Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Kasus (Masalah Utama)


Gangguan konsep diri : Harga Diri Rendah

B. Proses Terjadinya Masalah


1. Pengertian
Gangguan harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap
diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai
keinginan. (Budi Ana Keliat, 1999). Menurut Schult & videbeck (1998) gangguan
harga diri rendah adalah penilaian negatif seseorang terhadap diri dan kemampuan,
yang diekspresikan secara langsung maupun tidak langsung.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa gangguan harga diri rendah
adalah penilaian yang negatif terhadap diri sendiri dan kemampuan serta merasa tidak
percaya pada diri sendiri.

2. Penyebab
Gangguan harga diri yang disebut sebagai harga diri rendah dan dapat terjadi
secara :
a. Situasional
Yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya harus operasi, kecelakaan,
dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja, perasaan malu karena sesuatu
(korban perkosaan, dituduh KKN, dipenjara tiba-tiba).
Pada klien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah, karena :
 Privacy yang kurang diperhatikan, misalnya : pemeriksaan fisik yang sem-
barangan, pemasangan alat yang tidak sopan (pencukuran pubis, pemasangan
kateter, pemeriksaan perneal).
 Harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai karena di-
rawat/ sakit/ penyakit.
 Perlakuan petugas kesehatan yang tidak menghargai, misalnya berbagai pe-
meriksaan dilakukan tanpa penjelasan, berbagai tindakan tanpa persetujuan.
b. Kronik
Yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama, yaitu sebelum
sakit/ dirawat. Klien ini mempunyai cara berfikir yang negatif. Kejadian sakit dan
dirawat akan menambah persepsi negatif terhadap dirinya. Kondisi ini
mengakibatkan respons yang maladaptive. Kondisi ini dapat ditemukan pada klien
gangguan fisik yang kronis atau pada klien gangguan jiwa.

Tanda dan Gejalanya :


▪ Data subjektif : mengungkapkan ketidakmampuan dan meminta bantuan orang
lain dan mengungkapkan malu dan tidak bisa bila diajak melakukan sesuatu.
▪ Data objektif : tampak ketergantungan pada orang lain, tampak sedih dan tidak
melakukan aktivitas yang seharusnya dapat dilakukan, wajah tampak murung.
3. Akibat
Harga diri rendah dapat beresiko terjadinya isolasi sosial : menarik diri, isolasi
sosial menarik diri adalah gangguan kepribadian yang tidak fleksibel pada tingkah
laku yang maladaptive, mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial
(DEPKES RI, 1998 : 336).
Tanda dan Gejala
1) Apatis
2) Ekspresi wajah sedih
3) Afek tumpul
4) Menghindar dari orang lain
5) Klien tampak memisahkan diri den-
gan orang lain
6) Komunikasi kurang
7) Kontak mata kurang
8) Berdiam diri
9) Kurang mobilitas
10) Gangguan pola tidur (Tidur berlebi-
han/ kurang tidur)
11) Mengambil posisi tidur seperti janin
12) Kemunduran kesehatan fisik
13) Kurang memperhatikan keper-
awatan diri

4. Penatalaksanaan
Menurut hawari (2001), terapi pada gangguan jiwa skizofrenia dewasa ini sudah
dikembangkan sehingga penderita tidak mengalami diskriminasi bahkan metodenya
lebih manusiawi daripada masa sebelumnya. Terapi yang dimaksudmeliputi :
a.    Psikofarmaka 
Adapun obat psikofarmaka yang ideal yaitu yang memenuhi syarat sebagai
berikut:
1)   Dosis rendah dengan efektifitas terapi dalam waktu yang cukup singkat
2)   Tidak ada efek samping kalaupun ada relative kecil
3)   Dapat menghilangkan dalam waktu yang relative singkat, baik untuk gejala
positif maupun gejala negative skizofrenia
4)   Lebih cepat memulihkan fungsi kogbiti
5)   Tidak menyebabkan kantuk
6)   Memperbaiki pola tidur
7)   Tidak menyebabkan habituasi, adikasi dan dependensi
8)   Tidak menyebabkan lemas otot.

Berbagai jenis obat psikofarmaka yang beredar dipasaran yang hanya


diperoleh dengan resep dokter, dapat dibagi dalan 2 golongan yaitu golongan
generasi pertama (typical) dan golongan kedua (atypical).Obat yang termasuk
golongan generasi pertama misalnya chlorpromazine HCL, Thoridazine HCL, dan
Haloperidol. Obat yang termasuk generasi kedua misalnya : Risperidone,
Olozapine, Quentiapine, Glanzapine, Zotatine, dan aripiprazole.
b.    Psikoterapi
Therapy kerja baik sekali untuk mendorong penderita bergaul lagi dengan
orang lain, penderita lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya ia tidak
mengasingkan diri lagi karena bila ia menarik diri ia dapat membentuk kebiasaan
yang kurang baik. Dianjurkan untuk mengadakan permainan atau latihan bersama.
(Maramis,2005,hal.231).
c. Therapy Kejang Listrik ( Electro Convulsive Therapy)
ECT adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang granmall secara
artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui elektrode yang dipasang satu
atau dua temples. Therapi kejang listrik diberikan pada skizofrenia yang tidak
mempan denga terapi neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5
joule/detik. (Maramis, 2005).
d. Keperawatan
Biasanya yang dilakukan yaitu Therapi modalitas/perilaku merupakan
rencana pengobatan untuk skizofrrenia yang ditujukan pada kemampuan dan
kekurangan klien.Teknik perilaku menggunakan latihan keterampilan sosial untuk
meningkatkan kemampuan sosial.Kemampuan memenuhi diri sendiri dan latihan
praktis dalam komunikasi interpersonal.Therapi kelompok bagi skizofrenia
biasanya memusatkan pada rencana dan masalah dalam hubungan kehidupan yang
nyata. (Kaplan dan Sadock,1998).
Therapy aktivitas kelompok dibagi empat, yaitu therapy aktivitas kelompok
stimulasi kognitif/persepsi, theerapy aktivitas kelompok stimulasi sensori, therapi
aktivitas kelompok stimulasi realita dan therapy aktivitas kelompok sosialisasi
(Keliat dan Akemat,2005,hal.13). Dari empat jenis therapy aktivitas kelompok
diatas yang paling relevan dilakukan pada individu dengan gangguan konsep diri
harga diri rendah adalah therapyaktivitas kelompok stimulasi persepsi. Therapy
aktivitas kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah therapy yang mengunakan
aktivitas sebagai stimulasi dan terkait dengan pengalaman atau kehidupan untuk
didiskusikan dalam kelompok, hasil diskusi kelompok dapat berupa kesepakatan
persepsi atau alternatif penyelesaian masalah.(Keliat dan Akemat,2005).

C. Pohon Masalah
Isolasi sosial : menarik diri

Gangguan konsep diri : Harga diri rendah Core Problem

Gangguan citra tubuh

D. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji


1. Isolasi sosial : menarik diri
Data yang perlu dikaji :
a. Data Obyektif
Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul, menyendiri, berdiam diri di kamar, banyak
diam.
b. Data Subyektif
Ekspresi wajah kosong, tidak ada kontak mata, suara pelan dan tidak jelas.
2. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
Data yang perlu dikaji :
a. Data Subyektif
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh,
mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri
b. Data Obyektif
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan,
ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup.

3. Gangguan citra tubuh


Data yang perlu dikaji :
a. Data subyektif
Mengungkapkan tidak ingin hidup lagi, Mengungkapkan sedih karena keadaan
tubuhnya, Klien malu bertemu dan berhadapan dengan orang lain, karena
keadaan tubuhnya yang cacat
b. Data obyektif
Ekspresi wajah sedih, Tidak ada kontak mata ketika diajak bicara, Suara pelan dan
tidak jelas, Tampak menangis

E. Diagnosa Keperawatan
1. harga diri rendah
2. gangguan citra tubuh
F. Rencana Tindakan Keperawatan
Diagnosa I : harga diri rendah.
Tujuan umum: Kien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal.
Tujuan khusus:
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
1.1. Bina hubungan saling percaya dengan menerapkan prinsip komunikasi terapeu-
tik:
 Sapa klien dengan ramah secara verbal dan nonverbal
 Perkenalkan diri dengan sopan
 Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien
 Jelaskan tujuan pertemuan
 Jujur dan menepati janji
 Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
 Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
2.1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
2.2. Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien.
2.3. Utamakan memberi pujian yang realistik.
3. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
3.1. Diskusikan kemampuan yang masih dapat dilakukan.
3.2. Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya.
4. Klien dapat merencanakn kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
4.1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari.
4.2. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
4.3. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang dapat klien lakukan.
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kemampuannya.
6.1. Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan.
6.2. Diskusikan pelaksanaan kegiatan dirumah
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
6.3. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara mearwat klien dengan
harag diri rendah.
6.4. Bantu keluarga memberiakn dukungan selama klien dirawat.
6.5. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan rumah.

Diagnosa II: gangguan citra tubuh.


Tujuan umum : klien tidak terjadi gangguan konsep diri : harga diri rendah/klien akan
meningkat harga dirinya.

Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
1.1. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalan diri, jelaskan
tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kontrak yang jelas
(waktu, tempat dan topik pembicaraan)
1.2. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
1.3. Sediakan waktu untuk mendengarkan klien
1.4. Katakan kepada klien bahwa dirinya adalah seseorang yang berharga dan
bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya sendiri

2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki


Tindakan :
2.1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2.2. Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien, utamakan memberi
pujian yang realistis
2.3. Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
3. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan
Tindakan :
3.1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
3.2. Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke rumah
4. Klien dapat menetapkan/merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki
Tindakan :
4.2. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai
kemampuan
4.3. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
4.4. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
Tindakan :
5.1. Beri kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
5.2. Beri pujian atas keberhasilan klien
5.3. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Tindakan :
6.1. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien
6.2. Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
6.3. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
6.4. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga

DAFTAR PUSTAKA

1. Azis R, dkk. Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa. Semarang : RSJD Dr. Amino
Gondoutomo. 2003
2. Boyd MA, Hihart MA. Psychiatric Nursing : Contemporary Practice. Philadelphia :
Lipincott-Raven Publisher. 1998
3. Keliat BA. Proses Kesehatan Jiwa. Edisi 1. Jakarta : EGC. 1999
4. Stuart GW, Sundeen SJ. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 3. Jakarta : EGC. 1998
5. Tim Direktorat Keswa. Standar Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 1. Bandung :
RSJP Bandung. 2000

Anda mungkin juga menyukai