, penurunan
jaringan pembuluh darah di sekitar pangkal-pangkal rambut dan kelenjar-kelenjar,
penurunan fungsi pergantian sel, respon imun, daya pembersihan terhadap bahan
kimia, persepsi sensoris, termoregulasi, dan penurunan produksi keringat, sebum
dan vitamin D. Kulit kering adalah kelainan kulit yang paling sering dijumpai
pada lansia (Anggowarsito, 2014).
3. Klasifikasi effloresensi?
Efloresensi adalah kelainan kulit yang dapat dilihat dengan mata telanjang (secara
objektif) (Siregar, 2016).
Ada 2 macam (Siregar, 2016) :
 Primer  Kelainan kulit yang terjadi pada permulaan penyakit. Seperti, macula,
papula, nodula, vesikula, bula, urtikari, pustula.
 Sekunder  Kelainan kulit yang terjadi selama perjalanan penyakit/pengaruh
lingkungan. Seperti, skuama, erosi, ekslorasi, krusta, sikatrik, ulkus.

Di atas lokalisasi tersebut dicari efloresensi atau ruam kulitnva. Ada 2 jenis ruam kulit:

1. Ruam kulit primer (Siregar, 2016):


o Makula adalah efloresensi primer yang hanya berupa perubahan warna kulit tanpa
perubahan bentuk, seperti pada tinea versikolor, morbus Hansen.
o Eritema adalah makula yang berwarna merah, seperti pada dermatitis, lupus
eritematosus.
o Papula adalah penonjolan padat di atas permukaan kulit, berbatas tegas, berukuran
kurang dari 1 cm.
o Nodula sama seperti papula tetapi diameternya lebih besar dari 1 cm, misalnya
pada prurigo nodularis.
o Vesikula adalah gelembung yang berisi cairan serosa dengan diameter kurang dari
1 cm, misalnya pada varisela, herpes zoster.
o Bula adalah vesikel dengan diameter lebih besar dari 1 cm, misal pada pemfigus,
luka bakar. Jika vesikel/bula berisi darah disebut vesikel/bula hemoragik. jika
bula berisi nanah disebut bula purulen.
o Pustula adalah vesikel berisi nanah, seperti pada variola, varisela, psoriasis
pustulosa.
o Urtika adalah penonjolan di atas permukaan kulit akibat edema setempat dan
dapat hilang perlahan-lahan, misalnya pada dermatitis medikamentosa, dan
gigitan serangga.
o Tumor adalah penonjolan di atas permukaan kulit berdasarkan pertumbuhan sel
maupun jaringan tubuh.
o Kista adalah penonjolan di atas permukaan kulit berupa kantong yang berisi
cairan serosa atau padat atau setengah padat, seperti pada kista epidermoid.
2. Ruam kulit sekunder (Siregar, 2016) :
o Skuama adalah pelepasan lapisan tanduk dari permukaan kulit. Dapat berupa sisik
halus (TV), sedang (dermatitis) atau kasar (psoriasis). Skuama dapat berwarna
putih (psoriasis), coklat (TV), atau seperti sisik ikan (iktiosis).
o Krusta adalah onggokan cairan darah, kotoran, nanah, dan obat yang sudah
mengering di atas permukaan kulit, misalnya pada impetigo krustosa, dermatitis
kontak.
o Krusta dapat berwama hitam (pada jaringan nekrosis), merah (asal darah) atau
coklat (asal darah, nanah, serum).
o Erosi adalah kerusakan kulit sampai stratum spinosum. Kulit tampak menjadi
merah dan keluar cairan serosa, misalnya pada dermatitis kontak.
o Ekskoriasi adalah kerusakan kulit sampai ujung stratum papilaris sehingga kulit
tampak merah disertai bintik-bintik perdarahan. Ditemukan pada dermatitis
kontak dan ektima.
o Ulkus adalah kerusakan kulit (epidermis dan dermis) yang memiliki dasar,
dinding, tepi dan isi. Misai, ulkus tropikum, ulkus durum.
o Rhagaden adalah belahan-belahan kulit dengan dasar yang sangat kecil/dalam
misal pada keratoskisis, keratodermia.
o Parut (sikatriks) adalah jaringan ikat yang menggantikan epidermis dan dermis
yang sudah hilang. |aringan ikat ini dapat lebih cekung dari kulit sekitamya
(sikatriks atrofi), dapat lebih menonjol (sikatriks hipertrofi), dan dapat normal
(eutrofi/luka sayat). Sikatriks tampak licin, garis kulit dan adneksa hilang.
o Keloid: hipertrofi yang pertumbuhannya melampaui batas.
o Abses adalah efloresensi sekunder berupa kantong berisi nanah di dalam jaringan.
Misahlya abses Bartholini dan abses banal.
o Likenifikasi adalah penebalan kulit sehingga garis-garis lipatan/relif kulit tampak
lebih jelas, seperti pada prurigo, neurodermatitis.
o Guma adalah efloresensi sekunder berupa kerusakan kulit yang destruktif, kronik,
dengan penyebaran serpiginosa. Misal, pada sifilis gumosa.
o Hiperpigmentasi adalah penimbunan pigmenberlebihan sehingga kulit tampak
lebih hitam dari sekitarnya. Misal, pada melasma dan pascainflamasi.
o Hipopigmentasi adalah kelainan yang menyebabkan kulit menjadi lebih putih dari
sekitarnya, misal, pada skleroderma dan vitiligo.

Ada beberapa efloresensi khusus yaitu (Siregar, 2016) :

o Kanalikuli yaitu ruam kulit berupa saluran-saluran pada stratum korneum, yang
timbul sejajar dengan permukaan kulit, seperti yang terdapat pada skabies.
o Milia (= white head) ialah penonjoian di atas permukaan kulit yang berwarna putih
yang ditimbulkan oleh penyumbatan saluran kelenjar sebasea, seperti pada akne
sistika.
o Komedo (= blackhead) ialah ruam kulit berupa bintik-bintik hitam yang timbul akibat
proses oksidasi udara terhadap sekresi kelenjar sebasea di permukaan kulit, seperti
pada akne.
o Eksantema adalah ruam permukaan kulit yang timbul serentak dalam waktu singkat
dan tidak berlangsung lama, biasanya didahului demam, seperti pada demam
berdarah.
o Roseola ialah eksantema lentikular berwarna merah tembaga seperti pada sifilis dan
frambusia.
o Purpura yaitu perdarahan di dalam/di bawah kulit yang tampak kemerahan, dan tidak
hilang pada penekanan kulit, seperti pada dermatitis medikamentosa.

Sifat-sifat efloresensi

1. Ukuran : Miliar (sebesar kepala jarum penlul); lentikular (sebesar kacang


hijaujagung); numular (sebesar uang logam seratus rupiah; dan plakat (lebih besar
dari uang logam seratus rupiah) (Siregar, 2016).
2. Gambaran : Linear, seperti garis lurus; sirsinar/anular jika melingkar; arsinar,
menyerupai bulan sabit; polisiklis, menyerupai bunga; korimbiformis, jika efloresensi
besar dikelilingi oleh efloresensi kecil (hen and chicken configuration) (Siregar,
2016).
3. Bentuk : Bundar (impetigo); lonjong (pitiriasis rosea); serpiginosa (sifilis stadium
III); herpetiformis, menyerupai dermatitis herpetiformis; dan konfluen, jika beberapa
efloresensi bergabung menjadi satu efloresensi besar (variola); iris formis,
menyerupai iris (bentuk bulat/ lonjong, pada bagian tengah tampak putih/hitam), pada
eritema multiforme (Siregar, 2016).
4. Lokalisasi/penyebaran (Siregar, 2016) :
o Solitar, jika hanya satu lesi (ulkus durum).
o Multipel, jika lesi banyak (varisela).
o Regional, menyerang satu regio; pada prurigo, urtikaria.
o Diskrit, lesi-lesi terpisah satu dengan yang lain; pada ektima.
o Simetris, mengenai kedua belahan badan yang sama; pada dermatitis medikamentosa.
o Bilateral, menyerang kedua belahan badan seperti pada varisela, variola.
o Unilateral, menyerang separuh badan seperti pada herpes zoster.
o Universal, jika seluruh tubuh terkena; misal MH lepromatosa.
o Generalisata, jika seluruh/hampir seluruh tubuh terkena seperti pada eritroderma,
4. Proses perubahan mekanisme anti aging pada sistem integument?
Penuaan kulit merupakan proses menurunnya fungsi dan kapasitas kulit secara
progresif. Terdapat dua faktor yang berperan pada terjadinya penuaan kulit, yaitu faktor
intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik antara lain genetik, metabolisme sel, dan
hormonal sedangkan yang termasuk faktor ekstrinsik antara lain radiasi ultraviolet,
inframerah, dan karsinogen lingkungan seperti polusi udara. (Yusharyahya, 2021).
Secara kumulatif faktor tersebut mengubah struktur dan fungsi setiap lapisan kulit
secara progresif yang akhirnya mengubah tampilan kulit. Penuaan intrinsik merupakan
proses yang tidak terelakan dan pada proses ini kulit mengalami perubahan morfologi dan
fisiologi seperti kering, keriput, kendur, dan proses penyembuhan luka menjadi lebih
lambat. Pada penuaan ekstrinsik, kulit mengalami kerut dalam, kehilangan elastisitas, dan
permukaan kulit menjadi kasar. (Yusharyahya, 2021).
Faktor ekstrinsik yang paling utama sebagai penyebab dalam mempercepat proses
penuaan kulit yaitu, paparan sinar matahari yang mengandung sinar ultraviolet (UV),
sehingga penuaan kulit ekstrinsik sering disebut juga sebagai photoaging. (Ahmad &
Damayanti, 2018).
Penuaan kulit yang dialami oleh individu merupakan kombinasi dari penuaan kulit
akibat faktor intrinsik serta faktor ekstrinsik. Sangat sulit untuk memisahkan penuaan
kulit intrinsik dari berbagai faktor eksternal yang mempengaruhi penuaan kulit. (Ahmad
& Damayanti, 2018).
 Penuaan intrinsic
Proses yang terjadi pada penuaan kulit intrinsik merupakan kombinasi dari tiga
proses, antara lain penurunan kemampuan proliferasi dari sel-sel kulit, penurunan
sintesis matriks ekstraseluler kulit, serta peningkatan aktivitas enzim yang
mendegradasi kolagen di lapisan dermis. (Ahmad & Damayanti, 2018).
Sel-sel kulit, antara lain keratinosit, fibroblas serta melanosit mengalami
penurunan jumlah populasi seiring dengan pertambahan usia. Penurunan populasi sel
fibroblas menyebabkan penurunan biosintesis kolagen pada lapisan dermis.
Proliferasi sel fibroblas kulit yang melambat juga akan mempengaruhi produksi
kolagen di lapisan dermis sehingga menyebabkan penuaan kulit dan memunculkan
kerutan (wrinkle). Di samping itu, terdapat pula peningkatan aktivitas enzim matrix
metalloproteinase (MMP) pada sel-sel fibroblas seiring dengan pertambahan usia
yang menyebabkan peningkatan degradasi kolagen di lapisan dermis. (Ahmad &
Damayanti, 2018).
Kejadian penuaan kulit intrinsik juga dipengaruhi oleh keseimbangan antara
produksi radikal bebas, terutama reactive oxygen species (ROS), efektivitas sistem
penangkal radikal bebas, dan perbaikan tubuh. Secara umum terdapat dua sumber
utama radikal bebas, yakni mitokondria (memegang peranan penting pada proses
penuaan) serta nonmitokondria. Sumber terbanyak ROS intraseluler berasal dari
mitokondria. Peningkatan ROS akan menyebabkan kerusakan pada lipid, protein serta
deoxyribonucleic acid (DNA) sel yang akan memicu proses penuaan kulit. (Ahmad &
Damayanti, 2018).
Mekanisme-mekanisme penuaan kulit akibat faktor intrinsik terjadi secara
simultan. Pada lapisan epidermis terutama terjadi perubahan morfologi atau struktur
kulit, sedangkan pada lapisan dermis terjadi perubahan biokimiawi. Perubahan juga
terjadi pada organ-organ adneksa kulit seperti rambut, kelenjar keringat serta kelenjar
minyak. Permukaan kulit yang mengalami penuaan kulit intrinsik akan tampak lebih
pucat, timbul kerutan-kerutan halus (fine wrinkle), lapisan epidermis dan dermis
menjadi atrofi sehingga kulit tampak lebih tipis, transparan, serta tampak lebih rapuh.
Kulit juga menjadi lebih kering dan terasa gatal. Penuaan kulit intrinsik juga diikuti
dengan menipisnya jaringan lemak subkutan termasuk facial fat, sehingga akan
menyebabkan gambaran pipi yang cekung dan dalam, serta munculnya kantung mata.
(Ahmad & Damayanti, 2018).
 Faktor ekstrinsik
Beberapa faktor ekstrinsik bekerja bersama-sama dengan faktor intrinsik
sehingga menyebabkan penuaan kulit terjadi lebih dini atau prematur. Faktor-faktor
eksternal yang mempengaruhi antara lain, ekspresi wajah yang berulang, pengaruh
suhu panas, posisi tidur, gaya gravitasi, gaya hidup misal merokok, polusi, serta
paparan sinar matahari terutama sinar UV. Sebagai contoh, gaya gravitasi
menyebabkan ujung cuping hidung menjadi turun, cuping telinga memanjang,
kelopak mata turun, bibir atas menjadi hilang, serta bibir bawah semakin tampak
nyata. Selain itu, efek utama dari paparan radiasi sinar UV baik akut maupun kronis,
yaitu kerusakan DNA, inflamasi atau peradangan serta imunosupresi. (Ahmad &
Damayanti, 2018).
Penuaan kulit ekstrinsik terutama dipengaruhi oleh sinar ultraviolet (UV) dan
disebut juga sebagai photoaging. Individu yang memiliki riwayat paparan sinar
matahari yang intensif, tinggal di daerah yang secara geografis sering terpapar sinar
matahari serta memiliki kulit berwarna cerah memiliki risiko paparan radiasi sinar
UV yang lebih tinggi sehingga lebih rentan mengalami photoaging. Pekerja lapangan
seperti petani serta nelayan memiliki risiko paparan sinar UV yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan pekerja kantoran. Area kulit yang terbuka lebih rentan terpapar
oleh sinar UV, seperti wajah, leher, dada bagian atas, tangan serta lengan bagian
bawah dan merupakan area predileksi terjadinya photoaging, berbeda dengan penuaan
kulit intrinsik, yang lebih mudah ditemukan pada area-area kulit yang tertutup, seperti
area gluteal. (Ahmad & Damayanti, 2018).
Matahari merupakan sumber utama dari sinar UV, sehingga merupakan
kontributor utama dari photoaging. Sinar UV terbagi atas sinar UVA, UVB dan UVC
dengan panjang gelombang yang berbeda. Sinar UVA dapat menembus lapisan kulit
yang lebih dalam dibanding jenis sinar UV yang lain dan menimbulkan kerusakan
yang lebih berat. Radiasi sinar UV yang mencapai lapisan dermis pada kulit yang
berwarna cerah lebih banyak jika dibandingkan dengan kulit berwarna gelap sehingga
individu dengan tipe kulit Fitzpatrick rendah cenderung lebih rentan terhadap
photoaging. (Ahmad & Damayanti, 2018).
Tipe kulit diklasifikasikan oleh Fitzpatrick berdasarkan reaksinya terhadap
paparan sinar matahari serta radiasi sinar UV. Klasifikasi Fitzpatrick saat ini
menggolongkan kulit menjadi enam tipe warna kulit, mulai dari sangat pucat (tipe
kulit I) hingga sangat gelap (tipe kulit VI). Warna alami atau pigmentasi kulit
ditentukan oleh jumlah, tipe dan susunan melanin di kulit. Pigmen melanin
memberikan perlindungan alami terhadap paparan sinar UV yakni Sun Protection
Factor (SPF). Kulit yang lebih gelap memiliki SPF alami yang lebih tinggi yakni 13,4
jika dibandingkan kulit bangsa Kaukasia yang hanya memiliki SPF alami 3-4 atau
bahkan kurang. (Ahmad & Damayanti, 2018).
Gambaran klinis dari photoaging dapat berupa kulit yang kering, pigmentasi
kulit yang ireguler (bervariasi dari bertambah gelap atau menjadi lebih cerah), kulit
yang memucat kekuningan, keriput yang dalam dan kasar, kulit yang atrofi, kulit
menjadi kendur, telangiektasis, solar elastosis, actinic purpura, bahkan hingga
pembentukan lesi prakanker. Kulit yang gelap lebih tahan terhadap kerusakan kulit
akibat paparan sinar UV, sehingga manifestasi penuaan kulit lebih ringan dan terjadi
lebih lambat 10 hingga 20 tahun dibandingkan dengan kulit yang lebih terang. Pada
kulit dengan tipe Fitzpatrick III dan IV, dispigmentasi atau perubahan pigmen kulit
merupakan gambaran utama dari photoaging. (Ahmad & Damayanti, 2018).
Klasifikasi photoaging menurut Glogau pada tahun 1996, sebagai berikut:
a. Glogau tipe I (mild)
Merupakan photoaging fase awal dimana biasanya terjadi pada usia 20 hingga
30 tahun dan tidak ditemukan adanya keriput (wrinkle).
b. Glogau tipe II (moderate)
Pada tipe II ini, sudah mulai ditemukan adanya tanda-tanda photoaging yakni
keriput pada gerakan ekspresi wajah. Biasanya Glogau tipe II ini ditemukan pada
usia 30 hingga 40 tahun.
c. Glogau tipe III (advanced)
Pada tipe III akan menunjukkan adanya photoaging lebih lanjut, biasanya
ditemukan pada usia 50 tahun, ditandai dengan adanya keriput pada saat istirahat
(resting wrinkle).
d. Glogau tipe IV (severe)
Gambaran photoaging yang berat digolongkan pada tipe IV yang biasanya
ditemukan pada usia 60 tahun dan ditandai dengan banyaknya kerutan. (Ahmad &
Damayanti, 2018).
5. Mekanisme penyembuhan luka pada kulit?
Salah satu tujuan utama tubuh pada proses perbaikan luka kulit ialah
mengembalikan fungsi kulit sebagai sawar fungsional. Reepitelisasi luka kulit dimulai 24
jam setelah luka melalui pergerakan selsel epitel dari tepi bebas jaringan melintasi defek
dan dari struktur folikel rambut yang masih tersisa pada dasar luka partial thickness.
(Jurnal Biomedik (JBM), 2018)
Penyembuhan luka adalah suatu proses dinamik kompleks yang menghasilkan
pemulihan terhadap kontinuitas anatomik dan fungsi jaringan setelah terjadi perlukaan.
Penyembuhan luka dibagi dalam tiga tahap yang saling berhubungan dan tumpang tindih
dalam waktu terjadinya, yaitu: 1) Inflamsi/peradangan; 2) pembentukan jaringan
(proliferasi); dan 3) maturasi jaringan. (Jurnal Biomedik (JBM), 2018)

1. Tahap inflamasi
- Suatu respon protektif yang ditujukan untuk menghentikan perdarahan dan
membersihkan area luka dari benda asing, sel-sel mati, dan bakteri
- Fase ini dimulai dari saat terjadinya luka sampai 3 hari atau 0-3 hari
- Proses terjadinya inflamasi ini ada 2:
a. Hemostasis
 Pengehntian perdarahan, jadi ketika terbentuknya suatu luka yang
menyebabkan terjadinya kerusakana pembuluh darah  secara
otomatis akan ada platelet atau trombosit yg keluar dari pembuluh
darah, yang menuju ke daerah luka tersebut, untuk membentuk suatu
bekuan darah  sehingga darah tidak mengalir kembali.
 Selain pembekuan platelet akan terjadi juga vasokontriksi
(penyempitan pembuluh darah)  pembuluh darah akan tertutup.
(Jurnal Biomedik (JBM), 2018)
b. Fagositosis
 Setelah 5-10 menit terjadinya hemostasis terjadilah proses fagositosis
 Terjadi vasodilatasi pembuluh darah, jadi jaringan yg rusak akan
melepaskan  histamin  merangsang pembuluh darah untuk
vasodilatasi  dengan melebarnya pembuluh darah / permeabilitasnya
meningkat, akan memudahkan sel darah putih untuk keluar, sel darah
putih yang berperan adalah  makrofag dan neutrofil  keluar
menuju ke area luka  sel- sel fagosit ini akan memakan bakteri dan
benda asing dari sekitar luka
 Tujuan dari fagosit ini dalah menghancurkan bakteri dan debris atau
sel-sel mati yang maih berada di sekitar luka. (Jurnal Biomedik (JBM),
2018)

Tanda-tanda fase inflamasi:

1. Rubor (kemerahan)
2. Color (hangat), karena banyaknya darah, bisa juga karena ada suatu
substansi di aderah luka, yg dapat menimbulkan panas di luka krn
menggangu kerja dari hipotalamus
3. Tumor (pembengkakan), pada fase fagositosis tadi, akan ada sel darh putih
yg akan keluar menuju luka dan berkumpul disana mmbntk suatu massa
bengkak
4. Dolor (nyeri), karena massa di area di area tersebut  menggangu resptr
saraf di area tersebut
5. Functio laesa (hilangnya fungsi). (Jurnal Biomedik (JBM), 2018)
2. Proliferasi
 Memperbaiki dan menyembuhkan luka ditandai dengan proliferasi
(pembentukan) sel
 Dimulai dari hari ke-3 sampai 21 hari (bergantung respon tubuh setiap orang)
 Terdapat beberap aproses lagi:
a. Angiogenesis  pembentukan pembuluh darah baru, ketika adalnya luka yg
menyebabkan p.d rusak, maka p.d akan dibuat ulang, angiogenesis ini
terbentuk oleh sel endotel yg akan menuju ke luka lalu kemudian membuat
p. d baru, p.d baru diperlukan untuk proses penyembuhan luka, sehingga
oksigen mudah terhantarkan.
b. Granulasi, yg berperan adalah fibroblas, akan menuju ke daerah luka untuk
membentuk jaringan granulasi, fibroblas diperantarai oleh makrofag untuk
membentuk jaringan granulasi, yang akan mensintesis kolagen, adanya
kolagen membantu dalam proses penyembuhan luka dan menguatkan
jaringan, dan luka dapat menutup dengan baik
c. Epitelisasi (arahnya ke samping), pembentukan sel epitel di daerah luka.
(Jurnal Biomedik (JBM), 2018)
3. Maturasi
 Proses pematangan yang bertujuan untuk menyempurnakan terbentuknya
jaringan baru yang kuat dan bermutu
 Dimulai ari hari ke-21 sampai 1-2 tahun
 Terjadi beberapa hal:
a. Fibroblast terus mensintesis kolagen
b. Struktur kolagen menjadi kuat
c. Terdapat bekas luka, dari warna merah jadi putih
d. Kekuatan regangan luka meningkat. (Jurnal Biomedik (JBM), 2018)
6. Tipe-tipe kulit pada tubuh?
Tipe kulit diklasifikasikan oleh Fitzpatrick berdasarkan reaksinya terhadap
paparan sinar matahari serta radiasi sinar UV. Klasifikasi Fitzpatrick saat ini
menggolongkan kulit menjadi enam tipe warna kulit, mulai dari sangat pucat
(tipe kulit I) hingga sangat gelap (tipe kulit VI). Warna alami atau pigmentasi kulit
ditentukan oleh jumlah, tipe dan susunan melanin di kulit. Pigmen melanin memberikan
perlindungan alami terhadap paparan sinar UV yakni Sun Protection Factor (SPF).
(Periodical of Dermatology and Venereology Journal, 2018)
- Tipe I (skor 0–6) kulit selalu terbakar, tidak bisa menggelap (kulit bulai, putih belak,
putih bintik-bintik)
- Tipe II (skor 7-13) kulit biasanya terbakar, bisa sedikit menggelap (kulit terang, putih
bahana)
- Tipe III (skor 14-20) kadang-kadang luka bakar ringan, menggelap secara merata
(kuning langsat, kulit cokelat pucat)
- Tipe IV (skor 21-27) risiko terbakar sangat minim, mudah menggelap dengan baik
(sawo matang, kulit coklat menengah)
- Tipe V (skor 28-34) sangat jarang terbakar, sangat mudah menggelap (kulit hitam
manis, kulit cokelat perunggu)
- Tipe VI (skor 35-36) tidak pernah terbakar (Kulit gelap, hitam jangat). (Periodical of
Dermatology and Venereology Journal, 2018)

Type Deskripsi
Type 1 Selalu terbakar, tidak kecoklatan
Type 2 Biasanya terbakar, namun tidak kecoklatan
Type 3 Kadang kadang mudah terbakar, kulit mencoklat secara
bertahap, menjadi coklat muda
Type 4 Jarang terbakar ketika terkena sinar matahari, kulit
mudah berubah menjadi coklat hingga coklat sedang
Type 5 Tidak terbakar, tetapi mudah menciklat dan sangat
berpigmen

(Tabel. Pembagian Warna Kluit Menurut Fitzpatrick). (Periodical of Dermatology


and Venereology Journal, 2018)
BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, skenario pada LBM 1 ini dibahas
terkait dengan sistem Integumen (Anatomi, Fisiologi, Histologi, Embriologi) dan Efloresensi.
Sistem integumen adalah sistem organ yang membedakan, memisahkan, dan menginformasikan
kita dari lingkungan sekitar. Sistem ini seringkali merupakan bagian dari sistem organ terbesar
yang mencakup kulit, rambut, kuku, kelenjar keringat, kelenjar minyak dan kelenjar susu. Pada
tubuh manusia dewasa, berat kulit pada kurang lebih sama dengan 16 persen dari berat tubuh
manuasia. Kulit merupakan organ yang pada dasarnya kulit terbuat dari beberbagai jenis
jaringan yang bekerja bersama membentuk suatu struktur yang melakukan fungsi tertentu. Kulit
dan aksesorisnya merupakan sistem integumen, yang berperan dalam perlindungan menyeluruh
bagi tubuh. Kulit terbuat dari beberapa lapisan sel dan jaringan, yang diikat oleh struktur yaitu
jaringan ikat. Sistem integumen mampu memperbaiki dirinya sendiri apabila terjadi kerusakan
yang tidak terlalu parah (self-repairing) dan mekanisme pertahanan tubuh pertama (pembatas
antara lingkungan luar tubuh dengan dalam tubuh). Lapisan kulit dibagi menjadi 3 lapisan yakni
epidermis, dermis dan subkutis (hipodermis).
Dermatologi gambaran klinis penyakit harus mengetahui morfologi (wujud kelainan kulit
yang terjadi) atau efloresensi dimana setiap penyakit kulit memiliki gejala tertentu. Efloresensi
terdiri dari primer dan sekunder. Efloresensi primer timbul pada awal penyakit dan menjadi
morfologi yang terutama ada, sedangkan efloresensi sekunder timbul pada perjalanan penyakit,
biasanya muncul akibat dari efloresensi primer. Efloresensi primer meliputi, macula, eritema,
papula, nodula, vesikula, bula, pustula, urtika, tumor dan kista. Efloresensi sekunder meliputi,
skuama, krusta, erosi, ekskoriasi, ulkus, rhagaden, parut, keloid, abses, likenifikasi, guma, dan
hiperpigmentasi.
DAFTAR PUSTAKA

Tortora, GJ., Derrickson, B. (2015). Principles of Anatomy and Physiology 12th Ed. Hoboken:
John Wiley & Sons, Inc.

Anggowarsito, J. L. 2014. Aspek fisiologi penuaan kulit. Jurnal Widya Medika, 2(1), 56-61.

Chalik, Raimundus 2016. Anatomi Fisiologi Manusia. Kementerian Kesehatan RI, Jakarta.

Guyton & Hall. 2016. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi revisi berwarna ke-13. Elsevier :
Singapore.

H. Netter, Frank., 2014. Atlas of Human Anatomy 6th Edition. Penerbit Elsevier. Philadelphia.

L. Mescher, Anthony. 2013. Junqueira's Basic Histology Text and Atlas Thirteenth Edition. Mc
Graw Hill Lange.

Linuwih SW Menaldi,S. 2016. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia

Liwang, ferry et al 2020. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Edisi V. Media Aescalapius, Jakarta.

Sadler, T.W. 2012. Langman Embriologi Kedokteran Edisi 12. Lippincott Williams & Wilkins, a
Wolters Kluwer business.

Sherwood, Lauralee 2020. Fisiologi Manusia dari Sel Ke Sistem Edisi 9. Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.

Siregar, R.S. 2016. Saripati Penyakit Kulit Edisi 3. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiadi S, editors 2014. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Edisi VI. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Sylvia, P. 2016. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit vol. 2 edisi 6. EGC, Jakarta.

Sonny J, HISTOFISIOLOGI KULIT Jurnal Biomedik (JBM), Volume 5, Nomor 3, Suplemen,


November 2018.

Anda mungkin juga menyukai