Anda di halaman 1dari 9

HUBUNGAN STATUS EKONOMI DAN TINGKAT PENDIDIKAN KEPALA

KELUARGA DENGAN PENCEGAHAN STUNTING DI DESA TEGOREJO


KECAMATAN PEGANDON

Dinda Rizki Mayangsari1, Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh2, Novi Indrayati3 & Istioningsih4
1
Program Studi Ilmu Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal
Email: dindarm09@gmail.com
2
Program Studi Ilmu Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

ABSTRAK

Stunting menjadi masalah gizi serius di Indonesia. Stunting merupakan kondisi ketika anak memiliki
panjang atau tinggi badan yang kurang. Dampak stunting akan meningkatkan angka kematian,
gangguan perkembangan kognitif motorik dan verbal pada anak. Tujuan penelitian ini untuk
mengidentifikasi hubungan satus ekonomi dan tingkat pendidikan kepala keluarga dengan pencegahan
stunting. Desain penelitian menggunakan deskriptif korelatifdengan pendekatan cross sectional.
Sampel pada penelitian ini sebanyak 97 orangtua dengan anak sehat usia 1.000 hari pertama
kehidupan, dengan teknik sampling purposive sampling. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner
pencegahan stunting dengan 20 pernyataan. Hasil analisa univariat rata-rata usia anak 10,22 bulan,
jenis kelamin perempuan, dan usia kepala keluarga 32,61 tahun. Sebagian besar responden
berpendidikan SMA dengan status ekonomi tinggi. Analisis bivariat menggunakan uji statistik Chi-
Square Test, didapatkan hasil penelitian nilai p value 0,369 dan 0,976 (p > 0,05). Dapat disimpulkan
bahwa tidak terdapat hubungan antara status ekonomi dan tingkat pendidikan dengan pencegahan
stunting di Desa Tegorejo Kecamatan Pegandon.

Kata kunci : Stunting, Status Ekonomi, Tingkat Pendidikan

ABSTRACT

Stunting is a condition when a child has less length or height. The impact of stunting will increase mortality,
impaired cognitive motor and verbal development in children. This study was to identify the
relationship between economic status and education level of the head of the household with stunting
prevention. The research design used a descriptive correlation with a cross sectional approach. The
sample in this study were 97 parents with healthy children in the first 1,000 days of life, using
purposive sampling technique. The instrument used I a stunting prevention questionnaire with 20
statements. Univariate analysis of the average age of children 10.22 months, female gender, and age
of the head of the family 32.61 years. Most of the respondents have high school education with high
economic status. Bivariate analysis using Chi-Square statistical test, the results obtained p value
0.369 and 0.976 (p> 0.05). It can be concluded that there is no relationship between economic status
and education level with stunting prevention in Tegorejo Village, Pegandon District.

Keywords: Stunting, Economic Status, Education Level


PENDAHULUAN semakin tinggi, maka resiko anak terkena
stunting akan menurun sebesar 3-5 %
Stunting menjadi masalah gizi serius di (Soekatri, Sandjaja dan Syauqy, 2020).
Indonesia. Stunting atau anak pendek
digambarkan sebagai seorang balita yang Efek buruk yang dapat disebabkan
memiliki tinggi badan lebih rendah dari standar oleh stunting jangka pendek adalah gangguan
tinggi badan balita seumurnya (Kemenkes RI, perkembangan otak, kecerdasan, gangguan
2018). Angka kejadian stunting di dunia pertumbuhan fisik, dan gangguan
menurut World Health Organization (WHO) metabolisme dalam tubuh. . Efek buruk
2020 melaporkan 21,3% atau sebanyak 144 jangka panjang yang bisa ditimbulkan
juta anak dibawah 5 tahun mengalami stunting. adalah menurunnya kemampuan kognitif dan
Berdasarkan data dari Badan Kependudukan prestasi belajar, menurunnya kekebalan tubuh
dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang menyebabkan anak mudah sakit
per Januari 2021, angka stunting di Indonesia (Astarani, Idris, dan oktavia 2020).
mencapai 27,6%. Berdasarkan data sebaran Pencegahan stunting dapat dilakukan dengan
dari Kementrian Dalam Negeri beberapa cara, antara lain dengan memenuhi
(KEMENDAGRI) prevalansi kejadian stunting kebutuhan gizi yang sesuai pada 1.000 hari
di Jawa Tengah 9,0%. Sedangkan di pertama kehidupan anak( ASI eksklusif sampai
Kabupaten Kendal prevalansi angka stunting umur 6 bulan dan setelah umur 6 bulan diberi
adalah 9,5%. Dari 20 Kecamatan yang ada di makanan pendamping ASI/MPASI) ,
Kabupaten Kendal, Kecamatan Pegandon pemenuhan asupan nutrisi dan pelayanan
berada di urutan ke 8 dengan angka kejadian kesehatan bagi ibu hamil, rutin memeriksakan
sebanyak 167 balita. Berdasarkan data dari pertumbuhan balita di posyandu minimal satu
Puskesmas Pegandon yang membawahi 12 bulan sekali, serta yang terakhirmenjaga
desa, angka stunting tertinggi berada di desa kebersihan sanitasi dan memenuhi kebutuhan
Tegorejo dengan angka kejadian stunting 29 air bersih (Kemenkes RI, 2018).
anak dari total 142 balita di desa tersebut.
Hasil studi pendahuluan yang
Kombinasi beberapa faktor dalam dilakukan pada tanggal 14 Oktober 2021 di
jangka waktu yang panjang dapat wilayah kerja Puskesmas Pegandon yang
menyebabkan stunting, faktor tersebut antara membawahi 12 wilayah desa, wawancara
lain praktik pengasuhan yang kurang baik, dengan 10 orangtua yang memiliki anak balita
,masih terbatasnya layanan kesehatan sehat usia dibawah 2 tahun, mayoritas ayah
termasuk layanan ANC-Ante Natal Care, Post dan ibu berpendidikan SMA, dengan pekerjaan
Natal Care, dan edukasi dini yang berkualitas, ayah sebagai petani, wiraswasta dan serabutan
masih kurangnya akses keluarga untuk pendapatan yang didapat dalam sebulan rata-
memperoleh makanan bergizi, penyebabnya rata 800ribu sampai 1juta, dan ibu tidak
karena harga makanan bergizi di Indonesia bekerja. 5 dari 10 anak diberi ASI eksklusif,
masih tergolong mahal, terakhir adalah sisanya disambung dengan susu formula
kurangnya akses air bersih dan sanitasi dikarenakan beberapa ASI ibu tidak keluar dan
(TNP2K, 2017). Faktor lain yang yang lain ASI nya tidak mencukupi, 6 dari 10
menyebabkan kejadian stunting secara tidak ibu mengatakan rajin memeriksakan anaknya
langsung adalah faktor sosial ekonomi seperti, ke posyandu sebulan 2 kali, sisanya sebulan
pendapatan keluarga. Anak pada keluarga hanya 1 kali.
dengan tingkat ekonomi rendah lebih beresiko
mengalami stunting karena kemampuan Berdasarkan latar belakang tersebut,
pemenuhan gizi yang rendah meningkatkan maka peneliti tertarik untuk meneliti adakah
resiko terjadinya malnutrisi (Lutfia, 2017). hubungan antara status ekonomi dan tingkat
Faktor selanjutnya adalah pendidikan orangtua. pendidikan kepala keluarga dengan
Apabila tingkat pendidikan ayah dan ibu pencegahan stunting kehidupan di Desa
Tegorejo?
METODE
Jenis penelitian ini adalah penelitian 113 balita. Penentuan besar sampel dalam
kuantitatif yang merupakan penelitian non penelitian ini mengunakan rumus Slovin
eksperimental, yaitu penelitian yang bersifat dengan menambahkan drop out 10%, maka
obyektif mencakup pengumpulan serta anlisa jumlah sampel yang digunakan dalam
data dengan menggunakan pengujian statistik, penelitian ini sebanyak 97 responden dengan
dengan desain penelitian deskriptif korelatif anak usia 1000 hari pertama kehidupan,
yaitu penelitian yang mencari hubungan antara diambil dengan menggunakan teknik purposive
variabel satu dengan yang, yaitu status sampling.
ekonomi dan tingkat pendidikan kepala Penelitian ini dilakukan di Desa
keluarga dengan pencegahan stunting. Desain Tegorejo Kecamatan Pegandon, dengan
Penelitian yang digunakan adalah menggunakan lembar kuesioner pencegahan
menggunakan pendekatan cross sectional. stunting sebagai alat ukur kemampuan
Variabel independen dalam penelitian ini orangtua terhadap pencegahan stunting Analisa
adalah status ekonomi dan tingkat pendidikan., data menggunakan analisa univariat dalam
sedangkan variabel dependen dalam penelitian bentuk distribusi frekuensi & persentase serta
ini adalah pencegahan stunting.Populasi dalam analisa bivariat menggunakan uji Chi square-
penelitian ini adalah orangtua dengan balita Test.
sehat yang ada di desa Tegorejo dengan jumlah

HASIL

1. Analisa Univariat
Tabel 1. 1 Tendensi Sentral Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Balita Dan Usia
Kepala Keluarga Di Desa Tegorejo

Variabel Mean SD Minimal-Maksimal 95% CI


Usia Anak (Bulan) 10,22 5,966 2-23 9,02-11,42

Usia Kepala Keluarga 32,61 6,761 22-45 31,25-33,98


(Tahun)

Tabel 1.1 tentang karakteristik responden berdasarkan usia balita dan usia kepala keluarga
didapatkan rata-rata usia anak adalah 10,22 bulan, standar deviasi 5,966 bulan, usia termuda 2
bulan dan usia tertua 23 bulan. Rata-rata usia kepala keluarga adalah 32,61 tahun, standar deviasi
6,761 tahun, usia termuda 22 tahun dan usia tertua 45 tahun.

Tabel 1.2 Distribusi Frekuensi Karakterisik Jenis Kelamin Anak, Status Ekonomi
Orangtua, Tingkat Pendidikan Kepala Keluarga, Dan Pencegahan Stunting Di Desa
Tegorejo (n=97)

Variabel Frekuensi Presentase (%)


Jenis Kelamin Anak
Laki-laki 41 42,3
Perempuan 56 57,7
Total 97 100,0
Status Ekonomi Orangtua
Rendah (kurang dari Rp.2.335.753) 35 36,1
Tinggi (lebih dari Rp.2.335.753)
62 63,9
Total 97 100,0
Tingkat Pendidikan
Tidak Sekolah 0 0
SD 8 8,2
SMP 19 19,6
SMA 50 51,5
Perguruan Tinggi 20 20,6
Total 97 100,0
Pencegahan Stunting
Tidak Mampu (skor 1-5) 1 1,0
Rendah (skor 6-10) 45 46,4
Sedang (skor 11-15) 48 49,5
Tinggi (skor 16-20) 3 3,1
Total 97 100.0

Tabel 1.2 tentang karakterisik jenis kelamin anak, status ekonomi orangtua, tingkat
pendidikan kepala keluarga, dan pencegahan stunting menunjukkan frekuensi berdasarkan
jenis kelamin anak di Desa Tegorejo mayoritas berjenis kelamin perempuan yaitu 56 anak
(57,7%) dan status ekonomi orangtua mayoritas tinggi sebanyak 62 responden (63,9%).
Tingkat pendidikan kepala keluarga menunjukkan mayoritas berpendidikan SMA sebanyak 50
responden (51,5%) dan minoritas berpendidikan SD yaitu 8 responden (8,2%).

2. Analisa Bivariat
Tabel 2.1 distribusi Hubungan Status Ekonomi Dengan Pencegahan Stunting Di Desa
Tegorejo (n=97)

Pencegahan Stunting
Tidak P
Rendah Sedang Mampu Total
Status Ekonomi mampu value
F % F % F % F % N % 0,369
Rendah 0 0,0 19 19,6 16 16,5 0 0,0 35 36,1
Tinggi 1 1,0 26 26,8 32 33,0 3 3,1 62 63,9
Total 1 1,0 45 46,4 48 49,5 3 3,1 97 100,0

Tabel 2.1 setelah dilakukan uji Chi-Square Test didapatkan hasil kemampuan
pencegahan stunting tidak mampu 1 (1,0%), rendah 26 (26,8%), Sedang 32 (33,0%) dan mampu
3 (3,1%). Hasil uji hipotesa menunjukkan p value 0,369 (p value>0,05) yang berarti Ha ditolak.
Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara status ekonomi orangtua
dengan pencegahan stunting di Desa Tegorejo.

2.2 Distribusi Hubungan Pendidikan Kepala Keluarga Dengan pencegahan Stunting di


Desa Tegorejo (n=97)
Pencegahan Stunting
Tidak P
Rendah Sedang Mampu Total
Tingkat Pendidikan mampu value
F % F % F % F % N %
Tidak Sekolah 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0,976
SD 0 0,0 4 4,1 4 4,1 0 0,0 8 8,2
SMP 0 0,0 10 10,3 9 9,3 0 0,0 19 19,6
SMA 1 1,0 23 23,7 24 24,7 2 2,1 50 51,5
PT 0 0,0 8 8,2 11 11,3 1 1,0 20 20,6

Total 1 1,0 45 46,4 48 49,5 3 3,1 97 100,0


Tabel 2.2 setelah dilakukan uji Chi-Square Test didapatkan hasil mayoritas pendidikan kepala
keluarga adalah SMA, dengan kemampuan pencegahan stunting tidak mampu 1(1,0%), rendah 23
(23,7%), sedang 24 (24,7%) dan mampu 2 (2,1%). Minoritas pendidikan kepala keluarga adalah SD,
dengan kemampuan pencegahan stunting tidak mampu 0 (0,0%), rendah4 (4,1%), sedang 4 (4,1%) dan
mampu 0 (0,0%). Hasil uji hipotesa menunjukkan p value 0,976(p value> 0,05) berarti Ha ditolak. Hal
ini menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan kepala keluarga
dengan pencegahan stunting di Desa Tegorejo.
PEMBAHASAN
A. Karakteristik responden

Usia Anak dan jenis kelamin laki-laki 11 balita


(33,3%).
Hasil penelitian menunjukkan usia
anak di Desa Tegorejo rata-rata 10,22 Pertumbuhan anak-anak bisa terjadi
bulan dengan rentang usia 9,02 sampai dengan cara yang berbeda, tergantung
11,42 bulan, usia minimal responden beberapa faktor. Salah satu faktor yang
adalah 2 bulan dan maksimal usia 23 memengaruhi adalah jenis kelamin.
bulan. Anak usia 0-2 tahun (1.000 hari Dengan kata lain, ada perbedaan
pertama kehidupan) merupakan salah satu pertumbuhan pada anak laki-laki dan
kelompok rawan gizi selain kelompok perempuan. Masing-masing anak tidak
usia sekolah, remaja, ibu hamil dan bisa disamakan, karena setiap
menyusui, dan kelompok usia lanjut. perkembangan anak memiliki tahapan
Kelompok rawan gizi adalah suatu yang berbeda-beda. Meskipun memiliki
kelompok yang paling mudah mengalami tinggi dan berat badan yang hampir sama,
gangguan kesehatan atau rentan tetapi pertumbuhan fisik anak perempuan
kekurangan gizi. Kekurangan makanan akan lebih cepat ketimbang anak laki-laki,
yang bergizi akan menyebabkan walau pada akhirnya, tinggi badan laki-
keterlambatan pertumbuhan anak dan laki akan melebihi tinggi badan anak
dikhawatirkan anak mengalami tumbuh perempuan. Sama halnya
kembang yang kurang optimal. Hal yang dengan pubertas anak. Pada anak
sama juga diperoleh dari penelitian perempuan akan terjadi lebih cepat
Fedriansyah, Paramashanti, ketimbang pada anak laki-laki (Baby
Paratmanitya (2020) tentang Center, 2021).
faktorsosial ekonomi dan stunting
pada anak usia 6-23 bulan Usia Kepala keluarga
presentasenya menunjukkan bahwa
Hasil penelitian menunjukkan usia
mayoritas anak berusia dibawah 18
kepala keluarga anak usia 1.000 hari
bulan (71,6%). pertama kehidupan di Desa Tegorejo rata-
rata berusia 32,61 tahun dengan rentang
Jenis kelamin usia 31,25 sampai 33,98 tahun, usia
Hasil penelitian menunjukkan bahwa minimum 22 tahun dan maksimum usia
jenis kelamin anak usia 1.000 hari 45 tahun. Hasil yang sama juga diperoleh
pertama kehidupan di Desa Tegorejo dari penelitian Paramashanti (2020)
mayoritas berjenis kelamin perempuan tentang “Faktor sosial ekonomi dan
yakni sebanyak 56 anak (57,7%) dan jenis stunting pada anak usia 6-23 bulan”
kelamin laki-laki sebanyak 41 anak dimana usia ayah didominasi oleh usia
(42,3%). Hasil yang sama juga diperoleh >30 tahun (53,2%). Pada rentang usia 20
dari penelitian yang dilakukan oleh sampai 40 tahun atau dewasa muda akan
Astutik, Raflifudin, dan Aruben (2018) muncul adanya keinginan untuk merawat
dimana kelompok stunting didominasi atau membimbing orang lain untuk
oleh balita yang memiliki jenis kelamin menjadi lebih baik, sehingga hal ini dapat
perempuan yaitu sekitar 22 balita (66,7%) menciptakan perilaku yang positif.
Perilaku tersebut seperti dalam hal kurang bisa dalam menerima arahan
pemberian makanan pada anak untuk tentang peningkatan tumbuh kembang
memenuhi status gizinya (Friedman, anak karena kekurangan kemampuan
2010). untuk menyerap dan mngimplementasikan
Menurut Jausyan (2016) status gizi informasi yang tepat, sedangkan orangtua
balita lebih terkait dengan pengalaman yang berpendidikan tinggi akan lebih
orangtua dalam pemenuhan gizi balita. mudah menerima arahan tentang
Orangtua dengan usia dewasa dapat saja peningkatan pertumbuhan dan
tidak bisa merawat balita untuk memenuhi perkembangan anak (penggunaan fasilitas
gizinya, dikarenakan pengetahuan yang kesehatan, pemenuhan kebutuhan gizi
kurang sehingga pemahamannya kurang anak dan lain-lain).
dalam merawat balita. Hasil penelitian ini didukung dengan
penelitian yang dilakukan oleh Antika dan
B. Status Ekonomi Orangtua Budiastutik (2014), tentang “Sosial
Ekonomi, Berat Lahir Dan Penyakit
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Infeksi Dengan Kejadian Stunting Pada
sebagian besar orangtua dengan anak usia Balita” dimana presentase pendidikan
1.000 hari pertama kehidupan di Desa rendah sebanyak 33 responden (80,5%).
tegorejo berstatus ekonomi tinggi yaitu Tingkat pendidikan adalah tahapan
sebanyak 62 responden. Kondisi ekonomi pendidikan yang ditetapkan berdasarkan
dapat digunakan sebagai alat ukur untuk tingkat perkembangan peserta didik,
menilai tingkat pemenuhan kebutuhan tujuan yang akan dicapai, dan kemauan
dasar (Notoadmojo, 2012). Hasil ini yang dikembangkan. Tingkat pendidikan
sejalan dengan penelitian yang dilakukan berpengaruh terhadap perubahan sikap
di Ethiopia Selatan. Hal tersebut dan perilaku hidup sehat.
kemungkinan disebabkan oleh tidak
adanya perbedaan pola asuh selama ibu D. Pencegahan Stunting
bekerja dan atau pola asuh yang sama
antara ibu dengan pengasuh saat ibu Hasil penelitian menunjukkan bahwa
bekerja (Eshete, 2017). Budaya sebagian besar kemampuan orangtua
memengaruhi praktik gizi pada balita dalam pencegahan stunting adalah
(Chege, 2015). sedangsebanyak 48 responden (49,5%),
Pengeluaran pangan rumah tangga tidak mampu 1 responden (1,0%), rendah
secara signifikan berhubungan dengan 45 responden (46,4%), dan tinggi 3
pencegahan stunting. Anak yang berasal responden (3,1%). Hal ini menunjukkan
dari rumah tangga dengan pengeluaran bahwa kemampuan orangtua dalam
rendah memiliki risiko sekitar 3,8 kali pencegahan stunting masih belum
lebih besar untuk menderita stunting maksimal. Prevalensi stunting di
apabila dibandingkan dengan anak yang Indonesia lebih tinggi daripada negara-
berasal dari rumah tangga dengan negara lain di Asia Tenggara, seperti
pengeluaran untuk pangan yang Myanmar (35%), Vietnam (23%), dan
tergolong tinggi (Paramashanti, Thailand (16%) dan menduduki peringkat
2020). kelima dunia. Stunting merupakan kondisi
ketika balita memiliki panjang atau tinggi
C. Tingkat Pendidikan Kepala Keluarga badan yang kurang jika dibandingkan
dengan umurnya (Kemenkes RI, 2018).
Berdasarkan hasil penelitian Berdasarkan (Markowitz and Cosminsky,
menunjukkan bahwa sebagian besar 2014) tertulis bahwa stunting
orangtua anak usia 1.000 hari pertama didefinisikan sebagai tinggi badan yang
kehidupan di Desa Tegorejo lebih dari dua standar di bawah Standar
berpendidikan SMA sebanyak 50 Pertumbuhan Anak menurut World Health
responden. Hasil penelitian ini sesuai Organization (WHO, 2010).
dengan pernyataan Walker dan Smeker, Stunting disebabkan oleh faktor
(2011) bahwa orangtua dengan latar multi dimensi dan tidak hanya disebabkan
belakang pendidikan rendah atau dasar oleh faktor gizi buruk yang dialami oleh
ibu hamil maupun anak balita. Intervensi menjamin tercapainya gizi yang baik
yang paling menentukan untuk dapat (Aqnita, 2016).
mengurangi pervalensi stunting oleh Pendapatan yang tinggi tidak
karenanya perlu dilakukan pada 1.000 selamanya meningkatkan konsumsi zat
Hari Pertama Kehidupan (HPK) dari anak gizi yang dibutuhkan oleh tubuh, tetapi
balita. Pencegahan stunting dapat kenaikan pendapatan akan menambah
dilakukan antara lain dengan cara kesempatan untuk memilih bahan
1).Pemenuhan kebutuhan zat gizi bagi ibu makanan dan meningkatkan konsumsi
hamil. 2).ASI eksklusif sampai umur 6 makanan yang disukai meskipun makanan
bulan dan setelah umur 6 bulan diberi tersebut tidak bergizi tinggi. Terdapat
makanan pendamping ASI (MPASI) yang keluarga dengan pendapatan tinggi kurang
cukup jumlah dan kualitasnya. baik dalam mengatur belanja keluarga.
3).Memantau pertumbuhan balita di Mereka membeli pangan dalam jumlah
posyandu. 4).Meningkatkan akses sedikit serta mutu yang kurang, sehingga
terhadap air bersih dan fasilitas sanitasi, dapat mempengaruhi keadaan gizi anak
serta menjaga kebersihan lingkungan (Irviani, Ibrahim, & Faramita, 2014).
(Sutarto, 2018). Hasil penelitian ini sejalan dengan
Kejadian balita pendek (stunting) penelitian yang dilakukan oleh
menggambarkan adanya permasalahan Fedriansyah, Paramashanti, Paratmanitya
gizi kronis dan hal ini disebabkan oleh (2020) dengan judul “Faktor Sosial
faktor multi dimensi dikarenakan dapat Ekonomi dan Stunting Pada Anak Usia 6-
dipengaruhi oleh kondisi kesehatan dan 23 Bulan” jenis penelitian adalah
gizi calon ibu / ibu, masa janin, dan masa penelitian kuantitatif dengan pendekatan
bayi / balita. Upaya intervensi gizi paling observasional dengan desain potong
efektif untuk kejadian balita pendek lintang ( Cross sectional design) dengan
(stunting) adalah pada saat 1.000 Hari jumlah sampel 190 anak. Berdasarkan
Pertama Kehidupan (HPK) yaitu ibu analisis bivariat (Uji Spearman’s Rank)
hamil, ibu menyusui, dan anak usia 0 – 23 diperoleh hasil yang menunjukkan tidak
bulan. Periode 1.000 HPK meliputi 270 ada hubungan yang signifikan antara
hari selama kehamilan dan 730 hari tingkat pendidikan ayah dengan kejadian
pertama setelah bayi dilahirkan stunting pada anak usia 6-23 bulan di
merupakan periode yang menentukan Kecamatan Sedayu, Kabupaten Bantul,
kualitas kehidupan (Kemenkes RI, 2016). Daerah Istimewa Yogyakarta.
Faktor yang menyebabkan
E. Hubungan Status Ekonomi Orangtua stunting menurut Kemenkes (2018) adalah
Dengan Pencegahan Stunting faktor ibu dan pola asuh juga pengetahuan
yang kurang baik terutama pada perilaku
Hasil penelitian menunjukkan dan praktik pemberian makanan pada
tidak adanya hubungan yang signifikan anak. Ibu yang masa remajanya kurang
(bermakna) antara status ekonomi dengan nutrisi, bahkan di masa kehamilan, dan
pencegahan stunting di Desa Tegorejo. laktasi akan sangat berpengaruh pada
Hal ini ditunjukkan dari hasil analisa pertumbuhan tubuh dan otak anak. Faktor
bivariat dengan menggunakan uji Chi- lainya yang menyebabkan stunting adalah
Square Test diperoleh p value 0,369. Hal terjadi infeksi pada ibu, kehamilan
ini menunjukkan bahwa hasil yang remaja, gangguan mental pada ibu, jarak
diperoleh lebih besar dari 0,05, maka Ha kelahiran anak yang pendek, dan
ditolak yang artinya tidak ada hubungan hipertensi. Selain itu, rendahnya akses
yang signifikan antara status ekonomi terhadap pelayanan kesehatan termasuk
dengan pencegahan stunting. Sebagian akses sanitasi dan air bersih menjadi salah
besar responden berpenghasilan lebih dari satu faktor yang sangat mempengaruhi
Rp.2.335.753 yaitu sebanyak 62 pertumbuhan anak.
responden. Dengan ekonomi yang tinggi,
biasanya keluarga akan mengkonsumsi F. Hubungan Tingkat Pendidikan Kepala
makanan yang lebih mahal harganya, Keluarga dengan Pencegahan Stunting
tetapi pendapatan yang tinggi tidak
Hasil penelitian menunjukkan tidak 1. Karakteristik responden berdasarkan
adanya hubungan yang signifikan usia anak rata-rata 10,22 bulan, dengan
(bermakna) antara tingkat pendidikan sebagian besar berjenis kelamin
kepala keluarga dengan pencegahan perempuan sebanyak 56 anakdan usia
stunting(p value 0,976). Sebagian besar kepala keluarga rata-rata32,61 tahun.
responden berpendidikan SMA sebanyak 2. Sebagian besar status ekonomi
50 responden (51,5%). Pendidikan ayah orangtua tinggi sebanyak 62
tidak berpengaruh secara langsung dengan responden.
asupan gizi anak, tetapi tingkat 3. Sebagian besar tingkat pendidikan
pendidikan ibu yang berpengaruh kepala keluarga adalahSMA sebanyak
langsung dengan asupan gizi anak. Hal 50 responden.
tersebut berkaitan dengan seberapa rutin 4. Tidak ada hubungan antara status
kunjungan ke posyandu untuk mengikuti ekonomi dengan pencegahan stunting
penyuluhan tentang tumbuh kembang pada anak usia 1.000 hari pertama
anakdan asupan gizi yang diperlukan oleh kehidupan di Desa Tegorejo.
anak, yang akan meningkatkan 5. Tidak ada hubungan antara tingkat
pengetahuan ibu tentang gizi. pendidikan dengan pencegahan
Hal ini sejalan dengan penelitian stunting pada anak usia 1.000 hari
yang dilakukan oleh Amanda (2020) pertama kehidupan di Desa Tegorejo
dengan judul “Hubungan Antara
Pendidikan Orangtua Dengan Status Gizi Saran
Anak Pada Keluarga Binaan FK UMSU”
jenis penelitian adalah penelitian 1. Bagi Masyarakat atau Responden
deskriptif analitik dengan pendekatan Kepada masyarakat supaya lebih
observasional dengan desain Cross meningkatkan pengetahuan gizi pada anak
sectional, jumlah sampel 43 anak. usia 1.000 hari pertama kehidupan
Penelitian ini menunjukkan tidak ada khususnya para orangtua yang
hubungan antara tingkat pendidikan ayah memperoleh infosrmasi dari petugas
dengan status gizi pada anak-anak di kesehatan sehingga dapat memilih secara
keluarga asuh FK UMSU. tepat kebutuhan gizi anak.
Tingkat pendidikan yang rendah 2. Bagi Peneliti Selanjutnya
bukan berarti memiliki tingkat Agar lebih menyempurnakan penelitian
pengetahuan yang rendah pula. dengan aspek-aspek yang lebih mendalam
Pengetahuan dapat diperoleh melalui seperti wawancara, dll dan lebih
informasi dari luar. Notoadmojo (2012) menyempurnakan dengan meneliti seluruh
menjelaskan majunya teknologi akan variabel yang kemungkinan
ketersediaan bermacam-macam media mempengaruhi pencegahan stunting.
massa akan dapat mempengaruhi 3. Bagi Petugas Kesehatan
pengetahuan. Adanya informasi-informasi Kepada petugas kesehatan supaya
mengenai suatu hal memberikan landasan mempertahankan dan meningkatkan
kognitif baru bagi terbentuknya program penyuluhan kesehatan khususnya
pengetahuan terhadap hal yang terkait penyuluhan tentang pemenuhan gizi anak
dengan pemenuhan gizi balita. usia 1.000 hari pertama kehidupan.
4. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan tenaga kesehatan dapat
membuat suatu intervensi untuk
meningkatkan pengetahuan dan motivasi
orangtua dalam menstimulasi
pertumbuhan anak.

SIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA


Amanda, F.,Elman, B (2020). Hubungan
Simpulan
Antara Pendidikan Orangtua Dengan
Satus Gizi Anak Pada Keluarga Binaan Dalam Pemenuhan Gizi Balita Di
FK UMSU:Jurnal Implementa Husada Kecamatan Cepiring Kabupaten
. Kendal.Jurnal Keperawatan: STIKES
Astutik, Raflifudin, M., Zen, & Aruben, R Kendal.
(2018). Faktor Resiko Kejadian Stunting
Pada Anak Balita Usia 24-59 Bulan Kemenkes RI (2016). Pemantauan
(Studi Kasus Di Wilayah Kerja Pertumbuhan Balita. Jakarta: Direktorat
Puskesmas Gabus II Kabupaten Pati Jendral Bina Kesehatan Masyarakat,
(2017).Jurnal Kesehatan Masyarakat, 6 Direktorat Gizi masyarakat
(1) 2356-3346.
Kemenkes RI (2018). Analisis situasi
Aqnita, Bela D. (2016). Hubungan Tingkat kesehatan berbasis siklus kehidupan.
Pendidikan, Pengetahuan dan Tingkat Lemb Pnb Balitbangkes. 2013.
Pendapatan Orang Tua Dengan Status Lutfia, T.F. 2017. Hubungan Tingkat Sosial
Gizi Balita Di Desa Darupono Ekonomi Dengan Kejadian Stunting
Kecamatan Kaliwungu Kabupaten pada Balita Usia 24-59 Bulan di Desa
Kendal.Jurnal Keperawatan. Karangrejek Wonosari Gunung Kidul.

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Markowitz, D.L., and Cosminsky, S (2014).
Nasional (BKKBN) per Januari 2021. Overweight and stunting in migrant
Hispanic children in the USA,
Baby Center. Raising boys and girls: Economics and Human Biology. doi:
differences in physical development. 10.1016/j.ehb.2005.05.005.
What to Expect. Diakses pada Maret
2021. Notoatmodjo,S.(2012).MetodologiPenelitian
Chege PM, Kimiywe JO & Ndungu ZW Kesehatan.Jakarta:Rineka Cipta
(2015). Influence of culture on dietary
practices of children under five years Paramashanti, B A., Fedriansyah, D.,
among Maasai pastoralists in Kajiado, Paratmanitya, Y. (2020). Faktor Sosial
Kenya. The international journal of Eknomi dan Stunting Pada Anak Usia 6-
behavioral nutrition and physical 23 Bulan. Media Gizi Pangan. Vol. 27,
activity 12: 131-131. Edisi 1.

Eshete H, Abebe Y, Loha E, Gebru T & Sutarto , Diana Mayasari , Reni Indriyani
Tesheme T (2017). Nutritional Status (2018). Stunting, Faktor Resiko dan
and Effect of Maternal Employment Pencegahannya. J Agromedicine.
among Children Aged 6-59 Months in Volume 5. Nomor 1.

Friedman, M., (2010). Buku Ajar Keperawatan Soekatri, M. Y. E., Sandjaja, S. dan Syauqy, A.
Keluarga: Riset, Teori, dan Praktek. (2020) “Stunting was associated with
Edisi ke-5. Jakarta:EGC. reported morbidity, parental education
and socioeconomic status in 0.5–12-
Irviani, A. Ibrahim, Ratih Faramit (2014). year-old Indonesian children,”
Hubungan Faktor Sosial Ekonomi International Journal of Environmental
Keluarga dengan Kejadian Stunting Research and Public Health, 17(17), hal.
Anak Usia 24-59 Bulan di Wilayah 1–9. doi: 10.3390/ijerph17176204.
Kerja Puskesmas Brombong Kota
Makassar 2014. 7 (1), 2015. WHO, (2010). Nutrition Landscape
Information System (NLIS) Country
Jausyan A. Ikhsir (2016). Gambaran Profile Indicators: Interpretation Guide.
Pelaksanaan Tugas Kesehatan Keluarga Switzerland: WHO press.

Anda mungkin juga menyukai