Anda di halaman 1dari 58

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

TN.V DENGAN DIAGNOSA MEDIS SINDROM NEFROTIK


DENGAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA GANGGUAN
RASA NYAMAN (NYERI) DI RUANG ASTER
RSUD DR. DORIS SYLVANUS

OLEH :

Aditya Dwi Saputra

( 2022 – 04 – 14901 -001 )

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

PRODI PROFESI NERS

TAHUN 2020
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan ini di susun oleh :


Nama : Aditya Dwi Saputra
NIM : 2018.C.10a.0923
Progam Studi : Profesi Ners
Judul : Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada
Tn.V Dengan Diagnosa Medis Sindrom Nefrotik Di
Ruang Aster RSUD Dr. Doris Sylvanus
Telah melakukan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk
menyelesaikan Praktik Progam Studi Profesi Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Eka Harap Palangka Raya.

Laporan keperawatan ini telah disetujui oleh :

Mengetahui

Pembimbing Lahan Pembimbing Akademik

Oktarinai L, S.Kep., Ners Meilitha Carolina, Ners., M.Kep

i
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan yang berjudul “ Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan
Pada Tn. V Dengan Diagnosa Medis sindrom nefrotik Di Ruang Aster RSUD Dr.
Doris Sylvanus”. Laporan pendahuluan ini disusun guna melengkapi tugas praktik
progam studi profesi ners.
Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2. Meilitha Carolina, Ners., M.Kep selaku Ketua Program Studi Ners STIKes
Eka Harap Palangka Raya.
3. Isna Wiranti, S.Kep.,Ners selaku koordinator Praktik Program Studi Profesi
Ners.
4. Oktarinai L, S.Kep.,Ners selaku pembimbing Lahan yang telah banyak
memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian asuhan
keperawatan ini
5. Meilitha Carolina, Ners., M.Kep selaku pembimbing akademik yang telah
banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian
asuhan keperawatan ini
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan
ini dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita
semua.
Palangka Raya, 31 Oktober 2021

Aditya Dwi Saputra

ii
DAFTAR ISI

COVER
LEMBAR PENGESAHAN...........................................................................i
KATA PENGANTAR..................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN.............................................................................1
1.1 Latar Belakang....................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan.................................................................................2
1.3.1 Tujuan Umum............................................................................2
1.3.2 Tujuan Khusus...........................................................................3
1.4 Manfaat...............................................................................................3
1.4.1 Untuk Mahasiswa......................................................................3
1.4.2 Untuk Klien dan Keluarga.........................................................3
1.4.3 Untuk Institusi...........................................................................3
1.4.4 Untuk IPTEK.............................................................................3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA....................................................................4


2.1 Konsep Penyakit..................................................................................4
2.2.1 Definisi......................................................................................4
2.1.2 Anatomi Fisiologi......................................................................5
2.1.3 Etiologi......................................................................................7
2.1.4 Klasifikasi..................................................................................8
2.1.5 Patofisiologi ............................................................................13
2.1.6 Manifestasi Klinis....................................................................15
2.1.7 Komplikasi...............................................................................15
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang...........................................................16
2.1.9 Penatalaksanaan Medis............................................................17
2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan......................................................25
2.2.1 Pengkajian Keperawatan..........................................................25
2.2.2 Diagnosa Keperawatan.............................................................28
2.2.3 Intervensi Keperawatan............................................................29

iii
2.2.4 Implementasi Keperawatan......................................................41
2.2.5 Evaluasi Keperawatan..............................................................41
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN.........................................................43
3.1 Pengkajian...................................................................................43
3.2 Diagnosa.....................................................................................56
3.3 Intervensi.....................................................................................57
3.4 Implementasi...............................................................................64
3.5 Catatan perkembangan I..............................................................70
3.6 Catatan perkembangan II............................................................74

BAB 4 PENUTUP.....................................................................................118

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................

iv
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sindrom Nefrotik akut (SNA) sering terjadi pada anak usia 5-12 tahun,
jarang terjadi pada anak dibawah 3 tahun. Sekitar 97% kasus terjadi di negara
berkembang dan berkurang di industri atau negara maju. Terbukti, selama 2-3
tahun terakhir, kejadiannya telah menurun di Amerika Serikat dan juga di negara
lain, seperti Jepang, Eropa Tengah, Inggris Raya dan Korea Selatan. Hal ini
berkaitan dengan kondisi hygien yang baik, lingkungan yang sehat, serta
penggunaan antibiotik. WHO (world health organization) memperkirakan kasus
sindrom nefrotik akut terjadi kira-kira 472.000 kasus setiap tahunnya secara
global dengan 5.000 kematian setiap tahunnya. Kira-kira 404.000 kasus
dilaporkan terjadi pada anak-anak dan 456 terjadi pada negara berkembang
(Parmar, 2016).
Sindrom Nefrotik Akut (SNA) yang ditandai dengan gross hematuria,
oedema, hipertensi, dan insufisiensi ginjal. Gangguan ini sering terjadi pada
anakanak, disebabkan oleh infeksi kuman Streptococcus β-hemolyticus group A
strain nephritogenic, dan 97% kasus terjadi di negara berkembang termasuk
Indonesia pada tahun 2013-2017. Terdapat 67 sampel terdiri dari 48 (71,6%)
Sindrom Nefrotik Akut (SNA) dan 19 (25,3%) kasus yang tidak mengalami
Sindrom Nefrotik Akut (SNA). Berdasarkan analisis bivariat ditemukan 5 variabel
yang 2 berhubungan dengan kejadian sindrom nefrotik akut yaitu jenis kelamin
laki-laki, usia ≥ 5 tahun, status sosial ekonomi rendah, gizi baik, dan musim
hujan. Faktor risiko yang tidak berhubungan dengan kejadian sindrom nefrotik
akut ialah pendidikan orang tua (Gunasekaran, 2015).
Sindrom Nefrotik Akut (SNA) mempunyai karakteristik berupa trias gejala
klasik yaitu oedema yang terjadi secara tiba-tiba, hematuria, dan hipertensi.
Meskipun gambaran klinisnya cukup jelas, tetapi hasil pemeriksaan laboratorium
dapat memberikan tambahan untuk mendukung diagnosis. Penelitian ini bertujuan
untuk mengevaluasi gambaran klinis dan komplikasi dari sindrom nefrotik akut
yang terjadi pada anak di RSUP Prof. Dr. R. Kandou Manado. Jenis penelitian

1
2

ialah retrospektif pada pasien-pasien dari periode Desember 2009-2014. Sebanyak


45 pasien di diagnosis sindrom nefrotik akut. Hasil penelitian mendapatkan bahwa
sebagian besar pasien (88,8%) berusia 5-12 tahun, hanya 5 pasien dengan usia ≤ 5
tahun. Anak laki-laki dua kali lebih sering terkena daripada anak perempuan.
Penyakit ini ditandai dengan oedema yang terjadi secara tiba-tiba (64,4%),
hipertensi (46,6%), urin berwarna seperti teh (33,3%), dan demam (28,8%).
Peningkatan titer ASTO di atas 250 Todd unit dijumpai pada 68,8% kasus. Dari
45 pasien, hanya 18 pasien yang diperkirakan nilai C3 dan hasilnya
memperlihatkan bahwa 18 pasien tersebut memiliki hasil C3 < 50 mg/dL.
Komplikasi yang sering terjadi ialah hipertensi ensefalopati (8,9%) dan (4,4%)
krisis hipertensi (Umboh, 2014).
Berdasarkan data di rumah sakit RSUD R. Syamsudin, SH, penyakit
sindrom nefrotik akut pada anak tidak termasuk penyakit terbesar di rumah sakit.
Terdapat kejadian kasus Sindrom Nefrotik Akut (SNA) termasuk langka pada
bulan Oktober 2018 hanya 1 orang dan Januari 2019 hanya ada 2 orang, walaupun
penyakit sindrom nefrotik akut jarang terjadi namun berdampak buruk pada anak
hingga menyebabkan kematian. Apabila tidak segera ditangani sindrom nefrotik
akut juga dapat menyebabkan beberapa komplikasi serius, meliputi malnutrisi,
penggumpalan darah, gangguan kolesterol, tekanan darah tinggi, dan gagal ginjal.
Sebagian besar sindrom nefrotik akut pada anak muncul lantaran penyebab yang
tidak diketahui.
Penderita Sindrom Nefrotik Akut (SNA) pada anak harus mendapat
perawatan yang cukup selama di rumah sakit. Perawatan anak di rumah sakit
merupakan pengalaman yang tidak menyenangkan bagi anak, hal ini disebabkan
oleh lingkungan fisik rumah sakit seperti bangunan/ruang rawat, alat-alat, bau
yang khas, pakaian putih petugas rumah sakit. Lingkungan sosial rumah sakit
seperti interaksi dengan sesama pasien anak ataupun interaksi dan sikap petugas
kesehatan menimbulkan perasaan takut, cemas, tegang dan perasaan tidak
menyenangkan lainnya yang sering dialami oleh anak. Maka dari itu, anak perlu
mendapatkan perhatian khusus dalam proses tumbuh kembangnya.
1.2 Rumusan Masalah

2
3

Bagaimanakah penatalaksaan proses Asuhan Keperawatan Dengan


Diagnosa Medis Sindrom Nefrotik Di Ruang Aster RSUD dr.Doris Sylvanus.
1.3 Tujuan Masalah
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui, memahami dan menerapkan konsep teori dari
Sindrom Nefrotik dalam asuhan keperawatan.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui dan memahami konsep dasar Sindrom Ne-
frotik
2. Untuk mengetahui dan memahami asuhan keperawatan Sindrom
Nefrotik
3. Untuk memmahami manajemen keperawatan Sindrom Nefrotik
1.4 Manfaat
1.4.1 Untuk Mahasiswa
Sebagai bahan acuan untuk menambah pengetahuan serta mendapatkan
pengalaman secara langsung dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien
Sindrom Nefrotik
1.4.2 Untuk Klien dan Keluarga
Menambah pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakit Sindrom
Nefrotik terutama tentang cara pencegahan dan penanggulangannya.
1.4.3 Untuk Institusi ( Pendidikan dan Rumah Sakit)
1. Institusi
Menjadi masukan bagi institusi guna menambah literature atau refer-
ensi untuk kelengkapan perkuliahan.
2. Rumah Sakit
Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan masukan dalam
upaya meningkatkan mutu pelayanan kesehatan khususnya penerapan
asuhan keperawatan pada klien dengan Sindrom Nefrotik
1.4.4 Untuk IPTEK
Untuk menambah atau memperkaya pengetahuan di penyakit dalam, dan
memperoleh informasi tentang Sindrom Nefrotik

3
4

4
5

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit


2.1.1 Definisi
Sindrom nefrotik adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh kerusakan
glomerulus karena ada peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein
plasma menimbulkan proteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia dan edema
(Betz & Sowden, 2009). Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema,
proteinuria, hipoalbuminemia, dan hiperkolesterolemia. Kadang-kadang terdapat
hematuria, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal (Nurarif & Kusuma, 2013).
Sindrom nefrotik merupakan keadaan klinis yang meliputi proteinuria masif,
hipoalbuminemia, hiperlipemia dan edema (Wong, 2008).
Berdasarkan pengertian diatas, Sindrom nefrotik merupakan kumpulan
gejala yang terjadi pada anak dengan karakteristik proteinuria,
hipoalbumininemia, hiperlipidemia yang disertai edema.
2.1.2 Anatomi Fisiologi
Setiap ginjal memiliki panjang sekitar 12 cm, lebar 7 cm, dan tebal
maksimum 2,5 cm, dan terletak pada bagian belakang abdomen, posterior
terhadap peritoneum, pada cekungan yang berjalan di sepanjang sisi corpus
vertebrae. Lemak perinefrik adalah lemak yang melapisi ginjal. Ginjal kanan
terletak agak lebih rendah daripada ginjal kiri karena adanya hepar pada sisi
kanan. Sebuah glandula adrenalis terletak pada bagian atas setiap ginjal.
Setiap ginjal memiliki ujung atas dan bawah yang membulat (ujung superior
dan inferior), margo lateral yang membulat konveks, dan pada margo medialis
terdapat cekungan yang disebut hilum. Arteria dan vena, pembuluh limfe, nervus
renalis, dan ujung atas ureter bergabung dengan ginjal pada hilum.

5
6

Gambar 2.1 Struktur Ginjal.


Bagian ginjal yang dicetak tebal adalah bagian utama ginjal.
Berikut penjelasan bagian-bagian di dalam ginjal :
1. Ginjal terletak di bagian perut. Gambar ginjal di atas adalah ginjal kiri
yang telah di belah.
2. Calyces adalah suatu penampung berbentuk cangkir dimana urin
terkumpul sebelum mencapai kandung kemih melalui ureter.
3. Pelvis adalah tempat bermuaranya tubulus yaitu tempat penampungan urin
sementara yang akan dialirkan menuju kandung kemih melalui ureter dan
dikeluarkan dari tubuh melalui uretra
4. Medula terdiri atas beberapa badan berbentuk kerucut (piramida) di dalam
medula terdapat lengkung henle yang menghubungkan tubulus kontroktus
proksimal dan tubulus kontroktus distal.
5. Korteks didalamnya terdapat jutaan nefron yang terdiri dari bagian badan
malphigi. Badan malphigi tersusun atas glomerulus yang di selubungi kap-
sul bowman dan tubulus yang terdiri dari tubulus kontortus proksimal,
tubulus kontroktus distal, dan tubulus kolektivus.
6. Ureter adalah suatu saluran muskuler yang berbentuk silinder yang men-
gantarkan urin dari ginjal menuju kandung kemih.
7. Vena ginjal merupakan pembuluh balik yang berfungsi untuk membawa
darah keluar dari ginjal menuju vena cava inferior kemudian kembali ke
jantung.
8. Arteri ginjal merupakan pembuluh nadi yang berfungsi untuk membawa
darah ke dalam ginjal untuk di saring di glomerulus.

6
7

Gambar 2.2 Bagian-bagian Nefron.


Di dalam korteks terdapat jutaan nefron. Nefron adalah unit fungsional
terkecil dari ginjal yang terdiri atas tubulus kontroktus proximal, tubulus kontortus
distal dan duktus duktus koligentes. Berikut adalah penjelasan bagian-bagian di
dalam nefron.
1. Nefron adalah tempat penyaringan darah. Di dalam ginjal terdapat lebih
dari 1 juta buah nefron. 1 nefron terdiri dari glomerulus, kapsul bowman,
tubulus kontortus proksimal, lengkung henle, tubulus kontortus distal,
tubulus kolektivus.
2. Glomerulus merupakan tempat penyaringan darah yang akan menyaring
air, garam, asam amino, glukosa, dan urea. Menghasilkan urin primer.
3. Kapsul bowman adalah semacam kantong/kapsul yang membungkus
glomerulus. Kapsul bowman ditemukan oleh Sir William Bowman.
4. Tubulus kontortus proksimal adalah tempat penyerapan kembali/ reab-
sorbsi urin primer yang menyerap glukosa, garam, air, dan asam amino.
Menghasilkan urin sekunder.
5. Lengkung henle merupakan penghubung tubulus kontortus proksimal
dengan tubulus kontortus distal.
6. Tubulus kontortus distal merupakan tempat untuk melepaskan zat- zat
yang tidak berguna lagi atau berlebihan ke dalam urine sekunder. Meng-
hasilkan urin sesungguhnya
7. Tubulus kolektivus adalah tabung sempit panjang dalam ginjal yang
menampung urin dari nefron, untuk disalurkan ke pelvis menuju kandung
kemih
2.1.3 Etiologi
Sindrom nefrotik belum diketahui sebab pastinya, secara umum penyebab
dibagi menjadi berikut2 :
1. Sindrom Nefrotik Bawaan

7
8

Adanya reaksi fetomaternal terhadap janin ataupun karena gen resesif


autosom menyebabkan sindrom nefrotik.
2. Sindrom Nefrotik Sekunder
Sindroma nefrotik disebabkan oleh adanya penyakit lain seperti parasit
malaria, penyakit kolagen, trombosis vena renalis, pemajanan bahan kimia
(trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, raksa, amiloidosis dan
lain-lain. Sebab paling sering sindrom nefrotik sekunder adalah glomeru-
lonefritis primer dan sekunder akibat infeksi keganasan penyakit jaringan
penghubung, obat atau toksin dan akibat penyakit sistemik seperti:
a. Glomerulonefritis primer
1) Glomerulonefritis lesi minimal
2) Glomerulosklerosis fokal
3) Glomerulonefritis membranosa
4) Glomerulonefritis membranoproliferatif
5) Glomerulonefritis proliferatif lain
b. Glomerulonefritis sekunder
1) Infeksi : HIV, Hepatitis virus B dan C. Sifilis, malaria, skisotoma,
TBC, Lepra
2) Keganasan : Adenokarsinoma paru, payudara, kolon, limfoma
Hodgkin, mieloma multipel, dan karsinoma ginjal.
3) Penyakit jaringan penghubung : Lupus eritematosus sistemik, artri-
tis reumathoid, MCTD
4) Efek obat dan toksin : obat antiinflamasi nonsteroid, preparat emas,
penisilinamin, probenesid, air raksa, kaptopril, heroin.
5) Lain-lain : DM, amiloidosis, preeklampsia, rejeksi alograf kronik,
refluks vesicoureter, atau sengatan lebah
3. Sindrom Nefrotik Idiopatik
Sindrom nefrotik yang belum diketahui jelas sebabnya.

2.1.4 Klasifikasi

8
9

Pada Sindrom Nefrotik terdapat klasifikasi secara klinis dan gambaran


Patologi Anatomi. Respon terhadap penggunaan steroid lebih sering digunakan
untuk menentukan prognosis.16 Klasifikasi Sindrom Nefrotik yang didasarkan
pada respon steroid adalah :
1. Sindrom Nefrotik Sensitif Steroid (SNSS)
Menurut ISKDC, Sindrom Nefrotik Sensitif Steroid dapat terjadi remisi to-
tal (proteinuria ≤ 4 mg/m2) dalam 4 minggu dengan pemberian dosis
penuh dan kemudian dapat dilanjutkan dengan pemberian secara alternate.
2. Sindrom Nefrotik Resisten Steroid (SNRS)
Apabila setelah 4 minggu pengobatan steroid dosis penuh tidak terjadi
remisi, pasien dinyatakan sebagai resisten steroid, International Study of
Kidney Diseases in Children (ISKDC) membagi klasifikasi SN
berdasarkan gambaran hasil penemuan biopsi dan gambaran klinis pada
SN dengan kelainan glomerulus primer sbb:
1) Kelainan Minimal
2) Glomerulosklerosis Fokal Segmental
3) Glomerulonefritis Proliferatif Difus:
a) bentuk eksudatif
b) bentuk mesangial
c) bentuk fokal
d) bentuk dengan kresen
e) bentuk mesangiokapiler/membranoproliferatif
4) Glomerulopati Membranosa
5) Glomerulonefritis Kronik Lanjut
Sebagian besar SN ( 80-90% ) pada anak mempunyai gambaran Patologi
Anatomi berupa Sindrom Nefrotik Kelainan Minimal (SNKM). Pada pengobatan
kortikosteroid inisial, sebagian besar SNKM (94%) mengalami total remisi
(responsif), sedangkan pada Glomerulosklerosis Fokal Segmental (GSFS) 80-85%
tidak responsif/ resisten.

9
2.1.5 Patofisiologi (WOC)
Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat pada
hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadi proteinuria. Kelanjutan dari
proteinuria menyebabkan hipoalbuminemia. Dengan menurunnya albumin,
tekanan osmotik plasma menurun sehingga cairan intravaskular berpindah ke
dalam interstisial. Perpindahan cairan tersebut menjadikan volume cairan
intravaskuler berkurang, sehingga menurunkan jumlah aliran darah ke renal
karena hipovolemia.

Menurunnya aliran darah ke renal, ginjal akan melakukan kompensasi


dengan merangsang produksi renin angiotensin dan peningkatan sekresi hormon
ADH dan sekresi aldosteron yang kemudian terjaddi retensi natrium dan air.
Dengan retensi natrium dan air, akan menyebabkan edema.

Terjadi peningkatan kolesterol dan trigliserida serum akibat dari


peningkatan stimulasi produksi lipoprotein karena penurunan plasma albumin atau
penurunan onkotik plasma.Adanya hiperlipidemia juga akibat dari meningkatnya
produksi lipoprotein dalam hati yang timbul oleh karena kompensasi hilangnya
protein dan lemak akan banyak dalam urin atau lipiduria. Menurunnya respon
imun karena sel imun tertekan, kemungkinan disebnabkan oleh karena
hipoalbuminemia, hiperlipidemia atau defisiensi seng.
11
2.1.6 Manisfestasi Klinis (Tanda dan Gejala)

Tanda dan gejala sindrom nefrotik adalah sebagai berikut :


1. Kenaikan berat badan
2. Wajah tampak sembab (edema fascialis) terutama di sekitar mata,
tampak pada saat bangun di pagi hari dan berkurang di siang hari
3. Pembengkakan abdomen (asites)
4. Efusi pleura
5. Pembengkakan labia atau skrotum
6. Edema pada mukosa intestinal yang dapat menyebabkan diare,
anoreksia, dan absorpsi intestinal buruk
7. Pembengkakan pergelangan kaki / tungkai
8. Iritabilitas
9. Mudah letih
10. Letargi
11. Tekanan darah normal atau sedikit menurun
12. Rentan terhadap infeksi
13. Perubahan urin seperti penurunan volume dan urin berbuih

2.1.7 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi :
1. Hipovolemi
2. Infeksi pneumokokus
3. Emboli pulmoner
4. Peritonitis
5. Gagal ginjal akut
6. Dehidrasi
7. Venous trombosis
8. Aterosklerosis
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang
Menurut Betz & Sowden (2009), Pemeriksaan penunjang sebagai berikut :
1. Uji urine
Urinalisis : proteinuria (dapat mencapai lebih dari 2 g/m2/hari), bentuk
hialin dan granular, hematuria
Uji dipstick urine : hasil positif untuk protein dan darah
Berat jenis urine : meningkat palsu karena proteinuria
Osmolalitas urine : meningkat
2. Uji darah
Kadar albumin serum : menurun (kurang dari 2 g/dl)
Kadar kolesterol serum : meningkat (dapat mencapai 450 sampai 1000 mg/
dl)
Kadar trigliserid serum : meningkat
Kadar hemoglobin dan hematokrit : meningkat
Hitung trombosit : meningkat (mencapai 500.000 sam-
pai 1.000.000/ul)
Kadar elektrolit serum : bervariasi sesuai dengan keadaan penyakit peroran-
gan
3. Uji diagnostik
Biopsi ginjal (tidak dilakukan secara rutin)

2.1.9 Penatalaksaan Medis


Penatalaksanaan yang dilakukan untuk mengatasi gejala dan akibat
yang ditimbulkan pada anak dengan sindrom nefrotik sebagai berikut2 :
1. Istirahat sampai edema tinggal sedikit. Batasi asupan natrium sam-
pai kurang lebih 1 gram per hari, secara praktis dengan menggunakan
garam secukupnya dalam makanan dan menghindari makanan yang di-
asinkan. Diet protein 2-3 gram/kgBB/hari.
2. Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam, dapat digu-
nakan diuretik, biasanya furosemid 1 mg/kgBB/kali, bergantung pada be-
ratnya edema dan respon pengobatan. Bila edema refrakter, dapat digu-
nakan hidroklortiazid (25-50 mg/hari). Selama pengobatan diuretik perlu

13
dipantau kemungkinan hipokalemia, alkalosis metabolik, atau kehilangan
caitan intravaskular berat.
3. Pemberian kortikosteroid berdasarkan ISKDC (international Study
of kidney Disease in Children) : prednison dosis penuh : 60 mg/m2 luas
permukaan badan/hari atau 2 mg/kgBB/hari (maksimal 80 mg/kgBB/hari)
selama 4 minggu dilanjutkan pemberian prednison dosis 40 mg/m2 luas
permukaan badan/hari atau 2/3 dosis penuh, yang diberikan 3 hari bertu-
rut-turut dalam seminggu (intermitten dose) atau selang sehari (alternating
dose) selama 4 minggu, kemudian dihentikan tanpa tappering off lagi. Bila
terjadi relaps diberikan prednison dosis penuh seperti terapi awal sampai
terjadi remisi (maksimal 4 minggu), kemudian dosis diturunkan menjadi
2/3 dosis penuh. Bila terjadi relaps sering atau resisten steroid, lakukan
biopsi ginjal.
4. Cegah infeksi. Antibiotik hanya diberikan bila terjadi infeksi.
5. Pungsi asites maupun hidrotoraks dilakukan bila ada indikasi vital

2.2 Konsep Kebutuhan Dasar Manusia Gangguan Rasa Nyaman (Nyeri)


2.2.1 Definisi Nyeri
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan bersifat
sangat subyektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala
atau tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau
mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya (Aziz Alimul, 2006).
Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang
dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007).
Sensori yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional yang muncul
secara aktual atau potensial kerusakan jaringan atau menggambarkan adanya
kerusakan. Serangan mendadak atau pelan intensitasnya dari ringan sampai berat
yang dapat diantisipasi dengan akhir yang dapat diprediksi dan dengan durasi
kurang dari 6 bulan (Asosiasi Studi Nyeri Internasional); awitan yang tiba-tiba
atau lambat dari intensitas ringan hingga berat hingga akhir yang dapat
diantisipasi atau di prediksi. (NANDA, 2015). Nyeri kronisserangan yang tiba-

14
tiba atau lambat dari intesitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat
diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung > 3 bulan (NANDA, 2012).
2.2.2 Anatomi Fisiologi
1. Mekanisme Neuro Fisiologi Nyeri.
Struktur spesifik dalam sistem saraf terlibat dalam mengubah stimulus menjadi
sensori nyeri.
2. Transmisi Nyeri.
Reseptor nyeri (nosi septor) adalah ujung saraf bebas dalam kulit yang
berespon hanya pada stimulus yang kuat , yang secara potensial merusak.
3. Bentuk Nyeri.
1) Nyeri Akut
a. Datangnya tiba – tiba.
b. Biasanya menurun sejalan dengan terjadinya penyembuhan.
c. Nyeri yang sedang berlangsung dari beberapa detik hingga 6 bln.
d. Dapat sembuh secara spontan atau dengan pengobatan.
2) Nyeri kronik
a. Nyeri yang menetap sepanjang suatu periode waktu.
b. Sulit diobati.
c. Nyeri yang berlangsung selama 6 bulan atau lebih.
2.2.3 Etiologi
1. Faktor resiko
1) Nyeri akut:
a. Melaporkan nyeri secara verbal dan non verbal
b. Menunjukkan kerusakan
c. Posisi untuk mengurangi nyeri
d. Muka dengan ekspresi nyeri
e. Gangguan tidur
f. Respon otonom (penurunan tekanan darah, suhu, nadi)
g. Tingkah laku ekspresif (gelisah, merintih, nafas panjang, men-
geluh)
2) Nyeri kronis :
a. Perubahan berat badan

15
b. Melaporkan secara verbal dan non verbal
c. Menunjukkan gerakan melindungi, gelisah, depresi, focus pada diri
sendiri
d.  Kelelahan
e. Perubahan pola tidur
f. Takut cedera
g. Interaksi dengan orang lain menurun
1. Factor predisposisi
a. Trauma
b. Peradangan
c. Trauma psikologis
2. Factor presipitasi
a. Lingkungan
b. Suhu ekstrim
c. Kegiatan
d. Emosi
2.2.4 Klasifikasi
Klasifikasi nyeri dapat berdasarkan waktu, yaitu: nyeri akut dan kronis dan
dapat berdasarkan etiologi, yaitu: nyeri nosiseptif dan nyeri neuropatik
2. Nyeri Akut dan Nyeri Kronik
Nyeri akut terjadi karena adanya kerusakan jaringan yang akut dan tidak
berlangsung lama. Sedangkan nyeri kronik, tetap berlanjut walaupun lesi sudah
sembuh. Ada yang memakai batas waktu 3 bulan sebagai nyeri kronik.
Intensitas nyeri dapat dinilai salah satunya menggunakan Visual Analogue
Scale (VAS). Skala ini mudah digunakan bagi pemeriksa, efisien dan lebih mudah
dipahami oleh pasien. Klasifikasi berdasarkan intensitas nyeri yang dinilai dengan
Visual Analog Scale (VAS) adalah angka 0 berarti tidak nyeri dan angka 10
berarti intensitas nyeri paling berat.
3. Nyeri Nosiseptif dan Nyeri Neuropatik
Nyeri secara patofisiologi dapat dibagi menjadi nosiseptif dan nyeri
neuropatik. Nyeri nosiseptif adalah nyeri inflamasi yang dihasilkan oleh
rangsangan kimia, mekanik dan suhu yang menyebabkan aktifasi maupun

16
sensitisasi pada nosiseptor perifer (saraf yang bertanggung jawab terhadap
rangsang nyeri). Nyeri nosiseptif biasanya memberikan respon terhadap analgesik
opioid atau non opioid.
Nyeri neuropatik merupakan nyeri yang ditimbulkan akibat kerusakan
neural pada saraf perifer maupun pada sistem saraf pusat yang meliputi jalur saraf
aferen sentral dan perifer, biasanya digambarkan dengan rasa terbakar dan
menusuk. Pasien yang mengalami nyeri neuropatik sering memberi respon yang
kurang baik terhadap analgesik opioid.
2.2.5 Patofisiologi
Pada saat sel saraf rusak akibat trauma jaringan, maka terbentuklah zat-zat
kimia seperti Bradikinin, serotonin dan enzim proteotik. Kemudian zat-zat
tersebut merangsang dan merusak ujung saraf reseptor nyeri dan rangsangan
tersebut akan dihantarkan ke hypothalamus melalui saraf asenden. Sedangkan di
korteks nyeri akan dipersiapkan sehingga individu mengalami nyeri. Selain
dihantarkan ke hypothalamus nyeri dapat menurunkan stimulasi terhadap reseptor
mekanin sensitif pada termosensitif sehingga dapat juga menyebabkan atau
mengalami nyeri (Wahit Chayatin, N.Mubarak, 2007).
2.2.6 Manifestasi Klinis
1. Tanda dan gejala nyeri
1) Gangguam tidur
2) Posisi menghindari nyeri
3) Gerakan menghindari nyeri
4) Raut wajah kesakitan (menangis, merintih)
5) Perubahan nafsu makan
6) Tekanan darah meningkat
7) Pernafasan meningkat
8) Depresi
9) Factor-faktor yang mempengaruhi nyeri.
2.2.7 Komplikasi
1. Edema Pulmonal
2. Kejang      
3. Masalah Mobilisasi                                   

17
4. Hipertensi
5. Hipertermi
6. Gangguan pola istirahat dan tidur.
2.2.8 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan USG untuk data penunjang apa bila ada nyeri tekan di ab-
domen
2. Rontgen untuk mengetahui tulang atau organ  dalam yang abnormal
3. Pemeriksaan LAB sebagai data penunjang pemeriksaan lainnya
4. CT Scan (cidera kepala) untuk mengetahui adanya pembuluh darah yang
pecah di otak.
2.2.9 Penatalaksanaan Medis
1. Pemberian analgesic
Analgesik akan lebih efektif diberikan sebelum pasien merasakan nyeri
yang berat dibandingkan setelah mengeluh nyeri.
2. Plasebo
Plasebo merupakan obat yang tidak mengandung komponen obat analgesik seperti
gula, larutan garam/normal saline, atau air. Terapi ini dapat menurunkan rasa
nyeri, hal ini karena faktor persepsi kepercayaan pasien.

2.3 Manajemen Asuhan Keperawatan


2.2.1 Pengkajian Keperawatan
2.2.1.1 Anamnesa
Anamnesa bertujuan untuk mengumpulkan data tentang masalah ke-
sehatan dan medis pasien sehingga mereka dapat mengidentifikasi perki-
raan diagnosis / masalah medis yang dihadapi pasien.
2.2.1.2 B1 (Breathing)
Pemeriksaan fisik pada sistem pernapasan sangat mendukung untuk
mengetahui masalah pada klien dengan gangguan sistem kardiovaskuler.
Pemeriksaan ini meliputi :
2.2.1.2.1Inspeksi bentuk dada
Untuk melihat seberapa berat gangguan sistem kardiovaskuler. Bentuk
dada yang biasa ditemukan adalah :

18
2.2.1.2.1.1 Bentuk dada thoraks phfisis (panjang dan gepeng)
2.2.1.2.1.2 Bentuk dada thoraks en bateau (thoraks dada burung)
2.2.1.2.1.3 Bentuk dada thoraks emsisematous (dada berbentuk seperti tong)
2.2.1.2.1.4 Bentuk dada thoraks pektus ekskavatus (dada cekung ke dalam.
2.2.1.2.1.5 Gerakan pernapasan : kaji kesimetrisan gerakan pernapasan klien
2.2.1.3 B2 (Blood)
Irama jantung : Frekuensi ..x/m, reguler atau irreguler
Distensi Vena Jugularis
Tekanan Darah : Hipotensi dapat terjadi akibat dari penggunaan ventilator
Bunyi jantung : Dihasilkan oleh aktifitas katup jantung
2.2.1.3.1S1 : Terdengar saat kontraksi jantung / sistol ventrikel. Terjadi akibat
penutupan katup mitral dan trikuspid.
2.2.1.3.2S2 : Terdengar saat akhir kotraksi ventrikel. Terjadi akibat penutupan
katup pulmonal dan katup aorta.
Dikenal dengan ventrikuler gallop, manandakan adanya dilatasi ventrikel.
Murmur : terdengar akibat adanya arus turbulansi darah. Biasanya ter-
dengar pada pasien gangguan katup atau CHF.
Pengisian kapiler : normal kurang dari 3 detik
Nadi perifer : ada / tidak dan kualitasnya harus diperiksa. Aritmia dapat
terjadi akibat adanya hipoksia miokardial.
PMI (Point of Maximal Impuls): Diameter normal 2 cm, pada interkostal
ke lima kiri pada garis midklavikula. Pergeseran lokasi menunjukan
adanya pembesaran ventrikel pasien hipoksemia kronis.
Edema : Dikaji lokasi dan derajatnya.
2.2.1.4 B3 (Brain)
Penurunan tingkat kesadaran pada pasien dengan respirator dapat
terjadi akibat penurunan PCO2 yang menyebabkan vasokontriksi cere-
bral. Akibatnya akan menurunkan sirkulasi cerebral.
Untuk menilai tingkat kesadaran dapat digunakan suatu skala
pengkuran yang disebut dengan Glasgow Coma Scale (GCS).
GCS memungkinkan untuk menilai secara obyektif respon pasien
terhadap lingkungan. Komponen yang dinilai adalah : Respon terbaik

19
buka mata, respon motorik, dan respon verbal. Nilai kesadaran pasien
adalah jumlah nilai-nilai dari ketiga komponen tersebut.
Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseo-
rang terhadap rangsangan dari lingkungan, tingkat kesadaran dibedakan
menjadi :
2.2.1.4.1 Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya,
dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.
2.2.1.4.2 Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan
sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
2.2.1.4.3 Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), mem-
berontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.
2.2.1.4.4 Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon
psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih
bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu
memberi jawaban verbal.
2.2.1.4.5 Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada re-
spon terhadap nyeri.
2.2.1.4.6 Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon ter-
hadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek
muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya).
Perubahan tingkat kesadaran dapat diakibatkan dari berbagai faktor,
termasuk perubahan dalam lingkungan kimia otak seperti keracunan,
kekurangan oksigen karena berkurangnya aliran darah ke otak, dan
tekanan berlebihan di dalam rongga tulang kepala.
2.2.1.5 B4 (Bladder)
Kateter urin
Urine : warna, jumlah, dan karakteristik urine, termasuk berat jenis urine.
Penurunan jumlah urine dan peningkatan retensi cairan dapat terjadi akibat
menurunnya perfusi pada ginjal.
2.2.1.6 B5 (Bowel)
Rongga mulut Penilaian pada mulut adalah ada tidaknya lesi pada mulut
atau perubahan pada lidah dapat menunjukan adanya dehidarsi.

20
2.2.1.6.1Bising usus
Ada atau tidaknya dan kualitas bising usus harus dikaji sebelum
melakukan palpasi abdomen.Bising usus dapat terjadi pada paralitik ileus
dan peritonitis.Lakukan observasi bising usus selama ± 2 menit.Penu-
runan motilitas usus dapat terjadi akibat tertelannya udara yang berasal
dari sekitar selang endotrakeal dan nasotrakeal.
2.2.1.6.2Distensi abdomen
Dapat disebabkan oleh penumpukan cairan.Asites dapat diketahui
dengan memeriksa adanya gelombang air pada abdomen.Distensi ab-
domen dapat juga terjadi akibat perdarahan yang disebabkan karena
penggunaan IPPV.Penyebab lain perdarahan saluran cerna pada pasien
dengan respirator adalah stres, hipersekresi gaster, penggunaan steroid
yang berlebihan, kurangnya terapi antasid, dan kurangnya pemasukan
makanan.
2.2.1.6.3Nyeri
2.2.1.6.4Dapat menunjukan adanya perdarahan gastriintestinal
2.2.1.6.5Pengeluaran dari NGT : jumlah dan warnanya
2.2.1.6.6Mual dan muntah
2.2.1.7 B6 (Bone)
Warna kulit, suhu, kelembaban, dan turgor kulit.
Adanya perubahan warna kulit; warna kebiruan menunjukan adanya
sianosis (ujung kuku, ekstremitas, telinga, hidung, bibir dan membran
mukosa). Pucat pada wajah dan membran mukosa dapat berhubungan den-
gan rendahnya kadar haemoglobin atau shok. Pucat, sianosis pada pasien
yang menggunakan ventilator dapat terjadi akibat adanya hipoksemia.
Jaundice (warna kuning) pada pasien yang menggunakan respirator dapat
terjadi akibatpenurunan aliran darah portal akibat dari penggunaan FRC
dalam jangka waktu lama.
Pada pasien dengan kulit gelap, perubahan warna tersebut tidak be-
gitu jelas terlihat.Warna kemerahan pada kulit dapat menunjukan
adanya demam, infeksi.Pada pasien yang menggunkan ventilator, infeksi

21
dapat terjadi akibat gangguan pembersihan jalan napas dan suktion yang
tidak steril.
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada adalah sebagai
berikut:
2.2.2.1 Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas
2.2.2.2 Perfusi perifer tiak efektif berhubungan dengan kekurangan volume cairan
2.2.2.3 Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama jantung
2.2.2.4 Gangguan liminasi urine berhubungan dengan penurunan kapasitas kan-
dung kemih
2.2.2.5 Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi nu-
trien
2.2.2.6 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan

22
2.2.3 Intervensi Keperawatan
No Diagnosa keperawatan Tujuan Kriteria hasil Intervensi

1 Pola napas tidak efektif berhubungan Pola napas L.01001 Manajemen jalan napas I.01011
dengan Observasi:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan - Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman,
1x7Jam diharapkan pola napas membaik usaha napas)
dengan kriteria hasil : - Monitor bunyi napas (mis. Gurgling, mengi,
wheezing, ronkhi kering)
- Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
Dyspnea menurun 5 Terapeutik:
- Pertahankan kepatenan jalan napas dengan
Penggunaan alat bantu napas menurun 5
head-tilt dan chin-tilt (jaw-thrust jika curiga
Frekuensi napas membaik 5 trauma servikal)
- Posisikan semi-fowler atau Fowler
- Berikan minum hangat
- Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
- Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15
detik
-Lakukan hiperoksigenasi sebelum
penghisapan endotrakeal
- keluarkan sumbatan benda padat dengan
forsep McGill
- Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi:
- Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika
tidak kontraindikasi
- Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi:
- Kolaborasi pemberian bronkodilator, enspekt-
oran, mukolitik, jika perlu

1.

2. Perfusi perifer tidak efektif Setelah dilakukan tindakan asuhan Perawatan Luka (SIKI I.02079 Hal.345)
berhubungan dengan Kurang terpapar keperawatan selama 1x3 jam diharapkan
informasi tentang proses penyakit Perfusi perifer tidak efektif teratasi dengan Observasi :
(SDKI D.0009 hal. 37) kriteria hasil : 1. Periksa sirkulasi perifer (mis. Nadi perifer,
edema, pengisian kapiler, warna, suhu, an-
(SLKI L.02011 hal 84) kle-brachial index)
2. Identifikasi faktor risiko gangguan sirkulasi
1. Denyut nadi perifer meningkat (5) (mis. Diabetes, perokok, orang tua,
2. Penyembuhan luka meningkat (5) hipertensi, dan kadar kolesterol tinggi)
3. Sensasi meningkat (5) 3. Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau
4. Warna kulit pucat menurun (5) bengkak pada ekstermitas
5. Edema perifer menurun (5) Terapeutik :
6. Nyeri ekstermitas menurun (5) 1. Hindari pemesangan infus atau pengambi-
7. Parastesia menurun (5) lan darah di daerah keterbatasan perfusi
8. Kalemahan otot menurun (5) 2. Hindari pengukuran tekanan darah pada ek-
stermitas dengan keterbatasan perfusi hin-

24
9. Kram otot menurun (5) dari penekanan dan pemasagan tourniquet
10. Bruit femoralis menurun (5) pada area yang cedera
11. Nekrosis menurun (5) 3. Lakukan pencegahan infeksi
12. Pengisian kapiler membaik (5) 4. Lakukan perawatan kaki dan kuku
13. Akral membaik (5) 5. Lakukan hidrasi
14. Tungor kulit membaik (5) Edukasi :
15. Tekanan darah sistolik membaik (5) 1. Anjurkan berhenti merokok
16. Tekanan darah diastolik membaik (5) 2. Anjurkan berolahraga rutin
17. Tekanan darah rata-rata membaik (5) 3. Anjurkan mengecek air mandi untuk
18. Indeks ankle-brachial membaik (5) menghindari kulit terbakar
4. Anjurkan menggunakan obat penurun
tekanan darah, antikoagulan, dan penurun
kolesterol, jika perlu
5. Anjurkan minum obat pengontrol tekanan
darah secara teratur
6. Anjurkan menghindari penggunaan obat
penyekat beta
7. Anjurkan melakukan perawatan kulit yang
tepat (mis. Melembabkan kulit kering pada
kaki)
8. Anjurkan program rehabilitasi vascular
9. Anjurkan program diet untuk memperbaiki
sirkulasi (mis. Rendah lemak jenuh, minyak
ikan omega 3)
10. Informasikan tanda dan gejala darurat yang

25
harus di laporkan (mis. Rasa sakit yang
tidak hilang saat istirahat, luka tidak sem-
buh, hilangnya rasa)
Kolaborasi :

1. Kaloborasi dengan dokter pemberian


analgetik, jika perlu.

3. Gangguan Eliminasi Urin Setelah dilakukan Intervensi 3 x 7 Jam Manajemen Eliminasi Urine (SIKI I.04152
Berhubungan dengan iritasi kandung maka Eliminasi Urin membaik, dengan Hal.175)
kemih kriteria hasil :
Observasi :
(SLKI L.04034 Hal.24)
1. Identifikasi tanda dan gejala retensi atau
1. Sensasi Berkeming Meningkat (5) inkontinensia urine
2. Frekuensi BAK Membaik (5) 2. Identifikasi faktor yang menyebabkan
3. Karakteristik Urine Membaik (5) retensi atau inkontinensia urine
3. Monitor eliminasi urine (Mis. Frekuensi,
konsistensi, aroma, volume, dan warna)

Terapeutik :

1. Catat waktu-waktu dan haluaran berkemih

26
2. Batasi asupan cairan, jika perlu
3. Ambil sampel urine tengah (midstream)
atau kultur

Edukasi :

1. Ajarkan tanda dan gejala infeksi saluran


kemih
2. Ajarkan mengukur asupan cairan dan halu-
aran urine
3. Ajarkan mengambil spesimen urine mid-
stream
4. Ajarkan mengenali tanda berkemih dan
waktu yang tepat untuk berkemih
5. Ajarkan terapi modalitas penguatan otot-
otot panggul/berkemihan
6. Anjurkan minum yang cukup, jika tidak ada
kontraindikasi
7. Anjurkan mengurangi minum menjelang
tidur

Kolaborasi :

1. Kolaborasi pemberian obat supositoria ure-


tra, jika perlu

27
4. Defisit Nutrisi berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Nutrisi (SIKI I.03119 Hal. 200)
kurangnya asupan makanan selama 3 x 7 Jam maka Nutrisi Klien
Terpenuhi, dengan kriteria hasil : Observasi :

(SLKI L.03030 hal 121) 1. Identifikasi status nutrisi


2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
1. Porsi Makanan yang dihabiskan 3. Identifikasi makanan yang di sukai
Meningkat (5) 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nu-
2. Berat Badan Membaik (5) trien
3. Frekuensi Makan Membaik (5) 5. Identifikasi perlunya penggunaan selang na-
4. Nafsu makan Membaik (5) sogastrik
5. IMT Membaik (5) 6. Monitor asupan makanan
7. Monitor berat badan
8. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium

Terapeutik :

1. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika


perlu
2. Fasilitasi menentukan pedoman diet (Mis.
Piramida makanan)
3. Sajikan makanan secara menarik dan suhu
yang sesuai
4. Berikan makanan tinggi serat untuk mence-
gah konstipasi
5. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi

28
protein
6. Berikan suplemen makanan, jika perlu
7. Hentikan pemberian makan melalui selang
nasogatrik jika asupan oral dapat ditoleransi

Edukasi :

1. Anjurkan posisi duduk, jika mampu


2. Ajarkan diet yang diprogramkan

Kolaborasi :

1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum


makan (Mis. Pereda nyeri, antiematik), jika
perlu
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menen-
tukan jumlah kalori dan jenis nutrien yang
dibutuhkan, jika perlu

29
2.2.4 mplementasi Keperawatan
Implementasi adalah pengolahan dan perwujudan dari rencana keper-
awatan yang telah disusun pada tahap perencanaan.Jenis tindakan pada im-
plementasi ini terdiri dari tindakan mandiri, saling ketergantungan/ kolabo-
rasi, dan tindakan rujukan/ ketergantungan. Implementasi tindakan keper-
awatan disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan. Pada situasi ny-
ata sering implementasi jauh berbeda dengan rencana.Hal ini terjadi karena
perawat belum terbiasa menggunakan rencana tertulis dalam melaksanakan
tindakan keperawatan. Yang biasa adalah rencana tidak tertulis yaitu apa
yang dipikirkan, di rasakan, itu yang dilaksanakan.
Hal ini sangat membahayakan klien dan perawat jika berakibat fatal,
dan juga tidak memenuhi aspek legal.Sebelum melaksanakan tindakan yang
sudah direncanakan, perawat perlu memvalidasi dengan singkat apakah ren-
cana tindakan masih sesuai dan di butuhkan klien sesuai dengan kondisi saat
ini.Perawat juga menilai diri sendiri, apakah mempunyai kemampuan inter-
personal, intelektual, teknik sesuai dengan tindakan yang dilaksanakan.

1.2.1 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi mengacu kepada penilaian, tahapan, dan perbaikan. Pada
tahap ini perawat menemukan penyebab mengapa suatu proses keperawatan
dapat berhasil atau gagal. (Alfaro-LeFevre, 2010). Perawat menemukan
reaksi klien terhadap intervensi keperawatan yang telah di berikan dan
menetapkan apa yang menjadi sasaran dari rencana keperawatan dapat di
terima. Perencanaan merupakan dasar yang mendukung suatu evaluasi.
Menetapkan kembali informasi baru yang diberikan kepada klien un-
tuk mengganti atau menghapus diagnosa keperawatan, tujuan, atau inter-
vensi keperawatan. Menentukan target dari suatu hasil yang ingin dicapai
adalah keputusan bersama antara perawat dan klien. Evaluasi berfokus pada
individu klien dan kelompok dari klien itu sendiri. Proses evaluasi memer-
lukan beberapa keterampilan dalam menetapkan rencana asuhan keper-
awatan. Termasuk pengetahuan mengenai standar asuhan keperawatan, re-

30
spon klien yang normal terhadap tindakan keperawatan, dan pengetahuan
konsep dalam teladan dari keperawatan.

31
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

Nama Mahasiswa : Aditya Dwi Saputra


NIM : 2022 – 04 – 14901 - 001
Tanggal Praktek : 31 Oktober 2022 – 19 November 2022
Tanggal & Jam Pengkajian : 01 November 2022, pukul 08:00 WIB
2.1 PENGKAJIAN
2.1.1 IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. V
Umur : 20 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku/Bangsa : Dayak/Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : IRT
Pendidikan : SMA
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Tumbang Kaman
Tgl MRS : Selasa, 25 Oktober 2022
Diagnosa Medis : Sindrom Nefrotik

2.1.2 RIWAYAT KESEHATAN /PERAWATAN


2.1.2.1 Keluhan Utama
P: Klien mengatakan nyeri pada perut, Q: nyeri yang dirasakan
seperti ditusuk – tusuk , R: lokasi nyeri dirasakan di Perut , S: skala nyeri
7, T: Klien mengatakan nyeri hilang timbul dan tak menentu.
2.1.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Pada tanggal 25 Oktober 2022 Nn.V di bawa oleh keluarganya
datang ke RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya rujukan dari Primaya
Hospital Betang Pambelum dengan keluhan nyeri pada Perut. Lalu masuk
IGD RSUD dr. Doris Sylvanus pukul 18.00 WIB, dan langsung dilakukan
pemeriksaan dan penanganan. Saat di periksa keadaan umum klien tampak
lemah, kesadaran compos menthis, dengan hasil pemeriksaan tanda-tanda

32
vital TD: 127/83 mmHg, N: 108 x/m, S: 360C, RR: 20x/m, SPO2 98%. Di
IGD klien diberikan terapi pemberian cairan infus NaCl 500 ml/24 jam,
pemberian terapi obat injeksi ketorolac 2 x 30 mg , injeksi ceftriaxone 2 x
1 gr. Setelah itu pasien dianjurkan untuk rawat inap dan langsung
dipindahkan keruang Aster untuk mendapatkan pengobatan dan
penanganan lebih lanjut. Pada tanggal 01 Oktober 2022 Pukul 08.00 WIB
dilakukan pengkajian pada Nn.V di ruang Aster didapatkan kondisi
keadaan pada perut dan tanda-tanda vital TD : 120/80 mmHg, N: 100x/
menit, RR: 20x/ menit, S : 36,20C, SPO2 : 98%.
2.1.2.3 Riwayat Penyakit Sebelumnya (riwayat penyakit dan riwayat operasi):
Pasien mengatakan Tidak memiliki riwayat penyakit dan operasi
2.1.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien mengatakan mempunyai penyakit keluarga
2.1.3 KEBUTUHAN DASAR

RASA NYAMAN NYERI


Suhu : 36,2°C,  Gelisah  Nyeri  Skala Nyeri : 7  Gambaran Nyeri : seperti tertusuk-tusuk
Lokasi nyeri : perut
Frekuensi Nyeri : Nyeri sedang
Durasi /Perjalanan : Nyeri hilang timbul dan tak menentu
Tanda Obyektif :  Mengerutkan muka  Menjaga area yang sakit
Respon emosional : Adaptif Penyempitan Fokus : Tidak ada
Cara mengatasi nyeri : hanya dengan obat yang diberikan
Lain-lain : Pasien mengatakan nyeri pada kaki sebelah kanan terdapat luka dan kemerahan
Masalah Keperawatan : Nyeri Akut
 Nyeri Ο Hipertermi Ο Hipotermi

1. OKSIGENASI 2. CAIRAN
Nadi : 100 x/menit, Pernapasan : 20 x/mnt Kebiasaan minum : 1.500 CC /hari,
TD: 120/80 mmHg Bunyi Nafas : Vesikuler Jenis : Air Putih
Respirasi : 20x/menit Turgor kulit : menurun
Kedalaman : Tidak ada Fremitus : Tidak ada Mukosa mulut : Kering
Sputum : Tidak ada Sirkulasi oksigen : lancar Punggung kaki : ada perlukaan warna : kemerahan
Dada : simetris Pengisian kapiler : < 2 detik
Oksigen : Tidak terpasang oksigen ( Tgl : - Canula / Mata cekung : Tidak ada
sungkup : - ltr/m Konjungtiva: Merah muda

33
WSD : Tidak terpasang WSD( Tgl: - di – Keadaan - ) Sklera : Normal/putih
Riwayat Penyakit : Tidak ada Edema : Tidak ada
Lain – lain : Tidak ada Distensi vena jugularis : tidak ada pembengkakan
Asites : Tidak ada.
Minum per NGT : tidak mengguakan NGT
Terpasang Dekompresi NGT : Tidak ada
( dimulai tgl : - Jenis : -
dipasang di :-
Terpasang infuse : NaCl 20 TPM
(dimulai tgl : 31 Oktober 2022 Jenis : -
dipasang di : tangan kiri)
Lain –lain : Pasien mengatakan lemas, tampak
lemah dan lesu.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keper- Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keper-
awatan awatan
Ο Intolerance aktivitas Ο Pola nafas tdk efektif Ο Kekurangan volume cairan,
Ο Gg pertukaran gas Ο Penurunan Curah Jantung Ο Kelebihan volume cairan,
3. NUTRISI 4. KEBERSIHAN PERORANGAN
TB : 150 cm BB : 75 Kg Kebiasaan mandi : 2 x/hari
Kebiasaan makan : 3 kali/hari ( teratur /tdk teratur) Cuci rambut : 1 x /hari
Keluhan saat ini : Mual dan muntah Kebiasaan gosok gigi : 3 x /hari
Tidak ada nafsu makan mual muntah Kebersihan badan :  Bersih Kotor
Sakit /sukar menelan Sakit gigi Stomatis Keadaan rambut : Bersih Kotor
Nyeri ulu hati /salah cerna , berhub dengan : - Keadaan kulit kepala:  Bersih Kotor
Disembuhkan oleh : - Keadaan gigi dan mulut:  Bersih Kotor
Pembesaran tiroid : Tidak ada Keadaan kuku:  Pendek Panjang
Hernia /massa : Tidak ada Keadaan vulva perineal : Bersih
Maltosa : Tidak ada Kondisi gigi/gusi : Lengkap Keluhan saat ini : -
Penampilan lidah : ada peradangan/perlukaan Iritasi kulit : -
Bising usus: 15 x /mnt Luka bakar : -
Makanan /NGT/parental (infuse) : Tidak menggu- Keadaan luka : -
nakan NGT Lain lain : -

34
(dimulai tgl : - J. Cairan : -
Dipasang di: -
Porsi makan yang dihabiskan : seperempat piring
Makanan yang disukai : nasi, Buah, sayuran, ikan
Diet : Ada
Lain lain : -
Masalah Keperawatan : Masalah Keperawatan : tidak ada masalah
 Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebu- Ο Defisit perawatan diri : ……………..
tuhan
Ο Ketidakseimbangan nutrisi : lebih dari kebutuhan

5. AKTIVITAS ISTIRAHAT 6. ELIMINASI


Aktivitas waktu luang : Istirahat Kebiasaan BAB : 1x /hari
Aktivitas Hoby : Menonton TV BAK : 2x /hari
Kesulitan bergerak : tidak ada Meggkan laxan : Tidak ada
Kekuatan Otot : ekstremitas bawah kiri: 5 (Gerakan Meggkan diuretic : Tidak ada
otot penuh melawan gravitasi dan tahanan), Keluhan BAK saat ini : tidak ada
ekstremitas bawah kanan 5 (Normal = Gerakan otot Keluhan BAB saat ini : tidak ada
penuh melawan gravitasi dan tahanan) Peristaltik usus : normal
Tonus Otot : - Abdomen : tidak ada : tidak ada
Postur : - tremor : - Lunak /keras : -
Rentang gerak : Bebas Massa : Tidak ada
Keluhan saat ini : Tidak ada Ukuran/lingkar abdomen : ……cm
Penggunaan alat bantu : Tidak ada Terpasang kateter urine : terpasang
Pelaksanaan aktivitas : aktivitas bebas (dimulai tgl: 13 Oktober 2022 di meatus uretra)
Jenis aktivitas yang perlu dibantu: ADL dibantu Penggunaan alcohol : Tidak ada Jlh /frek : tidak ada
sebagian Mandi, Berpakaian dan berpindah tempat /hari.
Lain - lain : Skala aktivitas 2 (memerlukan bantuan Lain – lain……
dan pengawasan).
Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keper-
Ο Hambatan mobilisasi fisik awatan
Ο dll…… Ο Diare Ο Konstipasi Ο Retensi urine
Ο Inkontinen urine Ο Disuria Ο Keseringan Ο
Urgensi

35
7. TIDUR & ISTIRAHAT 8. PENCEGAHAN TERHADAP BA-
HAYA
Kebiasaan tidur : Malam Siang Reflek : Normal
Lama tidur : Malam: 6-8 jam, Siang: 1 jam Penglihatan : Normal
Kebiasaan tidur : Tidak ada Pendengaran : Normal
Kesulitan tidur : Tidak ada Penciuman : Normal
Cara mengatasi : - Perabaan :Normal
Lain – lain : …… Lain – lain : ……
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keper- Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keper-
awatan awatan
Ο Gangguan Pola Tidur Ο Resiko Trauma Fisik Ο Resiko Injuri
Ο Gangguan Persepsi Sensorik

9. NEUROSENSORI 10. KEAMANAN

Rasa Ingin Pingsan /Pusing : Tidak ada Alergi /sensitifitas : Tidak ada reaksi : -
Stroke (Gejala Sisa) : Tidak ada Perubahan sistem imun sebelumnya : Tidak ada
Kejang : Tidak ada Tife : Tidak ada penyebabnya : -
Agra : Tidak ada Frekuensi : Tidak ada Riwayat penyakit hub seksual ( tgl /tipe : -
Status Postikal : Tidak ada Cara mengontrol :- Perilaku resiko tinggi : - periksaan : -
Status mental : Waktu : pasien mengetahui waktu antara Transfusi darah /jumlah : - Kapan :-
pagi, sore dan malam Gambaran reaksi : -
Tempat : pasien mengetahui bahwa dirinya sedang di- Riwayat cedera kecelakaan : Tidak ada
rawat di Rumah Sakit Fraktur /dislokasi sendi : Tidak ada
Orang : pasien dapat membedakan keluarga perawat dan Artritis /sendi tak stabil : Tidak ada
petugas kesehatan lainnya Masalah punggung : Tidak ada
Kesadaran : compos menthis Perubahan pada tahi lalat : Tidak ada
Memori saat ini - , yang lalu : - Pembesaran nodus : Tidak ada
Kaca mata : Tidak ada Kotak lensa : Tidak ada Kekuatan Umum : Tidak ada
Alat bantu dengar : , tidak menggunakan alat bantu Cara berjalan : -
Ukuran /reaksi Pupil : kiri /kanan : 2-4m Rem : Tidak ada
Facial Drop : Tidak ada Kaku kuduk : Tidak ada Hasil kultur, pemeriksaan sistem imun : -
Gangguan genggam /lepas : Ki / Ka : Tidak ada

36
Postur : normal Kordinasi : -
Refleks Patela Ki /Ka : -
Refleks tendo dalam bisep dan trisep : -
Kernig Sign : - Babinsky : -
Chaddock : - Brudinsky : -
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah
Ο Gangguan perfusi jaringan cerebral Ο Resiko Injuri Ο Gangguan Penularan infeksi

11. SEKSUALITAS
Aktif melakukan hubungan seksual : - Aktif melakukan hubungan seksual :-
Penggunaan kondom : - Penggunaan kondom : -
Masalah – masalah /kesulitan seksual : Tidak ada Masalah – masalah /kesulitan seksual :-
Perubahan terakhir dalam frekuensi /minat : - Perubahan terakhir dalam frekuensi /minat : -
Wanita : Pria :
Usia Menarke : 12 thn, Lama siklus : 28 hari Rabas penis : - Gg Prostat : -
Lokasi : - Sirkumsisi : - Vasektomi : -
Periode menstruasi terakhir : - Melakukan pemeriksaan sendiri : -
Menopause : - Payudara test : -
Rabas Vaginal : - Prostoskopi /pemeriksaan prostat terakhir : -
Perdarahan antar periode : - Tanda ( obyektif )
Melakukan pemeriksaan payudara sendiri / mammo- Pemeriksaan : -
gram : - Payudara /penis /testis : -
Tanda ( obyektif ) Kutil genatelia/test :-
Pemeriksaan : -
Payudara /penis /testis : -
Kutil genatelia/test :-
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
Ο Perdarahan Ο Gg citra tubuh Ο Disfungsi Seksual Ο Gg Pemenuhan Kebutuhan seksualitas

12. KESEIMBANGAN & PENINGKATAN HUBUNGAN PSIKO SERTA INTERAKSI SOSIAL


Lama perkawinan : 40 thn, Hidup dengan : Suami Sosiologis :-
Masalah /Stress : Tidak ada Perubahan bicara : Tidak ada
Cara mengatasi stress : Jalan-jalan, piknik Komunikasi : Tidak ada

37
Orang pendukung lain : - Adanya laringoskopi : Tidak ada
Peran dalam struktur keluarga : seorang Ibu Komunikasi verbal / non verbal dengan keluarga /
Masalah – masalah yang berhubungan dengan orang terdekat lain : komunikasi lancar dengan
penyakit /kondisi : -. keluarga
Psikologis : - Spiritual : saat melakukan sesuatu klien tidak lupa
Keputusasaan : - untuk selalu berdoa
Ketidakberdayaan : - Kegiatan keagamaan : Tidak ada
Lain – lain : Tidak ada Gaya hidup : -
Perunahan terakhir : -
Lain – lain : Tidak ada
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
Ο Kecemasan Ο Ketakutan Ο Koping individu tidak efektif Ο Isolasi diri Ο Resiko merusak diri
Ο Hambatan komunikasi verbal Ο Spiritual Distres Ο Harga diri rendah

38
2.1.4 PENYULUHAN DAN PEMBELAJARAN
1. Bahasa Dominan (Khusus) : Bahasa indonesia Buta huruf : Tidak ada
Ο Ketidakmampuan belajar (khusus) Ο Keterbatasan kognitif
2. Informasi yang telah disampaikan :
 Pengaturan jam besuk Ο Hak dan kewajiban klien Ο Tim /petugas
yang merawat
Ο Lain – lain : tidak ada
3. Masalah yang ingin dijelaskan
 Perawatan diri di RS Ο Obat – obat yang diberikan
Ο Lain – lain : tidak ada
Ο Orientasi Spesifik terhadap perawatan ( seperti dampak dari agama /kul-
tur yang dianut )
Obat yang diresepkan (lingkari dosis terakhir) :
OBAT RUTE DOSIS DIMIN- TUJUAN
INUM SE-
CARA
TERATUR
Infus NaCl IV 500 ml 20  Mengembalikan keseimban-
tpm gan elektrolit tubuh pada
keadaan dehidrasi dan syok
hipovolemik.
Inj. furosemide IV 2x1 amp  Mengobati penumpukan
cairan di tubuh
Inj. Ranitidin IV 2x1 amp  Mengobati gejala atau
penyakit asam lambung
berlebih
Inj. metoclopramide IV 3x10 mg  Digunakan untuk mengatasi
beberapa masalah di perut
dan usus
Inj. Cefotaxime IV 2x1 gram  Membunuh bakteri penye-
bab infeksi, Menangani in-
feksi akibat bakteri, Mence-
gah infeksi luka operasi
Inj. ODR IV 2x1 amp  Mencegah mual dan
muntah.
Inf. Albumin infus 1x/hari  digunakan untuk mengatasi
hipoalbuminemia dan syok
hipovolemik.

39
4. Faktor resiko keluarga ( tandai hubungan ) :
Ο Diabetes Ο Tuberkulosis Ο Penyakit jantung
Ο Stroke Ο TD Tinggi Ο Epilepsi
Ο Penyakit ginjal Ο Kanker Ο Penyakit jiwa
Ο Lain – lain

2.1.5 Pemeriksaan Fisik Lengkap Terakhir :


1. Status Mental ;
 Orientasi :
Orientasi Waktu : pasien dapat membedakan waktu pagi,
siang, sore dan malam
Orientasi Orang : pasien dapat mengenali keluarganya dan
petugas kesehatan
Orientasi Tempat : pasien dapat mengetahui Ia berada di RS
 Afektifitas :-
2. Status Neurologis :
Uji Syaraf Kranial :
Nervus I (Olfaktorius) : Pasien dapat membedakan bau minyak kayu
dan bau balsem
Nervus II (Optikus) : Pasien dapat melihat dengan baik
Nervus III (Okulomotorus) : Pasien dapat menggerakan bola mata ke
arah
kiri dan kanan
Nervus IV (Troklearis) : Pasien dapat menggerakkan kedua matanya
Nervus V (Trigeminus) : Pasien dapat merasakan sentuhan panas dan
dingin pada kulitnya dan klien dapat
mengunyah dengan baik.
Nervus VI (Abdusen) : Pasien dapat memejam matanya dan dapat
melihat kesamping dan kekiri
Nervus VII (Fasialis) : Pasien dapat mengatur wajahnya seperti
tersenyum

40
Nervus VIII (Oktavus) : Pendengaran pasien cukup baik pasien
dapat
mendengar kata dokter dan perawat dengan
baik.
Nervus IX (Glosofaringus) : Pasien dapat membedakan rasa pahit dan
manis
Nervus X (Vagus) : Pasien dapat berkomunikasi dengan baik
kepada keluarganya.
Nervus XI (Asesorius) : Pasien dapat mengangkat bahunya.
Nervus XII (Hipoglosus) : Pasien dapat menjulurkan lidahnya

3. Ekstermitas Superior :
a) Motorik
Pergerakan : Bebas
Kekuatan : 5/5 Gerakan otot penuh melawan gravitasi dan tahanan
b) Tonus : Baik dan normal
c) Refleks Fisiologis
- Bisep : kanan/kiri (+2)
- Trisep : kanan/kiri (+2)
- Radius : kanan/kiri (+2)
- Ulna : kanan/kiri (+2)

d) Refleks Patologis
Hoffman Tromer : normal
e) Sensibilitas
Nyeri : Nyeri pada perut

4. Ekstremitas Inferior :
a) Motorik
Pergerakan : Bebas
Kekuatan : Ekstremitas bawah kiri dan kanan 5/5 (Normal =
Gerakan otot penuh melawan gravitasi dan
tahanan)
b) Tonus :

41
c) Refleks Fisiologis
Refleks Patella : (+2)
d) Refleks Patologis
- Babinsky : kanan (+2) / kiri (+2)
- Chaddock : kanan (+2) / kiri (+2)
- Gordon : kanan (+2) / kiri (+2)
- Oppenheim : kanan (+2) / kiri (+2)
- Schuffle : (kanan (+2) / kiri (+2)
5. Rangsang Meningen
a) Kaku kuduk : (+2)
b) Brudzinksky I & II : (+2)
c) Lassaque : (+2)
d) Kernig Sign : (+2)

42
2.1.6 DATA GENOGRAM

Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Garis Keturunan
: Tinggal 1 rumah
: Pasien (Ny.Y)
: meninggal dunia

2.1 DATA PEMERIKSAAN PENUNJANG ( DIAGNOSTIK & LABO-


RATORIUM )
Tabel Pemeriksaan Laboratorium Nn.V
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

Pemeriksaan tgl 26 Oktober 2022


L : 13.5 -18.0
HGB 16.9
P : 11.5 – 16.0 g/dL
Leukosit 13.080 4.500-11.000/mm3
Eritrosit 5.86 2.50-5.50
Trombosit 347.000 150.000-400.000/mm3
Hematokrit 50.9 26-50%
Albumin 1.74 3.5-5.5 g/dL
Natrium 126 135 - 148 mmol/l
Kalium 4.4 3,5 - 5,3 mmol/l
Calcium 1.29 0,98 – 1,2 mmol/l
Ureum 47 21 – 53 mg/dL
kreatinin 1.30 0,17 – 1,5 mg/dL

43
1.1.1 PENATALAKSANAAN MEDIS
Hari/Tanggal Pemberian Obat : Selasa, 25 Oktober 2022
OBAT RUTE DOSIS DIMIN- TUJUAN
INUM SE-
CARA
TERATUR
Infus NaCl IV 500 ml 20  Mengembalikan keseimban-
tpm gan elektrolit tubuh pada
keadaan dehidrasi dan syok
hipovolemik.
Inj. furosemide IV 2x1 amp  Mengobati penumpukan
cairan di tubuh
Inj. Ranitidin IV 2x1 amp  Mengobati gejala atau
penyakit asam lambung
berlebih
Inj. metoclopramide IV 3x10 mg  Digunakan untuk mengatasi
beberapa masalah di perut
dan usus
Inj. Cefotaxime IV 2x1 gram  Membunuh bakteri penye-
bab infeksi, Menangani in-
feksi akibat bakteri, Mence-
gah infeksi luka operasi
Inj. ODR IV 2x1 amp  Mencegah mual dan
muntah.
Inf. Albumin infus 1x/hari  digunakan untuk mengatasi
hipoalbuminemia dan syok
hipovolemik.

Palangka Raya, 1 November 2022


Mahasiswa,

Aditya Dwi Saputra


NIM. 2022-01-14901-001

44
ANALISIS DATA
No Data Interpretasi Masalah

1 DS : Nyeri pada Perut NyeriAkut


P: Klien mengatakan nyeri pada
perut, Q: nyeri yang dirasakan
seperti ditusuk – tusuk , R: lokasi
nyeri dirasakan di Perut , S: skala
Penekanan pada
nyeri 7, T: Klien mengatakan nyeri
syaraf
hilang timbul dan tak
menentu.menentu.
DO :
- Ekspresi wajah pasien tampak Perasaan tidak
meringis nyaman : nyeri
- Pasien tampak gelisah
- Bersikap protektif (mis.posisi
menghindar nyeri)
- S : skala nyeri 7 (1-10).
- Pasien tampak lemas Nyeri Akut
- Cara berbaring klien tampak
semi-fowler
- Terpasang infus NaCl 500 ml.
- TTV
TD : 120/80 mmHg,
N: 100x/ menit,
RR: 20x/ menit,
S : 36,20C,
SPO2 : 98%.
2 DS : Penekanan saraf Defisit nutrisi
lambung
Pasien mengatakan mual dan
muntah
DO :
- Nyeri pada perut anoreksia
- Perut mual
- Muntah
- Nafsu makan menurun
- Pucat
- Pasien tampak lemah mual muntah
- Pasien tampak lesu
- anoreksia
- Hasil TTV :
TD : 120/80 mmHg,
N: 100x/ menit,

45
RR: 20x/ menit, defisit nutrisi
S : 36,20C,
SPO2 : 98%.

46
PRIORITAS MASALAH

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis yang ditandai


dengan P: Klien mengatakan nyeri pada perut, Q: nyeri yang dirasakan
seperti ditusuk – tusuk , R: lokasi nyeri dirasakan di Perut , S: skala nyeri
7, T: Klien mengatakan nyeri hilang timbul dan tak menentu.menentu. Ek-
spresi wajah pasien tampak meringis, Pasien tampak gelisah, Bersikap
protektif (mis.posisi menghindar nyeri), S : skala nyeri 7 (1-10). Pasien
tampak lemas, Cara berbaring klien tampak semi-fowler , Terpasang infus
NaCl 500 ml. TTV :TD : 120/80 mmHg, N: 100x/ menit, RR: 20x/ menit,
S : 36,20C, SPO2 : 98%.
2. Defisit nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan makanan ditandai
dengan Pasien mengatakan mual dan muntah, Nyeri pada perut, Perut
mual, Muntah, nafsu makan menurun, Pucat, Pasien tampak lemah, Pasien
tampak lesu, anoreksia, Hasil TTV : TD : 120/80 mmHg, N: 100x/ menit,
RR: 20x/ menit, S : 36,20C, SPO2 : 98%

47
RENCANA KEPERAWATAN
Nama Pasien : Nn.V
Ruang Rawat : Aster
Diagnosa Keperawatan Tujuan Kriteria hasil intervensi
Nyeri akut berhubungan dengan agen Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
pencedera fisiologis yang ditandai selama 3x7 jam diharapkan nyeri akut berkurang frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
dengan P: Klien mengatakan nyeri dengan kriteria hasil: 2. Identifikasi skala nyeri
pada perut, Q: nyeri yang dirasakan 1. Keluhan nyeri menurun (4) 3. Identifikasi faktor yang memperberat
seperti ditusuk – tusuk , R: lokasi 2. Meringis menurun (4) dan memperingan nyeri
nyeri dirasakan di Perut , S: skala 3. Gelisah menurun (4) 4. Berikan teknik nonfarmakologis untuk
nyeri 7, T: Klien mengatakan nyeri mengurangi rasa nyeri
hilang timbul dan tak 5. Fasilitas istirahat dan tidur
menentu.menentu. Ekspresi wajah 6. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
pasien tampak meringis, Pasien nyeri
tampak gelisah, Bersikap protektif 7. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
(mis.posisi menghindar nyeri), S : mengurangi rasa nyeri
skala nyeri 7 (1-10). Pasien tampak 8. Kolaborasi pemberian analgetik, jika
lemas, Cara berbaring klien tampak perlu
semi-fowler , Terpasang infus NaCl
500 ml. TTV :TD : 120/80 mmHg, N:
100x/ menit, RR: 20x/ menit, S :
36,20C, SPO2 : 98%.
Defisit nutrisi berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 1. Identifikasi status nutrisi
kurangnya asupan makanan ditandai x 7 Jam maka Nutrisi Klien Terpenuhi, dengan 2. Identifikasi makanan yang di sukai
dengan Pasien mengatakan mual dan kriteria hasil : 3. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis
muntah, Nyeri pada perut, Perut mual, 1. Porsi Makanan yang dihabiskan Meningkat (5) nutrien
Muntah, nafsu makan menurun, Pucat, 2. Berat Badan Membaik (5) 4. Monitor asupan makanan
Pasien tampak lemah, Pasien tampak 3. Frekuensi Makan Membaik (5) 5. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
lesu, anoreksia, Hasil TTV : TD : 4. Nafsu makan Membaik (5) 8. Fasilitasi menentukan pedoman diet
120/80 mmHg, N: 100x/ menit, RR: 5. IMT Membaik (5) (Mis. Piramida makanan)
20x/ menit, S : 36,20C, SPO2 : 98% 9. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi
protein
10. Berikan suplemen makanan, jika perlu
11. Anjurkan posisi duduk, jika mampu:
12. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis nu-
trien yang dibutuhkan, jika perlu
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Nama Pasien : Nn.V
Ruang Rawat : Aster
Hari/ ranggal Implementasi Evaluasi Nama Perawat
1. Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, S : Pasien mengatakan nyeri berkurang
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
O:
2. Mengidentifikasi skala nyeri
3. Mengidentifikasi faktor yang memperberat dan - Ekspresi wajah pasien tampak tidak
memperingan nyeri meringis
4. Memberikan teknik nonfarmakologis untuk men- - Pasien tampak tidak gelisah
gurangi rasa nyeri - S : skala nyeri 2 (1-10).
5. Memfasilitas istirahat dan tidur - Pasien tampak lemas
6. Menjelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri - Cara berbaring klien tampak semi-
7. Mengajarkan teknik nonfarmakologis untuk men- fowler
gurangi rasa nyeri - Terpasang infus NaCl 500 ml.
8. Mengkolaborasi pemberian analgetik, jika perlu - TTV
TD : 120/80 mmHg,
N: 100x/ menit,
RR: 20x/ menit,
S : 36,20C,
SPO2 : 98%.
A : masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi
1. Mengidentifikasi status nutrisi S : Pasien mengatakan sudah tidak mual
2. Mengidentifikasi makanan yang di sukai
dan muntah
3. Mengidentifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
4. Memonitor asupan makanan O:
5. Memonitor hasil pemeriksaan laboratorium
- Nyeri pada perut menurun
6. Memfasilitasi menentukan pedoman diet (Mis. Pi-
- Perut mual tidak ada
ramida makanan)
- Muntah tidak ada
7. Memberikan makanan tinggi kalori dan tinggi pro-
- Nafsu makan meningkat
tein
- Pasien tampak tidak lemah
8. Memberikan suplemen makanan, jika perlu
- Pasien tampak tidak lesu
9. Menganjurkan posisi duduk, jika mampu:
- Anoreksia tidak ada
10. Mengkolaborasi dengan ahli gizi untuk menen-
- Hasil TTV :
tukan jumlah kalori dan jenis nutrien yang dibu-
TD : 120/80 mmHg,
tuhkan, jika perlu
N: 100x/ menit,
RR: 20x/ menit,
S : 36,20C,
SPO2 : 98%.
A : Masalah teratasi
P : Hentikan intervensi
BAB $
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sindrom nefrotik adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh kerusakan
glomerulus karena ada peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein
plasma menimbulkan proteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia dan edema
Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbu-
minemia, dan hiperkolesterolemia. Kadang-kadang terdapat hematuria, hipertensi
dan penurunan fungsi ginjal (Nurarif & Kusuma, 2013). Sindrom nefrotik
merupakan keadaan klinis yang meliputi proteinuria masif, hipoalbuminemia,
hiperlipemia dan edema.
Asuhan keperawatan merupakan bagian dari pemeliharaan kesehatan. Asuhan
keperawatan pada Nn. V dengan Ganguan rasan nyaman (nyeri) dalam pemberian
asuhan keperawatan disesuaikan dengan standar keperawatan dalam pelaksanaan
intervensi dan implementasi ditetapkan bersama pasien. Dimana masalah yang di
temukan pada kasus Nn. V dengan diagnosa adalah Nyeri akut berhubungan den-
gan agen pencedera fisiologis, dan defisit nutrisi berhubungan dengan kurangnya
asupan makanan
3.2 Saran
Sebagai seorang perawat kita diharapkan mampu memahami dan
mengetahui masalah yang berhubungan dengan gangguan rasa nyaman pada
pasien, agar perawat mampu melakukan asuhan keperawatan pada pasien tersebut.
Sebagai salah satu tenaga kesehatan yang sering berinteraksi dengan pasien,
perawat harus mampu memenuhi kebutuhan pasien, salah satunya adalah
kebutuhan yang berhubungan dengan gangguan rasa nyaman. Perawat bisa
memberikan edukasi kesehatan agar kejadian ini tidak terulang atau kambuh pada
pasien yang sama.

52
DAFTAR PUSTAKA

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta : PPNI

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI

Muralitharan, (2015).Dasar-dasar patofisiologi terapan: Panduan penting untuk


mahasiswa keperawatan dan kesehatan. Jakarta: Bumi Aksara.

Nanda (2015) Diagnosis keperawatan definisi & klasifikasi. Jakarta: EGC.

Judith M. Wilkinson, P. A. (2009). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta:


EGC.

Morton, G. (2012). Kapita Selekta Kedokteran jilid 1 dan 2. Jakarta: Media


Aesculapius.

Peate, M. N. (2015). Dasar-dasar Patofisiologi Terapan edisi 2. Jakarta: Bumi


Medika.

53

Anda mungkin juga menyukai